Anda di halaman 1dari 2

DARAH MERAH INI HANYA MERAH BIASA

Darah merah ini sedikit menyala-nyalanya. Berkekuatan dibawah yang seharusnya. Tak bisa lagi
rasanya memompa kemarahan yang meletup-letup. Seperti ledakan-ledakan mortir yang mampu
meluluh lantakkan setiap tembok-tembok penghalang. Letupan-letupan yang terasa hanya
mampu menggetarkan kulit luar dan sedikit menjatuhkan debu-debu yang menempel. Merahnya
pun tak lagi bersinar. Seperti sinarnya matahari, yang mampu menyilaukan hati dan
memprovokasi jiwa-jiwa yang diam. Merah itu hanya berwarna merah. Merah yang biasa.

Desakan-desakan hemo yang terkandung dalam merah yang seharusnya berjingkrak-jingkrak


melompat-lompat lasak, malah tertunduk lesu mengisi sudut-sudut ruang yang gelap. Seolah
sengaja menghindar dari hiruk pikuk tuntutan asupan untuk pemberi motivasi, Ibarat supporter
sepak bola, berhenti bersemangat kala timnya tertinggal skor meskipun waktu pertandingan
masih panjang. Kesadarannya sudah perlahan-lahan terbuang akibat hemo yang semakin
berkurang. Hemo sekarang tak lagi memanggul udara kebebasan, karena dirasakan semakin
membebani. Lebih suka dengan yang tak membebani seperti udara kemapanan.

Ini menjadi wabah. Darah yang mengandung hemo yang terkontaminasi dengan udara
kemapanan ternyata banyak ditransfusikan ke tubuh-tubuh manusia. Manusianya yang hampir
tak terkecuali, yang hanya satu dua manusia saja yang kebal terhadap hemo yang terkontaminasi
udara kemapanan. Itupun dengan konsekuensi yang harus dibayar mahal, yaitu tersisih dari
jalanan. Aneh, entah mengapa mereka (manusia) termasuk aku mulai menikmati hemo jenis ini,
hemo yang mengandung udara kemapanan. Padahal sudah dipersiapkan tubuh-tubuh ini dengan
balutan dengan kulit-kulit hitam. Kulit-kulit hitam yang tebal dan kuat yang terbiasa dan berani
menghadapi kubangan dan sengatan terik matahari.

Balutan kulit hitam yang tebal tak berarti aman dari serbuan ribuan hemo mapan. Sekarang hemo
sudah semakin hebat. Mereka mampu menkloning tubuh yang dibalut dengan kulit hitam.
Berpura-pura sibuk dengan kubangan dan terik matahari.

Tak sangka tebal dan hitam kulit-kulit tersebut bukanlah hasil dari bertahan dari kubangan dan
panasnya terik matahari, ternyata mereka lakukan dengan menggunakan lotion kosmetik yang
mereka lumurin setiap pagi dan petang agar cepat hitam dan tebal. Ini adalah perbuatan
Manipulatif. Mencoba Memanipulasi orientasi. Kalaulah demikian, mereka yang melakukan hal
tersebut pastilah memiliki agenda-agenda tertentu yang tujuannya adalah agar mereka mampu
berkacak pinggang. Mulai sesumbar dan berkoar-koar atas jasa.

Sayangnya mereka telah ada dimana-mana menjelma berbagai rupa yang siap-siap infiltrasi ke
tubuh-tubuh manusia yang masih bersih, dengan cara rutin melakukan pencucian darah sehingga
darah tampak merah menyala-nyala, membuat banyak orang yang kesulitan
mengindentifikasinya. Sebab sehari-hari mereka tampil tak kalah merah.

Darah yang di huni hemo mapan, masih berani berbicara di depan khalayak ramai tentang
kubangan dan terik matahari. Mereka mampu lantang berbicara kritis dan tak sungkan umbar
perbuatan. tapi tak rela pisah dengan kemapanan sandang pangan.

Kini napas yang terengah-engah akibat kekurangan oksigen kebebasan harus dipaksa bertarung
sendiri tanpa cadangan oksigen --(padahal aku memilikinya tapi sayang tak bisa dipakai karena
oksigen tersebut tak mampu aku jamah)-- dengan gerogotan hemo mapan yang mulai mencoba
menembus nadi idealism.

LANGIT

Anda mungkin juga menyukai