Anda di halaman 1dari 34

Dilematis Citra Guru dan Mutu Pendidikan Nasional

Oleh: USMANI HARYONO, S.Pd.


Ketika Jepang dibom atom di Kota Hiroshima dan Nagasakhi, Kaisar Jepang mengajukan satu
pertanyaan kepada Perdana Menteri, “Berapa jumlah Guru yang masih ada?”
Pertanyaan Sang Kaisar ini menurut telinga orang Indonesia mungkin dianggap pertanyaan yang
tidak masuk akal. Jika orang Indonesia yang bertanya, pasti pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan seperti ini. “Berapa jumlah korban yang meninggal, luka berat, luka ringan, yang sudah
ditemukan dan sebagainya dan sebagainya. Sebenarnya hal yang ditanyakan Sang Kaisar sebuah
pertanyaan yang mendasar dan mengandung filosofi yang tinggi bagi masa depan bangsa Jepang.
Kaisar berkeyakinan bahwa untuk membangun masa depan Jepang sangat diperlukan Guru.
Gurulah yang diyakini Kaisar Jepang sebagai agent of change masa depan Bangsa . Dan hasilnya
seperti yang kita lihat sekarang Negara Batu bara putih ini menjadi negara maju hampir di semua
bidang kehidupan.
Prolog di atas mari kita gunakan untuk mencermati, bagaimana pendidikan di negara tercinta ini.
Sampai hari ini pendidikan bangsa Indonesia masih tertinggal dengan negara tetangga ASEAN
seperti Singapura dan Malaysia. Mengapa demikian? Salah satu faktor yang mempunyai andil
besar dalam dunia pendidikan yang sampai sekarang belum mendapat citra sebagaimana
mestinya yaitu faktor Guru. Citra Guru di negara Indonesia belum baik secara sosial, ekonomi,
dan karier. Profesi guru belum banyak menjanjikan sehingga para lulusan SMA yang mengambil
program studi keguruan dan ilmu pendidikan mereka yang memiliki kemampuan akademis
marginal ke bawah.

Sementara itu Pemerintah berkemauan keras untuk


memajukan mutu pendidikan nasional dengan cara setiap tahun mematok nilai standar nimimal
kelulusan UNAS. Pada tahun ajaran 2006-2007 ini nilai standar minimal lulus UNAS dipatok
sebesar 4,26. Dan di tahun mendatang standar ini akan ditingkatkan lagi. Meningkatkan mutu
pendidikan nasional tidak sekedar menaikkan nilai standar kelulusan UNAS. Tetapi yang lebih
urgen bagaimana memperbaiki sistem pendidikan nasional yang didalamnya terdiri dari beberapa
elemen penting. Seperti kurikulum, Guru, bahan ajar, sistem penilaian dan sebagainya. Apabila
pemerintah berkomitmen terhadap pendidikan di tanah air harusnya pemerintah belajar dari
Jepang bagaimana mereka menempatkan profesi guru secara proporsional juga seperti yang
terjadi di negeri Jiran, guru merupakan profesi yang bergengsi dan termasuk kelompok
menengah atas. Dalam pewayangan tokoh guru sering disebut ”Sang Maha Guru” atau ”Bethoro
Guru” yang menjadi pemimpin para Dewa di negeri Kayangan. Semua Dewa tunduk dan patuh
kepada Bethoro Guru.
Beberapa elemen pendidikan di atas, elemen guru yang amat penting, apalagi dengan kurikulum
KTSP, guru berwenang menyusun silabus, bahan ajar, standar kompetensi , sistem penilaian dan
sebagainya secara otonomi sekolah. Oleh karena itu memajukan pendidikan nasional harus
diikuti dengan memperbaiki citra guru secara nasional pula. Selama citra guru tidak mendapat
perbaikan dari pemerintah, upaya memajukan pendidikan nasional akan menjadi sebuah
dilematis belaka.
Upaya penting yang harus dilaksanakan pemerintah yang tidak lagi bisa ditawar yaitu bagaimana
memperbaiki citra guru di negeri ini. Dan alhamdulillah, sejak orde refromasi yang bergulir
tahun 1998 pemerintah telah membuat langkah-langkah nyata antara lain:
a. menetapkan anggaran pendidikan dari total APBN pertahun 20% harus dialokasikan untuk
pendidikan. Walaupun sampai tahun 2007 ini yang real baru mencapai 10 % sampai 15%.
b. melaksanakan program sertifikasi guru secara bertahap dan berkelanjutan.
c. memberi tunjangan profesionalisme guru sebagaimana diatur dalam UU tentang Guru dan
Dosen.
Diharapkan langkah pemerintah ini harus disambut positif oleh seluruh lapisan masyarakat.
Bagian dari elemen masyarakat yang telah ikut peduli terhadap dunia pendidikan yaitu program
CSF (Citi Success Fund ) yang didanai oleh Citi Foundation yang bekerjasama dengan Yayasan
Hope Indonesia. Program CSF dapat memotivasi para guru untuk semakin berkreasi, berinovasi
dalam pembelajaran, dan membuat ide-ide cemerlang untuk pelatihan yang menarik bagi para
siswa serta mampuh mewujudkan citra guru yang semakin positif , seperti yang telah diterapkan
di negeri matahari terbit. Memperbaiki citra guru, berarti memberi jasa kepada para pahlawan
tanpa tanda jasa. Bangsa yang mampu memperbaiki citra guru berarti bangsa yang cinta dan
menghargai pendidikan. Bangsa yang cinta dan menghargai pendidikan berarti bangsa yang akan
meraih sukses di masa depan. Selamat berhardiknas kepada seluruh rekan guru dan salam
”Hidup Guru!!!”

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Guru adalah profesi yang mempersiapkan sumber daya manusia untuk

menyongsong pembangunan bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Guru dengan

segala kemampuannya dan daya upayanya mempersiapkan pembelajaran bagi

peserta didiknya. Sehingga tidak salah jika kita menempatkan guru sebagai salah

satu kunci pembangunan bangsa menjadi bangsa yang maju dimasa yang akan

datang. Dapat dibayangkan jika guru tidak menempatkan fungsi sebagaimana

mestinya, bangsa dan negara ini akan tertinggal dalam kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang kian waktu tidak terbendung lagi

perkembangannya.

Salah satu bentuk untuk menjadikan guru di Indonesia ini lebih maju yakni guru

harus mengembangkan profesinya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian pengembangan profesi guru?

2. Apa saja karakteristik dan syarat profesi guru?

3. Dilihat dari ari apa saja pengembangan profesi keguruan?

4. Kegiatan apa saja yang termasuk pengembangan profesi?

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Profesi

1. Makna Profesi

Secara leksikal, perkataan profesi itu ternyata mengandung makna dan pengertian.

Pertama, profesi itu menunjukkan dan mengungkapkan suatu kepercayaan ( to

profess means to trust), bahkan suatu keyakinan ( to belief in) atau suatu

kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang ( hornby, 1962). Kedua,

profesi itu dapat pula menunjukkan dan mengungkapkan suatu pekerjaan atau

urusan tertentu ( hornby, 1962). Webster’s New World Dictionary menunjukkan

lebih lanjut bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan ynag menuntut pendidikan

tinggi ( kepada pengembannya) dalam liberal arts atau science, dan biasanya

meliputi pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual, seperti mengajar,

keinsinyuran, mengarang dan sebagainya.

Pengembangan profesi adalah kegiatan guru dalam rangka pengamalan ilmu dan

pengetahuan, teknologi dan ketrampilan untuk meningkatkan mutu, baik bagi

proses belajar mengajar dan profesionalisme tenaga kependidikan lainnya. Macam

kegiatan guru yang termasuk kegiatan pengembangan profesi adalah: (1)

mengadakan penelitian dibidang pendidikan, (2) Menemukan teknologi tepat guna

dibidang pendidikan, (3) membuat alat pelajaran/peraga atau bimbingan, (4)

menciptakan karya tulis, (5) mengikuti pengembangan kurikulum (Zainal A & Elham

R, 2007: 155).

Pengembangan profesi seperti yang dimaksud dalam petunjuk teknis jabatan

fungsional guru dan angka kreditnya, “adalah kegiatan guru dalam rangka

pengamalan ilmu dan pengetahuan, teknologi dan ketrampilan untuk peningkatan

mutu baik bagi proses belajar mengajar dan profesionalisme tenaga kependidikan
lainnya maupun dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi

pendidikan” . Unsur Pengembangan profesi sifatnya wajib bagi guru yang telah

menduduki pangkat/jabatan guru Pembina, hal ini dikarenakan pangkat jabatan

guru Pembina diharapkan tumbuh daya analisis, kritis serta mampu memecahkan

masalah dalam lingkup tugasnya.

Menurut Sudarwan Danim (2002: 21) menyatakan bahwa secara terminologi,

profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan

tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental bukan pekerjaan

manual. Kemampuan mental yang dimaksudkan disini adalah adanya persyaratan

pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis.

Ada tiga pilar pokok yang ditunjukkan untuk suatu profesi, yaitu pengetahuan,

keahlian, dan persiapan akademik. Pengetahuan adalah segala fenomena yang

diketahui yang disistematisasikan sehingga memiliki daya prediksi, daya kontrol,

dan daya aplikasi tertentu. Pada tingkat yang lebih tinggi, pengetahuan bermakna

kapasitas kognitif yang dimiliki oleh seseorang melalui proses belajar. Keahlian

bermakna penguasaan substansi keilmuwan yang dapat dijadikan acuan dalam

bertindak. Keahlian juga bermakna kepakaran dalam cabang ilmu tertentu untuk

dibedakan dengan kepakaran lainnya. Persiapan akademik mengandung makna

bahwa untuk mencapai derajat profesional atau memasuki jenis profesi tertentu

diperlukan persyaratan pendidikan khusus, berupa pendidikan prajabatan yang

dilaksanakan pada lembaga pendidikan formal, khususnya jenjang perguruan tinggi

(Sudarwan Danim, 2002: 22).

Profesi guru adalah profesi yang sangat mulia di mata Tuhan dan hamba –

hambanya, karena guru ialah seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain (A

person whose occption is teaching other) (McLeod, 1989). Pengertian sepeti itu
dapat mengundang bermacam – macam interprestasi dan juga konotasi. Pertama,

kata seseorang (a person) bisa mengacu kepada siapa saja asal pekerjaan sehari –

harinya (Profesinya) mengajar. Dalam hal ini berarti bukan hanya dia (seseorang)

yang sehari – harinya mengajar di sekolahyang dapat disebut guru, melainkan juga

“dia-dia” lainnya yang berposisi sebagai: Kyai di pesantren, pendeta di gereja,

instruktur dib alai pendidikan dan pelatihan, dan bahkan sebagian pesilat di

padepokan. Kedua, kata mengajar dapat pula di tafsirkan bermacam – macam,

misalnya:

1) Menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat kongnitif)

2) Melatih keterampilan jasmani kepada orang lain (bersifat psikomotor)

3) Menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (bersifat afektif)

Profesi guru, menurut Pasal 35 PP 38/1992, diperkenankan bekerja di luar tugasnya

untuk memperoleh penghasilan tambahan sepanjang tidak mengganggu tugas

utamanya. Kebolehan mengerjakan tugas lain memberi kesan berkurangnya derajat

profesionalisme keguruan para guru walaupun tidak mengganggu tugas utama

mereka sebagai pengajar, apalagi jika mengingat tidak tegasnya batasan tidak

mengganggu tugas utama itu. Pantaskah seorang guru menjadi calo karcis bioskop

pada malam hari atau menjadi pedagang asongan di stasiun pada hari – hari libur?

Terlepas dari persoalan di atas, rupanya pemerintah memang bermaksud

mengambil jalan pintas dalam menyejahterakan kehidupan ekonomi para guru.

Pengambilan jalan pintas dengan membolehkan para guru untuk melakukan

“PROFESI KEDUA” tampaknya akan terus berlangsung paling tidak pemerintah

mampu menaikan gaji mereka secara memuaskan.

2. Istilah yang Berkaitan dengan Profesi


a. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian ( experties)

dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang

yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan

itu. Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan

baik sebelum seseorang menjalani profesi itu ( pendidikan / latihan pra-jabatan)

maupun setelah menjalani suatu profesi (in- service training). Di luar pengertian ini,

ada beberapa ciri profesi khususnya yang berkaitan dengan profesi kependidikan.

b. Professional menunjuk pada hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi,

misalnya “ Dia seorang profesional”. Kedua, penampilan seseorang dalam

melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya.

c. Profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk

meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan

strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai

dengan profesi.

d. Profesionalitas mengacu kepada sikap para anggota profesi terhadap profesinya

serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka

melakukan pekerjaannya.

e. Profesionalisasi menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun

kemampuan para anggota profesi dalam mencapai criteria yang standar dalam

penampilannya sebagai anggota suatu profesi. Profesionalisasi pada dasarnya

merupakan serangkaian proses pengembangan professional baik dilakukan melalui

pendidikan/latihan “ pra-jabatan” maupun “dalam-jabatan”. Oleh karena itu,

profesionalisasi merupakan proses yang life-long dan never-ending, secepat

seseorang telah menyatakan dirinya sebagai warga suatu profesi.

Profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian,
tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi. Suatu profesi secara teori tidak

bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan untuk itu.

B. Karakteristik, ciri dan Syarat Profesi

1. Karakteristik Profesi

Sesuatu pekerjaan itu dapat dipandang sebagai suatu profesi apabila minimal telah

memadai hal-hal sebagai berikut:

a. Memiliki cakupan ranah kawasan pekerjaan atau peyanan khas, definitif dan

sangat penting dibutuhkan masyarakat.

b. Para pengemban tugas pekerjaan atau pelayanan tersebut telah memiliki

kawasan, pemahaman dan penguasaan pengetahuan serta perangkat teoritis yang

relevan secara luas dan mendalam; menguasai perangkat kemahiran teknis kerja

pelayanan memadai persyaratan standarnya; memiliki sikap profesi dan semangat

pengabdian yang positif dan tinggi; serta kepribadian yang mantap dan mandiri

dalam menunaikan tugas yang diembannya dengan selalu mempedomani dan

mengindahkan kode etika yang digariskan institusi ( organisasi ) profesinya.

c. Memiliki system pendidikan yang mantap dan mapan berdasarkan ketentuan

persyaratan standarnya bagi penyiapan maupun pengembangan tenaga

pengemban tugas pekerjaan professional yang bersangkutan; yang lazimnya

diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi berikut lembaga lain dan organisasi

profesinya yang bersangkutan.

d. Memiliki perangkat kode etik professional yang telah disepakati dan selalu

dipatuhi serta dipedomani para anggota pengemban tugas pekerjaan atau pelayan

professional yang bersangkutan.

e. Memilki organisasi profesi yang menghimpun, membina, dan mengembangkan

kemampuan professional, melindungi kepentingan professional serta memajukan


kesejahteraan anggotanya dengan senantiasa mengindahkan kode etikanya dan

ketentuan organisasinya.

f. Memiliki jurnal dan sarana publikasi professional lainnya yang menyajikan

berbagai karya penelitian dan kegiatan ilmiah sebagai media pembinaan dan

pengembangan para anggotanya serta pengabdian kepada masyarakat dan

khazanah ilmu pengetahuan yang menopang profesinya.

g. Memperoleh pengakuan dan penghargaan yang selayaknya baik secara social

( masyarakat) dan secara legal ( dari pemerintah yang bersangkutan atas

keberadaan dan kemanfaatan profesi termajsud).

2. Syarat-syarat Profesi

Robert. W. Richey ( Arikunto, 1990 : 235) mengemukakan cirri-ciri dan syarat-syarat

profesi sebagai berikut :

a. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan

kepentingan pribadi.

b. Seorang pekerja professional, secara aktif memerlukan waktu yang panjang

untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang

mendukung keahliannya.

c. Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu

mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.

d. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara

kerja.

e. Membutuhkan suatu kegiatab yang sangat tinggi.

f. Adanya organisasi yang dapat meninggalkan standar pelayanan, disiplin diri

dalam profesi, serta kesejahteraan anggotanya.


g. Memberikan kesempatan untuk memajukan, spesialisasi, dan kemandirian.

h. Memandang profesi suatu karier hidup ( alive career) dan menjadi seorang

anggota yang permanen.

3. Cirri-ciri dan Syarat- syarat Profesi Guru

Ciri-ciri dan syarat-syarat di atas dapat digunakan sebagai criteria atau tolok ukur

keprofesionalan guru. Selanjutnya criteria ini akan berfuingsi ganda, yaitu untuk :

a. Mengukur sejauh mana guru-guru di Indonesia telah memenuhi criteria

profesionalisasi.

b. Dijadikan titik tujuan yang akan mengarahkan segala upaya menuju

profesionalisasi guru.

C. Perkembangan Profesi Keguruan

1. Tingkat dan Jenis Profesi

Richey ( 1974) secara tentatif telah mencoba mengidentifikasi tingkat-tingkat

keprofesian itu seperti tertera pada gambar di bawah ini :


2. Tanggung Jawab Guru

Paling sedikit ada enam tugas dan tanggung jawab guru dalam mengembangkan

profesinya, yakni :

a. Guru bertugas sebagai pengajar

b. Guru bertugas sebagai pembimbing

c. Guru bertugas sebagai administrator kelas

d. Guru bertugas sebagai pengembang kurikulum

e. Guru bertugas untuk mengambangkan profesi

f. Guru bertugas untuk membina hubungan dengan masyarakat.

Keenam tugas dan tanggung jawab di atas merupakan tugas pokok profesi guru.

Guru sebagai pengajar lebih menekankan kepada tugas dalam merencanakan dan

melaksanakan pelajaran. Dalam tugas ini guru dituntut memilki seperangkat

pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar, di samping menguasai ilmu atau

bahan yang akan diajarkannya.


Tugas dan tanggung jawab di atas merupakan tugas pokok profesi guru. Guru

sebagai pengajar lebih menekankan kepada tugas dalam merencanakan dan

melaksanakan pelajaran. Tugas dan tanggung jawab guru sebagai pembimbing

memberi tekanan kepada tugas memberikan bantuan kepada siswa dalam

memecahkan masalah yang dihadapinya. Tugas dan tanggung jawab sebagai

administrator kelas pada hakikatnya merupakan jalinan antara ketatalaksanaan

bidang pengajaran dan ketatalaksanaan pada umumnya. Tanggung jawab

mengembangkan kurikulum membawa implikasi bahwa guru dituntut untuk selalu

untuk mencari gagasan-gagasan baru, penyempurnaan praktik pendidikan,

khususnya dalam praktik pengajaran. Tanggung jawab mengembangkan profesi

pada dasarnya ialah tuntutan dan panggilan dan untuk selalu mencintai,

menghargai, menjaga dan meningkatkan tugas dan tanggungf jawab profesinya.

Tanggung jawab dalam membina hubungan dengan masyarakat berarti guru harus

dapat berperan menempatkan sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat

serta sekolah sebagai pembaharu masyarakat.

3. Profil Tenaga Keguruan

a. Peran dan Tugas Guru

Sepanjang sejarah perkembangannya, rumusan profil tenaga pengajar ( Guru )

ternyata bervariasi, tergantung kepada cara mempersepsikan dan memandang apa

yang terjadi peran dan tugas pokoknya :

1. Guru sebagai pengajar

2. Gueu sebagai pengajar dan juga sebagai pendidik


3. Guru sebagai pengajar, pendidik, dan juga agen pembaharuan dan

pembangunan masyarakat.

4. Guru yang berkewenangan berganda sebagai pendidik professional dengan

bidang keahlian lain selain kependidikan.

Mengantisipasi kemungkinan terjadinya perkembangan dan perubahan tuntutan

dan persyaratan kerja yang dinamis dalam alam globalisasi mendatang, maka

tenaga kerja harus siap secara luwes kemungkinan alih fungsi atau alih profesi (jika

dikehendaki). Ide dasarnya ialah untuk membuka peluang alternative bagi tenaga

kependidikan untuk meraih taraf dan martabat hidup profesi guru sehingga para

guru sudah siap menghadapi persaingan penawaran jasa pelayanan professional

dimasa mendatang.

D. Kegiatan Guru Yang Termasuk Pengembangan Profesi

Beberapa kegiatan guru yang termasuk pengembangan profesi adalah sebagai

berikut :

1. Melakukan kegiatan karya tulis/karya ilmiah (KTI) di bidang pendidikan;

2. Membuat alat pelajaran/alat peraga atau alat bimbingan;

3. Menciptakan karya seni;

4. Menemukan teknologi tepat guna di bidang pendidikan;

5. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.

Lingkup kegiatan karya tulis/karya ilmiah (KTI) di bidang pendidikan, meliputi :

karya ilmiah hasil penelitian, pengkajian, survei dan atau evaluasi di bidang

pendidikan, karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah gagasan sendiri dalam

bidang pendidikan, tulisan ilmiah populer, prasaran dalam pertemuan ilmiah, buku

pelajaran, diktat pelajaran dan karya alih bahasa atau karya terjemahan. Membuat
alat pelajaran/alat peraga atau alat bimbingan, melliputi pembuatan alat peraga

dan alat bimbingan. Menciptakan Karya Seni meliputi Karya Seni Sastera, Lukis,

Patung, Pertunjukan, Kriya dan sejenisnya. Menemukan teknologi tepat guna di

bidang pendidikan, meliputi teknologi yang bermanfaat di bidang pembelajaran,

seperti alat praktikum, dan alat bantu teknis pembelajaran. Mengikuti kegiatan

pengembangan kurikulum, meliputi keikutsertaan dalam penyusunan standar

pendidikan dan pedoman lain yang bertaraf nasional.

Masing-masing kegiatan pengembangan profesi diberikan angka kredit sesuai

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Kepmenpan) No. 84/1993

yang berlaku. Angka kredit adalah angka yang diberikan berdasarkan penilaian atas

prestasi yang telah dicapai oleh seorang guru dalam mengerjakan butir rincian

kegiatan yang dipergunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan

kenaikan pangkat dalam jabatan guru. Penetapan Angka Kredit adalah penetapan

hasil penilaian prestasi kerja guru yang telah memenuhi syarat untuk kenaikan

jabatan/pangkat yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. Profesi guru adalah Pertama, kata seseorang (a person) bisa mengacu kepada
siapa saja asal pekerjaan sehari – harinya (Profesinya) mengajar. Dalam hal ini

berarti bukan hanya dia (seseorang) yang sehari – harinya mengajar di sekolahyang

dapat disebut guru, melainkan juga “dia-dia” lainnya yang berposisi sebagai: Kyai di

pesantren, pendeta di gereja, instruktur dib alai pendidikan dan pelatihan, dan

bahkan sebagian pesilat di padepokan. Kedua, kata mengajar dapat pula di

tafsirkan bermacam – macam, misalnya:

a. Menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat kongnitif)

b. Melatih keterampilan jasmani kepada orang lain (bersifat psikomotor)

c. Menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (bersifat afektif)

2. karakteristik dan syarat profesi guru :

salah satu karakteristik profesi :

a. Memiliki cakupan ranah kawasan pekerjaan atau peyanan khas, definitif dan

sangat penting dibutuhkan masyarakat.

b. Memiliki system pendidikan yang mantap dan mapan berdasarkan ketentuan

persyaratan standarnya bagi penyiapan maupun pengembangan tenaga

pengemban tugas pekerjaan professional yang bersangkutan; yang lazimnya

diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi berikut lembaga lain dan organisasi

profesinya yang bersangkutan.

c. Memiliki perangkat kode etik professional yang telah disepakati dan selalu

dipatuhi serta dipedomani para anggota pengemban tugas pekerjaan atau pelayan

professional yang bersangkutan.

d. Memilki organisasi profesi yang menghimpun, membina, dan mengembangkan

kemampuan professional, melindungi kepentingan professional serta memajukan

kesejahteraan anggotanya dengan senantiasa mengindahkan kode etikanya dan

ketentuan organisasinya.
Syarat dan ciri-ciri profesi :

Robert. W. Richey ( Arikunto, 1990 : 235) mengemukakan cirri-ciri dan syarat-syarat

profesi sebagai berikut :

a. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan

kepentingan pribadi.

b. Seorang pekerja professional, secara aktif memerlukan waktu yang panjang

untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang

mendukung keahliannya.

3. Pengembangan profesi keguruan

a. Tingkat dan jenis profesi

b. Tanggung jawab guru

c. Profil tenaga keguruan

4. Kegiatan pengembangan profesi:

a. Melakukan kegiatan karya tulis/karya ilmiah (KTI) di bidang pendidikan;

b. Membuat alat pelajaran/alat peraga atau alat bimbingan;

c. Menciptakan karya seni;

d. Menemukan teknologi tepat guna di bidang pendidikan;

e. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.


Artikel:
Guru di antara Tuntutan Profesi dan Kurikulum Berbasis
Kompetensi
Judul: Guru di antara Tuntutan Profesi dan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum bagian KURIKULUM /
CURRICULUM.
Nama & E-mail (Penulis): HIDAYAT RAHARJA, S.PD.
Saya Guru di SMA 1 SUMENEP
Tanggal: 8 MARET 2006

GURU DI ANTARA TUNTUTAN PROFESI DAN KURIKULUM BERBASIS


KOMPETENSI

Di tengah terpuruknya peradaban bangsa , gencarnya informasi, dan lepasnya sekat antar
bangsa lewat teknologi informasi, peran guru kian strategis untuk mengambil salah satu
peran yang menopang pada tegaknya peradaban manusia Indonesia di waktu yang akan
datang. Sebuah harapan yang meniscaya, tidak cukup dengan verbalitas tetapi dibtuhkan
kerja professional, kreatifitas dan efektifitas untuk mencapai cita-cita yang ditargetkan.

Guru merupakan pekerjaaan yang amat mulia. Ia berhadapan dengan anak-anak manusia
yang akan menentukan masa depan bangsa. Betapa berat beban yang disandangkan
pada seorang guru. Peran guru yang strategis, menuntut kerja guru yang profesional, dan
mampu mengembangkan ragam potensi yang terpendam dalam diri anak didik.
Sedemikian besar peran guru dalam melakukan perubahan terhadap peradaban lewat
anak- didik yang akan menentukan masa depan. Kondisi yang kemudian memicu
terbitnya Undang Undang Guru dan Dosen untuk mensejahterakan dan memproteksi
kehidupan guru. Upaya-upaya protektif untuk memayungi pofesi guru, dan pada gilirannya
kelak akan memuliakan hidup manusia.

Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk


watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Sementara peran sekolah (guru) membantu orang tua dalam hal pengetahuan
terutama kognirif dan memfasilitasi berkembangnya potensi individu untuk bisa melakukan
aktualisasi diri. Karenanya guru dapat diposisikan sebagai pengganti orangtua di sekolah.

Keberhasilan dunia pendidikan tidak dapat dilepaskan dari peran komponen yang
terlibat di dalamnya; guru (sekolah), orangtua, dan masyarakat. Peran orangtua
merupakan peran vital yang tidak tergantikan, karena orangtua merupakan orang
yang paling banyak waktu berhubungan dengan anak Orangtua yang pertama kali
mendidik anak semenjak dari dalam kandungan sampai sentuhan tangan ketika
dilahirkan. Orangtua yang pertamakali mengenalkan anak pada dunia sekitarnya.

Cita-cita mulia profesi guru seperti diamanatkan Undang-Undang, bukanlah hal yang
mudah untuk diraih. Persoalan ini berkelindan manakala beban profesi yang menjadi
tuntutan tidak sepadan dengan pemenuhan kebutuhan hidup layak seorang guru. Di suatu
daerah di Jawa Barat ada seorang guru yang pagi harinya meluangkan waktu sebagai
pemulung barang bekas, sedangkan sore harinya mengajar di sebuah Madrasah
Tsanawiyah Swasta. (Wanto 2005:64-65). Persoalan yang kerap mengintai pada guru
honorer di berbagai daerah, terutama jika perolehan finansial mereka dibandingkan
dengan beban tanggungjawab yang diembannya. Namun demikian bukan berarti bahwa
gaji merupakan satu-satunya indikator untuk kesejahteraan guru dan berkaitan dengan
peningkatan kinerja profesinya.

Di alam kehidupan modern dan tantangan globalisasi, menuntut adanya reorientasi


terhadap profesi guru sebagai implikasi dari perubahan perubahan yang berkembang di
lingkungan sekitarnya. Guru dicitrakan sebagai pahlawan tapi tanpa tanda jasa. Sesuatu
yang ironis, ketika tuntan kerja professional didengungkan, sebagai pahlawan
sepantasnya mendapatkan tanda jasa yang layak.

Bagaimanakah sikap profesional yang dibutuhkan seorang guru untuk mencapai


terwujudnya cita-cita Pendidikan Nasional? Bagaimanakah guru menyikapi tuntutan
professional dan hubungannya dengan kurikulum berbasis kompetensi?

Dalam masyarakat tradisional, seorang guru adalah seseorang yang dapat di gugu dan
ditiru tindak tanduknya. Ia mengetahui tentang segala sesuatu yang tidak diketahui oleh
orang lain. Sehingga guru pada saat itu menjadi satu-satunya sumber informasi dan
sumber kebenaran. Rekruitment guru lebih mengedepankan kepada kualifikasi moral
daripada kualifikasi akademis. Keteladanan moral menjadi penentu utama seseorang
untuk mengajar. Kondisi yang memuliakan kerja atau profesi guru, tetapi juga sekaligus
memberikan ekses otoritarianisnisme guru, sehingga kurang optimal untuk
memberdayakan potensi yang dimiliki siswa.

Namun peran guru tidak akan dapat menggantikan peran orangtua, meski guru bertindak
sebagai pendidik, karena sebagian besar peran guru di sekolah hanya sebatas
mengembangkan kemampuan pengetahuan yang bersifat kognitif jauh lebih dominan.
Maka, peran orangtua untuk mengembangkan kecakapann afektif dan emosional menjadi
amat dominan (Madjid,2001:xi-xiii). Berdasar pada pemahaman peran strategis guru dan
orangtua dibutuhkan sinergi antara keduanya untuk bias mengoptimalkan kemam[puan
yang dimliki anak. Seringkali terjadi oarngtua mendtangi sekolah jika putranya ada
masalah dengan lembaga atau sekolah. Suatu kebiasaan yang harus berubah baik dari
sikap keterbukaan sekolah maupun orangtua. Sekolah termasuk guru sebagai pemberi
layanan jasa harus siap untuk melakukan perubahan-perubahan yang memungkinkan
berkembangnya potensi anak didik secara optimal.

Persoalan guru senantiasa aktual dan berkembang seiring perubahan-perubahan yang


mengitari, perubahan sains, teknologi, dan peradaban masyarakatnya. Secara internal
berkaitan dengan kualifikasi, kompetensi, kesejahteraan, jaminan rasa aman, dan
semacamnya. Secara eksternal; krisis etika moral anak bangsa dan tantangan
masyarakat global yang ditandai tingginya kompetensi, transparansi, efisiensi, kualitas
tinggi dan profesionalisasi (Sidi, 2001: 38)

Guru sebagai tenaga pendidikan secara substantif memegang peranan tidak hanya
melakukan pengajaran atau transfer ilmu pengetahuan (kognitif), tetapi juga dituntut untuk
mampu memberikan bimbingan dan pelatihan. Di dalam Undang Undang No. 20 Tahun
2003 ditegaskan pada pasal 39 bahwa; tenaga pendidikan selain bertugas melaksanakan
administrasi, pengelolaan, pengembangan, pelayanan dalam satuan pendidikan, juga
sebagai tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
serta menilai hasil pembelajaran, bimbingan dan pelatihan.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan
yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi
(Depdiknas,2005:2)

Sementara prinsip profesionalitas guru dan dosen UU No.14 tahun 2005 pasal 7 ayat 1
merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai
berikut;

a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;


b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan
akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik atau latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesioanlan;
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan

i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang


berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru

Guru sebagai tenaga professional, ahli dalam bidang (akademis) yang ditandai dengan
memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan yang berwenang dan
terakreditasi oleh pemerintah. Seseorang yang telah memiliki sertifikat mengajar,
dinyatakan sebagai ahli dalam bidang akademis tertentu, memiliki hak untu mengajar
dalam lembaga atau satua pendidikan. Secara akademis, seorang guru professional ia
memiliki keahlian atau kecakapan akademis atau dalam bidang ilmu tertentu; cakap
mempersiapkan penyajian materi (pembuatan silabus; program tahunan, program
semster) yang akan menjadi acuan penyajian; melaksanakan penyajian materi;
melaksanakan evaluasi atas pelaksanaan yang dilakukan; serta mampu memperlakukan
siswa secara adil dan secara manusiawi.

Undang -Undang Guru No. 14 Tahun 2005 menyebutkan tentang hak dan kewajiban guru
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Hak seorang guru dalam tugas
keprofesionalan adalah;

a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan


social;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan
imtelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang
kelancaran tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,
penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan,
kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dan organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memiliki kesempatan untuk berperan mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi
akademik dan kompetensi;dan/atau
k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya (Bab IV Pasal 14,
halaman 6)

Dalam kewajibannya seorang guru professional dituntut untuk;

a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta


menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara


berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

c. bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,
agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status
social ekonomi perserta didik dalam pembelajaran;

d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta
nilai-nilai agama dan etika; dan

e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa

Dalam strategi pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), guru merupakan


ujung tombak untuk tercapainya kesukseksan pelaksanaannya. Guru sebagai pengelola
proses pembelajaran, memiliki peran untuk mengorkestrasi potensi di sekitar lingkungan
belajar. Suatu peluang yang memungkinkan untuk mengantarkan peserta didik mencapai
kesuksesan hidup sesuai dengan potensi dan kemampuan yang ada. Proses
pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran berpijak kepada kemampuan anak dan
sarana dan prasarana yang tersedia. Tidak ada lagi penghakiman terhadap anak bodoh
atau pintar, yang ada potensi apa yang dominan dalam diri anak, yang bisa
dikembangkan.

Dalam teori Kuantum, Guru sebagai "Quantum Teacher, mampu mengubah potensi
energi dalam diri murid menjadi cahaya bagi orang lain. Seorang guru yang bercirikan
Quantum Techer, antara lain;

- Antusias; menampilkan semangat hidup


- Positif; melihat p[eluang setiap saat
- Berwibawa; menggerakkan orang
- Supel; mudah menjalin hubungan dengan beragam siswa
- Humoris; berhati lapang untuk menerima kesalahan
- Luwes; menemukan lebih dari satu cara untuk mencapai hasil
- Fasih; berkomunikasi dengan jelas
- Tulus; memiliki niat dan motivasi positif
- Spontan; dapat mengikuti irama dan tetap menjaga hasil
- Menarik dan tertarik; mengaitkan setiap informasi dengan pengalaman hidup siswa dan
peduli akan diri siswa
- Mengangap siswa mampu; percaya akan mengorkestrasi kesusksesan siswa
- Menetapkan dan memelihara harapan tingi; pedoman yang memacu pada setiap siswa
untuk berusaha sebaik mungkin
- Menerima; mencari dibalik tindakan dan penampilan luar untuk menemukan nilai-nilai inti
(De Porter.2001:115-116)

Hubungan guru dengan murid dalam pmbelajaran, sehingga bisa saling menerima dan
memberi, kondisi yang memungkinkan terbangunnya komunikasi dari berbagai arah,
sehingga bisa memacu siswa untuk menggali informasi. Murid berposisi sebagai subyek
dan guru sebagai subyek. Kedua komponen yang akan saling bersentuhan dalam
pergesekan pemikiran.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai


strategi untuk mencapaisekolah yang efektif, peran guru sangat signifikan dalam
pemberian atau pelaksanaan system informasi. Kemampuan guru akan turut menentukan
dalam memberikan informasi berkaitan dengan kepentingan orangtua terhadap
perkembangan belajar anaknya di sekolah (Ditjen Dikmenum,2002:2-3). Kecakapan yang
dimiliki seorang guru merupakan sebuah tuntutan dalam pemberian layanan kepada
orangtua murid (masyarakat) sebagai user, pengguna jasa layanan sekolah. Maka,
keberadaan sarana dan prasarana serta kebijakan di setiap sekolah akan sangat
menentukan pada kinerja sistem dalam sekolah untuk mencapai efektifitasnya.

Sekolah sebagai lembaga yang memfasilitasi kebutuhan belajar, membutuhkan dukungan


orangtua murid dan masyarakat. Sekolah sebagai lembaga otonom dengan komite
sekolah sebagai partner kerja dapat merencanakan pengembangan sekolah sesuai
dengan tuntutan kebutuhan masyarakat sebagai konsumen.

Tuntutan sikap profesionalisme guru, merupakan sebuah perkembangan aktual, ketika


tuntutan kerja professional tertuang dalam Undang-Undang. Ketetapan tersebut bersifat
mengikat dan mengandung sanksi apabila dilanggar. Seorang guru adalah seorang ahli
dalam bidangnya, memiliki kecakapan pengetahuan akademis, juga kecakapan social,
dan spiritual, sehingga bisa membawa murid ke arah perkembangan yang benar.

Dalam realitas kehidupan sekolah saat ini, masih banyak yang memisahkan antara
kepribadian guru dengan tugas profesionalisme. Profesi sebagai kerja, dan pribadi
sebagai privacy yang terpisah. Pada hal kepribadian seseorang akan banyak berpengaruh
terhadap proses dan hasil kerja yang ditargetkan.

Manakala kerja guru professional tertuang dalam UU No.14 tahun 2005 yang diantaranya
menjelaskan tentang hak dan kewajiban guru yang professional. Maka tuntutan kerja
profesi tersebut menjadi sesuatu yang mutlak untuk dilaksanakan. Dalam artian bahwa
pelaksanaan tersebut dalam kerangkan untuk tercapainya tujuan Sistem Pendidikan
Nasional secara terncana dan terarah.

Tuntutan terhadap guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan sains, teknologi dan
seni merupakan tuntutan profesi sehingga guru dapat senantiasa menempatkan diri dalam
perkembangannya. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi akibat
kemajuan teknologi yang memberikan banyak peluang untuk setiap orang menjadi guru
bagi dirinya sendiri, artinya ia bisa mengakess aneka jenis informasi sebagai pengetahuan
baru. Guru lebih diposisikian sebagai partner belajar, memfasilitasi belajar siswa sesuai
dengan kondisi setempat secara kondusif.

Untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan, maka perlu dipersiapkan secara matang,
dalam perencanaan pembelajaran dan penyiapan materi yang sesuai dengan kebutuhan
anak dengan tetap berpijak kepada kurikulum yang menjadi acuan dan standart nasional.
Ketentuan membuat silabus, program semster, program tahunan, perencanaan
pembelajaran, melakukan evaluasi dan menganalisis hasil evaluasi adalah wajib.
Kewajiban administratif tersebut menjadi mutlak ketika mengacu kepada UU No.14 Tahun
2005 pasal 20. Ini persoalan kerja professional yang dapat berimplikasi luas bukan hanya
terhadap guru tetapi juga bagi peserta didik dan orangtua murid yang menikmati jasa
layanan sekolah. Jika guru mengabaikan kewajiban tersebut, maka dapat diartikan
melanggar Undang-undang. Pelanggaran terhadap Undang-undang implikasinya akan
dapat menuai sangsi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Dalam kerja professional guru dituntut untuk bisa melayani murid sebagai subyek belajar
dan memperlakukannya secara adil, melihat keberbedaan sebagai keberagaman pribadi
dengan aneka potensi yang harus dikembangkan. Maka hubungan antara guru dengan
murid merupakan pola hubungan yang fleksibel, ada kalanya guru menempatkan diri
sebagai patner belajar siswa, saat yang lain sebagai pembimbing, dan berposisi sebagai
penerima informasi yang belum diketahuinya. Disinilah pembelajaran berlangsung dalam
sebuah orkestrasi pembelajaran yang melihat segala sesuatu di sekitar guru sebagai
pembelajar sebagai potensi untuk mencapai kesuksesan belajar

Ukuran kesuksesan kerja professional bagi seorang guru dapat dilihat dari target yang
ingin dicapai dalam pembelajaran, serta kemampuan mengoptimalkan fasilitas belajar dan
kondisi setempat. Bahwa umumnya keterbatasan menumbuhkan kreatifitas pembelajaran.
Ketika tujuan Sistem Pendidikan Nasional ingin mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggungjawab (Pasal 3 UU.No.20 Tahun 2003), maka kerja
profesionalisme guru harus dilandasi oleh nilai dan tujuan sistem pendidikan nasional .
Disinilah peran ketauladanan guru tetap dibutuhkan sebagai pembimbing dan
pendamping anak didik atau siswa.

Kerja professional seorang guru, yang ahli dalam bidang keilmuan yang dikuasainya
dituntut bukan hanya sekedar mampu mentransfer keilmuan ke dalam diri anak didik,
tetapi juga mampu mengembangkan potensi yang ada dalam diri poserta didik. Maka,
bentuk pembelajaran kongkret dan penilaian secara komprehensif diperlukan untuk bisa
melihat siswa dari berbagai perspektif. Persiapan pembelajaran menjadi sesuatu yang
wajib dikerjakan, dan pelaksanaan aplikasi dalam kelas berpijak kepada persiapan yang
telah dibuat dengan menyesuaikan terhadap kondisi setempat atau kelas yang berbeda.
Kepedulian untuk mengembangkan kemampuan afektif, emosional, social dan spiritual
siswa, sesuatu yang vital untuk bisa melihat kelebihan atau keungulan yang terdapat
dalam diri anak. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan diri dan
menemukan aktualisasi sehingga tumbuh rasa percaya diri.

Kepedulian terhadap pengembagan potensi yang dimiliki murid merupakan sebuah


kebutuhan, ketika kerja guru professional masih menempatkan dirinya satu-satunya
sumber informasi dan sumber kebenaran. Sikap semacam ini bisa menjadi senjata
boomerang yang akan menciderai citra guru. Jika guru mengatakan anak-anak gagal
menyerap informasi yang disampaikan, secara implikatif menyiratkan kegagalan guru
dalam menyampaikan informasinya. Evaluasi tidak hanya mengukur kemampuan siswa
dalam menyerap informasi tetapi juga mengevaluasi keberhasilan guru dalam
pembelajaran. Dari sini, sebenarnya dapat terbangun interaksi antara guru dengan siswa
dan dengan orangtua. Kegagalan pembelajaran dapat bersumber dari siswa dan dapat
pula bersumber dari guru yang bertindak sebagai aktor dalam pembelajaran.

Apabila kegagalan pembelajaran disebabkan oleh guru karena perencanaan yang tak
terarah atau tanpa persiapan pembelajaran yang kondusif, guru telah melanggar Undang-
Undang, sehingga bisa dituntut di depan hukum. Sebuah tuntutan kerja professional yang
tertuang secara tegas dalam UU No.14 Tahun 2005, tetapi pemberian hak (terutama bagi
guru honorer) diserahkan pada kesepakatan bersama antara guru dengan lembaga
pendidikan bersangkutan. Artinya lembaga pendidikan non pemerintah bisa mengabaikan
hak-hak guru professional yang tertuang dalam Undang-undang. Sementara UU
diberlakukan kepada guru professional baik yang bekerja di lembaga pendidikan milik
Pemeriintah atau Lembaga Pendidikan Swasta.

Dilaksanakannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) guru memiliki peran strategis


untuk berperan serta dalam penentuan kebijakan di level sekolah karena sebagai
stakeholder , guru sebagai patner kepala sekolah dalam mengelola sekolah untuk
meningkatkan mutu pendidikan yang diinginkan bersama secara efektif. Suatu peluang
yang memungkinkan untuk mengembangkan profesinalisme guru, bukan hanya sekedar
pentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga berperan dalam turut mengembangkan
kemajuan sekolah.

Secara implikatif sikap profesionalisme guru dibutuhkan dalam upaya strategis untuk
terlaksana dan tercapainya tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi, dimulai dari implikasi
dalam kelas. lebih jauh akan berpengaruh terhadap sistem pendidikan yang berlangsung
dalam sekolah. Suatu sistem yang mencerminkan amanat Undang-Undang untuk
memanusiakan manusia, terciptanya pendidikan yang demokratis dan berwawasan
kebangsaan. Berkembangnya potensi manusia Indoensia yang bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, tanpa lupa mengembangkan kecerdasan kognitif, afektif dan
psikomotriknya.

Profesionalisme guru merupakan tuntutan kerja seiring dengan perkembangan sains


teknologi dan merebaknya globalisme dalam berbagai sector kehidupan. Suatu pola kerja
yang diproyeksikan untuk terciptanya pembelajaran yang kondusif dengan memperhatikan
keberagaman sebagai sumber inspirasi untuk melakukan perbaikan dan peningkatan
mutu pendidikan.

Untuk mencapai kepada tujuan pendidikan yang diutarakan dalam undang-undang


sisdiknas, maka sikap professional menjadi kebutuhan pemerintah dalam rangka efisiensi
dan efektifitas, dan masyarakat sebagai pengguna jasa layanan pendidikan untuk
berkembangnya potensi peserta didik sesuai dengan bakat dan kemapuannya. Untuk
diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang serta kerja yang terarah, sehingga
bisa dilakukan evaluasi baik ditingkat kelas atau dalam lembaga. Sikap profesionalisme
yang menunut keahlian akademik, kecakapan mental, social, dan spiritual. Hal ini amat
dibutuhkan ketika guru hanya dipandang sebagai pentransfer ilmu pengetahuan.
Sementara berbagai kasus moral di kalangan siswa seringkali dituduhkan akibat gagalnya
proses pendidikan yang dilakukan oleh guru atau pihak sekolah. Kerja professional
menjadi suatu kebutuhan ketika Undang Undang Guru secara harfiah mencantumkan
hak-hak yang haruis didapatkan seorang guru, maka sudah sepatutnya kalau Undang-
undang tersebut berlaku tegas bagi seluruh komponen pendidikan.

Di tengah antusiasme pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum


2004, kerja professional guru semakin signifikan. Dengan menjadikan keanekaragaman
sebagai sumber inspirasi untuk melakukan perunbahan, dan keterbatasan sebagai
peluang untuk melakukan inovasi pembelajaran yang kondusif, sehingga kemampuan
atau potensi energi yang dimiliki oleh setiap anak bisa menjadi cahaya terang benderang
yang mencahayai orang lain. Tuntutan kerja professional guru untuk bersikap lebih arif
dan bijaksana dalam memandang persoalan dan melakukan pembelajaran.

Artikel:
MEMBANGUN CITRA GURU, MENUJU SEKOLAH
EFEKTIF
Judul: MEMBANGUN CITRA GURU, MENUJU SEKOLAH EFEKTIF
Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian SEKOLAH / SCHOOLS.
Nama & E-mail (Penulis): DRS. ANTON SUNARTO, BTH, MPD
Saya Pengamat di JAKARTA
Topik: GURU - SEKOLAH EFEKTIF
Tanggal: 09 OKTOBER 08
MEMBANGUN CITRA GURU MENUJU SEKOLAH EFEKTIF

(oleh: Drs. Anton Sunarto, BTh, MPd).

Saat Perang Dunia II, setelah Nagasaki dan Hiroshima di bom oleh sekutu, langkah
pertama yang ditempuh pemerintah Jepang , mendata kembali berapa jumlah Guru dan
Dokter yang tersisa. Mereka mulai membangun negara yang porak-poranda dari bidang
pendidikan dan kesehatan. Hasilnya sangat menakjubkan. Setelah kurang lebih 20 tahun,
dengan kerja keras yang tak kenal lelah, Jepang mempu mensejajarkan negaranya
dengan negara-negara maju lainnya. Lahirlah kekuatan baru di kawasan Asia saat itu.
Untuk bidang pendidikan di kawasan Asia, Jepang juga sebagai negara terbaik, di
samping India, Korea selatan dan Singapura.

Kisah nyata itu menyadarkan kita, betapa besar peran Guru dalam membangun suatu
bangsa. Ironisnya, di negara kita tercinta, profesi guru¡Xperan guru, kurang
diperhitungkan. Malah cenderung dikesampingkan. Pada masa ¡§regim Orde Baru¡¨
profesi guru malah identik dengan ¡§kemiskunan¡¨, ketidakberdayaan, kelompok
masyarakat yang tahan lapar. profesi guru tidak membanggakan. Guru adalah imput
pelarian dari anak miskin yang tidak berkecukupan, potret OEMAR BAKRI si wagu tur
kuru yang jauh dari pantas. Dalam masa itu, kelompok Guru tidak lebih dari sekedar alat
politik dari regim yang berkuasa. Guru tidak lebih sekedar alat politik dari regim yang
berkuasa. Untuk membius kelompok ini, regim berkuasa saat itu, menganugerahkan gelar
¡§Pahlawan Tanpa Tanda Jasa¡¨ //PTTJ dalam sebuah lagu. Dengan setengah sinis
teman saya mengatakan ¡§sampai sekarang belum ada makam pahlawan untuk para
guru¡¨.

CITRA Guru yang terbentuk di dalam dirinya sampai saat ini, menurut saya, bukanlah
sosok berdasi, intelektual ulung dalam menyiapkan masa depan, tetapi sekedar sebagai
¡§pekerja suara¡¨ yang berangkat subuh pulang malam, tetapi kering finansial. Praktis,
citra guru teredusir sedemikian rupa di balik keagungan harapan yang meluap.
Permasalahannya: bagaimana kita dapat membangun citra kita sendiri sebagai guru, agar
peran dan profesionalitas kita terpenuhi?

Saat ini, apresiasi masyarakat semakin tinggi terhadap Guru, Pemerintah semakin
sungguh-sungguh berupaya mensejahterakan Guru, media massa semakin gencar
memberitakan tentang kinerja guru. Dari segi kemampuan ekonomis, guru tidak lagi
dipandang sekedar sebagai ¡§pengamen¡¨. ¡§Diktator¡¨ ¡V menjual diktat baru bisa beli
motor. Atau ¡§Pelacur Profesi¡¨ - setelah jam dinas bergilir memenuhi panggilan dari pintu
ke pintu, sekedar mencari agar dapur tetap ¡§berasap¡¨.

Gagaimana dengan kita sendiri sebagai pelaku utama pendidikan? ¡V yang dalam UU
Dosen dan Guru disebut tenaga profesional. Sama dengan dokter, Pengacara dan lain-
lain? Banyak pernyataan kritis sering kita dengar, kita lihat, dan kita baca menyangkut
eksistensi, kompetensi, dan kinerja kita sebagai tenaga profesional ¡V memang masih
memprihatinkan.

Kenyataan rendahnya kompetensi, ethos kerja, dan kinerja guru, seperti dikemukakan
oleh Fasli Djalal, Dirjen DIKNAS Peningkatan mutu Pendidik dan tenaga kependidikan
menyebutkan hampir separo dari sekitar 2,6 juta guru di Indonesia tidak layak mengajar di
sekolah. 75.648 di antaranya guru SMA. Pernyataan itu disampaikan berkenaan dengan
wacana guru profesional dan guru kompeten sebagai syarat untuk memperoleh tunjangan
profesi guru dan peningkatan kwalitas pendidikan di Indonesia.

Pernyataan yang merujuk pada rendahnya kompetensi dan ethos kerja guru itu juga
pernah diungkapkan oleh menteri pendidikan pada masa itu Wardiman Djoyonegoro
dalam wawancara ddi TPI tanggal 16 Agustus. Dalam wawancara itu Ia mengemukakan
¡§hanya 43 % guru yang memenuhi syarat ¡§, artinya sebagian besar guru (57%) tidak
atau belum memenuhi syarat, tidak kompeten, dan tidak profesional untuk melaksanakan
tugasnya. Pantaslah kalau kwalitas pendidikan kita jauh dari harapan dan kebutuhan.

Kenyataan rendahnya kompetensi guru itu, tidak perlu malu untuk disikapi oleh para
sendiri. Perlu dijadikan permenungan. Dari mana harus merubah citra guru? Kuncinya ada
para guru sendiri. Bagaimana mereka akan menjadikan dirinya profesional. Itu kembali
kepada para guru. Karena dihadapan kita terbentang lautan sumber pengetahuan yang
tiada batas.

Bagaimana menjadi guru yang lebih profesional, efektif, dan bermutu, kata kuncinya pada
¡§perubahan¡¨. Kita semua membutuhkan perubahan. Termasuk para guru. Perubahan
demi suatu keyakinan, dan demi ketangguhan profesi guru menjadi perkara yang tidak
dapat ditawar-tawar lagi. Untuk menjadi lebih baik, tidak mungkin para guru hanya
berpuas pada status quonya. Malas menambah wawasan. Dan merasa paling mengetahui
banyak hal. Padahal, saat ini guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahhuan
bagi para siswa. Tidak sedikit guru yang tanggap akan tuntutan profesionalnya sebagai
pendidik. Tetapi juga tidak kurang sedikit guru yang diam di zona nyaman. Malas
meningkatkan ketrampilan dan profesionalismenya.

Mungkin ada ada satu hal yang perlu kita refleksikan, mengapa guru takut berubah. Atau
malas berubah. Sebab-sebab paling dasar keraguan terhadap dampak dan efek dari
entitas perubahan itu sendiri. Perubahan memunculkan ketegangan dan kerumitan.
Perubahan mendatangkan stres dan tekanan.
***
MEMPERBAIKI CITRA GURU

Dalam kurun waktu dasawarsa terakhir, Pemerintah berupaya mendongkrak citra guru
yang terlanjur pudar. Tujuan akhir tentu memperbaiki kwalitas pendidikan. Menjadi guru
profesional bukan perkara gampang. Apalagi untuk menjadi guru baik. Citra guru yang
baik, dapat mengangkat citra dan kwalitas pendidikan. Kwalitas pendidikan yang baik,
dapat mengangkat martabat bangsa. Tetapi permasalahannya, dari mana harus dimulai?

1. Dari diri sendiri

Untuk memperbaiki citra guru, mereka harus berani ¡§membedah diri¡¨. Guru profesional
itu, guru yang mengenal dirinya. Dirinya sebagai pribadi yang terpanggil untuk mendidik
manusia. Untuk itu, guru dituntut untuk belajar sepanjang hayat (long life education).
Medan belajar adalah medan yang menyenangkan. Menjadi guru bukan hanya sebuah
proses yang harus dilalui melalui test kompetensi dan sertifikasi. Karena menjadi guru
menyangkut perkara hati. Maka mengajar harusnya menjadi profesi hati. Hati harus
mendapat perhatian cukup, yaitu pemurnian hati, atau motivasi untuk menjadi guru
profesional. Pemurnian hati itu, akan mendorong kita senantiasa meningkatkan
kemampuan untuk membelajarkan siswa.

Paling tidak ada 3 kata kunci yang menjadikan guru itu menjadi penting. Tiga kata kunci
itu sekaligus menjadi sifat dan karakteristik guru: 1. Kreatif. 2. Profesional. 3.
Menyenangkan.

Mengapa guru harus kreatiaf ? Karena harus memilah dan memilih materi pembelajaran.
Dan kemudian secara kreatif menyajikan menjadi bahan pembelajaran yang yang penuh
makna, dan berkwalitas. Sedang sifat profesional, karena guru harus secara profesional
membentuk kompetensinya sesuai dengan karakter peserta didik. Juga bagi dirinya.
Berarti belajar dan pembelajaran harus menjadi makanan pokok guru. Tetapi guru juga
harus menyenangkan. Baik bagi dirinya sendiri maupun bagi peserta didik. Menjadi guru
kreatif, profesional, dan menyenangkan itu akan terwujud, jika si guru mau secara terus-
menerus meningkatkan kemampuan dan ketrampilan. Mau belajar.

2. Meningkatkan Pengetahuan dan Ketrampilan.

Guru sebagai profesional (sama dengan profesi dokter, pengacara, sekretaris, dan lain-
lain), tanggungjawab utamanya mengawal perkembangan pribadi siswa. Peran
pendampingan itu tidak mungkin akan berhasil jika guru tidak memiliki pengetahuan dan
ketrampilan yang profesioanal. Guru profesional biasanya memiliki hal-hal seperti ini:

"« Penguasaan terhadap pengetahuan dan ketrampilan.

"« Memiliki kemampuan profesional di atas rata-rata.

"« Idealisme dan pengengabdian yang tinggi.

"« Pantas secara moral dan perilaku menjadi panutan.

Pribadi guru yang kreatif, profesional, dan menyenangkan, terus berupaya untuk
membangun citra dirinya secara positif. Berkomitmen pada pengabdian pada
pendampingan kepada peserta didik. Ia selalu berupaya meningkatkan kemampuan dan
ketrampilan sebagai profesional dan pendidikan. Maka dalam proses pembelajaran di
kelas selalu mencari bentuk-bentuk kreatif dan efektif bnagi dirinya dan bagi peserta didik.
Guru kreatif akan mewujudkan pembelajaran yang inovatif. Guru kreatif dan pembelajaran
inovatif dapat mewujudkan sekolah efektif.

di tulis oleh Santriadi Rizani


di kutip dari http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=17033

Siapa yang tidak kenal dengan guru? Di dunia ini tidak ada seorangpun yang belajar tanpa guru.
Bahkan Nabi Adam ’alaihissalam sebagai manusia pertama pun ada gurunya, tidak tanggung-
tanggung gurunya adalah Sang Khaliq yaitu Allah SWT (QS. Al-Baqarah: 31). Dalam konteks
sekarang, guru bukan hanya seorang sosok yang memberikan pelajaran (materi) di kelas juga
membimbing, membina, mengarahkan, mengasah, memberi teladan yang baik, dan seterusnya,
melainkan sebuah pengalaman pun dapat dikatakan sebagai belajar dan itulah yang disebut
sebagai guru, begitu pula dengan membaca buku, "membaca" alam sekitar dan sebagainya.
Di sekolah, setiap hari siswa bertemu, bercengkrama dan berinteraksi dengan gurunya, lalu apa
pandangan para siswanya terhadap guru, singkatnya bagaimana citra seorang guru di mata para
siswa? Ada ungkapan guru adalah segalanya, tidak ada guru siswa tak tentu rudu arahnya, bisa
membuat onar dan kekacauan di dalam kelas maupun di luar kelas. Tanpa guru siswa tak
menentu, ada yang menunggu dan menunggu sampai ada siswanya yang dungu dan lugu.

Guru galak/garang
Citra pertama adalah citra seorang guru yang galak. Pada dasarnya, tidak ada manusia di dunia
ini yang galak (baca: suka marah) karena manusia diciptakan sesuai dengan fitrahnya. Artinya,
segala tingkah laku, sikap dan perangai manusia sesuai dengan hatinya. Guru tidak akan
bertindak semena-mena sepanjang tidak ada yang menjadi faktor penyebab dalam tindakan yang
dilakukan oleh siswanya. Guru akan marah jika ada siswa yang melakukan hal-hal dan tindakan
yang melanggar aturan sekolah dan sebagainya. Oleh karena itu, jangan sampai siswa menjadi
pemicu kemarahan guru. Kasus penganiayaan guru terhadap siswa yang sering kita dengar dan
saksikan di berbagai media memberitakan bahwa tidak lain karena siswa yang menjadi biang
tindakan dan kekesalan serta kemarahan guru.
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa hati manusia dibagi menjadi tiga, yaitu: (1). Qalbun
Salimun (hati yang selamat/sehat), (2). Qalbun Maridhun (hati yang berpenyakit), (3). Qalbun
Mayyitun (hati yang mati). Qalbun Salimun adalah hati yang selalu berjalan di jalan yang
benar/lurus sesuai dengan fitrahnya. Qalbun Maridhun adalah hati yang sudah dimasuki dan
dinodai oleh hal-hal negatif sehingga dihinggapi penyakit-penyakit duniawi yang melalaikan lagi
menyesatkan. Sedangkan tingkat yang paling parah adalah Qalbun Mayyitun yaitu mata hati
yang sudah terkunci mati mata hatinya dikarenakan kekafiran, sehingga hatinya menjadi mati
dan tidak akan hidup atau dapat dibuka melainkan hanya dengan hidayah dari Allah SWT.
Begitupun guru, hati seorang guru awalnya Qalbun Salimun, namun hatinya akan menjadi
Qalbun Maridhun tatkala ada dipengaruhi oleh hal-hal di luar dirinya yang disebabkan oleh
tingkah laku para siswanya sehingga guru menjadi marah.

Guru disiplin
Citra kedua adalah disiplin. Disiplin bukan hanya tepat waktu datang ke sekolah, namun dalam
segala hal. Guru yang disiplin adalah guru yang patuh dan taat terhadap peraturan sekolah,
disiplin dalam memberikan pengajaran dan penilaian (evaluasi) untuk keperluan kependidikan
dan sebagainya.
Menurut Kartini Kartono (1995), "guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan
diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar." Oleh sebab itu, guru harus
dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode yang tepat dalam
mengajar.

Guru teladan
Teladan artinya sesuatu yang patut ditiru, dan guru hendaknya menjadi teladan bagi murid-
muridnya karena guru adalah seseorang yang memang pantas untuk – mengutip pepatah Jawa –
diguGU (dipatuhi) dan ditiRU (dicontoh). Bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara (1889-
1959) sudah mewariskan filsafat pendidikan bagi para guru: "Ing Ngarsa sung tuladha, in madya
mangun karsa, tut wuri handayani" (di depan memberi teladan, di tengah membimbing, dan di
belakang mendorong).

Guru yang baik


Citra selanjutnya adalah guru yang baik. Citra ini muncul ketika para siswa tidak pernah
diperlakukan oleh gurunya dengan semena-mena (baca: guru tidak pernah marah dan itu ini).
Guru juga yang selalu memberikan nilai yang "bagus" di raport siswanya. Bahkan ada sebagian
siswa yang mengatakan guru yang baik adalah guru yang tidak selalu memberikan latihan dan
tugas, tetapi akan mendapatkan nilai yang memuaskan di dalam raport. Namun, beberapa
minggu terakhir kita lihat di televisi yang menayangkan ada di antara siswa yang terlibat dalam
aksi tawuran bahkan yang lebih parahnya lagi ditemukan aksi kekerasan antar siswa yang
terekam dalam telepon seluler (ponsel). Inikah akhlak dan moral siswa sebagai generasi penerus
bangsa? Jika ini yang terjadi, citra guru yang baik masih dipertanyakan. Dan masih banyak lagi
citra-citra lain yang dicap kepada guru. Wallahu a’lam. *
Guru adalah profesi yang mulia dan tidak mudah dilaksanakan serta memiliki posisi

yang sangat luhur di masyarakat. Semua orang pasti akan membenarkan

pernyataan ini jika mengerti sejauh mana peran dan tanggung jawab seorang guru .

Sejak saya baru berusia 6 tahun hingga dewasa, orang tua saya yang merupakan

seorang guru, selalu memberikan instruksi yang mengingatkan kami para anak-

anaknya adalah anak seorang guru yang harus selalu menjaga tingkah laku agar

selalu baik dan jangan sampai melakukan sebuah kesalahan . Seberat itukah,

seharus itukah kami bertindak Lantas apa hubungan profesi orang tua dengan

dengan anak-anaknya apakah hanya anak seorang guru yang harus demikian ?.

Sebenarnya menjaga sikap dan tindak tanduk positif itu tidak hanya tanggung

jawab para guru dan keluarganya, tetapi semua orang, Guru yang selalu

mengusahankan keluarganya menjadi garda terdepan dalam memberikan

pendidikan dengan sebuah contoh, adalah cerminan komitmen dan pendalaman

makna dari seorang guru. Sang guru harus berusaha agar keluarganya baik dan

tidak korupsi agar ia dapat mengajari kepada murid-muridnya baik dan tidak

korupsi, berusaha tidak berbohong agar murid-muridnya tidak menjadi pendusta.

Peran guru tidak hanya sebatas tugas yang harus dilaksanakan di depan kelas saja,

tetapi seluruh hidupnya memang harus di dedikasikan untuk pendidikan. Tidak


hanya menyampaikan teori-teori akademis saja tetapi suri tauladan yang

digambarkan dengan perilaku seorang guru dalam kehidupan sehari hari.

Terkesannya seorang Guru adalah sosok orang sempurna yang di tuntut tidak

melakukan kesalahan sedikitpun, sedikit saja sang guru salah dalam bertutur kata

itu akan tertanam sangat mendalam dalam sanubari si anak. Jika sang guru

mempunyai kebiasaan buruk dan itu di ketahui oleh sang murid, tidak ayal jika itu

akan dijadikan referensi bagi si murid tentang pembenaran kesalahan yang sedang

ia lakukan.

Sepertinya filosofi sang guru ini layak untuk di jadikan filosofi hidup, karena hampir

setiap orang akan menjadi seorang ayah dan ibu yang notabenenya merupakan

guru yang terdekat bagi anak-anak penerus bangsa ini .

Akan sulit bagi seorang ayah untuk melarang anaknya untuk tidak merokok jika

seorang ayahnya adalah perokok. Akan sulit bagi seoang ibu untuk mengajari anak-

anak untuk selalu jujur, jika dirumah sang ibu selalu berdusta kepada ayah dan

lingkungannya, atau sebaliknya.

Suatu siang saya agak miris melihat seorang anak SMP sedang asik mengisap

sebatang rokok bersama adik kelasnya yang masih di SD, itu terlihat dari seragam

yang dikenakan dan usianya memang terbilang masih anak-anak. Siapa yang harus

disalahkan dalam kasus ini. Apakah sianak, sepertinya tidak adil kalau kita hanya

menyahkan si anak saja, anak itu terlahir bagaikan selembar kertas yang masih

putih, mau jadi seperti apa kelak di hari tuanya tergantung dengan tinta dan

menulis apa pada selembar kertas putih itu . Orang pertama yang patut disalahkan
mungkin adalah guru, baik guru yang ada di rumah ( orang tua ), di sekolah ( guru),

atau pun lingkungannya.

Peran orang tua yang bertanggung jawab terhadap keselamatan anaknya tentunya

tidak membiarkan anaknya terlena dengan fasilitas-fasilitas yang dapat

menenggelamkan si anak, kontrol yang baik dengan selalu memberikan pendidikan

moral dan agama yang baik diharapkan akan dapat membimbing si anak ke jalan

yang benar, bagaimana orang tua dapat mendidik anaknya menjadi anak yang

sholeh sedangkan orang tuanya jarang menjalankan sesuatu yang mencerminkan

kesholehan, kemasjid misalnya.

Tidak mudah memang untuk menjadi seorang guru. Menjadi guru diharapkan tidak

hanya didasari oleh gaji guru yang akan dinaikkan, bukan merupakan pilihan

terakhir setelah tidak dapat berprofesi di bidang yang lain, tidak juga karena

peluang. Selayaknya cita-cita untuk menjadi guru didasari oleh sebuah idealisme

yang luhur, untuk menciptakan generasi penerus yang berkualitas.

Sebaiknya Guru tidak hanya dipandang sebagai profesi saja, tetapi adalah bagian

hidup dan idealisme seorang guru memang harus dijunjung setinggi-tingginya.

Idealisme itu seharusnya tidak tergantikan oleh apapun termasuk uang. Namun

guru adalah manusia, sekuat-kuatnya manusia bertahan dia tetaplah manusia, jika

terpaan cobaan itu terlalu kuat manusia juga dapat melakukan kesalahan.

Akhir akhir ini ada berita di media masa yang sangat meruntuhkan citra sang guru

adalah berita tentang pencabulan terhadap anak didiknya. Kalau pepatah


mengatakan guru kencing bediri murid kencing berlari itu benar, berarti satu orang

guru melakukan itu berapa orang murid yang lebih parah dari itu.

Gejala-gejala ini telah menunjukan kebenarannya. Kita ambil saja kasus siswa

mesum di taman sari, bukit dealova, dan Ayam kampus yang mulai marak di

tambahlagi foto-foto syrur anak SMP jebus, ini menunjukkan bahwa pepatah itu

menujukkan kebenarannya.

Kerja team yang terdiri dari orang tua ( sebagai guru dirumah), Guru di sekolah, dan

Lingkungan ( sebagai Guru saat anak-anak bermain) harus di bentuk. diawali

dengan komunikasi yang baik antara orang tua dan guru di sekolah, pertemuan

yang intensif antara keduanya akan saling memberikan informasi yang sangat

mendukung bagi pendidikan si anak. Peran Lingkungan pun harus lebih peduli,

dengan menganggap anak-anak yang ada dilingkungannya adalah tanggung jawab

bersama, tentunya lingkungan pun akan dapat memberikan informasi yang benar

kepada orang tua tentang tindak tanduk si anak dan kemudian dapat digunakan

untuk mengevaluasi perkembangannya.

Terlihat betapa peran orang tua sangat memegang peranan penting, setelah semua

informasi tentang pertumbuhan anakya di dapat, orang tuapun harus pandai

mengelola informasi itu dengan benar.

Terlepas dari baik buruknya seorang guru nampaknya filosofi seorang guru dapat

dijadikan pegangan bagi kita semua terutama bagi para orang tua, mari kita

bersama-sama untuk menjadi guru bagi anak anak kita yang selalu memberi contoh
kebenaran dan memberi dorongan untuk berbuat kebenaran. Sang guru bagi anak

adalah Orang tua, guru sekolah dan lingkungan tempat ia di besarkan. Seandainya

sang guru dapat memberi teladan yang baik mudah-mudahan anak-anak kita akan

ada di jalan yang benar, semoga.

Anda mungkin juga menyukai