Anda di halaman 1dari 25

STRES FISIOLOGI

DWI SETYATI
PERANAN AIR BAGI TANAMAN

 Air adalah salah satu komponen fisik yang sangat vital dan dibutuhkan dalam
jumlah besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sebanyak 85-90 %
dari bobot segar sel-sel dan jaringan tanaman tinggi adalah air (Maynard dan Orcott,
1987).

 Noggle dan Frizt (1983) menjelaskan fungsi air bagi tanaman yaitu :
(1)Sebagai senyawa utama pembentuk protoplasma,
(2) sebagai senyawa pelarut bagi masuknya mineral-mineral dari larutan tanah ke
tanaman dan sebagai pelarut mineral nutrisi yang akan diangkut dari satu bagian sel
ke bagian sel lain,
(3) sebagai media terjadinya reaksi-reaksi metabolik,
(4) sebagai reaktan pada sejumlah reaksi metabolisme seperti siklus asam trikarboksilat,
(5) sebagai penghasil hidrogen pada proses fotosintesis,
(6) menjaga turgiditas sel dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel,
(7) mengatur mekanisme gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya stomata,
membuka dan menutupnya bunga serta melipatnya daun-daun tanaman tertentu,
(8) berperan dalam perpanjangan sel,
(9) sebagai bahan metabolisme dan produk akhir respirasi, serta
(10) digunakan dalam proses respirasi.
STRES FISIOLOGI
 Kekurangan air / stress air pada tanaman merupakan faktor utama
dalam penghambatan produktivitas tanaman.
 Kehilangan air pada jaringan tanaman dapat :
- menurunkan turgor sel,
- meningkatkan konsentrasi makro molekul serta senyawa-senyawa
dengan berat molekul rendah,
- mempengaruhi membran sel (Mubiyanto, 1997).
 Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi
bahwa langsung atau tidak langsung kekurangan air pada tanaman
akan mempengaruhi semua proses metaboliknya sehingga dapat
menurunkan pertumbuhan tanaman.

 RESPON TANAMAN TERHADAP KEKERINGAN


 Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan
suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan
oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi
air oleh akar tanaman.
 Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi,
sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah (Lakitan,
 1996).
Plant damage resulting from water
stress Photo courtesy of Perry. Symptoms: Reddish brown necrosis
starting on leaf margin and
extending to whole leaf in this new
planting.
Diagnosis: Acute water stress.
.
Photo courtesy of Larry Costello. Symptoms: Browning and
defoliation of tulip tree.
Diagnosis: The manzanita
ground cover and the tulip
tree are in the same
irrigation zone. These two
plants have differing water
requirements. (The tulip tree
requires a fair amount of
water, whereas the
manzanita thrives on very
little.)

Photo courtesy of Clark. Symptoms: Ash tree becoming defoliated (losing


leaves) and dying back.
Diagnosis: The tree is stressed by chronic water
deficit.
Photo courtesy of Perry. Symptoms: Chlorotic and declining shrubs.
Diagnosis: The plants are suffering from aeration
deficit, resulting from poor soil drainage or excess
irrigation.

Photo courtesy of Larry Costello. Symptoms: Plant species are declining or have
died and been removed.
Diagnosis: The presence of wet soil and standing
water suggests that some of the plants are suffering
from aeration deficit.
Respon Tanaman TerhadapStres Air/ Kekeringan
 Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan
ditingkat seluler dan molekuler a.l. seperti :
- perubahan pada pertumbuhan tanaman,
- volume sel menjadi lebih kecil,
- penurunan luas daun,
- daun menjadi tebal,
- adanya rambut pada daun,
- peningakatan ratio akar-tajuk,
- sensitivitas stomata,
- penurunan laju fotosintesis,
- perubahan metabolisme karbon dan nitrogen,
- perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon,
- serta perubahan ekspresi gen
- menurunkan luas daun dan memperpendek siklus tumbuh
- kemampuan akar untuk menyerap air di lapisan tanah paling dalam
- kemampuan untuk melindungi meristem akar dari kekeringan dengan meningkatkan
akumulasi senyawa tertentu seperti glisin, betain, gula alkohol atau prolin untuk
osmotic adjustment (Nguyen et al., 1997). Dengan adanya osmotic adjustment
tersebut memungkinkan pertumbuhan tetap berlangsung dan stomata tetap
membuka.
 Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman
kekeringan.
 Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami
dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman.
 Bila tanaman dihadapkan pada kondisi kering terdapat dua macam tanggapan yang
dapat memperbaiki status air, yaitu
(1) tanaman mengubah distribusi asimilat baru untuk mendukung pertumbuhan akar
dengan mengorbankan tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar
menyerap air serta menghambat pemekaran daun untuk mengurangi transpirasi;
(2) tanaman akan mengatur derajat pembukaan stomata untuk menghambat kehilangan
air lewat transpirasi (Mansfield dan Atkinson, 1990).

 Bergantung responnya terhadap kekeringan, tanaman dapat diklasifikasikan menjadi


(1) tanaman yang menghindari kekeringan ( drought avoiders) dan (2) tanaman yang
mentoleransi kekeringan (drought tolerators).
 Tanaman yang menghindari kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air
tersedia antara lain dengan meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur dan
posisi daun.
 Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau
mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi meliputi peningkatan sensitivitas
stomata dan perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi mencakup
penyesuaian osmotik.
 Senyawa biokimia yang dihasilkan tanaman
sebagai respon terhadap kekeringan dan
berperan dalam penyesuaian osmotik bervariasi,
antara lain gula-gula, asam amino, dan senyawa
terlarut yang kompatibel .
 Senyawa osmotik yang banyak dipelajari pada
toleransi tanaman terhadap kekeringan antara
lain prolin, asam absisik, protein dehidrin, total
gula, pati, sorbitol, vitamin C, asam organik,
aspargin, glisin-betain, serta superoksida
dismutase dan K+ yang bertujuan untuk
menurunkan potensial osmotik sel tanpa
membatasi fungsi enzim.
 Beberapa aktivitas fisiologis yang dipengaruhi oleh stress air antara lain
sebagai berikut.

1. Pembesaran dan Pembelahan Sel


 Proses yang paling sensitif terhadap stress air adalah pertumbuhan sel.
Pengaruh utama tampak pada proses fisis. Bila tekanan turgor sel jatuh
akibat stress air, pembesaran sel juga menurun karena kehilangan
tekanan di dalam sel.
 Turgor yang tinggi dalam jaringan kadang-kadang dijumpai pada malam
hari dibanding dengan pada siang hari. Ketersediaan air tanah juga
berpengaruh pada potensi air di daun dan juga perkembangan/perluasan
daun. Stress air yang berkepanjangan dapat menghambat pembelahan
sel (meristem) belum jelas apakah penghambatan tersebut secara
langsung atau tidak langsung.

2. Dinding Sel dan Sintesis Protein


 Dinding sel tersusun sebagian besar dari selulosa yang merupakan
penggabungan dari molekul glukosa.
 Sintesis substansi ini tertekan pada kondisi stress air. Dilaporkan juga
penggabungan asam amino ke dalam bentuk protein juga dihambat oleh
stress air, tetapi belum jelas bagaimana stress air berpengaruh terhadap
sintesis protein.
STRES FISIOLOGI
3. Enzim
 Defisit air berpengaruh langsung terhadap level enzim. Pada kondisi
stress yang moderat, level beberapa enzim meningkat, misal enzim
hidrolase dan dehidrogenase.
 Pada umumnya stress air mengakibatkan menurunnya kadar enzim,
terutama nitrat reduktase. Stress air berpengaruh pada turgor, apakah
kemudian tekanan turgor juga berpengaruh terhadap enzim yang berada
di plasma membran, masih menimbulkan pertanyaan, mungkin bahwa
aktivitas ATP ase membran dikendalikan oleh besarnya turgor, yang juga
dinyatakan bahwa potensial membran tergantung pada turgor.
 Diduga bahwa perubahan potensial membran dimaksudkan agar jaringan
tanaman dapat mengendalikan reaksi fisiologis, misal penyerapan bahan-
bahan terlarut.
 Hubungan antara turgor dan penyerapan K+ pada ganggang Velonia sp,
penyerapan K+ meningkat bila turgor sel menurun dan sebaliknya.
Dengan demikian nampak bahwa tekanan turgor memiliki fungsi ganda
dalam proses pertumbuhan. Ia dibutuhkan untuk menekan
dinding/membran sel untuk memberi fasilitas pemecah ikatan kimia dan
tahap berikutnya mengendalikan bahan-bahan terlrut yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan.
STRES FISIOLOGI
4. Hormon Tumbuhan
 Hubungan antara stress air dan fitohormon sangat kompleks,
misal pada kondisi stress air yang moderat cepat terjadi
akumulasi asam absisik (ABA).
 Pada daun yang layu, nampak bahwa ABA pada level yang lebih
tinggi terpelihara oleh adanya laju sintesis ABA dan
metabolismenya. Akumulasi ABA menginduksi menutupnya
stomata dan penghambatan transpirasi.
 Senesen pada tanaman dipercepat oleh ABA, fenomena senesen
ini lebih cepat pada kondisi stress air dan hampir pasti
berhubungan dengan sintesis dan kandungan ABA.
 Pada tanaman kapas, stress air mempengaruhi perilaku etilin
pada daun, produksi etilin terjadi di petiol tanaman kapas
beberapa jam setelah meningkatnya defisit air, dan pada
beberapa kejadian (tidak selalu) dijumpai bahwa produksi etilin
menurun ketika mendapat air kembali.
AKUMULASI ASAM ABSISIK

 Asam absisik (ABA) merupakan salah satu hormon tumbuh yang banyak kaitannya
dengan kondisi cekaman lingkungan pada tanaman termasuk cekaman
 kekeringan (Bianco-Trinchant dan Le page-Degivry, 1998; Xiong et al., 1999).
 Asam absisik meningkat dengan segera ketika tanaman mengalami cekaman kekeringan
sebagai respon terhadap kondisi cekaman kekeringan (Kirkham, 1990; Setiawan, 1998;
Leung dan Giraudat, 1998).
 Terdapat perbedaan tingkat kadar ABA yang terbentuk antara tanaman yang
toleran terhadap cekaman kekeringan dibanding dengan tanaman yang peka. Kadar
ABA pada tanaman yang toleran lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang peka,
sehingga ABA selalu dikaitkan dengan sifat toleran tanaman terhadap cekaman
kekeringan (Kirkham, 1990; Olsen et al., 1992; Farran et al., 1996; Fernandez, Perry
dan Flore, 1997; Carrier et al., 1997; Setiawan, 1998).
 Gambar 1. Mekanisme Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan ((+) selanjutnya
konsentrasi meningkat; (-) selanjutnya konsentrasi menurun pada cekaman berat; ----
diduga ABA berperan dalam transduksi gen; …. Diduga merupakan bagian sekuen gen
lain yang berperan dalam mekanisme toleransi terhadap cekaman kekeringan; d-
OATornithine- d-aminotransferase; P5C-pyroline-5-carboxylate; ORN-primer ornithne;
ABAabsisic
acid) (Wijana, 2001). Gambar
Gambar 1. Mekanisme Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan ((+) selanjutnya konsentrasi
meningkat; (-) selanjutnya konsentrasi menurun pada cekaman berat; ---- diduga ABA berperan dalam
transduksi gen; …. Diduga merupakan bagian sekuen gen lain yang berperan dalam mekanisme
toleransi terhadap cekaman kekeringan; d-OAT-ornithine-d- aminotransferase; P5C-pyroline-5-
carboxylate; ORN-primer ornithne; ABA-absisic acid) (Wijana, 2001)
STRES FISIOLOGI
5. Aktivitas Fotosintesis
 Menurut Kramer (1963) kekurangan air di dalam
jaringan tanaman dapat disebabkan oleh kehilangan air
yang berlebihan pada saat transpirasi melalui stomata
dan sel lain seperti kutikula atau disebabkan oleh
keduanya. Namun lebih dari 90% transpirasi terjadi
melalui stomata di daun.
 Selain berperan sebagai alat untuk penguapan, stomata
juga berperan sebagai alat untuk pertukaran CO2
dalam proses fisiologi yang berhubungan dengan
produksi.
 Stomata berperan penting sebagai alat untuk adaptasi
tanaman terhadap cekaman kekeringan.
 Beberapa tanaman beradaptasi terhadap cekaman
kekeringan dengan cara mengurangi ukuran stomata
dan jumlah stomata (Price dan Courtois, 1991).
 Stress air dapat menghambat membukanya stomata. Stress air yang
ringan /kecil pengaruhnya terhadap menutupnya stomata. Bila
stress air ini terus berlangsung akan mengurangi penyerapan CO2,
lebih dari itu fotofosforilasi dan fotolisis air juga akan terganggu.
 Kecepatan translokasi fotosintat dari daun ke bagian tanaman
lainnya juga akan menurun, translokasi fotosintat ini memiliki
respon yang lebih sensitif daripada fotosintesisnya ( lihat faktor
yang berpengaruh terhadap fiksasi CO2 ).

 In many plants, drought stress decreases stomatal conductance and


transpiration (Earl, 2002; Ribas-Carbo et al., 2005). Under drought
conditions, stomatal closure helps to maintain higher leaf water
potential and thereby leaf water content; however this leads to a
decrease in leaf photosynthesis.
 The limitation of CO2 assimilation imposed by stomatal closure
reduces the intercellular CO2 concentration in leaves and causes an
imbalance in photosystem II (PSII) photochemical activity, electron
requirements for photosynthesis and leads to an increased
susceptibility to photo-damage (Epron et al., 1992; He et al., 1995;
Flagella et al., 1998)
STRES FISIOLOGI
6. Kegaraman
 Kegaraman tanah merupakan persoalan dalam produksi tanaman.
Pada daerah arid dan semiarid perkembangan tanah dicirikan
oleh tingginya kadar garam pada profil tanah. Tergantung pada
kondisi spesifik, jumlah ion (Na+, Cl-, HCO3-, Mg2+, SO42- dan
borat) mungkin berada di akar dalam rentangan konsentrasi yang
tinggi sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman.
 Pada umumnya keberadaan garam-garam terlarut dalam medium
dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan dua cara.
 Pertama konsentrasi tinggi ion-ion tertentu dapat meracuni dan
menginduksi gangguan fisiologis (misal Na+, borat), kedua
garam-garam terlarut menekan potensi air dari medium dan
berakibat terbatasnya penyerapan air oleh akar.
 Konsentrasi garam yang lebih tinggi di medium, cenderung
meningkatkan penyerapan ion dan menurunkan potensial air
dalam akar tanaman yang akan menstimulir penyerapan air dan
akan meningkatkan turgor sel dan turgiditas jaringan tanaman.
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan air yang
dikenal dengan penyesuaian osmotik.
STRES FISIOLOGI
7. Keracunan Garam
 Kegaraman memberi pengaruh yang berbeda pada proses metabolisme,
seperti misal asimilasi CO2, sintesis protein, respirasi ataupun
fitohormon. Apakah hal ini merupakan pengaruh langsung sulit untuk
dijawab.
 Keracunan dimulai dengan tidak seimbangnya ion dalam jaringan
tanaman, seringkali dengan kelebihan dari Na+, tanaman dapat
mengatasi kelebihan ini dengan cara mengeluarkan yang diserapnya
atau sekresi ke vakuola.
 Proses pengaturan ini memerlukan tambahan energi, tanaman yang
diperlakukan pada kondisi kegaraman menunjukkan laju respirasi yang
lebih tinggi dan menguras cadangan karbohidrat yang lebih tinggi
dibanding dengan tanaman pada kondisi yang tidak mengalmi
kegaraman.
 Tanaman yang menderita kegaraman juga miskin status nutrisinya.
Hubungan antara ketersediaan energi dan kegaraman telah
didemonstrasikan pada Chlorella dan Vicia faba. Dari dua kejadian
tersebut diketahui bahwa pengaruh keracunan dari kegaraman NaCl
kurang kuat bila tanaman ditumbuhkan di bawah intensitas cahaya yang
tinggi dibanding dengan bila tanaman ditumbuhkan di bawah intensitas
yang rendah.
 Pada kondisi intensitas tinggi tanaman dapat memelihara
keseimbangan konsentrasi kation di dalam organ tanaman, berbeda
dengan pada intensitas rendah, di mana dijumpai konsentrasi Na+
yang berlebihan dan K+ yang rendah. Ketidakseimbangan status ion,
berkaitan dengan terganggunya asimilasi CO2.
 Kondisi kegaraman membatasi sintesis sitokinin di akar dan
translokasinya ke bagian atas tanaman dapat juga terhambat,
sedang sintesis ABA justru akan meningkat pada kondisi kegaraman.
 Pada stress garam yang kuat, sitoplasma dapat terisi Na+ berlebihan
yang dapat berpengaruh terhadap enzim dan organel dalam
sitoplasma.
 Toleransi tanaman terhadap garam sangat berbeda-beda antar
spesies.
 Tanaman halofit mampu mengatasi konsentrasi elektrolit yang tinggi
dalam medium karena penyerapannya yang dalam jumlah besar
tersebut lalu diasingkan ke dalam vakuola.
 Mekanisme utama toleransi tanaman terhadap garam tergantung
pada organ penampung ion anorganik. Sekresi aktif ion Na+ ke
dalam vakuola akan melindungi sitoplasma terhadap konsentrasi
Na+ yang tinggi.
 Toleransi terhadap garam dapat juga dilakukan dengan cara
reabsorpsi Na+ dari xylem ke bagian basal dari akar.
STRES FISIOLOGI
8. Penyesuaian Terhadap Suhu
 Membran sel tersusun atas lemak lapis ganda
(bilayer), tiga lipida polar terdapat pada
sebagian besar membran : fosfolipid, glukolipid
dan sulfolipid yang jumlahnya lebih kecil.
 Dalam lipida polar, asam lemak rantai panjang
bertindak sebagai ekor hidrofobik, yang
berorientasi ke arah dalam membran. Variasi
asam lemak dalam hal panjang rantai dan
tingkat kejenuhannya (jumlah ikatan rangkai)
berpengaruh terhadap titik cair, seperti pada
tabel berikut.
 Tabel : Komposisi asam lemak dalam akar berbagai tanaman yang
ditumbuhkan pada suhu 25oC (Marschner,1986)

Asam lemak Panjang rantai Titik cair Spesies tanaman

Kacang-kacangan Barley Gula beat

% total asam lemak

Asam palmitat C16 +62,8 25 22 18

Asam slearat C18 +70,1 4 3 1

Asam oleat C18:1 +13,0 3 3 4

Asam linoleat C18:2 -5,5 27 38 47

Asam linolenat C18:3 -11,1 31 17 8


 Umumnya sangat menonjol jumlah asam lemak tidak
jenuh terutama pada tanaman yang ditumbuhkan pada
iklim dingin, hal ini mengindikasikan bahwa asam lemak
ini memiliki peran penting dalam memelihara fluiditas
membran yang tinggi pada suhu rendah.
 Lipida lain yang penting dari lipida membran sel ialah
sterol terutama kholesterol pada hewan dan p-sitosterol
pada tumbuhan tinggi.
 Sterol merupakan struktur utama dalam membran. Di
dalam plasma membran proporsi sterol dapat setinggi
fosfolipid, 15-40% dari total lipida.
 Komposisi membran tidak hanya membedakan
kekhususan antar spesies tanaman, hal ini juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sebagai contoh di
daun, terjadi variasi level sterol pada tahun yang
berbeda. Dalam banyak hal perubahan komposisi lipida
mencerminkan adaptasi tanaman terhadap lingkungan
lewat penyesuaian membran.
 Menurunnya temperatur dari 25o C ke 10o C selama
pertumbuhan gandum, merubah komposisi asam lemak
akar dengan asam lemak tidak jenuh sangat menonjol,
proporsi asam linoleat (18:2) menurun dari 50% ke
33%, sedang asam linolenat (18:3) meningkat dari 21%
ke 39% dari total asam lemak.
 Hal demikian akan merubah titik beku (temperatur
transisi) membran ke suhu yang lebih rendah dan
kemudian menjadi penting untuk memelihara fungsi
membran pada suhu yang lebih rendah.
 Pada temperatur rendah meningkatkan proporsi
fosfatidilkolin dalam membran. Meningkatnya respon
membran terhadap asam gibberellat pada suhu rendah,
mungkin berhubungan dengan perubahan tersebut,
diperkirakan fosfolipida bertindak sebagai aseptor untuk
fitohormon seperti asam gibberellat.
STRES FISIOLOGI
9. Adaptasi pada Suhu Tinggi
 Sel memiliki sejumlah mekanisme untuk membantu bertahan
hidup dalam lingkungan ekstrim.
 Seringkali dalam keadaan ekstrim mengaktifkan baterigene yang
menghasilkan perlindungan kepada sel dari pengaruh buruk
tersebut. Salah satu mekanisme ialah “Heat Shock
Response”(HSR) yang disebabkan oleh suhu tinggi yang tidak
biasa dialami, menginduksi “Heat Shock Protein” (HSP) termasuk
di antaranya membantu menstabilkan dan memperbaiki bagian
protein yang denaturasi.
 Banyak sel memiliki mekanisme yang memungkinkan untuk
mensintesis enzim yang mampu memperbaiki DNA yang
mengalami kerusakan sebagai respon dari keadaan darurat.
 Sebagai contoh : pada E. coli, respon SOS pada E. coli setiap
halangan terhadap replikasi DNA yang disebabkan oleh kerusakan
DNA, memproduksi sinyal yang menginduksi meningkatnya
transkripsi lebih dari 15 gene yang berbeda, yang banyak di
antaranya yang mengkode protein yang berfungsi dalam
perbaikan DNA.
 Kultur sel mamalia yang ditumbuhkan pada suhu normal 37o C, bila
dalam waktu singkat diperlakukan dengan suhu yang lebih tinggi
43oC (Heatshock), maka sel tersebut mulai mensintesis protein
spesial secara berlebihan. Sebagian besar “heat shock/stress
respone protein” (HSP/SRP) juga disintesis dalam merespon
perlakuan panas yang lain untuk membantu sel agar dapat bertahan
hidup. Ada 3 famili SRP : 25000 dalton, 70000 dalton, 90000 dalton
yang masing-masing ditemukan pada sel normal.
 SRP membantu melarutkan dan melipatkan kembali protein yang
denaturasi atau protein yang salah melipat
 Protein ini dibutuhkan dalam sel, stress yang kuat sebagaimana
“heat shock” akan meningkatkan protein yang rusak dalam sel dan
akibatnya meningkatkan kebutuhan SRP yang lebih banyak yang
disediakan oleh pengaktifan transkripsi gene SR (stress respone
gene).
 Pada yeast : S. cereviceae mengandung 8 gene HSP 70, beberapa
di antaranya bertranskripsi pada kondisi umum, sedang yang lain
ditranskripsi hanya bila sel diekspos pada suhu yang meningkat
atau stress yang lain.

Anda mungkin juga menyukai