Anda di halaman 1dari 5

MANFAAT WISATA

Mata Kuliah : Kepariwisataan

Di susun oleh :

AGUS SWASONO 09416241029

PRODI PENDIDIKAN IPS


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010

1
MANFAAT WISATA

DALAM ASPEK EKONOMI, SOSIAL, BUDAYA DAN LINGKUNGAN

A. Manfaat Pariwisata di bidang ekonomi

1. Meningkatkan devisa

Sektor pariwisata mempunyai peluang besar untuk mendapatkan devisa.hal ini


dapat di lihat dengan semakin meningkatnya kunjugan wisatawan manca negara ke
Indonesia.sebagai penghasil devisa yang di andalkan,pembangunan pariwisata dapat
mendukung kelanjutan pembangunan nasional.

2. Meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha

Peningkatan pembangunan pariwisata dapat membuka lapangan kerja dan


lapangan berusaha ,baik secara langsung maupun tidak langsung,baik pada waktu
sebelum dan sesudah bberlangsungnya kegiatan kepariwisataan tersebut.secara
langsung pada usaha akomodasi,restaurant dan hiburan,cinderamata,informasi
pariwisata,pramuwisata dan pemerintah.secara tidak langsung pada usaha taxi,pusat
perbellanjaan,industri kecil,katering dan pengolahan
makanan,pertanaian,peternakan,perkebunan,perbankan,olah raga,sanggar tari dan
teater dan jasa-jasa lain

2
3. Menunjang pembangunan daerah

Pembangunan pariwisata cenderung untuk tidak terpusat di kota, melainkan ke daerah


pedalaman dan pantai yang bebas dari kebisingan kota.Dengan demikian sektor pariwisata
amat sangat berperan dalam menunjang pembangunan daerah.

4. Meningkatkan Penerimaan devisa

Pajak langsung,yaitu dari pajak penjualan dan penghasilan dari perusahan pariwisata
serta pajak dari wisawan yang menggunakan fasisilitas umum. Pajak tak langsung, yaitu bea
masuk dan bea cukai dari penghasilan barang dan jasa.

5. Meningkatkan dan memeratakan pendapatan rakyat

Belanja di DTW akan meningkatkan pendapatan dan pemerataan pada masyarakat


setempat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui dampak berganda (multiflier
effect )

6. Meningkatkan ekspor

Dengan semakin banyaknya wisatawan mancanegara yang berkunjung berarti akan


ikut memperkenalkan barang-barang produksi dalam negeri yang di nikmati wisatawan
yang kemudian akan membuka peluang untuk ekspor.

B. Manfaat Pariwisata di bidang Sosial Budaya

Secara teoritikal-idealistis, antara manfaat sosial dan manfaat kebudayaan dapat


dibedakan. Namun demikian, Mathieson and Wall (1982:37) menyebutkan bahwa there
is no clear distinction between social and cultural phenomena, sehingga sebagian besar
ahli menggabungkan manfaat sosial dan manfaat budaya di dalam pariwisata ke dalam
judul ‘manfaat sosial budaya’ (The sosiocultural impact of tourism in a broad context).
Studi tentang manfaat sosial budaya pariwisata selama ini lebih cenderung
mengasumsikan bahwa akan terjadi perubahan sosial-budaya akibat kedatangan

3
wisatawan, dengan tiga asumsi yang umum, yaitu: (Martin, 1998:171):
1. perubahan dibawa sebagai akibat adanya intrusi dari luar, umumnya dari sistem
sosial-budaya yang superordinat terhadap budaya penerima yang lebih lemah;
2. perubahan tersebut umumnya destruktif bagi budaya indigenous;
3. perubahan tersebut akan membawa pada homogenisasi budaya, dimana identitas
etnik lokal akan tenggelam dalam bayangan sistem industri dengan teknologi barat,
birokrasi nasional dan multinasional, a consumer-oriented economy, dan jet-age
lifestyles.
Asumsi di atas menyiratkan bahwa di dalam melihat manfaat sosial-budaya
pariwisata terhadap masyarakat setempat, pariwisata semata-mata dipandang sebagai
faktor luar yang menghantam masyarakat. Asumsi ini mempunyai banyak kelemahan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Wood (1984), selama ini banyak peneliti yang
menganggap bahwa pengaruh pariwisata dapat dianalogikan dengan ‘bola-bilyard’, di
mana objek yang bergerak (pariwisata) secara langsung menghantam objek yang diam
(kebudayaan daerah), atau melalui objek perantara (broker kebudayaan). Dalam hal ini
tersirat juga asumsi bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang diam, tidur, atau pasif, dan
seolah-olah kebudayaan tersebut adalah sesuatu yang homogen. Pendekatan seperti ini
mengingkari dinamika masyarakat dimana pariwisata mulai masuk, dan tidak mampu
melihat berbagai respons aktif dari masyarakat terhadap pariwisata.
Wood selanjutnya menganjurkan, di dalam melihat pengaruh pariwisata
terhadap masyarakat (kebudayaan) setempat, harus disadarai bahwa kebudayaan
adalah sesuatu yang secara internal terdeferensiasi, aktif, dan selalu berubah. Oleh
karena itu pendekatan yang kiranya lebih realistis adalah dengan menganggap bahwa
pariwisata adalah ‘pengaruh luar yang kemudian terintegrasi dengan masyarakat’,
dimana masyarakat mengalami proses menjadikan pariwisata sebagai bagian dari
kebudayaannya, atau apa yang disebut sebagai proses ‘turistifikasi’ (touristification).
Pengaruh di luar interaksi langsung ini justru lebih penting, karena mampu
menyebabkan restrukturisasi pada berbagai bentuk hubungan di dalam masyarakat
(Wood, 1984).

4
C. Manfaat Pariwisata di bidang Lingkungan

Anda mungkin juga menyukai