Anda di halaman 1dari 74

KONSERVASI TRADISIONAL PADA MASYARAKAT KASEPUHAN CICARUCUB

J

Oleh:

Suwardi Alamsyah

Abstrak

Sudah menjadi fenomena umum, bahwa sekarang terjadi ketidakharmonisan hubungan sosial dengan alam, kerusakan alam dan lingkungan hidup, akibat sikap dan tindakan manusia. Namun masyarakat Kasepuhan Cicarucub berupaya untuk tetap melakukan konservasi melalui berbagai pranata. Hal itu terjadi, karena bagi masyarakat Kasepuhan Cicarucub, konservasi merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya leluhur mereka yang diwarisi secara turunternurun, dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, bila terjadi penyimpangan terhadap konservasi,. dianggap melanggar adat atau tradisi.

Kata Kunci: Konservasi. Tradisi. Masyarakat adat.

677

A. Pendahuluan

1. tatar Belakang Masalah

Manusia adalah bagian dad alam. Oleh karena itu di mana pun berada, segala gerak kehidupannya selalu bergantung pada lingkungan yang menjadi tempat hidupnya. Lingkungan itu berupa; lingkungan fisik atau alam dan lingkungan sosial atau kebudayaan. Sesungguhnya hubungan antara manusia dengan lingkungan fisik tidaklah semata-mata berwujud sebagai hubungan kebergantungan manusia terhadap lingkungannya, melainkan juga terwujud sebagai suatu hubungan di mana manusia mempengaruhi dan merubah lingkungannya, yang dijembatani oleh kebudayaan yang dipunyainya. Kebudayaan yang didefinisikan oleh Parsudi Suparlan dalam Toto Sucipto (1990: 1) ialah:

"Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadikan kerangka landasan dan yang mendorong terwujudnya kelakuan."

Pendapat tersebut menyiratkan bahwa kebudayaan merupakan mekanisme kontrol bagi tata kelakuan dan tindakan manusia sebagai pola kelakuan manusia itu sendiri, sehingga kebudayaan dapat dikatakan sebagai serangkaian aturan-aturan, petunjuk, reneana, dan strategi, yang terdiri atas serangkaian model kognitif yang digunakan secara selektif oJeh manusia yang dimilikinya sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya. Di samping itu kebudayaan bisa bersifat adaptif, karena kebudayaan melengkapi manusia dengan caradan pola penyesuaian diri pada kebutuhan-kebutuhan fisiologis dengan lingkungan yang bersifat fisik-geografis maupun lingkungan sosialnya. Kenyataan bahwa banyak kebudayaan bertahan dan dapat berkembang menunjukkan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang ada di sekitar lingkungan mereka, disesuaikan dengan kebutuhan tertentu di Jingkungannya Hal ini tidaklah mengherankan, karen a kalau sifat-sifat budaya tidak disesuaikan kepada beberapa keadaan tertentu, kemungkinan masyarakat yang bersangkutan untuk bertahan akan berkurang.

Kebiasaan atau kelakuan yang terpolakan dalam masyarakat tertentu merupakan penyesuaian masyarakat itu terhadap lingkungannya, tetapi cara penyesuaian itu bukan berarti mewakili semua cara penyesuaian yang mungkin diadakan oleh masyarakat lain dalarn kondisi yang sarna. Kebiasaan dimaksud merupakan proses pembelajaran dari lingkungan dimana ia hidup bermasyarakat, mengenal dan mengembangkan kebudayaan serta interaksi sosial dengan masyarakat lain tempat ia hidup.

Secara kodrati, manusia termasuk mahluk individu dan sekaligus marupakan mahluk sosial, Hal tersebut menunjukkan bahwa manusia tidak

678

dapat hidup sendiri dan melangsungkan hidupnya tanpa bantuan orang lain. Walaupun sebagai mahluk inclividu manusia dapat saja bidup mengembangkan dirinya sendiri, namun pengembangan dirinya secara sempurna baik fisik maupun psikis, tidak mungkin dilakukan sendiri tanpa bantuan individu lain atau tanpa interaksi dengan lingkungan hidup tempatnya berada.

Menurut Bintarto dalam Yudi Putu Satriadi, dkk. (1998:1), lingkungan hidup manusia terdiri atas lingkungan fisikal (sungai, udara, air, rumah, dan sebagainya), lingkungan biologis (organisme hidup antara lain hewan, tumbuh-tumbuhan, dan manusia), dan lingkungan sosial (sikap kemasyarakatan, sikap kerohanian, dan sebagainya). Dengan kata lain manusia adalah bagian dari lingkungan sosial, bahkan antara manusia dengan lingkungannya terjalin hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi.

Manusia sebagai bagian dari lingkungannya mempunyai hubungan timbal balik yang selaras dengan lingkungannya dan selalu berupaya menjaga kehannonisan tersebut dengan interaksi yang intensif dan berkesinambungan. Sehingga adanya interaksi tersebut mengakibatkan manusia mendapat gambaran ten tang lingkungan hidupnya. Dengan kata lain, manusia mempunyai seperangkat pengetahuan yang mempengaruhi tindakannya

dalam memperlakukan lingkungannya. .

Adanya keterikatan manusia dengan alam, baik langsung atau pun tidak langsung, alam memberikan kehidupan dan penghidupan bagi manusia. Ikatan terse but, memunculkan pengetahuan untuk memperlakukan alam dengan baik dan berupaya mengatasi segaJa ancaman yang . akan mengakibatkan berubah atau musnahnya lingkungan alam yang dimiliki. Manusia kemudian mengembangkan etika, sikap atau kelakuan, gaya hidup, dan tradisi-tradisi yang mernpunyai implikasi positif terhadap pemeliharaan dan pelestarian lingkungan hidup.

Manusia rnelalui proses pembelajarannya di lingkungan sosial tempat ia melangsungkan kehidupan dan mengernbangan dirinya secara utuh, merupakan bentuk pengelompokkan manusia yang disebut masyarakat menunjukkan aktivitas bersama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai sebuah lingkungan tempat individu-individu meJangsungkan kehidupan, masyarakat manusia memiliki cara-cara tertentu dalam mengatur tingkah laku anggota-anggotanya untuk kelangsungan hidup manusia secara keseluruhan dalam masyarakatnya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Koentjaraningrat (1991 :2), bahwa kehidupan suatu masyarakat pada dasamya menuruti dan terikat oleh suatu sistem adat istiadat tertentu. Oleh karena itu, masyarakat memiliki adat istiadat yang merupakan pola ideal bersifat abstrak; wujudnya adalah berupa cita-cita, ide, dan pandangan-pandangan yang dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat untuk mencapai tujuan bersarna. Tujuan tersebut umumnya adalah mewujudkan masyarakat yang aman, tertib, dan tentram. Dengan kata lain, kehidupan masyarakat yang dicita-citakan bersama oleh warga masyarakat adalah bentuk masyarakat

679

yang seluruh warganya taat dan. patuh terhadap aturan-aturan atau adat istiadat yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Namun kenyataannya, walaupun aturan-aturan dan adat istiadat yang berlaku telah mengikat sikap dan tingkah laku masyarakat, rnasih juga terdapat pelanggaran-pelangaran terhadap aturan-aturan tersebut, bahkan jika pelanggaran tersebut dibiarkan dapat menjadi pangkal ketidakpatuhan dari warga suatu masyarakat terhadap adat istiadat atau aturan-aturan lainnya.

Terganggunya ketertiban dan keserasian so sial yang diakibatkan oleh pelanggaran-pelanggaran akan menimbulkan ketegangan-ketegangan dalam proses interaksi sosia1. Akibatnya, lingkungan hidup cenderung mengalami pergeseran karena kurang terpeliharanya keselarasan hubungan antar manusia dengan Iingkungannya menjadi terganggu. Dengan demikian, ketidakharmonisan hubungan sosial, kerusakan alam, dan penyelamatan lingkungan hidup diakibatkan oleh tangan-tangan rnanusia itu sendiri. Oleh karen a itu, manusia dalam rnemelihara keharmonisan hubungan dengan Iingkungan alam dan lingkungan sosialnya harus berupa pranata yang mempunyai kernampuan mengatur, mengawasi, menekan, membangkitkan perasaan memiliki sekaligus kemauan untuk memelihara, dan menimbulkan adanya sanksi untuk menghukum warga masyarakat yang mengakibatkan ketegangan atau ketidakhannonisan dalam kehidupan masyarakat.

Koentjaraningrat (1984:138) mengemukakan bahwa pranata itu mendorong warga rnasyarakat untuk berperilaku sesuai dengan adat istiadat dan hukum yang berlaku demi keteraturan dan kelangsungan kehidupan masyarakat. Dengan demikian, pranata tersebut selain berfungsi sebagai pengawasan sosial, juga berfungsi sebagai pengatur atau pengendali sosial, sekaligus sebagai bentuk konservasi terhadap alam dan lingkungannya. Konservasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:456) adalah pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dankemusnahan dengan jalan mengawetkan; kolot, bersikap mempertahankan keadaan, kebiasaan, dan tradisi lama yang turun temurun.

Berkaitan dengan Kasepuhan Cicarucub, yang terdapat di Desa Neglasari Kecarnatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten, merupakan sebuah kampung yang membuat masyarakatnya selalu berupaya menjaga keharmonisan hubungan dengan lingkungan, masih tetap dipertahankan, dijaga, dihormati, dan dijalankan dalam kehidupan sehari-hari secara turun temurun dari generasi terdahulu hingga generasi sekarang ini. Mempertahankan keharmonisan dengan lingkungan supaya tetap eksis dalam kelangsungan kehidupannya didasari oleh pengalaman secara turun-temurun. Dengan demikian, Iandasan konservasi tradisional tersebut adalah kebudayaan yang dimilikinya berdasarkan warisan para leluhur mereka sepanjang perjalanan sejarahnya.

680

2. Masalah

Masyarakat Sunda adalah masyarakat yang dinamis dalam arti cenderung untuk selalu berubah. Perubahan tersebut, cepat atau lambat akan membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat pendukung kebudayaan itu sendiri.

Kecenderungan memudarnya nilai-nilai tradisional yang ada pada masyarakat di pedesaan, seringkali diakibatkan oleh pembangunan fisik yang menyeluruh yang berpengaruh terhadap nilai kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, berhubungan dengan fokus penelitian tentang konservasi tradisional pada masyarakat Kasepuhan Cicarucub, berfungsi untuk memelihara, mempertahankan dan menciptakan keselarasan dan atau keseimbangan kehidupannya yang dalam hal ini peran lembaga-lembaga tradisonal (lembaga adat) dalam mengatur, menjaga, dan mempertahankan penerapan konservasi tradisional.

Dari uraian tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan, sebagai berikut.

• Bagaimana wujud konservasi tradisional yang terdapat dalam kehidupan masyarakat Kasepuhan Cicarucub?

• Bagaimana fungsi konservasi tradisional dalam menciptakan keselarasan, keserasian dan keseimbangan hidup secara keseluruhan?

• Bagaimana sikap lembaga adat (Kasepuhan atau Olot beserta pembantunya) terhadap pelanggar adat, dalam hal ini penyimpangan dari penerapan konservasi tradisional?

• Bagaimana sikap dan pandangan warga masyarakat terhadap konservasi tradisional yang masih hidup dalam segala aspek kehidupannya?

3. Tuju3n Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasikan dan mendokumentasikan pola kehidupan masyarakat dalam kerangka pembangunan di segala bidang, serta keterikatannya kepada tradisi. Dengan demikian, akan diperoleh infonnasi dan data mengenai sikap dan tindakan masyarakat terhadap usaha-usaha pemerintah di bidang pembangunan serta dampak pembangunan terhadap lingkungan dan kebudayaannya.

Tujuan khusus, penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran kehidupan masyarakat Kasepuhan Cicarucub bertalian dengan konservasi tradisional, terutama akibat kontak-kontak antarbudaya sepanjang perjalanan sejarahnya, pada semua aspek kehidupannya.

681

4. Ruang lingkup Penelitian

Sebagai akibat pengaruh kebudayaan luar yang tidak sarna intensitasnya dan kebudayaan etnik yang tidak serupa, kemungkinan terpengaruh kebudayaan luar sangatlah rnungkin, sehingga dengan demikian tidaklah mudah mencari identitas suatu etnik tertentu, semisal rurnah tempat tinggal yang mungkin telah banyak menerima pengaruh kebudayaan luar.

Sesuai dengan perrnasalahan di muka, maka ruang lingkup penelitian mengenai Konservasi Tradisional pada Masyarakat Kasepuhan Cicarucub ini di arahkan pada kehidupan masyarakat yang masih menunjukkan ciri-ciiri kehidupan yang berorientasi pada kehidupan tradisional. Oleh karena itu, sasaran penelitian ini adalah masyarakat pedesaan, dengan asumsi bahwa masyarakat pedesaan relatif masih menunjukkan pola-pola kehidupan yang berpedornan pada tradisi yang dinilai mampu berperan dan berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Selain itu,. diarahkan pada arsitektur bangunan tradisional (rurnah adat), mengingat rumah selalu dibuat berdasarkan pola berfikir yang dihubungkan dengan pamali 'tabu' dan kebiasaan-kebiasaan yang menghasilkan bentuk rurnah seperti yang ada sekarang. Dengan asumsi, orang sebagai orang. yang mendiarni rumah menjadi penyebab atau pelaku dalarn organisasi bermukirn serta kaitannya antara penghuni rumah menurut lingkup budaya.

Secara khusus penelitian ini akan menyoroti cara-cara masyarakat memandang hal-hal yang ada di dunia sekitamya dan cara ia menggolongkan hal-hal tersebut, yakni aturan-aturan atau cara berpikir yang mungkin melatarbelakangi kebudayaannya.

5. Met.de Penelitian

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang tidak terbatas pada pengumpulan data, melainkan meliputi analisa dan interpretasi dari data tersebut, Dengan kata lain adalah untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Kasepuhan Cicarucub, khususnya yang berhubungan dengan konservasi tradisional.

Penelitian sumber tertulis dilakukan melalui studi pustaka, untuk mengumpulkan bahan berupa konsep atau teori, data, dan informasi yang memiliki kaitan dengan tema penelitian. Bahan-bahan tersebut di antaranya dicari melalui buku-buku, majalah, surat kabar, dan lain-lain.

Teknik pengumpulan data dalam· penelitian ini digunakan teknik observasi (pengamatan), yakni untuk memperoleh data berdasarkan pengamatan langsung yang dapat melengkapi dan memperjelas data serta informasi yang diperoleh melalui wawancara, serta untuk memperoleh data dan informasi yang tidak mungkin diperoleh melalui wawaneara.

682

Teknik wawancara, digunakan untuk memperoleh data langsung dari sumbemya (inforrnan). Wawancara yang dilakukan bersifat terbuka (open interview), artinya memberi keleluasaan bagi para inforrnan untuk menjawab pertanyaaan dan memberi pandangan-pandangan secara bebas dan terbuka serta memungkinkan peneliti untuk mengajukan pertanyaan secara mendalam.

Sampel ditentukan secara purposif, yaitu ripe sampling yang didasarkan atas penilaian subjektif dari penulis, dengan anggapan inforrnan yang dipilih adalah representatif untuk populasi yang bersifat homogen. Populasinya adalah masyarakat Kasepuhan Cicarucub Desa Neglasari Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Pemilihan informan yang diwawancarai meliputi berbagai macam kalangan antara lain aparat desa, pemuka masyarakat atau sesepuh kampung dan para orang tua atau sesepuh masyarakat yang dianggap banyak mengetahui tentang konservasi tradisional pada masyarakat Kasepuhan Cicarucub.

6. Sistematika Penulisan

Secara umum, laporan penelitian ini disusun dengan sisternatika sebagai berikut:

• BAB I Pendahuluan. Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, ruang lingkup, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

• BAB II Identifikasi Daerah Penelitian. Dalam bab ini diuraikan mengenai lokasi penelitian, diawali dengan lokasi dan kondisi geografis, penduduk dan mata pencaharian, religi dan sitem kepercayaan; kemudian romp ok adat dan permukirnan; perubahan sosial budaya.

• BAB III Konservasi Tradisional Masyarakat Kasepuhan Cicarucub.

Dalam bab ini diuraikan mengenai konservasi tradisional yang mengatur hubungan manusia dengan alam; konservasi tradisional yang mengatur hubungan antarmanusia; konservasi tradisional yang mengatur keamanan; konservasi yang mengatur kebersihan lingkungan; peranan ketua adat (kasepuhan atau olot) dan juru basa atau kuncen; dan arsitektur tradisional bangunan (rumah dan leu it).

• BAB IV Penutup. Bab ini berisi analisis dan kesimpulan dari uraian pada bab sebelwnnya

B. Identifikasi Daerah Penelitian

tlakasl dan Klodisi Geografis

Kasepuhan Cicarucub secara adrninistrasi berada di wilayah Kampung Cicarucub Desa Neglasari Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi

683

Banten. Letak geografisnya berbukit-bukit dan memiliki iklim sejuk atau dingin, yang dapat dirasakan pada malam hari. Kasepuhan Cicarucub, letaknya tidak jauh dari jalan raya Cikotok - Bayah, kendaraan roda ernpat pun dapat masuk ke kawasan perkampungan kasepuhan tersebut. Dari Jalan raya menuju arah pusat kasepuhan atau Rompok Adat Iebih kurang duaratus meter, sehingga dengan berjalan kaki saja dapat dijangkau dengan mudah.

Wilayah yang termasuk kedalam Kasepuhan Cicarucub terdiri atas Kampung Cicarucub Girang, Kampung Cicarucub Tengah, dan Kampung Cicarucub Hilir. Kampung Cicarucub Girang merupakan pusat kasepuhan karena di kampung inilah temp at tinggal Kasepuhan Cicarucub yang disebut olot, juga terdapat dua bangunan adat yang menjadi tempat tinggal olot dan juru basa. Olot Enjay menempati bangunan adat yang disebut Rompok Adat adapun juru basa menempati bangunan adat yang terdapat disampingnya. Juru basa disebut juga kuncen, namun kuncen yang dimaksudkan di sini berbeda dengan tugas kuncen pada umunmya yang terdapat "di temp at-temp at keramat atau makam keramat. Juru basa atau kuncen bertugas sebagai orang yang menerima tamu kemudian memberitahukan kepada kasepuhan (olot) tentang kedatangan dan maksud tamu. Melalui juru basa atau kuncen, tamu menghadap kasepuhan untuk menyarnpaikan maksud serta tujuan kedatangannya.

Rompok Adat berfungsi sebagai rumah din as bagi sesepuh adat di Kasepuhan Cicarucub, dengan demikian jika kelak terjadi pergantian olot atau kasepuhan maka olot atau kasepuhan yang barn dan terpilih akan menempati Rompok Adat. Sementara itu, keluarga kasepuhan sebelumnya kembali ke rumahnya semula di luar Rompok Adat atau Rumah Dinas. Pergantian kasepuhan biasanya atau pada umumnya terjadi apabila olot atau kasepuhan meninggal dunia, narnun tidak menutup kemungkinan pergantian olot pun terjadi ketika olot masih ada. Hal tersebut dengan pertimbangan sudah terlalu tua dan tidak sanggup lagi untuk meneruskan tugasnya, atau disebabkan pola pikir atau perilaku kasepuhan sudah dianggap jauh atau menyimpang dari adat istiadat yang telah berlaku secara turun-temurun, yakni ngadeg janten olot upami kalindungan ti luluhur, disarengan disaluyuan ku sareat sareng hakekat (diangkat menjadi 0101 apabila dikehendaki leluhur, dibarengi serta disetujui oleh sariat dan hakikat).

Penerus adat yang akan menggantikan kasepuhan atau olot, diambil dari anak tertua yang berjenis kelamin laki-Iaki; artinya jika temyata anak pertama dan kedua perempuan maka diarnbillah anak laki-laki dari adiknya yang perempuan tadi. Tentunya hal ini akan mungkin terjadi jika kasusnya olot atau kasepuhan akan diambil yaitu adik laki-laki dari olot yang akan digantikannya. Dengan demikian, em khas olot atau kasepuhan yang memimpin Kasepuhan Cicarucub harus seorang laki-laki dan masih memiliki hubungan darah; dalam arti memiliki hubungan darah dan relatif masih dekat dengan olot atau kasepuhan yang digantikannya.

684

2. Penduduk dan Mata Pencaharian

Penduduk Kasepuhan Cicarucub yang meliputi Kampung Cicarucub Girang, Cicarucub Tengah, dan Cicarucub Hilir pada umumnya, mereka adalah penduduk asli di sana. Mereka lahir dan dibesarkan di sana, namun ada sebagian kecil penduduk pendatang yang menetap karen a menikah dengan penduduk setempat atau dikarenakan tugas bekerja di temp at yang berdekatan dengan kampung tersebut.

Kampung Cicarucub Girang terdiri atas empat (4) rukun tetangga (RT) dengan dua ratus sebelas (211) kepala keluarga (KK), dengan jumlah penduduk berjumlah tujuh ratus empatbelas (714) orang yang terdiri atas tiga ratus delapanpuluh (380) laid-laid dan tiga ratus tiga puluh empat (334) perempuan.

Kampung Cicarueub Tengah terdiri atas dua (2) rukun tetangga (RT) dengan seratus dua puluh satu (121) kepala keluarga (KK) orang yang terdiri atas duaratus sebelas (211) laid-laid dan dua ratus enambelas (216) perempuan,

Kampung Cicarucub Hilir terdiri atas empat(4) rukun tetangga (RT) dengan seratus delapan puluh tujuh (187) kepala keluarga (KK), penduduknya berjumlah enam ratus lirnapuluh (650) orang yang terdiri atas tiga ratus dua puluh sembilan (329) laki-laki dan tiga ratus dua puluh satu (321) perempuan.

Mata pencaharian masyarakat Kasepuhan Cicarucub pad a umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain itu ada juga yang bekerja sebagai buruh dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pada masyarakat Karnpung Cicarucub Girang yang bekerja sebagai petani mencapai seratus sembilan puluh tiga (193) orang, buruh dua belas (12) orang, dan enam (6) orang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Masyarakat Kampung Cicarucub Tengah yang bekerja sebagai petani berjumlah seratus delapandelas (l18) orang, buruh dua (2) orang, dan satu (1) orang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Adapun masyarakat Kampung Cicarucub Hilir yang bekerja sebagai petani berjumlah seratus tujuh puluh sembilan (179) orang, buruh lima (5) orang, dan dua (2) orang bekerja sebagai Pegawai Negegri Sipil (PNS).

Di ketiga kampung yang termasuk Kasepuhan Cicarueub terdapat satu (1) pasar, dua (2) toko, satu (1) pos kesehatan, dan dua (2) pos pelayanan terpadu (posyandu). Masyarakat Kasepuhan Cicarucub semuanya beragama Islam yang memiliki sarana dan prasarana berupa dua (2) buah masjid dan lima (5) buah mushalla,

Wilayah Kampung Cicarucub Girang termasuk wilayah tanah titipan, terdiri atas 4 hekto are lahan permukiman, 40 hekto are lahan pesawahan, 35 hekto are tanah tegalan, 70 hekto are tanah perkebunan, dan kolam lebih kurang 0,5 hekto are. Kemudian tanah tutupan. Yang termasuk tanah tutupan ialah wilayah Kampung Cicarucub Tengah dan wilayah Kampung Ciearucub Hilir. Disebut tanah tutu pan, karena wilayah ini secara ad at di bawah kekuasaan kasepuhan, namun tanah di wilayah ini bisa diperjualbelikan,

685

artinya berbeda dengan tanah titipan yang tidak bisa diperjual belikan. Wilayah Kampung Cicarucub Tengah terdiri atas 2 hekto are permukiman, 40 hekto are persawahan, 25,5 hekto are tanah tegalan, 72 hekto are kebun, dan 0,5 hekto are kolam. Adapun luas wilayah Kampung Cicarucub Hilir terdiri atas 2 hekto are permukiman, 40 hekto are persawahan, 40 hekto are tanah tegal, dan 70 hekto are kebun. Batas-batas wilayah kampung dibatasi dengan solokan, semisal batas wilayah Kampung Cicarucub Girang dengan wilayah Kampung Cicarucub Tengah dibatasi oleh Solokan Cibitung yang melintas di tengah-tengah perkampungan.

Masyarakat Kasepuhan Cicarucub tidak mengetahui mulai kapan adanya kasepuhan di lingkungan rnereka, bahkan ketika ditanyakan kepada olot dan perangkat adatnya, mereka menganggap semua itu adalah buyut atau pamali "tabu", tidak boleh diketahui sembarang orang. Menurut penuturan juru tulis (sekretaris adat), diperkirakan Kasepuhan Cicarucub ini sudah empat generasi. Generasi Kasepuhan Cicarucub periode sekarang dipimpin oleh Olot Enjay, sebelumnya adalah Olot Dulhana. Adapun olot yang memimpin pada generasi kedua dan pertama, beliau pun tidak mengetahuinya. Kasepuhan-kasepuhan yang terdapat di Banten Selatan berada di bawah koordinator Bapak Bajaji. Beliau tinggal di Kampung Bayah Sam, bertugas sebagai koordinator Sesepuh Banten Kidul. Tidak diketahuinya para leluhur mereka dimungkinkan karena adanya pantang untuk menyebut nama leluhurnya, sehingga mereka cukup menjawab tidak tahu.

Selain mendapatkan rumah dinas atau yang disebut Rompok Adat (rumah adat), pihak kasepuhan juga mendapat bagian sawah untuk keperluan sehari-hari ditambah untuk keperluan upacara adat. Sawah garapan olot atau sawah bagian kasepuhan dinamakan"Sawah Kasepuhan". Sawah Kasepuhan ini digarap langsung oleh olot dan perangkat adat lainnya seperti juru basa atau kuncen danjuru tulis (sekretaris desa).

3. Religi dan SistlDl Pengetahuan

Manusia memecahkan persoa1an hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuan, tetapi akal dan sistem pengetahuan itu ada batasnya. Makin terbelakang kebudayaan manusia, makin sempit lingkaran batas akalnya. Soal-soal hidup yang tidak dapat dipecahkan dengan akal, dipecahkannya dengan magic, ilmu gaib. Menurut Firth (1966: 171):

"Magi itu dapat dikatakan suatu ritus dalarn bentuk doa dan mantera yang diucapkan manusia untuk menegaskan hasrat seseorang terhadap alam dan kekuatan-kekuatan gaib atas dasar kepercayaan pada daya menguasai manusia untuk suatu maksud yang nyata."

Manusia mula-mula hanya menggunakan ilmu gaib untuk memecahkan soal-soal hidup yang ada di luar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Pada waktu itu religi belum ada dalam kebudayaan

686

manusia. Lambat laun terbukti bahwa dengan magic tidak ada hasilnya, maka mulailah ia yakin bahwa alam didiami oIeh mahluk-rnahluk halus yang lebih berkuasa daripadanya dan mencoba berhubungan dengan mahluk-mahluk halus itu. Dengan demikian timbulah religi (Koentjaraningrat, 1982:53-54). Kemudian Durkheim dalam Koentjaraningrat (1982:95) menyebutkan bahwa:

"suatu religi itu adalah suatu sistem berkaitan dari keyakinan dan upacara-upacara yang keramat, artinya yang terpisah dati pantang, keyakinan-keyakinan dan upacara yang berorientasi kepada suatu komunitas moral, yang disebut umat ..... "

Pandangan dimaksud, timbul dari sikap sentimen rasa kesatuan terhadap alam misteri supernatural yang menguasai dunia. Rasa kesatuan inilah yang menjamin ketenangan atau kepuasan yang biasanya dilakukan manusia dengan berusaha rnengadakan hubungan rnelalui berbagai cara seperti sembahyang dan upacara-upacara. Religi merupakan salah satu aspek kebudayaan, karena rnenurut Malefijt (1968:6), religi terdiri dari pola-pola sistematis dari kepercayaan, nilai-nilai dan tingkah laku, yang diperoleh manusia sebagai anggota rnasyarakat. Selain itu, religi berfungsi juga sebagai pengendali so sial (social controls. Artinya, religi bisa dijadikan sebagai dasar keyakinan bahwa kesejahteraan kelornpok sosial khususnya dan masyarakat umurnnya tidak dapat dipisahkan dari kesetiaan kelompok atau masyarakat itu kepada kaidah-kaidah susila dan hukum-hukum rasional yang telah ada pada kelompok atau masyarakat itu, di sarnping karena adanya penyimpangan terhadap norma-norma susila dan peraturan yang berlaku mendatangkan maIapetaka yang bisa melernahkan fungsi masyarakat atau sistem sosiaI yang ada

Tabu atau pantang bisa diartikan tidak hanya terbatas pada larangan, melainkan juga lebih banyak cakupannya, yakni sebagai aturan-aturan tertentu dalam kehidupan manusia yang erat hubungannya dengan hal-hal yang dikeramatkan, disucikan, juga erat hubungannya dengan kekuatankekuatan yang tidak dapat dipecahkan oIeh akal manusia. Oleh karena itu, masyarakat yang masih mempercayainya, tabu atau pantang dijadikan sebagai suatu cara untuk mengatur perilaku masyarakat pendukungnya, karena di dalamnya berisi sanksi-sanksi dan apabila dilanggar akan menimbulkan bahaya. Atas dasar itu pula dalam pengertian tabu terlihat penekanan pada penghindaran-penghindaran dari suatu perbuatan yang dianggap dapat membahayakan karena salah satu akibat bila menghadapi halhal yang bersifat gaib, sakral atau keramat dihadapi dengan cara tidak hatihati akan menimbulkan malapetaka atau bahaya yang merugikan bagi masyarakat pendukungnya.

Tabu dapat timbul dari suatu akibat yang pemah menimpa seseorang atau sekelompok orang karena melakukan hal tertentu. Akibat-akibat yang timbul itu berupa kerugian, bene ana yang tidak diharapkan. Kemudian dengan kejadian seperti itu, oleh mereka dijadikan tabu serta ditanamkan

687.

kepada generasi berikutnya untuk selalu berhati-hati dalam perilakunya agar kejadian itu tidak terulang lagi. Secara tidak langsung tabu atau pantang bisa dijadikan aturan sosial setiap masyarakat untuk mengatur tingkah laku angota masyarakat pendukungnya.

Tabu atau aturan sosial dimaksud bisa diekspresikan oleh masyarakat pendukungnya dalam bentuk dongeng atau mitologi, yang akan memberikan penjelasan tentang asal mula tabu atau aturan sosial tersebut, serta akibat yang ditimbulkan apabila terjadi suatu pelanggaran. Oleh karena itu, tabu berfungsi sebagai pendorong untuk menjaga dan memelihara kekuatan supranatural, serta berfungsi untuk memelihara solidaritas kelompok di sarnping berfungsi sebagai pengendali masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat.

Seperti halnya kehidupan masyarakat Karnpung Adat atau masyarakat adat yang lazim disebut sebagai komunitas adat, hampir setiap sisi kehidupan dipenuhi dengan pantangan atau pamali atau buyut (tabu) yang dianggap sebagai adat istiadat yang berasal dari karuhun (leluhur). Kebiasaan ini sebenarnya merupakan upaya mereka agar selalu mengikatkan diri dengan karuhun (leluhumya). Begitu juga kehidupan pada rnasyarakat Kasepuhan Cicarucub, ada beberapa pantangan yang berkaitan dengan tatacara hidup mereka khususnya dalarn aktivitas pertanian. Misalnya, selama bulan Mulud (bulan dalam kalender Hijriah), sebulan penuh masyarakat dilarang untuk menggarap sawah, kebun, dan rnengambil kayu bakar. Sebulan penuh rnasyarakat beristirahat di rurnah, tidak melakukan aktivitas dalam pertanian. Ada kemungkinan Iarangan ini bertalian dengan adanya acara-acara yang berkaitan dengan upacara adat Seren Taun, sehingga seluruh masyarakat rnengkonsentrasikan dirinya dalam menghadapi upacara tersebut. Narnun demikian, kegiatan menyadap temyata tidak dilarang dengan alasan jika sehari saja ditinggal rnaka akan rusak.

Selesai pantang atau tabu, dilanjutkan dengan tahap ponggokan; yaitu persiapan untuk upacara Seren Taun (upacara selepas panen dan menjelang penggarapan sawah). Pada tahap ponggokan, alat pertanian atau semua perkakas yang biasa digunakan untuk aktivitas pertanian disimpan dj kolong, tidak boleh dibawa ke sawah, kecuali ke kebun. Selama masa persiapan untuk menjalankan upacara Seren Taun maka berdatanganlah para tamu, termasuk kedatangan para wawakil sesepuh dari daerah yang membawa berbagai bingkisan seperti: hasil panen, hasil kebun, dan sebagian membawa uang yang diistilahkan dengan sarupia dua rupia karido sesepuh sambil mernbawa seperangkat kemenyan dan panglay yaitu kelengkapan untuk melaksanakan upacara adat.

Tahapan-tahapan dalam upacara Seren Taun ini adalah sebagai berikut: pantangan, ponggokan, dan Seren Taun. Setelah melalui tahapan pantangan dan ponggokan, dilanjutkan pada upacara Seren Taun-nya. Dari pagi sampai sore hari kaum wanita yaitu ibu-ibu sibuk memasak menyiapkan

688

seluruh keperluan untuk upacara. Kaum laki-Iakinya beres-beres dan menyiapkan kelengkapan upacara sambil menerima tamu yang menginduk . kepada Kasepuhan Cicarucub yang datang silih berganti.

Upacara puncak diadakan pada siang harinya. Selesai ritual upacara, nasi tumpeng dan seluruh hidangan yang ada dibagikan kepada tamu yang mengikuti upacara tersebut.

Para ranggeuyan atau sesepuh yang menginduk kepada Kasepuhan Cicarucub biasanya rutin sekurang-kurangnya setahun sekali datang ke Cicarucub. Mereka membawa benih padi untuk ditumbal oleh kasepuhan atau olot; padi yang dibawa oleh ranggeuyan dikembalikan lagi disertai dengan kemenyan dan panglay, tentunya setelah diberikan doa-doa oleh olot. Padi hasil tumbal ini dibawa ke daerah masing-masing para ranggeuyan untuk selanjutnya diterbarkan atau disemaikan di pabinihan (lahan persemaian) menjadi benih yang siap ditanam, setelah melalui proses babut (mencabut) benih-benih padi tersebut dari persemaian.

Menurut kepercayaan masyarakat pada umumnya para ranggeuyan yang menginduk ke Kasepuhan Cicarucub, ketika panen tiba maka hasil panen yang diperoleh memiliki hasil panen yang bagus dan memuaskan.

Berikutnya, pada bulan Mulud tepatnya dari tanggal 1 sampai dengan 14 Mulud di Kasepuhan Cicarucub dijadikan ajang bertanya bagi para tamu yang datang. Mereka bertanya dan mendatangi kasepuhan untuk berbagai keperluan; ada yang merninta mempunyai pangkat; jabatan, atau disembuhkan dari penyakit, cepat memperoleh jodoh, dan lain sebagainya. Para tamu pun pada bulan Mulud ini berdatangan dari mana-mana, sehingga kawasan Kampung Cicarucub Girang menjadi ramai oleh para tarnu yang datang dengan maksud yang berbeda-beda silih berganti.

Pantang pertama pada bulan Mulud pihak adat dalam hal ini Kasepuhan Cicarucub membuat perkakas adat berupa tolak bala yang disebut babay, Tolak bala (babay) ini terdiri atas: daun tulak tanggal, tangtang angin (terbuat dari daun awl~'bambu" berbentuk segi tiga atau disebut juga dupz) yang diisi sangu gigih (nasi setengah matang), dan jukut palias. Tolak bala (babay) ini, pada saat upacara akan berlangsung pihak kasepuhan menyediakan atau membuat tolak bala, yang kemudian dibagi-bagikan kepada masyarakat yang hadir baik masyarakat setempat maupun masyarakat yang menginduk ke Kasepuhan Cicarucub. Orang yang diberi tolak bala (babay) ini menggantikannya dengan uang sebesar Rp. 500,- atau Rp. 1.000,Uang tersebut, kemudian oleh pihak adat dikumpulkan untuk menambah biaya penyelenggaraan Seren Taun. Tolak bala (babay) ditempatkan di bagian Iuar pintu utama, diletakkan di atas daun pintu. Tolak bala (babay) dianggap oleh masyarakat pendukungnya dapat mencegah terjadinya bala bahaya atau mala petaka yang akan datang ke rumah yang bersangkutan.

Biaya untuk keperluan selama Seren Taun berlangsung dikeluarkan oleh pihak adat atau pihak. kasepuhan. Masyarakat yang hadir ataupun

689

masyarakat setempat sekitar Kasepuhan Ciearueub tidak dipungut biaya, Alhasil semua biaya ini berasal dari hasil sawah kasepuhan, uang pemberian pengganti tolak bala (babay), dan uang pemberian dari para tamu atau pejiarah yang menghadap kasepuhan (olaf). Selain itu, biasanya dengan serta merta para ranggeuyan yang datang biasanya mereka membawa bingkisan dalam bentuk beras, kelapa, dan umbi-umbian hasil pertanian mereka.

Masyarakat komunitas adat seperti Kasepuhan Ciearucub ini, pada umurnnya bennatapeneaharian sebagai petani atau buruh tani. Hidup mereka tidak bisa dipisahkan dengan tanah dan pola-pola pertanian. Sebagai masyarakat yang agraris banyak sekali sistem kepercayaan mereka yang bertalian dengan masalah pertanian. Anggapan bahwa padi sebagai jeImaan Dewi Sri, sangat kental dengan cara pandang hidup mereka. Salah satunya mereka begitu hati-hati dalam merawat dan memelihara padi, begitu juga pada waktu menanam. Sikap khidmat dan kehati-hatian mereka dalam merawat jeImaan Dewi Sri ini melahirkan hasil panen yang dari tahun ke tahun tetap subur dan baik. Begitu pula, semua petani dari tempat lain baik di wilayah sekitar Banten maupun di luar Provinsi Banten yang menginduk ke Kasepuhan Cicarucub, hasil panennya selalu baik. Sementara itu, masyarakat Kasepuhan Cicarucub maupun masyarakat pendukungnya, seIama mengolah tanah pertanian mereka memakai eara umum seperti biasa; artinya mereka menggunakan pupuk buatan pabrik sementara itu pupuk kandang hanya digunakan di kebun.

Larangan yang berkaitan dengan pertanian ini eukup banyak, termasuk di antaranya ada larangan hari-hari tertentu dalam tiga bulan tidak boleh melakukan aktivitas seperti bertani, bekerja, mendirikan atau membangun rumah, dan kegiatan lainnya. Pada bulan Muharam, Safar, dan bulan Mulud setiap hari Sabtu dan Minggu dilarang melakukan aktivitas seperti di atas, begitujuga pada bulan Silih Mulud, Jumadil Awal, dan bulan Jumadil Akhir dilarang melakukan aktivitas seperti di atas pada hari Senin dan Selasa. Pada bulan Rajab, Ruwah, dan bulan Puasa (Ramadhan) dilarang melakukan aktivitas pada hari Jumat, adapun pada bulan Sawal, Hapit, dan bulan Julhijah (Haji) dilarang melakukan aktivitas pertanian pada hari Rabu dan Kamis. Larangan tersebut diyakini jika dilanggar akan mendapatkan sial atau bernasib naas, sebaliknya pada bulan-bulan tersebut terdapat pula harihari yang dianggap dapat berdampak kejayaan atau keberuntungan yaitu hari Rabu dan Kamis pada bulan Muharam, Safar, dan bulan Mulud; hari Jumat pada bulan Silih Mulud, Jumadil Awal, dan bulan Jumadil Akhir; hari Minggu pada bulan Rajab, Rewah, dan bulan Ramadhan (Puasa); dan hari Senin pada bulan Sawal, Hapit, dan bulan Julhijah (Haji atau Rayagung).

Kasepuhan atau olot dapat dikatakan sebagai komando dalam . berbagai aspek kehidupan khususnya dalam aktivitas pertanian. Masyarakat belum berani memulai aktivitas pertaniannya sebelum kasepuhan atau olot melaksanakannya. Mulai pembibitan, tebar (menyemai), dan sebagainya

690

dipirnpin oleh olot. Jika pihak adat yang diketuai oJeh olot sudah melakukan pembibitan, tebar (menyemai), dan sebagainya, kemudian masyarakat mengikutinya, demikian seterusnya.

Susunan Lembaga Adat di Kasepuhan Cicarucub terdiri atas lima perangkat, yaitu: olot (kasepuhan), juru basa (kuncen), juru tulis, wakil-wakil sesepuh, wawakil sesepuh (ranggeuyan). DIal adalah pemimpin adat atau sesepuh yang memimpin Kasepuhan Cicarucub; juru basa disebut juga kuncen yang bertugas sebagai penerima tamu dan menyarnpaikan keinginan tamu tersebut ke pihak kasepuhan. Juru basa ini dalarn kelembagaan kita harnpir sarna dengan bagian humas atau penerangan; juru tulis adalah sekretaris adat. Adapun wakil-wakil sesepuh merupakan tokoh-tokoh yang memimpin suatu kampung yang mengikatkan dirinya kepada Kasepuhan Cicarucub, kemudian wawakil sesepuh atau ranggeuyan merupakan orangorang yang mikolot menganggap Kasepuhan Cicarucub merupakan pirnpinannya. Jurnlah ranggeuyan sampai saat ini diperkirakan mencapai lebih kurang 3.000 orang, yang tersebar di daerah-daerah seperti Lampung, Cibaliung, Serang, Pandeglang, Baduy, Palabuhan Ratu, Sukabumi, Bandung, dan sebagainya.

Masyarakat Kasepuhan Cicarucub seperti komunitas adat lainnya, selain memiliki rumah adat atau rompok adat dan berbagai pola kehidupan yang berbau adat istiadat, mereka pun memiliki makam keramat. Namun kehadiran makam keramat di Kasepuhan Cicarucub tampaknya tidak begitu menonjol, walaupun dalam beberapa ritual kehadiran makam keramat ini diperlukan. Makam keramat berada di sebelah timur (wetan) dari arah rompok adat. Makam ini berbaur dengan makam sanak saudara dan anak cicitnya para olot yang telah tiada. Selain di sebelah timur, di sebelah barat pun ada pemakaman yang diperuntukan untuk pemakaman masyarakat biasa. Makam di sebelah timur, yang terdiri atas pemakaman masyarakat biasa beserta makam para leluhur, yang disebut sebagai makam karamat adalah makarn yang dianggap sebagai makam para leluhur yakni makam para kasepuhan atau 0101 yang sudah tiada. Makam keramat itu disebut oleh masyarakat dan olot sebagai makam oyot. Di makam oyot (keramat) ini, ada waktu-waktu tertentu yang digunakan oleh kasepuhan atau olot yang sedang memimpin untuk mujasmedi atau dengan istilahsetempat"bertapa". 0101 bertapa adalah merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh leluhur sebelumnya. Dalam semedinya itu, olot berdoa, meminta, dan sebagai alat kornunikasi dengan para leluhurnya.

Kadang-kadang ada beberapa orang warga masyarakat yang sengaja datang untuk bersemedi di makam oyot, namun jumlahnya tidak begitu banyak. Pejiarah yang datang ke makam oyot untuk berjiarah yang diantar oleh olot atau juru basa. Sebelum ditinggaikan di makam oyot, pihak olot membuka komunikasi dengan penghuni atau leluhur, pembukaan komunikasi ini ditandai dengan pembakaran kemenyan yang dilengkapi dengan sasajen

691

:".;~,:.j'.i..>~,,,,~,.::m.;~.:::T.:::;r~~fl¥l{~i¥1~~~Nt~':·:~:._

(sesajian), dan panglay, kemudian barulah olot membacakan doa-doa dan jampi-jampi tertentu. Setelah selesai berdoa, olot membiarkan pejiarah bersemedi untuk menyampaikan keinginan hatinya. Begitu pun, dalam upacara-upacara adat seperti Seren Taun atau akan melaksanakan hajatan sunatan dan hajatan-hajatan lainnya, para pelaku yang datang dengan diantar olot pergi terlebih dahulu ke makam oyot, setelah berjiarah dan mendapatkan tumbal dari 0101 barulah melaksanakan niatnya,

Pada masyarakat kasepuhan khususnya masyarakat Kasepuhan Cicarucub sangat kentara sekali adanya leuit. Leuit adalah bangunan kecil temp at menyimpan hasil pertanian berupa padi dengan satu pintu terbuat dari bambu atau kayu dengan atap daun kiray atau daun rumbia. Kehadiran leuit ini pada masyarakat komunitas adat khususnya di wilayah Banten dan masyarakat Baduy sangat mencolok. Padahal bangunan ini hanya merupakan temp at untuk menyimpan padi. Menurut informan, padi yang tersimpan di dalam leuit dapat mencapai umur puluhan tahun yang sudah barang tentu merupakan waktu yang luar biasa. Letak leuit yang berjejer dan mengelompok dengan formasi jauh dari permukiman terlihat cukup unik, ada kemungkinan penyirnpanan padi dalam leuit yang letak dan bangunannya berkaitan pula dengan kepercayaan masyarakat agraris, yakni pemujaan terhadap Dewi Sri yang dipercaya menjelma menjadi padi. Sehingga penanaman, panen, sampai penyimpanan padi sangat diistirnewakan, ketika membawa padi yang diikatkan pada tanggungan, maka masyarakat tabu untuk dibawa ke dalam mobil bak terbuka, tanggungan tersebut harus dipikul dari sawah sampai ke leuit. Pada saat menanggung padi dari sawah padi yang ada dalam tanggungan itu hams diayun-ayun, sebab itu adalah Dewi Sri. BegituIah sikap masyarakat terhadap padi yang dianggap jelmaan dari Dewi Sri.

Padi yang baru dipanen tidak dapat langsung dikonsurnsi karena ada tatacara yang hams dilalui. Namun berbeda dengan padi hasil upah dari memanen yang bisa langsung dikonsumsi dengan terlebih dahulu ditutu (ditumbuk) di atas lisung (lesung) dengan menggunakan halu (alu). Padi hasil panen sebelum pada tahap nganyaran; yaitu tahap padi untuk ditutu (ditumbuk), hams melalui proses ditumpungan; yaitu proses adat rnelalui tangan kasepuhan, kemudian oleh olot ditumbal, yakni setelah melalui proses ritual dengan membakar kemenyan dan panglay yang diiringi jampi-jampi. Barn kemudian padi si empunya yang bam dipanen dapat dikonsumsi untuk keperluan makanan pokok keluarga. Dengan demikian acara ritual tumpungan berlaku bagi masyarakat Kasepuhan Cicarucub sehabis menuai atau memanen padi.

Masyarakat Kasepuhan Cicarucub sangat menghormati hubungan yang harmonis antara mereka dengan pemerintah, alim ulama, dan sesepuh adat. Begitu juga, mereka sangat mengharapkan antara pemerintah, alim ulama, dan sesepuh adat untuk terwujudnya jalinan hubungan yang harmonis. Masyarakat menyebutnya dengan ungkapan ka kasepuhan kedah mokaha

692

(deukeut), ka alim ulama ulah tebih kedah dikaulaan, jeung ka pamarentah ngaula (kepada ketua adat harus dekat, kepada alim ulama jangan dijauhi, harus dihormat, dan berbakti, serta kepada pemerintah harus berbakti).

Kehadiran masyarakat adat maupun masyarakat kampung adat yang biasa disebut sebagai komunitas adat sangat memperhatikan kelestarian alam sekitar mereka. Mereka memiliki sikap arif dalam menyikapi semua aspek di Iingkungan mereka tennasuk dalam menjaga dan memelihara hutan dan air. Sehingga dengan sikap arif demikian kelestarian hutan yang menjadi paruparu dunia, dan air yang menjadi sumber pokok untuk keperluan manusia terjaga dengan baik. Mereka menyadari sekali bahwa semua itu hams dijaga dan dipelihara jika ingin kehidupan rnereka jauh dari bala dan petaka. Alam yang menjadi temp at bersemayamnya para karuhun (leluhur) akan murka jika mereka tidak mengindahkan segala apa yang sudah dilakukan turun temurun. Masyarakat mengambil hikmah dari ungkapan titipan sirah cai, tutu pan kahutanan yang maknanya adalah air merupakan titipan dari karuhun (leluhur) yang harus senantiasa dijaga. Air inilah yang menjadi sumber atau nyawanya kehidupan mereka, tanpa air dapat dibayangkan bagaimana jadinya. Adapun hutan harus dijaga dan dilestarikan keasriannya, jangan dirusak atau ditebang sembarangan. Hutan merupakan bagian dari kehidupan mereka, di dalam hutan banyak guna dan manfaatnya bagi mereka baik yang diterimanya secara langsung maupun tidak langsung. Pelestarian hutan merupakan konservasi atas pasokan air yang cukup dan sekaligus akan menjadi sumber makanan dan berbagai manfaat lainnya.

Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Kasepuhan Cicarucub adalah bahasa Sunda. Jika dilihat dari bentuk dan jenis bahasa yang digunakan oleh masyarakat adalah bahasa Sunda dialek Banten. Ada perbedaan bahasa dialek Banten yang digunakan oleh masyarakat Kasepuhan Cicarucub dan masyarakat kampung adat lainnya di Banten, terutama dengan masyarakat adat Baduy. Keduanya sama-sama menggunakan bahasa Sunda dialek Banten karena keduanya memiliki ciri dan wilayah yang sama, yaitu wilayah Banten Selatan. Wilayah Banten Selatan ini didominasi oleh etnis Sunda, yang memiliki prosentase sarnpai 99%. Persamaan dialek masyarakat Kasepuhan Cicarucub dengan masyarakat Kanekes telihat dan lentong (ciri khas pembawa suara) yang sarna, adapun perbedaannya adalah masyarakat Kasepuhan Cicarucub menggunakan kosa kata yang mirip dengan dialek Sunda Priangan. Kosa kata seperti aing (saya), sia (kamu) dan sebagainya yang dianggap oleh pendukung dialek Sunda Priangan sebagai penggunaan bahasa kasar terdapat pada masyarakat Kanekes.

Bahasa yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat Kasepuhan Cicarucub adalah bahasa Sunda dialek Banten, namun mereka sudah mengerti dan pandai menggunakan bahasa Indonesia. Hal tersebut disebabkan, Ietak wilayah Kasepuhan Cicarucub berada di dekat jalan utama Banten - Sukabumi jalur selatan yang menjadi jalur lintas pariwisata pantai

693

~~~:R;R;"i:EiiiiJti4#,fiJ;J~:_J~

Pelabuhan Ratu dan Cisolok. Selain itu, di daerah inisejak dahulu dikenal sebagai temp at mendulang emas yaitu di daerah Cikotok. Sehingga berbagai bangs a dan masyarakat asing sering melintasi daerah terse but.

4. RampokAdat dan Permukiman

Bangunan rumah tinggal merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia di samping kebutuhan pokok lainnya yang digunakan untuk bemaung, berkarya, dan berkembang dalam pengertian jiwa dan raga perorangan. Manusia atau keluarga yang berkelompok dan bermasyarakat, membentuk suatu lingkungan yang terdiri atas kumpulan bangunan rumah tinggal dan bangunan-bangunan lainnya dilatarbelakangi kondisi dan situasi alam sekitar serta dipengaruhi pula sosial budaya yang lahir dan tumbuh pad a tempat tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi gagasan dan perwujudan arsitektur tradisional pada bangunan dan lingkungan setiap kelornpok masyarakat disesuaikan menurut temp at dan waktu tertentu serta nilai budaya yang kemudian menghasilkan arsitektur khas.

Disebut arsitektur tradisional karena bentuknya sesuai dengan kaidahkaidah yang diakui bersama yang dianut oleh sebagaian besar anggota masyarakat sebagai tradisi yang turun temurun. Hal tersebut senada dengan batasan tentang arsitektur tradisional (Depdikbud, 1981/1982:2) ialah bangunan yang berarsitektur tradisional adalah bangunan yang bentuk, struktur, fungsi, ragam hias dan cara pembuatannya diwariskan secara turun temurun serta dapat dipakai untuk melakukan aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya. Dalam pengertian arsitektur tradisional tersebut dapat dikelompokan ke dalam beberapa jenis bangunan yaitu bangunan temp at tinggal imah (rumah), temp at ibadah, tempat musyarwarah, tempat produksi (saung lisung), dan tempat menyimpan (leuit).

Dari segi bentuk, bangunan yang berarsitektur tradisional merupakan bangunan sederhana yang tarnpak menyatu dengan alam baik ditinjau dari penempatan atau lokasi bangunan maupun bahan-bahan bangunan yang digunakan, yaitu bahan alam yang terdapat di sekitar manusia yang bersangkutan. Oleh karen a itu, konsepsi yang dianut dalam arsitektur tradisional diyakini sebagai konsepsi yang benar karena berpijak pada keserasian dan penghargaan terhadap lingkungannya.

Sesuai dengan permasalahan dalam tulisan ini, maka pemaparan difokuskan juga pada bangunan tempat tinggal imah (rumah). Rumah dimaksudkan sebagai tempat tinggal atau temp at bermukim yang merupakan salah satu temp at penting bagi sebagian besar aktivitas kehidupan dan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang hakiki bagi manusia. Rumah dalam bahasa Sunda disebut imah. Menurut kepercayaan masyarakat Sunda rumah merupakan wilayah antara bumi dan lang it, artinya rumah dianggap sebagai titik pusat antara langit dan bumi dalarn satu kesatuan di alam

694

semesta. Itulah aspek sakral dari rumah dalam tradisi Sunda, di samping sebagai pusat kehidupan manusia atau keluarga sebagai pemelihara keseimbangan kehidupan di alam raya. Sehingga rumah bagi orang Sunda bukan hanya sebagai tempat tinggal, temp at berlindung dari terik matahari, binatang buas dan hujan, melainkan memiliki fungsi sosial, ekonomis, dan kultural.

Membangun sebuah rumah bagi orang Sunda harus disesuaikan dengan kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku, di antaranya penentuan tempat dimana rumah akan dibangun, arah menghadap, kapan mulai membangunnya dan aturan-aturan lain yang sebenarnya tidak hanya berhubungan dengan soal-soal teknis belaka.

Sekelompok rumah dan bangunan-bangunan lainnya sebagai pelengkap dengan fungsi tertentu bagi keperluan pemukiman, akan membentuk sebuah kampung atau desa. Pengelompokan bangunan-bangunan pada suatu desa atau kampung biasanya didasarkan kepada lingkungan alam, populasi dan kebudayaan. Dengan memperhatikan hal tersebut, pola pemukiman antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya tidak akan sarna karena bergantung kepada kemampuan adaptasi dan norma-norma kultural yang dipunyainya.

Pola pemukiman masyarakat suku bangsa Sunda, memperlihatkan pola dengan penduduk bertempat tinggal di asuatu kampung, sedang tanah pertanian atau tanah perkebunan berada di luar batas kampung mereka. Letak rumah pada umumnya mengelompok dan kadang-kadang berhimpitan sehingga tidak jelas benar batas antara rumah yang satu dengan rumah yang lainnya, Kemudian, sebelum pola perkampungan masyarakat Sunda sebelum banyak mengalami perubahan digambarkan oleh Anwas Adwilaga (1981/1982:12), bahwa orang Sunda berumah menyendiri di tengah padang luas atau di tengah hutan. Kalaupun mereka berkampung halaman, maka rumah mereka selalu berhimpit-himpitan, dua deret saling berhadapan terpisah oleh pelataran. Di sisi lain pelataran terdapat lesung umum, temp at orang bersama-sama menumbuk padi, juga digunakan sebagai temp at berkomunikasi di antara mereka yang mendiami perkampungan dimaksud.

Seperti telah diuraikan di atas, bahwa pola permukiman pada masyarakat. tradisional berhubungan erat dengan unsur-unsur kepercayaan yang dianut oleh masyarakatnya. Seperti halnya komunitas adat yang terdiri atas masyarakat adat dan masyarakat kampung adat, satu dengan yang lainnya berbeda sesuai dengan persepsi masing-masing kepercayaan yang dimilikinya, Pola permukiman masyarakat Baduy misalnya berbeda dengan pola permukiman masyarakat kampung lainnya, begitu juga masyarakat adat Kampung Kuta berbeda dengan masyarakat Kasepuhan Cicarucub.

Apabila kita cermati pola permukiman Kasepuhan Cicarucub yang berlapis dari arah utara ke selatan dan menjadikan rompok ada! sebagai sentraI, maka rompok adat dijadikan semacam rumah dinas bagi para sesepuh

695

atau olot yang terpilih untuk memimpin Kasepuhan Cicarucub sampai masa baktinya berakhir. Posisi rompok adat ini, berada pada dataran yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah-rumah yang ada di wilayah tersebut.

Rompok adat terdiri atas dua bangunan, bangunan pertama berada di dataran paling selatan dan tinggi degan Iuas tanah dan bangunan yang Iebih besar dibandingkan dengan bangunan yang kedua. Bangunan ini ditempati oleh kasepuhan atau olot Ciearucub. Di tempat ini, para tamu atau peziarah yang datang menyampaikan keinginannya kepada olot. Bangunan yang kedua berada di sebelah barat, turun satu trap di samping bangunan pertama, sehingga kalau ingin ke romp ok tersebut harus menuruni tangga dengan sengkedan-sengkedan yang ditembok. Bangunan kedua ini merupakan rumah dinas juru basa atau kuncen. Kuncen yang dimaksdukan adalah seseorang yang bertugas mengantarkan tamu dan menyampaikan maksud kedatangan tamu kepada olot.

Rumah masyarakat di Kasepuhan Ciearueub dibagi menjadi dua lapis atau katagori. Lapisan pertama menghadap ke selatan dari rompok adat yang hanya dibatasi oleh jalan kecil, hingga saluran air yang menuju Cai Ageung atau Susukan Cibitung. Terdiri atas rumah-rumah yang tidak boleh menggunakan atap genting, lantai rumah tidak ditembok keeuali teras yakni bagian luar rumah dan tepas. Dalam rumah-rumah tradisional, juga tidak diperkenankan ada kamar mandi. Rumah-rumah tersebut menggunakan atap dari seng gelombang, kecuali Rompok Adat harus menggunakan atap daun nipah dan atau injuk (ijuk) dengan bentuk suhunan nonggong munding (punggung kerb au).

Di lapisan kedua, rumah dengan arah hadap ke selatan dari lapisan pertama, dibatasi saluran air sampai ke"Cai Ageung" atau"Susukan Cibitung". Rumah-rumah di Japisan kedua ini, masyarakat diberikan kebebasan dalam membangun rumah seperti halnya masyarakat pada umumnya. Artinya rumah-rumah di sini sudah diperbolehkan menggunakan atap genting, tingkat (loteng), dengan perangkat rumah sudah bisa memiliki pesawat TV, kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat.

Seperti halnya arsitektur rumah-rumah tradisional, rompok adat dibangun panggung dengan menggunakan bahan bangunan yang ada di alam sekitar rumah tersebut, yakni menggunakan bahan kayu, bambu, dan atap menggunakan daun nipah yang dibagian sisinya ditutupi injuk (ijuk) sebagai wuwung. Di samping arah hadap harus ke arah selatan. Artinya bentuk arsitektur bangunan rompok ada! harus tetap mempertahankan arsitektur karuhun (leluhur). Sedangkan arsitektur bangunan pada Japisan kedua sudah mendapatkan kelonggaran dengan memperbolehkan menggunakan bahanbahan bangunan seperti telah dikemukakan di atas,

Saluran air (solokan) sampai cai ageung (sungai) merupakan batas rumah yang ditandai oleh adanya susukan (selokan) yang mengarah ke kulon (barat). Pertemuan antara susukan (soIokan) dengan solokan agak besar yang

696

disebut"cai ageung" atau"Cibitung" merupakan batas antara Rompok Adat di lapisan pertama yang juga disebut tanah titipan. Di temp at inilah, penghuni lapisan pertama melakukan aktivitas mandi dan buang hajat. Sementara rumah-rumah pad a lapisan kedua sudah memiliki MCK (mandi cuci kakus) tersendiri di dalam rumah, seperti halnya masyarakat kota.

Pemakaman umum harus berada di sebelah timur dan barat dari Rompok Adat, jika rumah adat berada di sebelah utara dan seIatan disebut ngalangkangan (membayang-bayangi), Kemudian tempat penyimpanan padi (leuit) diternpatkan agak jauh dari rumah dan tidak berada dilingkungan rumah masing-masing penduduk yang memilikinya, melainkan terletak di suatu tempat yang berkelompok. Ada aturan, jika leuit terletak dan atau dibangun di tanah bukan rniliknya, rnaka ia dikenakan denda membayar ranggeuyan pare kepada pemilik tanah.

5. Perubahan Sosial Budaya

Kebudayaan tidak bergantung dari transmisi biologis atau pewarisan melalui unsur-unsur genetis. Oleh karena itu, manusia bam bisa mempunyai kebudayaan setelah melalui proses belajar. Belajar, berarti memperoleh kepandaian baru, pengertian barn atau memperoleh aturan-aturan dalam bertingkah laku yang baru. Dan karena manusia dapat belajar, maka manusia selalu mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dan menemukan sesuatu yang baru, pengetahuan baru. Hal ini kadang-kadang bisa menyebabkan kebudayan barn, seperti dikatakan Selo Sumardjan (1974:487), bahwa adanya perubahan tersebut pada umumnya mungkin disebabkan oleh adanya pemikiran dari warga masyarakat yang beranggapan bahwa unsurunsur yang dirubah dianggap sudah tidak memuaskan lagi dan mungkin adanya faktor baru yang lebih memuaskan bagi masyarakat tersebut. Hal tersebut sejalan denganpendapat yang dikemukakan Parsudi Suparlan (1981:2) Perubahan sosial adalah perubahan dalam struktur so sial dan dalam pola-pola hubungan sosial yang antara lain mencakup sistem status, hubungan-hubungan dalam keluarga, sistem politik dan kekuatan dan persebaran penduduk. Sedangkan perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama oleh para warga masyarakat yang bersangkutan, yang antara lain mencakup aturan-aturan, norma-norma yang digunakan sebagai pegangan dalam kehidupan warga masyarakat, nilai-nilai, tekno1ogi, selera dan rasa keindahan atau kesenian dan bahasa.

Perubahan dimaksud di atas, seringkaJi dipersoalkan dalam kehidupan sehari-hari, namun tidak mudah untuk membedakan antara perubahanperubahan sosial dan perubahan-perubahan kebudayaan karen a sukar untuk menentukan garis pemisah antara masyarakat dan kebudayaan. Hal itu disebabkan tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan

697

sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan yang terjelma bila tidak ada masyarakat pendukungnya, Sehingga, secara teoritis dan analitis pemisahan antara pengertian-pengertian tersebut dapat dirumuskan namun di dalam kehidupan yang nyata garis pemisah tersebut sukar dapat dipertahankan. Akan tetapi, perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan kebudayaan mempunyai aspek-aspek yang sarna, yaitu keduanya bersangkutpaut dengan suatu penerimaan dari cara-cara bam atau suatu perbaikan dari cara-cara masyarakat dalam ememnuhi kebutuhankebutuhannya (Soerjono Soekanto, 1982:312).· Manusia menjadikan kebudayaan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya. Jika kebudayaan tidak dapat memenuhi kebutuhan, maka dengan sendirinya kebudayaan tersebut akan hilang. Jadi, kebudayaan mendasari dan mendorong terwujudnya . suatu keJakuan sebagai pemenuhan kebutuhan yang timbul, Kebutuhantersebut dapat berubah sesuai dengan keadaan dan waktu. Kebutuhan-kebutuhan yang berubah, menyebabkan berubah pula cara pemenuhannya dan perubahan cara pemenuhan kebutuhan akan mengakibatkan suatu masyarakat berubah.

Perubahan dalarn suatu masyarakat bisa disebabkan dari dalam masyarakat itu sendiri seperti penemuan-penemuan bam, bertambah dan berkurangnya penduduk ataupun tekanan jumlah penduduk atas mata pencaharian; dan yang disebabkan dari luar yaitu karena masuknya unsurunsur kebudayaan asing serta mempengaruhi masyarakat yang bersangkutan. Perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat yang disebabkan sesuatu hal baik dari dalam maupun dari luar, belum tentu sarna pada masyarakat lain pada situasi yang sarna. Besar kecilnya atau cepat-lambatnya suatu perubahan akan sangat ditentukan oleh masyarakat itu sendiri, Dengan kata lain bahwa kebudayaan tidaklah bersifat statis, melainkan selalu berubah. Pengaruh perubahan kebudayaan itu bisa disebabkan oleh faktor waktu dan proses alarniah akan sangat mempengaruhi bentuk bangunan, maupun lingkungannya, disesuaikan dengan dasar pemikiran, penemuan serta pengembangannya yang bersumber pada kemauan perorangan maupun kelompok masyarakatnya, Hal-hal seperti itulah yang melatarbelakangi perbedaan arsitektur tradisional di tiap daerah atau etnik tertentu dalarn perkembangannya.

Modernisasi pada zaman sekarang membuat aspek sosial budaya yang menyangga arsitektur tradisional memudar. Terjadi alienansi antara generasi modem dengan arsitektur tradisional, termasuk rasa ketidakcocokannya dalarn beberapa hal. Namun demikian sejarah tidak menjumpai adanya kebudayaan yang hilang begitu saja. Ia berkembang. Dalam hal ini, tidak bisa dielakan relasi timbal balik antara manusia sebagai pribadi dan kelompok dengan lingkungan fisiknya, bertolak dari perspektif ekologi lingkungan yang berwujud ruang dan bentuk.

698

Berkaitan dengan hal dimaksud di atas, penulisan hasil penelitian ini akan mencoba mengungkapkan lingkup masyarakat Kasepuhan Cicarucub menurut pandangan mereka, atau bagaimana eara mereka memberi makna kepada dunianya, dalam arti rnemelihara, melindungi, dan melestarikan sesuatu keadaan, kebiasaan, dan tradisi yang secara turun temurun berlanjut dari genarasi sebelumnya ke generasi berikutnya secara teratur dari pengaruh budaya luar yang menjadi dasar dari perilaku masyarakat pendukungnya. Oleh karena itu., dasar dari perilaku masyarakat tersebut akan dicoba dirumuskan berdasarkan pengkajian arsitektur tradisional rumahnya. Di samping itu, bagaimana cara berpikir mereka yang diekspresikan dalam arsitektur rumah, terutama rumah Kasepuhan (Olot) sebagai sentral atau pusat bila tidak memperhatikan bahwa hal itu berhubungan juga dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya. Oleh karena itu, selain merupakan sebuah konservasi, juga bagaimana hubungan sebuah konservasi pada masyarakat Kasepuhan Cicarucub dengan arsitektur tradisionaI rumahnya.

C .. Konservasi Tradisional Masvarakat Kasepuhan Cicarucub

1. Konservasi yang Mengatur Hubungan Manusia dengan Alam

Dengan luas keseluruhan lebih kurang 5 juta kilometer persegi dan lebih kurang 17.000 pulau. Indonesia merupakan negara kepulauan tropis terluas di dunia. Dengan posisi yang membentang sekira 5.000 kilometer di garis khatulistiwa, Indonesia diperkirakan memiliki tidak kurang dari 47 tipe ekosistem yang kaya aneka ragam hayati. Kekayaan hayati ini telah menghidupi lebih dari 500 kelompok etnis asli penghuni negeri ini selama ratusan bahkan ribuan tahun. Mereka hidup tersebar mulai dari daerah pantai sampai daerah pegunungan. Pengetahuan mereka tentang lingkungan lokalnya berkembang dari penglaman sehari-hari, Dari sistem pengetahuan lokal ini, kebudayaan mereka terus beradaptasi dan berkembang agar marnpu mengatasi persoalan yang muncul.

Salah satu hasil dari perkembangan kebudayaan tersebut adalah terciptanya suatu sistem pengelolaan atas sumber daya alam yang mampu menjarnin pemenuhan kebutuhan mereka secara berkesinambungan. Berbagai tradisi, upacara adat, kepercayaan, arsitektur, dan tindakan sehari-hari mengandung makna yang dalarn atas hubungan mereka dengan lingkungan. Konservasi tradisional yang didasari nilai-nilai dan kearifan lingkungan ini, telah terbukti mampu mempertahankan kehidupan mereka selama berabadabad di lingkungannya. Hal ini menjadi sangat penting diungkapkan di tengah pergulatan kita mencari pemecahan atas persoalan-persoalan lingkungan khususnya kerusakan sumber daya alam yang muncul sebagai dampak pembangunan. Pertanyaannya: apa dan bagaimana konservasi

699

tradisional ini bisa memberi konstribusi terhadap tercapainya pembangunan di Indonesia?

Bagaimanapun, keberhasilan sebuah konservasi tidak hanya ditentukan oleh banyaknya pengetahuan kita tentang objek konservasi itu sendiri, melainkan yang lebih penting adalah bagaimana pandangan para pelaksana dan penerima manfaat dari usaha-usaha konservasi tersebut. Dalam hal ini masyarakat tradisional berada pada posisi sebagai pelaksana dan sekaligus penerima rnanfaat langsung atas usaha konservasi. Mereka tentu merniliki pandangan sendiri tentang konservasi. Dalam konteks demikian, j awaban penting terhadap pertanyaan di atas adalah bahwa masyarakat tradisional dengan kebudayaannya harus menjadi komponnen penting dalam strategi pembangunan di Indonesia.

Berikut ini akan diungkapkan mengenai kerarifan tradisional sebagai wujud dari sebuah konservasi masyarakat Kasepuhan Cicarucub berkaitan dengan hubungan, manusia dengan alamo Uraian ini akan rnencoba melihat bagaimana kearifan tradisional yang dilakukan masyarakat kampung adat tersebut dalam kaitannya dengan suatu pengelolaan surnber daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana, sehingga mutu dan keJestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup dapat dipertahankan, untuk menjamin pembangunan yang berkesinambungan.

Kasepuhan Cicarucub merupakan kampung adat yang terdapat di Desa Neglasari Kecamatan Lebak, Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Masyarakat . Kasepuhan Cicarucub merupakan masyarakat tradisional yang belum sepenuhnya terjangkau atau tersentuh oleh berbagai hal kemajuan atau inovasi pembangunan. Disebut masyarakat adat karena masyarakat Kasepuhan Cicarucub memiliki adat yang khas dan unik, berbeda dengan masyarakat "modem" saat ini, yaitu antara lain karena bentuk rumahnya, dalam hal ini yang disebut Rompok Ada! yang menjadi sentral bentuk rumahnya mempertahankan bentuk suhunan nonggong munding (punggung kerb au), menggunakan atap daun nipah dan atau ijuk serta bentuk bangunan rumah panggung, merupakan suatu ketentuan adat warisan karuhun (leluhur).

Ciri-ciri dari sebuah bentuk bangunan yang demikian, berkaitan pula dengan uapaya pelestarian lingkungan, masyarakat Kasepuhan Cicarucub mempunyai sistem pengetahuan tersendiri yang memiliki prinsip-prinsip konservasi tradisional.

Dalam bercocok tanam misalnya, masyarakat Kasepuhan Cicarucub tidak ditabukan menggali tanah dengan cangkul atau alat penggali tanah lainnya, karen a mereka mengangap hanya membalikan tanah bagian permukaan tanah (top soil) dengan menggunakan singkal (bajak) atau garu, yaitu sejenis alat yang terbuat dari kayu untuk membalikan tanah dan meratakan tanah seperti"sisir". Dengan cara ini lapisan-lapisan tanah bagian bawah, sebagai temp at konsentrasi partikel-partikeI penyubur tanah tidak

700

terganggu, sehingga kesuburan tanah dapat dipertahankan dalam waktu" yang cukup lama.

Selain garu juga digunakan alat tugal yang disebut aseuk atau luju, yaitu sejenis alat dari batang pohon yang njungnya runcing untuk mencocok tanah guna membenamkan bibit atau biji-biji tanaman pada bekas lubang tugalan. Sistem penanaman biji-bijian dengan cara ini, tentu tidak akan cepat merusak lapisan permukaan tanah, dibandingkan dengan sistem gaJi atau membalikan tanah. Tugalan yang membekas pada tanah, paling dalam hanya lebih kurang lima sentimeter. Dengan demikian penggunaan alat tidak akan mengganggu soliditas tanah. Berkaitan dengan hal tersebut, m;J<a secara logis bagi masyarakat Kasepuhan Cicarucub sudah turut serta membantu mempertahankan konservasi air tanah di dalam tanah, sekaligus tidak mengeksplorasi air tanah secara berlebihan. Oleh karena itu untuk memnuhi kebutuhan air masyarakat Kasepuhan Cicarucub cukup mengandalkan mata

air yang ada. "

Masyarakat Kasepuhan Cicarucub juga memiliki tabu atau pantang membuat bangunan rumah dari tembok atau mernbuat lantai dari tembok atau tegel, terutarna sekali bangunan rumah adat (rompok adat) yang berada di wilayah Cicarucub Girang, mereka diharuskan untuk membuat lantai dari papan kayu atan palupub dari bambu. Apalagi membuat dinding tembok dan pondasi dari batu. Larangan tersebut berkaitan pula dengan upaya konservasi untuk menggalitanah di tanah titipan, karena Rompok Adat berada di wilayah tanah titipan. Tabu ini, sangatlah beralasan dan sangat rasionaljika dikaitkan dengan lingkungan alamnya, karena penggalian tanah dapat mengakibatkan berubahnya struktur tanah, di samping keberadaan bangunan rompok adat berada dan berbatasan dengan hutan larangan atau "tanah titipan" atau "leuweung larangan" dengan posisi geografis berada pada kemiringan tanah yang bisa berakibat terjadinya longsor.

Larangan tersebut sekaligus akan membantu memperluas wilayah penyerapan air ke dalam tanah. Dengan demikian tabu atau larangan sangat rasiona1 bila dikaitkan dengan keadaan lingkungannya. Dengan kondisi tanah yang demikian, masyarakat Kasepuhan Cicarucub juga menyadari terhadap usaha pemeliharaan alam rnelalui cara-cara seperti membuat sengkedan atau terasering pada lahan yang mempunyai kemiringan. Selain itu, ada .larangan pengambilan apapun dari hutan larangan, baik kayu atau bambu dengan cara penebangan atau turnbang dengan sendirinya sekalipun hanya rantingnya, Hal itu dimaksudkan dengan alasan agar tingkat kesuburan tanah tetap terjaga, juga untuk ketersediaan air yang menjadi sumber kehidupan bagi

kepentingan bersama masyarakat Kasepuhan Cicarucub. "

Unsur flora alami yang ada di wilayah "tanah titipan" termasuk di dalamnya Rompok Adat sangat terjaga kelestariannya dan menjadi bagian alarn yang menonjol. Kelestarian tersebut bukan merupakan gejala alami tetapi merupakan wujud pelestarian lingkungan hasil dari pengenadalian

701

budaya atau adat yang sampai saat ini masih dipertahankan, mereka percaya bahwa lingkungan alam tempat tinggal mereka dikuasai dan dikendalikan oleh tabu atau pantang.

Juru basa atau kuncen di percaya masyarakat Kasepuhan Cicarucub sebagai orang yang mampu berhubungan dengan leluhur yang tinggal di sekitar hutan larangan dan makam keramat, di sarnping sebagai penghubung mereka yang datanguntuk maksud tertentu dengan olot atau kasepuhan, juga dapat menjadi penghubung antara penunggu makam keramat (mahluk gaib) denganorang-orang yang mempunyai"maksud" jiarah ke makam keramat, oleh karena itu bagi semua orang yang ingin masuk kemakam keramat harus mendapat izin dari kasepuhan setelah (direkeskeun) terlebih dahulu, danjuru basa atau kuncen bertugas untuk mengantarkannya dengan persetujuan kasepuhan.

Di wilayah hutan larangan (leuweung larangan) ditabukan untuk memanfaatkan segala sumber daya dari hutan itu. Segala sesuatu dibiarkan berlangsung secara alami, masyarakat dilarang menebang pohon bahkan memungut pohon yang tumbang atau ranting yangjatuh dari pohon pun. Jika rnelanggar tabu tersebut, maka orang tersebut akan mendapat sanksi atau malapetaka yang menimpa dirinya. Mereka percaya bahwa di hutan keramat itu tinggal mahluk-mahluk gaib yang menguasai serta mengendalikan seluruh wilayah Kasepuhan Cicarucub. Masyarakat Kasepuhan Cicarucub khusunya dan . masyarakat Desa Neglasari· pada umumnya sangat percaya bahwa mahluk-mahluk gaib itulah yang menetapkan aturan-aturan yang berupa tabutabu yang secara turun-temurun ditaati oleh semua orang termasuk kasepuhan dan kuncen, dan dipelihara kelangsungannya sampai sekarang, Ketaatan terhadap tabu yang berlaku tersebut, didsarkan oleh rasa takut akan akibat yang harus ditanggung, jika terjadi suatu pelanggaran,

Tabu atau pantang yang berlaku di Kasepuhan Cicarucub ini secara tidak langsung mengatur hubungan antara manusia dengan lingkungan alamnya

Kearifan tradisional d.i Kasepuhan Cicarucub terihat pula dalam pemanfaatan air. Untuk sarana air minum dan mandi masyarakat Kasepuhan Ciearucub memanfaatkan sumber air dari pegunungan. Air yang berasal dari sumber air dialirkan melalui talang"pipa bambu" ke tempat pemandian atau pancuran, yang ada di atas kolam. Buangan air paneuran di tampungdi kolam yang dimanfaatkan untuk memelihara ikan. Sedangkan untuk makanan ikan didapat dari sisa-sisa makanan yang terbuang dari sisa-sisa makan yang terbuang saat cud piringbekas makanan atau perabotan lain bekas memasak, atau tinja mansuaia pada saat huang hajat. Cara ini merupakan perwujudan masyarakat Kasepuhan Cicarucub dalam usaha heradaptasi dengan lingkungan a1amnya, yakni memanfuatkan air untuk memnubi kebutuhan hidupnya secara maksimal dengan pengetahuan-pengetahuan tradisional yang mereka miliki.

Dalam kondisi geografis yang demikian dapatlah dimengerti bila timbul kesadaran masyarakat Kasepuhan Ciearucub terhadap upaya pelestarian alam, baik yang diIakukan melalui eara yang bersifat teknis

702

rasional maupun melalui cara-cara tradisional yang berdasarkan sistem kepercayaan (tabu atau pantang). Demikianlah, bagi masyarakat Kasepuhan Cicarucub kesadaran akan hubungan mereka dengan alam memiliki corak menjaga kelestarian lingkungan yang bersumber pada kepercayaan tradisional. Kiranya dapat dimengerti bahwa masyarakat Kasepuhan Cicarucub menunjukkan hubungan dengan ekosistem di sekitarnya adalah rumit dan multi dimensional. Mereka memiliki sistem kepercayaan, pranata adat, pengetahuan dan cara pengelolaan atas sumber daya alam secara lokal. Dan sebagai suatu komunitas mereka memiliki kebergantungan dan keyakinan rohani tentang ekosistem setempat (tanah dan hutan) sehingga pengelolaannya dilakukan dengan aturan adat yang ketat, Dengan pemahaman masyarakat tradisional yang mendalam tentang dimensi budaya dan keyakinan rohani terhadap ekosistem lokal (tanah dan hutan), maka mereka yang tinggal di kawasan tersebut mempunyai kepentingan jangka panjang untuk memelihara keberlanjutan sumber daya yang ada supaya tetap lestari dan menjadi lingkungan yang indah. Hal tersebut, menunjukkan bahwa kebudayaan tradisional khusunya dalam pengelolaan sumber daya alam secara tradisional telah memiliki prinsip-prinsip konservasi, ialah:

a. rasa hormat yang mendorong keselarasan atau harmoni hubungan manusia dengan alam sekitar dalam hal ini masyarakat tradisional, lebih condong memandang dirinya sebagai bagian dari alam itu sendiri.

b. Rasa memiliki yang eksklusif bagi komunitas atas suatu kawasan atau jenis sumber daya alam tertentu sebagai hak kepemilikan bersama. Rasa memiliki ,W mengikat semua warga untuk menjaga dan mengamankan sumber daya alam agar tetap lestari.

c. Sistem pengetahuan masyarakat setempat yang memberi kemampuan kepada masyarakat untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam memanfaatkan sumber daya alam yang terbatas.

d. Daya adaptasi dalam penggunaan teknologi sederhana yang tepat guna dan hemat energi sesuai dengan kondisi alam setempat.

e. Sistem alokasi dan aturan penegakan adat yang bisa mengamankan sumber daya milik bersama dari penggunaan berlebihan. Dalarn hal ini masyarakat tradisional memiliki pranata dan hukum adat yang mengatur semua aspek kehidupan bermasyarakat.

Paparan di atas, membuktikan bahwa sistem pengetahuan lokal, kearifan masyarakat atas perilaku alam dan diikuti dengan praktek pengelolaan sumber daya alam secara tradisional merupakan pilihan yang bijaksana untuk mempertahankan keberlanjutan fungsi lingkungan alamo Sebagai suatu sistem yang bersifat lokal, upaya-upaya pemanfaatan dan pengelolaan surnber daya alam oleh masyarakat tradisional boleh dikatakan sudah teruji. Oleh karena itu, kearifan tradisional ini harus dipelihara dan

703

dikembangkan karena merupakansumbangan bagi tercapainya pembangunan berkelanjutan di Indonesia secara menyeluruh.

2. Konservasi vang Mengatur Hubungan Antarmanusia

Banyak kenyataan yang menunjukkan masyarakat pedesaan masih menggunakan unsur-unsur kepercayaan, adat istiadat, biarpun mereka tetap berpegang pada norma-norma yang merekaanut.Bahkan tidakjarang terjadi berbenturan antara norma agama dengan unsur-unsur kepercayaan.

Masyarakat Kasepuhan Cicarucub seluruhnya beragama Islam. Di samping itu, mereka juga memiliki adat istiadat dan kepercayaan warisan leluhumya, Sudah tentu dalarn melaksanakan kehidupan sehari-hari, pola kehidupan yang dilandasi ajaran agama Islam, berbaur dengan usnur-unsur kepercayaan dan adat istiadanya. Olehkarena itu, dalam kehidupan seharihari masyarakat Kasepuhan Cicarucub, kearifan tradisional tidak hanya berdasarkan norma-norma agama Islam, akan tetapi juga norma-norma yang berasal dari sistem kepereayaan, adat istiadat serta mitologi yang masih dipegang.

Kasepuhan Cicarucub merupakan kampung adat yang masyarakatnya masih berusaha memelihara dan melaksanakan norma-norma adat istiadat warisan nenek moyang, sehingga norma-norma adat itu masih dapat berlangsung hingga sekarang. Teguhnya masyarakat Kasepuhan Cicarucub untuk tetap bertahan dengan warisan adat nenek moyangnya, membuat masyarakat di luar Kasepuhan Cicarucub pun menghormati dan percaya bahwa siapa pun yang melanggamya akan mendapat sanksi yang sarna dengan warga masyarakat Kasepuhan Cicarucub. Dalam penyebaran syiar islam pun, sebagai satu-satunya agama yang dianut masyarakat Kasepuhan Cicarucub, para ustadz dan kiai selalu menyelaraskannya dengan adat istiadat yang berlaku di Kasepuhan Cicarucub. Upaya ini ditempuh untuk menjaga keselarasan dan keserasian kehidupan antarmanusia di Kasepuhan Cicarucub agar tidak terjadi benturan-benturan yang adapat mengganggu keserasian hidup.

Masyarakat Kasepuhan Cicarucub percaya, bahwa pembinaan untuk menciptakan keserasian hidup bermasyarakat harus dimulai dari lingkup masyarakat yang paling .kecil, yaitu diri sendiri, keluarga, kemudian diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai upaya untuk menciptakan hal tersebut, masyarakat Kasepuhan Cicarucub telah terbisa menjalin kerukunan bermasyarakat dengan cara melakukan hal-hal yang bersifat koordinatif, antara lain saling tolong menolong dan bergotong royong dalam berbagai bentuk dan cara, baik dalam kegiatan yang berhubungan dengan adat istiadat, yang memungkinkan ikatan batin yang kuat di antara sesama warga, atau dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan ..

Menurut pandangan masyarakat Kasepuhan Cicarucub, hal yang paling universal bagi manusia dalam menjalani kehidupan adalah mewujudkan keserasian hidup, dengan kata lain hidup tertib, aman dan

704

sejahtera lahir dan batin. Untuk menciptakan hal tersebut manusia dituntut untuk berperilaku baik, baik menurut diri sendiiri, menurut orang lain, menurut agama atau kepercayaan dan adat istiadat. Manusia harus sadar bahwa ia tidak akan marnpu hidup sendiri tanpa bantuan dan peran serta orang lain. Oleh karena itu, para orang tua telah menanamkan sikap-sikap baik kepada anak-anaknya sejak dini. lni membuktikan bahwa lembaga keluarga dan peranan orang tua dalam sosialaisasi atau penanaman nilai-nilai budaya sangat penting. Hubungan yang baik dalam rumah tangga akan berpengaruh kepada hubungan dalam hidup bertetangga atau hidup bermasyarakat, baik sebagai warga Kasepuhan Cicarucub maupun sebagai

warga Desa Neglasari. . ..

Untuk menuju ke arab kehidupan bermasyarakat yang hannonis, di Kasepuhan Cicarucub terdapat tiga figur kepemimpinan yaitu figur kepemimpinan formal yang disebut lurah (kepala desa), figur kepemimpinan adat yang disebut kasepuhan atau olot, dan figur penyambung lidah atau mediator kepada kasepuhan yang disebut juru basa atau kuncen. Figur kepemimpinan formal diangkat berdasakan pemilihan langsung oleh masyarakat. Cara ini dimaksudkan agar figur kepemiropinan . tersebut merupakan figur yang berkenan di hati masyarakat dan dapat diandalkan dalam menerima aspirasi masyarakat, sedangkan pimpinan adat dan 'Juru basa-nya terwujud berdasarkan adat yang berlaku yaitu berdasarkan kepercayaan yang turon temurun.

Kedua pimpinan dan juru basa akan menjadi anutan masyarakat Kasepuhan Cicarucub dan mempunyai wewenang memimpin dan mengatur seluruh warga masyarakat. Lurah atau Kepala Desa berperan terutama sebagai mediator pesan dan instruksi yang datangnya dari pemerintah desa termasuk menanamkan kesadaran bemegara, menanamkan rasa disiplin, menjagaketertiban dan keamanan linglcungan, kebersihan serta keindahan serta menjaga keselarasan antara adat dengan aturan pemerintah. Perpaduan antara adat dengan aturan pemerintah akan menghasilkan kehidupan masyarakat yang hannonis, selaras, dan seimbang, Kasepuhan atau 0101 berperan memelihara kelestarian adat, mengatur tatacara kehidupan berdasarkan adat, memberikan dan menambah pengetahuan-pengatahuan adat kepada masyarakat, dan memberikan nasihat-nasihat agar masyarakat patuh kepada adat, serta mengawasi jangan sampai terdapat warga masyarakat yang melanggar adat, termasuk di dalamnya memelihara temp atternpat keramat atau pun tanah titipan. Begitu haInya Juru Basa ataliKuncen.

Masyarakat Kasepuhan Cicarucub merupakan masyarakat yang baik, taat dan patuh dalam melaksanakan adat istiadat maupun aturan-aturan yang bersifat formal yang datang dari Iembaga pemerintahan, sebingga kedua pemimpin baik formal maupun adat dapat berperan aktif secara harmonis dalam melaksanakan tugasnya masing-masing.

705

Wujud nyata kehannonisan dan keselarasan hidup antar warga masyarakat Kasepuhan Cicarucub, tampak dalam segala aktivitas kehidupan yang sifatnya massal seperti haj atan pemikahan maupun khitanan.

a. Perkawinan dan Khitanan

Di Kasepuhan Cicarucub tidak diperkenankan hahadean atau bobogohan (berpacaran) terla1u lama, jugatidak diperbolehkan papacangan (tunangan). sebagai ikatan setengah resmi. Menurut pandangan mereka perkawinan yang secepatnya adalah lebih baik agar terhindar dari perbuatan zina atau gunjingan tetangga. Apabila ada seorang pemuda menaruh hati pada seorang gadis dan gadis itu membalasnya, maka barns secepatnya memberi taliu orang tua untuk melamar gadis itu dan menentukan hari pemikahannya.

Biasanya apabila si pemuda telah memberitahukan keinginannya, maka orang tua atau salah seorang kerabatnya akan datang ke orang tua si gadis dan menyatakan keinginan anaknya ngalamar (melamar). Apabila lamaran itu diterima, maka mereka berembug untuk menentukan hari baik pemikahan anak-anaknya. Kedua orang tua calon pengantin datang ke Kuncen atau Juru Basa yang selanjutnya disampaikan kepada Kasepuhan, mengemukakan maksud mereka mencari hari baik pemikahan itu. Setelah dihitung dan ditentukan waktu yang baik untuk pernikahan anak-anak mereka disertai kesepakatan di antara kedua belah pihak, calon pengantin pria dan beberapa kerabatnya menemui Ketua Rukun Tetangga (RT), Ketua Rukun Kampung (RK), Kepala Desa dan Kantor Urusan Agama (KUA) untuk mengurus surat-surat keterangan, sekaligus juga memberitahu lebe (penghulu).

Warga masyarakat Kasepuhan Cicarucub yang memiliki hajatan pernikahan, tidak perlu khawatir akan bantuan tenaga manusia.Tidak perlu mendatangi rumah-rumah tetangga untuk memberitahukan maksud atau meminta bantuan, Cukup dengan berita dari mulut ke mulut. Dengan demikian akan menghemat tenaga dan waktu untuk memberitahu atau mengumumkan niatnya. Tetangga atau warga masyarakat yang mendengar beita secara estapet akan dengan sukarela datang ke rumah yang akan rnenyelenggarakan hajatan perkawinan untuk membantu dalam segala bentuk yang diperlukan untuk penyelenggaraan haiatan, baik tenaga maupun material. Sikap yang demikian dimungkinkan karena masih· tingginya rasa kekeluargaan yang tinggi dan menganggap bahwa warga satu desa semuanya saudara.

Beberapa hari menjelang hajatan para ibu sudah berkumpuI di rumah penyelenggara hajatan, guna ikut mempersiapkan masakan, mulai dari mempersiapkan penganan berupa kue-kue ataupun meracik bumbu untuk masakan. Kaum leIaki pun sama-sama berkumpul mempersiapkan diri jika diperlukan bantuannya untuk menata rumah dan mempersiapkan arena hajatan.

706

Pada malam menjelang hari pemikahan, para tetangga berkumpul untuk meramaikan suasana, tetangga Iaki-laki berbincang-bincang dengan tetangga lainnya sampai larut malam, jika perlu sampai pagi, sementara kaum ibu sibuk di dapur. Si penyelenggara hajatan pun dengan sukarela menyediakan penganan ala kadarnya berupa kue-kue ringan dan hidangan air teh atau kopi.

Sebagai pelengkap tradisi pada saat hajatan, para tetangga biasanya datang untuk nyambungan sebagai undangan. Mereka datang dengan membawa hasil bumi seperti beras, pisang, kelapa, ayam, atau makanan mentah lainnya yang pantas dan diperlukan bagi kebutuhan hajatan dan atau berupa uang. Mereka menyampaikan ucapan selamat sambil menyerabkan barang bawaan nyambungan kepada yang punya hajat dan singgah sebentar mencicipi hidangan ringan yang telah disediakan yang ditata sedemikan rupa di dalam rumah. Setelah itu pulang sambil membawa berekat dari yang punya hajat yang isinya makanan matang beserta lauk-pauk yang dikemas dalam besek atau cangkedong.

Begitu pula pada saat khitanan, persiapannya pun hampir sama, hanya pada menjelang pelaksanaan khitanan biasanya dilakukan arak-arakan anak sunat keliling kampung dengan menaiki sisingaan atau dongdang yang dibawa dengan cara digotong (dipikul dengan dua orang). Cara ini dilakukan untuk menggembirakan anak sunat, agar mereka merasa senang dan dan melupakan rasa takut dikhitan.

Pada acara hajatan, baik perkawinan atau pun khitanan biasanya diselenggarakan hiburan yang diperbolehkan oleh warga setempat. Pada saat hiburan ini para tetangga, bahkan warga masyarakat dari seputar Kasepuhan Cicarucub ikut berpartisipasi menyaksikan acara-acara ini. Hal ini menunjukkan betapa eratnya hubungan kekeluargaan warga masyarakat Kasepuhan Cicarucub dengan sesama masyarakat Kasepuhan Cicarucuh maupun dengan warga masyarakat sekitarnya.

Wujud kerukunan antara sesama warga masyarakat Kasepuhan Cicarucub tampak pada saat salah seorang warga masyarakat Kasepuhan Cicarucub membangun rumah atau memindahkan rumah. Bila salah seorang warga akan membangun rumah atau memindahkan rumah, warga masyarakat datang membantu terutama bantuan berupa tenaga, sehingga pembangunan rumah dapat diselesaikan secara cepat sebab rumah-rumah yang dibangun atau akan dipindahkan kebanyakan rumah-rumah panggung atau bilik. Pada saat melakukan peketjaan ini, warga lainnya ada yang mernbantu dengan rnemberikan bahan rnakanan terutama dilakukan oleh ibu-ibu, baik yang suaminya bekerja, maupun yang tidak dapat membantu karena mempunyai keperluan lain. Warga masyarakat yang ikut bekerja pada pembangunan rumah tersebut tidak perlu dibayar, kecuaIi tenaga-tenaga ahli seperti tukang bas atau tukang kayu.

707

Kerja bakti seperti membersihkan selokan, jalan, atau halaman akan dilaksanakan serempak oleh masyarakat warga Kasepuhan Cicarucub, kecuali pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pembangunan sarana umum biasanya dilakukan secara bergiliran. Dalam pelaksanaan kerja bakti ini tercennin sikap saling bantu dan sikap saling membutuhkan antara warga masyarakat Kasepuhan Cicarucub. Mereka tidak melihat halaman, selokan, atau jalan milik perorangan, melainkan akan dipandang sebagai suatu sarana dan prasarana kelengkapan Kasepuhan Cicarucub yang harus dikerjakan dan diurus bersama-sama.

Bentuk kerukunan hidup antaramanusia ini tidak hanya terlihat pada saat-saat menghadapi kegembiraan seperti pada perayaan pernikahan, khitanan atau bentuk lainnya. Saat suasana duka ketika salah satu warga masyarakat Kasepuhan Cicarucub ditimpa kemalangan pun, terlihat partisipasi aktif dari warga lainnya. MisaInya pada sat salah satu warga mengalami sakit, seorang warga akan memberitahukan kepada warga lainnya dari mulut ke mulut, melalui load speaker di masjid, atau diumumkan langsung dari bale musyawarah adat Kasepuhan. Yang mengetahui berita tersebut pasti akan datang menengok walaupun hanya sekedar ingin mengetahui jenis sakitnya dan sejauh mana kondisi sakitnya. Mereka dapat langsung memberikan bantuan jika memang si sakit perlu diberi bantuan, misalnya perlu dibawa ke rumah sakit atau memerlukan langkah-langkah pertolongan lebih lanjut.

Warga masyarakat yang tidak mampu memberikan bantuan seperti langkah-Iangkah eli atas, akan dengan sukarela menyampaikan doa-doa bagi si sakit dan dorongan moral bagi keluarganya. Jika perlu mereka menyediakan diri tidur di rumah si sakit secara bergiliran (kemit) sebab si sakit harus terus ditunggui untuk dilayani kebutuhannya. Jika hanya mengandalkan keluarga si sakit saja tentu tidak mungkin karena stamina yang terbatas jika barns menunggui siang dan malam. Tidak jarang warga yang datang menengok membawa sekedar makanan yang mengandung gizi tinggi dan mengundang selera makan bagi si sakit. Dengan maksud agar si sakit dapat makan banyak. makanan bergizi danbervitamin, sehingga akan mempercepat proses kesembuhannya atau kalau tidak bisa dimakan oleh si sakit, . bisa dimakan oleh si penunggu. Hal demikian, bagi masyarakat Kasepuhan Cicarucub sudah menjadikan kebiasaan dan berakar dengan tidak berharap balasan dari orang yang dilayat.

b.Kemati8n

Apabila salah seorang warga Kasepuhan Cicarucub meninggal, partisipasi masyarakat lainnya jauh lebih banyak dan partisipatif mengingat tata cara pengurusan kematian jauh lebih banyak dan rumit dibandingkan dengan mengurus orang yang sakit. Di samping itu, secara otomatis warga

708

lainnya akan memberitahukan dengan berbagai eara, dapat melalui mulut ke mulut, kentongan, atau load speaker. Kenal atau tidak kenal terhadap orang yang meninggal atau keluarganya, mereka akan segera datang ke rumah orang yang mendapat papait (musibah). Kaum laki-laki segera mempersiapkan memandikan mayat, mengafani dan mempersiapkan untuk menggali liang lahat (kuburan) di temp at yang telah disepakati untuk penguburan. Sedangkan para ibu yang melayat ke rumah duka, biasanya membawa sesuatu yang bermanfaat bagi keluarga yang ditinggal, roisalnya

beras atau uang. .

Kerukunan sikap masyarakat Kasepuhan Cicarueub yang harmonis dan selaras terus dipelihara dan dipertahankan. Sikap demikian merupakan perwujudan dan keinginan dari semua pihak, baik dari pihak warga masyarakat sendiri di bawah para pengawas aparat pemimpin formal seperti lurah maupun pemimpin informal dalam hal ini kasepuhan dan perangkatnya.

Dalam hal pengendalian sosial yang mengatur hubungan antarwarga di Kasepuhan Ciearueub, peranan olot atau kasepuhan dirasakan lebih berpengaruh jika dibandingkan dengan pemirnpin lainnya. Hal ini diroungkinkan karena kasepuhan dianggap dapat membawa masyarakat ke dalam kehidupan yang dicita-citakan bersama, yaitu mewujudkan kehidupan masyarakat yang serasi, selaras dan seimbang dalam mencapai kesejahteraan lahir batin, Kasepuhan juga berperan memelihara kelestarian adat, mengatur . tata eara kehidupan warganya sesuai dengan adat istiadat yang berlaku dan

meroberi petuah-petuah kepada warga masyarakatnya jangan sampai ada warga masyarakat yang melanggar adat. Demikian juga, Kasepuhan berperan dalam menanamkan rasa patuh terhadap aturan-aturan pemerintah sebab menurut pandangannya segala peraturan, baik yang berasal dari pemerintah ataupun yang berasal dari adat yang dianggapsebagai aturan dari nenek moyang, adalah sesuatu hal yang akan membawa manusia ke arah kebaikan. Oleh sebab itu aturan-aturan ini perlu dan harus dipatuhi,

Penghargaan yang sangat tinggi dari warga masyarakat terhadap peran kasepuhan disebabkan oleh beratnyapersyaratan untuk menjadi kasepuhan di Kasepuhan Cicarucub, yaitu:

• Kasepuhan hams merupakan turunan langsung dari kasepuhan sebelumnya, karena dianggap akan marnpu melaksanakan tugas-tugas, mengingat anak-anak kasepuhan sejak kecil telah diperkenalkan dan diajarkan mengenai kewajiban-kewajiban menjadi seorang kasepuhan.

• Kasepuhan harus seorang laki-Iaki. Pertirnbangan ini diambil agar kasepuhan dapat terus bekerja tanpa terganggu oleh kekurangankekurangan yang dimiliki oleh kaum wanita seperti keterbatasan fisik, masa-masa haid atau nifas.

• Kasepuhan harus sebat rohani dan jasmani agar dapat memutuskan persoalan dengan menggunakan akal sehat.

709

• Kasepuhan harus orang dewasa secara fisik maupun psikis, diharapkan dengan kedewasaan yang dimiliki dapat rnelaksanakan dan mematuhi ketentuan-ketentuan adat,

• . Kasepuhan hams taat kepada pantangan-pantangan atau pamali tertentu yang dikenakan kepada dirinya dan harus memberikan contoh tentang kepatuhan kepada masyarakat,

Peraturan adat dan aturan pemerintah yang ketat, serta pembinaan kerukunan bermasyarakat yang tidak pemah berhenti bukan jaminan suatu masyarakt terhindar dari konflik dan masaIah, termasuk pada warga masyarakat Kasepuhan Cicarucub, konflik antara sesama warga memang dapat saja teIjadi dan biasanya berupa percekcokan atau perselisihan di Iingkungan keluarga, di lingkungan tetangga atau warga sekampung. Penyebab timbuInya perselisihan di lingkungan keluarga di antaranya adalah karena kecembuuruan antara suami isteri, kehidupan keluarga yang tidak harmonis, kasus penyelewengan, atau mungkin karena masalah anak. Perselisihan di lingkungan tetangga biasanya disebabkan oleh maslahmasalah anak, perbedaan persepsi tentang batas-batas tanah milik, maslah warisan, dan sebagainya. Selain itu kerap terjadi pula pelanggaranpelanggaran terhadap ketentuan adat yang berlaku.

Masalah-masalah yang terjadi di lingkungan keluarga biasanya tidak sampai muncul ke permukaan, sehingga tetangga dan ketua adat dalam hal ini Kasepuhan tidak mengetahui maslah-masalah tersebut. Ini terjadi karena kebanyakan masyarakat pedesaanmempunyai sifat yang implusif atau tertutup, malu, jika masalah keluarga sampai terdengar oleh orang lain, dan sikap pasrah, yang menganggap setiap persoalan merupakan cobaan dari Tuhan. Jika maslah perselisihan di lingkungan keluarga cukup gawat, barulah para aparat yang terdiri dari Kasepuhan, tokoh masyarakat, atau tokoh-tokoh masyarakat yang bisa dipercaya mendamaikan dan memusyawarahkan jalan keluar masalah tersebut. Lain halnya dengan perselisihan yang terjadi di lingkungan tetangga, maslah ini cepat diketahui tetangga lainnya.

Penyelesaian perselisihan yang terjadi di lingkungan rumah tangga biasanya oleh Kasepuhan, ketua agama, dan tokoh-tokoh masyarakat dengan jalan dimusyawarahkan atau diriungkeun. Kemudian diberi nasihat, agar suami istri dapat hidup rukun dalam mengarungi kehidupan rumah tangganya, Jika hidup rukun akan tercipta keluarga yang sakinah menurut ajaran Islam yang mereka anut.Dalam mengurus anak hendaknya ditanamkan rasa saling menyayangi dan perasaan cinta kasih. Dengan caracara ini biasanya keretakan yang terjadi dapat diperbaiki, jarang masalahnya berlanjut sampai ke tingkat pengadilan.

Kasus-kasus penyelewengan biasanya diselesaikan dalam riungan yang dilakukan anatara pihak yang menyeleweng dengan Kasepuhan, tokoh agama, dan tokoh-tokoh masyarakat. Dalam riungan tersebut, pihak pelaku

710

penyelewengan akan diberi nasihat dan penjelasan bahwa perbuatan tersebut tidak baik, bukan hanya menurut adat atau menurut pandangan masyarakat, tetapi akan berdosa hukumnya menurut pandangan agama. Pada kasus penyelewengan ini biasanya tidak cukup diselesaikan secara intern, melainkan diselesaikan sampai ke tingkat desa.

Tindakan-tindakan tokoh-tokoh adat, masyarakat, dan pemerintah dalam penyelesaian kemelut-kemelut perselisihan yang menyangkut hubungan di antara sesama warga masyarakat adalah sebagai berikut: Tokoh masyarakat atau Kasepuhan akan mendatangi pihak-pihak yang 'berselisih secara terpisah untuk mendengarkan secara langsung duduk persoalarmya. Keterangan-keterangan inilah yang akan dijadikan dasar untuk menentukan sikap dan langkah dalam menengahi persoalan. Kemudian tokoh-tokoh tersebut akan memanggil kedu pihak untuk bersama-sama menyelesaikan masalah, lalu memberikan nasihat dan wejangan tentang arti penting kehidupan bertetangga, beragama, bernegara dan sebagainya. Hingga pihakpihak yang berselisih mau berdamai dan memahami semua nasihat yang diberikan. Dengan cara-cara demikian, diharapkan setiap perselisihan antara sesama warga yang berat sekalipun dapat diselesaikan dengan baik tanpa harus diselesaikan di tingkat pengadilan pemerintah.

Nasihat dan wejangan terns dilakukan dalam berbagai acara, seperti pada acara pengajian, selamatan, dan sebagainya. Upaya terus dilakukan sebagai tindakan pencegahan, agar tidak terjadi perselisihan antara sesama warga. Wejangan atau nasihat yang paling efektif diterapkan adalah yang berkaitan dengan adat yang diucapkan oleh para orang tua. Ucapan-ucapan tersebut di antaranya ialah bahwa dengan tetangga kita harus baik, tetapi hendaknya jangan terlalu erat dan intim, jika terlalu intim selalu saja mengundang keburukan karena secara tidak sadar kita akan menggunjingkan dan mengumpat orang lain, yang akibatnya akan timbul sikap saling menyalahkan dan membela pihak-pihak tertentu, sampai akhiroya terjadi pertengicaran.

Adat lainnya yang berlaku di Kasepuhan Cicarucub adalah tabu yang melarang kaum ibu sisiaran (saling menyiangilmencari kutu) di depan pintu (golodog), karena kebiasaan ini sering berlanjut dengan menggunjingkan

orang lain. . "

Adat yang berupa ungkapan untuk memelihara kerukunafi hidup antarwarga adalah dulur nu jauh sok rajeun jadi batur, tapi batur sok rajeun jadi dulur (saudara kalau jauh sering menjadi orang lain, tetapi orang lain kalau dekat tentu akan menjadi saudara), hal tersebut membuktikan bahwa dengan tetangga harus saling to long menolong, saling bantu terutama jika terjadi musibah atau mendapat kesulitan (karerepet).

711

3. Klnservasi Tradisional vaog MengalDr Keamaolo

Salah satu syarat bagi kelangsungan hidup masyarakat adalah keamanan dan ketertiban. Dengan terjaminnya keamanan maka warga masyarakat dapat melangsungkan kebidupan dengan tenang dan damai. Demikian juga di Kasepuhan Cicarucub sebagai satuan lingkungan hidup masyarakat tidak terlepas dari faktor-faktor yang berkaitan dengan pemeliharaan keamanan lingkungan secara umum sistem pemeliharaan keamanan terbagi menjadi dua mac am, yaitu formal dan nonformal.

Adapun yang dimaksud dengan sistem pemeliharaan keamanan formal adalah sistem pemeliharaan yang diatur seeara formal dan dilaksanakan oleh petugas aparat pemerintahan desa. Sedangkan sistem pemeliharaan keamanan nonfonnal adalah sistem pengaturan kemanan berdasarkan adat kebiasaan yang dilaksanakan oleh warga masyarakat secara tradisional, meskipun dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari koordinasi dengan aparat pemerintahan desa, dalam hal ini aparat Desa Neglasari.

Kasepuhan Cicarucub, sebagai satuan lingkungan tempat tinggal, merupakan salah satu wilayah administrasi pemerintahan daerah. Dalam hal pemeliharaan keamanan, terdapat satuan tugas aparat keamanan yang tergabung dalam lembaga yang disebut dengan Hansip (pertahanan Sipi!). Hansip yang merupakan aparat keamanan formal selalu mengadakan koordinasi dengan aparat nonformal yang dipimpin oleh kasepuhan, dalam arti pemeliharan keamanan disesuaikan dengan sistem kemanan berdasarkan kebiasaan yang berlaku (adat). Dalam pemeliharan keamanan tersebut, aparat kemanan memanfaatkan sistem keamanan lingkungan yang sudah menjadi adat kebiasaan setempat. Seeara tradisi masyaralcat Kasepuhan Ciearueub sudah memiliki sistem keamanan lingkungan tersendiri yang masih terikat oleh norma-norma adat, Dalam sistem kemanan di Kasepuhan Ciearueub sudah dikenal pembagian tugas menjaga kemanan yang disebut ngaronda. Mekanisme pelaksanaannya diatur kasepuhan, yakni dengan mengatur jadwal giliran ronda bagi anggota masyarakat sebagai tenaga pembantu aparat kemanan formal (Hansip). Dalam hal teknis pelaksanaan pemeliharaan kemanan masih digunakan sistem komunikasi tradisional, yaitu peralatan yang disebut kohkol (kentongan).

Ketertiban dan keamanan menurut 0101 hams dimulai dari diri kita, kehidupan keluarga, kebidupan bertetangga, warga se-kasepuhan kemudian warga sedesa dan seterusnya. Oleh karena itu, menjaga ketertiban dalam melangsungkan kehidupan dalam suatu komunitas mutlak diperlukan. Demikian pula, warga masyarakat Kasepuhan Cicarucub senantiasa memelihara keamanan dan ketertiban dengan melakukan ronda malam, menjalin hubungan kekeluargaan dengan eara to long menolong dan mengadakan kebersihan lingkungan untuk menjaga kesehatan.

712

Salah satu cara pemeliharaan keamanan dan ketertiban adalah dengan menanamkan nilai-nilai yang terkandung daIam aturan-aturan adat. Masyarakat Kasepuhan Cicarucub selalu berusaha melaksanakan aturanaturan adat, karena jika mereka melanggar aturan tersebut maka akan terkena sanksi yang umumnya berupa peringatan atau teguran keras dari kasepuhan. Upaya pemeliharan ini dituangkan dalam aturan-aturan adat berupa pamaJi (tabu) yang dipatuhi masyarakat. Tabu atau larangan yang berkaitan dengan usaha pemeliharaan keamanan dan ketertiban semisal larangan untuk tidak mengambil ranting kayu apalagi menebang kayu eli leuweung larangan (hutan keramat), hal ini berkaitan dengan adanya upaya keamanan eli hutan agar tidak terjadi pencurian kayu dan sekaligus menjaga kelestarian hutan, karena bila terjadi pencurian kayu di hutan sumber kebidupan dalam hal ini ekosistem di wilayah Kasepuhan Cicarucub terganggu.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa sistem yang berlaku dan adat istiadat yang diturunkan dari nenek moyang Kasepuhan Cicarucub memiIiki aspek konservasi khususnya dalam mengatur keamanan dan ketertiban warga masyarakat sekitarnya.

4. Konservasi yang MengaWr Keberslban UngklDgan

Kebersihan lingkungan pada masyarakat di manapun selalu merupakan satu kesatuan yang menyangkut pemukiman tempat tinggal, akan tetapi suatu masyarakat di lingkungan pemukiman tertentu, sesuai dengan adat-istiadatnya akan memiliki konsepsi sendiri dalamhal pemeliharaan kebersihan lingkungan. Konsepsi pemeliharaan kebersiban lingkungan tersebut berkaitan dengan konsep-konsep lainnya yang terkandung dalam nilai-nilai budaya masyarakat yang bersangkutan.

Pada masyarakat Kasepuhan Cicarucub pemeliharaan kebersihan lingkungan berkaitan dengan konsep tata ruang dan tata guna lahan serta konsep sosial. Secara umum konsep tata ruang pemukiman terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu tempat tinggal atau rumah, ruang produksi atau tempat kegiatan ekonomi, ruang distribusi, ruang konsumsi, ruang rekreasi yang memiliki fungsi kegiatan sosial atau keluarga.

Konsep-konsep yang ada dan terlihat pada masyarakat Kasepuhan Cicarucub tercermin dari konsep-konsep budaya tersendiri untuk mengatur kebersihan lingkungan dalam kehidupan sosial mereka sehari-bari. Dalam hal ini mereka memiliki konsep bersih atau kotor yang sudah terpolakan dalam adat istiadat.

I. TempalP,oduksi

Tempat produksi adalah suatu areal atau laban yang dapat mengbasilkan barang yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat atau bernilai

713

ekonomis. Yang termasuk katagori sebagai temp at produksi di antaranya kebun, sawah, kandang temak, dan kolam.

Dalarn pengo laban ruang atau laban produksi berlaku tabu-tabu tertentu, rnisalnya kebun hams terpisah dari ruang tempat tinggal atau pemukiman. Di balik itu, secara logika dapat diterirna sebagai suatu larangan yang logis. Kebun merupakan laban tanarnan yang bemilai ekonomis dan kontinuitas pengolahannya relatif tinggi. Tanarnan demikian diperkirakan menghasilkan polutan yang dapat mengganggu kebersihan lingkungan temp at tinggal, di antaranya dati pupuk organik seperti pupuk kandang dan humus yang menimbulkan bau tak sedap, dan dari limbah tanarnan yang teIah dipanen. Debu pada saat pengolahan tanah akan mengganggu kebersihan lingkungan rumah sebab rumah dianggap sebagai tempat keluarga yang memiliki fungsi tersendiri, yaitu sebagai tempat istirahat setelah melakukan berbagai kegiatan sehari-hari, Di sarnping itu rumah merupakan tempat yang harus bersih dari segala jenis kotoran. Bahkan untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah, dibuatkan sekat-sekat pemisah antara satu ruangan dengan ruangan yang lainnya. Bahkan di depan pintu masuk dan keluar rumah dibuatkan golodog, selain berfungsi sebagai tangga masuk rumah berfungsi pula sebagai tempat membersihkan kaki sebelum memasuki ruangan rumah,

Begitu pula halnya dengan letak sawah, hams terpisah dengan pemukiman. Resapan air sawah yang berlebihan dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas taneh sekitar ternpat tinggal, eli samping berakibat pula pada gangguan yang ditimbu1kan, sehingga mengganggu kebersihan Iingkungan.

Penempatan atau pembuatan kandang, seperti kandang ayam, karnbing, dan kerbau diperhitungkan dengan memperhatikan faktor kebersihan lingkungan tempat tinggaL Kandang ayam ditempatkan atau dibangun di sebeleh kin rumah dengan pertimbangan ayam akan terbindar dari pencurian dan dimakan careuh (luwak), dan polutannya tidak terlalu banyak mencemari lingkungan tempat tinggal, baik kamar maupun dapur, Sedangkan kandang kambing atau kerbau yang diperkirakan menghasilkan polutan yang Iebih banyak ditempatkan terpisah agak jauh dari rumah tinggal. Kandang kambing dibuat panggung, seperti halnya ternpat rumah tinggal namun di bagian lantainya disusun sedemikian rupa agar kotoran kambing bisa turun ke bawah atau kolong, berbeda dengan kandang kerbau yang berlantaikan tanah. Kadang kerbau ini tidak menggunakan dinding seperti halnya kandang kambing. Di dekat kandang kerbau biasanya selalu ada durukan (berupa jerami atau sisa-sisa makanan kerbau kering dibakar) gunanya untuk mengusir lalat besar (piteuk). Kotoran kambing atau kotoran kerbau dikumpulkan untuk pupuk kandang di kebun atau di sawah. Pembuatan kolam pun berorientasi pada kebersihan lingkungan rumah, di samping mernperhatikan ketinggian tanah, Kolam dibuat terpisah dati rumah tinggal, walaupun dalam jarak yang tidak terlalu jauh. Kolarn di Kasepuhan

714

Cicarucub selain merupakan ruang produksi, juga merangkap sebagai kakus. Hal itu dilakukan untuk menjaga kebersihan lingkungan di samping sebagai azas pemanfaatan kotoran manusia sebagai makanan ikan, sekaligus sebagai penerapan kebersihan lingkungan.

b. RUang ~1S(ribIlSi

Ruang distribusi, adalah ruang yang digunakan untuk menyimpan barang-barang konsumsi sebelum diproses menjadi bahan jadi. Pada masyarakat Kasepuhan Cicarucub, yang termasuk ruang distribusi. adalah tempat menyimpan padi (Jeuit). Penataan ruang distribusi ini juga., tetap berorientasi pada aspek kebersihan lingkungan, baik kebersihan terhadap tempat tinggaI, ruang distribusinya sendiri atau terhadap barang konswnsinya. Pada masyarakat Kasepuhan Cicarucub penempatan ruang distribusi ini, mengelompok dalam jarak yang agak jauh dari rumah tempat tinggal. Penataan ruang distribusi ini juga, tetap berorientasi pada aspek kebersihan Iingkungan, baik kebersihan terhadap rumah tempat tinggal, ruang distribusinya sendiri, atau terhadap barang konsumsinya.

. DaIam penerapan konsep bersih, kaitannya dengan ruang distribusi, berlaku beberapa tabu. Padi yang telah selesai dipanen dan menjadi gabah kering harus disimpan dalam leuit. Tabu jika padi disimpan di sembarang tempat karena menurut anggapan mereka, Dewi Sri sebagai Dewi Padi akan marah karena padi yang diberikannya diterlantarkan. Secara tidak langsung, cara ini menunjukkan bahwa barang-barang konsumsi utama seperti padi, mendapat perlakuan khusus, terutarna unsur kebersihannya, Cara ini sangat bermanfaat untuk menghindarkan hama-hama padi yang terbawa dari sawah dengan menempel pada padi tersebut. Pamali (tabu) lainnya yang berkaitan dengan padi yaitu, padi yang telah selesai dikeringkan (peogeringan) tabu dimasak langsung menjadi nasi. Jadi harus disimpan dulu beberapa saat di leuit dan sebelum ditumbuk terlebih dahulu harus dibawa ke kasepuhan atau otot, deogan maksud nasi yang akan dimakan atau dikonswnsi oleh mereka memberikan kekuatan untuk kelangsungan dalam hidup. Pamali ini berkaitan dengan pola hidup hemat dan tidak tergesa-gesa menghabiskan rejeki yang diperoleh.

Leuit ditempatkan terpisah dari rumah tempat tinggal, biasanya berdekatan dengan tempat menumbuk padi (saung lisung). Cara penempatan leuit ini dimaksudkan agar kulit padi atau huut (sekam) yang bisa menimbulkan gatal-gatal, tidak berterbangan ke arah rumah, hingga gangguan gataI pada kulit dan gangguan pemafasan pada peoghuni rumah dapat dihindarkan.

Ruang konsumsi seperti dapur pun. tetap berorientasi pada kebersihan lingkuogan, penempatan dapur tidak akan di depan atau di samping ruang utama seperti ruang tamu atau ruang tidur sebab dapur dikatagorikan sebagai ruang kotor, terutama asap dari hawu (tungku perapian) dan bau aroma

715

masakan. Jika penempatan dapur berdampingan dengan ruang tamu atau ruang tidur, tentu saja akan meninggalkan bau tak sedap pada ruanganruangan tersebut, Sedangkan fungsi ruangan tersebut adalah untuk istirahat

dan menerima tamu.· .

c. Ruang Rell:reasl

Ruang rekreasi, dalam tata ruang temp at tinggalyang diklasifikasikan ideal, terdapat kelengkapan-kelengkapan ruang atau tempat dengan fungsi saling menunjang satu dengan yang lainnya. Sebuah tempat tinggaJ tidaklah cukup dengan kelengkapan ruang produksi dan ruang distribusi saja, diperlukan juga ruang rekreasi. Yang dimaksud dengan ruangrekreasidalam hal ini adalah suatu temp at yang dapat digunakan sebagai sarana pemenuhan kebutuhan yang bersifat hiburan, olah raga, dan aktivitas sosial warga masyarakat. Pada masyarakat Kasepuhan Cicarucub, ruang atau tempat rekreasi berupa halaman rumah rompok adat; dan ruang tengah rumah yang sering digunakan untuk bersantai.· Dalam satuan lingkunganpernukiman

Kasepuhan Cicarucub. ..

Ruang rekreasi di Kasepuhan Cicarucub, hanya terdapat di halaman atau buruan rompok adat. Halarnan ini digunakan anak-anak untuk bermainmain, khususnya permainan tradisional khas, seperti ucing-ucingan, ucing sum put dan lain-lain, bahkan orang dewasa dan orang tua yang mempunyai waktu luang sering memanfaatkan halarnan rompok ada! ini untuk tempat

bersantai di sore hari. . ..

Sesuai dengan fungsinya sebagai ruang rekreasi, b3Jaman rumah ditata dan dipelihara kebersihannya sebagai bagian dari rumah. Kebersihan rumah biasanya dapat diukur dengan melihat kebersihan halaman. . Selanjutnya sebagai masyarakat yang memegang teguh adat istiadat, hat tersebut memunculkan hal-hal positif dalam rnenumbuhkan dan mempertebal rasa kebersamaan, terutama dalam pemeliharaan rum kebersihan halaman. Para warga yang halamannya berdekatan dengan halaman orang lain akan sukarela membersihkan halaman tetangganya, b~gitupun sebaliknYa. Tidak· pernah sekalipun terjadi penyerobotan hak milik tanah orang lain, Mereka takut akan pam ali yang melarang memindahkan batas tanah orang lain.

5. Peranal HaseplbaD/Olat dan Joru BasaIKuncen pada Masyarall:at Kasepohan Cicaracub

Di pedesaan, pemimpin tradisional memiliki peranan yang cukup penting dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Demikian juga di Kasepuhan Cicarucub yang merupakan sebuah kampung adat eli Desa Neglasari kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten, memiliki pemimpin adat yang disebut kasepuhan atau olot. Jabatan olot atau kasepuhan eli Kasepuhan Cicanicub dibedakan denganjuru basa atau kuncen.

716

Kasepuhan atau olot diperoleh secara turun temurun yang bertugas sebagai komunikator antara masyarakat Kasepuhan Cicarucub di samping sesepuh dan wawakil sepuh yang menginduk ke Kasepuhan Cicarucub dengan para leluhur daIam wujud mistis. Sedangkan kuncen yang dalam komunitas adat lain fungsinya sarna dengan olot atau kasepuhan, bertugas sebagai mediator warga masyarakat Kasepuhan Cicarucub, sesepuh, dan wawakil sepuh yang menginduk ke Kasepuhan Cicarucub secara mistis. Dalam melaksanakan tata hidup sehari-hari, masyarakat Kasepuhan Cicarucub lebih menghormati dan menyegani profil kasepuhan yang dianggap pemimpin informal tertinggi. Aturan dan tutur kata kasepuhan yang disampaikan kepada juru base: atau kuncen sangat ditaati oleh masyarakat. Oleh sebab itu kasepuhan dijadikan temp at bertanya, meminta nasihat, dan petunjuk. Dalam kehidupan sosial, kasepuhan berperan sebagai sesepuh dan pemimpin adat dalam mempertahankan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakatnya,

Selain itu, kasepuhan atau olot di Kasepuhan Cicarucub memiliki peran penting daIam aspek pemerintahan di sarnping juru basa dalam menyarnpaikan program dan pesan-pesan pembangunan. Kasepuhan pun ikut berperan membantu perangkat desa dalam menyebarkan informasi-informasi tingkat desa yang perlu disampaikan kepada warga Kasepuhan Cicarucub. Demikian pula dalam hukum, kasepuhan atau olot melaksanakan hukum adat dalarn kehidupan sehari-hari dengan berlandaskan kepada ajaran agama Islam, sebagai agama anutan masyarakat Kasepuhan Cicarucub.

Dalam aspek sosial atau kemasyarakatan, kasepuhan bertugas melaksanakan ajaran atau tatacara kehidupan sehari-hari masyarakat Kasepuhan Cicarucub, misaJnya sebagai pemimpin adat dalam upacara perkawinan, sebagai sesepuh tempat bertanya tentang hari baik, mendamaikan perselisihan serta temp at meminta petuah dan doa restu.

Dalam aspek pemerintahan, kasepuhan bertugas membantu pelaksanaan hukum dengan berlandaskan kepada ajaran agama Islam daIam kehidupan sehari-hari, Mengingat seluruh penduduk Kasepuhan Cicarucub beragama Islam, maka segala aturan adat yang berlaku dikaitkan kepada ajaran agama Islam dengan mengutip aturan dan ayat-ayat dari Al-Quran. Selain hukurn adat, dalam pelaksanaannya hukum pemerintahan pun berlaku di Kasepuhan Cicarucub, hukum pemerintahan yang berlaku di Kasepuhan Cicarucub meliputi hukwn perdata dan hukum pidana.

DaIam aspek sosiaI, kasepuhan membannr pemerintah· dalam menyampaikan program-program pembangunan seperti kependudukan, kesehatan, kebersihan, pendidikan, dan lain-lain. Peran olot atau kasepuhan dalam aspek ini dinilai efektif dan berhasil., mengingat profil kasepuhan di Kasepuhan Cicarucub merupakan figur yang sangat dihormati dan disegani, segala tutur dan perintah kasepuhan akan dipatuhi.

Kasepuhan Cicarucub merupakan salah satu kampung adat yang terdapat di Provinsi Banten. Sebagai sebuah kampung adat, tentu saja

717

masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat yang mengatur tingkah laku dan dipakai sebagai pedoman untuk bertindak bagi masyarakatnya. Adat istiadat yang dianggap sebagai warisan dari para leluhur, merupakan aturanaturan eli semua bidang kehidupan yang harus dipatuhi secara dogmatis. Olot atau kasepuhan sebagai pemimpin adat, berperan dalam mengatur dan mempertahankan nilai-nilai warisan leluhur tersebut. Begitu juga halnya dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari, roasyarakat Kasepuhan Cicarucub berpegang teguh pada penuturan olot, terutama pada hal-hal yang bersifat pengendalian sosial seperti pamali (tabu). Semisal, rompok adat yang terletak di tanah titipan Kasepuhan Cicarucub tabu. atau dilarang menggunakan atap selain atap ijuk atau daun nipah. Pelarangan ini dianggap sebagai manusia yang telah"mati", karena berada di bawah tanah. Namun apabila simak lebih jauh dan pelarangan tersebut adalah konsepsi yang tersirat dan tabu itu sendiri, yaitu upaya pemanfaatan ijuk yang banyak tersebar di lingkungan sekitar Kasepuhan Cicarucub, juga sebagai upaya mengurangi beban tanah dari tumbuan berat vertikal, mengingat kontur tanah di Kasepuhan Cicarucub labil di samping kemiringannya pun agak tinggi.

Rompok adat yang berada di Kasepuhan Cicarucub, selain atap menggunakan ijuk atau daun nipah, dindingnya pun tabu untuk menggunakan tembok. Dinding yang diperbolehkan adalah bilik atau papan. Hal ini dapat dimengerti, mengingat tanah di Kasepuhan Cicarucub merupakan tanah yang subur dan banyak ditumbuhi rumpun-rumpun bambu dan kekayuan. Sudah sepantasnya bila penggunaan bahan tersebut sebagai salah satu upaya pemanfaatan sumber daya alam yang ada, serta upaya menjaga kesehatan melalui celah-celah anyaman bilik (dinding) bisa bermanfaat juga sebagai sirkulasi udara, karena dinding rumah pun untuk rompok adat tidak boleh dicat atau dilabur dibiarkan apa adanya. Apabila dinding tersebut dicat, maka fori-fori atau celah-celah dari anyaman dinding akan tertutup sehingga sirkulasi udara tidak berjalan semestinya, begitu pula halnya dengan lantai rumah yang mengharuskan menggunakan palupuh yang terbuat dan bambu.

Kemudian dalam aspek pemerintahan dalam bidang pembangunan yang menghendaki tereiptanya pembangunan fisik secara merata di desa dan di kota. Program dan reneana dalam merealisasikannya tersebut tak semudah membicarakannya. Dalam rnerealisasikan pemerataan pembangunan tersebut, pemerintah harus mempertirobangkan dampaknya, karena bagaimana pun upaya pengembangan pembangunan akan membawa perubahan pada sistem pendukungnya.

Pengembangan dan perencanaan pembangunan fisik di perkotaan dihadapkan pada masalah-masalah, antara lain ganti rugi lahan penduduk dan relokasi penduduk yang tanahnya dipakai pembangunan. Dampak lingkungan terhadap wilayah sekitar lokasi pembangunan pun hams diperhitungkan seeara cermat, antara lain pencemaran akibat sampah atau asap, kebisingan

718

yang timbul akibat kendaraan para pengguna pembangunan, dan perubahan poia kehidupan akibat pembangunan.

Permasalahan pengembangan pembangunan di desa berlainan spesifikasiriya dengan permasalahan di kota. Pemerintah dihadapkan pada kenyataan bahwa masyarakat pedesaan masih kuat memegang adat-istiadat, salah satunya mengenai penguasaan tanah. Di kalangan masyarakat agraris, temyata tanah bukan hanya dianggap sebagai sumber penghasilan, tetapi juga merupakan sumber kehidupan dalam arti yang luas, antara lain sebagai tempat bermain, tempat tinggal, melahirkan, mengembangkan keturunan, bahkan meninggal. Tampak dengan jelas bahwa tradisi masyarakat agraris sangat berkaitan erat dengan tanah. Oleh karena itu, tanah bagi masyarakat agraris merupakan benda yang memiliki nilai tinggi dalam perjalanan hidup mereka, Hal ini tercermin antara lain dalam berbagai masalah yang berkaitan dengan tanah, selalu disertai upcara yang bersifat sakral. Adat istiadat tersebut tertanam kuat pada masyarakat pedesaan dan umurnnya mempunyai sanksi mengikat yang diterima seeara dogmatis. Kata tabu atau pamali, seringkali memperkuat keyakinan masyarakat akan pentingnya menjaga dan memelihara tanah, disertai tingginya tingkat ketakutan untuk melanggar tabu tersebut.

Berkaitan dengan pembangunan di desa yang akan membawa perubahan pada sistem pendukungnya, termasuk adat-istiadat, akan mempersulit pelaksanaan pengembangan pembangunan yang. telah ditetapkan. Untuk mencapai pelaksanaan program pembangunan tersebut diperlukan seorang mediator, yang dapat dijadikan penghubung antara pemerintah sebagai perencana dan pelaksana pembangunan dengan penduduk setempat sebagai objek pembangunan.

Peranan pemimpin tradisionaI merupakan pilihan yang paling tepat untuk dijadikan mediator tersebut. Pemimpin tradisional merupakan figur masyarakat yang akan diteladani dan aturan-aturan yang dikeluarkan olehnya ditaati serta dijalankan dengan penuh kesungguhan. Demikian juga dengan olot atau kasepuhan di Kasepuhan Ciearucub. Sebagai pemimpin tradisional, ia berperan penting dalam mengatur dan mempertahankan nilai-nilai adat yang dianut masyarakat maupun sebagai media pemerintah dalam menyampaikan program pembangunan.

Peranan kasepuhan atau olot di Kasepuhan Cicarucub dalam aspek pemerintahan dapat dilihat dari tugas-tugas yang diembannya, antara lain:

1. Kasepuhan atau olot, ikut serta dalam penyebarluasan informasi pembangunan pada masyarakat Kasepuhan Ciearueub. Program-program pembangunan yang dijalankan pemerintah, seperti ketertiban, kebersihan, lingkungan hidup, kesehatan ibu dan anak, keindahan, dan sebagainya akan berhasil dengan melibatkna olot yang dibantu stafuya dalam hal ini juru basa atau kuncen sebagai pemimpin informaL Melalui peran serta olot, informasi pembangunan akan lebih efektif sampai pada masyarakat

719

karena segala tutur olot atau kasepuhan sebagai sesepuh (tetua) masyarakat akan dijadikan pedoman dalam pelaksanaannya oleh warga masyarakat setempat.

2. Undang-undang nomor 5 tahun 1979, menentukan bahwa pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan Lembaga Musyawarah Desa (LMD) yang daIam tugasnya dibantu oleh sekretaris desa dan kepala dusun (tua kampung). Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, Kepala Desa dibantu oleh ·5 kepala urusan (kaur), yaitu kaur pemerintahan, keuangan, kesejahteraan rakyat, perekonomian, dan kaur umum. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban desa, kepala desa dan kaur wnwn dibantu oleh kepala satuan tugas (kasatgas) hansip dan tokoh masyarakat yang dianggap mempunyai pengaruh yang disegani oleh masyarakat sebagai pemimpin informal. Demikian pula di· Desa Neglasari, dalarn melaksanakan tugas sehari-hari yang menyangkut pembangunan di wilayah Kasepuhan Cicarucub, kepala Desa Neglasari selalu dibantuolor atau kasepuhan yang merupakan sesepuh dan pemimpin informal Kasepuhan Cicarucub. Dalam hal ini, olot atau kasepuhan memegang peranan untuk menjembatani warga dengan pemerintah. Olot merupakan pemirnpin adat tertinggi di Kasepuhan Cicarucub sangat disegani dan dipatuhi, terutarna dalam sikap dan ucapannya. Oleh karena itu, kekuatan atau kharisma yang dimiliki oleh otot atau kasepuhan merupakan potensi yang baik dan dapat dimanfaatkan sebagai perantara antara masyarakat Kasepuhan Cicarucub dengan pemerintahan desa dalam menyampaikan program pembangunan desa, yang justru pada pengembangan program pembangunan sering terdapat benturan antara pihak pemerintah dengan masyarakat.

3. Olot atau kasepuhan, berperan sebagai mediator yang bertugas untuk menyampaikan aspirasi warga Kasepuhan Cicarucub kepada pemerintah desa. Adapun kedudukan olot atau kasepuhan dalam pemerintahan adalah sebagai pembantu kepala desa dalarn melaksanakan tugas seharihari, terutama menyarnpaikan program pembangunan kepada masyarakat Kasepuhan Cicarucub. Secara formal tugas olot atau kasepuhart tidak dapat dimasukkan ke dalarn struktur pemerintahan desa, tetapi secara informal atau implisit posisi olot atau kasepuhan langsung berada di bawah kepala desa.

Di Kasepuhan Cicarucub tidak terdapat hukum adat tertulis secara formal, namun dalam kehidupan sehari-harinya masyarakat Kasepuhan Cicarucub masih berpegang pada hukum adat yang berupa norma dan nilai yang berlaku. Aturan-aturan seperti hukum. adat seperti hukum perdata dan hukum pidana, tetap berpedoman pada hukum pemerintah. Kaitannya dengan hukum perdata dan pidana yang dikeluarkan oleh pemerintah. Olot atau

720

kasepuhan membantu pelaksanaan hukum pemerintah tersebut dengan tidak melepaskan norma dan kaidah hukum yang ada dalam ajaran agama Islam.

Jika diamati dalam penganutan hukum, maka masyarakat Kasepuhan Cicarucub berpegang pada hukum adat yang tidak tertulis, hukum perdata dan pidana yang dikeluarkan oleh 'pemerintah dan hukum ajaran agama Islam. Ketiga hukum tersebut masih dipakai dalam menangani pennasalahan yang timbul pada masyarakat Kasepuhan Cicarucub karena dianggap dan dinilai masih relevan dengan situasi dan kondisi sekarang.

Olot atau Kasepuhan di dalam menerapkan tugas-tugasnya, terlihat dalam:

• . apabila salah seorang anggota masyarakat Kasepuhan Cicarucub melanggar atau melakukan tindakan kejahatan, maka secara adat kejadian tersebut akan dimusyawarahkan pada tingkat warga, yang dipimpin oleh olot atau kasepuhan. Dalam musyawarah tersebut dieari jalan penyelesaian masalah yang dinilai terbaik, biasanya diselesaikan secara damai atau kekeluargaan. Namunbukan berarti olot atau kasepuhan tidak memberikan sanksi, olot tetap menegakkan hukum adat dan memberikan sanksi yang berlaku. Selanjutnya diberikan nasihat agar kasus serupa tidak terulang lagi, misalnya pada kasus pencurian pelakunya akan ditindak dan dinasihati. Sanksi lain dapat dilakukan, apabila dalam musyawarah itu tidak mendapat jalan penyelesaian, maka kasus tersebut akan di bawa ke pihak pemerintahan dalam hal ini pihak kepolisisan melalui Rukun Tetangga dan Rukun Warga guna diselesaikan dengan hukum pemerintah yang berlaku.

•. Penegakan hukum lainnya, antara lain menegakkan hukum waris. Pada penyelesaian masalah hukum waris, olot atau Kasepuhan menggunakan hukum atau aturan yang ditetapkan oleh ajaran agama Islam. Pembagian hukum waris antara laki-laki dan perempuan adalah 2 berbanding 1, artinya laki-Iaki mendapatkan 2 bagian dan perempuan memperoleh 1 bagian. Harta warisan yang sering ditinggalkan oleh warga Kasepuhan Cicarueub yang sudah meninggal biasanya berupa harta benda seperti uang, emas, tanah atau rumah. Dalam pelaksanaannya, walaupun terdapat hukum Islam yang dapat digunakan dalam penyelesaian masalah warisan, tidak tertutup kemungkinan upaya musyarawar di antara keluarga yang ditinggal. Jika cara musyawarah dinilai berhasil, berarti selesai pula pembagian waris tersebut dengan cara yang baik dan lanear. Oleh karen a itu, pada masyarakat Kasepuhan Cicarucub, olot atau kasepuhan berperan penting sebagai pembagi wris. Karena olot atau kasepuhan akan dianggap bijaksana dalarn menentukan waris tersebut.

6. Rampok Adat dan Arsitebur Tradisiaoal

Rompok adat yang berada di Kasepuhan Cicarueub merupakan bentuk bangunan tradisional yang dikhususkan sebagai rumah dinas olot atau

721

kasepuhan. Bentuk bangunan rompok adat diharuskan membujur ke timur dan barat dengan arab hadap ke sebelah utara. Rompok adat berbentuk panggung, terbuat dari kayu dan bambu, serta beratapkan daun rumbia atau injuk (ijuk). Daun pintu rompok ada! terdapat dua buah, yakni daun pintu dari depan dan dapur, serta jalosi dibuat seperti tralisdengan ditutup dua buah daun jendela. Pada rompok adat di Kasepuhan Cicarucub terdapat 4 buah jendela, Batas antar rumah rompok adat dengan rumah yang lain dibatasi dengan pagar bambu, di samping itu posisi rompok adat berada paling tinggi dibanding rumah-rumah yang lainnya di Kasepuhan Cicarucub. Rompok adat bergabung dengan bale musyawarab yang ditempatkan menempel di bagian depan, oleh karena itu dari rompok adat ke bale musyawarah terdapat pintu, Hal itu dimaksudkan supaya pada saat musyawarah dilangsungkan, kasepuhan atau olot mudah masuk ke ruangan bale musyawarah terse but.

Meskipun demikian masyarakat Kasepuhan Cicarucub tidak merasa ada keterpisahan antara rompok adat kasepuhan dan warga masyarakat yang Iainnya. Dengan keadaan demikian, warga masyarakat Kasepuhan Cicarucub cukup nyaman dan betah dalam kesederhanaannya. Hal tersebut tercermin dari ungkapan: sareundeuk saigel sabobot sapihanean (seia sekata dalam hidup kesederhanaan). Di samping ungkapan tersebut, para orang tua Kasepuhan Cicarucub selalu memberikan teladan yang baik kepada generasi yang' lebih muda, Orang tua bukanlah hanya mengajarkan pengetahuan adat yang mereka ketahui, tetapi juga melaksanakannya dengan penuh kesungguhan.

Masyarakat Kasepuhan Cicarucub adalah masyarakat yang memegang teguh perkataan leluhumya untuk tetap sederhana tidak mengejar kemewahan duniawi, Hal tersebut tersirat dalam ungkapan: cegahan ku larang sepuh (dilarang oleh aturan adat). Oleh karena itu, rompok adat berbeda dengan bangunan-bangunan rumah yang lainnya di Kasepuhan Cicarucub. Rompok adat tidak diperbolehkan menggunakan bahan bangunan dari tembok, baik dinding atau pun lantai. Bentuk atap rumah atau suhunanadalah nonggong munding (punggung kerbau) dengan atap dari daun nipah atau injuk (ijuk). Dinding terbuat dari bilik dengan anyaman kepang, dengan lantai dari bambu yang disebut palupuh dan tingginya dari tanah lebih kurang 70 sentimeter. Di depan pintu masuk dibuat semacam tangga masuk dari tembok, seperti haJnyajolodog dengan panjang lebih kurang 2 meter.

a. Perslapan

Rumah menurut masyarakat Kasepuhan Cicarucub merupakan pakaian yang keberadaannya bisa mencerminkan keadaan keluarga yang menghuninya. Ruman yang baik adalah yang sederhana dan tidak melebihi rumah tetangganya. Oleh karena itu, sebelum mendirikan rumah, seseorang harus merundingkan terlebih dahulu dengan kerabatnya, olot atau kasepuhan.

722

Maksudnya adalah agar rencana mendirikan rumah itu dapat dilaksanakan dengan lanear tanpa gangguan apapun, baik dari roasyarakat sekeliling maupun dari dunia gaib. Sebaliknya, apabila yang akan dibangun itu adalah rompok adat yang didiami oleh olot atau kasepuhan sebagai rumah dinas, tentu hal ini hams dirundingkan dengan warga masyarakat se-Kasepuhan Ciearueub. Dalam perundingan itu, biasanya dibiearakan tentang: lokasi nunah, waktu pendirian, ukuran rumah, bahan, pengerahan tenaga, dan biaya pelaksanaannya. Rompok adat bagi masyarakat Kasepuhan Cicarucub merupakan pusat segala aktivitas warga, baik warga KasepuhanCicarucub maupun warga masyarakat di luar Kasepuhan Cicarucub.

Di Kasepuhan Cicarucub, khususnya di Cicarucub Girang, tidak diperkenan menggunakan lahan untuk membangun sebuah rumah, karena keberadaan rompok adat berada di posisi paling ujung yang berbatasan dengan leuweung larangan yang termasuk ke dalam tanah titipan. Oleh karena itu, sese orang yang ingin membangun rumah hanya bisa menggunakan tanah di Cicarucub Tengah dan Ciearucub Hilir yang tentunya laban tersebut harus dibeli karena tanah di Cicarucub Tengah dan Ciearueub Hilir merupakan tanah milik perseorangan atau tanah tutu pan. Jadi tidak ada hak milik perseorangan atas tanah di tanah titipan atau di Cicarucub Girang, yang ada hanyalah hak milik atas bangunan yang ada eli atasnya yang dengan demikian rumah atau bangunan tersebut bisa dijualbelikan.

Seseorang yang akan membangun rumah di Cicarucub Girang biasanya akan meminta izin kepada olot atau kasepuhan. Pada saat itu, pihak kasepuhan akan menentukan waktu pelaksanaan pembangunan rumah yang biasanya diperhitungkan oleh kasepuhan. Besarnya .rumah . yang akan dibangun atau didirikan disesuaikan dengan luasnya laban yang ada, seizin kasepuhan atau olot. Hal itu, dilakukan karena akan menentukan jumlah bahan yang hams disediakan.

Bahan-bahan bangunan rumah disiapkan secara berangsur-angsur, dilakukan jauh sebelum pelaksanaan pembangunan, antara 3 atau 4 bulan. Bahan yang disiapkan adalah kayu, kemudian bambu . dengan berbagai peruntukannya, selanjutnya atap, yaitu daun nipah atau ijuk. Bahan-bahan tersebut diambil dari kebun sendiri, di sekeliling Kasepuhan Ciearueub, kecuali untuk membangun rompok adat diperbolebkan mengambil dari

JF.','.

leuweung larangan di tanah titipan, itupun olot selaku penghuni' rumah

tersebut terlebih dahulu hams meminta izin kepada yang menguasai hutan, Di samping itu, eara lain untuk mempersiapkan bahan-bahan bangunan bisa membeli dari kebun orang lain atau sumbangan dari tetangga. Untuk menyiapkan bahan-bahan, dipergunakan tenaga anggota keluarga atau mendapat bantuan tetangga yang secara sukarela datang menawarkan jasanya, Bagi mereka yang membantu cukup disediakan kaman-minum sekedarnya, tanpa diupah.

723

Barnbu yang akan digunakan untuk sebuah banguan memerlukan perhatian, baik usia barnbu itu sendiri atau pun proses penebangannya. Barnbu yang bisa ditebang untuk bahan bangunan paling muda berumur satu tahun. Ada ketentuan lain menebang barnbu untuk bahan bangunan, yaitu pada saat penebangan harus dilakukan pada saat hari sudah siang, maksudnya agar kadar air yang ada dalarn batang-batang barnbu sudah turon, sehingga barnbu tersebut tidak mudah dimakan hama. Setelah barnbu ditebang sesuai kebutuhan, maka agar bambu tersebut bisa awet, terlebih dahulu harus dikeueum (direndarn) di kolam selarna lebih kurang 1,5 bulan.

Kayu untuk banhan bangunan pun dipersiapkan lebih kurang 3-4 bulan sebelurn mendirikan rumah. Kayu tersebut kemudian diperlakukan sarna dengan bambu, yakni terlebih dahulu direndam di kolam dalam waktu yang sarna dengan bambu. Setelah diangkat dari kolam dan dibersihkan kayu tersebut diangin-angin agar kering, dan kemudian diolah menjadi bahan yang dibutuhkan, baik tihang, palanggigir, dan bagian-bagian lainnya.

Atap yang digunakan terutama pada bangunan di wilayah Cicarucub Girang ialah daun nipah dan ijuk yang bisa didapat di sekeliling Kasepuhan Cicarucub. Ketentuan rumah harus menggunakan atap dari daun nipah dan ijuk terutama untuk rompok adat, karena rumah-rumah lain di wilayah Cicarucub Girangsudah ada yang menggunakan seng talahab (seng gelombang). Hal itu, mungkin diakibatkan oleh sudah mulai berkurangnya pohon kawung (aren), sehingga ijuk sudah sukar didapat.

Setelah bahan-bahan bangunan terkumpul, orang yang akan mendirikan rumah melapor kepada ketua RT meminta bantuan masyarakat dalam rangka pendirian rumah, begitu pula halnya kepada olot atau kasepuhan. Karena dikerjakan secara gotong royong dan rwnah yang dibuat sangat sederhana konstruksinya, maka pembuatan sebuah rumah tidak memerlukan waktu yang lama, kurang dari 1 bulan sudah siap ditempati. Adakalanya, bila bahan-bahan sudah tersedia, sebuah rumah selesai dan siap ditempati hanya dalam waktu 1 minggu. Oleh karena sederhananya konstruksi dan arsitektur rumah, maka biaya pembuatan rumah pun akan relatifkecil.

b. Alat-alal dan Bahan uOluk Membuat Rumah

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat rumah adalah sebagai berikut:

• Kayu atau kai yang dibutuhkan untuk dijadikan pamikul, tihang, pananggeuy, pangheret, suhunan linear, tihang adeg, biasanya menggunakan kayu yang dianggap bisa tahan lama dan kuat.

• Bambu atau awi yang dibutuhkan, hampir seluruh bagian rumah didominasi oleh bambu yang diperuntukan: usuk; bilile, sarong, ereng,

724

palupuh, dan tali. Jenis bambu yang digunakan adalah awi tali, awi gombong (awi temen), dan awi gombong.

• Batu, digunakan untuk tatapakan tempat tiang diletakkan agar kayu tidak cepat lapuk karena sentuhan langsung dengan tanah.

• Daunnipah dan atau ijuk, digunkan untuk hateup (atap) sebagai penahan air hujan dan sengatan matahari. Ijuk, selain dugunakan untuk atap juga digunakan sebagai penutup suhunan.

• Baliung (beliung), semacam cangkul berukuran kecil digunakan untuk mengupas atau memapas kayu menjadi tiang dan sejenisnya siap untuk digunakan.

• Ragaji (gergaji), digunakan untuk memotong kayu atau papan kayu, bambu dan bahan-bahan Iainnya.

• Bedog (go 10k), digunakan untuk memotong atau membelah bambu sesuai kebutuhan.

• Palu, digunakan untuk memukul paku atau bagian-bagian lain.

• Kampak, digunakan untuk memotong atau membelah kayu, bambu, dan bahan-bahan lainnya. Selain itu, fungsinya bisa digunakan pula: seperti halnya palu.

• Palik, sejenis kampak besar yang digunakan untuk menebang pohon,

• Tatah, digunakan untuk melubangi kayu temp at masuknya pupurus (ujung tiang yang lebih kecil dari batangnya untuk memperkokoh sambungan). Demikian juga pupurus pada tiang untuk memperkokoh atau memperkuat sambungan.

• Bor, digunakan untuk melubangi tiang atau bagian-bagianlain-sebagi tempat masuknya paseuk (pasak) untuk memperkuat sambungan.

• Sipatan atau kumparan (gulungan) benang yang diberi warna hitam dari arang yang dicampur minyak kelapa agar warna hitamnya menempel bada bagian yang akan digarisi. Sipatan berguna untuk membuat garis pada bagian-bagian kayu yang bengkok supaya lurus.

• Paku, digunakan untuk memperkuat sambungan kayu atau bambu dengan bagian-bagian lainnya.

• Tali, digunakan untuk memperkuat atau mengokohkan hateup dengan reng atau bagian-bagian lainnya.

c. Bagian-bagian Rumah dan Fungsinva

Bagian-bagian pokok rumah temp at tinggal di wilayah Provinsi Banten sekarang dan Provinsi Jawa Barat pada dasarnya sarna. Oleh karena itu, dalam uraian berikut penulis menggunakan acuan buku Arsitektur Tradisional Daerah Jawa Barat yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1981/1982). Di samping pada saat penulisan buku di atas, wilayah Provinsi Banten sekarang masih termasuk wilayah

725

Provinsi Jawa Barat. Walaupun demikian, dalam kenyataannya tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara arsitektur tradisional rumah di Kasepuhan Cicarucub dengan paparan dalam buku tersebut, terutama istilah-istilah yang digunakan. Bagian-bagian rumah dimaksud adaIah:

1. Tatapakan; bagian ini terletak paling bawah dari seIuruh bangunan, berada sebagai alas tiang berupa batu a1am utuh atau batu a1am yang dibentuk persegi panjang (panjang lebih kurang setinggi ko1ong), dengan istilah soko. Berfungsi sebagai penahan dasar tiang rumah agar tidak cepat lapuk karena bersentuhan langsung dengan tanah atau menghindari rayap.

2. Kolong, ruangan di bawah lantai rumah. Ketinggian kolong ini berkisar 70 sentimeteran, berfungsi untuk menyimpan alat-alat pertanian dan bahan-bahan bangunan seperti kayu dan bambu, tapi adakalanya kolong ini digunakan sebagai kandang ayam.

3. Golodog atau jolodog, ialah tangga rumah yang terbuat dari beberapa potong bambu disatukan dan ditempatkan di depan pintu. Berfungsi sebagai penghubung lantai tanah dengan lantai rumah, juga digunakan sebagai tempat membersihkan kaki sebelum masuk rumah. Namun khusus untuk Rompok Adat, tidak lagi menggunakan golodog dari bambu, me1ainkan sudah ditembok.

4. Linear, bagian rumah yang terbuat dari papan kayu atau bilah bambu dengan lebar antara 5 - 10 sentimeter, berguna unuk menjempit dinding di sekeliling bagian rumah. Di Kasepuhan Ciearucub, fungsi linear tersebut berfungsi juga untuk menutup sambungan lantai rumah (palupuh).

5. Bilik, terbuat dart anyaman bambu dengan anyaman kepang, yang ditempelkan pada bagian luar rumah yang memisahkan ruangan dalam rumah dengan a1am sekitar, dan sebagai penyekat atau pemisah antar ruangan di dalam rumah.

6. Tihang (tiang), ia1ah bagian rumah yang sangat penting sebagai penyangga atap bangunan, membentuk rangka bangunan, tempat menempelnya dinding, tempat menempelnya palang dada. Tiang, berupa batang kayu berbentuk persegi empat. Jumlah tiang yang digunakan untuk satu buah bangunan rumah bergantung besar-kecilnya rumah atau jumlah rohangan (ruangan).

7. Hateup (atap), berfungsi untuk menutupi bagian atas ruangan-ruangan rurnah dari hujan dan teriknya panas matahari. Rumah-rumah di Kasepuhan Cicarucub kebanyakan menggunakan atap dari seng gelombang, kecuali Rompok Adat harus menggunakan atap dari daun nipah atau ijuk, sedangkan rumah-rumah yang lain sudah diperbolebkan menggunakan seng. Daun nipah dan ijuk bisa didapat di sekeliling Kasepuhan Cicarueub.

726

8. Panto (pintu), daun pintu terbuat dari papan kayu berbentuk empat persegi panjang antara lebar 90 sentimeter dan panjang 180 sentimeter. Pintu ini, berfungsi sebagai tempat keluar masuk penghuni rumah, artinya bisa ditutup dan bisa dibuka. Pada bagian bawah pintu terdapat bangbarung, terbuat dari batang kayu yang ditutupi linear pada bagian atasnya, Pada umumnya, rumah-rumah di Kasepuhan memiliki dua pintu yang menghubungkan rumah dengan dunia luar, berada di depan dan pintu yang kedua berada di belakang atau di samping rumah yang langsung berhubungan dengan dapur.

9. Jandela (jendela), berfungsi sebagai tempat sirkulasi atau pertukaran udara dari dalam ke luar ruangan atau sebaliknya. Selain menggunakan daun jendela, terutama pada Rompok Adat pada bagian dalam dipasang jalosi (bilahan-bilahan kayu yang disusun sedemikian rupa di pasang memanjang dari atas ke bawah) agar pada saat daun jendela dibuka berfungsi sebagai tralis.

10. Abig, berfungsi sebagai penutup bagian atas dinding depan dan belakang berbentuk segitiga, terbuat dari bilik.

11. Suhunan, bagian rumah paling atas, terbuat dari batang kayu berbentuk segi empat membentang dan ujung ke ujung puncak rumah.

12. Pananggeuy, terbuat dari batang kayu yang menghubungkan tihang dengan tihang pada bagian bawah rumah, tempat dudukan ·dolos, sarang, dan palupuh. Pananggeuy bada bagian sisi rumah, berfungsi juga untuk menempelkan linear yang menjepit bilik dengan pananggeuy.

13. Palang dada, terbuat dari kayu berukuran sedang yang berfungsi sebagai penahan dinding (bilik). Namun pemasangan palang dada pada Rompok Adat dati atas ke bawah, berbeda dengan palang dada rumah-rumah yang lain, tetapi fungsinya sarna sebagai penahan dinding.

14. Sisiku (slku-siku), Batang kayu yang berfungsi untuk memperkokoh sambungan antara batang kayu yang membentuk sudut 90 derajat, semisal antara tihang dengan pamikul, pangheret dengan tihang, dan memperkuat kuda-kuda dengan pangheret .

15. Layeus, berfungsi sebagai penghubung tihang adeg yang menyangga suhunan dengan tihang adeg yang lain, diapit dua pamikul. Layeus terbuat dari batang kayu yang kuat dan lurus berbentuk segi empat.

16. Pangheret, terbuat dari batang kayu segi empat yang menghubungkan pamikul=Iayeus - pamikul. Tempat dudukan tihang adeg.

17. Pamikul, batang kayu yang letaknya sejajar suhunan, berfungsi untuk menahan kaso-kaso (usuk) dan rangka atap.

18. Kuda-kuda, batang kayu yang dipasang miring menghubungkan tihang adeg dengan pamikul, berfungsi menahan rangka atap dan suhunan, juga berguna sebagai dudukan gordeng (balandar), atau batang kayu yang menghubungkan tihang adeg dengan tihang adeg yang lain, dipasang menyilang dari atas (pertemuan atau sambungan suhunan dengan tihang

727

adeg) ke bawah (pertemuan atau sambungan tihang adeg dengan iayeus), berfungsi untuk memperkuat rangka atap.

19. Baiandar (gordeng), batang kayu yang dipasang di atas kuda-kuda melintang sejajar dengan suhunan, fungsinya untuk rnenahan usuk (kaso) pada rangka atap.

20. Tihang adeg, batang kayu yang dipasang tegak lurus di tengah atas pangheret; berfungsi sebagai penahan suhunan dan menguat rangka atap.

21. Lalangit, terbuat dari bilik yang ditempelkan pada garumpay lalangit; dilekatkan pada dasar rangka atap.

22. Garumpay, bambu untuh, berfungsi sebagai tempat dilekatkannya atap.

23. Kaso-kaso atau usuk; terbuat dari barnbu utuh yang ditempelkan pada gordeng atau balandar, memanjang dari ujung suhunan ke bawah. Berfungsi sebagai temp at menempelnya ereng.

24. Ereng, terbuat dari bilah barnbu berukuran lebar lebih kurang 4 sentimeter, dipasang memanjang sejajar dengan pamikul dan suhunan. Berfungsi sebagai temapt melekatnya hateup. Hateup ditempelkan pada ereng denganjalan diikat dengan tali.

25. Sarang, berfungsi sebagai temp at dudukan dan penguat lantai rumah.

Menempel pada panangeuy dan diperkuat dengan dolos, terbuat dari bambu utuh.

26. Paneer, berfungsi sarna dengan pananggeuy, mnjepit sarang supaya tidak bergerak dan kuat, juga sebagai penguat tegalmya tihang. terbuat dari batang kayu berukuran sarna dengan pananggeuy.

27. Doios, berfungsi untuk menahan sarang, terbuat dari barnbu utuh, dipasang sejajar denganpaneer.

28. Palupuh; berfungsi sebagai lantai rumah. Terbuat dari barnbu yang dibelah-belah kecil tidak putus menjadi lembaran.

d. reknik dan Cara Pembualan

Ditinjau dari strukturnya, bangunan rumah terbagi atas 3 bagian utama, yaitu:

A. Bagian Bawah

Tatapakan, bagian paling bawah dari rumah yang berfungsi sebagai ganjal atau pondasi. Tatapakan terbuat dari batu utuh yaitu batu alam yang banyak terdapat eli sekeliling kampung Kasepuhan Cicarucub. Batu yang akan digunakan untuk tatapakan, dipilih dan dirasa cocok untuk menyangga tiang. Tatapakan berfungsi untuk melindungi tihang (tiang) dari rinyuh (rayap), air tanah yang menyebabkan tiang cepat lapuk dan mencegah turunnya bangunan karena berubalmya kondisi tanah.

728

B. Bagian Tengab

Tihang, terbuat dari kayu atau barnbu. Pada bangunan rumah roasyarakat Kasepuhan Cicarucub tidak diteroukan tihang yang menggunakan bahan tihang dari bambu. Jenis kayu yang digunakan, antara lain sejenis kayu-kayu keras seperti rasamala, saninten, albasiah, dan atau roahoni.

Alat-alat yang diperlukan dalam proses pembuatan tihang ialah ragoji pamotongan (gergaji potong) untuk memotong, kampak untuk memotong, menebang, dan .membelah; baliung untuk memapas kayu serta meratakannya; sipatan untuk membuat garis-garis lurus pada batang kayu yang akan dibelah atau dipapas; dan sugu untuk menghaluskan bagian muka tihang.

Tihang, terbuat dari balok kayu berdiameter lebih kurang 12 sentimeter. Setelah menggunakan sipatan, kemudian dipapas hingga rata menggunakan beliung atau gergaji besar pembelah, dengan ukuran panjang sesuai dengan yang dibutuhkan misalnya 3 meter.

Bagian-bagian rumah lain seperti pananggeuy, pangheret, paneer, kaso-kaso, pamikul, kuda-kuda, tihang adeg, dan sisiku dibuat seperti proses pembuatan tihang. Vntuk memperkokoh sambungan antar tiang, dibuat pupurus dan lubang pupurus pada pamikul dan atau pangheret. Pupurus dibuat dengan roenggunakan tatah dan kampak sebagai alat pemukul.

Palupuh adalah lantai rumah yang terbuat dari batangan-batangan bambu. Barnbu yang cocok untuk palupuh adalah awi gombong atau awi bitung yang sudah tua dan berdiameter lebih kurang 10 -15 sentimeter, sehingga bila sudah selesai menjadi palupuh akan didapatkan lembaran palupuh dengan lebar antara 25 - 30 sentimeter, bahkan lebih.

Penebangan bambu untuk bahan palupub dipilih bambu berumur cukup tua. Bambu ditebang pada puhu (pangkalnya), dibersihkan dari silih (ranting-ranting) yang tumbuh pada buku-buku (ruas). Selanjutnya dipotong sesuai dengan kebutuhan, misalnya antara 4 - 5 meter.

Potongan bambu, kemudian dieacag (dicincang) dengan menggunakan bedog (go 10k) dan alur cincangan yang tidak segaris, Selesai penyincangan, dibelah salah satu sisinya dari ujung ke ujung. Sehingga mendapat lembaran bambu yang disebut palupuh, setelah sebelumnya bagian dalarn buku (ruas) dibersihkan.

Panto atau pintu, terbuat dari bilahan-bilahan kayu atau papan. Jenis kayu yang digunakan untuk daun pintu dan bangbarung yang ditutup dengan papan linear adalah kayu rnahoni dan kayu sejenisnya yang bisa dikatakan kuat dan tahan lama. Begitu pula untuk kusen pintu digunakan jenis kayu yang sarna dengan daun pintu.

Untuk membuat satu lembar daun pintu, diperlukan beberapa lembar papan berukuran panjang 180 sentimeter dan lebar antara 20 - 30 sentimeter perlembar dengan ketebalan 2 - 3 sentimeter setelah diserut atau disugu. Kemudian bilahan papan dirangkai menjadi ukuran lebar daun pintu yang

729

dibutuhkan antara 70 - 80 sentimeter dengan panjang daun pintu berukuran 180 sentimeter. Kemudian dipasang dua buah engsel pada sisi bilah papan serta mernasangkan pegangan pintu. Pegangan pintu terbuat dari sepotong kayu berukuran panjang 10 sentimeter, lebar 3 sentimeter, atau hanya berupa tali yang berfungsi sebagai penarik.

Bilik, terbuat dari awi tali (bambu tali). Bambu yang digunakan untuk bahan bilik biasanya bambu yang sudah tua atau cukup urnur, sehingga nantinya kulit bambu setelah menjadi bilik dan mengering akan terlihat mengkilat kekuning-kuningan. Penggunaan bambu tali disebabkan oleh daya lenturnya tinggi sehingga tidak mudah patah bila dianyam. Sebutanbambu tali, karena barnbu tersebut selain rnempunyai kelenturan tinggi juga sering digunakan untuk tali pengikat, baik untuk sarnbungan maupun untuk mengikat hateup pada rangka atap atau ereng.

Alat-alat yang digunakan untuk membuat bilik adalah ragaji pamotongan (gergaji potong), bedog atau golok untuk rnembelah barnbu dari batang barnbu dan menipiskannya (ngahua), dan palu barnbu atau kayu untuk merapatkari lembaran-lembaran bambu pada saat menganyam.

Batang barnbu yang telah ditebang, dibersihkan dari ranting-ranting dan dipotong sesuai kebutuhan, misalnya panjang antara 2,5 - 3 meter atau disesuaikan dengan panjang atau lebar ruangan yang akan ditutupi bilik. Kemudian dibelah menjadi 5 atau 6 bilah barnbu bergantung besar atau keciInya bambu tersebut. Bilah-bilah barnbu tersebut, dibersihkan bagian hatinya (ruas-ruas bambu bagian dalam). Setelah bilah bambu itu dibersihkan, kemudian dihua menjadi beberapa lembar bilah barnbu tipis.

Bilah-bilah bambu yang sudah menjadi bilah-bilah tipis kemudian dianyam secara bergantian, misalnya dengan cara memasukkan 2 bilahan bambu tipis ke-2 'bilah bambu lainnya, melintang dan membujur, sehinga rnemperoleh jalinan yang diagonaL Anyaman dua-dua ini, disebut anyaman kepang.

Ketika seserang hendak membuat rumah, orang bisa memesannya kepada orang yang disebut tukang bilik (orang yang ahli membuat bilik) atau dengan cara mengupahnya, bila orang yang akan membuat rumah kebetulan mempunyai kebon awi (kebun bambu).

Bilik, dipasang ketika rangka rumah sudah berdiri. Bilik-bilik dipola atau diukur sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Bagian sisi yang tidak. lurus atau tidak dibutuhkan, setelah dipola kemudian dipotong dengan golok yang dialasi dengan batang kayu di bagian bawah. Setelah bilik terpasang di bagian rangka yang ditutup, selanjutnya di bagian sisi dipasang bilahan papan kayu, lebar antara 4 - 6 sentimeter dan dipaku yang disebut dengan cemped dan bagian bawahnya dipasang bilah papan yang sarna dengan sebutan linear.

730

C. Bagian Atas

Hateup (atap), dibuat dari daun nipah atau injuk (ijuk). Pada masyarakat Kasepuhan Cicarucub Girang atap rumah sudah diperbolehkan menggunakan atap dari seng, namun khusus untuk Rompok Ada! tetap hams menggunakan atap dari daun nipah atau ijuk.

Cara membuat satu lembar hateup atau sajajalon atap dari daun nipah atau ijuk. Daun nipah atauijuk yang sudah terkumpul kemudian dirapihkan, dilipat mengapit bilah bambu semacam ereng (jajalon), diikat dengan tali

barnbu supaya seseg (rap at dan kuat). ,

Pernasangan hateup atau atap dilakukan setelah rangkay berdiri dan rangka atap telah terpasang. Pemasangan hateup ini dilakukan dimulai dari bawah (rambu) maju ke bagian atas (suhunan) dengan menggabungkan kakab-kakab daun nipah atau ijuk dan mengikatnya pada reng yang sudah terpasang. Sedangkan di bagian suhunan ditutupi dengan ijuk sebagai wuwung.

Penggunaan daun nipah sebagai hateup bisa bertahan antara 2 atau 3 tahun, sedangkan hateup yang terbuat dari ijuk bisa bertahan antara 10tahun hingga 15 tahun.

D. Cara membuat Tali dan Paseuk

Walaupun sudah menggunakan paku, namun tali tetap dibutuhkan terutama untuk mengikat hateup, begitu pula penggunaan paseuk (pasak). Artinya kedua bahan tersebut digunakan untuk pembuatan sebuah rumah tempat tingaI di Kasepuban Cicarucub.

J enis bambu yang digunakan untuk membuat tali adalah awi tali (bambu tali). Bambu yang diperlukan untuk tali tidak terlalu muda, dan tidak terIalu tua, Artinya bisa menghasilkan tali yang kuat dan tidak rapub. Bambu dipotong di antara ruasnya. Setelah dibelah menjadi beberapa bilah, masingmasing dibuang bagian hatinya, bilahan-bilahan bambu yang sudah dibuang hatinya kemudian diiris tipis (dihua), sehingga menghasilkan tali yang dibutubkan.

Paseuk atau pasak, terbuat dari bambu atau kayu. Cara membuat pasak dimulai dengan membuat bilah-bilah bambu atau kayu sebesar jari tangan atau lebih dengan panjang Iebih kurang 20 sentimeter atau seseuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Salah satu ujungnya diruncingkan agar mudah memasukkan ke lubang pada kayu yang sebelumnya diberi lubang dengan menggunakan bor pada uj~g (pupurus), atau pada bagian lain yang akan berfungsi sebagai sambungan. Kemudian pasak dirnasukkan hingga tembus, dan ujung pasakyang muncuI keluar dipotong supaya rapi dan tidak mengganggu bagian-bagian lain.

731

e. Tabap-tahap lIendirikan Rumah

Masyarakat Kasepuhan Cicarucub Desa Neglasari rnembangun rumah dengan tahap-tahap sebagai berikut:

• Tahap pertama: setelah memberitahu Olot atau Kasepuhan dan mengizinkan menggunakan tanah dalam lingkungan sekitar Kasepuhan tersebut, maka orang yang akan mendirikan rumah mulai kukumpul (mengumpulkan bahan-bahan), Bahan-bahan disiapkan 3 - 4 bulan sebelum mendirikan rumah secara berangsur-angsur. Bahan-bahan yang disediakan adalah kai (kayu), awi (bambu), pihateupeun (bahan atap), paku, serta batu untuk tatapakan. Sebagian besar bahan-bahan dimaksud didapat dan dikumpulkan dari usaha sendiri, sedangkan proses pengangkutan bahan-bahan yang diperoleh dari tempat yang agak jauh dari temp at yang akan dij adikan tempat bangunan, maka warga masyarakat secara gotong royong dan sukarela mengangkut bahan-bahan tersebut.

• Tahap kedua: ngale/emah, yaitu meratakan tanah yang akan dijadikan temp at pembangunan rumah. Hal itu dilakukan, karena keadaan tanah di daerah Kasepuhan Cicarucub pada umumnya berbukit dan pegunungan dan pada khususnya di Kasepuhan Cicarucub Girang pun tanahnya berkontur miring, maka terlebih dahulu harus dibuatkan senglcedan dengan menggunakan batu-batu yang dientep sedemikian rupa yang berfungsi untuk menahan agar tidak longs or atau gerusan air dari cucuran atap rumah ketika turun hujan, bahkan sekarang ini senglcedan tersebut sudah ditembok menggunakan pasir dan semen.

• Tahap ketiga; setelah tan.ah dilelemah (diratakan) orang yang akan membuat rumah dan tukang bas mengukur rumah yang akan dibangun disesuaikan dengan luas tanah sekaligus berapa ruangan yang dibutuhkan, secara tidak langsung dapat diketahui jumlah tihang yang' dibutuhkan, maka kayu-kayu yang telah diolah dan dikumpuJkan sebelumnya, mulai dikerjakan sesuai dengan bentuk dan ukuran, baik tihang, pengheret, pamikul, pananggeuy, paneer, layeus, suhunan, tihang adeg, dan sebagainya. Demikian juga dengan bahan yang terbuat dari bambu: bilik; dolos, sarang; pa/upuh, dan ereng,

• Tahapkeempat: tatapakan dipasang pada tempat yang sudah ditentukan berdasarkan perencanaan dan bentuk bangunan yang diinginkan oleh si pemilik rumah nantinya atau bersama-sama warga masyarakat yang berpengaJaman dalam membangun rumah. Banyaknya tatapakan bergantung pada banyaknya tihang. Kedudukan tatapakan barus membentuk sudut 90 derajat atau sejajar dan tegak lurus dengan tatapakan-tatapakan yang lainnya. Caranya ialah dengan menentukan letak 4 buah tatapakan sebagai patokan di keempat sudut luar, membentuk. empat persegi panj ang. Kemudian ditarik garis lurus dari

732

tengah tatapakan yang satu dengan garis tengah tatapakan yang satunya, Dan disitulah letak tihang.

• Tahap kelima: pemasangan katimang yaitu perangkaian atau perakitan tihang, pananggeuy dan pangheret di atas tanah, Mulai dari katimang ke- 1, ke-2, ke-3, dan ke-4.

• Tahap keenam: setelah katimang selesai dirakit atau dirangkai, kemudian ditegakkan di atas tatapakan yang sudah ditentukan kedudukannya. Pendirian katimang yang satu dengan katimang yang Iainnyadibantu dengan bambu atau kayu yang diikat atau dipaku pada tihang,'masingmasing ujung bambu atau kayu pembantu bagian bawahnya ditancapkan ke dalam tanah.

• Tahap ketujuh: pemasangan pananggeuy, pamikul dan layeus untuk menyambungkan katimang-katimang. Penyambungan dilakukan dengan memasukkan pupurus ke liang pupurus yang sudah disiapkan sebelumnya, dipergunakan sisiku, berupa kayu meriyerong di tiap sudut . yang dibentuk oleh pertemuan dua batang kayu atau tihang. Selanjutnya

kayu atau bambu pembantu berdirinya katimang, dilepas satu demi satu,

• Tahap kedelapan: setelah rangka berbentuk persegi empat berdiri kokoh, di tengah-tengah pangheret yang telah disediakan liang pupurus, kemudian dimasukkan pupurus tihang adeg dengan posisi tegak lurus, Tihang adeg berfungsi sebagai penopang suhunan dengan cara memasukkan pupurus tihang adeg ke dalam liang pupurus suhunan. Setelah suhunan terpasang, dilanjutkan dengan pemasangan kuda-kuda yang berfungsi sebagai pengokoh tihang adeg dan suhunan. Kuda-kuda dipasang dari pertemuan pamikul dan pangheret miring ke atas ujung tihang adeg.

• Tahap kesembilan: pemasangan gordeng atau balandar yang dipasang sejajar dengan suhunan sebagai dudukan kaso-kaso. Selanjutnya dipasang kaso-kaso dan ereng. Kaso-kaso terbuat dari batang bambu untuh atau batang kayu yang seukuran batang bambu.· Pemasangan koso-koso yang satu dengan kaso-kaso yang lainnya berjarak lebih kurang 50 sentimeter. Panjang koso-koso bergantung pada jarak antara suhunan dan pamikul serta dilebihi lebih kurang 100 sentimeter sebagai rambu (cucuranatap). Pertemuan koso-koso yang satu dengan kaso-kaso di sebelahnya-di atas suhunan dipasang kadal moyan (berupa papan berukuran lebarIebih kurang 8 sentimeter) yang berfungsi untuk pemasangan wuwung setelah sebelumnya di pasang hateup. Di atas kaso-kaso dipasang ereng yang terbuat dari bilah-bilah bambu sejajar dengan pamikul dan suhunan berjarak antara ereng dengan ereng yang satuya lebih kurang 20 sentimeter. Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan hateup (atap) yang ditempeIkan dan diikat pada ereng.

733

• Tahap kesepuluh: memasang bagian tengah rumah seperti kusen panto, palang dada. Palang dada merupakan kerangkan dinding yang terbuat dari batang kayu, dipasang sejajar dengan tihang sebanyak yang dibutuhkan. Selanjutnya di pasang dinding atau bilik; terutama di bagian dinding luar rumah. Panto rurnah yang menghadap keluar hanya dua pintu, yaitu pintu depan dan pintu belakang atau pintu samping. Setelah dinding terpasang di bagian sisi bilik yang berdiri dipasang eemped, baik di Iuar maupun di dalam. Sedangkan sisi bagian bawah dipasang linear.

• Tahap kesebelas: pemasangan dolos, disusul dengan pemasangan sarong dan palupuh. Baile untuk lantai maupun untuk para (lalangit). Dolos yang terbuat dari bambu utuh, berfungsi sebagai temp at pemasangan sarang juga menambah daya pegas, dipasang sejajar dengan pangheret, berjarak lebih kurang 25 sentimeter. Selanjutnya dipasang palupuh sebagai lantai rumah, kemudian pemasangan linear pada sambungan paZupuh sebagai Iantai rurnah.

• Tahap keduabelas: Setelah pemasangan palupuh dan lalangit, dilanjutkan dengan pemasangan ampig di bagian tas luar rumah yang berbentuk segitiga.

• Tahap ketigabeIas: Setelah pemasangan ampig dilanjutkan dengan pemasangan golodog/jolodog yang merupakan bagian akhir dari pengeIjaan sebuah bangunan rumah. Bagian yang disebut golodog/jolodog, terbuat dari bambu utuh atau kayu sebagai tangga. Khusus untuk Rompok Ada! golodog sudah ditembok, artinya tidak menggunakan kayu atau bambu.

f. Organisasl Rumah

Secara umum organisasi rumah di Kasepuhan Cicarucub, terdiri atas dapur, tengah imah (ruang tengah), dan pangkeng. Khusus Rompok Adat, organisasi rumah terdiri atas bangunan utama, meliputi kamar sepen (kamar keramat) di depan ruang sepen terdapat ruang olot temp at menerima juru basa menyampaikan maksud para tamu yang datang dengan berbagaimacam keperluan. Ruang olot danjuru basa dibatasi oleh linear tanpa penyekat. Di sebelah depan tempat olot melakukan aktivitasnya melaluijuru basa terdapat ruangan sernacam ruang tunggu para tamu, di samping itu, ruang tamu tersebut digunakan pula sebagai tempat tidur para tamu yang dibatasi dengan penyekat setengah badan, pintu, dan penyekat penuh dengan mengunakan bilik: Dari tuangan tunggu tersebut terdapat pintu ke bale musyawarah.

Di bagian dapur, selain terdapat hawu (perapian) juga terdapat goah (pabeasan) temp at menyimpan padi dan beras tanpa penyekat. Letak goah berada berdampingan dengan hawu atau perapian. Kemudian bersebrangan dengan perapian terdapat pangkeng (tempat tidur) tanpa penyekat, selain itu digunakan pula sebagai temp at menyimpan barang-barang yang dibutuhkan

734

dalam aktivitas sehari-hari. Di antara goah dengan perapian terdapat pintu ke jamban tempat mandi tanpa kakus, juga terdapat pintu keluar. Selanjutnya di sebelah depan hawu dan sebelah pinggir tempat tidur terdapat pintu utama keluar dan masuk rompok adat.

Rompok adat Kasepuhan Cicarucub memiliki beberapa jandela (jendela) untuk sirkulasi udara, pertama di sebelah pintu utama, kedua di pinggir hawu, dan yang ketiga d.i tempat tidur atau pangkeng. Begitu juga di ruang bale musyawarah terdapat satu pintu keluar dan masuk warga masyarakat pada saat ada pertemuan atau upacara serta satu buah jendela, di

samping pintu yang disebutkan tadi, yakni pintu dari ruang tunggu. .

g. Perlengkapan Rumah

Sesuai dengan"kesederhanaan" rumahnya, peralatan kelengkapan rumah tangga pun sederhana pula. Peralatan yang mereka miliki di luar . perkakas pertanian, tidak banyak macamnya dan umumnya dibuat sendiri dari bahan yang ada di sekitar Kasepuhan Cicarucub. Namun ada pula peralatan-peralatan rumah tangga yang dibeli dari luar,

1) Perlengkapan tidur

Perlengkapan tidur yang ada di rompok adat, meliputi samak (tikar terbuat dari daun pandan), bantal, dan selimut.

2) Perlengkapan memasak

Hawu (tungku perapian yang terbuat dari tanah untuk memasak), di atas parako, seeng (dandang yang terbuat dari tembaga), aseupan (kukusan, dari anyaman bambu yang dibuat sendiri, hihid (kipas), terbuat dari anyaman bambu, leukeur untuk menaruh dandang atau periuk, dan dulang (tempat mengaduk nasi atau ngakeul), terbuat dad kayu.

3) Perlengkapan makan dan minum

Boboko (baku! tempat nasi), piring beling, piring seng, gelas, cangkir, bekong (cangkir bambu), batok (cangkir tempurung kelapa), teko (tempat air dari alumunium).

4) Perlengkapan lain

Patromak (petromak), alat penerangan dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah, damar, dan cempor (alat penerangan yang menggunakan bahan bakar minyak tanah), namun kedua alat penerangan ini berbeda dengan patromak, karena patromak lebih terang nyalanya dibanding cempor dan damar; ember (tempat menyimpan air dari plastik), siwur (alat untuk menyiduk air, terbuat dari batok kelapa dengan menggunakan gagang untuk pegangannya), lodong (tabung air nira atau lahang), koja (tas sandang yang

.. _"

735

dirajut), nyiru (alat penampi gabah), ayakan (alat untuk menyaring air atau menyiduk ikan di kolam). Di samping itu memiliki perlengkapan katel (alat penggorengan), piring, sendok, garpu, bahkan radio kaset, dan senter.

1.leuit [BangUoan Tempat MenyimpanJ

Leuit atau dalam istilah umum disebut 'lumbung' adalah bangunan tradisional yang diperuntukan untuk menyimpan padi hasil pertanian. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa leuit hanya terdapat pada kebudayaan masyarakat agraris. Leuit adalah sebuah fenomena budaya yang memiliki kompleksitas cukup rurnit. Ditilik dari wujud fisiknya, leuit hanyalah sebuah bangunan yang sangat sederhana, baik bentuk, bahan bangunan, maupun teknologi pembuatannya. Akan tetapi dibalik itu, temyata terdapat seperangkat pranata sosial budaya serta konsep-konsep ideasional masyarakat pemiliknya yang mencenninkan bentuk masyarakat bagaimana yang diidamkan oleh masyarakat Dengan kata lain dalam fenomena leuit tersirat sistem nilai budaya (cultural value system) masyarakatnya. ltu pula sebabnya kenapa fenomena leuit ini masih tetap bertahan dan dipertahankan oleh masyarakat pendukungnya hingga kini.

Kekhasan masyarakat Kasepuhan Cicarucub adalah terdapatnya banyak leu it. Hampir setiap penduduk memiliki leuit. Keberadaan leuit menjadi bagian utama dari kehidupan mereka sebagai masyarakat petani. Oleh karen a itu, penghormatan terhadap padi bagi masyarakat Kasepuhan Cicarucub terhadap Nyi Pohaci Sang Hyang Asri yang dalarn masyarakat Baduy berdampingan dengan penghormatan terhadap Batara Patanjala. Oleh karena itu, penghormatan terhadap padi bagi masyarakat Kasepuhan Cicarucub, bukannya migusti pare (menuhankan padi) tapi mupusti (memelihara, dan menjaganya). Dengan harapan agar Nyi Pohaci Sang Hyang Asri akan memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Sebagai berituk penghormatan terhadap padi, bagi masyarakat Kasepuhan Cicarucub pada khususnya dibuat bangunan tempat menyimpan padi yang disebut leuit.

I. Persia pan

Membangun sebuah leuit, tak jauh berbeda dengan membangun sebuah rumah, yakni perIu mempersiapkan tanah yang akan dijadikan tempat untuk membangun leuit; bahan untuk membangun leuit; ukuran leuit yang akan dibangun; dan pelaksanaan pembangunan.

Padaumumnya keluarga yang akan membangun leuit perlu mempersiapkan bahan secara berangsur-angsur, jauh sebelurn leuit itu dibangun. Bahan-bahan yang dipersiapkan di antaranya kayu, untuk tihang dan kerangka leuit kemudian barnbu untuk dolos, layeus, dadampar (lantai),

736

bilik; taraje (tangga), dan daun nipah untuk hateup; injuk (ijuk) untuk penutup ·suhunan atau wuwung, batu untuk tatapakan (penyangga tiang). Bahan-bahan tersebut diperoleh dari kebun sekitar perkampungan Kasepuhan Cicarucub atau denganjalan membeli dari luar Kasepuhan Cicarucub.

Bahan-bahan dimaksud disiapkan dan disimpan di kolong rumah atau belakang rumah secara berangsur-angsur, begitu pula dengan proses pengerjaannya, seperti membuat liang pupurus. pupurus, tihang, pangheret, pamikul, bengker onder, tatapakan, dan sebagainya.

Setelah bahan-bahan untuk bangunan leuit sudah terkumpul, orang yang akan mendirikan leuit melapor kepada 0101 atau Kasepuhan bertalian dengan lahan/ tanah yang sekiranya boleh digunakan untuk membangun sebuah leuit, begitu halnya dengan memulai mengerjakan lahan dan mendirikan leuif. Pada hari yang telah ditentukan, warga Kasepuhan Cicarucub dengan sukarela akan datang membantu. Pendirian leuit yang dikerjakan secara gotong royong tidak memerlukan waktu yang lama, mungkin kurang dari satu minggu siap dimasukkan padi.

b. Alat dan Baban anWk Memboal Leait

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat leuit adalah:

1. Batu, digunakan untuk tatapakan sebagai alas tihang, agar tihang tidak cepat lapuk karen a bersentuhan langsung dengan tanah. J

2. Kai (kayu), digunakan untuk tihang; pananggeuy, pangheret, pamikul, ander, jungjang; tutup juru, lamaran; bengker, panto. Kayuyang baik untuk membangun leuit menurut masyarakat Kasepuhan Cicarucub adalah manglid, mahoni, albasiah, dan surian/suren.

3. Aw; (bambu), digunakan untuk dolos, layeus, ereng, bilik; dadampar, dan tali, Biasanya awi yang digunakan adalah awl gombong; awi bitung, dan awl tali.

4. Daun nipah; injuk (ijuk). Digunakan untuk hateup (atap) sebagai alat penahan air hujan dan terik sinar matahari. Injuk (ijuk), biasanya selain digunakan sebagai hateup juga digunakan untuk wuwung atau penutup suhunan.

Alat-alat yang digunakan:

1. Baliung (beliung), semacam cangkul berukuran kecil digunakan untuk memapas kayu dan membentuk kayu sesuai yang diinginkan, misalnya untuk tihang, pangheret, pamikul, dan lain sebagainya.

2. Ragaji pamotongan (gergaji potong), digunakan untuk memotong.

3. Bedog (golok), digunakan untuk memotong atau membelah kayu atau bambu, dan bahan-bahan lainnya.

4. Kampak (kapak), digunakan untuk membelah atau memotong kayu, bambu, memukul paku dan bahan-bahan lainnya,

737

5. Tatah, digunakan untuk melubangi kayu (liang pupurus), membuat pupurus, atau membuat sambungan.

6. Sipatan, kumparan berupa gulungan benang yang diberi wama hitam dari arang yang melekat di tungku perapian (harangasu) yang 'dicampur minyak kelapa, digunakan untuk meluruskan papan atau batang kayu, yakni membuat garis Iurus pada bagian permukaan bagian kayu yang akan dibelah, dipapas, atau disugu (diserut).

7. Elotan, alat yang digunakan untuk menarik garis tegak lurus pada bangunan. Elotan ini terbuat dari benang kasur yang salah satu ujungnya dipasang bandul sebagai beban.

8. Paku, digunakan untuk mengencangkan atau memperkokoh sambungan kayu, bambu atau bagian-bagian lainnya, pengganti paseuk (pasak), namun bisajuga digunakan kedua-duanya.

C. Bagian-bagian Leuit dan FuogsinV3

Berbeda dengan bangunan-bangunan lainnya, bangunan leuit ini tidak mempergunakan sistem pembagian ruangan seperti halnya bangunan rumah tempat tinggal, karena ruangannya terdiri atas sebuah ruangan yang terbentuk oleh keempat didindingnya. Oleh karena itu, makin besar bangunan leuit ini, makin besar ruangan di dalamnya, Ruangan yang satu disebut rohangan leuit (ruangan leuit). Berikut di bawah ini akan diuraikan bagian-bagian leuit beserta fungsinya.

1. Tatapakan, berupa batu alam sebagai alas penahan tihang, berfungsi sebagai penyangga dan memperkuat tihang dari kelembaban air tanah, sehingga tihang tidak cepat lapuk atau menghindari dari bahaya rayap (rinyuh).

2. Tihang, yakni berupa balok kayu dari jenis kayu keras dan kuat, berjumlah empat buah atau lebih bergantung besar atau kecilnya leuit yang dibangun.

3. Bilik, yaitu dinding yang terbuat dati anyaman bambu atau disebut juga gedeg. Berfungsi untuk menutupi ruangan leu it.

4. Bengker, yaitu bilah papan kayu berukuran lebar lebih kurang 8 X 4 sentimeter dipasang untuk menahan bilik atau menahan bila ada tekanan akibat isi leuit cukup banyak (padat). Bilah kayu ini dipasang horizontal dengan pangheret atau pamikul sebanyak 3 - 5 bilah kayu antara tihang

. dengan tihang membentuk empat persegi.

5. Lamaran dan tutup. juru, yaitu bilah papan yang dipasang di bagian dalarn bengker, sejajar dengan tihang dan membentuk sudut 90 derajat. Berfungsi untuk menahan bilik apabila leuit berisi penuh di bagian sudut tihang, sedangkan lamaran sejajar dengan panangeuy, yang fungsinya sarna dengan tutup juru.

738

6. Sisiku, kayu pendek yang dipasang roelintang membuat segitiga yang roenghubungkan tihang dengan pamaraan. Fungsinya unmk memperkuat dan menahan atap serta tihang leuit,

7. Cablig, yaitu kayu penutup atap samping kanan dan kiri,

8. Ampig, yaitu penutup bagian depan dan belakang rangka atap bangunan, setelah eli bagian depan/muka dibuat pintu leuit berukuran kecil.

9. Hateup, yakni atap leuit yang terbuat dari daun nipah dan atau ijuk.

Fungsinya untuk menutupi ruangan tempat menyimpan padidari hujan dan teriknya rnatahari,

10. Pamaraan, bagian teras terletak eli bagian depan pintu leuit. Pamaraan ini berfungsi untuk meneriroa dan roemasukkan padi (pare) dari bawah ke atas.

11. Taraje, ialah tangga yang disandarkan pada pamaraan, berfungsi untuk menaikan padi dari bawah ke atas dan memasukkannya ke dalam rohangan leuit. Begitu sebaliknya, yakni mengambil padi dari rohangan leuit.

d. reknik dan Cara PembuataB leult

Ditinjau dari struktumya bangunan tempat menyimpan atau leuit terbagi atas 3 bagian, yaitu:

1. Bagian bawah, berupa tatapakan.

2. Bagian tengah atau bagian badan leuit, terdiri atas tihang, pananggeuy, dadampar, bengker, ander, tutup juru, termasuk pamikuI, pangheret, dan bilik.

3. Bagian atas, yaitu pamaraan, panto,jungjang, suhunan, layeus, ereng, kadal rooyan, dan hateup.

4. Taraje (tangga).

Bagian bawab

Bagian paling bawah dari bangunan tempat roenyimpan (leuit) ialah tatapakan yang berfungsi sebagai penyangga tihang agar tidak langsung bersentuhan dengan tanah. Hal tersebut diroaksudkan agar tihang bertahan lama karena kelembaban tanah atau menghindari rayap.

Di Kasepuhan Cicarucub hampir semua bangunan panggung, baik rumah tempat tinggal, leuit, dan saung lisung mempergunakan tatapakan. Dilihat dari konstruksi bangunannya, cara penggunaan tatapakan cukup memberikan kesetabilan pada bangunan tersebut, karena gaya horizontal masih dikalahkan oleh gaya vertikal dari seluruh bangunan.

Tatapokan, dibuat dari batu alam yang berada di sekitar bukit-bukit atau dari sungai-sungai dengan cara memilih batu-batu yang sekiranya pantas untuk dijadikan tatapakan.

739

Bagian tengah

Tihang leuit terbuat dari kayu. Jenis kayu yang digunakan ialah kayu mahoni, manglid, suren atau surian, dan albasiah. Batang kayu untuk tihang berukuran antara 12 - 15 sentimeter persegi, panjang Iebih kurang 3 meter atau sesuai dengan kebutuhan tihang pada saat dirancak (disetel). Bagianbagian leuit lain seperti panangeuy, pangheret, pamikul, bengker, ander, dan sisiku menggunakan batang kayu dengan pengerjaan seperti membuat tihang.

Alat-alat yang diperlukan untuk membuat tihang leuit dari kayu ialah ragaji (gergaji) untuk memotong, sugu (ketam) untuk meratakan dan menghaluskan permukaan kayu. Alat bantu lainya ialah bangku kuda-kuda, sipat (kumparan). Bangku kuda-kuda dipergunakan untuk membuat garis lurus pada batang kayu yang akan dibelah, dipapas, maupun meluruskan bagian-bagian yang sekiranya harus diluruskan.

Untuk memperkuat sambunganantara tihang dengari pangheret, pamikul, dan pananggeuy, dibuat pupurus dan liang pupurus. Pupurus dibuat dengan menggunakan tatah (sejenis pahat) dan palu atau kampak. Demikian juga dengan lubang pupurus.

Dadampar (lantai), terbuat dari batang bambu utuh, dipotong sesuai kebutuhan. Potongan bambu utuh itu kemudian dicincang dengan alur cincangan tidak segaris. Setelah seluruh bagian tercincang, pada satu sisinya dibelah dati ujung ke ujung, sehingga menghasilkan lembaran bambu seperti papan yang disebut palupuh: Palupuh yang sudah dipasangkan pada lantai disebut dadampar,

Bilik; terbuat dari awi tali (bambu tali). Awi tali adalah jenis bambu yang batangnya lurus-Iurus berwama hijau atau kuning kehijau-hijauan. Panjang batangnya antara 10 - 20 meter, besar batang berdiameter antara 4 - 10 sentimeter dan panjang antara ruasnya 35 - 65 sentimeter,

Alat-alat yang digunakan untuk rnembuat bilik ialah ragaji (gergaji) untuk memotong, golok untuk membelah, dan palu bambu atau kayu untuk merapatkan anyaman. Cara membuat bilik adalah bambu yang akandijadikan bahan bilik, dipilih batang bambu seterigah tua dari dapurannya (rumpunnya), maka bambu tersebut ditebang (dituar) kemudian dipotong bagian ujungnya (congo) dan dibersihkan dari ranting-ranting yang tumbuh pada ruas-ruasnya (siih). Pemotongan bambu bisa langsung sesuai dengan kebutuhan atau juga tidak,apabila tidak berarti nanti setelah jadi bilik dipotong sesuai dengan kebutuhan dengan cara dipola. Batang bambu yang sudah dipotong kemudian dibelah menjadi beberapa bilah, bergantung besar dan kecilnya batang bambu. Bilah-bilah bambu itu dibilah lagi dengan golok sejajar dengan kulit bambu sehinga menjadi lembaran-Iembaran bambu tipis. Pekerjaan menipiskan bilah-bilah bambu disebut ngahua.

Menganyam dilakukan dengan memasukkan secara bergantian 2 atau 3 lembar lembaran bambu, termasuk juga kulitnya, dua kali melintang dan dua kali membujur, sebingga memperoleh jalinan yang bergaris-garis

740

diagonal. Loncatan-loncatan lembar bambu pada waktu menganyarn, ternyata membedakan nama-nama dari masing-masing anyaman, semisal anyarnan kepang, sasag {sarigsig), dan gedeg.

Bagian Atas

Hateup, terbuat dari daun nipah dan injuk (ijuk). Cam membuat satu bidang atap dari bahan daun nipah dan ijuk (sajajalon), ujung daun nipah atau ujung yang telah terkumpul dirapihkan, dilipat mengapit sebilah bambu, diikat dengan tali bambu sambil ditekan supaya rapih, . kuat, dan seseg (kokoh).

Pemasangan atap dilakukan setelah bagian rangka atap selesai dengan cara mengikatnya, seperti pemasangan jungjang yang terbuat dari batang kayu berbentuk segitiga sarna kaki pengganti tihang adeg yang berfungsi untuk penyangga atau memasang suhunan, kadal moyan, layeus, dan ereng.

Panto adalah bagian leuit yang terbuat dari kayu atau bambu. Pada umumnya, panto leuit di Kasepuhan Cicarucub sudah terbuat dari papan kayu dan dalam pemasangannya sudah menggunakan engsel, tidak menggunakan tali.

Untuk membuat daun pintu leuit, dibutuhkan 3 lembar papan berukuran panjang 60 - 70 sentimeter, lebar 30 sentimeter disatukan dengan memakunya pada dua bilah papan lain yang dipasang horizontal, panjang lebih kurang 50 sentimeter. Di depan pintu, dibuat pamaraan semacam teras sejajar pengheret, lebar lebih kurang 30 sentimeter .. Namun, tidak semua leuit selalu ada pamaraan, hal ini bergantung kepada pemilik leuit yang dibangun .

. Tara]e

Taroje (tangga) terbuat dari bambu untuk naik pada temp at yang lebih tinggi, menggunakan duabuah batang bambu berukuran panjang yang sama antara 5 atau 7 potong bambu berukuran lebih keeil sekira panjang 35 sentimeter dan berdiameter 2,5 - 3 sentimeter sebagai titian (hambalan).

Untuk membuat sebuah taraje, dibutuhkan dua batang barnbu berukuran panjang lebih kurang 3 meter, berdiameter lebih kurang 6 - 7 sentirneter. Masing-masing batang diukur dan dibagi sarna dengan hambalan yang dibutuhkan. Misalnya taroje yang dibutuhkan harus 7 hambalan (titian), maka jarak antara hambalan dengan hambalan adalah 50 sentimeter. Caranya ialah dengan membuat lubang pada masing-masing batang bambu (liang pupurus) sebanyak hambalan (titian) yang dibutuhkan sebesar diameter potongan barnbu yang disiapkan untuk hambalan (titian). Peribahasa Sunda mengatakan nete taraje nincak hambalan (mengikuti aturan-aturan yang berlaku, yang dirnulai dari bawah ke atas), serta ungkapan taraje nanggeuh, dulang tinande (siap menjalankan perintah).

741

e. Tabap-tabap Mendirikan Leuit

• Tahap pertama: dilakukan pemilihan dan penentuan sebidang tanah yang pantas untuk dijadikan tempat mendirikan leuit. Tanah yang dipilih biasanya di samping atau di belakang rumah. Narnun pada masyarakat Kasepuhan Ciearueub pendirian leuit mengelompok di satu tempat yang agakjauh dari rumah tinggal.

• Tahap kedua: melakukan persiapan pengumpulan bahan-bahan, seperti: kayu, bambu, daun nipah atau ijuk untuk hateup, dengan jalan menebang kayu atau bambu yang sekiranya pantas untuk dijadikan bahan bangunan leuit, begitu juga bambu yang pantas untuk dijadikan layeus, dolos, tali, dan dadampar, serta bilik. Meskipun leuit tersebut dibangun sebagai milik perseorangan atau milik keluarga tertentu, namun sudah menjadi adat, bahwa keluarga-keluarga lain ikut membantu menyediakan bahan-bahan tersebut, sebelurn pengerjaan pembangunan leuit dimulai,

• Tahap ketiga: menentukan ukuran leuit yang akan dibangun. Bangunan leuit biasanya berbentuk segi empat (bujur sangkar) dan ke bagian atas agak membesar, Untuk menentukan ukuran panjang setiap sisi leuit, dipergunakan ukuran deupa (rentangan dua belah tangan) seperti halnya mengukur ukuran rumah. Ukuran yang dianggap baik menurut anggapan mereka adalah empat deupa .atau deupa keempat artinya dana (telaga). Dengan kata lain dari istilah dano tersebut adalah sumber persediaan.

• Tahap keempat: setelah bahan-bahan terkumpul, kemudian pengolahan bahan dengan eara mengukur, memotong, menghaluskan, dan dibentuk menjadi bagian-bagian dari kerangka leuit, Bagian-bagian kerai:J.gka itu terdiiri atas empat buah tihang, sepasang pananggeuy, sepasang pangheret, sepasang pamikul, bilah-bilah kayu untuk bengker, bilah-bilah papan untuk lamaran, dan bilah-bilah papan untuk tutup juru. Batu yang pantas .untuk tatapakan. Selanjutnya, pada leuit tidak diperlukan tihang adeg seperti halnya bangunan tempat tinggal, penggantinya adalah jungjang, yakni dua bilah batang kayu lebih keeil dari ukuran tihang dibentuk segitiga sama kaki,

• Tahap kelima: mempersiapkan batu-batu tatapakan sebagai alas berdirinya tihang, jurnlah tatapakan yang dibutuhkan untuk leuit lebih kurang 10 buah sesuai denganjumlah tiang leuit. Kemudian dipasang atau ditempatkan pada kedudukannya masing-masing berdasarkan ketentuan tentang besar kecilnya ukuran leuit yang akan didirikan. Posisi masingmasing tatapakan hams nyiku (membentuk sudut 90 derajat).

• Tahap keenam: pemasangan rancak-rancak atau rangkaian batang-batang kayu sesuai kebutuhan, baik untuk bagian depan maupun bagian belakang. Bagian atas rancak depan adalah pangheret dan bagian bawahnya dipasang sisiku sedangkan pinggir kiri dan kanan merupakan kerangka bengker saj a. Bagian yang menempel pada kedua bagian rancak

742

samping adalah pananggeuy. Di samping rancak-rancak badan leuit, dirangkai pula rancak-rancak atas sebagai kerangka atap. Rangka atap terdiri atas sepasangjungjang yang dirangkai dari dua batang kayu sarna panjang rnembentuk segi tiga sama kaki, Di atas bagian atas persilangan dua batang kayu tersebut, disediakan untuk suhunan dan kadal moyan.

• Tahap ketujuh: kerangka leuit yang dudah dirangkai menjadi beberapa rancale, ditegakkan di atas 3buah batu tatapakan. Cara menegakkan rancak-rancak itu diperlukan kayu atau bambu penopang yang salah satu ujungnya ditancapkan ke tanah dan ujung yang satunya diikat pada tihang dengan menggunakan tali dan paku. Setelah rancak-rancak berdiri tegak, rancak belakang . dibangunkan pula dengan cara menegakkan'rimcak di bagian depan. Kemudian didirikan rancak bagian samping dalam posisi miring ke luar dengan cara memasukkan kedu ujung pupurus ke liang pupurus pada rnasing-masing tihang yang sudah disiapkan. Setelah terpasang dan dipaseuk, di bagian atas dipasang pamikul, sehingga cowakan-cowakarmya tepat memasuki cowakan-cowakan bagian pangheret yang ditembus pupurus tihang.

• Tahap kedelapan: pemasangan kerangka atap di atas kerangka rancak yang sudah didirikan, yaitu dengan pemasanganjungjang di bagian depan dan jungjang di bagian belakang. Sehingga kedua sudut bagian atas persilangansarna kaki itu, apabila sudah dipasang suhunan akan sejajar dengan pamikul.

• Tahap kesembilan: pemasangan layeus dari atas suhunan (bubungan) melewatipamikul secara lurus dan sejajar dengan salah satu sisijungjang, disusul dengan pemasangan ereng. Pemasangan ereng disejajarkan dengan pemasangan suhunan (bubungan) atau pamikul dengan cara diikat menggunakan tali yang terbuat dari awi tali (barnbu tali). Selanjutnya di bagian depan dan belakang di pasang cabrik diujung layeus agar tidak narnpak dari luar,

• Tahap kesepuluh: pemasangan dadampar sebagai lantai leuit, disejajarkan dengan pananggeuy. Dadampar tersebut ditopang dengan dolos dan sarang.

• Tahap kesebelas: pemasangan bilik dan hateup. Ukuran bilik telah ditentukan pada waktu ngarancak, yaitu membentuk trapesium sama kaki. Bilik dipasangkan di sebelah dalam dari kerangka Jeui(sehingga bengker terIihat dari luar.· .. ·.

• d·

• Tahap keduabelas: pemasangan pintu dan ampig pada bidangatas depan

menghadap ke timur, begitu pula ampig bagian belakang. Di bagian depan pintu dipasangpaparaan.

• Tahap ketigabelas: pemasangan hateup dan wuwung, merupakan pekerjaan terakhir dari rangkaian pendirian leuit.

743

D.PenUIUP

Manusia adalah bagian dari a1arn. Oleh karena itu dimana pun berada, segala gerak kehidupannya selalu bergantung pada lingkungan yang menjadi tempat hidupnya. Lingkungan itu berupa lingkungan fisik dan lingkungan sosial atau kebudayaan. Sesungguhnya, hubungan antara manusia dengan lingkungan fiisik tidaklah semata-mata berwujud sebagai suatu hubungan di mana manusia mempengaruhi dan mengubah ·lingkungannya. Dengan kata lain, manusia turut menciptakan corak dan bentuk lingkungannya.

Hubungan . antara manusia dengan lingkungan dipengaruhi atau dijembatani oleh kebudayaan yang dipunyainya, Pada umumnya kebudayaan dapat dikatakan bersifat adaptif karena melengkapi manusia dengan cara-cara penyesuaian diri pada kebutuhan-kebutuhan fisikologis dari tubuh mereka sendiri, penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisik-geografis maupun lingkungan sosialnya. Kenyataan banyaknya kebudayaan bertahan malah berkembang menunjukkan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang dikembangkan menunjukkan ·oleh suatu masyarakat disesuaikan dengan kebutuhankebutuhan tertentu dari lingkungannya, Hal ini tidaklah mengherankan, karena jika sifat-sifat budaya tidak disesuaikan dengan beberapa keadaan tertentu, kemungkinan masyarakat untuk bertahan akan berkurang. Ember dan Ember dalarn T.O. Ihromi (1980:28) mengatakan bahwa tiap-tiap adat yang meningkatkan ketahanan suatu masyarakat dalam lingkungan tertentu merupakan adat yang dapat disesuaikan.

Berbicara mengenai adat istiadat, baik yang berlaku pada masyarakat pedesaan maupun pada masyarakat perkotan, akhirnya akan terpusatkan. untuk meninjau bagaimana peranan atau fungsi adat istiadat tersebut dalam pengaturan berlangsungnya kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Pengertian yang terkandung dalam pemyataan terse but menyiratkan berkaitan antara adat istiadat dengan konservasi tradisional yang berfungsi dalam sistem pengendalian sosial. Dasar dari asumsi tersebut adalah adat istiadat selalu mengandung pengertian hukum adat yang memiliki kekuatan hukum dan adanya sanksi apabila adat tersebut dilangar. Dengan demikian, salah satu wujud adat istiadat adalah sistem pengendalian sosial yang tersirat pada saat konservasi tradisional sebuah masyarakat ditaati dan dijalankan dengan penuh kesunguhan.

Konservasi tradisional merupakan pranata sosial yang dapat memelihara, melindungi keharmonisan hubungan antara manusia dengan lingkunan dan manusia dengan lingkungan sosialnya, yang mempunyai kemampuan mengatur, mengawasi, menekan, membangkitkan perasaan memiliki sekaligus kemauan untuk memelihara, dan mempunyai sanksi untuk menghukum warga masyarakat yang melanggar. Pada masyarakat Kasepuhan

744

Cicarucub, sebuah kampung adat yang terletak di Desa Neglasari Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten, konservasi tradisional yang membuat masyarakatnya selalu berupaya menjaga keharmonisan dan dijalankan dalam kehidupan sehari-hari, Strategi untuk menjaga keharmonisan dengan lingkungan agar tetap eksis atau tetap dapat melangsungkan kehidupan tersebut, dimiliki mereka berdasarkan pengalaman secara turun-temurun, hingga membudaya. Dengan demikian, landasan konservasi tradisional tersebut adalah kebudayaan yang dimilikinya berdasarkan warisan karuhun (leluhur).

Seperti telah dikemukakan pada bab sebelumnya, fokus penelitian adalah aktualisasi konservasi tradisional dalam kehidupan masyarakat Kasepuhan Cicarucub yang berfungsi untuk memelihara dan menciptakan keselarasan atau keseimbangan kehidupannya, serta peran lembaga-lembaga kemasyarakatan tradisional (lembaga adat) dalam mengatur dan menjaga penerapan konservasi tradisional.

Lembaga kemasyarakatan yang diungkapkan untuk membahas serta memperjelas mekanisme pengaturan konservasi tradisional pada penelitian ini adalah lembaga keluarga, lembaga pendidikan, lembaga pemerintahan, Iembaga keagamaan, dan lembaga perekonomian.

Pada masyarakat Kasepuhan Cicarucub, lembaga keluarga merupakan lembaga sosial yang berperan penting dalam menanamkan ahlak, norma, budi pekerti, melatih dan mengajarkan tanggung jawab, serta memberikan pengalaman dan pengetahuan tentang pola-pola tingkah laku yang baik menurut adat. Dengan demikian, para orang tua tidak khawatir kelak anaknya salah tincak (salah berperilaku) karena kemanapun pergi dapat menjaga diri dan mematuhi nilai-nilai serta norma-norma yang berlaku di masyarakat tempatnya berada.

Khusus di Kampung Cicarucub Girang yang termasuk ke dalam Kasepuhan Cicarucub tidak didapati sekolah sebagai sarana untuk penyelenggaraanformal. Apabila anak-anak akan bersekolah harus pergi ke luar Kampung Cicarucub Girang, namun ill dua kampung lainnya, yakni Kampung Cicarucub Tengah dan Kampung Cicarucub Hilir yang berada ill wilayah Kasepuhan Cicarucub sudah didapati sekolah walau hanya tingkat Sekolah Dasar (SD). Hal ini dimungkinkan merupakan salah satu penyebab rendahnya angka anak sekolah, selain kondisi ekonomi keluarga yang memcapai taraf mampu untuk menyekoIahkan. Namun demikian, pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah telah diberikan oleh para orang tua sedini mungkin, misalnya belajar berbicara, bela jar berjalan; serta belajar keterarnpilan lainnya, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan hidup seperti mencangkul, bercocok tanam, mengaji, sholat, mengambil nira dari pohon aren, dan lain-lain.

Berkaitan dengan konservasi tradisional masyarakat Kasepuhan Cicarucub, lembaga pemerintah desa, dalam hal ini pemerintah Desa

745

Neglasari, merupakan penggerak, pengambil keputusan, pernelihar, dan pengawas tentang berbagai aturan adat masyarakat Kasepuhan Cicarucub -demi berlangsungnya kehidupan yang selaras dan seimbang eli anatara warga. Dengan demikian, lembaga pemerintahan desa berperan dalam sistem pemantapan dan penyelarasan konservasi tradisional dalam kehidupan seharihari masyarakat Kasepuhan Cicarucub. Pada kenyataannya, konservasi tradisional pada masyarakat Kasepuhan Cicarucub masih terlihat terutama dalarn mengatur tata kehidupan masyarakat pendukungnya, lembaga pernerintahan desa tidak terlalu diperlukan peranannya secara langsung. Mereka selalu berusaha menyelesaikan setiap masalah secara intern dengan arahan kasepuhan atau olot, juga arahan Juru Basa atau Kuncen. Apabila tidak dapat diselesaikan secara intern, baru kemudian dibawa ke tingkat desa., apapun masalahnya.

Lembaga keagamaan peranannya sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Lernbaga keagamaan dengan perangkatnya yang terdiri atas para ulama harus mampu meyakinkan masyarakat pemeluk agama bahwa agama adalah pegangan hidup yang baik dan benar. Perwujudan dari penghayatan ajaran agama dalam kehidupan masyarakat Kasepuhan Cicarucub tampak dari keadaan lingkungan yang bersih dan rnasyarakat berangapan bahwa kebersihan merupakan tanggungjawab semua warga masyarakat

Dalam kaitannya dengan pelestarian lingkun&an dan atau konservasi alam, masyarakat Kasepuhan Cicarucub mempunyai sistem pengetahuan tersendiri yang rnemiliki prinsip-prinsip konservasi tradisional. Begitu pula halnya dengan unsur-unsur flora., terlihat sangat terjaga kelestariannya dan menjadi bagian alam yang menonjol. Kelestarian tersebut bukan merupakan gejala alami tetapi wujud pelestarian lingkungan hasil dari pengendalian budaya atau adat yang sampai saat ini masih dipertahankan. Wujud pelestarian dimaksud tidak semata-mata ada., namun para karuhun (leluhur)lah yang menetapkan aturan-aturan adat berupa pamali (tabu) yang secara turun temurun ditaati dan dilaksanakan oleh rnasyarakat Kasepuhan Cicarucub hingga sekarang.

Kasepuhan atau olot sebagai pemangku adat, dipercaya masyarakat Kasepuhan Cicarucub sebagai orang yang marnpu berhubungan dengan para leluhur yang menempati leuweung larangan dan sekaligus menjadi penghubung dengan para leluhur tersebut dengan cara rekes (izin).

Dalam areal leuweung larangan ditabukan untuk menyelenggarakan kegiatan duniawi dan dilarang untuk memanfaatkan segala sumber hutan. Segala sesuatu dibiarkan berlangsung secara alarni; masyarakat dilarang menebang pohon bahkan memungut ranting yang jatuh pun tidak boleh ada yang mengambil. Jika ada yang melanggar tabu ini maka orang tersebut akan mendapat sanksi dari pelanggaran yang dilanggamya.

Masyarakat Kasepuhan Cicarucub khususnya dan masyarakat Desa neglasari pada umumnya sangat percaya bahwa mahluk gaib (yang dipercaya

746

sebagai karuhun) itulah yang menetapkan aturan-aturan adat berupa pamali (tabu) atau pantang yang berlaku di Kasepuhan Cicarucub dan ditaati oleh semua orang termasuk Kasepuhan atau Olot, serta dipelihara kelangsungannya hingga sekarang.

Uraian di atas menunjukkan bahwa hubungan masyarakat tradisional dengan ekosistem di sekitarnya adalah rumit dan multi dimensional. Mereka memiliki sistem kepercayaan, pranata adat, pengetahuan dan cara pengelolaan atas sumber daya alam secara lokal, Sebagai suatu komunitas, mereka memiliki kebergantungan dan keyakinan rohani tentang ekosistem setempat (tanah dan hutan) sehingga pengelolaannya dilakukan dengan aturan adat yang ketat. Dengan pemahaman masyarakat tradisional yang mendalam teritang dimensi budaya dan keyakinan rohani terhadap ekosistem lokal (tanah dan hutan) maka mereka yang tinggal di kawasan tersebut mempunyai kepentingan jangka panjang untuk memelihara keberlanjutan sumber daya yang ada supaya tetap lestari dan menjadi lingkungan yang indah, Permasalahan di atas menunjukkan bahwa kebudayaan tradisional, kbususnya dalam pengelolaan sumber daya alam secara tradisional, telah memiliki prinsip-prinsip konservasi.

Sistem pengetahuan lokal telah rnembuktikan suatu kearifan masyarakat atas perilaku alam dan diikuti dengan praktek pengelolaan sumber daya alam secara tradisional, merupakan pilihan yang arif untuk mempertahankan keberlanjutan fungsi lingkungan alam, sebagai suatu sistem yang bersifat Iokal, upaya-upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat tradisional boleh dikatakan sudah teruji. Oleh karena itu, konservasi tradisional ini harus dipelihara dan dikembangkan karena merupakan sumbangan bagi tercapainya pembangunan berkelanjutan.

Penghargaan terhadap alam yang menyebabkan pengunaan sumber daya alam dengan bijaksana, membuat kondisi Kasepuhan. Cicarucub berudara sejuk dan nyaman. Kenyataan tersebut telah mempertebal keyakinan masyarakat bahwa di samping kegunaan yang bersifat sakral (dengan mentaati pamali (tabu) atau aturan-aturan warisan nenek moyang (karuhun) yang berlaku turun temurun), lingkungan alam juga mempunyai kegunaan yang bersifat profan. Kondisi pemukiman yang nyaman dan sejuk, membuat masyarakat betah dan kerasan serta mencintai kampungnya. Kondisi demikian ditunjang oleh rasa tentram yang timbul karena pergaulan yang harmonis dan akrab di antara para warganya.

Ketenangan dan ketentraman hidup tampaknya merupakan motif utama dalam hidup bennasyarakat menurut pandangan hidup masyarakat Kasepuhan Cicarucub. Mereka tidak menyukai konflik karena konflik akan menimbulkan keonaran dalam masyarakat sehingga ketentraman bisa terganggu. Supaya bisa hidup tentram, maka dalam pergaulan orang hams bertindak hati-hati, waspada, matang dan penuh perhitungan dalam melakukan sesuatu serta menghargai pendapat dan perasaan orang lain.

747

Selain menjaga hubungan yang erat antara manusia dengan manusia sebagai anggotan masyarakat, untuk menjaga ketentraman dan kedamaian, mereka juga memelihara hubungan yang erat dengan para leluhur melalui upacara-upacara adat atau dengan mematuhi kasauran karuhun (nasihat leluhur) yang menganjurkan hidup sederhana, sopan santun, tidak berlebihan dan tidak mengejar kesenangan duniawi, tetap memegang prinsip kebersamaan, serta berusaha mentaati dan menjalankan tabu ciengan penuh kesungguhan.

Walaupun tidak ada ketentuan sanksi yang tegas . terhadap para pelanggar, pamali (tabu) tetap dipatuhi dan dijalankan karena mereka percaya apabila pamali (tabu) itu dilanggar akan ada akibat yang tidak diinginkan yang menimpa pelanggar, atau mungkin bisa menimpa seluruh warga secara keseluruhan, Oleh karen a itu, orang yang melakukan pelangaran kerapkali dikucilkan dari pergaulan masyarakat.

Sebagai bukti ketaatan terhadap ketentuan warisan karuhun (leluhur) khususnya adalah tidak berubahnya bentuk bangunan tempat tinggal rompok adat yang ditempati kasepuhan atau olot, juga juru basa . atau kuncen. Rompok adat sebagai temp at tinggal kasepuhan dan juru basa berbentuk panggung, berdidinding bilik dan beratap injuk (ijuk) atau daun nipah.

Untuk membangun sebuah rompok adat khususnya, mereka hams mengikuti pola-pola yang telah berlaku secara turun temurun dari generasi pendahulunya karena rumah pada umumnya menurut mereka bukan hanya sebagai tempat berlindung dari terik matahari, binatang buasdan hujan. Rumah dianggap sebagai pakaian yang keberadaannya bisa mencerminkan keluarga 'Yang menghuninya, Rumah yang baik menurut mereka adalah yang sederhana, yaitu berbentuk sesuai dengan ketentuan yang digariskan karuhun (leuluhr).

Dengan adanya ketentuan karuhun yang direalisasikan dalam bentuk tabuatau pantang, pemukiman penduduk tersusun atas bentuk bangunan rumah yang seragam, teratur, dan rapi. Walaupun bentuk konstruksinya sederhana, rumah-rumah penduduk tampak kokoh dan kuat dengan bertumpu pada batu alam (tatapakan). Bangunan yang mempunyai konstruksi demikian merupakan bangunan tahan gempa karena seluruh bagiannya merupakan kesatuan yang diletakkan di atas batu, akan bergeser seluruhnya bila terjadi gempa. Arsitektur tradisional memang memiliki logika struktur yang kuat selalu bereaksi secara nalar, dan cerdas terhadap ekologi setempat.

Konsepsi yang tersirat dalam rompok adat khususnya dan umunya rumah masyarakat di Kasepuhan Cicarucub merupakan konsepsi yang bijaksana karena berpijak pada keserasian dan penghargaan terhadap lingkungan, Bahan-bahan yang digunakan sebagai pembentuk rumah, diperoleh dari alam sekeliling dengan penggunaan sumber alam yang bijaksana, artinya eksploitasi yang dilakukan terbatas pada penggunaan seperlunya dan tidak semena-mena karen a dibatasi oleh tabu atau pantang

748

yang secara tidak langsung mengatur masyarakat untuk bersikap arif terhadap lingkungan alam dimana mereka bertempat tinggal.

Bertahan dan berjalannya tradisi warisan karuhun (leluhur), tidak terlepas dari peranan kasepuhan atau olot danjuru basa atau kuncen sebagai pemimpin informal yang berfungsi sebagai pelindung adat istiadat. Kasepuhan atau olot dan juru basa dianggap sebagai orang yang mampu mewakili masyarakat untuk berhubungan dengan roh nenek moyang sehingga segala sesuatu yang menjadi keinginan masyarakat dapat disampaikan dengan perantaranya. Demikian juga sebaliknya, pesan yang ingin disampaikan oleh karuhun (leluhur) dapat diterima melalui firasat, mimpi,

atau gejala-gejala alamo .

Dalam kehidupan sehari-hari, kasepuhan selalu menjadi suri teladan yang secara tidak langsung menumbuhkan wibawa yang kuat dalam pandangan warga masyarakat Kasepuhan Cicarucub pada khususnya. Kewibawaan tersebut berpengaruh besar dalam kelangsungan hidup adat istiadat, sehingga apa yang dianggap baik olehnya akan baik pula bagi masyarakat dan apa yang dikatakan tidak baik akan tidak baik pula bagi masyarakat.

Sehubungan fungsinya sebagai pelindung adat, kasepuhan mempunyai peranan penting dalam berbagai upacara adat dan sesuatu yang berhubungan dengan adat istiadat, serta memberikan kebijaksanaan terhadap orang-orang yang melakukan pelanggaran-pelanggaran pada adat, Hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan harus meminta pertimbangan kasepuhan.

Selanjutnya, akan dapat diketahui bahwa konservasi tradisional yang sebagian besar direalisasikan dengan tabu atau pantang, sebenarnya mempunyai makna atau fungsi yang sanggat luas. Konservasi tradisional juga berfungsi sebagai bentuk kontrol atau pengawasan dalam kebudayaan yang menahan diJakukannya eksploitasi alam secara semena-mena, yang membuat masyarakat tetap sederhana, tidak hidup berlebihan. Mekanisme itu diselimuti dengan sanksi-sanksi moral keagamaan, sebingga keadan Iingkungan alam serta sosial relatif stabil dalam jangka waktu yang lama. Sekalipun dernikian, tidak bisa dipungkiiri bahwa sekecil apapun yang terjadi, kebudayaan Kasepuhan Cicarucub akan berubah dan dengan berubahnya waktu karena kebudayaan tidak bersifat statis. Ia berkembang sesuai dengan sifatnya yang adaptif, selalu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan sekitarnya

l Dallar Pustaka

Ekadjati, Edi S. (ed.). 1984.

Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya, Bandung: Girimukti Pusaka.

749

Ember, Carol R. dan Melvin Ember. 1990.

"Konsep Kebudayaan" dan"Teori dan Metode Antropologi Budaya", dalam T.O. Ihromi, Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Grarnedia.

Ihromi, T.O. 1980.

Pokok-pokok Anropologi Budaya. Jakarta: Gramedia.

Indonesia Depdikbud. 198111982.

Arsitektur Tradisional Daerah Jawa Barat. Bandung: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.

Iskandar, Johan. 1992.

Elrologi Perladangan di Indonesia; Studi Kasus dari Daerah Baduy Banten Selatan, Jawa Barat. Bandung: Jambatan.

Koentjaraningrat. 1974.

Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Rosyadi et a1.2005.

Peranan Leuit dalam Kehidupan Masyarakat Kasepuhan Cisungsang, Bandung: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

Salim,Emil. 1979.

Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Rajawali. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.

Satriadi, Yudi Putu et al. 1997.

Kearifan Tradisional Masyarakat Kampung Kula. Bandung:

Depdikbud. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Balai Kajian Sejarah dan Nilai TradisionaI.

Sumamihardja, Suhandi dan Yugo Sariyun. 1991.

Kesenian Arsitektur Rumah dan Upacara Adat Kampung Naga Jawa Barat, Jakarta: Depdikbud. Ditjen Kebudayaan. Proyek Pembinaan Media Kebudayaan.

Sumintarsih et al. 1993/1994.

Kearifan Tradisional Masyarakat Pedesaan dalam Hubungannya dengan Pemeliharaan Lingkungan Hidup di Daerah Istimewa Yogyakarta. Depdikhud: P2NB.

Warnaen, Suwarsih et al. 1987.

Pandangan Hidup Orang Sunda seperti Tercermin dalam Tradisi Lisan dan Sastra Sunda. Bandung: Depdikbud. Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda.

750

Anda mungkin juga menyukai