Anda di halaman 1dari 19

HUKUM ISLAM TENTANG 

MUAMALAH
Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan
antara satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus
berusaha mencari karunia Allah yang ada dimuka bumi ini sebagai sumber ekonomi.
Allah SWT berfirman

Artinya : “Dan Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah


kepadamu(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuatbaiklah (kepada orang lain)
sebagai mana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.”(QS Az Zumar : 39)

Jual beli dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna
berlawanan yaitu Al Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya Beli. Menurut
istilah hukum Syara, jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar
saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua pihak
dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka (lihat QS Az Zumar : 39,
At Taubah : 103, hud : 93)

1. Hukum Jual Beli

Orang yang terjun dalam bidang usaha jual beli harus mengetahui hukum jual beli
agar dalam jual beli tersebut tidak ada yang dirugikan, baik dari pihak penjual maupun
pihak pembeli. Jual beli hukumnya mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan sepanjang
suka sama suka. Allah berfirman.

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”(QS An Nisa : 29)

Hadis nabi Muhammad SAW menyatakan sebagai berikut.

)‫( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ‬ ‫ﺇﻨﻤﺎ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﺗﺮﺍﺩ‬


Artinya : “Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka suka sama suka.” (HR
Bukhari)

)‫( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ ﻭ ﻤﺴﻠﻢ‬ ‫ﺃﻠﺒﻴﻌﺎﻥ ﺑﺎ ﻟﺨﻴﺎﺭ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻴﺘﻔﺮﻗﺎ‬


Artinya : “ Dua orang jual beli boleh memilih akan meneruskan jual beli mereka atau
tidak, selama keduanya belum berpisah dari tempat akad.” (HR Bukhari dan
Muslim)
Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang melakukan jual
beli dan tawar menawar dan tidak ada kesesuaian harga antara penjual dan pembeli, si
pembeli boleh memilih akan meneruskan jual beli tersebut atau tidak. Apabila akad
(kesepakatan) jual beli telah dilaksanakan dan terjadi pembayaran, kemudian salah satu
dari mereka atau keduanya telah meninggalkan tempat akad, keduanya tidak boleh
membatalkan jual beli yang telah disepakatinya.

2. Rukun dan syarat Jual Beli

Dalam pelaksanaan jual beli, minimal ada tiga rukun yang perlu dipenuhi.

a. Penjual atau pembeli harus dalam keadaan sehat akalnya

Orang gila tidak sah jual belinya. Penjual atau pembeli melakukan jual beli dengan
kehendak sendiri, tidak ada paksaan kepada keduanya, atau salah satu diantara
keduanya. Apabila ada paksaan, jual beli tersebut tidak sah.

b. Syarat Ijab dan Kabul

Ijab adalah perkataan untuk menjual atau transaksi menyerahkan, misalnya saya
menjual mobil ini dengan harga 25 juta rupiah. Kabul adalah ucapan si pembeli
sebagai jawaban dari perkataan si penjual, misalnya saya membeli mobil ini dengan
harga 25 juta rupiah. Sebelum akad terjadi, biasanya telah terjadi proses tawar
menawar terlebih dulu.

Pernyataan ijab kabul tidak harus menggunakan kata-kata khusus. Yang


diperlukan ijab kabul adalah saling rela (ridha) yang direalisasikan dalam bentuk kata-
kata. Contohnya, aku jual, aku berikan, aku beli, aku ambil, dan aku terima. Ijab kabul
jual beli juga sah dilakukan dalam bentuk tulisan dengan sarat bahwa kedua belah pihak
berjauhan tempat, atau orang yang melakukan transaksi itu diwakilkan. Di zaman modern
saat ini, jual beli dilakukan dengan cara memesan lewat telepon. Jula beli seperti itu sah
saja, apabila si pemesan sudah tahu pasti kualitas barang pesanannya dan mempunyai
keyakinan tidak ada unsur penipuan.

c. Benda yang diperjualbelikan

1) Barang yang diperjualbelikan harus memenuhi sarat sebagai berikut.

2) Suci atau bersih dan halal barangnya

3) Barang yang diperjualbelikan harus diteliti lebih dulu

4) Barang yang diperjualbelikan tidak berada dalam proses penawaran dengan orang
lain

5) Barang yang diperjualbelikan bukan hasil monopoli yang merugikan


6) Barang yang diperjualbelikan tidak boleh ditaksir (spekulasi)

7) Barang yang dijual adalah milik sendiri atau yang diberi kuasa

8)Barang itu dapat diserahterimakan

3. Perilaku atau sikap yang harus dimiliki oleh penjual

a. Berlaku Benar (Lurus)

Berperilaku benar merupakan ruh keimanan dan ciri utama orang yang beriman.
Sebaliknya, dusta merupakan perilaku orang munafik. Seorang muslim dituntut untuk
berlaku benar, seperti dalam jual beli, baik dari segi promosi barang atau penetapan
harganya. Oleh karena itu, salah satu karakter pedagang yang terpenting dan diridhai
Allah adalah berlaku benar.

Dusta dalam berdagang sangat dicela terlebih jika diiringi sumpah atas nama
Allah. “Empat macam manusia yang dimurkai Allah, yaitu penjual yang suka
bersumpah, orang miskin yang congkak, orang tua renta yang berzina, dan pemimpin
yang zalim.”(HR Nasai dan Ibnu Hibban)

b. Menepati Amanat

Menepati amanat merupakan sifat yang sangat terpuji. Yang dimaksud amanat
adalah mengembalikan hak apa saja kepada pemiliknya. Orang yang tidak melaksanakan
amanat dalam islam sangat dicela.

Hal-hal yang harus disampaikan ketika berdagang adalah penjual atau pedagang
menjelaskan ciri-ciri, kualitas, dan harga barang dagangannya kepada pembeli tanpa
melebih-lebihkannya. Hal itu dimaksudkan agar pembeli tidak merasa tertipu dan
dirugikan.

c. Jujur

Selain benar dan memegang amanat, seorang pedagang harus berlaku jujur.
Kejujuran merupakan salah satu modal yang sangat penting dalam jual beli karena
kejujuran akan menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat merugikan salah satu pihak.
Sikap jujur dalam hal timbangan, ukuran kualitas, dan kuantitas barang yang diperjual
belikan adalah perintah Allah SWT. Firman Allah lihat Al-qur,an on line di gogle

Artinya : Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka,
Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada
Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang
nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan
janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan
timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi
sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika
betul-betul kamu orang-orang yang beriman.” (QS Al A’raf : 85)

Sikap jujur pedagang dapat dicontohkan seperti dengan menjelaskan cacat barang
dagangan, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Sabda Nabi Muhammad
SAW yang artinya

“Muslim itu adalah saudara muslim, tidak boleh seorang muslim apabila ia

berdagang dengan saudaranya dan menemukan cacat, kecuali diterangkannya.”

Lawan sifat jujur adalah menipu atau curang, seperti mengurangi takaran,
timbangan, kualitas, kuantitas, atau menonjolkan keunggulan barang tetapi
menyembunyikan cacatnya. Hadis lain meriwayatkan dari umar bin khattab r.a berkata
seorang lelaki mengadu kepada rasulullah SAW sebagai berikut “ katakanlah kepada si
penjual, jangan menipu! Maka sejak itu apabila dia melakukan jual beli, selalu
diingatkannya jangan menipu.”(HR Muslim)

d. Khiar

Khiar artunya boleh memilih satu diantara dua yaitu meneruskan kesepakatan
(akad) jual beli atau mengurungkannya (menarik kembali atau tidak jadi melakukan
transaksi jual beli). Ada tiga macam khiar yaitu sebagai berikut.

1) Khiar Majelis

Khiar majelis adalah si pembeli an penjual boleh memilih antara meneruskan akad
jual beli atau mengurungkannya selama keduanya masih tetap ditempat jual beli.
Khiar majelis ini berlaku pada semua macam jual beli.

2) Khiar Syarat

Khiar syarat adalah suatu pilihan antara meneruskan atau mengurungkan jual beli
setelah mempertimbangkan satu atau dua hari. Setelah hari yang ditentukan tiba,
maka jual beli harus ditegaskan untuk dilanjutkan atau diurungkan. Masa khiar
syarat selambat-lambatnya tiga hari

3) Khiar Aib (cacat)

Khiar aib (cacat) adalah si pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya,
apabila barang tersebut diketahui ada cacatnya. Kecacatan itu sudah ada
sebelumnya, namun tidak diketahui oleh si penjual maupun si pembeli. Hadis nabi
Muhammad SAW. Yang artinya : “Jika dua orang laki-laki mengadakan jual
beli, maka masing-masing boleh melakukan khiar selama mereka belum berpisah
dan mereka masih berkumpul, atau salah satu melakukan khiar, kemudian
mereka sepakat dengan khiar tersebut, maka jual beli yang demikian itu sah.”
(HR Mutafaqun alaih)

B. Riba

Bagi manusia yang tidak memiliki iman, segala sesuatunya selalu dinilai dengan
harta (materialisme). Manusia berlomba-lomba untuk memperoleh harta kekayaan
sebanyak mungkin. Mereka tidak memperdulikan dari mana datangnya harta yang
didapat, apakah dari sumber yang halal atau haram. Salah satu contoh perolehan harta
yang haram adalah sesuatu yang berasal dari pekerjaan memungut riba. Hadis nabi
Muhammad SAW menyatakan sebagai berikut. Yang artinya : “Dari Abu Hurairah r.a
ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Akan tiba suatu zaman, tidak ada seorang pun,
kecuali ia memakan harta riba. Kalau ia memakannya secara langsung ia akan terkena
debunya.” (HR Ibnu Majah)

Kata riba (ar riba) menurut bahasa yaitu tambahan (az ziyadah) atau kelebihan.
Riba menurut istilah syarak ialah suatu akad perjanjian yang terjadi dalam tukar menukar
suatu barang yang tidak diketahui syaraknya. Atau dalam tukar menukar itu disyaratkan
menerima salah satu dari dua barang apabila terlambat. Riba dapat terjadi pada hutang
piutang, pinjaman, gadai, atau sewa menyewa. Contohnya, Fauzi meminjam uang sebesar
Rp 10.000 pada hari senin. Disepakati dalam setiap satu hari keterlambatan, Fauzi harus
mengembalikan uang tersebut dengan tambahan 2 %. Jadi hari berikutnya Fauzi harus
mengembalikan hutangnya menjadi Rp 10.200. Kelebihan atau tambahan ini disebut
dengan riba.

Allah SWT berfirman.

Artinya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah : 275)

Allah telah melarang hamba-Nya untuk memakan riba, Allah juga menjanjikan
untuk melipatgandakan pahala bagi orang yang ikhlas mengeluarkan zakat, infak dan
sedekah. Allah SWT berfirman. lihat Al-qur,an on line di gogle

Artinya : “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS Al
Baqarah : 276)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah Supaya kamu mendapat
keberuntungan.” (QS Ali Imran : 130)

Hadis nabi Muhammad SAW yang artinya : “Dari Jabir r.a ia berkata : Rasulullah
SAW telah melaknati orang-orang yang memakan riba, orang yang menjadi wakilnya
(orang yang memberi makan hasil riba), orang yang menuliskan, orang yang
menyaksikannya, dan (selanjutnya) nabi bersabda, mereka itu semua sama saja.” (HR
Muslim)

Beberapa ayat dan hadis yang telah disebutkan menunjukan bahwa Islam sangat
membenci perbuatan riba dan menganjurkan kepada umatnya agar didalam mencari
rezeki hendaknya menempuh cara yang halal.

Ulama fikih membagi riba menjadi empat bagian, yaitu sebagai berikut.

1. Riba fadal

Riba fadal yaitu tukar menukar dua buah barang yang sama jenisnya, namun tidak
sama ukurannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarnya. Contohnya tukar
menukar emas dengan emas atau beras dengan beras, dan ada kelebihan yang disyaratkan
oleh yang menukarkan. Supaya tukar menukar seperti ini tidak termasuk riba harus
memenuhi tiga syarat sebagai berikut.

1. Barang yang ditukarkan harus sama


2. Timbangan atau takarannya harus sama
3. Serah terima harus pada saat itu juga.

2. Riba nasiah

Riba nasiah yaitu tukar menukar barang yang sejenis maupun yang tidak sejenis
atau jual beli yang pembayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan waktu yang
dilambatkan. Contohnya, salim membeli arloji seharga Rp 500.000. Oleh penjualnya
disyaratkan membayarnya tahun depan dengan harga Rp 525.000

3. Riba yad

Riba yad yaitu berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima.
Misalnya, orang yang membeli suatu barang sebelum ia menerima barang tersebut dari
penjual, penjual dan pembeli tersebut telah berpisah sebelum serah terima barang itu. Jual
beli ini dinamakan riba yad
Berikut syarat-syarat jual beli agar tidak menjadi riba.

a. Menjual sesuatu yang sejenis ada tiga syarat, yaitu:

1) serupa timbangan dan banyaknya

2) tunai, dan

3) timbang terima dalam akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan majelis akad.

b. Menjual sesuatu yang berlainan jenis ada dua syarat, yaitu:

1) tunai dan

2) timbang terima dalam akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan majelis akad.

Riba diharamkan oleh semua agama samawi. Adapun sebab diharamkannya


karena memiliki bahaya yang sangat besar antara lain sebagai berikut.

1. Riba dapat menimbulkan permusuhan antar pribadi dan mengikis habis semangat
kerja sama atau saling menolong sesama manusia. Padahal, semua agama,
terutama Islam menyeru kepada manusia untuk saling tolong menolong,
membenci orang yang mengutamakan kepentingan diri sendiri atau egois, serta
orang yang mengeksploitasi orang lain.
2. Riba dapat menimbulkan tumbuh suburnya mental pemboros yang tidak mau
bekerja keras dan penimbun harta di tangan satu pihak. Islam menghargai kerja
keras dan menghormati orang yang suka bekerja keras sebagai saran pencarian
nafkah.
3. Riba merupakan salah satu bentuk penjajahan atau perbudakan dimana satu pihak
mengeksploitasi pihak yang lain.
4. Sifat riba sangat buruk sehingga Islam menyerukan agar manusia suka
mendermakan harta kepada saudaranya dengan baik jika saudaranya
membutuhkan harta.

C. Hukum Islam tentang Kerja sama Ekonomi (Syirkah)

Saat ini umat Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia Islam (muslim world)
lainnya telah menerapkan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip
syariah (Islamic economic system) untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek
kehidupan bisnis dan transaksi ekonomi umat. Keinginan ini didasari oleh kesadaran
untuk menerapkan Islam secara utuh dan total.

1. Pengertian Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau amal (expertise)
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan.

a. Dasar Hukum

Landasan hukum dari musyarakah ini antara lain :

‫ﻔﻫﻢ ﺸﺮﻛﺎﺀ ﻓﻲ ﺛﻠﺙ‬


Artinya : “… maka mereka berserikat pada sepertiga …” (QS An Nisa : 12)

Bersabda Rasulullah yang artinya : “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda :
sesungguhnya Allah azza wajalla berfirman : Aku pihak ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salah satunya tidak menghianati lainnya.” (HR Abu Daud)

Hadis tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambanya yang


melakukan perkongsian atau kerja sama selama pihak-pihak yang bekerja sama tersebut
saling menjunjung tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan.

Berdasarkan dalil-dalil diatas, musyarakah (syirkah) dapat diartikan dua orang atau lebih
yang bersekutu (berserikat) dimana uang yang mereka dapatkan dari harta warisan, atau
mereka kumpulkan diantara mereka, kemudian diinvestasikan dalam perdagangan,
industri, atau pertanian dan lain-lain sepanjang sesuai dengan kesepakatan bersama dan
hal tersebut hukumnya boleh.

b. Syarat-syarat musyarakah

Dalam bersyarikah ada 5 syarat ayng harus dipenuhi yaitu sebagai berikut.

1) Benda (harta dinilai dengan uang)

2) Harta-harta itu sesuai dalam jenis dan macamnya

3) Harta-harta dicampur

4) Satu sama lain membolehkan untuk membelanjakan harta itu

5) Untung rugi diterima dengan ukuran harta masing-masing.

c. Jenis-jenis musyarakah

Ada dua jenis musyarakah yakni musyarakah pemilikan dan musyarakah akad (kontrak)

1) Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang
mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah
ini, kepemilikan dua orang atau lebih, berbagi dalam sebuah aset nyata dan
berbagi pula keuntungan yang dihasilkan oleh aset tersebut.

2) Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih
setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun
sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi
‘inan, mufawadah, a’mal, wujuh, dan mudarabah

a) Syirkah ‘inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja,
keuntungan dan kerugian yang dibagi sesuai dengan kesepakatan diantara
mereka

b) Syirkah mufawadah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih.
Setiap pihak memberikan dana yang jumlahnya sama dan berpartisipasi dalam
kerja, keuntungan dan kerugian dibagi secara sama besar

c) Syirkah a’mal adalah kontrak kerjasama dua orang seprofesi untuk menerima
pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misal
dua orang arsitek menggarap sebuah proyek

d) Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki
reputasi dan prestise baik dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit
dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Keuntungan
dan kerugian dibagi berdasarkan jaminan yang disediakan masing-masing.

Pada bidang perbankan misalnya, penerapan musyarakah dapat berwujud hal-hal berikut
ini.

1. Pembiayaan proyek. Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan dimana


nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut.
Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi
hasil yang telah disepakati

2. Modal ventura. Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi
dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah diterapkan dalam skema modal
ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu
bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat
maupun bertahap.

D. Mudarabah (bagi hasil)

Mudarabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
(sahibul mal) menyediakan seluruh (100 %) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola. Keuntungan usaha secara mudarabah dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan
karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.

1.Dasar Hukum

Secara umum landasan dasar syariah mudarabah lebih mencerminkan anjuran


untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat dan hadis berikut ini. Allah berfirman
dalam surat al-Muzammil yang artinya : “… dan dari orang-orang yang berjalan
dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT…” (Al Muzammil : 20)

Adanya kata yadribun pada ayat diatas dianggap sama dengan akar kata
mudarabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha. Surah tersebut mendorong
kaum muslim untuk melakukan upaya atau usaha yang telah diperintahkan Allah SWT.

Hadis nabi Muhammad yang artinya : “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa
Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara
mudarabah mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni
lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut,
maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat
syarat tersebut kepada rasulullah SAW. Dan rasulullah pun membolehkannya.”(HR
Tabrani).

1. Jenis-jenis mudarabah

Secara umum, mudarabah terbagi menjadi dua jenis yakni mudarabah mutlaqah
dan mudarabah muqayyadah.

a. Mudarabah mutlaqah

Mudarabah mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara pemilik modal (sahibul mal)
dan pengelola (mudarib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fikih ulama
salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan
sesukamu) dari sahibul mal ke mudarib yang memberi kekuasaan sangat besar.

b. Mudarabah Muqayyadah

Mudarabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudarabah mutlaqah. Si Mudarib


dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya
pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si Sahibul Mal
dalam memasuki jenis dunia usaha.
Adapun dari sisi pembiayaan, mudarabah biasanya diterapkan untuk bidang-
bidang berikut.

a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa

b. Investasi khusus disebut juga mudarabah muqayyadah, yaitu sumbe investasi yang
khusus dengan penyaluran yang khusus pula dengan syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh sahibul mal.

Mudarabah dan kaitannya dengan dunia perbankan biasanya diterapkan pada


produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Sisa penghimpunan dana mudarabah
biasanya diterapkan pada bidang-bidang berikut ini.

1. Tabungan berjangka, yaitu dengan tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan


khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan deposito berjangka.
2. Deposito spesial (special investment), yaitu dana dititipkan kepada nasabah untuk
bisnis tertentu, misalnya murabahah atau ijarah saja.

Mudaroban yang berkaitan dengan dunia Pertanian ialah :

Musaqah, Muzaraah, dan Mukhabarah

a. Musaqah (paroan kebun)

Yang dimaksud musaqah adalah bentuk kerja sama dimana orang yang
mempunyai kebun memberikan kebunnya kepada orang lain (petani) agar dipelihara dan
penghasilan yang didapat dari kebun itu dibagi berdua menurut perjanjian sewaktu akad

Musaqah dibolehkan oleh agama karena banyak orang yang membutuhkannya.


Ada orang yang mempunyai kebun, tapi dia tidak dapat memeliharanya. Sebaliknya, ada
orang yang tidak mempunyai kebun, tapi terampil bekerja. Musaqah memberikan
keuntungan bagi kedua belah pihak yakni pemilik kebun dan pengelola sehingga sama-
sama memperoleh hasil dari kerja sama tersebut. Hadis menjelaskan sebagai berikut yang
artinya : “Dari Ibnu Umar: Sesungguhnya nabi Muhammad SAW telah memberikan
kebun beliau kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian,
mereka akan diberi sebagian dari penghasilannya, baik dari buah-buahan atau hasil
petani (palawija).” (HR Muslim)

b. Muzaraah

Muzaraah adalah kerjasama dalam pertanian berupa paroan sawah atau ladang
seperdua atau sepertiga atau lebih atau kurang, sedangkan benih(bibit tanaman)nya dari
pekerja (petani). Zakat hasil paroan ini diwajibkan atas orang yang punya benih. Oleh
karena itu, pada muzaraah zakat wajib atas petani yang bekerja karena pada hakekatnya
dialah (si petani) yang bertanam, yang mempunyai tanah seolah-olah mengambil sewa
tanahnya, sedangkan pengantar dari sewaan tidak wajib mengeluarkan zakatnya.

c. Mukhabarah

Mukhabarah kerjasama dalam pertanian berupa paroan sawah atau ladang


seperdua atau sepertiga atau lebih atau kurang, sedangkan benihnya dari pemilik
sawah/ladang. Adapun pada mukhabarah, zakat diwajibkan atas yang punya tanah karena
pada hakekatnya dialah yang bertanam, sedangkan petani hanya mengambil upah bekerja.
Penghasilan yang didapat dari upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih dari
keduanya, zakat wajib atas keduanya yang diambil dari jumlah pendapatan sebelum
dibagi. Hukum kerja sama tersebut diatas diperbolehkan sebagian besar para sahabat,
tabi’in dan para imam

E. Perbankan yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam

Lahirnya ekonomi Islam di zaman modern ini cukup unik dalam sejarah
perkembangan ekonomi. Ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi-ekonomi yang lain
karena lahir atau berasal dari ajaran Islam yang mengharamkan riba dan menganjurkan
sedekah. Kesadaran tentang larangan riba telah menimbulkan gagasan pembentukan
suatu bank Islam pada dasawarsa kedua abad ke-20 diantaranya melalui pendirian
institusi sebagai berikut.

1. Bank Pedesaan (Rural Bank) dan Bank Mir-Ghammar di Mesir tahun 1963 atas
prakarsa seorang cendikiawan Mesir DR. Ahmad An Najjar

2. Dubai Islamic Bank (1973) di kawasan negara-negara Emirat Arab

3. Islamic Development Bank (1975) di Saudi Arabia

4. Faisal Islamic Bank (1977) di Mesir

5. Kuwait House of Finance di Kuwait (1977)

6. Jordan Islamic Bank di Yordania (1978)

Bank non Islam yang disebut juga bank konvensional adalah sebuah lembaga
keuangan yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang
memerlukan dana, baik perorangan atau badan usaha guna investasi dalam usaha-usaha
yang produktif dan lain-lain dengan sistem bunga.
Sedangkan Bank Islam yang dikenal dengan Bank Syariah adalah sebuah lembaga
keuangan yang menjalankan operasinya menurut hukum (syariat) Islam dan tidak
memakai sistem bunga karena bunga dianggap riba yang diharamkan oleh Islam. (QS Al
Baqarah : 275-279)

Sebagai pengganti sistem bunga, Bank Islam menggunakan berbagai cara yang
bersih dari unsur riba, antara lain sebagai berikut.

1. Wadiah atau titipan uang, barang, dan surat berharga atau deposito. Wadiah ini bisa
diterapkan oleh Bank Islam dalam operasinya untuk menghimpun dana dari
masyarakat, dengan cara menerima deposito berupa uang, barang, dan surat-surat
berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh Bank Islam. Bank
berhak menggunakan dana yang didepositokan itu tanpa harus membayar
imbalannya, tetapi Bank harus menjamin dapat mengembalikan dana itupada waktu
pemiliknya (depositor) memerlukannya.

2. Mudarabah adalah kerjasama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar
perjanjian profit and loss sharing. Dengan mudarabah ini, Bank Islam dapat
memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya dengan
perjanjian bagi hasil dan rugi yang perbandingannya sesuai dengan perjanjian
misalnya, fifty-fifty. Dalam mudarabah ini, Bank tidak mencampuri manajemen
perusahaan.

3. Syirkah (perseroan). Dibawah kerjasama syirkah ini, pihak Bank dan pihak pengusaha
sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (joint ventura). Oleh
karena itu, kedua belah pihak berpartisipasi mengelola usaha patungan ini dengan
menanggung untung rugi bersama atas dasar perjanjian profit and loss sharing (PLS
Agreement).

4. Murabahah adalah jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atas dasar
harga pembelian yang pertama secara jujur. Dengan murabahah ini, pada hakikatnya
suatu pihak ingin mengubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam meminjam
menjadi transaksi jual beli. Dengan sistem murabahah ini, Bank bisa membelikan
atau menyediakan barang barang yang diperlukan oleh pengusaha untuk dijual lagi,
dan Bank minta tambahan harga atas harga pembeliannya. Syarat bisnis dengan
murabahah ini, ialah si pemilik barang (dalam hal ini Bank) harus memberi
informasi yang sebenarnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan
keuntungan bersih (profit margin) dari pada cost plus nya itu.

5. Qard hasan (pinjaman yang baik atau benevolent loan). Bank Islam dapat memberikan
pinjaman tanpa bunga (benevolent loan) kepada para nasabah yang baik, terutama
nasabah yang mempunyai deposito di Bank Islam itu sebagai slah satu pelayanan
dan penghargaan Bank kepada para deposan karena mereka tidak menerima bunga
atas depositonya dari Bank Islam.
Perkembangan pesat Bank-Bank Islam yang lazim disebut Bank syariah terjadi
pada dasawarsa 70-an setelah terjadinya krisis minyak yang menimbulkan oil boom pada
tahun 1971. perkembangan pesat Bank syariah tersebut membuktikan bahwa: (1) ajaran
Islam menggerakkan ide sosial ekonomi. Ide spirit yang bersumber pada ajaran Islam
disebut juga modal masyarakat (Social Capital). (2) Peranan cendikiawan yang memiliki
suatu konsep yang mengoperasionalkan ajaran agama yaitu zakat, infak, sedekah (ZIS),
dan larangan riba. ZIS dapat dijadikan modal Bank, hal ini juga pernah dipelopori oleh
pemikiran dari KH. Ahmad Dahlan. Beliau memiliki gagasan membentuk lembaga amil
(penghimpun dan pengelola zakat).

Bank syariah pertama yang beroperasi di Indonesia adalah PT. Bank Muamalat
Indonesia (BMI) berdiri pada tanggal 1 mei 1992. Perkembangan perbankan syariah pada
awalnya berjalan lebih lambat dibanding dengan Bank konvensional. Sampai dengan
tahun 1998 hanya terdapat 1 Bank Umum Syariah dan 78 BPRS (Bank Perkreditan
Rakyat Syariah). Berdasarkan statistik perbankan syariah mei 2003 dari Bank Indonesia
tercatat, Bank Umum Syariah 2 yaitu BMI dan Bank Syariah Mandiri, 8 Bank umum
yang membuka unit atau kantor cabang syariah yaitu Danamon Syariah, Jabar Syariah,
Bukopin Syariah, BII Syariah dll, serta 89 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
Beberapa bank konvensional dalam negeri, maupun asing yang beroperasi di Indonesia
juga telah mengajukan izin dan menyiapkan diri untuk segera beroperasi menjadi Bank
Syariah.

Kehadiran Bank Syariah memiliki hikmah yang cukup besar, diantaranya sebagai
berikut.

1. Umat Islam yang berpendirian bahwa bunga Bank konvensional adalah riba,
maka Bank Syariah menjadi alternatif untuk menyimpan uangnya, baik
dengan cara deposito, bagi hasil maupun yang lainnya

2. Untuk menyelamatkan umat Islam dari praktik bunga yang mengandung unsur
pemerasan (eksploitasi) dari si kaya terhadap si miskin atau orang yang kuat
ekonominya terhadap yang lemah ekonominya.

3. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap Bank non Islam


yang menyebabkan umat Islam berada dibawah kekuasaan Bank sehingga
umat Islam belum bisa menerapkan ajaran agamanya dalam kehidupan
pribadi dan masyarakat, terutama dalam kegiatan bsinis dan
perekonomiannya

4. Bank Islam dapat mengelola zakat di negara yang pemerintahannya belum


mengelola zakat secara langsung. Bank juga dapat menggunakan sebagian
zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif dan hasilnya
untuk kepentingan agama dan umum.

5. Bank Islam juga boleh memungut dan menerima pembayaran untuk hal-hal
berikut.
a. Mengganti biaya-biaya yang langsung dikeluarkan oleh Bank dalam
melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, misalnya biaya
telegram, telepon, atau telex dalam memindahkan atau memberitahukan
rekening nasabah, dan sebagainya

b. Membayar gaji para karyawan Bank yang melakukan pekerjaan untuk


kepentingan nasabah dan sebagai sarana dan prasarana yang disediakan
oleh Bank dan biaya administrasi pada umumnya.

F. Sistem Asuransi yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam

Mengikuti sukses perbankan Syariah, asuransi Syariah juga mengalami


pertumbuhan yang cukup pesat. Sampai dengan tahun 2002, tercatat sejumlah asransi
konvensional yang membuka divisi Syariah yang terbukti mampu bersaing dengan
asuransi lainnya.

Asuransi pada umumnya, termasuk asuransi jiwa, menurut pandangan Islam


adalah termasuk masalah ijtihadiyah. Artinya, masalah tersebut perlu dikaji hukumnya
karena tidak ada penjelasan yang mendalam didalam Al Qur’an atau hadis secara tersurat.
Para imam mazhab seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan
ulama mujtahidin lainnya yang semasa dengan mereka (abad II dan III H atau VIII dan
IX M) tidak memberi fatwa hukum terhadap masalah asuransi karena hal tersebut belum
dikenal pada waktu itu. Sistem asuransi di dunia Islam baru dikenal pada abad XIX M,
sedangkan di dunia barat sudah dikenal sejak sekitar abad XIV M,.

Kini umat Islam di Indonesia dihadapkan kepada masalah asuransi dalam


berbagai bentuknya (asuransi jiwa, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan) dan
dalam berbagai aspek kehidupannya, baik dalam kehidupan bisnis maupun kehidupan
keagamaannya.

Dikalangan ulama dan cendikiawan muslim ada empat pendapat tentang hukum
asuransi, yakni sebagai berikut.

1. Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini,


termasuk asuransi jiwa
2. membolehkan semua asuransi dalam praktiknya sekarang ini.
3. Membolehkan aasuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang
semata-mata bersifat komersial
4. menganggap syubhat

Ketika mengkaji hukum Islam tentang asuransi, sudah tentu harus dilakukan
dengan menggunakan metode ijtihad yang lazim digunakan oleh mejtahidin dahulu.
Diantara metode ijtihad yang mempunyai banyak peranan di dalam mengistinbatkan
(mencari dan menetapkan hukum) terhadap masalah-masalah baru yang tidak ada nasnya
dalam Al Qur’an dan hadis adalah maslahah mursalah atau istislah (public good) dan
qyas (analogical reasoning).
Dalam buku Hukum Asuransi di Indonesia ditulis oleh Vide Wirjono
Prodjodikoro, menjelaskan, menurut pasal 246 Wet Boek Van Koophandel (Kitab
Undang-undang perniagaan), bahwa asuransi pada umunya adalah suatu bentuk
persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin untuk
menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita
oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.

Adapun asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong
diantara sejumlah orang atau pihak melaui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalu akad
(perikatan) yang sesuai Syariah

Ada beberapa sumber yang dijadikan rujukan bagi berlangsungnya sistem


asuransi tersebut, diantaranya adalah hadis Nabi Muhammad SAW “Seorang mukmin
dengan mukmin lainnya dalam suatu masyarakat ibarat satu bangunan, dimana tiap
bangunan saling mengokohkan satu sama lain.” (HR Bukhari danMmuslim)

Secara operasional, asuransi yang sesuai dengan Syariah memiliki sistem yang
mengandung hal-hal sebagai berikut.

1. Mempunyai akad takafuli (tolong menolong) untuk memberikan santunan atau


perlindungan atas musibah yang akan datang

2. Dana yang terkumpul menjadi amanah pengelola dana. Dana tersebut


diinvestasikan sesuai dengan instrumen Syariah seperti mudarabah, wakalah,
wadi’ah dan murabahah.

3. Premi memiliki unsur tabaru’ atau mortalita (harapan hidup)

4. Pembebanan biaya operasional ditanggung pemegang polis, terbatas pada kisaran


30 % dari premi sehingga pembentukan pada nilai tunai cepat terbentuk pada
tahun pertama yang memiliki nilai 70 % dari premi.

5. dari rekening tabaru’ (dana kebajikan seluruh peserta) sejak awal sudah dikhlaskan
oleh peserta untuk keperluan tolong menolong bila terjadi musibah.

6. Mekanisme pertanggungan pada asuransi Syariah adalah sharing of risk. Apabila


terjadi musibah semua peserta ikut (saling) menanggung dan membantu

7. Keuntungan (profit) dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi
hasil (mudarabah),atau dalam akad tabarru’ dapat berbentuk hadiah kepada
peserta dan ujrah (fee) kepada pengelola.

8. Mempunyai misi akidah, sosial serta mengangkat perekonomian umat Islam atau
misi iqtisadi
G. Sistem Lembaga Keuangan non Bank yang sesuai dengan Prinsip Hukum Islam

Sistem lembaga keuangan non Bank yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum
Islam antara lain adalah sebagai berikut.

1. Koperasi

Pengertian koperasi dari segi etimologi berasal dari bahasa inggris coorporation,
yang artinya bekerja sama. Pengertian koperasi dari segi etimologi ialah suatu
perkumpulan atau organisasi yang beranggotakn orang-orang atau badan hukum yang
bekerja sama denagn penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas
dasar suka rela secara kekeluargaan.

Koperasi mempunyai dua fungsi, yakni :

1. fungsi ekonomi dalam bentuk kegiatan-kegiatan usaha ekonomi yang dilakukan


koperasi untuk meringankan beban hidup sehari-hari para anggotanya dan
2. fungsi soisal dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan secara gotong
royong atau dalam bentuk sumbangan berupa uang yang berasal dari bagian laba
koperasi disishkan untuk tujuan-tujuan sosial, misalnya untuk mendirikan sekolah
atau tempat ibadah

Koperasi dari segi bidang usahanya ada yang hanya menjalankan satu bidang
usaha saja, misalnya bidang konsumsi, bidang kredit atau bidang produksi. Ini disebut
koperasi berusaha tunggal (single purpose). Dan ada pula koperasi yang meluaskan
usahanya dalam berbagai bidang yang disebut koperasi serba usaha (multi purpose)
seperti bidang pembelian dan penjualan

Modal usaha koperasi diperoleh dari uang simpanan pokok, uang simpanan wajid,
uang simpanan sukarela yang merupakan deposito, uang pinjaman, penyisihan-
penyisihan hasil usaha termasuk cadangan dan sumber lain yang sah.

Menurut mahmud syaltut, koperasi sebagaimana diuarikan diatas adalah bentuk


syirkah baru yang diciptakan oleh para ahli ekonomi dan banyak sekali memilki manfaat,
anatara lain memberi keuntungan kepada para anggota pemilik saham, memberi lapangan
kerja kepada para karyawannya, memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil usaha
koperasi untuk mendirikan tempat ibadah, sekolah dan sebagainya. Koperasi tidak
mempunyai unsur kezaliman dan pemerasan oleh manusia yang kuat atau kaya atas
manusia yang lemah atau miskin, pengelolaannya demokratis dan terbuka (open
management) serta membagi keuntungan dan kerugian kepada para anggota menurut
ketentuan yang berlaku yang telah diketahui oleh seluruh anggota pemegang saham. Oelh
karena itu, koperasi dapat diterima oleh kalangan Islam.

2. BMT (Baitul Mal wat Tamwil)


Merupakan lembaga keuangan mikro yang sanagt sukses. BMT di Indonesia
tumbuh dari bawah (masyarakat berekonomi lemah) yang didukung oleh deposan-
deposan kecil. BMT telah menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi yang
mengelola dana dari, untuk dan oleh masyarakat yang merupakan perwujudan demokrasi
ekonomi. BMT-BMT sebagian besar berbadan hukum koperasi yang merupakan badan
usaha berdasarkan azas kekeluargaan yang sesuai dengan Islam. Sampai tahun 2003,
jumlah BMT sudah mendekati angka 4000 unit dimana proses operasionalnya tidak jauh
beda dengan operasional BPRS atau Bank Syariah

H. Perilaku yang Mencerminkan Kepatuhan Terhadap Hukum Islam tetang


Kerjasama

Ekonomi

Ekonomi Islam di Indonesia hingga saat ini mengalami perkembangan yang


signifikan. Hal ini ditandai dengan maraknya kajian-kajian ekonomi Syariah, banyaknya
lembaga keuangan yang berorientasi Syariah serta semakin tingginya kesadaran
masyarakat Indonesia dalam menerapkan kerjasama ekonomi berdasarkan Syariah. Ada
beberapa aspek perilaku yang harus mencerminkan kepatuhan terhadap hukum Islam di
segala aspek kehidupan, khusunya tentang kerja sama ekonomi Islam yaitu sebagai
berikut.

1. Tanggung Jawab

Dalam melaksanakan akad tanggung jawab yang berkaitan dengan kepercayaan


yang diberikan kepada pihak yang dianggap memenuhi syarat untung memegang
kepercayaan secara penuh dengan pihak yang masih perlu memenuhi kewajiban
sebagai penjamin (damin) harus dipertimbangkan

1. Tolong Menolong

Saling menolong sesama peserta (nasabah) dengan hanya berhadapan keridaan


Allah. Dan tolong menolong untuk memberikan santunan perlindungan atas
musibah yang akan datang

1. Saling melindungi

Perekonomian Islam yang berdasarkan Syariah merupakan usaha saling


melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi.

1. Adil

Dalam melakukan transaksi/ perniagaan, Islam mengharuskan untuk berbuat adil


tanpa memandang bulu, termasuk kepada pihak yang tidak disukai.
1. Amanah/jujur

Dalam menjalankan kerja sama ekonomi Syariah mengharuskan dipenuhinya


semua ikatan yang telah disepakati. Perubahan ikatan akibat perubahan kondisi
harus dilaksanakan secara rida sama rida dan disepakati oleh semua pihak yang
terkait

Perilaku lain adalah mempunyai manajemen islami, menghormati hak azazi


manusia, menjaga lingkungan hidup, melaksanakan good corporate governance, tidak
spekulatif dan memegang teguh prinsip kehati-hatian.

Anda mungkin juga menyukai