Anda di halaman 1dari 6

Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan

menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan
reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang
melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan
pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya. (disini hanya dibahas tentang titrasi asam
basa)

Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di
dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer”
dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.

Prinsip Titrasi Asam basa

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi
asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa dan sebaliknya.

Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen
( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai
“titik ekuivalen”.

Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat
volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data
volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.

Cara Mengetahui Titik Ekuivalen

Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.

1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian


membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah
dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalent”.

2. Memakai indicator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi
dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah
titrasi kita hentikan.

Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat
tambahan, dan sangat praktis.

Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya
dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya
adalah dua hingga tiga tetes.

Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin
dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat dan
sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut
sebagai “titik akhir titrasi”.

Rumus Umum Titrasi

Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent basa,
maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:

mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa

Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus
diatas dapat kita tulis sebagai:

NxV asam = NxV basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:

nxMxV asam = nxVxM basa

keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)

Anda bisa menggunakan rumus diatas bila anda menhadapi soal-soal yang melibatkan titrasi.

(http://belajarkimia.com/titrasi-asam-basa/)

b.  Asam basa Bronsted Lowry

Dalam teori baru yang diusulkan tahun 1923 secara independen oleh Brønsted dan
Lowry, asam didefinisikan sebagai molekul  atau ion yang menghasilkan H+ dan molekul atau
ion yang menerima H+ merupakan partner asam yakni basa. Basa tidak hanya molekul atau
ion yang menghasilkan OH-, tetapi yang menerima H+. Karena asam HA menghasilkan H+ ke
air dalam larutan dalam air dan menghasilkan  ion oksonium, H3O+, air juga merupakan basa
menurut definisi ini.

HA(asam) + H2O(basa) → H3O+(asam konjugat) + A- (basa konjugat)

Di sini H3O+ disebut asam konjugat dan A- adalah basa konjugat.  Namun, karena air juga
memberikan H+ ke amonia dan menghasilkan NH4+, air juga merupakan asam, seperti
diperlihatkan persamaan berikut:

H2O(asam) + NH3 (basa) → NH4+(asam konjugat) + OH- (basa konjugat)


Jadi air dapat berupa asam atau basa bergantung ko-reaktannya. Walaupun definisi Bronsted
Lowry tidak terlalu berbeda dengan definisi Arrhenius, definisi ini lebih luas manfaatnya
karena dapat digunakan ke sistem asam-basa dalam pelarut non-air.

(http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-anorganik-universitas/reaksi-
anorganik/asam-basa-arhenius-dan-bronsted-lowry/)

Titrasi Asam kuat – Basa kuat

Asam dan basa kuat terurai sempurna dalam larutan berair. Oleh karena itu pH pada
beberapa titik selama titrasi dapat di hitung langsung dari jumlah stoikiometri asam dan basa
yang di biarkan beraksi. Pada titik ekuivalen, pH di tentukan oleh tingkat terurainya air. Pada
25°C pH air murni adalah 7,00. (R.A.DAY, JR. Dan A.L.UNDERWOOD Analisis kimia
kuantitatif.)

Titrasi asam lemah – basa kuat

pH dihitung dengan rumus:

(hitung pH dengan persamaan Henderson-Hasselbalch).

(http://kimiaanalisa.web.id/titrasi-asam-basa-asam-lemah-vs-basa-kuat/)

Rentang pH indikator

Pentingnya pKind

Berpikirlah tentang indikator yang umum, HInd – dimana "Ind" adalah bagian indikator yang
terlepas dari ion hidrogen yang diberikan keluar:
Karena hal ini hanya seperti asam lemah yang lain, anda dapat menuliskan ungkapan Ka
untuk indikator tersebut. Kita akan menyebutnya Kind untuk memberikan penekanan bahwa
yang kita bicarakan di sini adalah mengenai indikator.

Pikirkanlah apa yang terjadi pada setengah reaksi selama terjadinya perubahan warna. Pada
titik ini konsentrasi asam dan ion-nya adalah sebanding. Pada kasus tersebut, keduanya akan
menghapuskan ungkapan Kind.

anda dapat menggunakan hal ini untuk menentukan pH pada titik reaksi searah. Jika anda
menyusun ulang persamaan yang terakhir pada bagian sebelah kiri, dan kemudian
mengubahnya pada pH dan pKind, anda akan memperoleh:

Rentang pH indikator

Indikator tidak berubah warna dengan sangat mencolok pada satu pH tertentu (diberikan oleh
harga pKind-nya). Malahan, mereka mengubah sedikit rentang pH.

Dengan mengasumsikan kesetimbangan benar-benar mengarah pada salah satu sisi, tetapi
sekarang anda menambahkan sesuatu untuk memulai pergeseran tersebut. Selama terjadi
pergeseran kesetimbangan, anda akan memulai untuk mendapatkan lebih banyak dan lebih
banyak lagi pembentukan warna yang kedua, dan pada beberapa titik mata akan mulai
mendeteksinya.

Sebagai contoh, jika anda menggunakan jingga metil pada larutan yang bersifat basa maka
warna yang dominan adalah kuning. Sekarang mulai tambahkan asam karena itu
kesetimbangan akan mulai bergeser.

Pada beberapa titik akan cukup banyak adanya bentuk merah dari jingga metil yang
menunjukkan bahwa larutan akan mulai memberi warna jingga. Selama anda melakukan
penambahan asam lebih banyak, warna merah akhirnya akan menjadi dominan yang mana
anda tidak lagi melihat warna kuning.
Terjadi perubahan kecil yang berangsur-angsur dari satu warna menjadi warna yang lain,
menempati rentang pH. Secara kasar "aturan ibu jari", perubahan yang tampak menempati
sekitar 1 unit pH pada tiap sisi harga pKind.

(http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/kimia_fisika1/kesetimbangan_asam_basa/indikator_asam_basa/)

Asam Basa komplex

Titrasi kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan memanfaatkan reaksi
kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang umum di indonesia EDTA
( disodium ethylendiamintetraasetat/ tritiplex/ komplekson, dll ).
Kestabilan termodinamik (dari) suatu spesi merupakan ukuran sejauh mana spesi ini akan
terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi-kondisi tertentu, jika sistem itu dibiarkan
mencapai keseimbanagan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan kompleks, yaitu :
a. Kemampuan mengkompleks logam-logam.
Kemampuan mengkompleks relatif (dari) logam-logam digambarkan dengan baik menurut
klarifikasi Schwarzenbach, yang dalam garis besarnya didasarkan atas pembagian logam
menjadi asam Lewis (penerima pasangan elektron) kelas A dan kelas B.
b. Ciri-ciri khas ligan itu.
Di antara ciri-ciri khas ligan yang umum diakui sebagai mempengaruhi kestabilan kompleks
dalam mana ligan itu terlibat, adalah :
1. kekuatan basa dari ligan itu,
2. sifat-sifat penyepitan (jika ada), dan
3. efek-efek sterik (ruang).

Titrasi kompleksometri ini ada 3 macam, yaitu langsung, tidak langsung, dan substitusi.
tergantung sifat zat yang akan ditentukan, misalnya calcium, maka indikator yang dipakai,
pH dll akan berbeda, dalam titrasi kompleksometri juga. Titrasi kompleksometri meliputi
reaksi pembentukan ion – ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang
terdisosiasi dalam larutan. Syaratnya mempunyai kelarutan tinggi.

Contohnya : kompleks logam dengan EDTA dan titrasi dengan merkuro nitrat dan perak
sianida.

Reaksi pengkompleksan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu molekul
pelarut atau lebih yang terkoordinasi, dengan gugus-gugus nukleofilik lain. Gugus-gugus
yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh
persamaan:

              M(H2O)n + L = M (H2O)(n-1) L + H2O

Disini ligan (L) dapat berupa sebuah molekul netral atau sebuah ion bermuatan, dengan
penggantian molekul-molekul air berturut-turut selanjutnya dapat terjadi, sampai terbentuk
kompleks MLn; n adalah bilangan koordinasi dari logam itu, dan menyatakan jumlah
maksimum ligan monodentat yang dapat terikat padanya.

              Ligan dapat dengan baik diklassifikasikan atas dasar banyaknya titik-lekat kepada
ion logam. Begitulah, ligan-ligan sederhana, seperti ion-ion halida atau molekul-molekul H2O
atau NH3, adalah monodentat,  yaitu ligan itu terikat pada ion logam hanya pada satu titik
oleh penyumbangan satu pasanagan-elektron-menyendiri kepada logam. Namun, bila
molekul atau ion ligan itu mempunyai dua atom, yang masing-masing mempunyai satu
pasangan elektron menyendiri, maka molekul itu mempunyai dua atom-penyumbang, dan
adalah mungkin untuk membentuk dua ikatan-koordinasi dengan ion logam yang sama; ligan
seperti ini disebut bidentat dan sebagai contohnya dapatlah diperhatikan kompleks
tris(etilenadiamina) kobalt(III), [Co(en)3]3+. Dalam kompleks oktahedral berkoordinat-6 (dari)
kobalt(III), setiap molekul etilenadiamina bidentat terikat pada ion logam itu melalui
pasangan elktron menyendiri dari kedua ataom nitrogennya. Ini menghasilkan terbentuknya
tiga cincin beranggota-5, yang masing-masing meliputi ion logam itu; proses pembentukan
cincin ini disebut penyepitan (pembentukan sepit atau kelat).

              Ligan multidentat mengandung lebih dari dua atom-koordinasi per molekul,
misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asam etilenadiaminatetraasetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen-penyumbang dan empat atom oksigen-penyumbang dalam
molekul, dapat merupakan heksadentat.

              Spesi-spesi yang lompleks itu tak mengandung lebih dari satu ion logam, tetapi pada
kondisi-kondisi yang sesuai, suatu kompleks binuklir, yaitu kompleks yang mengandung
dua ion logam, atau bahkan suatu komleks polinuklir, yang mengansung lebih dari dua ion
logam, dapat terbentuk. Begitulah, interaksi antar ion Zn2+ dan Cl- dapat menimbulkan
pembentukan kompleks binuklir, misalnya [Zn2Cl6]2- disamping spesi seederhana seperti
ZnCl3- dan ZnCl42-. Pembentukan kompleks binuklir dan polinuklir jelas akan lebih
diuntungkan oleh konsentrasi yang tinggi ion logam itu; jika yang terakhir ini berada sebagai
konstitusi runutan dari larutan, kompleks-kompleks polinuklir sangat kecil kemungkinannya
akan terbentuk.

Anda mungkin juga menyukai