Anda di halaman 1dari 10

Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5

POLA PEMASARAN TERNAK SAPI BALI DI KAWASAN PRIMATANI LKDRIK


KABUPATEN BULELENG
I Ketut Mahaputra
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali

ABSTRAK
Ternak sapi Bali merupakan program prioritas yang dikembangkan terutama pada wilayah
barat Kabupaten Buleleng, dengan dijadikannya Kecamatan Gerokgak sebagai sentra
pengembangan pembibitan sapi Bali. Demikian halnya dengan program Prima Tani LKDRIK
Kabupaten Buleleng yang menjadikan ternak sapi Bali sebagai titik ungkit dalam penerapan
inovasi teknologi guna menunjang peningkatan pendapatan petani setempat. Penelitian ini
dilaksanakan di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng sebagai salah satu sentra peternakan
rakyat ternak sapi Bali, penentuan daerah penelitian ini dilakukan secara sengaja atau purposive,
di lokasi Prima Tani LDRIK Kabupaten Buleleng. Pengambilan contoh petani dilakukan dengan
teknik penarikan contoh acak sederhana di masing-masing Desa pada Kecamatan Gerokgak
sebanyak 50 petani. Teknik penarikan contoh sederhana digunakan, karena petani/peternak sapi
didaerah tersebut dalam penggunaan teknologi dan pemasaran cenderung sama/homogen.
Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel pedagang (Belantih sebanyak 10 responden)
maupun pedagang antar pulau (3 responden) dengan metode snowball sampling yakni dengan
menentukan sampel awal kemudian menentukan sampel berikutnya berdasarkan informasi yang
diperoleh. Analisis margin pemasaran digunakan untuk mengetahui distribusi biaya dari setiap
aktivitas pemasaran dan keuntungan dari setiap lembaga perantara serta bagian harga yang
diterima petani. Pola pemasaran sapi Bali di kecamatan Gerokgak terdapat 3 jenis pola saluran
pemasaran, yaitu: 1) Pola 1 (Petani --- Belantih --- Pedagang antar pulau) sebanyak 34 %; 2) Pola
2 (Petani --- Belantih---Pasar hewan---- pedagang antar pulau) sebanyak 52 % ; dan Pola 3 (Petani
--- Pasar hewan---Pedagang antar pulau) sebanyak 14 %. Margin pemasaran tertinggi terdapat
pada pola 1 yaitu Rp. 2,950,000/ekor diikuti pola 2 sebesar Rp.2.250.000/ekor dan pola 3 yaitu
Rp. 1.608.000/ekor. Sedangkan share yang diterima petani tertinggi pada pola pemasaran 3 yaitu
78.12 %, pola 2 sebesar 67.86% dan pola 1 sebesar 61.69 %.
Kata Kunci : Pemasaran, Sapi Bali, Prima Tani

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kawasan Primatani LKDRIK Kabupaten Buleleng, selain tanaman jagung yang menjadi
titik ungkit adalah ternak sapi Bali. Pelaksanaan Prima Tani di Desa Sanggalangit diarahkan pada
pengembangan teknologi integrasi, penguatan kelembagaan, dan membangun infrastruktur
pendukung. Implementasi teknologi integrasi salah satu diantaranya adalah pembibitan dan
penggemukan sapi Bali (Rai Yasa, dkk. 2005). Ternak sapi Bali memberikan kontribusi yang
cukup signifikan terhadap pendapatan petani setempat. Oleh karena itu perubahan sedikit saja
pada budidaya ternak sapi Bali akan sangat berpengaruh terhadap total penerimaan masyarakat
lahan kering dataran rendah beriklim kering tersebut.
Adanya respon positif dari Pemda sangat menunjang program Prima Tani yang
dilaksanakan di kabupaten Buleleng Kecamatan Gerokgak khususnya pada Desa Sanggalangit,
diantaranya dengan menetapkan Kecamatan Gerokgak sebagai basis pembibitan sapi Bali karena
dilihat dari potensi dan sumberdaya yang selama ini dimiliki. Hal ini disesuaikan dengan
komoditas peternakan prioritas pilihan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng,
yaitu ternak sapi Bali (Anonim, 2007).

526
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5

Berfluktuasi serta tidak adanya kepastian harga di tingkat petani membuat lemahnya
aktifitas usahatani maupun usaha peternakan yang selama ini menjadi andalan petani (sumber
mata pencaharian) di daerah kering dataran rendah di Bali. Berbagai dugaan banyak
dikemukakan bahwa pengaruh non ekonomis sedang beroperasi pada tingkat harga yang berlaku
ditingkat petani. Informasi pasar sangat dibutuhkan petani guna lebih intensifnya usaha yang
dikerjakan. Singh dalam Sahara (2001) mengatakan bahwa fluktuasi harga yang tinggi di
sektor pertanian merupakan suatu fenomena yang umum akibat ketidakstabilan (inherent
instability) pada sisi penawaran. Pengaruh fluktuasi harga pertanian lebih besar bila
dibandingkan dengan fluktuasi produksi. Keadaan ini dapat menyebabkan petani menderita
kerugian dalam jangka pendek sehingga menimbulkan kurangnya keinginan untuk melakukan
investasi di sektor pertanian atau petani akan beralih ke komoditas yang memiliki harga jual yang
lebih tinggi.
Selanjutnya banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran akan
mempengaruhi panjang pendeknya rantai tataniaga dan besarnya biaya tataniaga. Besarnya
biaya tataniaga akan mengarah pada semakin besarnya perbedaan harga antara petani produsen
dengan konsumen. Hubungan antara harga yang diterima petani produsen dengan harga yang
dibayar oleh konsumen pabrikan sangat bergantung pada struktur pasar yang
menghubungkannya dan biaya transfer. Apabila semakin besar margin pemasaran ini akan
menyebabkan harga yang diterima petani produsen menjadi semakin kecil dan semakin
mengindikasikan sebagai sistem pemasaran yang tidak efisien (Tomek and Robinson, 1990).
Pada sisi sistem pemasaran sapi Bali sebagai komoditas unggulan, pendapatan petani akan
meningkat dengan semakin efisiennya saluran pemasaran anggur tersebut. Sementara itu
persoalan kelancaran pemasaran sangat tergantung pada kualitas produk yang dihasilkan oleh
petani produsen dan juga upaya penyempurnaan kinerja lembaga-lembaga pemasaran dan
sistem pemasaran itu sendiri sehingga pada akhirnya akan memperluas lapangan kerja dan
peningkatan pendapatan serta kualitas tingkat kesejahteraan petani yang memadai.

1.2. Perumusan Masalah


Ternak sapi Bali merupakan program prioritas yang dikembangkan terutama pada wilayah
barat Kabupaten Buleleng, dengan dijadikannya Kecamatan Gerokgak sebagai sentra
pengembangan pembibitan sapi Bali. Demikian halnya dengan program Prima Tani LKDRIK
Kabupaten Buleleng yang menjadikan ternak sapi Bali sebagai titik ungkit dalam penerapan
inovasi teknologi guna menunjang peningkatan pendapatan petani setempat. Adanya kesamaan
dalam program pembangunan pertanian ini akan lebih mudah lagi mencapai sasarannya apabila
didukung oleh sumberdaya dan potensi daerah bersangkutan. Pengembangan program pertanian
secara umum tidak hanya berpikir kearah peningkatan produksi, tapi perlu kiranya dipikirkan
kemana akan dibawa produksi yang dihasilkan tersebut (pemasaran produk). Adanya saluran
penjualan/pemasaran akan lebih merangsang petani untuk meningkatkan produksi. Hal ini
sangat berkaitan antara produksi dan pemasaran yang mengarah pada nilai jual sampai akhirnya
pada nilai diterima petani dari usaha yang dilakukan.
Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah, Bagaimanakah
keuntungan dan saluran pemasaran komoditas unggulan sapi Bali di daerah penelitian? Untuk
itu kegiatan “Studi Pola Pemasaran Sapi Bali” perlu dilakukan guna mengidentifikasi saluran
pemasaran sapi Bali yang selama ini dianggap memegang peranan penting dalam kontribusi
pendapatan petani pada wilayah Prima Tani LKDRIK Kabupaten Buleleng.

527
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah mengetahui kelayakan dari
usaha penggemukan sapi Bali serta saluran pemasaran yang terjadi di daerah penelitian.

II. METODOLOGI PENELITIAN


Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng sebagai salah satu
sentra peternakan rakyat ternak sapi Bali, Penentuan daerah penelitian ini dilakukan secara
sengaja atau purposive, di lokasi Prima Tani LDRIK Kabupaten Buleleng. Pengambilan contoh
dilakukan dengan teknik penarikan contoh acak sederhana di masing-masing Desa pada
Kecamatan Gerokgak sebanyak 50 petani, karena petani/peternak sapi didaerah tersebut dalam
penggunaan teknologi dan pemasaran cenderung sama/homogen. Metode yang digunakan untuk
pengambilan sampel pedagang (Belantih sebanyak 10 responden) maupun pedagang antar pulau
(3 responden) dengan metode snowball sampling yakni dengan menentukan sampel awal
kemudian menentukan sampel berikutnya berdasarkan informasi yang diperoleh.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh langsung dari petani dan pelaku pemasaran, seperti pedagang pengumpul,
pedagang besar (pedagang antar pulau), meliputi harga ditingkat petani, harga ditingkat pengecer,
biaya-biaya pemasaran (pengandangan, timbang, tenaga kerja dalam pemasaran, transportasi,
penyusutan dan lain-lain) serta semua data input output usaha peternakan, dengan
menggunakan metode wawancara melalui pengisian daftar pertanyaan (kuisioner). Data sekunder
yaitu data yang diambil dari instansi terkait dengan produksi dan pemasaran sapi Bali.
Analisis R/C digunakan untuk melihat kelayakan usaha penggemukan sapi Bali dan
analisis margin pemasaran digunakan untuk mengetahui distribusi biaya dari setiap aktivitas
pemasaran dan keuntungan dari setiap lembaga perantara serta bagian harga yang diterima
petani. Atau dengan kata lain analisis margin pemasaran dilakukan untuk mengetahui tingkat
kompetensi dari para pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran/disribusi. Secara
matematis margin pemasaran dihitung dengan formulasi sebagai berikut (Tomeck and Robinson,
1990; Sudiyono, 2001) :
MP = Pr – Pf atau MP = ΣBi + ΣKi
Keterangan : MP : Margin pemasaran; Pr : Harga tingkat pedagang antar pulau; Pf : Harga tingkat petani; ΣBi :
Jumlah biaya yang dikeluarkan lembaga – lembaga pemasaran (B1, B2, B3…..Bn); ΣKi : Jumlah
keuntungan yang diperoleh lembaga-lembaga pemasaran (K1, K2, K3…Kn)
Keuntungan lembaga pemasaran :
m
Ki = Hji – Hbi - Σ Bpi
S=1
Keterangan : Hji : Harga jual lembaga pemasaran ke –i; Hbi : Harga beli lembaga Pemasaran ke-i; Bpi : Biaya
pemasaran lembaga pemasaran ke-i; m : Jumlah jenis biaya; s : Jenis biaya pemasaran
Bagian keuntungan dan biaya pemasaran masing-masing lembaga pemasaran :
SKi = Ki x 100%
Pr-Pf
SBi = Bi x 100%
Pr-Pf
Keterangan : SKi : Bagian keuntungan lembaga pemasaran i; SBi : Bagian biaya fungsi pemasaran lembaga
pemasaran i .

528
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5

Sedangkan besarnya bagian atau share yang diterima petani (SP) dari harga pedagang antar
pulau dapat dihitung dengan menggunakan:
SP = Pf x 100%
Pr

III. PEMBAHASAN

3.1. Analisis Finansial Usaha Penggemukan Sapi Bali


Secara umum peternak sapi di Kecamatan Gerokgak belum memiliki kelembagaan khusus
peternak sapi Bali maupun kelembagaan pemasarannya. Sehingga dalam hal pemasaran
umumnya dilakukan langsung pada tengkulak atau pedagang pengumpul/belantih, walau ada
juga yang langsung kepasar hewan namun sangat sedikit sekali. Sistem pemasaran yang banyak
dijumpai umumnya adalah sistem cawangan atau tafsiran dibandingkan dengan sistim timbang.
Usaha ternak sapi Bali dapat dikatakan cukup prospektif untuk dikembangkan, asalkan
diimbangi dengan harga jual yang cukup layak ditingkat produsen, hal ini ditunjukkan dari hasil
analisa finansial yang dilakukan terhadap beberapa petani/peternak sapi Bali di kecamatan
Gerokgak. Analisa finansial usahatani dilakukan berdasarkan pada biaya total (termasuk tenaga
kerja dalam keluarga) dalam kurun waktu penggemukan dilakukan. Walaupun sesungguhnya
umur penggemukan berbeda-beda antara satu petani dengan petani lainnya, yang dipergunakan
dalam perhitungan adalah hasil rata-rata.
Hasil analisis finansial terhadap biaya total (Tabel 1) terlihat bahwa sampai pada saat
penjualan dibutuhkan biaya sebesar Rp. 4.402.750,-. Rata-rata berat awal sapi penggemukan
adalah 200 kg dengan harga beli Rp. 3.250.000/ekor. Bibit sapi yang digemukkan masih
tergolong kecil, sehingga memerlukan waktu pemeliharaan cukup lama yaitu sampai dengan 11
bulan. Berbeda dengan peternak yang sudah profit oriented yang berusaha ternak sudah
mempertimbangkan umur atau berat bibit awal, lama penggemukan serta efisiensi tenaga kerja
semaksimal mungkin dalam mencapai keuntungan yang optimal. Beberapa literatur dan hasil
pengkajian menyatakan bahwa bobot awal yang tepat untuk sapi penggemukan minimal 300 kg,
sehingga hanya perlu waktu ± 6 bulan untuk mencapai berat diatas 400 kg dengan asumsi
ketersediaan pakan yang cukup mendukung.
Demikian halnya dengan bobot rata-rata penjualan yang masih dibawah 400 kg yaitu rata-
rata 340 kg, yang berakibat pada harga jual tabel lebih rendah dari harga jual tabel sapi dengan
bobot diatas 400 kg. Pada daerah penelitian harga diterima petani peternak sapi Bali per kg
adalah Rp. 13.970,-. Harga tersebut lebih rendah dari harga yang berlaku dipasar-pasar hewan (±
Rp. 15.500/kg – Rp 16.500/kg). Hal ini akibat dari sistem penjualan berdasarkan
tafsiran/cawangan, tidak berdasarkan timbangan. Namun secara keseluruhan usaha
penggemukan yang dilakukan cukup menguntungkan serta masih layak diusahakan terlihat dari
nilai R/C yang lebih besar dari 1 (R/C = 1,08), yang berarti bahwa total biaya masih dapat
tertutupi oleh produksi yang dihasilkan. Untuk 1 ekor sapi yang digemukkan petani rata-rata
memperoleh pendapatan bersih Rp. 347.250,- dalam jangka waktu 11 bulan. Disamping itu
dengan dihitungnya tenaga kerja dalam keluarga petani berarti bahwa petani telah mendapat
pekerjaan yang memperoleh upah dari usaha penggemukan sapi yang dilaksanakannya.

529
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5

Tabel 1. Hasil analisis Usaha Penggemukan Sapi Bali di Kecamatan Gerokgak, Buleleng,
Tahun 2007
No Uraian Vol Satuan Harga Satuan Jumlah
I. Biaya Sarana Produksi
1 Bibit (200 kg) 1 ekor 3,250,000 3,250,000
2
Kandang Tradisional (1 kandang 2 ekor) 1 buah 500,000
bambu, atap asbes, alas kayu geladag
umur ekonomis + 3 tahun
3 Penyusutan kandang 1 buah 83,500 83,500
(1 buah kandang Rp. 500.000)
Penyusutan @ Rp. 167.000 (2 ekor)
4
Dedak (MK) (0,5 kg/3 hari, selama 3 bulan) 15 kg 1,200 18,000
5
Biaya Vaksin dan Vitamin @ Rp. 20.000 1 ekor 20,000 20,000
Total Biaya Saprodi 3,371,500
II. Biaya Tenaga Kerja
1 Mencari pakan (1 ikat pagi, 1 ikat sore)
1 jam/hari, 11bulan 41.25 HOK 20,000 825,000
2 Pembersihan kandang 10.313 HOK 20,000 206,250
Total Biaya Tenaga kerja 1,031,250
III. Penerimaan
1 Produksi (340 kg) 1 ekor 4,750,000 4,750,000
2 Harga penjualan per kg hidup 13.971
IV Pendapatan Bersih 347,250
R/C 1,08
Sumber : Data Primer Diolah

3.2. Saluran Pemasaran


Banyak jalur yang digunakan petani dan lembaga pemasaran dalam memasarkan sapi Bali.
Distribusi sapi dari pusat produksi hingga ke pedagang antar pulau, berdasarkan wawancara dan
pengamatan dilapangan terhadap 50 responden peternak sapi Bali, 10 belantih, 3 pedagang antar
pulau masing-masing di Kabupaten Buleleng 1 orang, Kabupaten Jembrana 1 orang dan
Kabupaten Klungkung 1 orang)
Berdasarkan skema alur pemasaran sapi Bali dari produsen hingga konsumen dapat dilihat
bahwa terdapat tiga tipe saluran pemasaran yang terbentuk yaitu : 1) Petani - Belantih -Pedagang
antar pulau; 2) Petani - Belantih - Pasar hewan - pedagang antar pulau; 3) Petani - Pasar hewan -
Pedagang antar pulau.
Dengan adanya perbedaan saluran dan panjang pendeknya saluran pemasaran ini akan
mempengaruhi tingkat harga, bagian keuntungan dan biaya serta margin pemasaran yang
diterima setiap pelaku pemasaran sapi Bali. Berdasarkan distribusi jenis saluran pemasaran sapi
Bali terlihat bahwa 34 persen petani melakukan pemasaran melalui pola 1, sebanyak 52 persen
dengan pola 2 dan 14 persen pada pola 3.

530
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5

Petani

Belantih
Belantih 34% 52% 14%
Pasar Hewan

Pasar
Hewan

Pedagang
antar pulau

Gambar 1. Skema alur pemasaran Sapi Bali

Ditingkat petani, sebagian petani mencari informasi harga kepada petani lain yang telah
melakukan penjualan atau kepada pedagang pengumpul/belantih lainnya yang bukan menjadi
langganannya. Tetapi sebagian besar petani hanya menerima informasi harga dari belantih
langganannya karena faktor kepercayaan. Kondisi tersebut tentunya tidak menguntungkan bagi
petani karena pedagang pada umumnya memberikan informasi harga yang memberikan
keuntungan baginya, sebagai suatu penerapan kekuatan daya beli atau oligopsonistiknya. Untuk
mengatasi hal ini sebagaimana disarankan Hutabarat dan Rahmanto (2004) peran pemerintah
daerah sangat diperlukan untuk membangun jaringan informasi harga di dareah sentra produksi
dan menyebarluaskannya ke masyarakat, sehingga persaingan bisnis akan semakin dirangsang.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap pedagang antar pulau, ternyata
sekitar 80 persen pemasaran sapi Bali adalah ke kota-kota diluar pulau Bali antara lain Jakarta,
Bekasi, Semarang, Cakung. Sedangkan sisanya sekitar 20 persen adalah terdistribusi di Bali
dimana pangsa pasar utamanya adalah kota Denpasar. Biasanya permintaan akan daging akan
meningkat dengan adanya peringatan hari-hari keagamaan, musim liburan pada tingkat
pariwisata. Hal ini diikuti juga dengan meningkatnya harga baik ditingkat produsen maupun
konsumen, sesuatu yang wajar dalam hal permintaan penawaran suatu produk.

3.3. Margin Pemasaran


Analisa margin pemasaran dapat digunakan untuk mengetahui distribusi margin
pemasaran yang terdiri dari biaya dan keuntungan dari setiap aktivitas lembaga pemasaran yang
berperan aktif, serta untuk mengetahui bagian harga (farmer share) yang diterima petani.
Didasarkan pada saluran pemasaran yang dilalui, jumlah ternak sapi yang dipasarkan, jumlah
lembaga pemasaran yang turut berperan aktif dalam pemasaran, jarak petani ke konsumen,
panjang saluran pemasaran yang dilalui, sistem pembayaran dan daerah tujuan pemasaran akan
membedakan besarnya biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas pemasaran yang selanjutnya akan
mempengaruhi besarnya margin pemasaran, bagian keuntungan dan biaya dari tiap lembaga
pemasaran serta bagian harga yang diperoleh petani.

531
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5

Lebih lanjut Saliem (2004) menyatakan tujuan analisis margin pemasaran bertujuan untuk
elihat efisiensi pemasaran yang diindikasikan oleh besarnya keuntungan yang diterima oleh
masing-masing pelaku pemasaran. Semakin tinggi proporsi harga yang diterima produsen,
semakin efisien sistem pemasaran tersebut. Besarnya keuntungan yang diterima oleh masing-
masing pelaku pemasaran relatif terhadap harga yang dibayar konsumen dan atau relatif
terhadap biaya pemasaran terkait dengan peran yang diakukan oleh masing-masing pelaku.
Berdasarkan hasil analisis, pada Tabel 2 terlihat bahwa margin pemasaran yang terjadi
antara petani dan pedagang antar pulau cukup besar, yaitu Rp. 2,950,000/ekor. Hal ini
dimungkinkan dengan cukup panjangnya saluran/rantai pemasaran yang terjadi. Sedangkan
bagian keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran juga cukup bervariasi,
dimana bagian terbesar justru pada lembaga pemasaran akhir yaitu pedagang antar pulau 72.73
persen sedangkan petani hanya mendapatkan bagian 61.69 persen. Tingginya bagian keuntungan
yang diperoleh pedagang antar pulau berkaitan dengan dikeluarkannya biaya tinggi dengan resiko
yang sepadan dalam membawa ternak sapi keluar pulau sehingga tingkat keuntungan yang
diperoleh menjadi lebih besar. Dengan mengetahui bagian yang diterima petani ini, dapat dilihat
keterkaitan antara pemasaran dan proses produksi. Komoditi yang diproduksikan secara tidak
efisien (biaya per unit tinggi) maka harus dijual dengan harga per unit yang tinggi pula, sehingga
komoditi yang diproduksikan secara tidak efisien menyebabkan bagian harga yang diterima
petani (farmer’s share) menjadi kecil, yang pada gilirannya tidak akan merangsang produksi lebih
lanjut.
Tabel 2. Margin Pemasaran, Distribusi Margin dan Share Pemasaran Sapi Bali dalam Pola
Pemasaran Saluran 1, di Kecamatan Gerokgak, Buleleng, 2007.
Lembaga Pemasaran dan Komponen Margin (Rp/ekor) Distribusi Margin Share (%)
Petani
a. Harga jual 4,750,000 61.69
Belantih
a. Harga beli 4,750,000 61.69
b. Transport dari lapangan 30,500 0.01 0.40
c. Pemeliharaan sebelum dijual
- Tenaga kerja 35,700 0.01 0.46
- Pakan 32,200 0.01 0.42
- Pengandangan 10,000 0.00 0.13
d. Transport penjualan 31,000 0.01 0.40
e. Konsumsi 26,250 0.01 0.34
f. Keuntungan 684,350 0.23
g. Harga jual 5,600,000
Pedagang Antar Pulau
a. Harga beli 5,600,000 72.73
b. Biaya timbang 15,000 0.01 0.19
c. Biaya Karantina 20,000 0.01 0.26
d. Biaya Dinas Peternakan 15,000 0.01 0.19
e. Biaya penyebrangan 2,000 0.00 0.03
f. Biaya transportasi 267,857 0.09 3.48
g. Biaya pengawalan 53,571 0.02 0.70
h. Pakan 15,000 0.01 0.19
g. Keuntungan 1,711,572 0.58
h. Harga jual 7,700,000
Margin Pemasaran 2,950,000
Sumber : Analisis Data Primer

Saluran pemasaran pola 2 merupakan yang banyak terjadi pada penelitian ini yaitu
sebanyak 52 persen, atau kurang lebih ada 26 petani dari 50 petani responden yang
melaksanakan pola pemasaran ini. Pada saluran pemasaran sapi Bali pola 2 margin pemasaran
yang terjadi adalah sebesar Rp. 2.250.000,-/ekor, dimana harga sapi Bali ditingkat petani sebesar
Rp. 4,750,000,- /ekor sedangkan harga jual ditingkat pedagang antar pulau sebesar Rp.

532
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5

7,000,000/ekor (Tabel 3). Tingginya bagian keuntungan yang diterima lembaga pasar hewan
adalah karena tidak mengeluarkan biaya pemasaran tetapi hanya melakukan fungsi pertukaran
saja. Sudiyono (2001) menyatakan bahwa margin pemasaran yang tinggi tidak selalu
mengindikasikan keuntungan yang tinggi, tergantung berapa besar biaya-biaya yang harus
dikeluarkan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Share atau
bagian keuntungan dari masing-masing lembaga pemasaran tertinggi terdapat pada pedagang
antar pulau yaitu sebesar 82,52 persen. Sedangkan pada pedagang pengumpul/belantih biaya
pemasaran yang dikeluarkan untuk melakukan fungsi pemasaran cukup tinggi namun bagian
keuntungan yang diperoleh lebih rendah dari pedagang antar pulau, hal ini menunjukkan bahwa
distribusi margin, biaya dan keuntungan tidak tersebar secara merata sehingga pemasaran yang
terjadi tidak efisien.
Tabel 3. Margin Pemasaran, Distribusi Margin dan Share Pemasaran Sapi Bali dalam Pola
Pemasaran Saluran 2, di Kecamatan Gerokgak Buleleng, 2007.
Lembaga Pemasaran dan Komponen Margin (Rp/ekor) Distribusi Margin Share (%)
Petani
a. Harga jual 4,750,000 67.86
Belantih
a. Harga beli 4,750,000 67.86
b. Transport dari lapangan 30,500 0.01 0.44
c. Pemeliharaan sebelum dijual
- Tenaga kerja 35,700 0.02 0.51
- Pakan 32,200 0.01 0.46
- Pengandangan 10,000 0.00 0.14
d. Transport penjualan 31,000 0.01 0.44
e. Konsumsi 26,250 0.01 0.38
f. Biaya masuk 8,000 0.00 0.11
g. Biaya balik nama 25,000 0.01 0.36
h. Keuntungan 826,350 0.37
i. Harga jual 5,775,000
Pasar Hewan
a. Harga transaksi 5,742,000 82.03
b. Keuntungan 33,000 0.01
c. Harga jual 5,775,000
Pedagang Antar Pulau
a. Harga beli 5,775,000 82.50
b. Biaya pengeluaran sapi 20,000 0.01 0.29
c. Biaya Karantina 20,000 0.01 0.29
d. Biaya Dinas Peternakan 15,000 0.01 0.21
e. Biaya penyebrangan 2,000 0.00 0.03
f. Biaya transportasi 267,857 0.12 3.83
g. Biaya pengawalan 53,571 0.02 0.77
h. Pakan 15,000 0.01 0.21
g. Keuntungan 831,572 0.37
h. Harga jual 7,000,000
Margin Pemasaran 2,250,000
Sumber : Analisis Data Primer

Pada saluran pemasaran pola 3 (Tabel 4) margin pemasaran yang terjadi antara petani
produsen dan pedagang antar pulau relatif lebih rendah yaitu sebesar Rp. 1.608.000/ekor.
Saluran pemasaran pola 3 harga jual yang diterima petani cenderung lebih baik dibandingkan
pada pola 1 yaitu rata-rata sebesar Rp. 5,742,000/ekor dengan harga jual ditingkat pedagang
antar pulau sebesar Rp. 7,350,000/ekor. Tingginya harga jual ditingkat petani berkaitan dengan
rantai pemasaran yang terjadi, dimana petani mendapatkan harga tabel berlaku saat itu dan
ternak ditimbang pada pasar hewan. Hal ini akan lebih meyakinkan dari segi harga diterima
petani. Lain halnya pada model saluran pemasaran 1 atau 2 , petani hanya menerima harga jual
berdasarkan tafsiran saja (cawangan). Model ini masih terus berkembang mengingat peternakan

533
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5

petani merupakan peternakan rakyat. Transaksi terjadi langsung dilapangan/dikandang petani.


Waktu penjualannyapun tergantung dari kebutuhan petani sebagai produsen. Demikian halnya
jumlah ternak yang dijual oleh petani hanya 1-2 ekor saja, sehingga peran belantih menjadi
dominan didaerah penelitian.
Tabel 4. Margin Pemasaran, Distribusi Margin dan Share Pemasaran Sapi Bali dalam Pola
Pemasaran Saluran 3, di Kecamatan Gerokgak Buleleng, 2007.
Lembaga Pemasaran dan Komponen Margin (Rp/ekor) Distribusi Margin Share (%)
Petani
a. Harga jual 5,742,000 78.12
b. Biaya masuk 8,000 0.005 0.11
c. Biaya balik nama 25,000 0.016 0.34
Pasar Hewan
a. Harga beli/transaksi 5,742,000 78.12
a. Keuntungan 33,000 0.021
b. Harga jual 5,775,000
Pedagang Antar Pulau
a. Harga beli 5,775,000 78.57
b. Biaya pengeluaran sapi 20,000 0.012 0.27
c. Biaya Karantina 20,000 0.012 0.27
d. Biaya Dinas Peternakan 15,000 0.009 0.20
e. Biaya penyebrangan 2,000 0.001 0.03
f. Biaya transportasi 267,857 0.167 3.64
g. Biaya pengawalan 53,571 0.033 0.73
h. Pakan 15,000 0.009 0.20
g. Keuntungan 1,181,572 0.735
h. Harga jual 7,350,000
Margin Pemasaran 1,608,000
Sumber : Data Primer Diolah
Bagian keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang tertinggi
diperoleh pada tingkat pedagang antar pulau yaitu sebesar 78.57 persen sedangkan produsen
memperoleh bagian keuntungan sebesar 78.12 persen. Share atau bagian keuntungan dari
masing-masing lembaga pemasaran relatif cukup merata, hal ini menunjukkan bahwa distribusi
margin, biaya dan keuntungan tersebar secara merata sehingga pemasaran yang terjadi sudah
cukup efisien.
Saluran pemasaran tersebut secara keseluruhan merupakan dilema yang dihadapi
peternak sapi. Seluruh kelembagaan yang ada menginginkan keuntungan tertinggi dari transaksi
yang terjadi. Pada sisi lain masing-masing kelembagaan yang ada seolah-olah saling
membutuhkan satu sama lain sampai terjadinya transaksi atau uang cash yang diterima oleh
petani/peternak sapi di Bali.

KESIMPULAN
1) Hasil analisis finansial usahatani ternak sapi yang dilaksanakan di kecamatan Gerokgak
memiliki pospektif yang cukup baik dan menguntungkan dilaksanakan, hal dengan nilai
R/C > 1.
2) Pola pemasaran sapi Bali di kecamatan Gerokgak terdapat 3 jenis pola saluran pemasaran,
yaitu: 1) Pola 1 (Petani - Belantih - Pedagang antar pulau) sebanyak 34 %; 2) Pola 2 (Petani
– Belantih - Pasar hewan - pedagang antar pulau) sebanyak 52 % ; dan Pola 3 (Petani -
Pasar hewan - Pedagang antar pulau) sebanyak 14 %.

534
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5

3) Fungsi pemasaran yang dilakukan pelaku pemasaran dalam pemasaran sapi Bali meliputi
fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, transportasi dan
penyimpanan), fungsi fasilitas (timbang). Margin pemasaran tertinggi terdapat pada pola 1
yaitu Rp. 2,950,000/ekor diikuti pola 2 sebesar Rp.2.250.000/ekor dan pola 3 yaitu Rp.
1.608.000/ekor. Sedangkan share yang diterima petani tertinggi pada pola pemasaran 3
yaitu 78.12 %, diikuti pola 2 sebesar 67.86% dan pola 1 sebesar 61.69 %.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng, Singaraja.

Hutabarat , B dan B Rahmanto. Dimensi Oligopsonistik Pasar Domestik Cabai Merah. Jurnal
Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis. SOCA. Vol 4 (1). Fakultas Pertanian Universitas
Udayana. Denpasar.

Saliem, H.P. 2004. Analisis Margin Pemasaran : Salah Satu Pendekatan dalam Sistem Distribusi
Pangan. Dalam Prospek Usaha dan Pemasaran Beberapa Komoditas Pertanian. Monograph
Series No. 24. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Sudiyono, A. 2001. Pemasaran Pertanian. Penerbit Universitas Muhamadiyah Malang. (UMM


Press). Malang.

Sahara, D. 2001. Perilaku Harga Lada Indonesia. Thesis Program Pascasarjana UGM.
Yogyakarta. (tidak dipublikasikan)

Tomek, W.E and Kenneth L. Robinson. 1990. Agricultural Product Prices, Second Edition Cornell
University Press, Ithaca

Yasa, IM.R., I.K. Mahaputra., I.N. Adijaya dan I.W. Trisnawati. 2005. Laporan Hasil Survey
Pendasaran Prima Tani Renovasi di Lahan Kering Dataran Rendah Beriklim Kering, Desa
Sanggalangit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar.

535

Anda mungkin juga menyukai