BAB I
PENDAHULUAN
menyediakan pasokan tenaga listrik, PT. PLN (Persero) P3B Jawa Bali tentu
kuantitas pasokan listrik wilayah Jawa Barat. Atas dasar pernyataan tersebut, PT.
PLN (Persero) P3B Jawa Bali memiliki unit Operasi Sistem Tenaga Listrik yang
Operasi Sistem dan salah satu diantaranya yaitu kurang presisinya prediksi akan
beban puncak listrik. Prediksi konsumsi listrik pelanggan terutama yang terjadi
saat beban puncak merupakan salah satu hal vital dalam proses kerja PLN
cadangan daya dan hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu menyimpan
energi listrik dalam ukuran yang masif, listrik yang diproduksi oleh pembangkit
harus saat itu pula dikonsumsi oleh pelanggan. Sehingga PLN harus memproduksi
listrik dan membaginya per wilayah kerja PLN agar jumlah listrik yang tersedia
Listrik yang tersedia tak boleh kurang dari yang dibutuhkan pelanggan.
Idealnya harus ada 20% cadangan sebagai pengaman sistem distribusi listrik
1
2
dipastikan harus ada pemadaman di sejumlah wilayah atau semua sistem akan
mengalami gangguan. Cadangan pun tak boleh terlalu banyak, karena hal ini
Jawa Bali meramalkan beban puncak listrik secara subjektif yaitu dengan
mengamati pola perubahan dari bulan ke bulan atau tahun ke tahun, yang biasa
disebut ekstrapolasi data, metode ini tidak efektif sebab banyak kesalahan yang
perusahaan yang kurang baik, dan akan berdampak pada image PT. PLN (Persero)
P3B Jawa Bali belum memiliki metode permalan yang baik dimana rencana lebih
kecil dari realisasi karena metode yang biasa digunakan oleh PT. PLN (Persero)
P3B Jawa Bali seperti yang dijelaskan bukanlah metode statistik, sehingga untuk
3
keperluan peramalan penggunaan listrik perlu dicari suatu metode statistik untuk
kebutuhan peramalan.
meramalkan penggunaan listrik (beban puncak listrik) di masa yang yang akan
datang?
sehingga dapat diperoleh hasil ramalan yang akurat, sebagai salah satu upaya
khususnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
masa depan dengan menggunakan tidak hanya metode ilmiah, namun juga
pemilihan metode peramalan dipilih berdasarkan situasi dan kondisi dari suatu
1. Short term (jangka pendek) meliputi kurun waktu mulai dari satu hari
sampai satu musim, atau dapat sampai satu tahun. Oleh karena waktu
2. Medium term (jangka menengah) meliputi kurun waktu dari satu musim
4
5
Pembagian horison tersebut tidak bersifat mengikat, dalam arti dapat saja
jangka panjang ditetapkan di atas sepuluh tahun, atau yang dimaksud dengan
(Hanke dan Reitsch,1985) untuk jangka pendek dan menengah dapat digunakan
metode Box-Jenkins.
hasil yang lebih baik dari metode-metode peramalan yang lain, sebab metode ini
Akan tetapi Box-Jenkins adalah teknik yang rumit dan tidak mudah untuk
keahlian peneliti (Bails & Peppers, 1982), terdapat beberapa kelemahan pada
metode Box-Jenkins diantaranya buruk jika diaplikasikan pada data yang sedikit
jangka panjang.
jangka panjang.
jangka panjang.
kualitatif/subjektif.
rata-rata bergerak, metode ini mudah untuk dipahami dan mudah untuk
dipergunakan.
ketidakpuasannya.
dalam peramalan jangka pendek, akan tetapi secara praktis ada beberapa
1. Jumlah data yang dibutuhkan relatif besar. Untuk data bulanan yang
(Santoso,2008).
2. Apabila ada data baru yang tersedia, seringkali parameter dari model Box-
Jenkins harus diestimasi ulang dan hal ini bisa menyebabkan revisi total
dikarenakan kondisi ukuran sampel yang sedikit dan data mengandung unsur
trend.
menyimpulkan jika data bersifat bulanan dengan ukuran sampel sedikit serta ingin
Dengan diperoleh hasil plot data dan hasil peramalan sebagai berikut :
menentukan metode mana yang lebih baik, dengan memperhatikan nilai dari MSE
(Mean Square Error) tersebut dimana metode terbaik yaitu yang menghasilkan
nilai error atau nilai MSE yang terkecil (Lampiran 3). Berikut merupakan nilai
MSE
Alpha
Single Exponential Smoothing Double Exponential Smoothing
0,1 706063,64 625049,04
0,5 2549284,27 556583,46
0,9 639,8017 839136,16
Eksponential Smoothing untuk kondisi data yang mengalami kenaikan atau trend.
10
Adapula saran dari penulis yaitu diperlukan penelitian lebih lanjut tentang
praktis dan efisien serta menghasilkan forecast error yang lebih kecil.
serta diaplikasikan karena tidak terlalu banyak asumsi dalam proses penggunaan
metode tersebut, yaitu hanya melihat dari kondisi data jika terdapat pola trend
Metode ini akan menyesuaikan faktor trend yang ada pada pola data.
BAB III
3.1 Pendahuluan
dapat diidentifikasi dengan baik sehingga model peramalan yang dihasilkan dapat
sesuai dengan kondisi data yang sebenarnya dan dapat menghasilkan ramalan
yang akurat. Mengacu pada hal yang telah dibahas pada Bab I dan II, sedikitnya
Untuk memperjelas pembahasan diatas, maka Bab III akan membahas pola
data yang dapat diidentifikasi melalui plot data serta penerapan metode Holt
dengan menggunakan dua parameter untuk pemulusan trend dan level. Dengan
uraian lebih rinci mengenai data dan permasalahannya akan dibahas sebagai
berikut.
Data yang digunakan adalah data beban puncak listrik Jawa Barat perbulan
11
12
Dalam menganalisis data, data tersebut harus dikenal terlebih dahulu dan
metode apa yang tepat untuk menganalisis data tersebut sesuai dengan informasi
Langkah awal yang dilakukan adalah eksplorasi data, yaitu dengan melihat
apakah data tersebut memiliki trend, dan membuktikan data tersebut tidak
Accuracy Measures
beban puncak (MW)
2800
2600
2400
2200
1 8 16 24 32 40 48 56 64 72 80
Index
Gambar 3.1 terlihat bahwa data tidak stasioner baik dalam rata-rata
maupun varians.
atau tetap constant sepanjang waktu di suatu nilai rata-rata. Dalam konteks data
13
proses peramalan dapat dilakukan jika terdapat autokorelasi dalam data dengan
trend dalam data, maka metode yang digunakan adalah metode Holt dimana pada
metode ini menggunakan dua buah parameter yaitu α dan γ dalam proses
( Z n−Z t )
T 0= ... (3.4)
( n−1)
Zt −T 0 ... (3.5)
L0 =
2
Dimana :
Nilai konstanta pemulusan yaitu α dan γ dapat ditentukan melalui trial and
error atau penaksiran parameter. Untuk mendapatkan nilai konstanta yang optimal
maka dipilih nilai konstanta pemulusan yang menghasilkan Sum Square Error
(SSE) yang minimum (Statistica 7), hal ini dikarenakan nilai SSE memberikan
hasil yang akurat dalam melihat tingkat ketepatan kesalahan model, tetapi
sebagian informasi juga mengatakan nilai konstanta pemulusan yang dipilih yaitu
n
SSE=∑ (Zt −F t )2 ... (3.6)
t =1
... (3.7)
n
Z t−F t
1
MAPE= ∑
n t=1 Zt |( ) |
∗100
Zt = Data asli
F t = Nilai forecast
harus diuji terlebih dahulu. Pengujian model peramalan ini dilakukan dengan
15
apakah model yang dihasilkan cukup memadai untuk waktu yang akan datang.
Karena jika tidak, perlu dilakukan pengidentifikasian model peramalan yang baru,
1
Dengan standard error yaitu: serk =
√n
Untuk uji keseluruhan nilai autokorelasi residu digunakan Portmenteau
test dengan statistik uji Q yang mengikuti distribusi chi-kuadrat dengan derajat
bebas k-p-q.
Hipotesis :
H 0= ρ0=ρ1=…=ρ k =0
k = 1, 2, 3, ..., k
Statistik Uji :
K
Q=n(n+2) ∑ (n−k )−1 ρ2k ... (3.8)
k−1
Kriteria Uji : Tolak Ho jika Q lebih besar daripada χ 2 tabel, dengan taraf
jika nilai tracking signal yang diperoleh diluar batas ±4 (V. Gasperz, 2004) dan
±5 (Bovas dan Ledorter, 1983) maka model harus ditinjau kembali dan
Pembimbing 1 : Mulyana,Drs,MS