Anda di halaman 1dari 13

c 


  dapat berupa peningkatan temperatur secara global (panas) yang
dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (Y 
 ) dan kematian, terutama pada orang tua, anak-anak dan penyakit kronis. Temperatur yang
panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi.
Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di
kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam
(banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya
disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul
penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit,
dan lain-lain.

c      dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air


(×  
  ) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (  
  ).
Mengapa hal ini bisa terjadi? Kita ambil contoh meningkatnya kejadian Demam Berdarah.
Nyamuk 
  sebagai vektor penyakit ini memiliki pola hidup dan berkembang biak
pada daerah panas. Hal itulah yang menyebabkan penyakit ini banyak berkembang di daerah
perkotaan yang panas dibandingkan dengan daerah pegunungan yang dingin. Namun dengan
terjadinya Global Warming, dimana terjadi pemanasan secara global, maka daerah pegunungan
pun mulai meningkat suhunya sehingga memberikan ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini
berkembang biak.

J      yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga
berkontribusi pada ë  
   dan  
  . Ditambah pula dengan polusi
udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap
penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung
dan paru kronis, dan lain-lain.
   
    

@? Beranda
@? TEROPONG
@? £E£ K
@? K M R-7
@? K M R-8
@? DISCL IMERKU

c  


3 Desember, 2007
tags: efek rumah kaca, illustrasi, konferensi, Pemanasan Global, perubahan iklim, protokol
kyoto, ratifikasi
oleh daeng limpo

Perubahan Iklim Global atau dalam bahasa inggrisnya GLOB L CLIM TE CH NGE menjadi
pembicaraan hangat di dunia dan hari ini Konferensi Internasional yang membahas tentang hal
tersebut sedang diselenggarakan di Nusa Dua Bali mulai tanggal 3 hingga 14 Desember 2007,
diikuti oleh delegasi dari lebih dari 100 negara peserta. Salah satu penyebab perubahan iklim
adalah Pemanasan Global (Global Warming).

c  

 
         !   " #
  
 $ Pemanasan Global disebabkan diantaranya oleh ³Greenhouse Effect´ atau yang
kita kenal dengan EFEK RUM H K C . Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya
konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas
CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan
bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk
mengabsorbsinya.

Istilah efek rumah kaca, diambil dari cara tanam yang digunakan para petani di daerah iklim
sedang (negara yang memiliki empat musim). Para petani biasa menanam sayuran atau bunga di
dalam rumah kaca untuk menjaga suhu ruangan tetap hangat. Kenapa menggunakan kaca/bahan
yang bening? Karena sifat materinya yang dapat tertembus sinar matahari. Dari sinar yang masuk
tersebut, akan dipantulkan kembali oleh benda/permukaan dalam rumah kaca, ketika dipantulkan
sinar itu berubah menjadi energi panas yang berupa sinar inframerah, selanjutnya energi panas
tersebut terperangkap dalam rumah kaca. Demikian pula halnya salah satu fungsi atmosfer bumi
kita seperti rumah kaca tersebut. Sebagai Illustrasi sederhana tentang terjadinya pemanasan
Global silahkan KLIK DISINI

Untuk mencegah dan mengurangi emisi gas karbondioksida dan efek rumah kaca mendorong
lahirnya PROTOKOL KYOTO. Dinegosiasikan di Kyoto £epang pada Desember 1997, dibuka
untuk penandatanganan 16 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999. Persetujuan ini mulai
berlaku pada tanggal 16 Pebruari 2005, setelah ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18
November 2004.

Hingga 23 Oktober 2007 sudah 179 negara yang meratifikasi PROTOKOL KYOTO tersebut,
daftar negara dapat anda lihat DISINI. da empat negara yang telah menandatangani namun
belum meratifikasi protokol Kyoto tersebut yaitu, ustralia (tidak berminat meratifikasi),
Monako, merika Serikat yang merupakan pengeluar terbesar gas rumah kaca juga tidak
berminat untuk meratifikasinya, sisanya Kazakstan. Tetapi setelah baru-baru ini ustralia
meratifikasinya menjelang konferensi perubahan iklim di Bali, maka tinggal merika Serikat
sendiri sebagai negara industri besar yang belum meratifikasinya. Negara lain yang belum
memberikan reaksi adalah fghanistan, ndorra, Brunei, Rep. frika Tengah, Chad, Komoro
Island, Irak, Taiwan, Republik Demokratik rab Sahrawi, San Marino, Somalia, Tajikistan,
Timor Leste, Tonga, Turki, Vatikan, dan Zimbabwe.
da yang bilang pemanasan global itu hanya khayalan parapecinta lingkungan. da yang bilang
itu sudah takdir. Ilmuwan juga masih pro dan kontra soal itu. Yang pasti, fenomena alam itu bisa
dirasakan dalam 10 kejadian berikut ini. Dan yang pasti ini bukan imajinasi belaka, sebab kita
sudah mengalaminya.

@? Kebakaran hutan besar-besaran

Bukan hanya di Indonesia, sejumlah hutan di merika Serikat juga ikut terbakar ludes. Dalam
beberapa dekade ini, kebakaran hutan meluluhlantakan lebih banyak area dalam tempo yang
lebih lama juga. Ilmuwan mengaitkan kebakaran yang merajalela ini dengan temperatur yang
kian panas dan salju yang meleleh lebih cepat. Musim semi datang lebih awal sehingga salju
meleleh lebih awal juga. rea hutan lebih kering dari biasanya dan lebih mudah terbakar.

@? Situs purbakala cepat rusak

kibat alam yang tak bersahabat, sejumlah kuil, situs bersejarah, candi dan artefak lain lebih
cepat rusak dibandingkan beberapa waktu silam. banjir, suhu yang ekstrim dan pasang laut
menyebabkan itu semua. Situs bersejarah berusia 600 tahun di Thailand, Sukhotai, sudah rusak
akibat banjir besar belum lama ini.

@? Ketinggian gunung berkurang

Tanpa disadari banyak orang, pegunungan lpen mengalami penyusutan ketinggian. Ini
diakibatkan melelehnya es di puncaknya. Selama ratusan tahun, bobot lapisan es telah
mendorong permukaan bumi akibat tekanannya. Saat lapisan es meleleh, bobot ini terangkat dan
permukaan perlahan terangkat kembali.

@? Satelit bergerak lebih cepat

Emisi karbon dioksida membuat planet lebih cepat panas, bahkan berimbas ke ruang angkasa.
Udara di bagian terluat atmosfer sangat tipis, tapi dengan jumah karbondioksida yang bertambah,
maka molekul di atmosfer bagian atas menyatu lebih lambat dan cenderung memancarkan
energi, dan mendinginkan udara sekitarnya. Makin banyak karbondioksida di atas sana, maka
atmosfer menciptakan lebih banyak dorongan, dan satelit bergerak lebih cepat.

@? Hanya yang Terkuat yang Bertahan

kibat musim yang kian tak menentu, maka hanya mahluk hidup yang kuatlah yang bisa
bertahan hidup. Misalnya, tanaman berbunga lebih cepat tahun ini, maka migrasi sejumlah
hewan lebih cepat terjadi. Mereka yang bergerak lambat akan kehilangan makanan, sementar
mereka yang lebih tangkas, bisa bertahan hidup. Hal serupa berlaku bagi semua mahluk hidup
termasuk manusia.

@? Pelelehan Besar-besaran
Bukan hanya temperatur planet yang memicu pelelehan gununges, tapi juga semua lapisan tanah
yang selama ini membeku. Pelelehan ini memicu dasar tanah mengkerut tak menentu sehingga
menimbulkan lubang-lubang dan merusak struktur seperti jalur kereta api, jalan raya, dan rumah-
rumah. Imbas dari ketidakstabilan ini pada dataran tinggi seperti pegunungan bahkan bisa
menyebabkan keruntuhan batuan.

@? Keganjilan di Daerah Kutub

Hilangnya 125 danau di Kutub Utara beberapa dekade silam memunculkan ide bahwa
pemanasan global terjadi lebih ³heboh´ di daerah kutub.Riset di sekitar sumber airyang hilang
tersebut memperlihatkan kemungkinan mencairnya bagian beku dasar bumi.

@? Mekarnya Tumbuhan di Kutub Utara

Saat pelelehan Kutub Utara memicu problem pada tanaman danhewan di dataran yang lebih
rendah, tercipta pula situasi yang sama dengan saatmatahari terbenam pada biota Kutub Utara.
Tanaman di situ yang dulu terperangkap dalam es kini tidak lagi dan mulai tumbuh. Ilmuwan
menemukan terjadinya peningkatan pembentukan fotosintesis di sejumlah tanah sekitar
dibanding dengan tanah di era purba.

@? Habitat Makhluk Hidup Pindah ke Dataran Lebih Tinggi

Sejak awal dekade 1900-an, manusia harus mendaki lebihtinggi demi menemukan tupai, berang-
berang atau tikus hutan. Ilmuwan menemukan bahwa hewan-hewan ini telah pindah ke dataran
lebih tinggi akibat pemanasan global. Perpindahan habitat ini mengancam habitat beruang kutub
juga, sebab es tempat dimana mereka tinggal juga mencair.

@? Peningkatan Kasus lergi

Sering mengalami serangan bersin-bersin dan gatal di matasaat musim semi, maka salahkanlah
pemanasan global. Beberapa dekade terakhir kasus alergi dan asma di kalangan orang merika
alami peningkatan. Pola hidupdan polusi dianggap pemicunya. Studi para ilmuwan
memperlihatkan bahwa tingginya level karbondioksida dan temperatur belakangan inilah
pemicunya. Kondisi tersebut juga membuat tanaman mekar lebih awal dan memproduksi lebih
banyak serbuk sari
Pemanasan global (ë ) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan
temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca ( Y   )
yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4),
dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi.
Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global ± termasuk Indonesia ± yang terjadi
pada kisaran 1,5±40 Celcius pada akhir abad 21.

Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik
(seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan
dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama
penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a)
gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi
prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap
permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko
kanker dan wabah penyakit, dsb). Dalam makalah ini, fokus diberikan pada antisipasi terhadap
dua dampak pemanasan global, yakni : kenaikan muka air laut (    ) dan banjir.

J     
   
   

     
   
 

Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a)
meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan
mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi
masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil.

Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang acak
dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim).
Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek ë  dari wilayah pesisir ke darat.
Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjadi 9 kali lebih besar pada dekade mendatang
dimana 80% peningkatan banjir tersebut terjadi di sia Selatan dan Tenggara (termasuk
Indonesia) dengan luas genangan banjir mencapai 2 juta mil persegi. Peningkatan volume air
pada kawasan pesisir akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta
peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan.

@? Kenaikan muka air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir juga
mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove, yang pada saat ini saja kondisinya sudah sangat
mengkhawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan dari
5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menurun lagi hingga 2.496.185
ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993), telah terjadi penurunan hutan mangrove ±
50% dari total luasan semula. Apabila keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi,
maka : abrasi pantai akan kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, pencemaran
dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya
| | pun akan terancam dengan sendirinya.
@? eluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut juga dipicu
oleh terjadinya |

 akibat penghisapan air tanah secara berlebihan. Sebagai contoh,
diperkirakan pada periode antara 2050 hingga 2070, maka intrusi air laut akan mencakup 50%
dari luas wilayah Jakarta Utara.
@? ½angguan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang terjadi diantaranya adalah : (a)
gangguan terhadap jaringan jalan lintas dan kereta api di Pantura Jawa dan Timur-Selatan
Sumatera ; (b) genangan terhadap permukiman penduduk pada kota-kota pesisir yang berada
pada wilayah Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian
Barat Daya, dan beberapa spot pesisir di Papua ; (c) hilangnya lahan-lahan budidaya seperti
sawah, payau, kolam ikan, dan mangrove seluas 3,4 juta hektar atau setara dengan US$ 11,307
juta ; gambaran ini bahkan menjadi lebih ͚buram͛ apabila dikaitkan dengan keberadaan sentra-
sentra produksi pangan yang hanya berkisar 4 % saja dari keseluruhan luas wilayah nasional, dan
(d) penurunan produktivitas lahan pada sentra-sentra pangan, seperti di DAS Citarum, Brantas,
dan Saddang yang sangat krusial bagi kelangsungan swasembada pangan di Indonesia. Adapun
daerah-daerah di Indonesia yang potensial terkena dampak kenaikan muka air laut diperlihatkan
pada ½ambar 1 berikut.
@? Terancam berkurangnya luasan kawasan pesisir dan bahkan hilangnya pulau-pulau kecil yang
dapat mencapai angka 2000 hingga 4000 pulau, tergantung dari kenaikan muka air laut yang
terjadi. Dengan asumsi kemunduran garis pantai sejauh 25 meter, pada akhir abad 2100 lahan
pesisir yang hilang mencapai 202.500 ha.
@? Bagi Indonesia, dampak kenaikan muka air laut dan banjir lebih diperparah dengan pengurangan
luas hutan tropis yang cukup signifikan, baik akibat kebakaran maupun akibat penggundulan.
Data yang dihimpun dari {    | |  | |   (1999)
menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1997 ʹ 1998 saja tidak kurang dari 1,7 juta hektar hutan
terbakar di Sumatra dan Kalimantan akibat pengaruh El Nino. Bahkan WWF (2000)
menyebutkan angka yang lebih besar, yakni antara 2 hingga 3,5 juta hektar pada periode yang
sama. Apabila tidak diambil langkah-langkah yang tepat maka kerusakan hutan ʹ khususnya
yang berfungsi lindung ʹ akan menyebabkan  yang besar pada kawasan hulu,
meningkatkan resiko pendangkalan dan banjir pada wilayah hilir , serta memperluas kelangkaan
air bersih pada jangka panjang.

 J       


   
       !  
"  

Dengan memperhatikan dampak pemanasan global yang memiliki skala nasional dan dimensi
waktu yang berjangka panjang, maka keberadaan RTRWN menjadi sangat penting. Secara garis
besar RTRWN yang telah ditetapkan aspek legalitasnya melalui PP No.47/1997 sebagai
penjabaran pasal 20 dari UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang memuat arahan kebijaksanaan
pemanfaatan ruang negara yang memperlihatkan adanya pola dan struktur wilayah nasional yang
ingin dicapai pada masa yang akan datang.

Pola pemanfaatan ruang wilayah nasional memuat : (a) arahan kebijakan dan kriteria pengelolaan
kawasan lindung (termasuk kawasan rawan bencana seperti kawasan rawan gelombang pasang
dan banjir) ; dan (b) arahan kebijakan dan kriteria pengelolaan kawasan budidaya (hutan
produksi, pertanian, pertambangan, pariwisata, permukiman, dsb). Sementara struktur
pemanfaatan ruang wilayah nasional mencakup : (a) arahan pengembangan sistem permukiman
nasional dan (b) arahan pengembangan sistem prasarana wilayah nasional (seperti jaringan
transportasi, kelistrikan, sumber daya air, dan air baku.

Sesuai dengan dinamika pembangunan dan lingkungan strategis yang terus berubah, maka
dirasakan adanya kebutuhan untuk mengkajiulang ( ë) materi pengaturan RTRWN (PP
47/1997) agar senantiasa dapat merespons isu-isu dan tuntutan pengembangan wilayah nasional
ke depan. (mohon periksa Tabel 3 pada Lampiran). Oleh karenanya, pada saat ini Pemerintah
tengah mengkajiulang RTRWN yang diselenggarakan dengan memperhatikan perubahan
lingkungan strategis ataupun paradigma baru sebagai berikut :

@? globalisasi ekonomi dan implikasinya,


@? otonomi daerah dan implikasinya,
@? penanganan kawasan perbatasan antar negara dan sinkronisasinya,
@? pengembangan kemaritiman/sumber daya kelautan,
@? pengembangan kawasan tertinggal untuk pengentasan kemiskinan dan krisis ekonomi,
@? daur ulang hidrologi,
@? penanganan |

,
@? pemanfaatan jalur ALKI untuk ÷
÷  dan
 , serta
@? pemanasan global dan berbagai dampaknya.

Dengan demikian, maka aspek kenaikan muka air laut dan banjir seyogyanya akan menjadi salah
satu masukan yang signifikan bagi kebijakan dan strategi pengembangan wilayah nasional yang
termuat didalam RTRWN khususnya bagi pengembangan kawasan pesisir mengingat : (a)
besarnya konsentrasi penduduk yang menghuni kawasan pesisir khususnya pada kota-kota
pantai, (b) besarnya potensi ekonomi yang dimiliki kawasan pesisir, (c) pemanfaatan ruang
wilayah pesisir yang belum mencerminkan adanya sinergi antara kepentingan ekonomi dengan
lingkungan, (d) tingginya konflik pemanfaatan ruang lintas sektor dan lintas wilayah, serta (e)
belum terciptanya keterkaitan fungsional antara kawasan hulu dan hilir, yang cenderung
merugikan kawasan pesisir.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh DB (1994), maka dampak kenaikan muka air laut dan
banjir diperkirakan akan memberikan gangguan yang serius terhadap wilayah-wilayah seperti :
Pantura £awa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya,
dan beberapa  pada pesisir Barat Papua

Untuk kawasan budidaya, maka perhatian yang lebih besar perlu diberikan untuk kota-kota
pantai yang memiliki peran strategis bagi kawasan pesisir, yakni sebagai pusat pertumbuhan
kawasan yang memberikan pelayanan ekonomi, sosial, dan pemerintahan bagi kawasan tersebut.
Kota-kota pantai yang diperkirakan mengalami ancaman dari kenaikan muka air laut diantaranya
adalah Lhokseumawe, Belawan, Bagansiapi-api, Batam, Kalianda, £akarta, Tegal, Semarang,
Surabaya, Singkawang, Ketapang, Makassar, Pare-Pare, Sinjai. (Selengkapnya mohon periksa
Tabel 1 pada Lampiran).

Kawasan-kawasan fungsional yang perlu mendapatkan perhatian terkait dengan kenaikan muka
air laut dan banjir meliputi 29 kawasan andalan, 11 kawasan tertentu, dan 19 kawasan tertinggal.
(selengkapnya mohon periksa Tabel 2 pada Lampiran).

Perhatian khusus perlu diberikan dalam pengembangan arahan kebijakan dan kriteria
pengelolaan prasarana wilayah yang penting artinya bagi pengembangan perekonomian nasional,
namun memiliki kerentanan terhadap dampak kenaikan muka air laut dan banjir, seperti :
@? sebagian ruas-ruas jalan Lintas Timur Sumatera (dari Lhokseumawe hingga Bandar Lampung
sepanjang ± 1600 km) dan sebagian jalan Lintas Pantura Jawa (dari Jakarta hingga Surabaya
sepanjang ± 900 km) serta sebagian Lintas Tengah Sulawesi (dari Pare-pare, akassar hingga
Bulukumba sepanjang ± 250 km).
@? beberapa pelabuhan strategis nasional, seperti Belawan (edan), Tanjung Priok (Jakarta),
Tanjung as (Semarang), Pontianak, Tanjung Perak (Surabaya), serta pelabuhan akassar.
@? Jaringan irigasi pada wilayah sentra pangan seperti Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur dan
Sulawesi bagian Selatan.
@? Beberapa Bandara strategis seperti edan, Jakarta, Surabaya, Denpasar, akassar, dan
Semarang.

Untuk kawasan lindung pada RTRWN, maka arahan kebijakan dan kriteria pola pengelolaan
kawasan rawan bencana alam, suaka alam-margasatwa, pelestarian alam, dan kawasan
perlindungan setempat (sempadan pantai, dan sungai) perlu dirumuskan untuk dapat
mengantisipasi berbagai kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi.

Selain antisipasi yang bersifat makro-strategis diatas, diperlukan pula antisipasi dampak
kenaikan muka air laut dan banjir yang bersifat mikro-operasional. Pada tataran mikro, maka
pengembangan kawasan budidaya pada kawasan pesisir selayaknya dilakukan dengan
mempertimbangkan beberapa alternatif yang direkomendasikan oleh IPCC (1990) sebagai
berikut :

@? u  ; alternatif ini dikembangkan apabila dampak ekonomi dan lingkungan akibat kenaikan
muka air laut dan banjir sangat besar sehingga kawasan budidaya perlu dialihkan lebih menjauh
dari garis pantai. Dalam kondisi ekstrim, bahkan, perlu dipertimbangkan untuk menghindari
sama sekali kawasan-kawasan yang memiliki kerentanan sangat tinggi.
@?  ; alternatif ini bersifat penyesuaian terhadap perubahan alam atau resiko dampak
yang mungkin terjadi seperti reklamasi, peninggian bangunan atau perubahan | 
menjadi budidaya air payau (| | ; area-area yang tergenangi tidak terhindarkan,
namun diharapkan tidak menimbulkan ancaman yang serius bagi keselamatan jiwa, asset dan
aktivitas sosial-ekonomi serta lingkungan sekitar.
@? c   ; alternatif ini memiliki dua kemungkinan, yakni yang bersifat |
 seperti
pembangunan penahan gelombang ( ||) atau tanggul banjir (
||
) dan yang
bersifat

 seperti revegetasi mangrove atau penimbunan pasir ( | 
).
Walaupun cenderung defensif terhadap perubahan alam, alternatif ini perlu dilakukan secara
hati-hati dengan tetap mempertimbangkan proses alam yang terjadi sesuai dengan prinsip
͞    |͟.

Sedangkan untuk kawasan lindung, prioritas penanganan perlu diberikan untuk sempadan pantai,
sempadan sungai, mangrove, terumbu karang, suaka alam margasatwa/cagar alam/habitat flora-
fauna, dan kawasan-kawasan yang sensitif secara ekologis atau memiliki kerentanan tinggi
terhadap perubahan alam atau kawasan yang bermasalah. Untuk pulau-pulau kecil maka
perlindungan perlu diberikan untuk pulau-pulau yang memiliki fungsi khusus, seperti tempat
transit fauna, habitat flora dan fauna langka/dilindungi, kepentingan hankam, dan sebagainya.

gar prinsip keterpaduan pengelolaan pembangunan kawasan pesisir benar-benar dapat


diwujudkan, maka pelestarian kawasan lindung pada bagian hulu ± khususnya hutan tropis -
perlu pula mendapatkan perhatian. Hal ini penting agar laju pemanasan global dapat dikurangi,
sekaligus mengurangi peningkatan skala dampak pada kawasan pesisir yang berada di kawasan
hilir.

#   $
%#        
   J  
   &# 
   
     

Dalam kerangka kebijakan penataan ruang, maka RTRWN merupakan salah satu instrumen
kebijakan yang dapat dimanfaatkan untuk dampak pemanasan global terhadap kawasan pesisir
dan pulau-pulau kecil. Namun demikian, selain penyiapan RTRWN ditempuh pula kebijakan
untuk revitalisasi dan operasionalisasi rencana tata ruang yang berorientasi kepada pemanfaatan
dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tingkat
kedalaman yang lebih rinci.

Intervensi kebijakan penataan ruang diatas pada dasarnya ditempuh untuk memenuhi tujuan-
tujuan berikut :

@? ewujudkan pembangunan berkelanjutan pada kawasan pesisir, termasuk kota-kota pantai


dengan segenap penghuni dan kelengkapannya (prasarana dan sarana) sehingga fungsi-fungsi
kawasan dan kota sebagai sumber pangan (
  
) dapat tetap berlangsung.
@? engurangi kerentanan (|  ) dari kawasan pesisir dan para pemukimnya (  | |
)
dari ancaman kenaikan muka air laut, banjir, abrasi, dan ancaman alam (|| ||
)
lainnya.
@? empertahankan berlangsungnya proses ekologis esensial sebagai sistem pendukung
kehidupan dan keanekaragaman hayati pada wilayah pesisir agar tetap lestari yang dicapai
melalui keterpaduan pengelolaan sumber daya alam dari hulu hingga ke hilir ( | |
|
 ||).
@? Untuk mendukung tercapainya upaya revitalisasi dan operasionalisasi rencana tata ruang, maka
diperlukan dukungan-dukungan, seperti : (a) penyiapan Pedoman dan Norma, Standar, Prosedur
dan anual (NSP) untuk percepatan desentralisasi bidang penataan ruang ke daerah -
khususnya untuk penataan ruang dan pengelolaan sumber daya kawasan pesisir/tepi air; (b)
peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia serta pemantapan format dan
mekanisme kelembagaan penataan ruang, (c) sosialisasi produk-produk penataan ruang kepada
masyarakat melalui ÷   ||

|÷|  (d) penyiapan dukungan sistem informasi dan


database pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang memadai, serta (e) penyiapan
peta-peta yang dapat digunakan sebagai alat mewujudkan keterpaduan pengelolaan kawasan
pesisir dan pulau-kecil sekaligus menghindari terjadinya konflik lintas batas.
@? Selanjutnya, untuk dapat mengelola pembangunan kawasan pesisir secara efisien dan efektif,
diperlukan strategi pendayagunaan penataan ruang yang senada dengan semangat otonomi
daerah yang disusun dengan memperhatikan faktor-faktor berikut :
@? Keterpaduan yang bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah dalam konteks pengembangan
kawasan pesisir sehingga tercipta konsistensi pengelolaan pembangunan sektor dan wilayah
terhadap rencana tata ruang kawasan pesisir.
@? Pendekatan ÷ atau mengedepankan peran masyarakat (÷|  ÷| ÷|  ÷

)
dalam pelaksanaan pembangunan kawasan pesisir yang transparan dan ||  agar lebih
akomodatif terhadap berbagai masukan dan aspirasi seluruh
| 
dalam pelaksanaan
pembangunan.
@? Kerjasama antar wilayah (antar propinsi, kabupaten maupun kota-kota pantai, antara kawasan
perkotaan dengan perdesaan, serta antara kawasan hulu dan hilir) sehingga tercipta sinergi
pembangunan kawasan pesisir dengan memperhatikan inisiatif, potensi dan keunggulan lokal,
sekaligus reduksi potensi konflik lintas wilayah
@? Penegakan hukum yang konsisten dan konsekuen ʹ baik PP, Keppres, maupun Perda - untuk
menghindari kepentingan sepihak dan untuk terlaksananya 
|  yang ͚seimbang͛ antar
unsur-unsur
| 
.

  
  

 ? ? 
 ?
 ?   ? ?
 ? ? ?

?
? ? ?  ?? ? ?  ?  ?  ?
 ?
 ?
  ? ? ? ?  ? ? ? ?  ?  ? ?   ?  ?

? ? ?  ?
 ?  ? ? ? ? ? ?  ?  ?
   ?
?
  ?  ??
?
 ? ? ?  ?  ?
 ? ?
  ?
?
  ??  ?
 ? ?
 ? ?  ?   ?  ?
   ? ? ?  ? ?
?
  ?  ?   ?  ? ?
  ?
 ?
?
  ?  ?
? ? ? ? ?  ?

?  ?
 ? ?
  ?  ?
?
 ?   ? ?   ?
  ?   ?  ? 
 ?  ? ? ?   ?   ? ?
 ?
?
?   ?? ? ?   ?  ?  ?  ?! 

   ?  ?   ? ? ?  ?


 ? ? 
?"!# $?  ?
"!%&$? ?
   ?   ?
?   ?"   ?
 ?  ?  ?
'  ' ?  $?( ?#
?"(#$?
 ??
?   ? ?
  ?
 ? ?
?
 ?  ?"!)!$?*  ?   ? ?  ?
 ?  ?  ?!# ? ?  ?  ?
?  ?  ?
 ? ? ?  ?  ?!# ? ?   ?
?
 ?    ??
? ? ? ? ?   ??   ? ? ?

?
+  ? ?   ??   ? ?  ?
 ?!# ?  ?  ?
 ??  ?   ??   ? ?  ?
 ??!# ?
,?(#?  ?   ??   ?  ?--?  ?
 ??!# ?
.   ? ? ?  ?"!)!$?
? ?   ??
   ?  ?  ?  ?
 ?!# ?  ?  ?  ?!)!?  ?

  ?
?  ?  ?  ?!)!?  ?  ?

?  ? ?  ?
   ?/
c  % c  

&

Dalam laporan c' yang berjudul Livestock's Long Shadow: Enviromental Issues and
Options (Dirilis bulan November 2006), PBB mencatat bahwa industri peternakan adalah
penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar (18%), jumlah ini lebih banyak dari gabungan
emisi gas rumah kaca seluruh transportasi di seluruh dunia (13%). Emisi gas rumah kaca industri
peternakan meliputi 9 % karbon dioksida, 37% gas metana (efek pemanasannya 72 kali lebih
kuat dari CO2), 65 % nitro oksida (efek pemanasan 296 kali lebih kuat dari CO2), serta 64%
amonia penyebab hujan asam. Peternakan menyita 30% dari seluruh permukaan tanah kering di
Bumi dan 33% dari area tanah yang subur dijadikan ladang untuk menanam pakan ternak.
Peternakan juga penyebab dari 80% penggundulan Hutan mazon.
Sedangkan laporan yang baru saja dirilis 
    menyatakan bahwa peternakan
bertanggung jawab atas sedikitnya 51 persen dari pemanasan global.

Penulisnya, Dr. Robert Goodland, mantan penasihat utama bidang lingkungan untuk Bank
Dunia, dan staf riset Bank Dunia £eff nhang, membuatnya berdasarkan ³Bayangan Panjang
Peternakan´, laporan yang diterbitkan pada tahun 2006 oleh Organisasi Pangan dan Pertanian
PBB (F O). Mereka menghitung bidang yang sebelumnya dan memperbarui hal lainnya,
termasuk siklus hidup emisi produksi ikan yang diternakkan, CO2 dari pernapasan hewan, dan
koreksi perhitungan sebenarnya yang menghasilkan lebih dari dua kali lipat jumlah hewan ternak
yang dilaporkan di planet ini.

Emisi metana dari hewan ternak juga berperan sebesar 72 kali lebih dalam menyerap panas di
atmosfer daripada CO2. Hal ini mewakili kenaikan yang lebih akurat dari perhitungan asli F O
dengan potensi pemanasan sebesar 23 kali. Meskipun demikian, para peneliti itu memberitahu
bahwa perkiraan mereka adalah minimal, dan karena itu total emisi 51 persen masih konservatif

Anda mungkin juga menyukai