Anda di halaman 1dari 4

TUGAS TERSTRUKTUR

MATA KULIAH HUKUM LINGKUNGAN

Disusun oleh :

GALUH MAHARDHIKA

EIE008008

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

JURUSAN ILMU HUKUM

PURWOKERTO

2010
PERTANYAAN

Setelah melihat sekilas informasi mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan,


Sebenarnya masalah yang sangat kursial/penting adalah masalah apa dalam lingkungan?

JAWABAN
KEBODOHAN dan KEMISKINAN

Menurut pendapat saya, penyebab utama ”KEMISKINAN” adalah “KEBODOHAN”.


Seharusnya seluruh elemen masyarakat di Negara Indonesia tercinta ini, baik pribadi, kelompok,
Instansi (Pemerintah/Swasta), Lembaga Negara dan lain – lain harus secara bersama – sama
memberikan kontribusi (pikiran dan tindakan) terhadap pendidikan sehingga manusia di
Indonesia bisa memiliki ketrampilan yang baik. Jangan berikan RASKIN yang hanya bisa
dinikmati sesaat. Tetapi berikanlah pendidikan KETRAMPILAN yang menjanjikan masyarakat
yang miskin tersebut punya ke-ahli-an sehingga bisa menjadi produktif. Para petinggi/pemimpin
di Negara ini seharusnya berpikir bagaimana mencerdaskan masyarakatnya Indonesia. Bukan
bagaimana membodohi masyarakat.
Belakangan ini berita tentang kemiskinan semakin gencar muncul di berbagai media,
bahkan sampai yang berujung kematian. Sudah pasti bahwa kemiskinan harus dikikis dan itu
adalah kewajiban kita bersama. Pertanyaannya apakah kita bersungguh – sungguh ingin
memberantas kemiskinan? Kalau iya, dari mana kita memulainya. Karena kalau diamati, naik
turunnya soal kemiskinan ini sepertinya seiring dengan naik turunnya suhu politik. Singkatnya
kemiskinan diperlakukan seperti barang dagangan atau komoditi politik. Sepertinya lebih banyak
Undang – Undang politik yang dibuat, ketimbang Undang – Undang soal pendidikan atau
Undang – Undang untuk membangkitkan ekonomi.
Coba perhatikan ini berita yang selalu muncul adalah pada era tertentu. Ternyata angka
kemiskinan semakin bertambah, kemudian muncul pula bantahan bahwa angka itu tidak benar,
dan berlanjut polemikpun berlanjut. Kalau ditanyakan apakah Indonesia secara umum semakin
miskin? Jawabannnya bisa YA bisa TIDAK, tergantung dari mana melihatnnya. Kalau
ukurannya kita bikin mudah saja, misalnya kepemilikan sepeda motor, atau telepon seluler, atau
pesawat televisi dan kulkas, maka rationnya saya yakin pasti meningkat dibanding jaman dulu.
Tapi kalau ukurannya misalnya, berapa banyak rakyat yang makan tiga kali sehari atau
banyaknya penderita bungsu lapar? Jawabannya mungkin berbeda. Namun adakah yang
mempertanyakan apa sebenarnya akar masalah kemiskinan itu? Dengan logika yang minim bisa
dikatakan akar masalahnya adalah Kebodohan. Kalau akar masalahnya ditemukan, maka harus
segera pula dilakukan tindakan nyata untuk menghilangkannya, dan untuk itu kita semua harus
punya komitmen yang sama untuk memberantas kebodohan, bukan hanya berwancana terus –
terusan. Sambil terus – terusan membodohi rakyat.
Berikut adalah kenyataan yang mungkin bisa dijadikan acuan dasar. Ada keluarga muda
yang kepala rumah tangganya tidak memiliki penghasilan tetap atau bahkan mungkin malah
tidak punya penghasilan, hidupnya masih numpang dengan keluarganya. Coba bayangkan tidak
punya penghasilan tetap berani kawin. Sebagian orang mungkin akan memerikan argumen
pembenaran, lebih baik kawin daripada zina.
Pada titik ini saja sudah ada ketentuan – ketentuan yang dilanggar, tidak punya
penghasilan tetap tapi berani kawin, lalu si suami kan punya kewajiban member nafkah kepada
istrinya. Artinya si suami sudah melalaikan kewajibannya, repotnya lagi istrinyapun tidak sadar
bahw si suami tidak memenuhi kewajibannnya, lebih repot lagi keluarganyapun sepertinya juga
memberikan toleransinya, dengan bersedia menampung keluarga bari ini.
Masalah ternyata tidak berhenti disini, ternyata pasangan ini juga telah mempunyai anak.
Suatu saat anaknya sakit dan dibawa ke rumah sakit, ternyata harus berputar – putar mencari
rumah sakit yang bersedia merawatnya. Banyak rumah sakit yang menolak memberikan
pelayanan yang seharusnnya menjadi alasan utama didirikannya sebuah rumah sakit. Penolakan
dilakukan karena tidak adanya jaminan atau kemapuan untuk membayar biaya perawatan.
Bagaimana mampu membayar perawatan, kalau si Kepala Keluarga ini hidupnya menumpang
pada keluarga besarnya yang juga belum tentu mampu.
Kali lain diberitakan pula, begitu banayknya kasus busung lapar atau polio yang
menimpa anak – anak. Dari sanapun muncul patron yang sama ditengah tengah kemiskinan,
mengapa begitu banyak keluarga – keluarga miskin ini yang juga mempunyai anak banyak?
Belum lama ini ada sebuah artikel disebuah harian yang menulis bahwa ditengah kemiskinan,
maka satu –satunya hiburan ya industi ya rumah tangga. Apa benar demikian? Lalu dikemanakan
aspek tanggungjawab dalam berumah tangga? Mau hiburannya, tidak mau tanggungjawab.
Mungkin ini banyak diluapakan.sehingga banyak anak – anak yang tumbuh dengan kekurangan
gizi. Lebih parah lagi kemungkinan besar, anak – anak ini sudah kekurangan gizi sejak dalam
kandungan.
Dalam kondisi tertentu disaat kemiskinan mendera, juga mengakibatkan banyaknya
perempuan – perempuan muda dan banyak diantaranya adalah ibu – ibu muda yang terpaksa
mencari kerja untuk mendapatkan penghasilan supaya bisa menghidupi keluarganya atau anak –
anaknya. Bahkan begitu banyak yang terpaksa menjadi Expat ke Negara – Negara lain dengan
berbagai permasalahan yang tidak ringan. Ironisnya, dari masalah – masalah tersebut terlalu
sering yang menjadi korban adalah ibu dan anak.
Inilah masalah yang berawal dari hilangnya logika. Cinta bisa buta, namun cinta juga
perlu logika, apalagi bercinta, juga perlu pakai logika. Kalau tidak kasihanlah anak – anak itu,
demikian juga ibunya, sementara sering terlihat bapak – bapaknya masih bisa menikmati asap
rokok. Untuk biaya pendidikan atau buku banyak yang berani menawar, bahkan kalau perlu
demo, tetapi jarang yang mau menawar harga rokok dan sejenisnya. Jalan masih panjang
menunju bangsa yang cerdas. Karena proses untuk mencerdaskan bangsa masih di
subordinasikan oleh kesenangan – kesenangan sesaat…

Anda mungkin juga menyukai