Pemasaransapibali
Pemasaransapibali
ABSTRAK
Ternak sapi Bali merupakan program prioritas yang dikembangkan terutama pada wilayah
barat Kabupaten Buleleng, dengan dijadikannya Kecamatan Gerokgak sebagai sentra
pengembangan pembibitan sapi Bali. Demikian halnya dengan program Prima Tani LKDRIK
Kabupaten Buleleng yang menjadikan ternak sapi Bali sebagai titik ungkit dalam penerapan
inovasi teknologi guna menunjang peningkatan pendapatan petani setempat. Penelitian ini
dilaksanakan di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng sebagai salah satu sentra peternakan
rakyat ternak sapi Bali, penentuan daerah penelitian ini dilakukan secara sengaja atau purposive,
di lokasi Prima Tani LDRIK Kabupaten Buleleng. Pengambilan contoh petani dilakukan dengan
teknik penarikan contoh acak sederhana di masing-masing Desa pada Kecamatan Gerokgak
sebanyak 50 petani. Teknik penarikan contoh sederhana digunakan, karena petani/peternak sapi
didaerah tersebut dalam penggunaan teknologi dan pemasaran cenderung sama/homogen.
Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel pedagang (Belantih sebanyak 10 responden)
maupun pedagang antar pulau (3 responden) dengan metode snowball sampling yakni dengan
menentukan sampel awal kemudian menentukan sampel berikutnya berdasarkan informasi yang
diperoleh. Analisis margin pemasaran digunakan untuk mengetahui distribusi biaya dari setiap
aktivitas pemasaran dan keuntungan dari setiap lembaga perantara serta bagian harga yang
diterima petani. Pola pemasaran sapi Bali di kecamatan Gerokgak terdapat 3 jenis pola saluran
pemasaran, yaitu: 1) Pola 1 (Petani --- Belantih --- Pedagang antar pulau) sebanyak 34 %; 2) Pola
2 (Petani --- Belantih---Pasar hewan---- pedagang antar pulau) sebanyak 52 % ; dan Pola 3 (Petani
--- Pasar hewan---Pedagang antar pulau) sebanyak 14 %. Margin pemasaran tertinggi terdapat
pada pola 1 yaitu Rp. 2,950,000/ekor diikuti pola 2 sebesar Rp.2.250.000/ekor dan pola 3 yaitu
Rp. 1.608.000/ekor. Sedangkan share yang diterima petani tertinggi pada pola pemasaran 3 yaitu
78.12 %, pola 2 sebesar 67.86% dan pola 1 sebesar 61.69 %.
Kata Kunci : Pemasaran, Sapi Bali, Prima Tani
I. PENDAHULUAN
526
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5
Berfluktuasi serta tidak adanya kepastian harga di tingkat petani membuat lemahnya
aktifitas usahatani maupun usaha peternakan yang selama ini menjadi andalan petani (sumber
mata pencaharian) di daerah kering dataran rendah di Bali. Berbagai dugaan banyak
dikemukakan bahwa pengaruh non ekonomis sedang beroperasi pada tingkat harga yang berlaku
ditingkat petani. Informasi pasar sangat dibutuhkan petani guna lebih intensifnya usaha yang
dikerjakan. Singh dalam Sahara (2001) mengatakan bahwa fluktuasi harga yang tinggi di
sektor pertanian merupakan suatu fenomena yang umum akibat ketidakstabilan (inherent
instability) pada sisi penawaran. Pengaruh fluktuasi harga pertanian lebih besar bila
dibandingkan dengan fluktuasi produksi. Keadaan ini dapat menyebabkan petani menderita
kerugian dalam jangka pendek sehingga menimbulkan kurangnya keinginan untuk melakukan
investasi di sektor pertanian atau petani akan beralih ke komoditas yang memiliki harga jual yang
lebih tinggi.
Selanjutnya banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran akan
mempengaruhi panjang pendeknya rantai tataniaga dan besarnya biaya tataniaga. Besarnya
biaya tataniaga akan mengarah pada semakin besarnya perbedaan harga antara petani produsen
dengan konsumen. Hubungan antara harga yang diterima petani produsen dengan harga yang
dibayar oleh konsumen pabrikan sangat bergantung pada struktur pasar yang
menghubungkannya dan biaya transfer. Apabila semakin besar margin pemasaran ini akan
menyebabkan harga yang diterima petani produsen menjadi semakin kecil dan semakin
mengindikasikan sebagai sistem pemasaran yang tidak efisien (Tomek and Robinson, 1990).
Pada sisi sistem pemasaran sapi Bali sebagai komoditas unggulan, pendapatan petani akan
meningkat dengan semakin efisiennya saluran pemasaran anggur tersebut. Sementara itu
persoalan kelancaran pemasaran sangat tergantung pada kualitas produk yang dihasilkan oleh
petani produsen dan juga upaya penyempurnaan kinerja lembaga-lembaga pemasaran dan
sistem pemasaran itu sendiri sehingga pada akhirnya akan memperluas lapangan kerja dan
peningkatan pendapatan serta kualitas tingkat kesejahteraan petani yang memadai.
527
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5
528
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5
Sedangkan besarnya bagian atau share yang diterima petani (SP) dari harga pedagang antar
pulau dapat dihitung dengan menggunakan:
SP = Pf x 100%
Pr
III. PEMBAHASAN
529
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5
Tabel 1. Hasil analisis Usaha Penggemukan Sapi Bali di Kecamatan Gerokgak, Buleleng,
Tahun 2007
No Uraian Vol Satuan Harga Satuan Jumlah
I. Biaya Sarana Produksi
1 Bibit (200 kg) 1 ekor 3,250,000 3,250,000
2
Kandang Tradisional (1 kandang 2 ekor) 1 buah 500,000
bambu, atap asbes, alas kayu geladag
umur ekonomis + 3 tahun
3 Penyusutan kandang 1 buah 83,500 83,500
(1 buah kandang Rp. 500.000)
Penyusutan @ Rp. 167.000 (2 ekor)
4
Dedak (MK) (0,5 kg/3 hari, selama 3 bulan) 15 kg 1,200 18,000
5
Biaya Vaksin dan Vitamin @ Rp. 20.000 1 ekor 20,000 20,000
Total Biaya Saprodi 3,371,500
II. Biaya Tenaga Kerja
1 Mencari pakan (1 ikat pagi, 1 ikat sore)
1 jam/hari, 11bulan 41.25 HOK 20,000 825,000
2 Pembersihan kandang 10.313 HOK 20,000 206,250
Total Biaya Tenaga kerja 1,031,250
III. Penerimaan
1 Produksi (340 kg) 1 ekor 4,750,000 4,750,000
2 Harga penjualan per kg hidup 13.971
IV Pendapatan Bersih 347,250
R/C 1,08
Sumber : Data Primer Diolah
530
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5
Petani
Belantih
Belantih 34% 52% 14%
Pasar Hewan
Pasar
Hewan
Pedagang
antar pulau
Ditingkat petani, sebagian petani mencari informasi harga kepada petani lain yang telah
melakukan penjualan atau kepada pedagang pengumpul/belantih lainnya yang bukan menjadi
langganannya. Tetapi sebagian besar petani hanya menerima informasi harga dari belantih
langganannya karena faktor kepercayaan. Kondisi tersebut tentunya tidak menguntungkan bagi
petani karena pedagang pada umumnya memberikan informasi harga yang memberikan
keuntungan baginya, sebagai suatu penerapan kekuatan daya beli atau oligopsonistiknya. Untuk
mengatasi hal ini sebagaimana disarankan Hutabarat dan Rahmanto (2004) peran pemerintah
daerah sangat diperlukan untuk membangun jaringan informasi harga di dareah sentra produksi
dan menyebarluaskannya ke masyarakat, sehingga persaingan bisnis akan semakin dirangsang.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap pedagang antar pulau, ternyata
sekitar 80 persen pemasaran sapi Bali adalah ke kota-kota diluar pulau Bali antara lain Jakarta,
Bekasi, Semarang, Cakung. Sedangkan sisanya sekitar 20 persen adalah terdistribusi di Bali
dimana pangsa pasar utamanya adalah kota Denpasar. Biasanya permintaan akan daging akan
meningkat dengan adanya peringatan hari-hari keagamaan, musim liburan pada tingkat
pariwisata. Hal ini diikuti juga dengan meningkatnya harga baik ditingkat produsen maupun
konsumen, sesuatu yang wajar dalam hal permintaan penawaran suatu produk.
531
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5
Lebih lanjut Saliem (2004) menyatakan tujuan analisis margin pemasaran bertujuan untuk
elihat efisiensi pemasaran yang diindikasikan oleh besarnya keuntungan yang diterima oleh
masing-masing pelaku pemasaran. Semakin tinggi proporsi harga yang diterima produsen,
semakin efisien sistem pemasaran tersebut. Besarnya keuntungan yang diterima oleh masing-
masing pelaku pemasaran relatif terhadap harga yang dibayar konsumen dan atau relatif
terhadap biaya pemasaran terkait dengan peran yang diakukan oleh masing-masing pelaku.
Berdasarkan hasil analisis, pada Tabel 2 terlihat bahwa margin pemasaran yang terjadi
antara petani dan pedagang antar pulau cukup besar, yaitu Rp. 2,950,000/ekor. Hal ini
dimungkinkan dengan cukup panjangnya saluran/rantai pemasaran yang terjadi. Sedangkan
bagian keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran juga cukup bervariasi,
dimana bagian terbesar justru pada lembaga pemasaran akhir yaitu pedagang antar pulau 72.73
persen sedangkan petani hanya mendapatkan bagian 61.69 persen. Tingginya bagian keuntungan
yang diperoleh pedagang antar pulau berkaitan dengan dikeluarkannya biaya tinggi dengan resiko
yang sepadan dalam membawa ternak sapi keluar pulau sehingga tingkat keuntungan yang
diperoleh menjadi lebih besar. Dengan mengetahui bagian yang diterima petani ini, dapat dilihat
keterkaitan antara pemasaran dan proses produksi. Komoditi yang diproduksikan secara tidak
efisien (biaya per unit tinggi) maka harus dijual dengan harga per unit yang tinggi pula, sehingga
komoditi yang diproduksikan secara tidak efisien menyebabkan bagian harga yang diterima
petani (farmer’s share) menjadi kecil, yang pada gilirannya tidak akan merangsang produksi lebih
lanjut.
Tabel 2. Margin Pemasaran, Distribusi Margin dan Share Pemasaran Sapi Bali dalam Pola
Pemasaran Saluran 1, di Kecamatan Gerokgak, Buleleng, 2007.
Lembaga Pemasaran dan Komponen Margin (Rp/ekor) Distribusi Margin Share (%)
Petani
a. Harga jual 4,750,000 61.69
Belantih
a. Harga beli 4,750,000 61.69
b. Transport dari lapangan 30,500 0.01 0.40
c. Pemeliharaan sebelum dijual
- Tenaga kerja 35,700 0.01 0.46
- Pakan 32,200 0.01 0.42
- Pengandangan 10,000 0.00 0.13
d. Transport penjualan 31,000 0.01 0.40
e. Konsumsi 26,250 0.01 0.34
f. Keuntungan 684,350 0.23
g. Harga jual 5,600,000
Pedagang Antar Pulau
a. Harga beli 5,600,000 72.73
b. Biaya timbang 15,000 0.01 0.19
c. Biaya Karantina 20,000 0.01 0.26
d. Biaya Dinas Peternakan 15,000 0.01 0.19
e. Biaya penyebrangan 2,000 0.00 0.03
f. Biaya transportasi 267,857 0.09 3.48
g. Biaya pengawalan 53,571 0.02 0.70
h. Pakan 15,000 0.01 0.19
g. Keuntungan 1,711,572 0.58
h. Harga jual 7,700,000
Margin Pemasaran 2,950,000
Sumber : Analisis Data Primer
Saluran pemasaran pola 2 merupakan yang banyak terjadi pada penelitian ini yaitu
sebanyak 52 persen, atau kurang lebih ada 26 petani dari 50 petani responden yang
melaksanakan pola pemasaran ini. Pada saluran pemasaran sapi Bali pola 2 margin pemasaran
yang terjadi adalah sebesar Rp. 2.250.000,-/ekor, dimana harga sapi Bali ditingkat petani sebesar
Rp. 4,750,000,- /ekor sedangkan harga jual ditingkat pedagang antar pulau sebesar Rp.
532
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5
7,000,000/ekor (Tabel 3). Tingginya bagian keuntungan yang diterima lembaga pasar hewan
adalah karena tidak mengeluarkan biaya pemasaran tetapi hanya melakukan fungsi pertukaran
saja. Sudiyono (2001) menyatakan bahwa margin pemasaran yang tinggi tidak selalu
mengindikasikan keuntungan yang tinggi, tergantung berapa besar biaya-biaya yang harus
dikeluarkan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Share atau
bagian keuntungan dari masing-masing lembaga pemasaran tertinggi terdapat pada pedagang
antar pulau yaitu sebesar 82,52 persen. Sedangkan pada pedagang pengumpul/belantih biaya
pemasaran yang dikeluarkan untuk melakukan fungsi pemasaran cukup tinggi namun bagian
keuntungan yang diperoleh lebih rendah dari pedagang antar pulau, hal ini menunjukkan bahwa
distribusi margin, biaya dan keuntungan tidak tersebar secara merata sehingga pemasaran yang
terjadi tidak efisien.
Tabel 3. Margin Pemasaran, Distribusi Margin dan Share Pemasaran Sapi Bali dalam Pola
Pemasaran Saluran 2, di Kecamatan Gerokgak Buleleng, 2007.
Lembaga Pemasaran dan Komponen Margin (Rp/ekor) Distribusi Margin Share (%)
Petani
a. Harga jual 4,750,000 67.86
Belantih
a. Harga beli 4,750,000 67.86
b. Transport dari lapangan 30,500 0.01 0.44
c. Pemeliharaan sebelum dijual
- Tenaga kerja 35,700 0.02 0.51
- Pakan 32,200 0.01 0.46
- Pengandangan 10,000 0.00 0.14
d. Transport penjualan 31,000 0.01 0.44
e. Konsumsi 26,250 0.01 0.38
f. Biaya masuk 8,000 0.00 0.11
g. Biaya balik nama 25,000 0.01 0.36
h. Keuntungan 826,350 0.37
i. Harga jual 5,775,000
Pasar Hewan
a. Harga transaksi 5,742,000 82.03
b. Keuntungan 33,000 0.01
c. Harga jual 5,775,000
Pedagang Antar Pulau
a. Harga beli 5,775,000 82.50
b. Biaya pengeluaran sapi 20,000 0.01 0.29
c. Biaya Karantina 20,000 0.01 0.29
d. Biaya Dinas Peternakan 15,000 0.01 0.21
e. Biaya penyebrangan 2,000 0.00 0.03
f. Biaya transportasi 267,857 0.12 3.83
g. Biaya pengawalan 53,571 0.02 0.77
h. Pakan 15,000 0.01 0.21
g. Keuntungan 831,572 0.37
h. Harga jual 7,000,000
Margin Pemasaran 2,250,000
Sumber : Analisis Data Primer
Pada saluran pemasaran pola 3 (Tabel 4) margin pemasaran yang terjadi antara petani
produsen dan pedagang antar pulau relatif lebih rendah yaitu sebesar Rp. 1.608.000/ekor.
Saluran pemasaran pola 3 harga jual yang diterima petani cenderung lebih baik dibandingkan
pada pola 1 yaitu rata-rata sebesar Rp. 5,742,000/ekor dengan harga jual ditingkat pedagang
antar pulau sebesar Rp. 7,350,000/ekor. Tingginya harga jual ditingkat petani berkaitan dengan
rantai pemasaran yang terjadi, dimana petani mendapatkan harga tabel berlaku saat itu dan
ternak ditimbang pada pasar hewan. Hal ini akan lebih meyakinkan dari segi harga diterima
petani. Lain halnya pada model saluran pemasaran 1 atau 2 , petani hanya menerima harga jual
berdasarkan tafsiran saja (cawangan). Model ini masih terus berkembang mengingat peternakan
533
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5
KESIMPULAN
1) Hasil analisis finansial usahatani ternak sapi yang dilaksanakan di kecamatan Gerokgak
memiliki pospektif yang cukup baik dan menguntungkan dilaksanakan, hal dengan nilai
R/C > 1.
2) Pola pemasaran sapi Bali di kecamatan Gerokgak terdapat 3 jenis pola saluran pemasaran,
yaitu: 1) Pola 1 (Petani - Belantih - Pedagang antar pulau) sebanyak 34 %; 2) Pola 2 (Petani
– Belantih - Pasar hewan - pedagang antar pulau) sebanyak 52 % ; dan Pola 3 (Petani -
Pasar hewan - Pedagang antar pulau) sebanyak 14 %.
534
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5
3) Fungsi pemasaran yang dilakukan pelaku pemasaran dalam pemasaran sapi Bali meliputi
fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, transportasi dan
penyimpanan), fungsi fasilitas (timbang). Margin pemasaran tertinggi terdapat pada pola 1
yaitu Rp. 2,950,000/ekor diikuti pola 2 sebesar Rp.2.250.000/ekor dan pola 3 yaitu Rp.
1.608.000/ekor. Sedangkan share yang diterima petani tertinggi pada pola pemasaran 3
yaitu 78.12 %, diikuti pola 2 sebesar 67.86% dan pola 1 sebesar 61.69 %.
DAFTAR PUSTAKA
Hutabarat , B dan B Rahmanto. Dimensi Oligopsonistik Pasar Domestik Cabai Merah. Jurnal
Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis. SOCA. Vol 4 (1). Fakultas Pertanian Universitas
Udayana. Denpasar.
Saliem, H.P. 2004. Analisis Margin Pemasaran : Salah Satu Pendekatan dalam Sistem Distribusi
Pangan. Dalam Prospek Usaha dan Pemasaran Beberapa Komoditas Pertanian. Monograph
Series No. 24. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Sahara, D. 2001. Perilaku Harga Lada Indonesia. Thesis Program Pascasarjana UGM.
Yogyakarta. (tidak dipublikasikan)
Tomek, W.E and Kenneth L. Robinson. 1990. Agricultural Product Prices, Second Edition Cornell
University Press, Ithaca
Yasa, IM.R., I.K. Mahaputra., I.N. Adijaya dan I.W. Trisnawati. 2005. Laporan Hasil Survey
Pendasaran Prima Tani Renovasi di Lahan Kering Dataran Rendah Beriklim Kering, Desa
Sanggalangit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar.
535