Anda di halaman 1dari 29

Eksistensi Pabrik Rokok Subur dan Konsekuensinya Terhadap Dinamika

Sosial-Ekonomi Masyarakat Desa Astanalanggar Kabupaten Cirebon Tahun

1971-2009

Latar Belakang Masalah Penelitian

Dewasa ini kemiskinan semakin banyak terdapat di Indonesia. Berdasarkan

data Badan Pusat Statistik (http://www.bps.go.id/), presentase penduduk miskin di

Indonesia sampai tahun 1996 masih sangat tinggi, yaitu sebesar 17,5% atau 34,5.

Hal ini sangat kontras sekali dengan cita-cita bangsa yang termuat dalam

Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, disebutkan bahwa Indonesia ingin

menjadi negara yang adil dan makmur. Dengan banyaknya angka kemiskinan di

Indonesia, secara otomatis akan memperlambat proses pembangunan di negara

tersebut.

Berbagai program telah dicanangkan oleh pemerintah Republik Indonesia

untuk menaggulangi semakin meluasnya kemiskinan tersebut, salah satunya

adalah pengembangan perekonomian dengan pendekatan “dari bawah”

(http://www.menkokesra.go.id). Dengan cara seperti ini, diharapkan pembangunan

di setiap daerah akan lebih merata. Karena dengan pendekatan tersebut,

pembangunan tidak lagi terfokus hanya kepada daerah perkotaan saja. Dengan

demikian diharapkan setiap daerah mampu untuk mengoptimalkan potensi

perekonomian yang ada di daerahnya masing-masing, sehingga pemerataan

kesejahteraan penduduk pun akan lebih merata. Terdapat dua kata kunci dalam

pembangunan daerah tersebut, yaitu pertama, pembangunan daerah disesuaikan

1
dengan prioritas dan potensi daerah masing-masing dan kedua, adanya

keseimbangan pembangunan antar daerah. Dalam implementasinya, bermacam

cara telah dilakukan, seperti pengembangan industri di desa-desa baik itu industi

rumah tangga maupun industri kecil.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pengembangan industri daerah sangat

berperan besar dalam pembangunan perekonoman di daerah tersebut, termasuk

industri kecil. Dengan adanya industri kecil, maka masyarakat akan terserap di

dalamnya sebagai tenaga kerja, sehingga angka kemiskinan dapat ditekan. Demi

kelancaran program tersebut diperlukan suatu kebijakan strategis yang mampu

mendorong berkembangnya industri kecil, khususnya yang terdapat di pedesaan.

Pemerintah sudah berupaya agar pertumbuhan industri kecil di setiap daerah

terus meningkat setiap tahunnya. Salah satu kebijakan pemerintah tersebut dengan

dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) no 10 tahun 1999

tentang Pemberdayaan Usaha Menengah, serta Undang-Undang no 9 tahun 1995

tentang usaha kecil. Dengan peraturan itu, maka pemerintah berupaya untuk

memberdayakan usaha menengah agar nantinya mereka dapat berkembang dan

meningkat jumlahnya menjadi usaha yang tangguh, mandiri dan unggul serta

mempunyai daya saing yang tinggi baik dalam negeri maupun luar negeri.

Peraturan ini berlaku untuk semua industri yang terdapat di Indonesia, termasuk di

dalamnya adalah industri rokok.

Dewasa ini telah terjadi perubahan orientasi industri, dimana tidak hanya

fokus di daerah perkotaan tetapi juga mulai melihat potensi desa untuk mendirikan

industrinya. Hal itu juga terjadi di Kabupaten Cirebon. Di Kabupaten Cirebon


sendiri banyak terdapat industri rokok, khususnya industri rokok kretek. Tercatat

61 pabrik rokok kretek yang tersebar di enam kecamatan dan sembilan desa di

Kabupaten Cirebon (Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon, 2009: 1-2).

Maraknya industri rokok di Kabupaten Cirebon ini tentu saja membawa

konsekuensi terhadap dinamika sosial-ekonomi desa yang ada di wilayah tersebut.

Memang jika dilihat secara geografis, kondisi alam di Kabupaten Cirebon sendiri

dinilai sangat startegis sebagai daerah indstri rokok. Letaknya yang berbatasan

langsung dengan Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Cirebon, Kabupaten

Kuningan, Kabupaten Majalengka, serta Kota Cirebon sendiri sangat strategis

untuk daerah pemasarannya.

Kondisi geografis Kabupaten Cirebon yang merupakan dataran rendah,

maka sebagian besar mata pencaharian warganya adalah sebagai petani dan buruh

tani dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dilihat dari penghasilan para

petani dan buruh tani, setidaknya penghasilan tersebut belum dapat memenuhi

sebagian besar kebutuhan hidup masyarakat Kabupaten Cirebon. Mengingat hasil

panen pada umumnya rata-rata hanya dapat dilaksanakan dua kali dalam setahun.

Oleh karena itu, kehadiran industri rokok diharapkan dapat memberikan tambahan

penghasilan dalam menunjang kebutuhan hidup masyarakat Kabupaten Cirebon.

Begitu pula yang terjadi di Desa Astanalangga Kecamatan Losari

Kabupaten Cirebon. Pekerjaan masyarakat di desa tersebut mayoritas adalah

petani dan buruh tani harus ditunjang dengan usaha lainnya. Mengingat jika

mereka hanya mengandalkan sektor pertanian saja yang panen dua kali dalam

setahun, kebutuhan mereka akan sulit untuk terpenuhi. Untuk menanggulangi

3
masalah tersebut, mereka akhirnya memilih pekerjaan tambahan sebagai tenaga

kerja di pabrik rokok kretek yang ada di desa tersebut.

Di Desa Astanalangga Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon terdapat 28

industri rokok, jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan desa lainnya yang

terdapat di Kabupaten Cirebon. Diantara banyaknya pabrik rokok di desa ini, PR

(Pabrik Rokok) Subur bisa disebut sebagai awal dari berkembangnya pabrik

rokok. PR Subur ini adalah industri rokok dengan jenis kretek. Mulai merintis

usaha pada tahun 1960, awalnya memproduksi “rokok putih” atau rokok yang

tidak memiliki merk dagang. Hingga pada awal tahun 1971 pemerintah Kabupaten

Cirebon mulai melihat potensi dari perusahaan ini hingga akhirnya pada tahun ini

juga diberikan izin pendirian industri rokok dengan nama PR Subur. Produk dari

PR Subur ini menggunakan merk dagang Panah Mas.

Dalam pembuatan rokok, tidak semua orang dapat melakukannya.

Diperlukan suatu keahlian khusus agar mutu dari produk yang dihasilkan akan

terjamin. Maka untuk itu dipilihlah para wanita yang dinilai tekun dan rapih dalam

mengerjakan sesuatu dibandingkan dengan laki-laki. Maka tidak heran jika di

setiap perusahaan rokok banyak sekali pekerja wanita. Pekerja laki-laki memang

ada, tetapi mereka hanya ditugaskan sebagai pengangkut tembakau, atau yang

bertugas menjadi distributor ke warung-warung rokok saja.

Setiap industri pasti mengalami pasang surut. Begitu pula dengan PR Subur.

Pada tahun 1971 dan 1998-2003 industri ini mengalami perkembangan yang

pesat. Sedangkan dari akhir tahun 1971 sampai awal 1998 industri ini pernah

merasakan “gulung tikar” akibat kebijakan kenaikan harga cukai yang relatif
cukup tinggi. Dengan naiknya harga cukai pengusaha rokok Subur tidak mampu

untuk membeli cengkeh, karena keuntungan yang mereka peroleh tak sebanding

dengan harga cukai pada masa itu. Di tahun 1998 PR Subur melihat adanya suatu

peluang usaha, disaat Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi akibat

lemahnya fundamental perekonomian Indonesia (Adiningsih, 2008: 8). Dampak

dari masalah tersebut adalah naiknya harga-harga barang dan penurunan daya beli

masyarakat. Berbagai cara dilakukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya

akan tetapi kebutuhan untuk merokok bagi beberapa masyarakat harus terpenuhi.

PR Subur memberikan alternatif untuk memenuhi kebutuhan akan rokok

masyarakat dengan menawarkan rokok yang harganya relatif terjangkau dengan

Rp. 500 /bungkus. Dengan harga tersebut, minat masyarakat untuk membeli rokok

dari PR Subur pun meningkat.

Pada tahun 2003, produk dari PR Subur ini telah mampu menjangkau pasar

rokok di Bengkulu, Palembang, dan Papua. Proses pendistribusian produk

dilakukan pada awalnya dengan tidak sengaja. Ketika ada warga Desa

Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon pulang ke kampung

halamnnya setelah merantau cukup lama. Ketika kembali ke tempat rantauannya,

mereka membawa rokok dari PR Subur. Di daerah rantau tersebut mereka

membagikan rokok yang dibawa kepada teman-temannya, respon dari konsumen

tersebut sangat bagus. Hingga akhirnya permintaan akan rokok dari PR Subur itu

pun mengalami peningkatan.

Sebenarnya banyak masalah yang mampu menghambat perkembangan dari

PR Subur. Masalah itu berasal dai persaingan dengan perusahaan rokok kecil

5
sendiri, perusahaan rokok besar, serta kebijakan pemerintah. Persaingan dengan

pabrik rokok lain dinilai relatif kecil yaitu, hanya masalah persaingan harga jual

dan pendistribusian produk rokok ke pasaran. Untuk menaggulangi masalah

tersebut, para pengusaha rokok yang ada di Desa Astanalanggar telah melakukan

kesepakatan tentang pembagian daerah pendistribusian dari rokok yang telah

dihasilkan oleh pabrik rokok masing-masing.

Persaingan dengan perusahaan rokok besar pun terjadi dalam dinamika

perusahaan rokok Subur. Berdasarkan hasil penelitian awal, masalah yang sering

dihadapi oleh PR Subur serta pabrik rokok lainnya adalah pengawasan yang

sangat ketat dari Dirjen Bea dan Cukai terhadap pabrik rokok kecil. Jika industri

rokok kecil sangat diawasi sekali dalam hal pembuangan limbah rokok sehingga

limbah tersebut tidak bisa dipergunakan kembali dengan alasan tidak baik untuk

kesehatan, maka yang terjadi di perusahaan rokok besar adalah sebaliknya.

Limbah yang ada di perusahaan rokok besar justru dipergunakan kembali untuk

pembuatan rokok dengan merk berbeda dan dijual di pasaran. Masalah lainnya

yang terjadi adalah perbedaan kualitas antara rokok yang dihasilkan oleh pabrik

rokok kecil dengan perusahaan rokok besar yang berujung kepada minat beli

masyarakat terhadap rokok tersebut. Untuk menyiasati masalah itu, PR Subur

membuat bungkus dari rokok yang merk produksi hampir sama seperti kemasan

rokok yang dihasilkan oleh perusahaan rokok besar.

Hambatan lainnya berasal dari pemerintah sendiri, dengan dikeluarkannya

beberapa peraturan pemerintah yang dirasakan oleh para pengusaha rokok kecil

membuat mereka kesulitan melaksanakan produksinya. Peneliti berhasil


menemukan beberapa peraturan pemerintah tentag tarif tembakau dan cukai,

diantaranya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 134/PMK.04/2007

Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor

43/Pmk.04/2005 Tentang Penetapan Harga Dasar dan Tarif Cukai Hasil

Tembakau. Peraturan tersebut berisi tentang pengurangan jumlah produksi rokok

kretek dengan alasan untuk menjaga kualitas dari rokok tersebut.

Pada tahun 2009, Menteri Keuangan Republik Indonesia mengeluarkan

Peraturan Menteri Keuangan no 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil

Tembakau, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai no P-43/BC/2009 tentang

Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau, serta Surat Edaran Direktur

Jenderal Bea dan Cukai no SE-27/BC/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata

Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembaka. Latar belakang dikeluarkannya

peraturan itu adalah agar sistem tarif cukai hasil tembakau menjadi sederhana,

terciptanya kelancaran administrasi penerapan tarif cukai hasil tembakau dan

peningkatan pelayanan bagi pengusaha pabrik hasil tembakau atau importer.

Dengan adanya kebijakan tersebut, hampir seluruh industri rokok yang

terdapat di Kabupaten Cirebon mengalami “gulung tikar” dalam berproduksi,

termasuk juga PR Subur. Hal ini dikarenakan dalam kebijakan tersebut dinyatakan

kenaikan PPN untuk industri rokok kecil sebesar 8,4% /batang bandingkan

dengan kenaikan PPN pabrik rokok besar yang hanya 1,5% /batang. Hal tersebut

sungguh memberatkan bagi para industri rokok kecil seperti PR Subur. Dengan

keuntungan sebesar Rp. 5000/ 200 bungkus dianggap tak sebanding dengan pajak

yang harus mereka keluarkan. Belum lagi dengan peraturan tersebut, semua

7
industri rokok kecil harus mengurangi jumlah produknya. Akan tetapi para

pengusaha rokok kecil terutama PR Subur berusaha agar industri ini tetap berjalan

sehingga pembangunan serta dinamika sosial-ekonomi masyarakat di desa

tersebut dapat berjalan dengan lancar.

Masyarakat menilai jika pabrik itu masih berproduksi, mereka akan

diuntungkan, khususnya para perempuan. Pabrik rokok ini mampu menyerap

seluruh pekerja wanita yang terdapat di desa tersebut. Dengan demikian, maka

perekonomian masyarakat di Desa Astanalanggar dapat berjalan. Selain itu,

sebagian keuntungan yang diperoleh dari penjualan rokok dialokasikan untuk

pembangunan Desa Astanalanggar, seperti untuk pembangunan jembatan,

perbaikan jalan desa, renovasi mushala, serta pendirian sekolah. Limbah dari sisa

tembakau yang digunakan untuk rokok pun dapat dimanfaatkan bagi pertanian

warga sebagai pencegahan terhadap hama sebelum padi ditanam. Bahkan dari

limbah rokok tersebut, pada akhir tahun 2009 Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon

mengusulkan adanya pembuatan pupuk dari bahan limbah rokok. Namun sayang

hal itu baru sebatas wacana dan belum terealisasikan.

Pemerintah Daerah Cirebon sendiri sudah berupaya agar pabrik rokok kecil

di Kabupaten Cirebon ini tetap berproduksi. Upaya tersebut baru sebatas

sosialisasi peningkatan mutu, sosialisasi masalah pengoptimalisasi SDM, serta

bantuan berupa alat-alat produksi. Namun, upaya dinilai tidak cukup membantu.

Karena masalah utama dari pabrik rokok tersebut adalah peraturan pemerintah

yang dinilai menghambat mereka untuk berproduksi.

Dari beberapa pemaparan tersebut, peneliti memfokuskan kajian yang


menarik untuk dikaji yaitu bagaimana PR Subur ini mampu bertahan pasca

dikeluarkannya peraturan pemerintah yang dirasa menghambat produksi dari PR

Subur seta persaingan dari industri rokok besar? Alasan mengambil tentang

pasang surut PR Subur di Desa Astanalangga Kecamatan Losari Kabupaten

Cirebon adalah, Pertama, kurangnya penulisan sejarah, khususnya sejarah lokal

tentang perkembangan industri rokok kecil di Kabupaten Cirebon dalam rentang

waktu 1971-2009 yang merupakan salah satu sektor berhubungan langsung

dengan masyarakat. Kedua, pengambilan daerah Desa Astanalangga Kecamatan

Losari Kabupaten Cirebon sebagai pusat kajian dikarenakan daerah ini merupakan

daerah yang mempunyai pabrik rokok kretek terbanyak di Kabupaten Cirebon.

Ketiga, pengambilan PR Subur didasarkan bahwa pabrik rokok ini dianggap

sebagai industri rokok pertama yang ada di Desa Astanalanggar. Keempat,

industri ini menjadi salah satu mata pencaharian tambahan yang juga dapat

disejajarkan dengan mata pencaharian utama merka yaitu bertani. Selain itu juga,

alasan lain yang menjadi pertimbangan adalah peneliti mengharapkan dengan

mengkaji pembahasan ini semoga dapat menemukan dan memberikan solusi

alternatif terbaik bagi pengusaha rokok kecil agar tetap bertahan sehingga

pembangunan di desa tersebut akan tetap berjalan.

Tahun kajian yang peneliti fokuskan tahun 1971-2009. Hal tersebut

didasarkan tahun 1971 sebagai tahun awal berdirinya secara resmi industri rokok

PR Subur setelah dari tahun 1960 perusahaan ini menjadi peusahaan yang belum

mendapat izin dari PEMDA Cirebon. Tahun 2009 dijadikan sebagai akhir kajian

karena pada tahun itu perkembangan industri rokok kecil mengalami masa yang

9
sulit pasca dikeluarkannya peraturan pemerintah yang dinilai cukup menghambat

perkembangan dari industri rokok kecil termasuk PR Subur. Persaingan antar

perusahaan rokok lainnya juga meningkat. Sehingga dengan adanya hambatan

tersebut, membuat para pengusaha PR Subur harus memutar otak agar usahanya

tetap berjalan.

Berdasarkan fakta di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji

permasalahan tentang dinamika industri rokok kecil yang terdapat di Desa

Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon ini, khususnya PR Subur.

Sekaligus peneliti juga ingin mengetahui seberapa besar kontribusi PR Subur

terhadap perkembangan sosial-ekonomi masyarakat Desa Astanalanggar. Oleh

karena itu, peneliti merumuskan permasalahan tersebut dalam sebuah proposal

penelitian yang berjudul Eksistensi Pabrik Rokok Subur dan Konsekuensinya

Terhadap Dinamika Sosial-Ekonomi Masyarakat Desa Astanalanggar

Kabupaten Cirebon Tahun 1971-2009.

Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan beberapa pokok pemikiran yang dipaparkan di atas terdapat

satu permasalahan utama yang akan dikaji yaitu “bagaimana PR Subur ini mampu

bertahan pasca dikeluarkannya peraturan pemerintah yang dinilai menghambat

produksi rokok serta persaingan dari industri rokok besar?” Agar permasalahan

yang akan dikaji lebih jelas dan fokus, penulis akan memberikan batasan

permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

Bagaimana kondisi sosial-ekonomi masyarakat Desa Astanalanggar Kecamatan


Losari Kabupaten Cirebon antara kurun waktu 1971-2009?

Bagaimana upaya para pengusaha rokok Subur dalam mengembangkan Desa

Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon selama kurun waktu

kajian?

Bagaimana konsekuensi keberadaan industri rokok Subur dalam mengembangkan

Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon selama 38 tahun?

Bagaimana peran pemerintah daerah Kabupaten Cirebon dalam menangani

permasalahan industri rokok kecil ini?

Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjawab berbagai pertanyaan

permasalahan yang telah dirumuskan sebagai berikut, yakni untuk :

Mendeskripsikan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Desa Astanalanggar

Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon antara kurun waktu 1971-2009. Ada

pun aspek yang akan diteliti meliputi kondisi sosial, ekonomi, serta tingkat

pendidikan masyarakat Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten

Cirebon.

Mendeskripsikan upaya dari pengusaha rokok Subur dalam mengembangkan

industri rokok Subur di Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten

Cirebon selama kurun waktu kajian melalui berbagai faktor untuk melihat

peningkatan dan penurunan industri ini baik dari segi faktor modal, tenaga

kerja, produksi, dan distribusinya, serta upaya pengusaha dalam menyiasati

adanya peraturan pemerintah yang menghambat perkembangan industri rokok

11
kecil dan persaingan usaha dari perusahaan rokok besar.

Menjelaskan konsekuensi keberadaan industri rokok Subur terhadap kondisi

sosial-ekonomi masyarakat Desa Astanalanggar Kecamatan Losari

Kabupaten Cirebon selama 38 tahun sebagai suatu pola pembangunan industri

pedesaan di Kabupaten Cirebon. Ada pun konsekuensinya meliputi tingkat

kesejahteraan yakni penghasilan berupa upah yang diterima oleh pekerja,

keuntungan yang diperoleh pengusaha, munculnya tingkat pendidikan yang

baru, pembangunan fisik yang sudah dilakukan di desa tersebut dan

sebagainya.

Menjelaskan peran pemerintah daerah Kabupaten Cirebon dalam menangani

permasalahan industri rokok kecil pada umumnya dan PR Subur khususnya

yang meliputi perhatian PEMDA Cirebon terhadap industri rokok kecil yang

berupa bantuan dan sosialisasi.peningkatan mutu produksi.

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

Memperkaya penulisan mengenai sejarah khususnya sejarah lokal di Desa

Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon. Sehingga nantinya

dapat menimbulkan wawasan baru dan mengembangkan sejarah lokal di

desa tersebut.

Memberikan pengetahuan tentang dinamika masyarakat pedesaan di Kabupaten

Cirebon terutama di sekitar Pabrik Rokok Subur dalam memenuhi

kelangsungan hidupnya.

Memberikan solusi alternatif tentang permasalahan yang terjadi di industri rokok


kecil sehingga nantinya dapat diimplementasikan secara bersama-sama

dengan PEMDA Cirebon serta pengusaha PR Subur itu sendiri.

Kajian Pustaka

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa konsep. Konsep

tersebut yaitu tentang pembangunan desa dan kewirausahaan. Dengan konsep

tersebut, diharapkan akan membantu peneliti dalam penelitian tentang

Perkembangan Industri Rokok Subur di Desa Astanalanggar Kecamatan Losari

Kabupaten Cirebon Tahun 1971—2009.

Konsep pertama yang peneliti gunakan adalah tentang pembangunan desa.

Peter Hagul (1992: 15) dalam bukunya yang berjudul Pembangunan Desa dan

Lembaga Swadaya Masyarakat, menjelaskan bahwa pembangunan desa adalah

suatu proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk pedesaan

menguasai lingkungan sosial yang disertai meningkatnya tingkat hidup merka

akibat dari penguasaan tersebut. Surjadi (1983: 21) dalam bukunya yang berjudul

Pembangunan Masyarakat Desa, menjelaskan bahwa pasca Perang Dunia II

kesadaran akan pembangunan yang menekankan pembangunan kearah yang

sempit dan spesifik dihubungkan dengan kebutuhan serta kesejahteraan anggota

masyarakat setempat mulai tumbuh.

Dalam implementasinya, sebagian besar pemerintah negara-negara

berkembang mulai mendorong pembangunan taraf nasional dan menyiapkan

program-program spesial yang menstimulir dan menolong orang-orang untuk

mengembangkan cara-cara hidup masyarakat setempatnya, program ini kemudian

13
dikenal juga sebagai Pembangunan Masyarakat. Pembangunan ini dipandang

sebagai suatu proses transformasi pada dasaranya akan membawa perubahan

dalam proses alokasi sumber-sumber ekonomi, proses distribusi manfaat, dan

proses akumulasi yang membawa pada peningkatan produksi, pendapatan dan

kesejahteraan (Sumodiningrat, 1997: 17). Dengan demikian angka kemiskinan

dan pengangguran di desa dapat ditekan secara perlahan tapi pasti.

Dalam pembangunan ini, masyarakat desa tentu saja boleh mengadakan

penyesuaian dirinya untuk mengubah dan mengembangkan cara-cara hidupnya

tanpa bantuan dari luar dalam jenis apa pun. Akan tetapi dewasa ini kebanyakan

masyarakat desa justru memerlukan bantuan untuk memungkinkan mereka

mengadakan penyusuaian pada perkembangan yang cepat berlangsung di

sekelilingnya.

Berbagai program pun telah dilaksanakan agar pembangunan desa berjalan

dengan lancar. Namun hal tersebut terlepas dari masalah-masalah yang terjadi

dalam penerapannya. Ada pun masalah yang terjadi diantaranya sasaran yang

dituju hanya kelompok yang sama atau orang yang itu-itu saja. Dengan kata lain,

berbagai layanan itu hanya dapat dirasakan oleh sekelompok kecil orang desa saja

(Surjadi, 83: 312).

Konsep berikutnya yang akan digunakan peneliti adalah Kewirausahaan.

Kewirausahaan menurut Gambhir (Sunendar, 2007: 10) adalah one who owns,

organizes, manages and assumes the risk of business or enterprise. Dari definisi

tersebut, terdapat dua hal yang harus diperhatikan, yaitu kepemilikan (ownership)

dan resiko (risk). Maksudnya, setiap orang yang ingin menjadi wirausahawan
harus memiliki kepemilikan dan siap menanggung resiko apa pun nanti.

Di berbagai negara, wirausahawan sering dianggap sebagai model peranan

atau contoh yang patut ditiru karena ia memiliki semangat, tekad, dan kreativitas.

Lebih dari itu, mereka seringkali dianggap sebagai “pahlawan ekonomi” yang

mempunyai kemampuan untuk berinovasi dan menciptakan serta memanfaatkan

peluang ekonomi yang ada di hadapan merka.

Kewirausahaan tidak hanya menyangkut kepentingan ekonomi saja, tetapi

juga kepentingan sosial dan kepentingan-kepentingan lain yang bersifat personal

atau kolektif, bahkan kepentingan untuk berprestasi juga ada dalam

kewirausahaan. Hal ini juga berlaku untuk usaha tradisional yang

memprioritaskan untuk mempertahankan dan melanggengkan pekerjaan,

wirausaha berusaha mengambil resiko dengan bereksperimen menciptakan

pekerjaan baru. Terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan dalam usaha

tradisional. Pertama, usaha tradisional dapat dipenuhi oleh satu keterampilan saja,

seperti pembuatan rokok. Kedua, wirausaha terus berupaya menemukan cara-cara

baru untuk bertahan dan memperluas jangkauan usahanya khususnya untuk factor

distribusi produk yang dihasilkannya.

Untuk memahami perilaku wirausaha dengan baik, kita harus

mengidentifikasi karekteristik yang berhubungan erat dengan wirausahawan.

Timmons (Sunendar, 2007: 17-18) memaparkan sedikitnya terdapat beberapa

karakteristik yang harus dimiliki oleh wirausahawan, yaitu:

Komitmen dan tekad

Kepemimpinan

15
Pencarian peluang

Toleransi terhadap resiko dan ketidakpastian

Kreatif, mandiri dan mampu beradptasi

Bermotivasi tinggi

Berdasarkan pernyataan di atas peneliti menangkap adanya karakteristik

tersebut dalam jiwa pengusaha rokok Subur. Mereka memiliki komitmen yang

ditinggi terhadap pekerjaan. Dengan jiwa kepemimpinan yang dimiliki oleh

pengusaha rokok Subur mereka dapat mengambil keputusan tepat menyangkut

produksi dan distribusi dari rokok itu. Pengusaha rokok Subur pintar melihat

peluang, kondisi masyarakat yang sedang sulit, sedangkan keinginan untuk

merokok relatif tinggi maka pada tahun 1998 pengusaha rokok ini memulai

kembali produksi rokoknya setelah dari akhir tahun 1971 mereka “gulung tikar”.

Metode dan Teknik Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini tadalah metode historis.

Metode historis adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman

peninggalan masa lampau (Gottschalk, 1986: 32). Sebagaimana dikemukakan

pula oleh Ismaun (2005: 35) bahwa metode ilmiah sejarah adalah proses untuk

menguji dan mengkaji kebenaran rekaman dan peningggalan-peninggalan masa

lampau dengan menganalisis secara kritis bukti-bukti dan data-data yang ada

sehingga menjadi penyajian dan cerita sejarah yang dapat dipercaya.

Mengenai langkah-langkah dalam penelitian ini menurut Sjamsuddin

(2007: 85-239) antara lain sebagai berikut :


Heuristik, yaitu proses pengumpulan sumber-sumber sejarah yang berhubungan

dengan skripsi ini. Dalam tahap ini, penulis melakukan pencarian sumber-

sumber sejarah baik yang berupa wawancara, buku, dokumen, maupun

artikel. Realisasi dari tahap ini, penulis mencaba melakukan wawancara

terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam masalah yang akan dikaji,

mengunjungi beberapa perpustakaan yang dianggap mempunyai sumber-

sumber yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dikaji. Diantaranya

penulis mengunjungi Perpustakaan UPI, dan Perpustakaan Palasari. Selain

itu, penulis juga mencoba mengkaji sumber-sumber artikel dari internet

yang dianggap relefan dengan pembahasan ini.

Kritik Sumber, merupakan langkah selanjutnya dari metode ilmiah sejarah yang

dilakukan ketika sumber-sumber sejarah telah ditemukan. Kritik sumber

terbagi kedalam dua, yaitu Kritik Eksternal dan Kritik Internal. Kritik

Eksternal ditujukan untuk menilai otentisitas sumber sejarah. Dalam kritik

ekstern dipersoalkan bahan dan bentuk sumber, umur, dan asal dokumen,

kapan dibuat, dibuat oleh siapa, instansi apa, atau atas nama siapa. Dalam

tahapan ini, penulis mencoba menilai sumber-sumber sejarah tersebut

berdasarkan ketentuan dari kritik eksternal. Kritik Internal lebih ditujukan

untuk menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya,

kemampuan pembuatannya, tanggung jawab dan moralnya. Pada tahap ini,

penulis membandingkan isi dari sumber-sumber sejarah dari satu penulis

buku dengan penulis buku lainnya dengan maksud agar fakta-fakta sejarah

yang diperoleh lebih valid untuk mendukung pembahasan yang akan dikaji.

17
Interpretasi adalah proses pemberian penafsiran atas fakta-fakta sejarah yang telah

dikritisi melalui kritik sumber. Dalam hal ini, proses ini dilakukan untuk

memberikan makna pada fakta-fakta sejarah agar dapat mendukung

peristiwa yang dikaji. Dalam tahap ini, penulis memberikan penafsiran pada

fakta-fakta sejarah yang diperoleh selama penelitian dengan

menghubungkan beberapa fakta menjadi suatu kesatuan makna yang sejalan

dengan peristiwa tersebut.

Historiografi merupakan tahapan terakhir dari metode ilmiah sejarah dalam

penulisan skripsi ini. Dimana dalam historiografi ini, fakta-fakta yang telah

melalui berbagai macam proses kemudian disusun menjadi satu kesatuan

sejarah yang utuh sehingga terbentuklah suatu skripsi. Dalam proses ini,

penulis mengerahkan seluruh daya pemikiran dan menuangkannya ke dalam

skripsi dengan tujuan untuk menghasilkan suatu sintesis dari seluruh

penelitian yang telah dilakukan.

Untuk mendukung hasil sintesis, peneliti menggunakan pendekatan

interdisipliner yaitu pendekatan yang menggunakan satu disiplin ilmu yang

dominan, yang ditunjang oleh ilmu-ilmu sosial lainnya. Dalam hal ini, penulis

mengambil satu disiplin ilmu yaitu ilmu sosial yang berupa ilmu ekonomi,

Sosiologi, dan Antropologi.

Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

adalah sebagai berikut:

Studi Kepustakaan, yaitu mencari sumber baik berupa buku, artikel dan dokumen

yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, yang kemudian dikaji untuk


memperoleh solusi dalam memecahkan permasalahan penelitian.

Studi Dokumenter, yaitu suatu cara dalam pengumpulan data melalui media visual

berupa foto-foto, gambar diambil pada waktu melakukan penelitian di

lapangan atau pun dokumen-dokumen lainnya yang berupa peraturan-

peraturan pemerintah Republik Indonesia.

Wawancara, adalah suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan

yang dilakukan melalui percakapan dengan beberapa narasumber yang

dianggap mempunyai keterkaitan dengan permasalahan yang dikaji.

Sistematika Penulisan

Mengenai sistematika penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah

sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah dan batasannya,

tujuan dan manfaat penelitian, metode dan teknik penulisan serta sistematika

penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menjelaskan secara singkat tentang sumber-sumber kepustakaan yang

dijadikan sebagai bahan referensi yang berhubungan dengan pokok pembahasan

yang juga disertai dengan analisis yang dapat mempermudah dalam pemecahan

19
masalah tersebut.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Menjelaskan secara rinci tentang cara kerja penulis dalam melakukan

penelitian untuk mendapatkan sumber-sumber yang sesuai dengan permasalahan

yang dikaji. Dalam ilmu sejarah, langkah-langkah tersebut meliputi : Heuristik,

Kritik Sumber, Interpretasi, dan Historiografi.

BAB IV KEHIDUPAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DESA

ASTANALANGGAR KECAMATAN LOSARI KABUPATEN CIREBON

(1971-2009)

Bab ini merupakan bagian utama dari skripsi yang berisi tentang kajian-

kajian seperti yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah. Ada pun rumusan

masalahnya yaitu menjelaskan tentang kondisi sosial-ekonomi masyarakat Desa

Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon antara kurun waktu 1971-

2009, upaya para pengusaha rokok Subur dalam mengembangkan Desa

Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon selama kurun waktu kajian,

konsekuensi keberadaan industri rokok Subur dalam mengembangkan Desa

Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon selama 38 tahun, peran

pemerintah daerah Kabupaten Cirebon dalam menangani permasalahan industri

rokok kecil ini.

BAB V KESIMPULAN
Merupakan bagian terakhir dari skripsi yang berisi pernyataan dan saran

yang terangkum dari hasil analisis semua fakta yang berhubungan dengan

permasalahan yang dikaji dari penulis yang diutarakan secara ringkas dan jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, S. et al. (2008). Satu Dekade Pasca Krisis Indonesia: Badai Pasti
Berlalu. Yogyakarta: Kanisius.

Alma, B. (2008). Kewirausahaan. Jakarta: Alfabeta.

21
Collier, W. L. et al. (1996). Pendekatan Baru Dalam Pembangunan Pedesaan di
Jawa: Kajian Pedesaan Selama Dua Puluh Lima Tahun. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.

Effendi, T. N. (1995). Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja dan Kemiskinan.


Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Gottschalk, L. (1986). Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press.

Hagul, P. (Eds). (1992). Pembangunan Desa dan Lembaga Swadaya Masyarakat.


Jakarta: CV. Rajawali.

Ismaun. (2005). Sejarah Sebagai Ilmu. Bandung: FPIPS UPI Bandung.

Siagran, H. (1986). Pokok-pokok Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung:


Alumni.

Sitanggang, H. (Eds). (1995). Corak dan Pola Kehidupan Sosial Ekonomi


Pedesaan: Studi Tentang Kewiraswastaan Pada Masyarakat di Plered.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Sjamsuddin, H. ( 2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Soekanto, S. (2005). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. RajaGrafindo


Persada.

Sukirno, S. (2006). Ekonomi Mikro: Teori Pengantar (Edisi Ketiga). Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.

Sumodiningrat, G. (1997). Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan


Masyarakat (Edisi Kedua). Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara.
Sunendar, D. (Eds). (2007). Kewirausahaan (Untuk Pemelajaran Bahasa dan
Seni). Bandung: Basen Press.

Surjadi. A. (1983). Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung: Alumni.

Sumber Dokomen
Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Cirebon. (2009). Laporan Akhir
Penyusunan SON Produksi Bersih Bagi Pabrik Rokok Kecil di Kabupaten
Cirebon Tahun Anggaran 2009. Cirebon: Badan Lingkungan Hidup
Pemerintah Kabupaten Cirebon.

Dirjen Bea dan Cukai. (2009). Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai no P-
43/BC/2009 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Jakarta: Departemen Keuangan.

Dirjen Bea dan Cukai. (2009). Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai no
SE-27/BC/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Penetapan Tarif
Cukai Hasil Tembaka. Jakarta: Departemen Keuangan.

Menteri Keuangan. (2007). Peraturan Menteri Keuangan Nomor:


134/PMK.04/2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 43/Pmk.04/2005 Tentang Penetapan Harga Dasar dan
Tarif Cukai Hasil Tembakau.Jakarta: Departemen Keuangan.

Menteri Keuangan. (2009). Peraturan Menteri Keuangan no 181/PMK.011/2009


tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Jakarta: Departemen Keuangan.

Presiden Republik Indonesia. (1995). Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 Tentang


Usaha Kecil. Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia.

Presiden Republik Indonesia. (1998). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 32 Tahun 1998 Tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha
Kecil. Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia.

Presiden Republik Indonesia. (1999). Instruksi Presiden Republik Indonesia


Nomor 10 Tahun 1999 Tentang Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah.
Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia.

Presiden Repuyblik Indonesia. (2008). Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia.
Sumber Internet
Badan Pusat Statistik. (1996). Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis
Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan
Penduduk (P2) menurut provinsi tahun 1996 [Online]. Tersedia:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?
tabel=1&daftar=1&id_subyek=23&notab=1. [10 Maret 2010].

23
Departemen Sosial RI. (2005). Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang
Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional [Online]. Tersedia:
http://kfm.depsos.go.id/mod.php?mod=userpage&page_id=3. [10 Maret
2010].

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. (2009). Pembangunan


Desa Tertinggal Disediakan Dana Rp 1,09 Trilun [Online]. Tersedia:
http://www.menkokesra.go.id/content/view/11599/39/. [10 Maret 2010].

Wawancara
Deni Yulianto, Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon,
pengawas produksi PR Subur (27 Februari 2010).

Kusen, Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon, pendiri dan


pemilik PR Subur (27 Februari 2010).

Suhardi, Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon, humas PR


Subur (27 Februari 2010).

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Industri Rokok di Kabupaten Cirebon

Data Persebaran Industri Rokok di Kabupaten Cirebon


No. Nama Perusahaan Alamat Perusahaan Nama Pemilik
1 PR. Gemilang Jaya Desa Astanalanggar Kec. Tiah BT.
Losari Kab. Cirebon Warmin
2 PR Sangjaka Jati Desa Astanalanggar Kec. Sunendi
Losari Kab. Cirebon
3 PR Tinta Ria Desa Astanalanggar Kec. Ahmad Edi
Losari Kab. Cirebon Junaedi
4 PR Tujuh Langit Desa Astanalanggar Kec. Suharto
Losari Kab. Cirebon
5 PR Raihan Fuji Desa Astanalanggar Kec. Nurjaenudin
Losari Kab. Cirebon Bin Jured
6 PR Dwi Putra Desa Astanalanggar Kec. Amirudin Bin
Manunggal Losari Kab. Cirebon Sudirman
7 PR Hamid jaya Desa Astanalanggar Kec. Aliyah
Losari Kab. Cirebon
8 PR Subur Desa Astanalanggar Kec. Kusen Bin
Losari Kab. Cirebon Nawi
9 PR Karma Baru Desa Astanalanggar Kec. Warkini Witati
Taman Indah Losari Kab. Cirebon
10 PR Hidup Baru Desa Astanalanggar Kec. Masri’ah
Losari Kab. Cirebon
11 PR Falmas Desa Astanalanggar Kec. Moh Dam Bin
Losari Kab. Cirebon Taum
12 PR Al Hidayah Desa Astanalanggar Kec. Kusnadi
Losari Kab. Cirebon
13 PR Mulya Desa Astanalanggar Kec. Muhari Bin
Losari Kab. Cirebon Karwiyah
14 PR Barokah Jaya Desa Astanalanggar Kec. Darwiyah
Losari Kab. Cirebon
15 PR Aji Rasa Desa Astanalanggar Kec. Rohensih
Losari Kab. Cirebon
16 PR Kretek Slamet Desa Astanalanggar Kec. Mudri
Losari Kab. Cirebon
17 PR Sumber Alam Desa Astanalanggar Kec. Sahuri
Losari Kab. Cirebon
18 PR Kretek Penuntun Desa Astanalanggar Kec. Aktori

25
Losari Kab. Cirebon
19 PR Makmur Desa Astanalanggar Kec. Walidun
Losari Kab. Cirebon
20 PR Jaya Mandiri Desa Astanalanggar Kec. Deni Yulianto
Losari Kab. Cirebon
21 PR Mekar Jaya Desa Astanalanggar Kec. Mirno
Losari Kab. Cirebon
22 PR Persterdapatr Desa Astanalanggar Kec. Yana
Losari Kab. Cirebon Firginawan
23 PR Amanat Desa Astanalanggar Kec.
Losari Kab. Cirebon
24 PR Aji Satha Desa Astanalanggar Kec. Akhmad
Losari Kab. Cirebon Khaerudin
25 PR Silva Jaya Desa Astanalanggar Kec. JUndiyah
Losari Kab. Cirebon
26 PR Bumi Jaya Desa Astanalanggar Kec. Suhardi Bin
Losari Kab. Cirebon Rambiyad
27 PR Gurun Pijak Desa Astanalanggar Kec. Warid Bin
Losari Kab. Cirebon Awarah
28 PR Puing Morgana Desa Astanalanggar Kec. Saudi Bin
Losari Kab. Cirebon Raswin
29 PR Bima Sakti Putra Desa Barisan Kec. Losari Carudin
Kab. Cirebon
30 PR Tri In One Desa Barisan Kec. Losari Waryad
Kab. Cirebon
31 PR Triplex Desa Barisan Kec. Losari Satori
Kab. Cirebon Ardiyanto
32 PR Bata Merah Desa Barisan Kec. Losari
Kab. Cirebon
33 PR Putra Kasur Desa Barisan Kec. Losari Makmuri Bin
Kab. Cirebon Maskud
34 PR Chandramawa Desa Barisan Kec. Losari Dulkarom Bin
Kab. Cirebon Raswin
35 PR Billi Putra Desa Barisan Kec. Losari Narjo
Kab. Cirebon
36 PR Pandawa Putra Desa Barisan Kec. Losari Madrais
Kab. Cirebon
37 PR Darma Luhur Desa Barisan Kec. Losari Baedi’
BD. Kab. Cirebon
38 PR Darma Luhur Desa Barisan Kec. Losari Watmo
TM. Kab. Cirebon
39 PR Darma Luhur Desa Barisan Kec. Losari Wahidin
TM. Kab. Cirebon
40 PR Darma LUhur Desa Barisan Kec. Losari Sawidin
SK Kab. Cirebon
41 PR Alisa Widya Desa Barisan Kec. Losari Yunaenah
Kab. Cirebon
42 PR Hikmah Putra Desa Barisan Kec. Losari Rudi
Kab. Cirebon
43 PR Saudara Desa Barisan Kec. Losari Haeriyanto
Kab. Cirebon
44 PR Safutri Jaya Desa Barisan Kec. Losari Khotimah
Kab. Cirebon
45 PR Rokin Desa Barisan Kec. Losari Sriyanah
Kab. Cirebon
46 PR Darma Luhur Desa Barisan Kec. Losari Rokimah Bt
RK Kab. Cirebon Kterdapats
47 PR Samiaji Desa Barisan Kec. Losari Sunaningsih
Kab. Cirebon
48 PR Joe Jaya Putra Desa Barisan Kec. Losari Juana Bin Salt
Kab. Cirebon
49 PR Eka Putra Maju Desa Losari Lor Kec. Losari Siti Khomisoh
Bersama Kab. Cirebon
50 PR Tiga Bersaudara Desa Losari Kidul Kec. Nukidin
Losari Kab. Cirebon
51 PR Mitra Mandir Desa Losari Kidul Kec. Subali Bakti
Losari kab. Cirebon
52 PR Berkah Jaya Desa Pasuruan Kec. Jhaiyah BT.
Pabedilan Kab. Cirebon Talib
53 PR Putra Manunggal Desa Pasuruan Kec. Edi Susendi Bin
Jaya Pabedilan Kab. Cirebon Wardi
54 PR Putra Eddyti Desa Pasuruan Kec. Suminah Binti

27
Pabedilan Kab. Cirebon Abdul Talib
55 PR Cakra Desa Pasuruan Kec.
Pabedilan Kab. Cirebon
56 PR Hany Jayatama Desa Pasuruan Kec. Sopandi
SR Pabedilan Kab. Cirebon
57 PR Trubus Uni Jaya Desa Pasuruan Kec. Tabrani
Pabedilan Kab. Cirebon
58 PR Osman Sutjinto Desa Jungjang Kec. Osman Sutjinto
Arjawinangun Kab. Cirebon
59 PT. Hanjaya Desa Kasugengan Lor Kec. Gulang Putu
Mandala Sampoerna Depok Kab. Cirebon Jayaputra
60 CV. Trio Djamlang Desa Megu Gede Kec. Muzaed
Weru Kab. Cirebon
61 PR Dua Merpati Desa Tangkil Kec. Susukan Ahmad Zaeni
Kab. Cirebon
Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon Tahun 2009.

Lampiran 2. Berbagai foto Hasil Penelitian awal.

Bapak Kusen. Pendiri Peusahaan Rokok Subur


Alat

Pencampur tembakau dan cengkeh. Hasil Bantuan PEMDA Cirebon.

Alat penyaring
cengkeh. Hasil
Bantuan dari
PEMDA Cirebon.

29

Anda mungkin juga menyukai