Adegan 1
( Dua orang penari datang dan melakukan tarian pembukaan,posisi dari arah
samping kiri dan samping kanan dan bertemu di tengah-tengah)
Aluna: Guru, apa yang menjadi hal yang penting bagi seorang seniman.
Apakah anggur yang paling mahal di dunia ini?
Guru: Bukan.
Aluna: Apakah bakat yang dikaruniai tuhan?
Guru: Bukan.
Aluna: Apakah rasa cinta yang membuncah?
Guru:Bukan.
Aluna: Lalu apa, Guru?
Guru: Bukan Cinta. Bukan anggur. Bukan bakat. Itu semua penting tapi ada
yang lebih penting daripada itu semua. RASA PEDIH, Aluna. Pedih yang
membuatmu lari sebagai perempuan. Jika rasa cinta telah melemahkan
hatimu. Jika penghinaan telah menyuramkan hatimu. Jika saja penghianatan
tak pantang menimpa dirimu. Hingga pada akhirnya, kau dapat mencintai rasa
sakit yang dingin di kala mentari terik. Lalu, menolak segala cinta yang kau
inginkan. Menarilah dengan senyum walau kamu tahu hatimu pedih. Karena
itulah jalan penari dari lumpur meretas menjadi penari sejati.
Aluna: Guru.
(termenung gurunya meninggalkannya)
Mariya: Aluna, Aluna, Aluna
Aluna: Iya, Bu.
Adegan 2:
Narator: Cinta datang kepada insan. Percayalah! Dapatkah kita menolak. Bila
rasa saling suka bertaut. Adilkah kita menghalanginya. Yakinkanlah Berikanlah
kesempatan pada cinta. Dimana cinta perlu untuk dimengerti dan diungkapkan
Aluna: Mengapa kita saling malu. Bila kita saling menginginkan. Aku
menunggumu menanggalkan keegoisan. Biarkan kita saling berbagi cerita
tentang rasa malu dan berbisik-bisik lewat angin pada selendang merah. Aku
menyadari asa hingga kuukir jalan-jalan cinta itu. Maka, kutemui hanyalah
pasir-pasir yang kembali menjadi debu udara. Hingga air mata ini membara.
Akan kah berubah?
Verito: Aluna, inilah cinta. Aku ingin menyederhanakan cinta. Tidak sebagai
rasa tinggi dan rasa rendah. Kau gambarkan dengan begitu sempurna seindah
tarianmu. Hingga aku menikmati setiap kapan waktu lambai tanganmu yang
sejatinya membangunkan jiwaku. Sungguh aku takkan rela. Aku pun takkan
rela membagi keindahan ini.
(Tiba-tiba 4 orang datang menari dan mereka mengganggu mereka berdua)
Lira: Owh. ternyata kamu disini Aluna. Owh seorang lelaki. Owhh celaka,
Aluna. Kau tahu Guru telah melarang kita bermain cinta. Apalagi,.. Kau tahu
siapa dia. Sungguh kau terlalu, pemuda ini darah dan keturunnya telah
dimuliakan. Orang tua terhormat mana yang sudi menikahkan anak lelaki
Sabina: Bangun, kamu. Apakah kau penari yang bernama Aluna? Jawab, aku!
Aluna: Iyah, aku. Aluna. Ada apa Anda mencariku?
Sabina: Kau tahu, siapa aku. Mungkin tak banyak waktuku disini. Aku calon
istrinya Verito. Aku harap kamu bisa mengerti posisiku. Sebagai perempuan
yang memiliki perasaan yang sama. Sudikah kamu membagi cintanya
denganku. Aku mohon.
Aluna: Tidakkah sikap Anda memelas cinta lelaki itu begitu memalukan. Cinta
itu tak dapat kubagi. Aku tidak akan mencoba mengerti maksud Anda.
Sabina: Ayolah. Pikirkan masa depan Verito. Jika kau lakukan ini pada Verito
kau berarti menghancurkan masa depannya. Hukum negara kita tidak
mengizinkan pernikahan lelaki dan perempuan yang tidak memiliki derajat.
Tidaklah tampak dirimu berderajat. Sudah jelas sekarang, jikalau
menginginkan pernikahan dengan Verito. Kau hanya bisa menjadi istri yang
kedua. Maka, aku pun setuju.
Aluna: Maafkan aku Nona Sabina, aku tak memiliki rasa tulus untuk membagi
cinta. Karena aku tak berani untuk kehilangan. Tak ada kata mengalah untuk
menang. Karena jika Anda kalah tetaplah kalah. Jika anda menang maka anda
menang. Jika Anda benar-benar perempuan terhormat relakah Anda…..
Adegan 3:
Narator: Cinta membutuhkan kepastian. Hingga cinta tak terlambat
dimengerti. Suatu ketika kita tersadar betapa cinta itu dapat mengubah segala
yang dipunyai. Tak terduga.
Aluna: Maafkan, Aku Verito.Aku tak bisa mencintaimu lagi. Aku tak dapat
mengantung cintaku yang sederhana ini. Kalau pun aku tak punya perasaan
lagi yang sama terlebih Aku tak begitu kuat menerima ini, bahwa aku harus
menolakmu. Hampakan cinta padaku. Cukuplah aku berbagi pedih ini dengan
romantisme angin. Hingga aku menyedihkan. Bukan? Katakan kau tidak cinta
padaku. Biar luka yang terasa meleleh cepat. Berikan kebencianmu padaku.
Verito: Aluna, tak ada alasan yang dapat menggugurkan cintaku padamu Tak
adilkah bagi dunia ini bila kita bersatu. Perempuanku kau harus terus bermimpi
tentang segala keinginanmu dan bangunlah. Rajutlah mimpi-mimpi itu
bersamaku atau kita akan kehilangan diri kita sendiri. Kita harus terus
bermimpi untuk sekali lagi. Terus sekali lagi. Jangan lupakan aku, bila ini
badai, inilah badai yang aku inginkan. hIngga kutahu ini agar kau datang
padaku. Karena Cinta tak mengenal rasa kehilangan. Dia seperti udara.
Hiruplah. Rasakan.
Penjaga:
Verito: Tak apa-apa, saudaraku. Tempat ini telah menjadi saksi seluruh
kerinduanku terhadap aluna. Tidakkah kau pernah rasakan. Cinta bergema di
setiap penjuru hati. Namun, sekarang.Pintu mana lagi yang akan diketuk.
Semua menjadi sepi kembali. Aku tak memiliki lagi kenangan itu. Setiap dosa
ini membebani harapku. Rasakan cinta kujaga melukaiku. Hidupku. Aluna.
Aluna. Aluna.
Aluna: Pantaskah lelaki yang lemah memiliki cinta lagi. Sementara, dirinya tak
dapat menjaga rusuknya. Akukah perempuan dengan ibarat rusuk patah.
Apakah aku sebelulang di tungkai kakimu, hingga kamu lupa sakitnya diinjak.
Belum cukupkah kamu mempermalukanku. Bilang pada dunia, kini cinta
dihatimu tak ada lagi. Katakan aku telah mati. Apalah artinya ini. (sambil
memberikan cincin). Cukuplah ini menjadi pengenap penyesalan rasaku.
Verito: Biarkan aku mengenangmu sekali lagi. Wahai kekasih rembulan.
Biarkan aku menjadi matahari senja, Biar hilang hari-hariku Sampai tiada
waktu lagi. Aku menunggu menjadi kekasih rembulan. Sampai pada suatu
persinggahan. Kuingin sekali saja bertemu dengan mu di antara akar-akar
horizon dan meloncati langit. Maafkan pedih yang kuwariskan padamu.
Maafkan.
Penjaga: Tuan.
(Datanglah sekelompok perempuan dan berusaha mengatasi keadaan yang
terjadi.)
Mariya: Apa yang terjadi?
Penjaga: Nyonya tuan saya meninggal. Apa yang harus saya lakukan.
Mariya Cepat panggilkan Tuan besar. Cepat cari Aluna.
(Lalu tuan besar datang sambil mabuk)
Tuan besar: Ada apa ini? Ada perayaan rupanya. Ah banyak penari rupanya.
Penjaga: Tuan-tuan. Tuan muda telah tiada.
Tuan besar: Apa.?! HAHAHA. Dasar anak yang tak tahu diuntung. Lihatlah
dirimu yang dibutakan cinta. Hahaha. Kau kalah lihatlah. Mana cinta abadi.
Narator: Tidak. Jika cinta pun dapat melukai perempuan, maka lelaki pun
sama. Cinta yang sangat manis kadang melukai hingga kau bisa meradang tak
karuan bentuk. Lalu, kau dapati kehilangan. Jika seorang perempuan telah
kehilangan, bangunlah. Lalu, menjadi perempuan yang membebaskan dirinya
dari kehilangan itu. Perempuan yang bangun kembali untuk berani menggapai
mimpi, menggapai cinta dan meraih kebahagiaan. Teruslah berjuang.@@@