Anda di halaman 1dari 7

Hal yang masuk akal, kekuasaan dan pertalian dari sistem kepercayaan dibentuk oleh

sosialisasi dan budaya sebagai respon individu dan asimilasi budaya. Kebanyakan seseorang
yang percaya dengan agama muncul sebagai seperti ideologi total dengan perasaan lazim dan
alami serta nyata tanpa hal tersebut, maka tidak mungkin untuk memahami dunia yang
ditinggali. Agama muncul bukan sebagai seperangkat keyakinan yang dapat melakukan
koreksi dengan mempersepsikan secara tepat, tetapi dalam hal ini individu mempersepsikan
hampir dalam mempersepsikan kondisi dan daerah kesadaran mengenai dunianya. Sosialisasi
agama bukanlah hanya mempelajari sistem kepercayaan tertentu saja, tetapi mengenalkan
pemikiran supranatural yang dibagi bersama oleh semua agama.

Sosialisasi agama merupakan perluasan dan kelanjutan dari penjelasan belajar sosial. Sistem
kepercayaan dapat bertahan karena sistem kepercayaan dan motor sosial mampu
menghasilkan dan memelihara komitmen. Jika sosialisasi didefinisikan sebagai mekanisme
menghasilkan pemikiran yang masuk akal untuk sebuah makna yang kemudian
menghubungkannya pada hubungan yang primer sehingga menjadi lebih efektif. Sosialisasi
ke dalam kontinuitas agama mengandalkan pertama pada kelompok dasar dan afinitas seperti
pemuda belajar dari orang tua dan figur otoritas dalam suatu komunitas, membentuk structur
dan secara sosial memberikan hierarki. Hal ini mengacu pada komitmen yang kuat.
Sosialisasi pemuda dilakukan oleh significant others yang memiliki ikatan emosional dan
ketergantungan alamiah pada mereka. Seperti Miller (1963) menjelaskan seseorang tidak
menginternalisasi aturan abstrak tetapi gambaran dari diri mereka sendiri pada hubungan
yang konkret dengan seseorang atau kelompok tertentu. Pusat sentral pada keluarga pada
pelatihan agama dan khususnya peran dari ibu, latihan tradisional harus diciptakan oleh
individu jika ingin diterima. Tetapi terlihat lebih mudah untuk melakukan bersama keluarga
khususnya jika ibu aktif dalam agama (Brown,1988,p.67).

Remaja yang berada pada tahap mengembangkan identitas mereka adalah fokus utama
perhatian sosial sebab potensi memberontak pada diri mereka. Mereka terlihat dipengaruhi
oleh teman sebaya dan mengembangkan budaya mereka sendiri. Peran dari teman sebaya
pada sosialisasi agama jarang dipelajari . Beberapa fungsi psikologis adalah perluasan dari
interaksi dengan orang tua dan dikenalkan oleh teman sebaya. Literatur teman sebaya pada
sosialisasi menekankan dua aspek dari pengaruh teman sebaya. Hunter dan Youniss (1982)
menyatakan pengaruh teman sebaya adalah positif dan pelengkap dari orangtua sementara
Bronfenbrenner (1979) menekankan bahwa pengaruh teman sebaya memungkinkan adanya
anti orang dewasa dan anti sosial. Hal ini kemungkinan besar pengaruh teman sebaya
mengambil alih ketika pengaruh orang tua melemah.

Pada masyarakat tradisional dan dimonopoli oleh satu agama, disana tidak ada pilihan sebuah
identitas agama sehingga agama sama dengan identitas, semua pendidikan adalah pendidikan
agama. Dalam masyarakat dimana agama diintegrasikan dengan budaya dan memainkan
peran sentral di dalamnya, tidak ada kebutuhan untuk pelatihan formal bagi anak pada moral
dan kepercayaan agama sebagai agama yang hidup langsung. Anak mengetahui apa itu
agama, tentang agama, apa yang diharapkan oleh agama.

Pengaruh keluarga
Transmisi antargenerasi adalah faktor penting dalam pembentukan keyakinan, sebab juga
termasuk faktor penting dalam pembentukan identitas. Significant Others dan tentunya
orangtua mempengaruhi perkembangan semua kognisi. Kebanyakan agama suatu individu
lahir dalam identitas yang khas. Anak menjadi sadar akan kelompok afiliasi (agama, kelas,
etnisitas) sebelum mereka mendapat seperangkat keyakinan tertentu. Pertama mendapat
keternagan apakah mereka katolik, muslim, dugaan tersebut mendukung keyakinan tertentu.
Kemudian keyakinan terlihat alami seperti identitas asal.

Keyakinan orangtua disengaja dan diwariskan secara sadar sebagai bagian dari pewarisan
identitas. Dalam pewarisan keluarga lebih penting dibandingkan faktor lain seperti
pengajaran, kampanye dan teman sebaya Fichter (1961) melaporkan dua pertiga kandidat
untuk ahli agama pada katolik roma di amerika memiliki sdikitnya satu sanak saudara dekat
(saudara kandung, paman, bibi) yang telah menjadi imam/biarawati atau kandidat pada
kelompok agama.

Orang tua adalah orang yang paling signifikan dan memiliki monopoli dalam membentuk
kebiasaan anak dan kepercayaan jika tidak kepribadian. Belajar dari orang tua terkait dengan:

1. Kekuatan nyata orangtua atas anak mereka dan ketergantungan anak


2. Persepsi otoritas orangtua
3. Kecintaan orang tua dan identifikasi sadar maupun tidak sadar dengan mereka

Orang tua juga berada pada posisi yang mempenagruhi konyak sosial anak dengan teman
sebaya dan orang lain.

Sikap orang tua

Sikap orang tua adalah faktor yang penting dalam membentuk sikap beragama. Francis
and Carter (1980) dalam studi siswa pada sekolah sekuler dan religius di Inggris,
menemukan perilaku agama orangtua berkorelasi dengan tingkah laku anak. Seperti
halnya, Greeley (1976) menyatakan dampak besar dari pelatihan agama dengan orangtua
pada religiusitas di kemudian hari. Hunberger dan Brown (1984)menemukan pengajaran
agama pada keluarga khususnya oleh ibu, memiliki dampak positif dalam memelihara
religiusitas seseorang sebagai remaja muda. Gibson (1990) mensurvey 2.717 Anak
berkebangsaan Inggris usia 14-15 dan menemukan korelasi dengan kehadiran gereja ibu
dan ayah. Walaupun kesaaman dengan orangtua menurun seiring dengan usia, ketika
anak pada usia universitas masih ada korelasi antara pengukuran aktivitas agama dan
orangtua mereka.

Kesamaan adalah berpengaruh besar pada kehadiaran gereja dibandingkan berdoa, pada
usia 16 tahun berkorelasi 0,67 dan 0,59 untuk kehadiran gereja dari ayah dan ibu dan
anak mereka, sedangkan frekuensi berdoa korelasi sebesar 0,35 dan 0,30 (Francis dan
Brown,1991). Kesamaan dengan orang tua adalah lebih besar untuk agama dibandingkan
dengan sikap lain atau bentuk tingkah laku.

Penyebab kesamaan orang tua anak


Satu kemungkinan bahwa anak mirip dengan orangtua melalui hereditas, genetik
kehadiran ke gereja didasari sifat kepribadian dihubungkan dengan agama. Kemungkinan
kedua dari penjelasan kesamaan orang tua adalah berbagi bersama pada lingkungan yang
sama. Status yang diwariskan ditemukan terhitung bagian dari kesamaan orangtua dan
anak. Tetapi ada dampak besar dari sosialisasi. Francis dan Brown (1991) seperti halnya
menunjukkan pengurangan kesamaan antara anak dan orang tua jika faktor lain dapat
dikendalikan.

Pengaruh resiprokal dari orangtua dan anak. Jika diduga faktor genetik memiliki dampak
kecil, kemudian umumnya lingkungan dan pengaruh resiprokal termasuk dalam
perhitungan, ada dampak nyata antara orang tua dan anak.

Faktor yangmempengaruhi pengaruh orangtua

Penagruh dari sikap orang tua dan keyakinan dari anak mereka berbeda dengan sejumlah
faktor. Orang tua memiliki pengaruh lebih pada beberapa kondisi dibandingkan dengan
lainnya.

1. Hubungan dekat antara orang tua dan anak


Anak yang mengidentifikasikan atau memiliki hubungan dekat dengan orang tua
mereka mengadopsi tingkah laku orangtua. Erikson (1992) menemukan religiusitas
anak merupakan dampak bersama dari religiusitas orangtua dan identifikasi orang tua
dan Mac Donald (1969) menemukan anak sulung lebih agamis dibandingkan anak
bungsu. Weigert dan Thomas (1972) menemukan derajat yang tinggi dari dukungan
oorang tua dihubungkan dengan konfromitas dan religiusitas pada remaja dan remaja
katolik amerika dilaporkan menghadiri gereja untuk memenuhi harapan orang tua.
Hubungan dekat ditemukan sebagai penentu penting dari pengaruh orangtua. Semakin
mirip ketika orangtua memberikan anak mereka dukungansosial (Herzburn,1993).
Pengasingan anak dari tradisi orangtua berkorelasi dengan orangtua.
2. Tinggal di rumah
Anak muda sebagai contoh usia sekolah yang masih tinggal di rumah serupa dengan
agama orangtua mereka dibandingkan mereka yang meninggalkan dan menikah maka
sedikit kesamaan (Chesser,1956). Hal ini mencerminkan pengaruh teman dan
perubahan lingkungan walau ada beberapa penyebab balik dimana anak tidak setuju
dengan orangtua atas agamanya lebih mungkin akan meninggalkan rumah. Cavalli-
Sforza menunjukkan bagaimananpun orang tua secara keseluruhan memiliki pengaruh
besar dibandingkan teman dalam hal agama.
3. Pengaruh ayah vs ibu.
Masing-masing orang tua berkontribusi untuk mengembangkan keyakinan dalam cara
yang berbeda. Sebagai contoh mengasuh dan menyayangi tipe ciri interaksi ibu dan
bayi sedangkan bermain biasanya tipe karakteristik interaksi ayah dan bayi. Pada
keluarga tradisional peran kedisiplinan sering ditangani oleh ayah (Parsons,1964).
Peran ayah sering menengahi nilai, harapan, dan tuntutan lingkungan luar pada anak.
Sejak ayah menampilkan konsepsi sosial dan nilai, di adalah orang yang membantu
anak untuk menerima nilai sosial (Lambs dan Oppenheim,1989).
Francis dan Brown (1991) menemukan pada usia 16 tahun kehadiran gereja pada anak
berkorelasi dengan kehadiran gereja ibu 0,50 dan ayah 0,26. Setelah faktor jenis
kelamin, kelas, dan kehadiran orang tua lin dikendalikan. Bagaimanapun Accock dan
Bengston (1978) menemukan ibu serupa dengan anak mereka pada keyakinan
tradisional, tetapi ayah serupa dengan tingkah laku agama dan penilaian diri
religiusitas. Clark (1988) juga menemukan ayah memiliki dampak lebih pada
kehadiran anak dan ibu pada keyakinan; kemungkinan hal ini dikarenakan anak
mendiskusikan agama pada ibu mereka dan secara sederhana pergi ke gereja dengan
ayah. Pengaruh besar dari ibu mungkin diharapkan berubah sekarang lebih banyak
wanita yang bekerja dan hasilnya menghabiskan sedikit waktu di rumah untuk
berdiskusi dengan anak (Spilka, Hood, dan Gorsuch,1985).
4. Kesepakatan orang tua
dampak orang tua adalah lebih besar jika keduanya, ayah dan ibu memegang
keyakinan agama yang sama. Ketika orang tua berbeda dalam kesetiaan agama, anak
lebih mungkin untuk memberontak pada lingkungan dan mungkin mengikuti ibu
dibandingkan ayah (Bell,1938).

Transmisi kepada anak lewat mendidik anak.


Pengaruh orang tua pada pandangan agama dari anak mereka dengan cara yang
berbeda lewat metode mendidik anak. Hal ini dapat muncul dalam beberapa kejadian
seperti hubungan langsung antara mendidik anak dan keyakinan. Nelson (1981)
menemukan bahwa ketika orang tua memiliki biasa menyerang atau berargumen
mereka juga menggunakan hukuman fisik pada anak mereka dan kedua variabel
membawa pada akhirnya penurunan religiusitas.

Bagaimana orang tua mempengaruhi anak


Orang tua memiliki pengaruh pada pandangan agama dari anak mereka dibandingkan
sikap politik, dan olahraga atau aktivitas kesenangan. Orang tua juga memiliki
pengaruh dibandingkan teman sedikitnya sampai anak remaja. Mereka memiliki
banyak pengaruh pada agama anak dibandingkan sekolah khusus agama.
Cara yang paling penting dimana orang tua mempengaruhi anak mereka dalam agama
dengan melibatkan anak pada agama di rumah dengan mengajak anak ke gereja, kuil,
mungkin ikut serta dalam pelayanan dan ritual. Erikson (1992) melakukan studi 900
anak usia 16-18 tahun menggunakan metode statistik modeling hasilnya aktivitas
agama remaja di rumah, sebagai contoh ikut berdoa, dan membaca alkitab merupakan
variabel krusial yang dipengaruhi oleh level aktivitas agama dan religiusitas orang
tua.
Hoge (1982) menemukan perempuan dipengaruhi oleh orang tua mereka
dibandingkan pria tetapi tidak banyak. Ada dua proses yaitu pengaruh ikut serta
dalam aktivitas agama, dan modelling perilaku orang tua. Dampak partisipasi akan
dihadapi kembali oleh golongan selanjutnya dan dampak tingkah laku agama orang
tua melalui modelling.
Cara kedua pengaruh orang tua dengan menasehati anak. Hoge (1982) menemukan
untuk perempuan ada persetujuan anak dan orangtua ketika orang tua bicara kepada
anak tentang agama. Herzburn (1993) menemukan antara anak yahudi, perempuan
dan laki-laki dari ayah yang liberal setuju dengan orangtua atas agama ketika mereka
bicara banyak mengenai agama.
Pengaruh sosial dimana orang tua mengirimkan anaknya pada sekolah khusus yang
diajar oleh orang lain.
Dampak dari keluarga pada berbagai tahap:
Usia 3-12 biasanya anak menerima agama di rumah tanpa adanya pertanyaan.
Usia 13 ke atas mereka mencoba untuk berusaha mengembangkan keyakinan melalui
kolaborasi dengan teman sebaya. Ada banyak konversi dan perubahan selama remaja,
dan pengaruh berbeda pada rumah, teman, pendidikan mendorong arah yang berbeda.
Keyakinan terakhir terkristalisasi pada usia 14-15. Faktanya masih ada cukup banyak
kesamaan anak pada usia menunjukkan keseluruhan anak muda tidak berpindah
terlalu jauh dari keyakinan orang tua mereka.
Beberapa kasus nonkonformis, agama radikal kelompok pemuda, menunjukan
kesinambungan dengan orangtrua. Kebanyakan anggota gerakan yesus di amerika
tahun 1970 datang dari keluarga kristen fundamental. Mereka memberontak melawan
keluarga dengan menginternalisasi orang tua mereka dengan keyakinan agama tetapi
dengan tindakan yang radikal.

Pendidikan agama formal


Semua kelompok mencari untuk membentuk kesetiaan untuk identitas dan ideologi
dan kebebasan untuk perubahan sikap. Pengaruh hebat dari orang tua dalam transmisi
agama pada anak. Komunitas agama tidak meninggalkan tugas di tangan orangtua.
Aagama adalah ideologi dan menyalurkannya butuh usaha dan tindakan. Semua
tradisi agama menekankan pentingnya komitmen, mereka meyakini untuk membuat
struktur yang membawa pada hasil tertentu, yang dinamakan komitmen agam sebagai
bagian anak yang lahir dalam tradisi.
Semua kelompok agama sadar akan kekuatan pembelajaran sosial dan alasan
banyaknya usaha untuk meletakkan pendidikan agama dalam komunitas dan menarik
masuk ke dalamnya. Ini akan menjamin kelangsungan dalam masyarakat atau alam,
atau kebaikan jiwa dari pemuda dan menjamin mereka sejahtera dalam kehidupan
selanjutnya. Metode yang digunakan belajar Alkitab, pembelajaran teologi dan ikut
serta dalam ritual. Pembelajaran menjadi bagian pekerjaan guru secara teratur dan
dapat dilakukan oleh biara atau pastur atau orang yang ahli dalam agama. Pada
tradisional, masyarakat yang belum melek huruf diberikan upacara dan ritual saat
pubertas remaja.
Otoritas agama sering mencoba menjaga keyakinan lewat kontrol komunikasi
menjangkau komunitas. Kebanyakan tradisi menyakini bahwa anak tidak membuka
untuk tradisi bersaing atau identitas. Pemisahan sosial itu sendiri berarti
meningkatkan pembelajaran. Hal ini merupakan cara penting untuk sosialisasi dan
lebih mudah untuk melakukannya pada komunitas kecil dan masyarakat serupa.
Ketika individu mengetahui keyakinan dan tingkah laku diharapkan, didukung dan
diperkuat oleh kelompok sosial, diantara teman, kemungkinan seseorang akan
menyesuaikan.

Banyak pengaruh eksternal yang berpotensi mempengaruhi keyakinan agama


seseorang yaitu orang tua, teman, sekolah, institusi agama, buku, media masa dan
lainnya. Teori bandura menekankan belajar mengamati dan vicarious learning dapat
menjadi kerangka kerja psikologi agama. Model spiritual seperti Muhammad, budha
merupakan pemimpin spiritual kontemporer, orang kunci dalam kehidupan seseorang
seperti pastur, mentor agama mempengaruhi perkembangan agama dan spiritualitas.
Pengaruh eksternal (orang tua, teman sebaya, dan lain-lain) berdampak pada individu
secara langsung melalui pengajaran agama eksplisit, bimbingan keluarga juga
berdampak pada orang secara tidak langsung dalam banyak cara contoh, pengaruh
sekolah, marital, dan oemilihan karir, lewat input budaya dan modeling. Sosialisasi
agama terfokus pada tiga agen yaitu orang tua, teman sebaya dan gereja.

Pengaruh orang tua


Banyak orang tua religius tinggi menyucikan peran mereka sebagai orangtua,
pengasuhan merupakan kewajiban suci dengan keyakinan agama dan nilai diantara
yang paling penting diwariskan pada anak. Menjaga keyakinan, perluasan
mengenalkan anak dengan agama keluarga sebagaimana mereka tumbuh lebih
dewasa. Menjaga keyakinan agama menghasilkan pengaruh besar beraal dari orang
tua.
Kognisi sosial berubah pada anak remaja meramalkan faktor sosial seperti orang tua,
teman sebaya, dan variabel kognitif seperti bakat, intelektual, dan pertanyaan
eksistensial berpengaruh pada agama remaja. Penghargaan positif berkaitan dengan
keagamaan orangtua dan remaja, orang tua khususnya memiliki pengaruh kuat dalam
sosialisasi agama.

Pengaruh Teman Sebaya


Kelompok teman sebaya memainkan peranan penting dalam pengaruh remaja pada
umumnya (Allport,1950). Kelompok teman sebaya berpengaruh lemah dibandingkan
keluarga. Pengaruh teman sebaya berpengaruh pada keagamaan r

Pengaruh Media
Media memainkan peranan untuk mempromosikan pengajaran, norma, dan kesucian
agama. Media akan menyebarkan pelajaran, petunjuk dan filsafat agama sampai level
massa. Media akan menyampaikan pesan seperti yang akan membawa pada
perubahan berpikir, bersikap, bereaksi dan pandangan hidup berdasarkan ajaran
agama. Dengan cara ini media tidak hanya menampilkan pesan, berita, peran hiburan,
tetapi juga mengajar dan berdampak positif.

Pengaruh Sekolah
Sekolah secara praktis akan mendidik anak tentang ajaran agama. Anak belajar cara
berperilaku dan menjalani kehidupan sesuai dengan aturan dasar dan peraturan
agama. Anak biasanya timbul pertanyaan lebih lanjut tentang pola-pola agama.

Anda mungkin juga menyukai