Anda di halaman 1dari 2

BAB II

PEMBAHASAN

Terjadi Profanisasi Kesenian Sakral

KESENIAN merupakan salah satu unsur kebudayaan secara universal selain bahasa, sistem
pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, dan
sistem religi. Agar sesuatu bernilai seni dalam penciptaan sebuah karya, karya itu seyogianya menyiratkan
keindahan atau estetika. Entah karya itu berupa seni pertunjukan (tari dan drama), seni rupa (lukis, patung,
relief) maupun seni kerajinan.

Kebudayaan Bali yang mewahanai kesenian Bali telah diyakini oleh masyarakatnya sebagai wujud
persembahan. Seni adalah sebuah kehidupan karena telah menyatu dalam jiwa. Estetika budaya yang dibingkai
oleh religiusitas Hinduisme tetap menarik untuk dinikmati dan dikunjungi oleh wisatawan mancanegara.
Bahkan, agama Hindu dapat menumbuhkan perasaan seni yang sangat mendalam pada masyarakat terutama
dalam bidang seni pahat, seni gamelan, seni lukis, seni tari dan seni hias. Kesenian apa pun bentuknya pada
dasarnya merupakan hasil ekspresi dan kreativitas seniman. Sebagai sebuah hasil olah rasa, cipta dan karsa
seniman, kesenian tidak akan bisa dilepaskan dari ikatan nilai-nilai luhur budaya senimannya.

Adalah seorang budayawan Bali Prof. Dr. IB Mantra yang mencetuskan ide tentang sebuah pesta
budaya rakyat yang mengimplementasikan nilai-nilai budaya Hindu. Sejak semula peristiwa multidimensional
(kultural, sosial, politik, dan ekonomi) ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menanamkan nilai-nilai budaya
tradisi Bali, terutama nilai-nilai estetika Hindu melalui berbagai sajian kesenian dalam bentuk pawai, lomba,
parade, pergelaran dan sebagainya. Misi yang akhirnya dikenal dengan nama Pesta Kesenian Bali (PKB) ini
adalah melestarikan kesenian klasik tradisional Bali mendorong pertumbuhan karya-karya seni ciptaan baru
telah mampu membangkitkan daya apresiasi masyarakat Bali terhadap nilai-nilai seni dan budaya Bali, di
samping memperkenalkannya kepada masyarakat luas.

Ternyata kebanyakan kesenian, terutama seni pertunjukan yang ditampilkan sepertinya kurang
diperhatikan, karena telah terjadi profanisasi terhadap kesenian sakral. Kesenian Bali digolongkan menjadi tiga
yakni seni wali, bebali dan balih-balihan. Seni wali adalah seni sakral dan hanya dipentaskan pada upacara
Dewa Yadnya di pura tertentu, seni bebali adalah seni sakral dan dipentaskan pada saat upacara adat tertentu,
sedangkan seni balih-balihan adalah seni hiburan yang bersifat sekuler.

Banyak seni wali yang dipentaskan seperti Sanghyang Jaran, Sanghyang Dedari, Barong Ket yang
hanya ditampilkan depannya saja, sehingga menjadi barong buntut dianggap telah melecehkan kesucian
Barong Ket, karena beralih fungsi menjadi seni hiburan. Sejatinya seni sakral sangat terkait dengan ruang,
waktu dan proses. Antara sakral dan profan sangat berhimpitan, karena di Bali secara konseptual setiap
aktivitas seni atau kesenian seprofan apa pun selalu diawali dengan proses ritual. Akan tetapi kalau ingin masih
tetap menempatkan kesakralan sebuah kesenian adalah pada waktu pelaksanaan upacara di sebuah pura
misalnya, sehingga warga lain termasuk wisatawan dapat menyaksikannya di pura tersebut asal memenuhi
aturan yang berlaku di pura itu. Dalam hal ini panitia PKB harus dapat mengevaluasi mana kesenian yang laik
tampil agar tidak joged bungbung erotis pun ditampilkan pada perhelatan akbar itu.

Tidak dapat dimungkiri bahwa PKB telah mampu mewahanai kreativitas masyarakat Bali dalam
berkesenian, baik dari anak-anak, remaja, dewasa maupun lansia. Kesenian adalah sebuah ekspresi yang
memancarkan naluri seseorang dalam menggelutinya, sehingga menimbulkan rasa estetis (lango) baik bagi
pencipta, pelaku, maupun penikmatannya karena pada dasarnya seni adalah menghaluskan jiwa. Kesenian
bukan hanya seni pertunjukan, tetapi juga seni lukis, pahat, seni hias, di mana perajin sangat haus akan
pameran untuk mempromosikan dan memasarkan hasil karyanya. PKB merupakan salah satu ajang bagi
mereka untuk berpromosi maupun bertransaksi dengan para buyer, baik dalam maupun luar negeri. Oleh
karena telah menjadi agenda rutin dimasukkan dalam calendar of event oleh Diparda maupun Biro Perjalanan
berhubungan dengan promosi pariwisata, pelaksanaannya dilaksanakan setiap tahun untuk membangkitkan
apresiasi, kreativitas dan membantu ekonomi kerakyatan. Ke depan PKB jangan hanya menampilkan kesenian
sebagai hiburan, tetapi bermuatan nilai tuntunan dan pencerahan, sehingga bermanfaat bagi masyarakat untuk
memperkokoh kesadaran akan ketinggian mutu budaya Bali yang disadari oleh masyarakatnya sesuai konsep
tiga wisesa yaitu shiwam (kesucian), satyam (kebenaran) dan sundaram (keindahan).

Anda mungkin juga menyukai