Anda di halaman 1dari 8

The Tears of Red Rose

Narator: Pada sebuah masa, ketika perempuan masih menjadi manusia


kedua. Karena sebuah sistem patriarki yang telah lama menjadi kebaikan
takdir. Hingga satu ketika perempuan dalam sejarahnya menjadi dihadapkan
pada perjuangan kemerdekaan. Kemerdekaan meraih hidup sebagai manusia
egaliter. Lalu, perempuan merdeka dan dapat memilih kebahagiaannya sendiri
sebagai fitrah manusia. Selamat menyaksikan.

Adegan 1
( Dua orang penari datang dan melakukan tarian pembukaan,posisi dari arah
samping kiri dan samping kanan dan bertemu di tengah-tengah)

Aluna: Guru, apa yang menjadi hal yang penting bagi seorang seniman.
Apakah anggur yang paling mahal di dunia ini?
Guru: Bukan.
Aluna: Apakah bakat yang dikaruniai tuhan?
Guru: Bukan.
Aluna: Apakah rasa cinta yang membuncah?
Guru:Bukan.
Aluna: Lalu apa, Guru?
Guru: Bukan Cinta. Bukan anggur. Bukan bakat. Itu semua penting tapi ada
yang lebih penting daripada itu semua. RASA PEDIH, Aluna. Pedih yang
membuatmu lari sebagai perempuan. Jika rasa cinta telah melemahkan
hatimu. Jika penghinaan telah menyuramkan hatimu. Jika saja penghianatan
tak pantang menimpa dirimu. Hingga pada akhirnya, kau dapat mencintai rasa
sakit yang dingin di kala mentari terik. Lalu, menolak segala cinta yang kau
inginkan. Menarilah dengan senyum walau kamu tahu hatimu pedih. Karena
itulah jalan penari dari lumpur meretas menjadi penari sejati.
Aluna: Guru.
(termenung gurunya meninggalkannya)
Mariya: Aluna, Aluna, Aluna
Aluna: Iya, Bu.

1 The Tears of Red Rose| by Aan Herdiana


Mariya: Sini kau, Nak. Apakah kamu telah siap dengan segala resiko yang
terjadi. Sementara tak ada yang lebih baik bagi para penari selain menjadi
penghibur para lelaki. Tidakkah kamu bercermin dari ibumu ini. Tidak pula
kamu melihat ibu setelah usia tak muda lagi kini. Lihat cermin ini, katakan
pada ibu bahwa kau sangat cantik anakku. Adakah kerelaan para perempuan
di dunia ini, keindahan ini purna sebelum rupa.
Aluna: Cukup, Bu. Tidakkah sama perempuan dan laki-laki untuk bisa hidup
lebih baik. Biarkan aku sebagai perempuan menemukan takdir yang aku
inginkan. Aku ingin setiap perempuan menuliskan sejarahnya sendiri. Apakah
ibu pikirkan aku tampak sama dengan perempuan asusila. Yang hidupnya
hanya menjadi penghibur lelaki. Tidak demikian, Bu. Tidakkah seni itu adalah
keindahan perempuan. Keindahan yang mendamaikan. Ayo, Bu kita pulang.

Adegan 2:
Narator: Cinta datang kepada insan. Percayalah! Dapatkah kita menolak. Bila
rasa saling suka bertaut. Adilkah kita menghalanginya. Yakinkanlah Berikanlah
kesempatan pada cinta. Dimana cinta perlu untuk dimengerti dan diungkapkan

Aluna: Mengapa kita saling malu. Bila kita saling menginginkan. Aku
menunggumu menanggalkan keegoisan. Biarkan kita saling berbagi cerita
tentang rasa malu dan berbisik-bisik lewat angin pada selendang merah. Aku
menyadari asa hingga kuukir jalan-jalan cinta itu. Maka, kutemui hanyalah
pasir-pasir yang kembali menjadi debu udara. Hingga air mata ini membara.
Akan kah berubah?
Verito: Aluna, inilah cinta. Aku ingin menyederhanakan cinta. Tidak sebagai
rasa tinggi dan rasa rendah. Kau gambarkan dengan begitu sempurna seindah
tarianmu. Hingga aku menikmati setiap kapan waktu lambai tanganmu yang
sejatinya membangunkan jiwaku. Sungguh aku takkan rela. Aku pun takkan
rela membagi keindahan ini.
(Tiba-tiba 4 orang datang menari dan mereka mengganggu mereka berdua)
Lira: Owh. ternyata kamu disini Aluna. Owh seorang lelaki. Owhh celaka,
Aluna. Kau tahu Guru telah melarang kita bermain cinta. Apalagi,.. Kau tahu
siapa dia. Sungguh kau terlalu, pemuda ini darah dan keturunnya telah
dimuliakan. Orang tua terhormat mana yang sudi menikahkan anak lelaki

2 The Tears of Red Rose| by Aan Herdiana


kebanggaannya dengan perempuan penari. Perempuan yang menjajakan
kecantikan pada seluruh lelaki di arena. Ah. Bagaimana ini bisa terjadi?
Avila: Sst. Ini permainan ini perempuan yang dirahasiakan. Cinta tidak
mengenal dimensi. Ah, Lira apakah kau tak sama punya cinta. Biarkan Aluna
memahami cinta. Karena Cinta. Aluna menari dengan segala kecantikannya.
Tidakkah kau dapat lihat dari seluruh tariannya. Semua tentang keindahan
tentang cinta.
Lira: Tidak Avilla. Cinta itu lambat laun akan menyakitkannya. Menjadi
kesenanganku dapat menjahati murid kesayangan guru ini. Sepertinya, nasib
baik memang selalu berpihak padaku untuk menjadi malaikat penolongmu.
Owh. Tentu. Aku dengan senang hati memisahkan kalian. Ayolah.
Aluna:Jangan. Tidak. Kenapa kalian lakukan ini padaku. Avila Tolong aku.
Avilla: Maafkan aku, Aluna. Aku tak bisa menolongmu.
Aluna menangis dan teman-temannya meninggalkannya. Kemudian, datanglah
seorang perempuan.

Sabina: Bangun, kamu. Apakah kau penari yang bernama Aluna? Jawab, aku!
Aluna: Iyah, aku. Aluna. Ada apa Anda mencariku?
Sabina: Kau tahu, siapa aku. Mungkin tak banyak waktuku disini. Aku calon
istrinya Verito. Aku harap kamu bisa mengerti posisiku. Sebagai perempuan
yang memiliki perasaan yang sama. Sudikah kamu membagi cintanya
denganku. Aku mohon.
Aluna: Tidakkah sikap Anda memelas cinta lelaki itu begitu memalukan. Cinta
itu tak dapat kubagi. Aku tidak akan mencoba mengerti maksud Anda.
Sabina: Ayolah. Pikirkan masa depan Verito. Jika kau lakukan ini pada Verito
kau berarti menghancurkan masa depannya. Hukum negara kita tidak
mengizinkan pernikahan lelaki dan perempuan yang tidak memiliki derajat.
Tidaklah tampak dirimu berderajat. Sudah jelas sekarang, jikalau
menginginkan pernikahan dengan Verito. Kau hanya bisa menjadi istri yang
kedua. Maka, aku pun setuju.
Aluna: Maafkan aku Nona Sabina, aku tak memiliki rasa tulus untuk membagi
cinta. Karena aku tak berani untuk kehilangan. Tak ada kata mengalah untuk
menang. Karena jika Anda kalah tetaplah kalah. Jika anda menang maka anda
menang. Jika Anda benar-benar perempuan terhormat relakah Anda…..

3 The Tears of Red Rose| by Aan Herdiana


(Sabina sangat marah dan habis kesabarannya, lalu dia menyiramkan air yang
dibawanya dan…)
Guru: Aluna Awas!!!
Aluna: Guru, apa yang guru lakukan.
Guru: Ahhhh. Aluna,,,
Aluna: Guru…Apa yang Anda lakukan nona Sabina. Aku tidak terima perlakuan
Anda.
Sabina: Dasar pelacur! Kamu tanyakan apa yang aku lakukan. Lihatlah dirimu,
hey pelacur. Kau telah menggoda lelakiku. Kau pikir aku terima. Pelacur gatal.
Itulah kepatutan yang harus kau terima.
Guru: Yang terhormat nona Sabina, aku memohon maaf atas kelancangan
didikan saya. Tolong, nona mengerti bahwa kami adalah seniman. Bukan
perempuan penggoda yang anda maksud. Murid saya sangat rajin berlatih
mana mungkin dia mengerling kekasih Anda. Jika itu benar, hal itu saya
pastikan tidak terjadi. Aluna berlutut, kamu.
Aluna: Guru.
Sabina: Baiklah. Aku tak butuh murid bodohmu itu. Menarik. Apa jaminan
kamu hal itu tidak pernah terjadi.
Guru: Saya akan serahkan hidup saya pada Anda.
Sabina: Baiklah.
Sabina pun pergi.
Mariya: Apa yang terjadi, Aluna.
Aluna: Ibu.
Guru: Tidak apa-apa. Mariya.
Aluna: Kenapa guru malah membelanya.
Guru: Apa hidupmu telah dibutakan oleh rasa cinta. Itu tak berarti sekarang.
Jika pun benar, apa kau seorang penguasa yang dapat melawan tirani hukum
kaku. Tidakkah mengerti, kotak-kotak kelas ini. Kau harus bertindak sesuai
dirimu. Dimana dirimu berasal. Aku hanya dapat menolongmu kali ini. Apabila
seorang seniman penari telah kehilangan rupa kemolekannya. Apakah kamu
dapat menjamin dunia memandangmu dengan indah terhadap rupa yang
buruk?
Aluna: Guru, Aku bertindak sebagai manusia yang tersakiti. Jika aku ingin
dicintai. Apakah aku salah. Jika lelaki menginginkan perempuan-perempuan

4 The Tears of Red Rose| by Aan Herdiana


selain istrinya, apakah itu kebenaran yang harus perempuan terima. Aku juga
ingin egois. Bahwa cintaku pada lelaki yang kukasihi tak ingin kubagi. Apakah
itu dapat diterima oleh perempuan yang lain dan lelaki. Apakah aku sekarang
berdiri di tempat yang salah menyuarakan keinginan diriku.
Mariya: Cukup, Aluna. Kamu tak boleh berkata begitu pada gurumu. Guru mu
telah menolongmu. Apakah kamu demikian keras hatinya?
Guru: Sudahlah Mariya. Biarlah Aluna tahu apa arti maksudku nanti.
Bebaskanlah hatinya untuk memahami dirinya. Aluna, aku hanya
mempersiapkan dirimu sebagai seniman sejati. Aku mohon padamu jangan
lakukan itu lagi. Aku mohon untuk kebaikanmu. Baiklah, jika aku berlutut dapat
meluluhkan hatimu. Terima lah, permohonan gurumu ini.
Aluna: Guru. Jangan guru.
Mariya: Nyonya, jangan lakukan.

Adegan 3:
Narator: Cinta membutuhkan kepastian. Hingga cinta tak terlambat
dimengerti. Suatu ketika kita tersadar betapa cinta itu dapat mengubah segala
yang dipunyai. Tak terduga.

Aluna: Maafkan, Aku Verito.Aku tak bisa mencintaimu lagi. Aku tak dapat
mengantung cintaku yang sederhana ini. Kalau pun aku tak punya perasaan
lagi yang sama terlebih Aku tak begitu kuat menerima ini, bahwa aku harus
menolakmu. Hampakan cinta padaku. Cukuplah aku berbagi pedih ini dengan
romantisme angin. Hingga aku menyedihkan. Bukan? Katakan kau tidak cinta
padaku. Biar luka yang terasa meleleh cepat. Berikan kebencianmu padaku.
Verito: Aluna, tak ada alasan yang dapat menggugurkan cintaku padamu Tak
adilkah bagi dunia ini bila kita bersatu. Perempuanku kau harus terus bermimpi
tentang segala keinginanmu dan bangunlah. Rajutlah mimpi-mimpi itu
bersamaku atau kita akan kehilangan diri kita sendiri. Kita harus terus
bermimpi untuk sekali lagi. Terus sekali lagi. Jangan lupakan aku, bila ini
badai, inilah badai yang aku inginkan. hIngga kutahu ini agar kau datang
padaku. Karena Cinta tak mengenal rasa kehilangan. Dia seperti udara.
Hiruplah. Rasakan.

5 The Tears of Red Rose| by Aan Herdiana


Aluna: Verito, yakinkan aku cinta ini kuat. Hingga membebaskan diriku.
Bebaskanlah aku dengan rasa manis cinta. Hingga perih apapun dapat
kulawan.
Verito: Aku tak main-main Aluna. Aku sudah berbicara dengan ayahku.
Maukah kamu menikah denganku?
(Verito memberi Aluna cincin dan…)
Tuan Besar: Bedebah. Kalian. Cukup sampai. Disini. Berani kamu. Menistakan
kehormatan keluarga. Demi Perempuan yang terlalu sangat biasa.
Verito: Ayah. (Verito dihalangi oleh penjaga yang datang bersama ayahnya.)
Tuan Besar: Diam kamu.
Aluna: Lakukanlah.
Tuan Besar: Iblis, Kau! Berani! Sekarang lihatlah apa yang pantas didapat
perempuan ini. Perempuan yang meliarkan keinginannya.
Aluna: Koyaklah rambut perempuan ini. Berikanlah pembebasan yang
sepantasnya.
Tuan Besar: Baiklah. Sombong benar, Kau.
Aluna: Ini Aku menjelma Drupadi. Sekali lagi, takkan kubiarkan satu lelaki
menyentuh rambutku lagi sehingga aku bermandikan darah nista lelaki ini.
(Aluna dijambak rambutnya dan diseret mengitari panggung kemudian
gurunya datang)
Guru: Hentikan, Tuan. Tangan Anda sangat terhormat. Sudikah menyentuh
perempuan rendahan seperti kami. Saya lah yang pantas Anda hukum.
Hukumlah saya.
Tuan Besar: Bedebah kalian semua. Lihat saja, apa yang dapat kulakukan
hingga kalian takkan bisa berkata-kata lagi. (Lalu pergi)
Aluna: Aku menjelma Drupadi. Takkan kubiarkan satu lelaki menyentuh
rambutku lagi sehingga aku bermandikan darah nista lelaki ini.
Guru: Aluna, cukup Aluna, cukup. Siapa yang akan mendengarmu sekarang.
Kau cari keadilan yang baik bagimu. Sementara dirimu rapuh. Kamu takkan
pernah bisa melawan takdir. Dengan hati yang seperti ini. Kuatkanlah dirimu.
Sekarang, kau akan mengerti tentang rasa pedih yang harus kau punyai
sebagai penari sejati. Kau mengerti kan maksudku. Jangan pernah kau berbalik
lagi. Karena kau akan mendapati pedih dan pedih. Pergilah.
Adegan 4:

6 The Tears of Red Rose| by Aan Herdiana


Narrator: Bangunlah jiwa yang tertidur. Adakah? Tidakkah? perempuan
berjuang dengan kelemahan. Sementara kalian sangat kuat. Saatnya terjaga.
Wujudkan segala mimpi. Wujudkanlah.

Penjaga:
Verito: Tak apa-apa, saudaraku. Tempat ini telah menjadi saksi seluruh
kerinduanku terhadap aluna. Tidakkah kau pernah rasakan. Cinta bergema di
setiap penjuru hati. Namun, sekarang.Pintu mana lagi yang akan diketuk.
Semua menjadi sepi kembali. Aku tak memiliki lagi kenangan itu. Setiap dosa
ini membebani harapku. Rasakan cinta kujaga melukaiku. Hidupku. Aluna.
Aluna. Aluna.
Aluna: Pantaskah lelaki yang lemah memiliki cinta lagi. Sementara, dirinya tak
dapat menjaga rusuknya. Akukah perempuan dengan ibarat rusuk patah.
Apakah aku sebelulang di tungkai kakimu, hingga kamu lupa sakitnya diinjak.
Belum cukupkah kamu mempermalukanku. Bilang pada dunia, kini cinta
dihatimu tak ada lagi. Katakan aku telah mati. Apalah artinya ini. (sambil
memberikan cincin). Cukuplah ini menjadi pengenap penyesalan rasaku.
Verito: Biarkan aku mengenangmu sekali lagi. Wahai kekasih rembulan.
Biarkan aku menjadi matahari senja, Biar hilang hari-hariku Sampai tiada
waktu lagi. Aku menunggu menjadi kekasih rembulan. Sampai pada suatu
persinggahan. Kuingin sekali saja bertemu dengan mu di antara akar-akar
horizon dan meloncati langit. Maafkan pedih yang kuwariskan padamu.
Maafkan.
Penjaga: Tuan.
(Datanglah sekelompok perempuan dan berusaha mengatasi keadaan yang
terjadi.)
Mariya: Apa yang terjadi?
Penjaga: Nyonya tuan saya meninggal. Apa yang harus saya lakukan.
Mariya Cepat panggilkan Tuan besar. Cepat cari Aluna.
(Lalu tuan besar datang sambil mabuk)
Tuan besar: Ada apa ini? Ada perayaan rupanya. Ah banyak penari rupanya.
Penjaga: Tuan-tuan. Tuan muda telah tiada.
Tuan besar: Apa.?! HAHAHA. Dasar anak yang tak tahu diuntung. Lihatlah
dirimu yang dibutakan cinta. Hahaha. Kau kalah lihatlah. Mana cinta abadi.

7 The Tears of Red Rose| by Aan Herdiana


Akhirnya, kau padam dimatikan oleh cinta. Hahaha. Sini. Mana perempuan
perusak anakku. Menarilah bersamaku. Mana?
Aluna datang dan terkejut melihat apa yang telah terjadi.
Aluna: Verito. Verito. Verito. Aku berbohong padamu. Ini Aluna mu. Aluna yang
menagih janjimu. Janji untuk bertahan walau apapun. Cintaku, apakah kamu
tak sanggup melewatinya. Verito. Bilakah kamu tak sanggup, mengapa kamu
tak izinkan saja, aku dingin sepertimu sekarang. Tapi, kamu… Verito. Verito.
Tuan Besar: Ehm. Ehm. Hahaha. Mana? Mana penari itu?
Guru: Hentikan tangis rapuhmu. Aluna, menarilah. Hentikan Ratap tanda
lemahmu. Menarilah Aluna. Tunaikanlah janjimu. Simbahkan darah lelaki yang
telah menistakan dirimu. Tunjukkan bahwa kamu kuat. Tunjukkan senyum
pedihmu. Senyum bekumu. Senyum nestapa. Senyum pilu. Senyum dari rasa
sakit. Senyumlah. Senyumlah walaupun itu pedih.
Mariya: Jangan, Nak. Jangan lakukan.
Tuan besar: Apa ini. Berani kau perempuan.
Penjaga: Tuan. Tuan.
Aluna: Guru benar. Pedih ini menjadi kekuatan bagiku. Tapi, guru apakah
pedih dapat kutukar hingga ia dapat hidup kembali. Menyanyilah pangeranku
tentang cinta dan harapan yang kita maui. Sebab kini, Aku menangis hingga
jauh. Izinkanlah malam bersinar matahari. Sehingga malam nyalanya terang.
Saat lentera habis memberi pelita. Apakah akupun sama?

Narator: Tidak. Jika cinta pun dapat melukai perempuan, maka lelaki pun
sama. Cinta yang sangat manis kadang melukai hingga kau bisa meradang tak
karuan bentuk. Lalu, kau dapati kehilangan. Jika seorang perempuan telah
kehilangan, bangunlah. Lalu, menjadi perempuan yang membebaskan dirinya
dari kehilangan itu. Perempuan yang bangun kembali untuk berani menggapai
mimpi, menggapai cinta dan meraih kebahagiaan. Teruslah berjuang.@@@

8 The Tears of Red Rose| by Aan Herdiana

Anda mungkin juga menyukai