Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Sebuah canting berwarna keemasan dengan sebuah lingkaran putih di bawahnya bertuliskan
“Kampoeng Batik Jetis sejak 1675” terpampang di salah satu gang. Kedua tanda tersebut cukup
besar hingga menjadi penunjuk tempat (gang) para pengerajin bekerja ketika Anda melewati
Jalan Pasar Jetis.
Upaya promosi tak berhenti di situ saja. Bekerja sama dengan Paguyuban Guk & Yuk
Kabupaten Sidoarjo, pada grand final yang lalu turut diadakan peragaan busana batik tulis Jetis.
Kerja sama dengan penyedia jasa travel yang membawa wisatawan juga dilakukan. Dengan
demikian, wisatawan yang menggunakan jasa tersebut akan diarahkan langsung ke Jetis untuk
melihat Kampoeng Batik Jetis dari dekat.
Peresmian Kampoeng Batik Jetis ternyata tidak dibarengi dengan keberlanjutan paguyuban
yang telah terbentuk sebelumnya. Upaya kaum muda tak berhenti begitu saja. Mereka terus
mengupayakan organisasi pengganti paguyuban hingga akhirnya mendirikan sebuah koperasi.
Koperasi Batik Tulis Sidoarjo diresmikan pada 31 Desember 2008. Koperasi ini masih bertahan
hingga sekarang dan memiliki sebuah outlet sebagai showroom sekaligus menampung batik
hasil pengerajin anggotanya.
Batik Jetis memiliki sejarah cukup panjang, bermula pada 1675 konon saat itu seorang bangsawan pelarian datang ke
daerah Kauman-Sidokare.Batik tersebut dibawa oleh Mbah Mulyadi, keturunan Raja Kediri.Daerah tersebut terdapat
suatu komunitas dan pasar “krempyeng” (pasar tradisional), kemudian bangsawan tersebutlah yang mengajarkan pada
Motif yang mereka buat saat itu, memiliki filsafat tersendiri disesuaikan dengan masyarakat setempat. Antara lain motif
kembang bayem (bayam), tebu (banyak pabrik gula/kebun tebu), beras utah (beras tumpah. Saat itu pada 1800-an
terdapat penggilangan padi besar. Menunjukkan kemakmuran dan surplus beras di daerah tersebut), iris-iris tempe,
Pada masa itu, motif yang dibuat berdasarkan situasi daerah tersebut. Pada masa itu Sidoarjo adalah daerah pertanian,
perkebunan yang sangat makmur. Penghasil beras (ada penggilingan beras yang besar) dan tebu (ada pabrik gula).
Maka munculah motif-motif seperti kembang bayem, beras utah, tebu dan semacamnya. Namun perkembangan usaha
Perlakuan pada proses pembatikan pada batik Jetis hampir sama dengan batik Tanjungbumi. Sebelum dilakukan proses
penggambaran motif batik, kain mori lebih dulu direndam dengan minyak kacang dan soda as yang dilarutkan dalam air
yang disebut dengan proses pengetelan. Proses ini bertujuan agar selama proses pembatikan kain mori tidak
mengalami pengerutan. Selain itu proses tersebut membuat warna batik mudah menempel dan tidak gampang
memudar.
Saat ini perajin batik Jetis berjumlah 16 perajin dapat menghasilkan 50 – 200 batik perperajin. Jumlah ini mengalami
penurunan dibanding dengan 10 tahun yang lalu. Dimana di daerah Jetis setiap rumah, perempuannya adalah
pembatik. Penurunan ini dikarenakan mereka mulai memiliki alternatif lain yang dirasa lebih baik untuk memiliki
penghasilan. Saat ini di Sidoarjo, kampung Jetis telah resmi menjadi kampung batik “Kampung Batik Jetis”. Menjadikan
kampung yang terletak di tengah kota ini sebagai pusat perdagangan batik.