Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Salah satu metode pembelajaran yang dilaksanakan di Fakultas
Kedokteran UNSOED terutama dalam Blok Dermatomuskuloskeletal
(DMS) ialah Problem Based Learning yang merupakan suatu metode
pembelajaran yang mana peserta didik dipaparkan pada masalah atau
situasi sebagai awal bagi identifikasi kebutuhan belajarnya. Kemudian
menganalisa masalah tesebut secara terperinci dengan diberikan informasi
tambahan untuk membantu dalam menyelesaikan masalah tersebut.
PBL ini sangatlah penting untuk diterapkan dalam kegiatan dan
proses pembelajaran karena memang mampu menuntut mahasiswa untuk
mempelajari secara mandiri maupun berkelompok mengenai sebuah kasus
yang diajukan. Proses pencarian materi yang mandiri inilah yang akan
membuat mahasiswa untuk bisa bertanggung jawab dengan tugasnya
untuk menggali ilmu pengetahuan secara luas dan mendalam terutama
yang berkaitan dengan kesehatan guna menunjang profesi sebagai dokter.

2. Tujuan dan Manfaat


Adapun tujuan dan manfaat dilaksanakannya PBL ini ialah untuk
membiasakan mahasiswa untuk selalu belajar mandiri dalam mendalami
berbagai materi dalam perkuliahan, membiasakan mahasiswa untuk
berpikir kritis dalam menghadapi berbagai permasalahan kesehatan yang
tengah berkembang di masyarakat dengan berperan tidak sebagai problem
shooter tetapi sebagai problem solver, serta untuk memudahkan kegiatan
belajar mengajar agar berjalan lebih menyenangkan hingga pada akhirnya
berjalan lebih efektif dengan proses pencarian mandiri yang menciptakan
sebuah pemahaman yang lebih mudah diterima oleh mahasiswa.
3. Kasus Nyeri Sendi
Informasi 1 :
Ny. U, 63 tahun, datang ke praktek dokter dengan keluhan nyeri
sendi. Dia mengatakan bahwa nyeri telah dirasakan sejak 5 bulan. Nyeri
tersebut mengenai kedua tangan meliputi telapak tangan dan jari-jari
tangan . Dia menggambarkan nyerinya sebagai nyeri yang tumpul dan
disertai kekauan sendi. Nyeri ini dirasakan semakin parah pada sore hari
setelah bekerja dan membaik kurang lebih 1 jam. Dia juga mengatakan
bahwa jika serangan nyeri datang, dia minum peroxicam dan keluhan
berkurang.
Informasi 2 :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan 37,1 oC, tekanan
darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 84x/menit. Pemeriksaan fisik
umumnya dalam batas normal.
Pemeriksaan sendi:
Inspeksi:
a. Terdapat pembengkakan pada MCP digiti I dan DIP digiti II manus
dextra.
b. Terdapat pembengkakan pada area carpometacarpal manus sinistra.
Palpasi:
a. Pembengkakan terasa nyeri saat ditekan.
b. Pembengkakan tidak terasa panas.
c. Terdapat keterbatasan ROM pada sendi MCP digiti I dan DIP digiti
II manus dextra.
d. Terdapat krepitasi dan rasa nyeri saat digerakkan.
Informasi 3 :
Pada Ny. U dilakukan pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan ANA dan
Ro.
Hasil laboratorium menunjukkan bahwa Hb 10,5 gr/dl, Het 31 %,
RF 14 IU/mL (normal < 10 IU/mL); ANA 80 titer (normal < 80 titer);
anti-DsDNA 10 titer (normal < 10
titer).
Hasil X-ray tangan: celah sendi CMC I Sinistra, MCP I dan DIP II
dekstra menyempit, terdapat sklerosis pada tulang yang terlibat, terdapat
osteofit pada CMC I Sinistra.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

PBL KASUS KE : IV
KELOMPOK :2
JUDUL SKENARIO : Nyeri Sendi
HARI DAN TANGGAL : Tutorial I, Sabtu, 10 Oktober 2009
Tutorial II, Selasa13 Oktober 2009

A. Klarifikasi Istilah
a. Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang
Ada 3 macam sendi :

a. sendi fibrosa (sinartrodial) : sendi yang tidak dapat


digerakkan
b. sendi kartilaginosa (amfiartrosis) : sendi yang
sedikit/terbatas bergerak
c. sendi sinovial (diartrosis) : sendi yang dapat digerakan
dengan bebas.
b. Piroxicam adalah obat anti inflamasi non steroid yang memiliki
aktifitas anti inflamasi, analgetik dan antipiretik.

B. Menganalisa Masalah
1. Nyonya U, 63 tahun
2. Keluhan nyeri sendi pada kedua tangan meliputi kedua telapak
tangan dan jari-jari.
3. Nyeri dirasakan sejak 5 bulan yang lalu.
4. Beliau menggambarkan nyerinya sebagai nyeri tumpul dan disertai
kekauan sendi
5. Nyeri dirasakan semakin parah pada sore hari setelah bekerja dan
membaik kurang lebih 1 jam.
6. Minum peroxicam, keluhan berkurang.
Dari tabel diagnosis pembanding diatas ditambah dengan tambahan
informasi 2 dan 3 dapat disimpulkan bahwa penyakit yang diderita oleh Nyonya U
adalah osteoatritis

Pembahasan lebih detail mengenai Osteoarthritis:

1. Definisi
Osteoartritis (Artritis Degeneratif, Penyakit Sendi Degeneratif) adalah
suatu penyakit sendi menahun yang ditandai dengan adanya kemunduran
pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya, yang bisa
menyebabkan nyeri sendi dan kekakuan. Penyakit ini biasanya terjadi pada
usia diatas 70 tahun.
Bisa terjadi pada pria dan wanita, tetapi pria bisa terkena pada usia
yang lebih muda.
Osteoartritis dikelompokkan menjadi:
 Osteoartritis primer, jika penyebabnya tidak diketahui
 Osteoartritis sekunder, jika penyebabnya adalah penyakit lain
(misalnya penyakit Paget atau ineksi, kelainan bentuk, cedera atau
penggunaan sendi yang berlebihan).

2. Etiologi
Dalam keadaan normal, sendi memiliki derajat gesekan yang
rendah sehingga tidak akan mudah aus, kecuali bila digunakan secara
sangat berlebihan atau mengalami cedera.
Osteoartritis kemungkinan berawal ketika suatu kelainan terjadi
pada sel-sel yang membentuk komponen tulang rawan, seperti kolagen
(serabut protein yang kuat pada jaringan ikat) dan proteoglikan (bahan
yang membentuk daya lenting tulang rawan). Selanjutnya tulang rawan
tumbuh terlalu banyak, tetapi pada akhirnya akan menipis dan membentuk
retakan-retakan di permukaan. Rongga kecil akan terbentuk di dalam
sumsum dari tulang yang terletak dibawah kartilago tersebut, sehingga
tulang menjadi rapuh. Tulang mengalami pertumbuhan berlebihan di
pinggiran sendi dan menyebabkan benjolan (osteofit), yang bisa dilihat dan
bisa dirasakan. Benjolan ini mempengaruhi fungsi sendi yang normal dan
menyebabkan nyeri. Pada akhirnya, permukaan tulang rawan yang halus
dan licin berubah menjadi kasar dan berlubang-lubang, sehingga sendi
tidak lagi dapat bergerak secara halus. Semua komponen sendi (tulang,
kapsul sendi, jaringan sinovial, tendon dan tulang rawan) mengalami
kegagalan dan terjadi kelainan sendi. .

3. Faktor predisposisi
Dalam beberapa kasus di temukan bahwa wanita mempunyai
resiko yang lebih besar daripada pria.

4. Patofisiologis
Konsep lama menyebutkan adanya proses pakai dan aus (wear and
tear), sehingga terlihat pengikisan atau penipisan rawan sendi. Ternyata
hal tersebut tidak dapat diterapkan sepenuhnya, karena beberapa hal yang
menjadi hambatan diantaranya adalah terdapatnya proses OA pada
persendian yang tidak banyak mengalami proses pembebanan biomekanik,
tidak dapatc menjelas-kan proses kronisitas OA. Banyak penelitian yang
mencoba mengungkapkan ketidakcocokkan teori lama tersebut, yaitu
dijumpainya perbedaan antara rawan sendi pada penyakit OA dan proses
penuaan (aging process), serta OA dapat diinduksi pada percobaan hewan
yang distimu-lasi menggunakan zat kimia atau trauma buatan.
Sentral dari proses OA tersebut sebenarnya terdapat pada khondrosit yang
merupakan satu-satunya sel hidup yang ada di dalam rawan sendi.
Gangguan pada fungsi khondrosit itulah yang akan memicu proses
patogenik OA.

Khondrosit akan mensintesis berbagai kom-ponen yang diperlukan


dalam pembentukan ra-wan sendi, seperti proteoglikan, kolagen dan se-
bagainya. Disamping itu ia akan memelihara keberadaan komponen dalam
matriks arawan sendi melalui mekanisme turn over yang begitu dinamis.
Dengan kata lain terdapat satu keseimbangan antara proses sintesis dan
degradasi rawan sendi. Gangguan keseimbang-an ini yang pada umumnya
berupa peningkatan proses degradasi, akan menandai penipisan rawan
sendi dan selanjutnya kerusakan rawan sendi yang berfungsi sebagai
bantalan redan kejut. Apakah sintesis matriks rawan sendi ini tidak
terjadi ? Tidak, sintesis matriks rawan sendi tetap ada terutama pada awal
proses patologik OA, namun kualitas matriks rawan sendi yang terbentuk
tidak baik. Pada proses akhir kerusak-an rawan sendi, memang sintesis
yang buruk tadi tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang
cepat. Hal ini terlihat dari merosotnya produksi proteoglikan yang
menandai menurun-nya fungsi khondrosit.

Khondrosit yang merupakan aktor tunggal pada proses ini akan


dipengaruhi oleh faktor anabolik dan katabolik dalam mempertahankan
keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor katabolik utama diperankan
oleh sitokin ) yangα (TNFα Inter-leukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis
faktor dikeluarkan oleh sel lain di dalam sendi. Sedangkan faktor
anabolik) dan insulin-likeβ (TGFβ diperankan oleh transforming growth
factor growth factor-1 (IGF-1). Perubahan patologik pada OA ditandai
oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami fibro-sis serta distorsi.
Sinovium mengalami keradang-an dan akan memicu terjadinya efusi serta
pro-ses keradangan kronik sendi yang terkena.

Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura
yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan sendi
fokal. Selanjutnya akan tampak jawaban tulang subkhondral berupa
penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang
dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat
sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan
gambaran seolah persendian yang terkena itu bengkak.

Kekakuan sendi dan nyeri yang diperberat oleh istirahat lebih


mencerminkan suatu proses keradangan (OA inflamatif). Proses
peningkatan tekanan intra-oseus akan memberikan rasa nyeri pada malam
hari, sedangkan apabila pasien merasakan nyeri yang tiba-tiba menghebat,
maka perlu dipikirkan akan terjadinya proses septik, nekrosis avaskuler
atau sinovitis yang dipicu oleh deposisi kristal seperti kristal monosodium
urat (MSU).

7. Pemeriksaan fisik
 Hambatan gerak

Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini
(secara radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya
penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur.
Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerak) maupun eksentrik
(salah satu gerakan saja) (Joewono Soeroso et al., 2006)

 Krepitasi

Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada


awalnya hnya berupa perasaan akan adanya suatu yang patah atau remuk
oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya
penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini
mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat
sendi digerakan atau secara pasif dimanipulasi (Joewono Soeroso et al.,
2006)

 Pembengkakan sendi yang seringkali asimetris

Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi


yang biasanya tidak banyak (<100cc). Sebab lain ialah karena adanya
ostefit, yang dapat mengubah permukaan sendi (Joewono Soeroso et al.,
2006)

 Tanda tanda peradangan


Tanda tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai
pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda tanda ini tak menonjol
dan timbul belakangan. Seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan
sendi sendi kecil tangan dan kaki (Joewono Soeroso et al., 2006)

 Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen

Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama,


perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan
perubahan pada tulang dan permukaan sendi (Joewono Soeroso et al.,
2006)

 Perubahan gaya berjalan

Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi


tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan
OA tulang belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi sendi lain, seperti
tangan bahu, siku dan pergelangan tangan, OA juga menimbulkan
gangguan fungsi (Joewono Soeroso et al., 2006)

8. Pemeriksaan radiologis
Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA ialah :
Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada
bagian yang menanggung badan)Peningkatan densitas (sklerosis) tulang
subkondral
Kista tulang . Osteofit pada pinggir sendi. Perubahan struktur anatomi
sendi

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Osteoartritis
Penatalaksanaan OA berdasarkan distribusinya (sendi mana yang terkena)
dan berat ringannya sendi yang terkena. Penatalaksaannya terdiri dari 3 hal
:
1. Terapi non farmakologis
a. edukasi atau penerangan
maksud dari penerangan adalah agar pasien mengetahui
sedikit seluk beluk tentang penyakitnya, bagaimana
menjaga penyakitnya agar penyakitnya tidak bertambah
parah serta persendiannya tetap dapat dipakai.

b. terapi fisik dan rehabilitasi


terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap
dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi yang
sakit.

c. penurunan berat badan


berat badan yang berlebihan merupakan salah satu faktor
resiko dari osteoartritis. Oleh karena itu berat badan harus
selalu dijaga agar tidak berlebihan. Dan mengurangi
resiko osteoartritis.

2. Terapi farmakologis
a. analgesik oral non opiat
Pada umumnya pasien telah mencoba untuk mengobati
sendiri penyakitnya, terutama dalam hal mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit. Banyak sekali obat-obatan
yang dijual bebas untuk mengurangi rasa sakit. Pada
umumnya pasien mengetahui hal ini dari iklan pada
media massa, baik cetak (koran), radio, maupun televisi.

b. analgesik topikal
analgesik topikal ini banyak dijual dipasaran dengan
bebas sehingga bisa didapatkan dengan mudah.
Kebanyakan pasien telah mencoba terapi dengan
menggunakan cara ini, sebelum menggunakan obat-
obatan per oral lainnya.

c. obat anti inflamasi non steroid (OAINS)


obat golongan ini mempunyai efek analgetik dan anti
inflamasi. Pada umumnya osteoartritis diderita oleh usia
lanjut, oleh karena itu pemberian obat golongan ini harus
hati-hati, dengan memilih obat yang efek sampingnya
minimal dan cara pemakaian yang sederhana, selain itu
pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya efek
samping harus selalu dilakukan.

d. chondropotective agent
chondropotective agent adalah obat-obatan yang dapat
menjaga atau merangsang perbaikan (repair) tulang rawan
sendi pada pasien osteoartritis. Sebagian peneliti
menggolongkan obat-obatan tersebut dalam slow acting
anti osteoarthritis drugs (SAAODs) atau disease
modifyng anti osteoarthritis drugs (DMAODs). Sampai
sekarang yang termasuk dalam golongan obat ini adalah :
tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,
glukosaminoglikan, vitamin C, superoxide desmutase,
dan sebagainya.

 Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai


kemampuan untuk menghambat kerja enzim
MMP dengan cara menghambatnya. Salah satu
contohnya adalah doxycyclin yang
penggunaannya hanya pada hewan belum pada
manusia.
 Asam hialuronat disebut juga sebagai
viscosupplemen oleh karena salah satu manfaat
obat ini adalah memperbaiki viskositas cairan
sinovial, obat ini diberikan secara intra-artikuler.
Asam hialuronat bermanfaat dalam pembentukaan
matriks tulang rawan melalui agregasi dengan
proteoglikan. Selain itu, pada binatang percobaan
dapat mengurangi inflamasi pada sinovium,
menghambat angiogenesis dan khemotaksis sel-
sel inflamasi.
 Glikosaminoglikan dapat menghambat sejumlah
enzim yang berperan dalam prosesdegradasi
tulang rawan. Pemakaian glikosaminoglikan
selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan
dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga,
kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara
statistic bermakna. Pada pemeriksaan radiology
menunjukan progresivitas kerusakan tulang rawan
yang menurun dibandingkan dengan control.
 Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting
pada jaringan kelompok vertebra, dan terutama
terdapat pad metrics ekstraseluler sekeliling sel.
Salah satu jaringan yang mengandung kondroitin
sulphate adalah tulang rawan sendi dan zat ini
merupakan bagian dari proteoglikan. Pada
penyakit sendi degeneratif seperti osteoarthritis
terjadi kerusakan tulang rawan tersebut.
Efektivitas kondroitin sulfat pada pasien OA
melaui 3 mekanisme utama, yaitu : (1) anti
inflamasi; (2) efek metabolic terhadap sintesis
hialuronat dan proteoglikan; (3) anti degeneratif
melaui hambatan enzim proteolitik dan
menghambat efek oksigen reaktif.
 Vitamin C, dapat menghambat aktivitas enzim
lisozim
 Superoxide dismutase, secara invitro radikal
superoxide mampu merusak asam hialuronat,
kolagen dan proteoglikan. Sedangkan hydrogen
peroxide dapat merusak kondrosit secara
langsung. Dalam percobaan klinis pemberian
superoxide dismutase dapat mengurangi keluhan-
keluhan pada pasien.
 Steroid intra articuler, mampu mengurangi rasa
sakit, walaupun dalam waktu yang sangat singkat
.
3. Terapi bedah
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologi tidak berhasil untuk
mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila
terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari-hari.

a. malaligment, deformitas lutut valgus-varus


b. arthroscopic debridement dan joint lavage
c. osteotomi
d. artroplasi sendi total.
BAB III
KESIMPULAN

1. Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif yang mengenai


rawan sendi, ditandai kehilangan rawan sendi yang progresif dan
terbentuknya tulang baru pada trabekula subkondral dan tepi tulang.
2. Predileksi pada sendi penyangga beban tubuh.
3. Asimetris, non-inflamasi, dan progresif lambat.
4. Gambaran klinis nyeri saat digerakkan, kaku sendi jika lama tidak
bergerak, terdapat nodus Heberden dan jarang terdapat nodus Bauchard.
5. Pada pemeriksaan radiologis terdapat penyempitan ruang sendi,
pembentukan osteofit yang hebat, densitas tulang bertambah, dan kadang
terlihat perubahan kistik dalam berbagai ukuran.
6. Gambaran histopatologik biasanya ditemukan adanya
pembentukan fibril yang khas di ruang sendi.
7. Penatalaksanaanya penyuluhan/edukasi pada pasien, proteksi
sendi, latihan penguatan, alat bantu fungsional, farmakologi (NSAID,
acetaminophen, steroid, aspiran, ibuprofen), dan operasi (memperbaiki
deformitas).
DAFTAR PUSTAKA

Himawan, Sutrisna. Patologi. 1990. Jakarta : FKUI.


Kumar dan Robbins. Buku Ajar Patologi Edisi 7. 2007. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6.
2005. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W. Ilmu Penyakit Dalam jilid II. 2007. Jakarta: FKUI
Tim Penerjemah EGC. Kamus Kedokteran Dorland. 2005. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai