Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Lembar Pengerahan......................................................................................................
Lembar Persetujuan......................................................................................................
Kata Pengantar..............................................................................................................
Daftar Isi.......................................................................................................................
Bab I Judul....................................................................................................................
LATAR BELAKANG
Pendidikan hukum mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting di dalam
aturan sendi-sendi kehidupan Negara yang tertera di dalam norma kehidupan
bermasyarakat khususnya hukum adat yang masih kuat dianut serta diterapkan di Bali yang
mana dari zaman nenek moyang sampai zaman globalisasi saat ini masih di terapkan dalam
kehidupan sehari-hari.hukum adat juga mempunyai dasar Undang-undang sesuai dengan
Perda No.06 tahun 1986 tentang fungsi dan kedudukan desa Adat kemudian direvisi
menjadi Perda No.03 tahun 2001 tentang Pakraman adat.
Hukum adat adalah suatu system hukum yang di kenal dalam lingkungan kehidupan
sosial di Indonesia dan Negara – Negara asia lain nya .sedangkan peraturan-peraturan
hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang masih di pertahankan dengan
kesadaran dan dukungan dari masyarakatnya.Karena dengan peraturan-peraturan yang
tidak tertulis dan tumbuh berkembang maka hukum adat memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dan elastis.
Pendapat lain terkait bentuk dari hukum adat,selain hukum tidak tertulis ada juga
hukum tertulis,seperti halnya hukum tertulis yaitu hukum nasional yang di syahkan oleh
pemerintah sedangkan hukum tidak tertulis ialah hukum yang tidak disyahkan oleh
pemerintah namum hukum tersebut tercatat di dokumentasi awig-awig ( undang-undang
adat ) di Bali.
BAB III
RUMUSAN MASALAH
Rumusan Masalah
1) Dalam hukum adat (Awig – awig) ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dan
kenapa tidak boleh bertentangan dengan pancasila, undang-undang dasar,
peraturan-peraturan yang ada?
2) Dimana letak hukum adat dan hukum formal untuk menindak kasus-kasus
pelanggaran?
BAB IV
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Khusus
Praktek Kerja Nyata merupakan mata kuliah yang harus ditempuh oleh setiap
mahasiswa jurusan Hukum S-1,Mayjen Sungkono Mojokerto. Adapun sasaran dan tujuan
yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah:
- Untuk memenuhi persyaratan akademik dari mata kuliah hukum waris adat dengan
bobot 3 sks di jurusan hukum S-1,Universitas Mayjen Sungkono di Mojokerto
- Untuk melihat secara langsung penerapan dari teori – teori yang didapat di bangku
kuliah
- Untuk memantapkan pemahaman dari ilmu-ilmu yang didapat di bangku kuliah
Tujuan Umum
Tujuan penelitian secara umum yaitu tujuan umum yang hendak dicapai dalam
penelitian untuk memperoleh gambaran mengenai praktek pelaksanaan bantuan hukum
dalam proses hukum tertulis maupun tidak tertulis yang ada di ADAT PANGLIPURAN
(Bali).
BAB V
METODE PENELITIAN
Desa Adat yang dengan luas wilayah ± 70 Ha, dengan jumlah penduduk ±
900 orang terdapat di wilayah Kecamatan Bangli, Kabupaten Daerah Tingkat II
Bangli yang sudah ada pada tahun 1741 adalah Desa Adat Penglipuran yang juga
merupakan salah satu objek pariwisata dan obyek penelitian bagi para ilmuwan
maupun para Mahasiswa dari beberapa Universitas yang ada di Dunia, salah
satunya adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Mayjen Soengkono Mojokerto, yang
pada tanggal 24 Mei 2010 telah melakukan penelitian tentang Hukum adat yang
ada di Desa Adat Panglipuran.Bahwa syarat berdirinya Desa adat ada 4 unsur yaitu
unsur keyakinan, unsur Pemimpin adat yang dianut / sebagai panutan, unsure
wilayah dan unsur kraman ( warga ) selain itu Desa Adat juga ada konsep tata
ruang / TRI MANDALA yaitu Utama mandala / ada ruang / tanah / tempat ibadah,
Madya mandala / Pemukiman warga, Mista mandala / kuburan warga.Selain itu
juga dalam hal Perkawinan di hukum Adat hanya menganut sistem Monogami
karena seorang laki-laki tidak boleh melecehkan seorang perempuan apabila
seorang laki-laki melanggar dengan menikah lebih dari dua istri maka akan
mendapat sanksi dari kepala adat seperti dikucilkan dari Desa adat dengan di
tempatkan di tempat pengungsian yang sudah disediakan dari nenek moyang kepala
Adat.Pada dasarnya warga adat apabila menikah dengan seorang laki-laki maka
tidak boleh ikut dengan Si Istri jadi seharusnya Si Istri yang ikut suaminya.
Sesuai dengan kosep yang ada, desa adat penglipuran dibagi menjadi tiga bagian
yaitu bangunan suci yang terletak di hulu/ perumahan di tengah, dan lahan usaha
tani di pinggir atau hilir. Di Pura Penataran/ masyarakat desa adat penglipuran
memuja Dewa Brahma manifestasi Ida Sang Hyang Widi sebagai pencipta alam
semesta beserta isinya.
Dan masyarakat desa adat panglipuran percaya bahwa leluhur mereka berasal
dari Desa Bayung Gede, Kintamani.Dilihat dari segi tradisi, desa adat ini
menggunakan sistem pemerintahan hulu abad.Pemerintahan desa adatnya terdiri
dari prajuru hulu abad. Prajuruhulu abad terdiri dari jero kubayan, jero kubahu,
jero singgukan, jero cacar, jero balung dan jero pati. Prajuru hulu abad otomatis
dijabat oleh mereka yang paling senior dilihat dari usia perkawinan tetapi yang
belum ngelad / pensiun.Ngelad atau pensiun terjadi bila semua anak sudah kawin
atau salah seorang cucunya telah kawin. Mereka yang baru kawin duduk pada
posisi yang paling bawah dalam tangga keanggotaan desa adat. Menyusuri jalan
utama desa kearah selatan akan menjumpai sebuah tugu pahlawan yang tertata
dengan rapi.Tugu ini dibangun untuk memperingati serta mengenang jasa
kepahlawanan Anak Agung Gede Anom Mudita atau yang lebih dikenal dengan
nama kapten Mudita.Anak Agung Gde Anom Mudita, yang gugur melawan
penjajah Belanda pada tanggal 20 November 1947. Taman Pahlawan ini dibangun
oleh masyarakat desa adat penglipuran sebagai wujud bakti dan hormat mereka
kepada sang pejuang bersama segenap rakyat Bangli, Kapten Mudita berjuang
tanpa pamrih demi martabat dan harga diri bangsa sampai titik darah penghabisan.
Keteraturan angkul atau pintu gerbang dan pola hunian di setiap pekarangan
rumah menjadi ciri khas desa adat yang pernah meraih penghargaan Kalpataru ini.
Keserasian antara arsitektur bangunan dengan lingkungan membuat desa ini
berbeda dengan desa adat lainnya yang ada di Bali.
Penglipuran merupakan satu dari sembilan desa adat yang ada di Bali. Desa
ini berada di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali. Konon, keberadaan warga
di sini berawal dari perang pada tahun antara kerajaan Bangli dengan kerajaan
Gianyar. Warga yang diminta bertempur oleh raja Bangli lantas diberi hadiah
berupa sebidang tanah yang kini lokasi tanah tersebut berdiri Desa Adat
Penglipuran.
Secara arsitektur, yang menarik dari desa ini adalah pola huniannya. Setiap
bangunan yang ada di masing-masing pekarangan ditata dengan rapi. Meskipun
kini sudah menggunakan material yang bukan aslinya, tatanan pola setiap bangunan
tetap mencerminkan sebagai sebuah bangunan arsitektur tradisional.
Suasana desa ini terlihat berbeda dengan desa adat lainnya yang berada di
Bali. Ketika memasuki pintu gerbang dan memarkirkan kendaraan, suasana
berbeda sungguh terasa.
Pintu gerbang khas Bali atau disebut angkul yang merupakan akses menuju
rumah penduduk yang berada setiap pekarangan terlihat seragam satu sama lain.
Dindingnya terbuat dari pasangan bata dengan atap bambu. Meskipun warna dan
ornamennya ada yang berbeda, tetapi keteraturan angkul di setiap rumah
memberikan ciri khas yang berbeda dengan desa adat yang lain.
Ayat III : Zonanisasi Hulu Kelod
Ketiga zona ini letaknya membujur dari arah utara ke selatan dengan poros
tengah berupa jalan desa yang disebut rurung gede. Jalan desa ini jugs memisahkan
bagian zona pawongan menjadi dua, bagian barat yang disebut Kauh dan di sebelah
timur yang disebut Kangin.
Jika diibaratkan sebagai tubuh manusia, zona hulu adalah bagian kepala, zona
pawongan adalah bagian tubuh, dan zona kelod adalah bagian kaki. Di bagian zona
hulu, terdapat bangunan suci atau disebut parahyangan. Di sini terdapat pura yang
bernama Pura Penataran, tempat bersembahyang warga desa.
Sedangkan zona kelod adalah zona yang terdapat tempat pemakaman. Jika
ada warga yang meninggal, jenazah akan dimakamkan di sans. Warga Desa
Penglipuran tidak mengenal ritual pembakamn jenazah sehingga jenazah harus
dimakamkan.
Hingga sekarang, tatanan pola hunian seperti ini tetap masih dipertahankan
sehingga sangat menarik untuk dikunjungi. Maka tak heran jika desa yang
mayoritas penduduknya adalah petani ini mendapatkan penghargaan Kalpataru dan
ditetapkan sebagai desa wisata oleh pemerintah daerah pada tahun 1995.
Pada hukum adat apabila ada warga adat yang melakukan pelanggaran
terhadap aturan yang berlaku pada hukum adat maka orang yang melanggar
tersebut di musyawarahkan terdahulu oleh para tetua adat untuk proses hukuman
yang layak diberikan karena pada hukum juga ada aturan adat yang disebut dengan
awig-awig
Jika kasus adat tersebut dilaksanakan secara hukum formal, biasanya tetap
suara hakim adat tetap dipertimbangkan oleh Hakim peradilan Umum dalam
mengambil keputusannya, apakah sudah diselesaikan secara adat atau belum, dan
disini pertimbangan dari Hakim Adat juga selalu dipakai sebagai bahan
pertimbangan.
SANKSI HUKUM :
Dalam hal yang dilaporkan tersebut sudah melalui proses secara hukum
positif, maka tidak hanya itu yang harus diemban oleh warga adat Desa
Panglipuran, akan tetapi masih bisa dikenai sanksi adat misalnya tidak ditegur sapa
bahkan sampai tidak diperbolehkan keluar melalui perempatan jalan Desa Adat.jadi
bagi warga adapt bisa mendapat dua sanksi selain dari hukum formal yang dari
kepolisian dengan kurungan badan ( penjara ) selain itu setelah keluar dari
hukuman kurungan maka warga tersebut juga mendapat sanksi hukuman adat lain
halnya dengan warga nyang bukan dari Desa adapt seumpama melakukan
pelanggaran terhadap aturan maka hanya mendapat sanksi hukuman formal
saja.jadi warga adat bisa jera terhadap pelanggaran yang dilakukan karena
mendapat dua sanksi dari Hukum adat dan hukum formal.Tapi warga Adat jarang
juga yang melanggar kesalahan aturan yang terjadi.
BAB VII
ANALISA DATA
Hukum Adat (Awig-awig) di Desa Panglipuran dibuat oleh Para tetua adat yang
hingga saat ini berjumlah 76 orang dan membawai + 900 warga adat yang berada di Desa
Adat Panglipuran, para tetua adat tersebut dipimpin oleh seoarang yang bernama KEPALA
ADAT.Dalam Desa Adat ada 2 (dua) Hukum yang berlaku, yaitu Hukum Adat (Awig-
awig) dan hukum formal (Hk Positif ). Dalam pembuatan Hukum Adat (Awig-awig) ada
beberapa syarat yag harus dipenuhi yaitu :
Pada dasarnya penyelesaian hukum adat diberikan kewenangan penuh kepada Hakim
Adat, pada prinsipnya kasus-kasus adat haruslah dapat diselesaikan secara Adat, akan
tetapi kalau merasa tidak puasa warga adat dapat pula untuk menyelesaian secara hukum
pemerintah.
Jika kasus adat tersebut dilaksanakan secara hukum formal, biasanya tetap suara
hakim adat tetap dipertimbangkan oleh Hakim peradilan Umum dalam mengambil
keputusannya, apakah sudah diselesaikan secara adat atau belum, dan disini pertimbangan
dari Hakim Adat juga selalu dipakai sebagai bahan pertimbangan.