Kpeh 1
Kpeh 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
peserta didiknya. Sehingga tidak salah jika kita menempatkan guru sebagai salah
satu kunci pembangunan bangsa menjadi bangsa yang maju dimasa yang akan
mestinya, bangsa dan negara ini akan tertinggal dalam kemajuan ilmu
perkembangannya.
Salah satu bentuk untuk menjadikan guru di Indonesia ini lebih maju yakni guru
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Profesi
1. Makna Profesi
Secara leksikal, perkataan profesi itu ternyata mengandung makna dan pengertian.
profess means to trust), bahkan suatu keyakinan ( to belief in) atau suatu
profesi itu dapat pula menunjukkan dan mengungkapkan suatu pekerjaan atau
lebih lanjut bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan ynag menuntut pendidikan
tinggi ( kepada pengembannya) dalam liberal arts atau science, dan biasanya
Pengembangan profesi adalah kegiatan guru dalam rangka pengamalan ilmu dan
menciptakan karya tulis, (5) mengikuti pengembangan kurikulum (Zainal A & Elham
R, 2007: 155).
fungsional guru dan angka kreditnya, “adalah kegiatan guru dalam rangka
mutu baik bagi proses belajar mengajar dan profesionalisme tenaga kependidikan
lainnya maupun dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi
pendidikan” . Unsur Pengembangan profesi sifatnya wajib bagi guru yang telah
guru Pembina diharapkan tumbuh daya analisis, kritis serta mampu memecahkan
tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental bukan pekerjaan
Ada tiga pilar pokok yang ditunjukkan untuk suatu profesi, yaitu pengetahuan,
dan daya aplikasi tertentu. Pada tingkat yang lebih tinggi, pengetahuan bermakna
kapasitas kognitif yang dimiliki oleh seseorang melalui proses belajar. Keahlian
bertindak. Keahlian juga bermakna kepakaran dalam cabang ilmu tertentu untuk
bahwa untuk mencapai derajat profesional atau memasuki jenis profesi tertentu
Profesi guru adalah profesi yang sangat mulia di mata Tuhan dan hamba –
hambanya, karena guru ialah seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain (A
person whose occption is teaching other) (McLeod, 1989). Pengertian sepeti itu
dapat mengundang bermacam – macam interprestasi dan juga konotasi. Pertama,
kata seseorang (a person) bisa mengacu kepada siapa saja asal pekerjaan sehari –
harinya (Profesinya) mengajar. Dalam hal ini berarti bukan hanya dia (seseorang)
yang sehari – harinya mengajar di sekolahyang dapat disebut guru, melainkan juga
instruktur dib alai pendidikan dan pelatihan, dan bahkan sebagian pesilat di
misalnya:
mereka sebagai pengajar, apalagi jika mengingat tidak tegasnya batasan tidak
mengganggu tugas utama itu. Pantaskah seorang guru menjadi calo karcis bioskop
pada malam hari atau menjadi pedagang asongan di stasiun pada hari – hari libur?
dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang
yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan
itu. Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan
maupun setelah menjalani suatu profesi (in- service training). Di luar pengertian ini,
ada beberapa ciri profesi khususnya yang berkaitan dengan profesi kependidikan.
b. Professional menunjuk pada hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi,
dengan profesi.
serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka
melakukan pekerjaannya.
kemampuan para anggota profesi dalam mencapai criteria yang standar dalam
Profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian,
tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi. Suatu profesi secara teori tidak
bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan untuk itu.
1. Karakteristik Profesi
Sesuatu pekerjaan itu dapat dipandang sebagai suatu profesi apabila minimal telah
a. Memiliki cakupan ranah kawasan pekerjaan atau peyanan khas, definitif dan
relevan secara luas dan mendalam; menguasai perangkat kemahiran teknis kerja
pengabdian yang positif dan tinggi; serta kepribadian yang mantap dan mandiri
diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi berikut lembaga lain dan organisasi
d. Memiliki perangkat kode etik professional yang telah disepakati dan selalu
dipatuhi serta dipedomani para anggota pengemban tugas pekerjaan atau pelayan
ketentuan organisasinya.
berbagai karya penelitian dan kegiatan ilmiah sebagai media pembinaan dan
2. Syarat-syarat Profesi
kepentingan pribadi.
mendukung keahliannya.
d. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara
kerja.
h. Memandang profesi suatu karier hidup ( alive career) dan menjadi seorang
Ciri-ciri dan syarat-syarat di atas dapat digunakan sebagai criteria atau tolok ukur
keprofesionalan guru. Selanjutnya criteria ini akan berfuingsi ganda, yaitu untuk :
profesionalisasi.
profesionalisasi guru.
Paling sedikit ada enam tugas dan tanggung jawab guru dalam mengembangkan
profesinya, yakni :
Keenam tugas dan tanggung jawab di atas merupakan tugas pokok profesi guru.
Guru sebagai pengajar lebih menekankan kepada tugas dalam merencanakan dan
pada dasarnya ialah tuntutan dan panggilan dan untuk selalu mencintai,
Tanggung jawab dalam membina hubungan dengan masyarakat berarti guru harus
pembangunan masyarakat.
dan persyaratan kerja yang dinamis dalam alam globalisasi mendatang, maka
tenaga kerja harus siap secara luwes kemungkinan alih fungsi atau alih profesi (jika
dikehendaki). Ide dasarnya ialah untuk membuka peluang alternative bagi tenaga
kependidikan untuk meraih taraf dan martabat hidup profesi guru sehingga para
dimasa mendatang.
berikut :
karya ilmiah hasil penelitian, pengkajian, survei dan atau evaluasi di bidang
pendidikan, karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah gagasan sendiri dalam
bidang pendidikan, tulisan ilmiah populer, prasaran dalam pertemuan ilmiah, buku
pelajaran, diktat pelajaran dan karya alih bahasa atau karya terjemahan. Membuat
alat pelajaran/alat peraga atau alat bimbingan, melliputi pembuatan alat peraga
dan alat bimbingan. Menciptakan Karya Seni meliputi Karya Seni Sastera, Lukis,
seperti alat praktikum, dan alat bantu teknis pembelajaran. Mengikuti kegiatan
yang berlaku. Angka kredit adalah angka yang diberikan berdasarkan penilaian atas
prestasi yang telah dicapai oleh seorang guru dalam mengerjakan butir rincian
kegiatan yang dipergunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan
kenaikan pangkat dalam jabatan guru. Penetapan Angka Kredit adalah penetapan
hasil penilaian prestasi kerja guru yang telah memenuhi syarat untuk kenaikan
BAB III
KESIMPULAN
1. Profesi guru adalah Pertama, kata seseorang (a person) bisa mengacu kepada
siapa saja asal pekerjaan sehari – harinya (Profesinya) mengajar. Dalam hal ini
berarti bukan hanya dia (seseorang) yang sehari – harinya mengajar di sekolahyang
dapat disebut guru, melainkan juga “dia-dia” lainnya yang berposisi sebagai: Kyai di
pesantren, pendeta di gereja, instruktur dib alai pendidikan dan pelatihan, dan
a. Memiliki cakupan ranah kawasan pekerjaan atau peyanan khas, definitif dan
diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi berikut lembaga lain dan organisasi
c. Memiliki perangkat kode etik professional yang telah disepakati dan selalu
dipatuhi serta dipedomani para anggota pengemban tugas pekerjaan atau pelayan
ketentuan organisasinya.
Syarat dan ciri-ciri profesi :
kepentingan pribadi.
mendukung keahliannya.
Di tengah terpuruknya peradaban bangsa , gencarnya informasi, dan lepasnya sekat antar
bangsa lewat teknologi informasi, peran guru kian strategis untuk mengambil salah satu
peran yang menopang pada tegaknya peradaban manusia Indonesia di waktu yang akan
datang. Sebuah harapan yang meniscaya, tidak cukup dengan verbalitas tetapi dibtuhkan
kerja professional, kreatifitas dan efektifitas untuk mencapai cita-cita yang ditargetkan.
Guru merupakan pekerjaaan yang amat mulia. Ia berhadapan dengan anak-anak manusia
yang akan menentukan masa depan bangsa. Betapa berat beban yang disandangkan
pada seorang guru. Peran guru yang strategis, menuntut kerja guru yang profesional, dan
mampu mengembangkan ragam potensi yang terpendam dalam diri anak didik.
Sedemikian besar peran guru dalam melakukan perubahan terhadap peradaban lewat
anak- didik yang akan menentukan masa depan. Kondisi yang kemudian memicu
terbitnya Undang Undang Guru dan Dosen untuk mensejahterakan dan memproteksi
kehidupan guru. Upaya-upaya protektif untuk memayungi pofesi guru, dan pada gilirannya
kelak akan memuliakan hidup manusia.
Keberhasilan dunia pendidikan tidak dapat dilepaskan dari peran komponen yang
terlibat di dalamnya; guru (sekolah), orangtua, dan masyarakat. Peran orangtua
merupakan peran vital yang tidak tergantikan, karena orangtua merupakan orang
yang paling banyak waktu berhubungan dengan anak Orangtua yang pertama kali
mendidik anak semenjak dari dalam kandungan sampai sentuhan tangan ketika
dilahirkan. Orangtua yang pertamakali mengenalkan anak pada dunia sekitarnya.
Cita-cita mulia profesi guru seperti diamanatkan Undang-Undang, bukanlah hal yang
mudah untuk diraih. Persoalan ini berkelindan manakala beban profesi yang menjadi
tuntutan tidak sepadan dengan pemenuhan kebutuhan hidup layak seorang guru. Di suatu
daerah di Jawa Barat ada seorang guru yang pagi harinya meluangkan waktu sebagai
pemulung barang bekas, sedangkan sore harinya mengajar di sebuah Madrasah
Tsanawiyah Swasta. (Wanto 2005:64-65). Persoalan yang kerap mengintai pada guru
honorer di berbagai daerah, terutama jika perolehan finansial mereka dibandingkan
dengan beban tanggungjawab yang diembannya. Namun demikian bukan berarti bahwa
gaji merupakan satu-satunya indikator untuk kesejahteraan guru dan berkaitan dengan
peningkatan kinerja profesinya.
Dalam masyarakat tradisional, seorang guru adalah seseorang yang dapat di gugu dan
ditiru tindak tanduknya. Ia mengetahui tentang segala sesuatu yang tidak diketahui oleh
orang lain. Sehingga guru pada saat itu menjadi satu-satunya sumber informasi dan
sumber kebenaran. Rekruitment guru lebih mengedepankan kepada kualifikasi moral
daripada kualifikasi akademis. Keteladanan moral menjadi penentu utama seseorang
untuk mengajar. Kondisi yang memuliakan kerja atau profesi guru, tetapi juga sekaligus
memberikan ekses otoritarianisnisme guru, sehingga kurang optimal untuk
memberdayakan potensi yang dimiliki siswa.
Namun peran guru tidak akan dapat menggantikan peran orangtua, meski guru bertindak
sebagai pendidik, karena sebagian besar peran guru di sekolah hanya sebatas
mengembangkan kemampuan pengetahuan yang bersifat kognitif jauh lebih dominan.
Maka, peran orangtua untuk mengembangkan kecakapann afektif dan emosional menjadi
amat dominan (Madjid,2001:xi-xiii). Berdasar pada pemahaman peran strategis guru dan
orangtua dibutuhkan sinergi antara keduanya untuk bias mengoptimalkan kemam[puan
yang dimliki anak. Seringkali terjadi oarngtua mendtangi sekolah jika putranya ada
masalah dengan lembaga atau sekolah. Suatu kebiasaan yang harus berubah baik dari
sikap keterbukaan sekolah maupun orangtua. Sekolah termasuk guru sebagai pemberi
layanan jasa harus siap untuk melakukan perubahan-perubahan yang memungkinkan
berkembangnya potensi anak didik secara optimal.
Guru sebagai tenaga pendidikan secara substantif memegang peranan tidak hanya
melakukan pengajaran atau transfer ilmu pengetahuan (kognitif), tetapi juga dituntut untuk
mampu memberikan bimbingan dan pelatihan. Di dalam Undang Undang No. 20 Tahun
2003 ditegaskan pada pasal 39 bahwa; tenaga pendidikan selain bertugas melaksanakan
administrasi, pengelolaan, pengembangan, pelayanan dalam satuan pendidikan, juga
sebagai tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
serta menilai hasil pembelajaran, bimbingan dan pelatihan.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan
yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi
(Depdiknas,2005:2)
Sementara prinsip profesionalitas guru dan dosen UU No.14 tahun 2005 pasal 7 ayat 1
merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai
berikut;
Guru sebagai tenaga professional, ahli dalam bidang (akademis) yang ditandai dengan
memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan yang berwenang dan
terakreditasi oleh pemerintah. Seseorang yang telah memiliki sertifikat mengajar,
dinyatakan sebagai ahli dalam bidang akademis tertentu, memiliki hak untu mengajar
dalam lembaga atau satua pendidikan. Secara akademis, seorang guru professional ia
memiliki keahlian atau kecakapan akademis atau dalam bidang ilmu tertentu; cakap
mempersiapkan penyajian materi (pembuatan silabus; program tahunan, program
semster) yang akan menjadi acuan penyajian; melaksanakan penyajian materi;
melaksanakan evaluasi atas pelaksanaan yang dilakukan; serta mampu memperlakukan
siswa secara adil dan secara manusiawi.
Undang -Undang Guru No. 14 Tahun 2005 menyebutkan tentang hak dan kewajiban guru
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Hak seorang guru dalam tugas
keprofesionalan adalah;
c. bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,
agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status
social ekonomi perserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta
nilai-nilai agama dan etika; dan
Dalam teori Kuantum, Guru sebagai "Quantum Teacher, mampu mengubah potensi
energi dalam diri murid menjadi cahaya bagi orang lain. Seorang guru yang bercirikan
Quantum Techer, antara lain;
Hubungan guru dengan murid dalam pmbelajaran, sehingga bisa saling menerima dan
memberi, kondisi yang memungkinkan terbangunnya komunikasi dari berbagai arah,
sehingga bisa memacu siswa untuk menggali informasi. Murid berposisi sebagai subyek
dan guru sebagai subyek. Kedua komponen yang akan saling bersentuhan dalam
pergesekan pemikiran.
Dalam realitas kehidupan sekolah saat ini, masih banyak yang memisahkan antara
kepribadian guru dengan tugas profesionalisme. Profesi sebagai kerja, dan pribadi
sebagai privacy yang terpisah. Pada hal kepribadian seseorang akan banyak berpengaruh
terhadap proses dan hasil kerja yang ditargetkan.
Manakala kerja guru professional tertuang dalam UU No.14 tahun 2005 yang diantaranya
menjelaskan tentang hak dan kewajiban guru yang professional. Maka tuntutan kerja
profesi tersebut menjadi sesuatu yang mutlak untuk dilaksanakan. Dalam artian bahwa
pelaksanaan tersebut dalam kerangkan untuk tercapainya tujuan Sistem Pendidikan
Nasional secara terncana dan terarah.
Tuntutan terhadap guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan sains, teknologi dan
seni merupakan tuntutan profesi sehingga guru dapat senantiasa menempatkan diri dalam
perkembangannya. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi akibat
kemajuan teknologi yang memberikan banyak peluang untuk setiap orang menjadi guru
bagi dirinya sendiri, artinya ia bisa mengakess aneka jenis informasi sebagai pengetahuan
baru. Guru lebih diposisikian sebagai partner belajar, memfasilitasi belajar siswa sesuai
dengan kondisi setempat secara kondusif.
Untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan, maka perlu dipersiapkan secara matang,
dalam perencanaan pembelajaran dan penyiapan materi yang sesuai dengan kebutuhan
anak dengan tetap berpijak kepada kurikulum yang menjadi acuan dan standart nasional.
Ketentuan membuat silabus, program semster, program tahunan, perencanaan
pembelajaran, melakukan evaluasi dan menganalisis hasil evaluasi adalah wajib.
Kewajiban administratif tersebut menjadi mutlak ketika mengacu kepada UU No.14 Tahun
2005 pasal 20. Ini persoalan kerja professional yang dapat berimplikasi luas bukan hanya
terhadap guru tetapi juga bagi peserta didik dan orangtua murid yang menikmati jasa
layanan sekolah. Jika guru mengabaikan kewajiban tersebut, maka dapat diartikan
melanggar Undang-undang. Pelanggaran terhadap Undang-undang implikasinya akan
dapat menuai sangsi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam kerja professional guru dituntut untuk bisa melayani murid sebagai subyek belajar
dan memperlakukannya secara adil, melihat keberbedaan sebagai keberagaman pribadi
dengan aneka potensi yang harus dikembangkan. Maka hubungan antara guru dengan
murid merupakan pola hubungan yang fleksibel, ada kalanya guru menempatkan diri
sebagai patner belajar siswa, saat yang lain sebagai pembimbing, dan berposisi sebagai
penerima informasi yang belum diketahuinya. Disinilah pembelajaran berlangsung dalam
sebuah orkestrasi pembelajaran yang melihat segala sesuatu di sekitar guru sebagai
pembelajar sebagai potensi untuk mencapai kesuksesan belajar
Ukuran kesuksesan kerja professional bagi seorang guru dapat dilihat dari target yang
ingin dicapai dalam pembelajaran, serta kemampuan mengoptimalkan fasilitas belajar dan
kondisi setempat. Bahwa umumnya keterbatasan menumbuhkan kreatifitas pembelajaran.
Ketika tujuan Sistem Pendidikan Nasional ingin mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggungjawab (Pasal 3 UU.No.20 Tahun 2003), maka kerja
profesionalisme guru harus dilandasi oleh nilai dan tujuan sistem pendidikan nasional .
Disinilah peran ketauladanan guru tetap dibutuhkan sebagai pembimbing dan
pendamping anak didik atau siswa.
Kerja professional seorang guru, yang ahli dalam bidang keilmuan yang dikuasainya
dituntut bukan hanya sekedar mampu mentransfer keilmuan ke dalam diri anak didik,
tetapi juga mampu mengembangkan potensi yang ada dalam diri poserta didik. Maka,
bentuk pembelajaran kongkret dan penilaian secara komprehensif diperlukan untuk bisa
melihat siswa dari berbagai perspektif. Persiapan pembelajaran menjadi sesuatu yang
wajib dikerjakan, dan pelaksanaan aplikasi dalam kelas berpijak kepada persiapan yang
telah dibuat dengan menyesuaikan terhadap kondisi setempat atau kelas yang berbeda.
Kepedulian untuk mengembangkan kemampuan afektif, emosional, social dan spiritual
siswa, sesuatu yang vital untuk bisa melihat kelebihan atau keungulan yang terdapat
dalam diri anak. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan diri dan
menemukan aktualisasi sehingga tumbuh rasa percaya diri.
Apabila kegagalan pembelajaran disebabkan oleh guru karena perencanaan yang tak
terarah atau tanpa persiapan pembelajaran yang kondusif, guru telah melanggar Undang-
Undang, sehingga bisa dituntut di depan hukum. Sebuah tuntutan kerja professional yang
tertuang secara tegas dalam UU No.14 Tahun 2005, tetapi pemberian hak (terutama bagi
guru honorer) diserahkan pada kesepakatan bersama antara guru dengan lembaga
pendidikan bersangkutan. Artinya lembaga pendidikan non pemerintah bisa mengabaikan
hak-hak guru professional yang tertuang dalam Undang-undang. Sementara UU
diberlakukan kepada guru professional baik yang bekerja di lembaga pendidikan milik
Pemeriintah atau Lembaga Pendidikan Swasta.
Secara implikatif sikap profesionalisme guru dibutuhkan dalam upaya strategis untuk
terlaksana dan tercapainya tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi, dimulai dari implikasi
dalam kelas. lebih jauh akan berpengaruh terhadap sistem pendidikan yang berlangsung
dalam sekolah. Suatu sistem yang mencerminkan amanat Undang-Undang untuk
memanusiakan manusia, terciptanya pendidikan yang demokratis dan berwawasan
kebangsaan. Berkembangnya potensi manusia Indoensia yang bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, tanpa lupa mengembangkan kecerdasan kognitif, afektif dan
psikomotriknya.
Artikel:
MEMBANGUN CITRA GURU, MENUJU SEKOLAH
EFEKTIF
Judul: MEMBANGUN CITRA GURU, MENUJU SEKOLAH EFEKTIF
Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian SEKOLAH / SCHOOLS.
Nama & E-mail (Penulis): DRS. ANTON SUNARTO, BTH, MPD
Saya Pengamat di JAKARTA
Topik: GURU - SEKOLAH EFEKTIF
Tanggal: 09 OKTOBER 08
MEMBANGUN CITRA GURU MENUJU SEKOLAH EFEKTIF
Saat Perang Dunia II, setelah Nagasaki dan Hiroshima di bom oleh sekutu, langkah
pertama yang ditempuh pemerintah Jepang , mendata kembali berapa jumlah Guru dan
Dokter yang tersisa. Mereka mulai membangun negara yang porak-poranda dari bidang
pendidikan dan kesehatan. Hasilnya sangat menakjubkan. Setelah kurang lebih 20 tahun,
dengan kerja keras yang tak kenal lelah, Jepang mempu mensejajarkan negaranya
dengan negara-negara maju lainnya. Lahirlah kekuatan baru di kawasan Asia saat itu.
Untuk bidang pendidikan di kawasan Asia, Jepang juga sebagai negara terbaik, di
samping India, Korea selatan dan Singapura.
Kisah nyata itu menyadarkan kita, betapa besar peran Guru dalam membangun suatu
bangsa. Ironisnya, di negara kita tercinta, profesi guru¡Xperan guru, kurang
diperhitungkan. Malah cenderung dikesampingkan. Pada masa ¡§regim Orde Baru¡¨
profesi guru malah identik dengan ¡§kemiskunan¡¨, ketidakberdayaan, kelompok
masyarakat yang tahan lapar. profesi guru tidak membanggakan. Guru adalah imput
pelarian dari anak miskin yang tidak berkecukupan, potret OEMAR BAKRI si wagu tur
kuru yang jauh dari pantas. Dalam masa itu, kelompok Guru tidak lebih dari sekedar alat
politik dari regim yang berkuasa. Guru tidak lebih sekedar alat politik dari regim yang
berkuasa. Untuk membius kelompok ini, regim berkuasa saat itu, menganugerahkan gelar
¡§Pahlawan Tanpa Tanda Jasa¡¨ //PTTJ dalam sebuah lagu. Dengan setengah sinis
teman saya mengatakan ¡§sampai sekarang belum ada makam pahlawan untuk para
guru¡¨.
CITRA Guru yang terbentuk di dalam dirinya sampai saat ini, menurut saya, bukanlah
sosok berdasi, intelektual ulung dalam menyiapkan masa depan, tetapi sekedar sebagai
¡§pekerja suara¡¨ yang berangkat subuh pulang malam, tetapi kering finansial. Praktis,
citra guru teredusir sedemikian rupa di balik keagungan harapan yang meluap.
Permasalahannya: bagaimana kita dapat membangun citra kita sendiri sebagai guru, agar
peran dan profesionalitas kita terpenuhi?
Saat ini, apresiasi masyarakat semakin tinggi terhadap Guru, Pemerintah semakin
sungguh-sungguh berupaya mensejahterakan Guru, media massa semakin gencar
memberitakan tentang kinerja guru. Dari segi kemampuan ekonomis, guru tidak lagi
dipandang sekedar sebagai ¡§pengamen¡¨. ¡§Diktator¡¨ ¡V menjual diktat baru bisa beli
motor. Atau ¡§Pelacur Profesi¡¨ - setelah jam dinas bergilir memenuhi panggilan dari pintu
ke pintu, sekedar mencari agar dapur tetap ¡§berasap¡¨.
Gagaimana dengan kita sendiri sebagai pelaku utama pendidikan? ¡V yang dalam UU
Dosen dan Guru disebut tenaga profesional. Sama dengan dokter, Pengacara dan lain-
lain? Banyak pernyataan kritis sering kita dengar, kita lihat, dan kita baca menyangkut
eksistensi, kompetensi, dan kinerja kita sebagai tenaga profesional ¡V memang masih
memprihatinkan.
Kenyataan rendahnya kompetensi, ethos kerja, dan kinerja guru, seperti dikemukakan
oleh Fasli Djalal, Dirjen DIKNAS Peningkatan mutu Pendidik dan tenaga kependidikan
menyebutkan hampir separo dari sekitar 2,6 juta guru di Indonesia tidak layak mengajar di
sekolah. 75.648 di antaranya guru SMA. Pernyataan itu disampaikan berkenaan dengan
wacana guru profesional dan guru kompeten sebagai syarat untuk memperoleh tunjangan
profesi guru dan peningkatan kwalitas pendidikan di Indonesia.
Pernyataan yang merujuk pada rendahnya kompetensi dan ethos kerja guru itu juga
pernah diungkapkan oleh menteri pendidikan pada masa itu Wardiman Djoyonegoro
dalam wawancara ddi TPI tanggal 16 Agustus. Dalam wawancara itu Ia mengemukakan
¡§hanya 43 % guru yang memenuhi syarat ¡§, artinya sebagian besar guru (57%) tidak
atau belum memenuhi syarat, tidak kompeten, dan tidak profesional untuk melaksanakan
tugasnya. Pantaslah kalau kwalitas pendidikan kita jauh dari harapan dan kebutuhan.
Kenyataan rendahnya kompetensi guru itu, tidak perlu malu untuk disikapi oleh para
sendiri. Perlu dijadikan permenungan. Dari mana harus merubah citra guru? Kuncinya ada
para guru sendiri. Bagaimana mereka akan menjadikan dirinya profesional. Itu kembali
kepada para guru. Karena dihadapan kita terbentang lautan sumber pengetahuan yang
tiada batas.
Bagaimana menjadi guru yang lebih profesional, efektif, dan bermutu, kata kuncinya pada
¡§perubahan¡¨. Kita semua membutuhkan perubahan. Termasuk para guru. Perubahan
demi suatu keyakinan, dan demi ketangguhan profesi guru menjadi perkara yang tidak
dapat ditawar-tawar lagi. Untuk menjadi lebih baik, tidak mungkin para guru hanya
berpuas pada status quonya. Malas menambah wawasan. Dan merasa paling mengetahui
banyak hal. Padahal, saat ini guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahhuan
bagi para siswa. Tidak sedikit guru yang tanggap akan tuntutan profesionalnya sebagai
pendidik. Tetapi juga tidak kurang sedikit guru yang diam di zona nyaman. Malas
meningkatkan ketrampilan dan profesionalismenya.
Mungkin ada ada satu hal yang perlu kita refleksikan, mengapa guru takut berubah. Atau
malas berubah. Sebab-sebab paling dasar keraguan terhadap dampak dan efek dari
entitas perubahan itu sendiri. Perubahan memunculkan ketegangan dan kerumitan.
Perubahan mendatangkan stres dan tekanan.
***
MEMPERBAIKI CITRA GURU
Dalam kurun waktu dasawarsa terakhir, Pemerintah berupaya mendongkrak citra guru
yang terlanjur pudar. Tujuan akhir tentu memperbaiki kwalitas pendidikan. Menjadi guru
profesional bukan perkara gampang. Apalagi untuk menjadi guru baik. Citra guru yang
baik, dapat mengangkat citra dan kwalitas pendidikan. Kwalitas pendidikan yang baik,
dapat mengangkat martabat bangsa. Tetapi permasalahannya, dari mana harus dimulai?
Untuk memperbaiki citra guru, mereka harus berani ¡§membedah diri¡¨. Guru profesional
itu, guru yang mengenal dirinya. Dirinya sebagai pribadi yang terpanggil untuk mendidik
manusia. Untuk itu, guru dituntut untuk belajar sepanjang hayat (long life education).
Medan belajar adalah medan yang menyenangkan. Menjadi guru bukan hanya sebuah
proses yang harus dilalui melalui test kompetensi dan sertifikasi. Karena menjadi guru
menyangkut perkara hati. Maka mengajar harusnya menjadi profesi hati. Hati harus
mendapat perhatian cukup, yaitu pemurnian hati, atau motivasi untuk menjadi guru
profesional. Pemurnian hati itu, akan mendorong kita senantiasa meningkatkan
kemampuan untuk membelajarkan siswa.
Paling tidak ada 3 kata kunci yang menjadikan guru itu menjadi penting. Tiga kata kunci
itu sekaligus menjadi sifat dan karakteristik guru: 1. Kreatif. 2. Profesional. 3.
Menyenangkan.
Mengapa guru harus kreatiaf ? Karena harus memilah dan memilih materi pembelajaran.
Dan kemudian secara kreatif menyajikan menjadi bahan pembelajaran yang yang penuh
makna, dan berkwalitas. Sedang sifat profesional, karena guru harus secara profesional
membentuk kompetensinya sesuai dengan karakter peserta didik. Juga bagi dirinya.
Berarti belajar dan pembelajaran harus menjadi makanan pokok guru. Tetapi guru juga
harus menyenangkan. Baik bagi dirinya sendiri maupun bagi peserta didik. Menjadi guru
kreatif, profesional, dan menyenangkan itu akan terwujud, jika si guru mau secara terus-
menerus meningkatkan kemampuan dan ketrampilan. Mau belajar.
Guru sebagai profesional (sama dengan profesi dokter, pengacara, sekretaris, dan lain-
lain), tanggungjawab utamanya mengawal perkembangan pribadi siswa. Peran
pendampingan itu tidak mungkin akan berhasil jika guru tidak memiliki pengetahuan dan
ketrampilan yang profesioanal. Guru profesional biasanya memiliki hal-hal seperti ini:
Pribadi guru yang kreatif, profesional, dan menyenangkan, terus berupaya untuk
membangun citra dirinya secara positif. Berkomitmen pada pengabdian pada
pendampingan kepada peserta didik. Ia selalu berupaya meningkatkan kemampuan dan
ketrampilan sebagai profesional dan pendidikan. Maka dalam proses pembelajaran di
kelas selalu mencari bentuk-bentuk kreatif dan efektif bnagi dirinya dan bagi peserta didik.
Guru kreatif akan mewujudkan pembelajaran yang inovatif. Guru kreatif dan pembelajaran
inovatif dapat mewujudkan sekolah efektif.
Siapa yang tidak kenal dengan guru? Di dunia ini tidak ada seorangpun yang belajar tanpa guru.
Bahkan Nabi Adam ’alaihissalam sebagai manusia pertama pun ada gurunya, tidak tanggung-
tanggung gurunya adalah Sang Khaliq yaitu Allah SWT (QS. Al-Baqarah: 31). Dalam konteks
sekarang, guru bukan hanya seorang sosok yang memberikan pelajaran (materi) di kelas juga
membimbing, membina, mengarahkan, mengasah, memberi teladan yang baik, dan seterusnya,
melainkan sebuah pengalaman pun dapat dikatakan sebagai belajar dan itulah yang disebut
sebagai guru, begitu pula dengan membaca buku, "membaca" alam sekitar dan sebagainya.
Di sekolah, setiap hari siswa bertemu, bercengkrama dan berinteraksi dengan gurunya, lalu apa
pandangan para siswanya terhadap guru, singkatnya bagaimana citra seorang guru di mata para
siswa? Ada ungkapan guru adalah segalanya, tidak ada guru siswa tak tentu rudu arahnya, bisa
membuat onar dan kekacauan di dalam kelas maupun di luar kelas. Tanpa guru siswa tak
menentu, ada yang menunggu dan menunggu sampai ada siswanya yang dungu dan lugu.
Guru galak/garang
Citra pertama adalah citra seorang guru yang galak. Pada dasarnya, tidak ada manusia di dunia
ini yang galak (baca: suka marah) karena manusia diciptakan sesuai dengan fitrahnya. Artinya,
segala tingkah laku, sikap dan perangai manusia sesuai dengan hatinya. Guru tidak akan
bertindak semena-mena sepanjang tidak ada yang menjadi faktor penyebab dalam tindakan yang
dilakukan oleh siswanya. Guru akan marah jika ada siswa yang melakukan hal-hal dan tindakan
yang melanggar aturan sekolah dan sebagainya. Oleh karena itu, jangan sampai siswa menjadi
pemicu kemarahan guru. Kasus penganiayaan guru terhadap siswa yang sering kita dengar dan
saksikan di berbagai media memberitakan bahwa tidak lain karena siswa yang menjadi biang
tindakan dan kekesalan serta kemarahan guru.
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa hati manusia dibagi menjadi tiga, yaitu: (1). Qalbun
Salimun (hati yang selamat/sehat), (2). Qalbun Maridhun (hati yang berpenyakit), (3). Qalbun
Mayyitun (hati yang mati). Qalbun Salimun adalah hati yang selalu berjalan di jalan yang
benar/lurus sesuai dengan fitrahnya. Qalbun Maridhun adalah hati yang sudah dimasuki dan
dinodai oleh hal-hal negatif sehingga dihinggapi penyakit-penyakit duniawi yang melalaikan lagi
menyesatkan. Sedangkan tingkat yang paling parah adalah Qalbun Mayyitun yaitu mata hati
yang sudah terkunci mati mata hatinya dikarenakan kekafiran, sehingga hatinya menjadi mati
dan tidak akan hidup atau dapat dibuka melainkan hanya dengan hidayah dari Allah SWT.
Begitupun guru, hati seorang guru awalnya Qalbun Salimun, namun hatinya akan menjadi
Qalbun Maridhun tatkala ada dipengaruhi oleh hal-hal di luar dirinya yang disebabkan oleh
tingkah laku para siswanya sehingga guru menjadi marah.
Guru disiplin
Citra kedua adalah disiplin. Disiplin bukan hanya tepat waktu datang ke sekolah, namun dalam
segala hal. Guru yang disiplin adalah guru yang patuh dan taat terhadap peraturan sekolah,
disiplin dalam memberikan pengajaran dan penilaian (evaluasi) untuk keperluan kependidikan
dan sebagainya.
Menurut Kartini Kartono (1995), "guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan
diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar." Oleh sebab itu, guru harus
dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode yang tepat dalam
mengajar.
Guru teladan
Teladan artinya sesuatu yang patut ditiru, dan guru hendaknya menjadi teladan bagi murid-
muridnya karena guru adalah seseorang yang memang pantas untuk – mengutip pepatah Jawa –
diguGU (dipatuhi) dan ditiRU (dicontoh). Bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara (1889-
1959) sudah mewariskan filsafat pendidikan bagi para guru: "Ing Ngarsa sung tuladha, in madya
mangun karsa, tut wuri handayani" (di depan memberi teladan, di tengah membimbing, dan di
belakang mendorong).
pernyataan ini jika mengerti sejauh mana peran dan tanggung jawab seorang guru .
Sejak saya baru berusia 6 tahun hingga dewasa, orang tua saya yang merupakan
seorang guru, selalu memberikan instruksi yang mengingatkan kami para anak-
anaknya adalah anak seorang guru yang harus selalu menjaga tingkah laku agar
selalu baik dan jangan sampai melakukan sebuah kesalahan . Seberat itukah,
seharus itukah kami bertindak Lantas apa hubungan profesi orang tua dengan
dengan anak-anaknya apakah hanya anak seorang guru yang harus demikian ?.
Sebenarnya menjaga sikap dan tindak tanduk positif itu tidak hanya tanggung
jawab para guru dan keluarganya, tetapi semua orang, Guru yang selalu
makna dari seorang guru. Sang guru harus berusaha agar keluarganya baik dan
tidak korupsi agar ia dapat mengajari kepada murid-muridnya baik dan tidak
Peran guru tidak hanya sebatas tugas yang harus dilaksanakan di depan kelas saja,
Terkesannya seorang Guru adalah sosok orang sempurna yang di tuntut tidak
melakukan kesalahan sedikitpun, sedikit saja sang guru salah dalam bertutur kata
itu akan tertanam sangat mendalam dalam sanubari si anak. Jika sang guru
mempunyai kebiasaan buruk dan itu di ketahui oleh sang murid, tidak ayal jika itu
akan dijadikan referensi bagi si murid tentang pembenaran kesalahan yang sedang
ia lakukan.
Sepertinya filosofi sang guru ini layak untuk di jadikan filosofi hidup, karena hampir
setiap orang akan menjadi seorang ayah dan ibu yang notabenenya merupakan
Akan sulit bagi seorang ayah untuk melarang anaknya untuk tidak merokok jika
seorang ayahnya adalah perokok. Akan sulit bagi seoang ibu untuk mengajari anak-
anak untuk selalu jujur, jika dirumah sang ibu selalu berdusta kepada ayah dan
Suatu siang saya agak miris melihat seorang anak SMP sedang asik mengisap
sebatang rokok bersama adik kelasnya yang masih di SD, itu terlihat dari seragam
yang dikenakan dan usianya memang terbilang masih anak-anak. Siapa yang harus
disalahkan dalam kasus ini. Apakah sianak, sepertinya tidak adil kalau kita hanya
menyahkan si anak saja, anak itu terlahir bagaikan selembar kertas yang masih
putih, mau jadi seperti apa kelak di hari tuanya tergantung dengan tinta dan
menulis apa pada selembar kertas putih itu . Orang pertama yang patut disalahkan
mungkin adalah guru, baik guru yang ada di rumah ( orang tua ), di sekolah ( guru),
Peran orang tua yang bertanggung jawab terhadap keselamatan anaknya tentunya
moral dan agama yang baik diharapkan akan dapat membimbing si anak ke jalan
yang benar, bagaimana orang tua dapat mendidik anaknya menjadi anak yang
Tidak mudah memang untuk menjadi seorang guru. Menjadi guru diharapkan tidak
hanya didasari oleh gaji guru yang akan dinaikkan, bukan merupakan pilihan
terakhir setelah tidak dapat berprofesi di bidang yang lain, tidak juga karena
peluang. Selayaknya cita-cita untuk menjadi guru didasari oleh sebuah idealisme
Sebaiknya Guru tidak hanya dipandang sebagai profesi saja, tetapi adalah bagian
Idealisme itu seharusnya tidak tergantikan oleh apapun termasuk uang. Namun
guru adalah manusia, sekuat-kuatnya manusia bertahan dia tetaplah manusia, jika
terpaan cobaan itu terlalu kuat manusia juga dapat melakukan kesalahan.
Akhir akhir ini ada berita di media masa yang sangat meruntuhkan citra sang guru
guru melakukan itu berapa orang murid yang lebih parah dari itu.
Gejala-gejala ini telah menunjukan kebenarannya. Kita ambil saja kasus siswa
mesum di taman sari, bukit dealova, dan Ayam kampus yang mulai marak di
tambahlagi foto-foto syrur anak SMP jebus, ini menunjukkan bahwa pepatah itu
menujukkan kebenarannya.
Kerja team yang terdiri dari orang tua ( sebagai guru dirumah), Guru di sekolah, dan
dengan komunikasi yang baik antara orang tua dan guru di sekolah, pertemuan
yang intensif antara keduanya akan saling memberikan informasi yang sangat
mendukung bagi pendidikan si anak. Peran Lingkungan pun harus lebih peduli,
bersama, tentunya lingkungan pun akan dapat memberikan informasi yang benar
kepada orang tua tentang tindak tanduk si anak dan kemudian dapat digunakan
Terlihat betapa peran orang tua sangat memegang peranan penting, setelah semua
Terlepas dari baik buruknya seorang guru nampaknya filosofi seorang guru dapat
dijadikan pegangan bagi kita semua terutama bagi para orang tua, mari kita
bersama-sama untuk menjadi guru bagi anak anak kita yang selalu memberi contoh
kebenaran dan memberi dorongan untuk berbuat kebenaran. Sang guru bagi anak
adalah Orang tua, guru sekolah dan lingkungan tempat ia di besarkan. Seandainya
sang guru dapat memberi teladan yang baik mudah-mudahan anak-anak kita akan