Aspek Hukum Dalam Outsourcing
Aspek Hukum Dalam Outsourcing
Pertanyaan :
Saya adalah seorang karyawan yang bekerja pada perusahaan sebagai Staf Personalia. Kebetulan
perusahaan tempat saya bekerja akan menggunakan tenaga kerja dari perusahaan penyedia jasa
“OUTSOURCING” yaitu untuk tenaga security (satpam). Sehubungan dengan hal tersebut di atas dan
kebetulan saya sendiri tidak memahami tentang perusahaan penyedia jasa “OUTSOURCING”, maka pada
kesempatan ini Saya ingin menanyakan kepada Bapak mengenai perusahaan penyedia jasa
“OUTSOURCING” tersebut terkait dengan ketenagakerjaan ? Demikian pertanyaan dari saya, atas
jawaban dari Pak Dhanis, saya ucapkan terima kasih.
M. Randi Wibawa
Jakarta
Jawaban :
Terima kasih atas pertanyaan dari Saudara Darmawan. Bisnis Outsourcing merupakan bisnis yang
mempunyai potensi yang sangat besar yang memberikan peluang untuk pengembangannya. Tingginya
persaingan telah menuntut manajemen perusahaan melakukan perhitungan pengurangan biaya, maka
dilakukan outsource hal-hal yang penting bagi perusahaan akan tetapi tidak berhubungan langsung
dengan bisnis inti perusahaan.
Pasal 1601 b KUHPerdata yang mengatur mengenai Pemborongan Pekerjaan menyebutkan bahwa :
Pemborongan Pekerjaan adalah perjanjian, dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri
untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan
menerima suatu harga yang ditentukan.
Legalisasi penggunaan jasa Outsourcing dengan dikeluarkannya UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Pasal 64 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa :
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui
perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
Dengan demikian “OUTSOURCING” atau yang disebut dengan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan dapat
dikategorikan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu :
1. Penyerahan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain untuk dikerjakan di
tempat di perusahaan lain tersebut;
2. Penyediaan jasa pekerja oleh perusahaan penyedia jasa pekerja, yang dipekerjakan pada
perusahaan lain yang membutuhkan
Bahwa terkait dengan pertanyaan Saudara, maka Outsourcing yang dimaksud lebih menitikberatkan pada
penyediaan jasa pekerja/orang perorangan yang jasanya dibutuhkan. Dalam pelaksanaannya Outsourcing
berhubungan erat dengan ketenagakerjaan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan penyedia jasa Outsourcing adalah :
1. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
2. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
3. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;
4. Tidak menghambat proses produksi secara langsung;
5. Perusahaan Pemborong harus berbentuk badan hukum;
6. Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan tersebut harus sekurang-kurangnya sama
dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan, atau sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) RI No. : KEP-
101/MEN/VI/2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh mengatur
mengenai :
1. Perusahaan penyedia jasa adalah perusahaan berbadan hukum.
2. Memiliki izin operasional dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di
kabupaten/kota sesuai dengan domisili perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
3. Harus dibuat Perjanjian Tertulis antara perusahaan penyedia jasa dengan perusahaan pemberi pe
pekerjaan.
4. Perjanjian tersebut didaftarkan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
kabupaten/kota.
Di dalam Keputusan menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. : KEP. 220/MEN/X/2004 tentang
Syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain mengatur mengenai :
1. Penyerahan pekerjaan harus dibuat dan ditandatangani kedua belah pihak secara tertulis melalui
perjanjian pemborongan pekerjaan.
2. Penerima pekerjaan harus perusahaan yang berbadan hukum dan mempunyai izin usaha dari
ketenagakerjaan.
3. Adanya jaminan atas pemenuhan seluruh hak-hak pekerja.
4. Penyerahan pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan hanya dapat dilakukan terhadap pekerjaan-
pekerjaan yang bukan merupakan kegiatan utama perusahaan, melainkan hanya berupa kegiatan
penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Realisasi hubungan kerja antara perusahaan Outsourcing dengan pekerjanya dibuat secara tertulis.
Perjanjian Kerja tersebut dapat didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu atau Perjanjian
Kerja Waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang.
Bahwa hubungan kerja melalui Outsourcing ini bukan merupakan hubungan kerja yang biasa. Dalam
hubungan kerja yang biasa, pekerja mempunyai hubungan langsung dengan pengusaha yang
mempekerjakannya, di mana pengusaha akan membayarkan segala hak pekerja secara langsung dan
pekerja memberikan tenaganya secara langsung kepada perusahaan yang merekrutnya. Hal ini tidak
berlaku pada hubungan kerja melalui Outsourcing, di mana pembayaran dilakukan melalui pengusaha ke
pengusaha dan pengusaha ke pekerja. Bagi perusahaan di mana tenaga Outsourcing itu dipekerjakan
tidak lagi mengurusi masalah perekrutan, pelatihan tenaga kerja, masalah pesangon, THR, PHK, dan
masalah-masalah ketenagakerjaan lainnya, karena hal ini telah diambil alih oleh perusahaan Outsourcing.
Bahwa perusahaan Outsourcing harus menjamin hak-hak pekerja/buruh. Apabila ternyata perusahaan
tidak memberikan jaminan terhadap hak-hak pekerja/buruh maka perusahaan dapat dimintai
pertanggungjawaban untuk memenuhi hak-hak pekerja.
Dalam pelaksanaan kerjasama melalui Outsourcing dimungkinkan timbulnya perselisihan yang dipicu oleh
beberapa factor diantaranya yaitu adanya perbedaan kepentingan diantara para pihak karena disini ada
tiga pihak yang berhubungan langsung yang masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda.
Apabila terjadi perselisihan dalam kerjasama melalui Outsourcing tersebut maka untuk penyelesaiannya
dapat dilakukan melalui dua lapangan hukum yaitu Hukum Ketenagakerjaan dan Hukum Perdata. Hukum
Ketenagakerjaan digunakan untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara pengusaha dan
pekerja sedangkan Hukum Perdata untuk menyelesaikan perselisihan antara perusahaan pemberi
pekerjaan dan penerima pekerjaan dalam memenuhi isi perjanjian.
Perselisihan antara pengusaha dan pekerja disebut dengan Perselisihan Hubungan Industrial yang diatur
dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial.
Artikel
GONJANG GANJING TENTANG PEKERJA KONTRAK/PKWT dan
OUTSOURCING
21 May 2008
ARTIKEL LAINNYA
05 May 2008
Oleh:
H. Hasanuddin Rachman
Kadin Indonesia
Menjelang dan sesudah peringatan May Day atau Hari Buruh, 1 Mei 2008, mencuat berita di
masmedia cetak maupun elektronik tentang tuntutan para pekerja/buruh yang disuarakan melalui
pimpinan SP/SB :Hapuskan Kerja Kontrak ! Stop/Hentikan Outsourcing !
“May Day, Pemerintah Diminta Peka terhadap Masalah Buruh, Tuntutan tidak perlu banyak,
tetapi yang satu ini yang harus diperjuangkan untuk dicabut, terutama terkait sistem outsourcing”
Wakil Ketua Komisi III DPR;
“Sistem kontrak kerja atau outsourcing akan dihapus karena banyak merugikan buruh”, Erman
Soeparno Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (Suara Karya, Jumat 2 Mei 2008).
“Tuntutan penghapusan system kerja kontrak dan outsourcing serta perbaikan upah minimum
menjadi agenda utama perayaan Hari Buruh Seduna diberbagai daerah ditanah air” (Investor
Daily, Jumat 2 Mei 2008).
‘Ribuan demonstrans melakukan long march dari Bundaran Hotel Indonesia ke Istana Negara di
kawasan Jln. M.H. Thamrin, Jakarta, kemarin, untuk memperingati Hari Buruh Sedunia yang
jatuh pada 1 Mei. Pada peringatan yang biasa disebut May Day itu para buruh tersebut menuntut
penghapusan sistem outsourcing” (Koran Tempo, Jumat 2 Mei 2008)
Berita-berita tersebut menunjukkan banyak kalangan tidak atau kurang memahami permasalahan
kontrak kerja dan ousourcing. Bahkan dalam box berita surat kabar tersebut ada kutipan
pernyataan Erman Suparno Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi “Sistem kontrak kerja atau
outsourcing akan dihapus karena banyak merugikan pekerja atau buruh”. Apakah benar
Menakertrans berkata seperti itu ? Perlu klarifikasi nampaknya. Bila benar sungguh
memprihatinkan. Tulisan berikut ini mudah-mudahan dapat menjelaskan permasalahan diseputar
system kerja kontrak dan outsourcing
1. Untuk efisiensi, Charles t. Fote mengatakan “kiat berhemat adalah jangan mengerjakan
semua sendiri”.
2. Mengurangi panjang dan kompleksnya rentang kendali manajemen usaha.
3. Political will : pemerataan kesempatan berusaha terutama bagi usaha kecil dan
menengah.
4. Ada jenis pekerjaan spesifik memerlukan penanganan khusus oleh keahlian tertentu.
5. Bentuk hubungan dagang baru dengan sistim order.
6. Untuk menekan labor cost.
1. Pengelolaan sumber daya MIGAS didasarkan pada Pasal 33 (2) & (3) UUD 1945:.
· Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
· Bumi & air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara & digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2. Dalam rangka pelaksanaannya telah diundangkan UU No. 40/Prp tahun 1960 tentang
Pertambangan MIGAS yang memuat ketentuan:
a. Pertambangan & kekayaan alam yang terkandung dalam bumi (MIGAS) hanya
diusahakan oleh negara dan dalam hal ini oleh perusahaan negara semata-
mata;
b. Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor untuk perusahaan negara
tersebut apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan yang belum dapat
atau tidak dapat dikerjakan sendiri.
3. Selanjutnya ketentuan tersebut diatas dituangkan dalam UU No. 8/1971 tentang
Perusahaan Pertambangan Minyak & Gas Bumi Negara (PERTAMINA);
4. Sifat usaha pencarian MIGAS adalah:
a. Padat modal; diperlukan modal yang sangat besar untuk mencari &
memproduksi MIGAS;
b. Resiko tinggi; resiko kegagalan yang sangat tinggi dalam pencarian MIGAS
berbanding terbalik dengan biaya yang dibutuhkan;
c. Berteknologi tinggi
5. Sadar akan terbatasnya dana, teknologi dan sumber daya yang dimiliki, sejalan dengan
Pasal 12 UU PERTAMINA dalam rangka mengembangkan kegiatan sektor hulu,
PERTAMINA mengadakan kontrak kerjasama dengan para pengusaha minyak asing
dalam bentuk Kontraktor Production Sharing (KPS).
6. Sistem KPS ini terus berkembang dengan mengakomodasikan tidak saja kepentingan
investor tetapi juga kepentingan nasional, terutama pembagian keuntungan yang lebih
layak & peningkatan kadar peran nasional dalam pengadaan material, jasa & tenaga
kerja.
7. Saat ini sistem KPS diterapkan oleh banyak negara produsen minyak lain.
TREND OUTSOURCING
1. Merupakan kebutuhan dari kondisi saat ini, contohnya adalah untuk penghasil consumer
goods yang memberikan semua bagian non-corenya kepada pihak lain:
2. Bukanlah hal baru yang dipraktekkan tetapi merupakan praktek yang sudah dilakukan
beberapa perusahaan yang berhasil dalam effisiensi yang juga dicirikan dengan
minimnya masalah-masalah perburuhan;
3. Outsourcing murni akan memberikan nilai tambah dari lepasnya masalah hubungan
industrial, remunerasi, benefits dan hal-hal lain yang sifatnya melekat pada pekerja
karena produk jasalah yang diambil dari sifat kerjanya;
4. Perubahan dari kondisi sekarang menuju outsourcing merupakan langkah effisiensi yang
sangat strategis untuk kelancaran usaha yang ada pada saat ini;
MANFAAT OUTSOURCING:
BAGI PEMERINTAH:
BAGI INDUSTRI:
1. Akan terjadi restrukturisasi kegiatan industri secara nasional yang akan mengakibatkan
keresahan dikalangan UKM;
2. UKM akan kehilangan kesempatan untuk berusaha karena semua kegiatan industri akan
dipusatkan di perusahaan induk;
3. Berkurangnya kesempatan kerja karena perusahaan harus menggunakan teknologi
tinggi untuk meningkatkan efisiensi;
4. Hambatan terhadap perkembangan ekonomi secara nasional.
DEFINISI OUTSOURCING :
· Suatu pola pengadaan yang mengalihkan sebagian kegiatan pengadaan barang / jasa
kepada penyedia barang / jasa yang mempunyai keahlian di bidangnya yang mencakup
layanan kegiatan operasi, rencana kebutuhan barang, proses pembelian, proses
kepabeanan, pengelolaan inventori, sistem suplai & distribusi.
OUTSOURCING
1. P/B PPJ tidak boleh digunakan untuk kegiatan pokok atau yang berhubungan
langsung dengan proses produksi;
2. Dapat digunakan untuk kegiatan jasa penunjang atau yang tidak berhubungan
langsung dengan proses produksi;
3. Merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenaga-kerjaan;
4. Bila tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja beralih ke perusahaan
pemberi pekerjaan.
a. Adanya hubungan kerja antara P/B dan perusahaan penyedia jasa P/B;
b. PKWT atau PKWTT tertulis ditanda-tangani kedua belah pihak.
7. Pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan pokok atau penunjang yang
berhubungan langsung dengan proses produksi (core busines), pengusaha hanya
diperbolehkan mempekerjakan P/B dengan PKWT dan / atau PKWTT;
8. Kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan
proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core
business) suatu perusahaan;
f) dsb.
10. Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, maupun;
11. Penyelesaian perselisihan antara perusahaan penyedia jasa tenaga kerja dengan
P/B; harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
a) Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,
milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara
yang mempekerjakan P/B dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
2. Sebagai akibat semakin dinamisnya lingkungan bisnis, maka perusahaan harus semakin
lincah & responsif sehingga selalu mampu menyesuaikan dengan perubahan lingkungan
bisnis yang karakteristiknya serba cepat & serba tidak pasti;
2. PT Jamsostek – dalam Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK) dan Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK) dengan RS yang dirujuk
3. PT PLN – dalam penyediaan sumber daya listrik dengan perusahaan pembangkit listrik
(Indonesia Power), juga dalam penyediaan sistem billing tagihan, pembuatan, perawatan dan
perbaikan jaringan PLN.
4. PT TELKOM - dalam penyediaan sistem billing tagihan, dan juga pembuatan, perawatan dan
perbaikan jaringan telepon serta sistem transmisi/panel satelit.
1. Menimbang bahwa perlindungan yang diberikan terhadap buruh outsourcing tampak dalam
Pasal 66 ayat (1), (2) a, c dan ayat (4) yang berbunyi :” ------------------------- ”
2. Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka dalam hal P/B dimaksud
ternyata dipekerjakan untuk melaksanakan kegiatan pokok, tidak ada hubungan kerja
dengan perusahaan penyedia jasa P/B, dan jika perusahaan penyedia jasa P/B bukan
merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum, maka demi hukum status hubungan kerja
antara P/B dan perusahaan penyedia jasa P/B beralih menjadi hubungan kerja antara P/B
dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
3. Oleh karena itu, dengan memperhatikan keseimbangan yang perlu dalam perlindungan
terhadap pengusaha, P/B dan masyarakat secara selaras, dalil para Pemohon tidak cukup
beralasan. Hubungan kerja antara P/B dengan perusahaan penyedia jasa yang
melaksanakan pelaksanaan pekerjaan pada perusahaan lain, sebagaimana diatur dalam
Pasal 64 - 66 undang-undang a quo, mendapat perlindungan kerja dan syarat-syarat yang
sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi
pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Oleh karenanya, terlepas dari jangka waktu tertentu yang mungkin menjadi syarat perjanjian
kerja demikian dalam kesempatan yang tersedia, maka perlindungan hak-hak buruh sesuai
dengan aturan hukum dalam UU Ketenegakerjaan, tidak terbukti bahwa hal itu menyebabkan
sistem outsourcing merupakan modern slavery dalam proses produksi.
1. Lahirnya UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan adalah sebuah realitas yang tidak dapat
dihindarkan dan kita mesti dapat menerima dengan cara :
a) Bijaksana : Mau mengakui dan bertanggung jawab terhadap adanya kewajiban yang
timbul;
b) Cerdas : Mampu menjabarkan dan mendefinisikan tentang apa yang harus disesuaikan
dengan kepentingan bisnis.
2. Disamping BIJAKSANA dan CERDAS, para pengusaha juga musti JELI dalam melihat mana
yang merupakan PELUANG dan mana yang menyerupai JEBAKAN, hal ini mengingat ada
ancaman :
KESIMPULAN
· Pekerja Kontrak yang bekerja atas dasar Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT) diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Pasal 56 s/d Pasal 59, berbeda dengan atau tidak sama dengan
outsourcing;
· @apindo.or.id