Anda di halaman 1dari 38

Sekolah, it is suck. Tugasnya yang menggunung, ditambah lagi PR.

Belum
makalah, belum laporan kerja ilmiah. Belum kliping seni tari dan olahraga, ada Ujian
Akhir Semester ada pekan ulangan (UTS). Manalagi ada pertandingan softball, basket,
ada juga Bazar dengan baksos-nya. Ugh… belum lagi peraturan yang makin ketat aja.
Tiap hari gerbang dijagaain, telat 10 menit gerbang depan udah ditutup. Ketahuan
melanggar aturan baju, disuruh buat perjanjian. Belum lagi dipanggil BK gara-gara
ketahuan nyontek atau musuhan sama temen dan kakak kelas, bahkan masalah pacar
pun jadi.
Itulah gambaran sekolah, tapi buat Tito Zulvan itu lain lagi. Ia menambah list
sekolah itu suck dengan ejekan temennya tentang kacamatanya yang makin tebel.
Tambah lagi perlakuan semena-mena temennya dan kakak kelasnya karena dia itu
penurut and pasrah alias mau jadi orang tertindas. Dia tidak berani melawan. Oh ya…
satu hal yang penting yaitu, tak ada satu pun wanita sekelas apalagi kakak kelas,
bahkan adik kelas pun yang melirik dirinya hanya untuk jadi temen makan waktu
istirahat.
Meskipun dia rajin, pintar, cerdas ia masih kalah pamor dibandingkan dengan
satu cewek yang enggak rajin, pinter, dan cerdas amat, tapi sweet, ramah dan a little
cute. Dan jangan harap kamu meminta Tito untuk ikutan basket, untuk warming up 15
menit non-stop aja udah ngos-ngosan mau pingsan.
Kisah ini sebenarnya bukan tentang Tito, tapi tentang cewek tadi dan
pasangannya. Cewek itu biasa dipanggil Lia atau Chell dari namanya Chellya Fazkia,
dan cowoknya Geishan Al-Farizi atau Ali. Kedua orang ini sering disebut Alia. Alia
sendiri gabungan dari panggilan mereka berdua Ali dan Lia, juga nama dari diary book
yang mereka punya dengan jatah nginep 2 minggu sekali di Ali lalu ke Lia. They are
perfect couple. Tak satu pun dari mereka yang cakep atau cantik luar biasa, mereka
biasa but charming, punya inner beauty yang susah dijelasin.

-1-
Udah dua tahun Ali memegang gelar Student Of The Year dan kapten tim
baseball sekolah. Padahal ia enggak pernah sekalipun jadi juara kelas, paling pol juga
ke-3.. Ali sendiri sekarang baru naik ke kelas 3. Ali itu orangnya jahil banget dan lebih
sering kelewatan kalau lagi bercanda. Ia juga very…very emotional dan bisa dendam
kalau maksudnya enggak kesampaian.
Lia, cewek ini punya daya tarik dari senyumnya, dari caranya nyapa dan cara
dia ketawa. Ia gampang banget terfokus sama satu persoalan sekecil apapun,
perhatiannya bisa unlimited kalau udah sayang banget sama orang. School activity Lia,
dia hanya jadi editor mading sekolah, yang sering dibanjiri anonimus surat cinta dan
puisi buat Alia. Ada yang muji-muji, ada yang benci, ada juga yang bilang cinta mati
sama mereka berdua.
Kejadian pertama dimulai ketika Ujian Akhir Semester 2 (UAS) selesai,
mereka dapet kesempatan off belajar. Hari ini Jum’at 20 Mei 2003, Alia dkk lagi ada
di beranda kelas 2-9 samping lapangan Basket. Saat itu Tito lewat dengan buku-buku-
nya menuju Lab Kimia.
“Oooiii…UAS dah beres. Masih betah kencan ama buku?” Ali yang lagi
ngobrol sama Lia nyepet. Tito lempeng aja, takut di apa-apain kalau ngejawab.
“Eh…mata empat lu denger gak omongan gue?!”Ali mulai kesal karena enggak
ditanggapi.
“Al, sabar dong, jangan gampang marah gitu ah muka kamu jadi jelek tau
nggak?” kata Lia menenangkan Ali.
Lalu temannya Andri mengedipkan mata pada Ali, “Shhttt… ini giliran gue.”
Andri berjalan mengendap-endap dibelakang Tito, lalu dengan cepat mencabut
kacamatanya. “Mata empatt… dua mata lu ada disini…”.
Tito kebingungan beberapa bukunya terjatuh, “Eh… balikin ddoongg, kkaaca
mmaattaa gguuuee.”
Andri kembali meledek, “Apa? Kamu ngomong apa? Sorry gak kedengeran,
yang jelas dong… jangan gagap gitu?”.
“Bbbaaliikin kkacammataku.” Tito kembali meminta, lalu… ia tersandung
bukunya sendiri.

-2-
Lia sempat berdiri untuk membantunya, tapi Ali melarang. Ali yang sedang
memegang tangan Lia segera mengambil alih kacamata Tito dari tangan Andri, lalu
mempermainkannya kembali. “Tiittoo cakep, disini lho kacamatanya.”kata Ali.
Tito meraba-raba di lantai kemudian berdiri perlahan. Tiba-tiba Pak Guntur
Sang guru olah raga datang. “Heh… Geishan kamu apain si mata empat ini?”. Ali
menggelengkan kepala. “Bohong kamu! Itu kacamatanya ada ditangan kamu!”lanjut
Pak Guntur.
“Anu…Pak…itu…”Ali berkata gugup.
Lia yang berdiri disamping Ali karena belum melepas genggaman tangannya
pun membantu, “Itu Pak, tadi Tito jatuh, terus kacamatanya lepas jadi Ali mau
ngasihin kacamatanya Pak.”.
“Betul Pak!” bantu Andri.
“Iya Pak. Nih To, kacamatamu, lain kali hati-hati ya…”kata Ali sambil
memberikan kacamata itu. Tito pun berterima kasih dan segera pergi, tapi tidak
dengan Pak Guntur. “Ada apa Pak?”tanya Ali.
Pak Guntur tersenyum,”Mmm, itu… pacaran sih pacaran, tapi itu… tangannya
lepas dong dari tadi enggak lepas lepas. Jangan-jangan kamu bawa juga tangan
pacarmu ke toilet.”
“Maaf Pak” ucap Ali sembari melepas genggamannya, Lia pun jadi ikut malu.
“Nah gitu dong.”kata Pak guntur yang kemudian pergi.
Selepas kepergian Pak Guntur Alia kembali berbincang,”Al, nih Alia (diary)
minggu ini giliran kamu, jangan lupa isi.”kata Lia.
Ali menjawab,”Iya, eh… besok minggu kamu bisa nonton pertandingan
baseballku kan?”
Lia menjawab melihat wajah Ali yang cemberut,“Sorry, aku gak lupa, aku…
udah keburu janji datang ke tunangannya kakak sepupuku. Gimana kalau kamu datang
kesana jemput aku.” Ali mengangguk. “tapi aku nggak bisa lama-lama, gak apa-apa
kan?”.
“it’s Ok, asal kamu datang aku udah seneng kok.”kata Ali.

-3-
Hari minggu siang Ali udah siap pergi pake mobil Ford bokapnya menuju
rumah sepupunya Lia. Sesampainya disana seorang satpam berjalan mendekat, “Cari
siapa dik?” katanya.
“Bisa ketemu Lia enggak?” kata Ali.
“Oh…Non Lia. Tunggu sebentar saya panggil dulu.”jawab Pak Satpam yang
segera berlari kedalam rumah.
Ali keluar dari mobilnya, dan…setelah menunggu sesaat Pak Satpam itu
kembali, “Silakan masuk, Non Lia sudah didalam, mari saya antar.”
Di dalam rumah Lia sedang minta izin pada kakak sepupunya itu, “Mbak May,
boleh dong… bentar aja. Kan acaranya masih 3 jam lagi. Lia janji gak bakal telat.”
May, “Yang mana sih orangnya. Mbak jadi pingin tahu, liat kamu sampai
maksa-maksa kayak gini.”.
“Itu tuh… yang lagi kesini sama Satpam.”tunjuk Lia. “Boleh juga Ford-
nya.”gumam May.
Tak lama Ali pun sudah ada dihadapan mereka, “Ini mbak, namanya Geishan,
biasa dipanggil Ali.” Lia mengenalkan.
“Siang Mbak.”sapa Ali.
“Siang, cakep yah… pantesan Lia sampai mohon-mohon. Kalau yang kayak
gini sih mbak juga mau.” kata May.
“Maaf tapi yang kayak gini tuh limited edition, dan yang lain udah pada is det
(is death = mati).”canda Ali.
“Iya,dan yang ini hanya untuk Lia.” Lia membanggakan.
“Humoris juga toh.” gumam May.
Lia pun segera mengajak pergi, Ali pun pamitan,”Permisi Mbak, Lia-nya mau
saya culik dulu, lain kali saya kembalikan.”
May menanggapi,”Silakan, bawa aja asal jangan ada tebusannya.”
“Oh ada, tebusannya kawinkan saya dengan Lia kalau ingin kembali.”Ali
menambahkan.
“Sudah ah… nanti telat. Yuk Mbak saya pamit, Assalammualaikum.” Lia
segera membawa pergi Ali.
“Mereka cocok ya… padahal aku baru pertama kali liat. Rasanya udah pas
gitu.” May berkata sendiri.
-4-
“Betul Mbak May, yang satu cakep dan kaya juga baik, yang satu cantik, ramah
dan…cocok lah.” kata Satpam.
“Betul… Eh Pak Satpam kok disini, jagain pintu depan dong. Nanti kalau saya
diculik kayak Lia gimana!” May baru sadar kalau Pak Satpam sejak tadi masih ada
disana.
“Oh iya, maaf Mbak May.”katanya lalu kembali ke pos jaganya.

Di Baseball Hall, pertandingan akan dimulai. Para pemain tiap tim berlari ke
lapangan. Ali sebagai pitcher berlari ke arah penonton menghampiri Lia.
“Jadi yang terbaik ya kali ini. Mmuah” kata Lia kemudian menciumnya.
“Wish me luck hon (Honey).” pinta Ali.
“Selalu.... I love you Al.” kata Lia melepas kepergian Ali. Kiss bye Ali
memulai pertandingan itu.
Announcer,”Pertandingan ini dimulai dengan kiss bye Geishan Al-Farizi
kepada gadis disudut sana. Rupanya dia adalah Chelya, penulis artikel ‘listen your
English’ yang terkenal itu. Ya… Al-Farizi bersiap melemparkan bola kepada Andi
sebagai starter pertama tim lawan. Strike 1… (bla…bla…bla).”
Game sudah berjalan setengahnya, kini giliran tim Ali memukul bola, saat itu
Lia memanggil Ali. “Al, aku harus pergi maaf. Gak apa-apa kan?”kata Lia kepada Ali.
“It’s Ok, gak apa-apa kok. Bentar lagi juga selesai. Take care ya… and wish me
win this.” Jawab Ali.
“I’ve told you don’t ever ask. You take care your self too OK ?!. Jangan sampai
cedera… aku pergi.” Lia pun pergi.
Selesai pertandingan, Kasya teman Ali semasa kelas 2 menghampirinya, “Al,
kamu main bagus kali ini. Karena lemparanmu yang selalu bikin lawan dapet strike.”
“Tapi man of the match-nya kan Bimo cowok kamu, dia juga yang bikin home
run.”Ali merendah.
“Ah… baseball kan bukan gimana cara kita buat home run, tapi gimana biar
lawan gak dapet point. Lagi pula apa sih bagusnya Bimo. Bete gue ngeliatnya.” Kasya
to the point.
“Lu lagi bete ya ama Bimo?” Ali menebak.

-5-
“Gitu deh… dia tuh gak konsisten banget. Bentar sama ini, bentar sama itu dan
gue selalu jadi back-up-nya. Giliran seneng aja sama orang lain, giliran susah aja baru
sama gue. ”
Kasya terus saja berbicara meskipun sudah Ali mengajak untuk pulang bareng.
Di dalam mobil Ali, Kasya belum berhenti mengeluh, sampai akhirnya terpaksa
berhenti oleh bunyi handphone Ali, “Sorry, gue keluar dulu ya…” katanya. Ali
bersandar di pintu mobil yang kacanya terbuka, ia pun berkata, “Halo Chell, gimana
acaranya, seru ? kamu enggak kabur kan ? ”.
Chellya menjawab, “Seru sih lumayan, tapi gue kabur. Sekarang lagi ada di
tukang bakso seberang jalan. Eh… gimana game-nya sukses? Gak cedera kan?”.
“Game-nya rame banget dan berkat doa kamu, kita menang lagi. Tapi aku baik-
baik aja kok.” Jawab Ali.
Tiba-tiba saja, “Al, kapan dong perginya? Udah ke-sore-an nih!” Kasya sedikit
berteriak.
“Sapa tuh?” tanya Lia ketus.
Ali menjawab dengan sedikit takut, “Itu… cewek… Kasya…”
“Gila lu ya… di belakang gue jalan ama cewek lain.Brengsek.” Lia kesal.
“Eh… jaga tuh omongan enak aja bilang orang brengsek, Lu yang cemburuan
dasar posessif.” Ali memanas.
“Apa ? posessif ? gak salah ? kalau gue posessif lu gak bakalan bisa jalan ama
tuh cewek. Ngerti gak ?” Lia makin jadi.
“Gak usah deh ngajarin orang, tau kelas dong. Udah ah… males gue.” Ali
makin panas.
“Ya udah” kata Lia.
“Ya udah” juga kata Ali.
Keduanya menutup pembicaraan dengan penuh kekesalan. “Sorry, lu berdua
jadi berantem gara-gara gue.” Kata Kasya.
Ali tak menjawab, ia men-starter mobilnya dan mulai kebut-kebutan di jalanan.
Esok pagi disekolah. Pukul 06.45 adalah waktu dimana mereka bertemu untuk
pertama kalinya hari itu. Lia yang pergi bersama temannya Meily dan Puspa
berpapasan dengan Ali dan Andri dan… mereka pun berpapasan.
“Huh!” gumam Ali.
-6-
“Iiihhh” balas Lia.
Meily, Puspa juga Andri tampak tidak asing dengan suasana itu, Meily dan
Puspa pun mulai berhitung, “Satu…Dua…Tiga!”.
Ali dan Lia menoleh kebelakang dan saling menunjukkan wajah terjelek
mereka, “Weeeek…” keduanya memalingkan muka lagi dan berjalan menuju kelas
masing-masing.
“Nape lu, berantem lagi?” Puspa bertanya.
“Bodo!” Lia menjawab dengan kesal.
“Najis gue, kenapa dia enggak ngilang aja, jijik!” lanjutnya.
“Eh… neng tuh congor (mulut) harus dijaga. Ntar dia ngilang beneran, tau rasa
lu…” kata Puspa lagi.
“And so What?” kata Lia.
Mel menjawab dengan sedikit mengejek, “Sekarang aja ngomongnya So What?
Nanti nih… kalo gak baikan seminggu lagi pasti ngomongnya ‘Sepi ya rasanya kalo
enggak di telepon. Udah seminggu loh, aku kan kangen.” Dan mereka pun ber-
Huuuuu ria, tapi Lia malah tambah manyun.
Di lain tempat Ali mengungkapkan kekesalannya, “Heran gue ama tuh cewek,
gak bisa apa biarin gue sekaliiii aja ngaterin temen gue. Posessif banget sih, emang gue
under wear-nya apa yang tiap hari harus di pake ama dia, dan enggak boleh di pake
orang laen.” katanya.
“Berantem lagi nih ceritanya?” Andri nyeletuk.
“Bego lu ya… udah tau pake nanya. Btw gue ini kan cowok, nggak akan
pernah minta maaf sebelum cewek ngakuin kesalahannya.” kata Ali lagi.
“Eh… jangan gitu dong, kasian kan ?” kata Andri.
“Bodo, kebiasaan tuh, kalo berantem gue terus yang minta maaf.” Kata Ali
sambil menyimpan tas dimejanya.

Udah seminggu lebih tiga hari dari kejadian itu, ternyata mereka belum juga
baikan. Alamat bakalan ada perang lagi meski-pun udah baikan. Siang itu Lia ada
dikamarnya, melamun memikirkan Ali. Ia stuck gak tau harus ngomong apa sama Ali,
kalau pun dia tau mau ngomong apa, dia takut kalau-kalau Ali malah gak nge-respon.

-7-
Didalam kebingungannya ia punya ide untuk minta advice dari Meily, dan Lia pun
menghubungi temannya itu.
Lia berkata, “Mel… udah sepuluh hari loh, Ali gak ngomong ma aku. Dia juga
enggak nge-SMS aku. Biasanya kan kalo udah seminggu dia bakalan minta maaf…”
“Bener kan apa yang gue bilang, dulu aja ‘so what?’ sekarang… kayak gini nih
jadinya.” Kata Meily.
“Mel…! Serius dong… gue jadi ngerasa ‘guilty’ nih…” Lia memotong
pembicaraan Meily.
“Guilty?” tanya Meily.
“Iya… gue ngerasa bersalah atas omongan dan kelakuan gue ama dia kemaren-
kemaren. Pertama-tama sih gue nyantai aja, toh dia juga bakalan minta maaf seminggu
lagi, but he didn’t…” Lia mulai bercerita dan Meily langsung menasihati
“Chell, disini gue enggak mihak siapa-siapa. Gue enggak mihak lu atau pun
Ali. Tapi dari setiap perkengkaran kalian berdua yang gue tau, 95% yang pertama kali
minta maaf itu Ali kan ? So I guess it’s time for you to replace him. I don’t know
maybe… he just tired to be the one who always ask for an apologize.” Meily memulai
ceramahnya.
“Tapi Mel… gimana kalau dia masih diem?” Lia kembali bertanya.
“Diam itu bukan berarti enggak nge-respon Chell, itu bisa berarti dia sedang
berfikir how to face you next day or how to make your relationship better. So… you
better catch up your time, before he think too long, and think you all better…
separated…” jawab Meily.
“Jangan ngomong gitu dong Mel… kalau beneran gimana? Gue kan
masih…you know, gue masing sayang dia.” Lia berkata sambil sedikit menangis.
“Ya… udah cepetan. Wish you all the best. Bye…”kata Meily mengakhiri
pembicaraan.
“Bye… Thank’s.” Kata Lia.
Lia kembali termenung setelah mengakhiri sesi konsultasi dengan Meily. Dia
masih berfikir cara yang terbaik itu bagaimana. Ia pun mengirim MMS dan berkata,
“I’m sorry, I’m too egoist to ask an apologize. So… forgive me please?” Beberapa
detik kemudian, ia menerima status report kalau MMS-nya udah diterima, tapi telepon

-8-
nya masih berbunyi, ia pun memeriksa dan ada SMS dari Ali, “I don’t know what to
say. I just miss you… I… just… missing you…”
Lagi-lagi esok harinya di sekolah, bukan pagi-pagi, tapi siang waktu bubaran.
PR yang menumpuk serta pelajaran yang ngaret terus jam-nya membuat Alia menunda
pertemuan mereka. OK sekarang mereka berdua lagi ada di depan Lab Fisika yang
adeeeeemmmm banget suasananya, hanya mereka berdua. Sebetulnya temen-temen
mereka lagi pada nyariin but… they don’t know where to find them.
“Lia kemana sih?” tanya Puspa pada Andri.
“Tauk tuh…lu liat nggak Mel ?” jawab Andri yang kemudian bertanya pada
Meiliy.
“Nope! Cari barengan yuk…” ajak Meily pada mereka berdua.
Sementara itu di teras Lab Fisika, Alia mulai berbicara.
“Al…” kata Lia yang terhenti.
“I know… me too…” sambung Ali.
Lia pun memeluk tangan Ali. Keduanya terdiam.
“Sorry, aku terlalu egois untuk lebih dulu minta maaf. Semua salahku… semua
ini bermula dari kemarahanku. Kalau saja aku tak marah, kita enggak bakalan
berantem.” Lia memulai.
“Jangan gitu dong, aku juga salah. Kalau aku enggak ngajak Kasya pulang
bareng, kamu enggak akan marah.” kata Ali.
“Aku lagi yang salah.” kata Lia memaksa.
“Aku” kata Ali yang juga bersikeras.
“Aku Ali.” kata Lia lagi.
“Kamu tuh nggak mau ngalah ya… udah dibilangin aku yang salah kok
maksa.” nada bicara Ali mulai naik.
“Kamu yang nggak mau ngalah, maunya sok bener aja !” Lia yang sama aja.
Betul kan ? mereka berdua perang mulut lagi, padahal baru aja mesra-mesraan
saling minta maaf.
“Eh…eh…eh baru aja baikan malah berantem lagi. Gimana sih kalian ini.”
Meily memotong.
“Ini nih, dibilangin aku yang salah, eh malah maksa dia yang salah.” Kata Lia.

-9-
“Kalian tuh ya… masalah gitu aja diributin, kayak anak SD aja. Yang jelas
yang salah itu kalian berdua, enggak ada satupun yang mau ngalah dan gampang
banget naik darah. Ayo... maap-an lagi.” kata Andri.
“Sudi gue.” kata Ali.
“Tuh kan, Andri bilang juga apa… cepetan maap-an.” Andri berkata lagi.
Keduanya masih terdiam, Puspa yang sedari tadi diam langsung mengambil
langkah. Ia menarik tangan mereka berdua dan menyatukannya dan ia berkata, “Ali…
tangan lia mau minta maaf sama Ali. Tangan Ali bilang aku maafin kok, tapi jangan
marah lagi ya…” melihat kejadian itu Meily, Andri, Puspa, dan Alia pun tertawa.
Tak lama Benyo si kapten Basket menghampiri Ali, mereka berbicara empat
mata, cukup serius rupanya. Setelah itu Lia bertanya, “Kenapa si Benyo ?”
Ali menjawab, “Itu, gue disuruh ikut main di playoff minggu depan ?”
“Emang pemain yang lain kenapa ?” tanya Puspa.
“Si Aben three pointers kita lagi cedera… dan kita butuh Ali buat gantiin dia
sementara, Ali cuman jadi cadangan kok. Kalau kita udah bener-bener kepepet, baru
kita mainin Ali.” Jelas Andri yang jadi pemain utama. Mereka semua pun ber ooh…
setelah itu mereka pun bubaran.
Hari ini Lia mengajak Ali untuk pergi kencan (ehm…) tapi Ali menjawab,
“Sorry, Hon malam ini gue nggak bisa lagi banyak ulangan nih. Kalau pun mau paling
kamu ke rumahku aja, kita bisa ngobrol dan aku juga bisa sambil belajar, gimana ?”
Lia mengangguk dengan sedikit kecewa. Setelah mereka berdua bicara Lia
pergi dan menemui Tito, ada apakah gerangan ? Let see…
“Chell…ggimmannaa ? bisa?” tanya Tito.
“Kayaknya enggak sekarang-sekarang deh… I don’t know… he’s too busy. I’ll
try later…” jawab Lia.
“But you don’t have long enough time… kita harus cepet-cepet, in next 2
month... you know…?!?” Tito dengan fasihnya bercakap dengan bahasa Inggris.
“I don’t know To… kayaknya gue mundur… gue nggak bisa ninggalin dia…”
Lia menjelaskan.
So… what’s it all about… are they have an affair? Well… what do you think?

- 10 -
Malam harinya Alia pun bertemu setelah Ali menjemputnya. Mereka berdua
pun masuk ke rumah Ali. Sementara Ali berganti baju, Lia sedikit terkejut melihat
meja di rumah itu penuh dengan buku yang judulnya pasti ada kata SPMB dan UAN
juga brosur-brosur tentang PTN dan PT yang ada baik di Indonesia maupun negara
tetangga. Ali pun segera datang, “So… what’s up…” tanya-nya.
“Enggak ada, I just wanna be with you, that’s all.” kata Lia.
“Is you miss me that much?” Ali sedikit heran dan sedikit pula tersenyum
bangga.
“Well… I guess so.” jawab Lia.
“Mmm” gumam Ali.
Beberapa lama kemudian Ali sudah terfokus dengan buku-buku-nya. Suasana
pun jadi hening, ya… meskipun kadang bercakap-cakap lagi beberapa saat. Lia
menatap wajah Ali lekat-lekat, begitu lekatnya sehingga tercipta wajah sedikit
menyesal namun tersenyum sesaat kemudian. ‘How can you make me like this, love
you that much’ kata Lia yang berbisik.
“Kamu ngomong apa Chell?” kata Ali tiba-tiba. Ia ternyata mendengar
perkataan Lia.
“Apa? Enggak…nggak ngomong apa-apa. Salah denger kali.” Jawab Lia yang
sedikit kaget.
Kata hati Lia mulai berbicara, ‘Come on Chell, kamu harus ngomong sekarang.
Kapan lagi kamu punya kesempatan seperti itu’. ‘Jangan Chell… kamu tega ninggalin
Ali… he loves you that much, dan kamu enggak tau kapan atau mungkin enggak
pernah nemuin orang macam dia lagi.’ Bagian hati Lia yang lain menyangkal. Lia pun
memberanikan diri, “Al…” katanya.
Ali pun menjawab dengan gumam-an, “Hmm” begitu terus sampai ketiga
kalinya Lia memanggil.
“Apa sayang?” kata Ali sambil memeluknya, “Kayaknya takut banget. Mau
ngomong apa sih?”.
Lia terdiam, ia bingung, “Aku… aku…”
“Apa sih cantik?” Ali kembali bertanya.
“I love you.” kata Lia.

- 11 -
“Astaga… love you too honey.” Kata Ali sambil tertawa. “Ngomong gitu aja
susah banget sih…” lanjutnya sambil kembali belajar.
“Al…” kata Lia lagi.
“OK, we need to talk, didn’t we?” kata Ali yang kemudian menaruh pensilnya
dan membereskan bukunya. “Kita ngobrol di luar aja, biar bisa lebih nikmatin malam
ini.” Lanjutnya.
Mereka berdua pun keluar dan duduk di teras dan Ali memulai pemicaraan,
“So… ada apa Chell, kayaknya kamu mau ngomong sesuatu.”.
“Well actually yes…tapi ini bukan waktu yang tepat, lagi pula enggak penting
kok.” Lia mengelak.
“Baiklah kalau begitu. Hmm… lalu sekarang kita ngomongin apa ya…” Ali
bertanya kepada Lia.
“Hmm…Eh iya udah liat film baru-nya Liv Tyler belum yang
judulnya….bla…bla…bla” Ali dan Lia menereuskan pembicaraan sampai cukup larut
malam itu, tapi maksud Lia untuk menyampaikan sesuatu belum juga terlaksana.

Esok harinya di sekolah, Lia saat ini sedang bersama Ali dan kawan-kawan.
Mereka bercanda seperti biasa. Tiba-tiba saja Tito datang, “Maaf Al, gue mau
ngomong sebentar sama Lia.”
“Ada apaan lo ama cewek gue…?” kata Ali dengan sedikit hentakan.
“Nggak… kalau nggak bisa sih… lain kali aja…” Tito menjawab dengan takut.
Hampir saja Ali mau ngomong lagi Lia keburu memotong,
“Sekarang aja, nggak apa-apa kan Al? Bentar kok… ya.” katanya sambil
mengelus pipi Ali.
“Hmm” gumam Ali setuju.
Setelah mereka berdua pergi Andri berkata, “Tumben lu baik ama Tito, udah
nggak gatel ngerjain tuh anak.”
“Kagak… gue lagi enggak mood aja… males ah…” jawab Ali.
Lain lagi dengan Puspa dan Meily dahi-nya masih berkerut-kerut, entah apa
yang sedang mereka pikirkan.

- 12 -
Sementara itu jauh di perpustakaan sekolah Lia dan Tito sedang berbicara.
“Enggak bisa To… jangan sekarang… Ali… pokoknya…” kata Lia terputus-putus
menanggapi pertanyaan Tito.
“Tapi ini kesempatan yang jarang banget… inilah saatnya.” Tito memaksa
masih dengan gagap.
“I know… but… aku… entahlah To, aku fikirkan dulu.” Lia masih ragu, tapi
Tito masih memaksa.
“Chell… come on… !” desak Tito
“Terserah deh… lu maksa banget… tauk ah… terserah…terserah….terserah.”
kata Lia yang kesal dan pergi meninggalkan Tito sendiri di perpustakaan.
“Kenapa Chell?” tanya Ali ketika mereka bertemu lagi di pelataran parkir.
“Enggak… Tito minta saran buat artikel dia di mading nanti.” jawab Lia
dengan pandangan sedikit menghindar.

Hari terus berlalu tanpa banyak perubahan. Alia dan kawan-kawan juga Tito
menjalani kehidupan mereka seperti biasanya. Mengenai jadwal playoff basket, Ali
bermain gemilang, tentunya karena ada Chellya yang enggak berhenti support dia.
Yah… walau hanya mencetak 15 angka, tapi semua itu dilakukan Ali dengan lemparan
tiga angka. Ali menggantikan Aben yang tampak sudah kesakitan. Andri juga tak kalah
bagus, ia berhasil me-rebound 5 dari 8 tembakan lawan dan berhasil melakukan slam
dunk dua kali berturut-turut…Pokoknya minggu ini Ali dan Andri sedang gemilang,
beda dengan Lia yang menonton dengan penuh rasa takut dan ragu tentang kejadiannya
dengan Tito.
Sampai suatu hari Lia marah besar sama Tito. “Gila lu To… gue bilang kan
gue mundur… gue enggak mau., tapi kenapa surat ini sampai ada di teras rumah gue.
Kurang ajar lu, lu berbuat sesuatu untuk gue tanpa izin gue. Brengsek… kurang ajar.”
Kata Lia.
“So..sorry,gue kira lu suka surprise.” kata Tito membela diri.
“Well yeah I like it, but not this kind of surprise, you idiot !” Lia mulai
memaki.
Tito kembali membela diri, “Tapi waktu itu lu bilang terserah, jadi…”

- 13 -
“Eh… apa-apaan lu…” suara itu terdengar cukup nyaring, Ali kemudian
memegang baju Tito. “Ada apa Chell ?” lanjut Ali.
Lia diam, ia hanya pergi sesaat kemudian.
“Hey, Big guy… stay away from my girl.” ancam Ali yang kemudian
melepaskan baju Tito dan mengikuti Lia.
Setelah kejadian itu, Lia menjadi berfikir dua kali. Haruskah ia tinggal atau
pergi. Jika tinggal ia akan bersama Ali dan membiarkan kesempatan yang entah kapan
ia dapatkan lagi itu pergi begitu saja. Jika ia pergi, itu berarti ia pergi dari Ali. Pilihan
yang sulit memang. Lia belum berani bercerita pada siapa-siapa bahkan Meily
sekalipun. Ia takut…takut.
Kejadian berikutnya di sekolah… Lia kali ini pergi lagi dengan Tito entah
kemana setelah meminta izin kepada Ali. Sepeninggal Lia dan Tito, Ali langsung pergi
ke kantin sekolah dan kembali membuka buku pelajarannya. Ia tampak serius sekali
untuk mencapai cita-citanya menjadi seorang astronom. Lain dengan Meily, Puspa dan
Andri. Mereka masih terdiam dengan wajah bingung yang sedang berfikir
(Ayo… gimana coba… praktek-in). Tiba-tiba Puspa berkata “Lu pada ngerasa?
Something weird…”
Meily dan Andri melihat ke arah Puspa, “Lu juga?” tanya mereka berdua.
“Pasti ada yang lain… ada yang enggak beres.” kata Meily.
“Trus kita ngapain.” Puspa bertanya pada Meily dan Andri.
“Gini deh… kita bagi-bagi tugas. Kita enggak mau ‘kan Alia pisah, juga
sobatan kita ?” kata Andri pada kedua temannya yang berdehem.
“Oke, gue bagian ngomong sama Ali… dan kalian berdua urusin Lia. Untuk
sekarang gue mau coba ngomong sama Ali soal ke-anehan ini, dan kalian cari tahu apa
yang Tito dan Lia lakukan, Sip?” jelas Andri. “Setengah jam lagi kita ketemuan di
disini.” Lanjutnya. Setelah itu mereka pergi menjalankan tugas masing-masing.
Di posisi Meily dan Puspa, mereka mengikuti Lia dan Tito yang masuk ke
warnet, “Pus… mereka lagi ngapain?” tanya Meily.
“Gak tau Mel, enggak jelas… mereka terlalu jauh. Mereka satu meja di depan
kita…” jawab Puspa.
“Lu… emang dasar bolor ya…sini biar gue aja.”perintah Meily.

- 14 -
Cukup lama mereka mengintai namun tak begitu terlihat hasilnya. Untung saja
Tito dan Lia tidak tahu. Dan 30 menit kemudian mereka log off. Ketika keluar dari
warnet dan kembali lagi menuju sekolah, Lia sempat bersalaman dengan Tito, dan
memberikan kiss bye ketika Tito pergi. Meily dan Puspa terkejut melihatnya. ‘Affair’
kata itu terlintas dibenak mereka.
Ketika mereka asik berdisikusi tentang apa yang mereka lihat tadi Lia menyapa
dari jauh, “Hai Mel, Pus.”
“Oh… shit” pekik mereka dan saling menyalahkan.
“Lu sih Mel, ngajak diskusi terus, jadi aja ketauan.” Puspa menyalahkan Meily.
“Apa sih… lu juga yang maksa sama pendapat elu.” Meily menyalahkan Lia,
tanpa sadar Lia sudah ada dihadapan mereka.
“Kenapa Mel…Pus?” tanya Lia kemudian.
“Ya… enggak ini si Meily” kata Puspa.
“Kenapa Mel ?” tanya Lia lagi.
“Iya…ini gue… kenapa Pus?” Meily yang kebingungan malah kembali
bertanya.
“Ye… mana gue tau… Mel, Chell gue ke wartel dulu ya…” Puspa pergi
menghindari percakapan.
Sial kata hati Meily. “Itu… si Puspa… gue disuruh nemenin dia nunggu
jemputan bokapnya.” Meily terpaksa berbohong. Meily dan Lia bercakap cukup lama
sampai akhirnya Puspa kembali.
“Gimana Pus… jemputannya mau datang kapan?” Lia bertanya.
“Jemputan ? Oh… barusan gue telepon ke rumah katanya udah pergi dari
tadi.” Puspa menjawab sambil melotot-melotot kepada Meily.
“Lho… emang handphone lu kemana?” Lia bertanya lagi.
“Handphone… ketinggalan di rumah” Puspa bohong lagi. Baru saja Puspa
berkata seperti itu terdengar ringtone HP-nya.
“HP sapa tuh ?” Meily bertanya.
“Punya lu kali… ?” kata Puspa.
“Gue… punya gue pan udah dijual… lu kali… ” kata Meily kepada Puspa.
Lia jadi bingung, begitu juga Puspa yang ketahuan bohong. Puspa pun mulai
sibuk cari HP-nya.
- 15 -
“Eh… ini dia. Sumpah lo Chell dari tadi gue cariin enggak ada.” Puspa
membela diri.
Lia hanya tersenyum dan berkata, “Ya udah gue duluan ya…”
Di sekolah Andri sedang berbicara dengan Ali, “Al… lu ngerasa aneh enggak
sih sama Lia akhir-akhir ini?”.
“Nope” jawab Ali singkat.
“Maksud gue, dia tuh rada-rada sering pergi sama Tito… ya… gue sih enggak
mau jadi biang keladi berantem-nya kalian. Cuma…” Andri tak melanjutkan.
“Ya… sih, tapi itu kan hak dia. Gue enggak mau jadi cowok yang OP
(overprotected).” kata Ali.
“Gue sih cuman sekedar mengingatkan, kalau ada apa-apa nantinya. Gue
enggak mau tahu.” kata Andri, tapi Ali masih kelihatan cuek. Andri mecoba berbicara
lagi, namun nampaknya Ali terlalu serius belajar, akhirnya dia pun pergi ke tempat
janjiannya bersama Puspa dan Meily.
Sudah hampir 20 menit Andri menunggu, tapi dua gadis itu belum juga muncul.
Tapi untungnya muncul juga sambil berlari-lari.
“Gila And, Nyaris kita ketahuan sama Lia.” Kata Puspa.
“Ya udah… enggak usah dibahas. Sekarang kita kumpulin informasi yang ada.”
kata Andri.
Puspa mulai melapor,”Kita enggak tahu mereka buka site apa di warnet, tapi
sepulang dari sono, kita ngeliat Lia salaman terus ngasih kiss bye sama Tito.”
“Lu sendiri gimana And?” tanya Meily.
Andri pun menjawab, “Gue udah coba peringatin Ali, tapi dia rada-rada cuek.
Maybe next time…”
“OK, kayaknya informasi kita masih minim banget. Gimana kalo tiap malem
kita telepon-teleponan tukeran informasi. Soalnya kalau disekolah takut ada yang
denger dan nanti nyebarin gossip yang enggak-enggak.” Usul Meily.
“Setuju” ucap Andri dan Puspa.
Mulailah ketiga sobat ini cari informasi tentang Lia dan Tito dalam rangka
mencegah perpisahan Alia.
Seminggu sesudahnya informasi yang didapat ternyata masih sangat minim, Ali
masih cuek dinasehatin dan Lia dengan Tito makin sering aja keluar bareng. Ketiga
- 16 -
sobat ini makin pusing aja. Sampai suatu malam Chellya curhat melalui telepon dengan
Meily. Gini katanya…
“Halo, Eh…Lia, gimana kabarnya… kalo enggak salah sekarang lagi sibuk
sama Tito. Jarang banget ngumpul bareng kita-kita. Ali aja kayaknya rada-rada BT
gitu…” Meily yang menjawab telepon itu langsung nyerocos.
“Sabar dong neng…” kata Lia.
“Iya cantik… mau ngomong apa sih, tumben-tumbenan?” Meily bertanya.
“Mel… gue dapet undangan buat jadi siswa 1 semester di Brunei.” Lia
memulai.
“What??? Apa??? Serius lu?” Meily amat sangat terkejut sekali.
“Trus?” tanya Meily.
“Gue dapet informasi tentang hal itu sebenernya udah lama dari internet.
Kebetulan Tito nanya dan gue bilang kalau gue tuh pengen banget. Sebenernya sih…
gue udah mundur dan enggak mau jadi peserta, tapi Tito maksa dan tau-tau… 2
minggu kemaren, datang surat dari Brunei kalau gue itu udah diterima jadi siswa di
sana. Padahal Mel… sumpah gue enggak pernah ngajuin diri. Waktu gue tau itu
kerjaannya Tito, gue marah banget sama dia sampai Ali ngacam tempo hari. Setelah itu
mau enggak mau gue harus kesana, sayang kan ?” Lia menjelaskan. Meily terdiam
cukup lama.
“Mel… lu masih disitu kan ?” Lia ragu.
“Iya… jadi lu mau pergi ? kapan ? terus mau ngomong sama Ali kapan ?”
Meily bingung harus berkata apa lagi, akhirnya hanya kata itulah yang terucap.
“Gue mau ngomong sama Ali besok. Belajar disana-nya sih nanti habis UTS,
gue juga pergi sekitar bulan-bulan itu.” Lia menjawab pertanyaan Meily.
“Gila Lu… UTS kan 4 minggu lagi !. Kenapa mendadak gini sih Chell ?
kenapa enggak dari dulu lu ngomong?” lagi-lagi Meily terkejut.
“Entahlah Mel, selama ini gue ragu… udah ya Mel, gue udah plong cerita ini
semuanya.” Lia pun menutup teleponya, sementara Meily masih terbengong-bengong
dan kebingungan. Setelah berfikir cukup lama ia pun menghubungi Puspa dan Andri
untuk membicarakan langkah selanjutnya yang akan mereka tempuh.
Lain dengan Ali yang sekarang sedang melamun memikirkan nasihat Andri,
dan ternyata ia setuju bahwa Tito sedang berusaha merebut Lia. Ia memikirkan dalam-
- 17 -
dalam perkataan Andri selama ini. Ia pun mengingat-ingat setiap kejadian di mana Lia
pergi meminta izin pergi dengan Tito. Ia sadar, ia telah melupakan Lia demi mengejar
cita-citanya menjadi seorang astronom. Ia terlalu sibuk belajar, sampai-sampai Lia
merasa tersishkan dan beranjak meninggalkan dia. Esok pagi ia bertekad meminta
maaf lagi dan mulai lebih memperhatikan Lia.
Lagi-lagi besok paginya disekolah yang amat sangat kebetulan 4 jam pelajaran
pertama kosong, dipake buat rapat tentang persiapan UTS juga enggak lupa dengan
acara Bazaar dan Baksos-nya juga karena guru mata pelajarannya ada yang tidak hadir
hari itu. Alia diam-diam berbicara berdua di dekat ruang OSIS tak jauh dari kelas
mereka. Apa yang mereka bicarakan? Itu adalah semua hal yang ingin Lia dan Ali
katakan.
“Al…Chell” kata Alia bersamaan.
“Ada yang mau diomongin.” kata mereka bersamaan lagi.
“OK kamu duluan.” Masih juga bersamaan.
Alia terdiam sesaat sampai Ali berkata, “Ya udah kamu duluan yang
ngomong.”
Lia masih diam, ia takut dan ragu. “Al… I think we didn’t make it all this time,
and we can’t make it.” katanya.
“Means?” tanya Ali.
“You know… I have to go.” kata Lia.
“Where? And Why?” tanya Ali.
Lia pun menjelaskan, “Gue… dapet undangan buat sekolah di Brunei. So…
we’ll far apart, karena itu… aku, kamu…kita…”
Wajah Ali terlihat murung, “But… we can make it Chell, believe me we can!”
kata Ali begitu yakin.
Lia pun menjawab, “I’m not sure Al… maksudku… kita deket aja kita sering
berantem, apalagi kalau kita jauh…kita… aku enggak tahu Al… aku bingung.” Dan
keduanya terdiam lagi.
Ali tertunduk sedangkan Lia melihat kesana kemari takut akan perkataan Ali
selanjutnya. “Kapan kamu pergi?” tanya Ali.
Lia menjawab, “Akhir bulan depan.”

- 18 -
Ali terkejut, “Secepat itu? kenapa harus mendadak Chell, kenapa kamu enggak
cerita dari dulu. I’m sure we can be better than this.”
“Aku takut Al… aku takut kau marah. Lagipula kalau Tito nggak nge-daftar-in
aku nggak kan pergi.” Jelas Lia.
“So… it means we can choose anyone else, doesn’t we?” Pertanyaan Ali
dijawab oleh anggukan Lia.
“Yeah… it is all up to our self now.” kata Lia.
Ali pun beranjak pergi, tapi Lia mengikutinya dan memeluknya. Pandangan
mereka bertemu dan saling menatap jauh kelubuk hati yang ditatapnya. Bibir mereka
mendekat dan Lia mulai menutup matanya.
“Kissing for goodbye? Not my favourite. I’m sorry.” kata Ali di saat-saat
terakhir. Lia pun menunduk, entah karena malu atau menyesal.
“Mmm…Al…?” Lia memanggil Ali.
“Kamu mau ngomong apa?” lanjut Lia.
“Ehm… it’s too late to ask. We break now… you really want to know?” Ali
balik bertanya.
“Yeah…” jawab Lia.
“OK… gue cuman mau minta maaf atas kelakuan gue selama ini. Akhir-akhir
ini gue sering cuekin lu because of my damn dream to be an astronom. Dan gue juga
mau bilang… actually weekend ini gue mau ngajak lu nge-date, dinner, jalan keliling
kota sebagai ganti dari perhatian gue yang sempet terlalu focus sama belajar. But… it’s
too late, and it’s not important anymore.” Jelas Ali.
Baru beberapa langkah Ali berbalik dan bertanya lagi, “Dengan siapa kamu
pergi?”
“Tito.” Jawab Lia
“Oh… jadi ini semua… Tito!” kata Ali setengah berteriak. Ia naik darah begitu
mendengar nama Tito, “I see… I see now Chell, it’s all about him Hah ?” Ali
melanjutkan.
“No Al… bukan, ini bukan… semuanya enggak ada sangkut-pautnya dengan
Tito. Ini keputusanku Al!” Lia mencoba memperjelas keadaan dan mendekati Ali.
“Just Shut up, my problem is not your problem anymore.” Jawab Ali dengan
berteriak.
- 19 -
“But Al…” Lia mecoba menahan Ali, “Jangan sakiti dia.” Lanjutnya sambil
menarik baju Ali.
“I said shut up!” Ali marah.
“Well damn you, just go to hell and get out of my face.” Lia jadi marah juga
dan tak kalah nyaring.
“Well you get out of my face and go to hell too.” kata Ali yang langsung pergi.
“See…Al kita berantem lagi. That’s why I know that we can’t make it.” kata
Lia.
Ali tak menghiraukannya. “F**k you.” teriak Ali mengumumkan kepada semua
orang kebenciannya terhadap Tito.
Yah… sekarang tidak ada lagi Alia. Yang ada hanya Geishan Al Farizi dan
Chellya Fazkia sendiri.
Beberapa jam kemudian Lia berpapasan dengan Tito yang wajahnya babak
belur, Tito berlari menjauh dari Lia dan Lia mengejarnya.
Saat Tito menjawab pertanyaan Lia mengenai siapa yang melakukannya, ia
hanya berkata, “Itu… Ali…temannya…”
Lia pun segera mencari Ali dan ketika bertemu, “Heh… udah gue bilang jangan
ganggu Tito… dia tuh enggak ada hubungannya. Dasar kurang ajar.” kata Lia kepada
Ali.
“Eh… apaan nih nuduh orang sembarangan, lu ngomong apa sih ?” Ali tak
mengerti.
“Pake belaga bego lagi… jujur aja!” Lia memaksa Ali.
Pertengkaran mereka makin seru aja. Untung ada orang yang ngasih tahu sobat-
sobatnya yaitu Andri, Puspa dan Meily. Ketiga orang itu pun lari bak pahlawan.
Mereka bertiga memisahkan Ali dan Lia untuk menghindari pertengkaran yang lebih
seru lagi.
Di tempat pengasingan maksudnya tempat lain setelah pertengkaran Meily dan
Puspa beserta Lia.
“Chell, kamu enggak boleh nuduh sembarangan gitu sama Ali.” kata Meily.
“Iya… lagi pula yang memukuli Tito bukan Ali… dia enggak tahu apa-apa.”
Puspa membela Ali.
“Kenapa lu yakin? Emang lu liat ?’ tanya Lia ketus.
- 20 -
“Chell, nyantai dulu dong. Kita tahu pasti itu bukan Ali. Karena Ali enggak ada
disitu.” Meily mencoba meyakinkan Lia.
“Ya… Mel bener. Ini semua kerjaan kita, aku Mel dan Andri dengan bantuan
beberapa anak basket dan baseball.” kata Puspa jujur.
Lia kaget, ia tak menyangka temannya bisa melakukan hal seperti itu, “Kalian
tega nge-royok Tito, dia kan lemah, dia enggak bisa apa-apa?” Kata Lia.
Puspa berkata dengan nada tinggi menanggapi perkataan Lia, “Tapi karena dia
mengirimkan surat itu, kamu dan Ali jadi pisah kan?”
“Puspa!!” Meily mengingatkan.
“Gue juga temen-temen lain minta maaf atas semua ini. Kita nge-laku-in semua
ini karena kita enggak mau ngeliat kalian pisah, karena imbasnya, nanti persahabatan
kita bakalan enggak kayak gini.” Meily mencoba meminta maaf dan menenangkan Lia.
Untuk beberapa saat Lia masih bersikeras bahwa yang dilakukan temannya itu salah,
tapi akhirnya dia mengerti kenapa.
Di tempat pengasingan lain sedang ada Andri menjelaskan pada Ali duduk
permasalahannya.
“Sebenernya Al, gue juga baru tahu masalah Lia dan Tito setelah ditelepon
Meily semalam. Makanya pagi ini begitu ketemu Tito, gue gebukin dia bareng anak-
anak Basket sama Baseball, enggak banyak kok cuman ada 4 orang dari basket dan
baseball sama gue jadi 5 orang. Jadi sorry kalau lu kena getahnya. Tapi…lu berdua…
enggak…” Andri tidak melanjutkannya.
Ali pun menjawab, “Gak apa-apa kok, lu emang sobat gue tapi itu semua
useless, gue ama Lia baru aja… you know…”
“Sorry.” Kata Andri “Gue enggak nyangka bisa segampang itu kalian…” Andri
melanjutkan. Beberapa saat kemudian Lia datang minta maaf.

Sekolah yang dulu bikin bete masih bisa di bikin fun. Sekarang yang udah fun
meski pun sudah di bikin fun tetep aja bete. Sekolah, sekarang ini jika diibaratkan
warna adalah abu-abu, semuanya samar, tak menentu, tak ada secercah cahaya riang
yang menembus segala ke-abu-abu-an ini. Semua ini tergambar jelas di wajah para
siswa yang lesu dan kelelahan belajar, terutama pada Ali yang di tambah berhentinya
hubungan dia dengan Lia.
- 21 -
Ali baru saja tiba di sekolah dengan Ford-nya, tapi ia belum juga keluar dari
mobilnya karena tepat di pintu gerbang ada Lia yang sedang menunggunya. Tak lama
Ali memantapkan hatinya untuk keluar dari mobil, dan ia pun keluar, tapi tiba-tiba ia
merasa ciut dan membuka pintu belakang mobilnya berpura-pura mencari sesuatu
sambil sesaat melihat ke arah Lia, berharap Lia sudah pergi namun dia masih di sana.
Nurani Ali berdebat, ‘Lu harus pergi Al, toh lain hari lu juga bakalan ketemu
dia meski pun lu udah coba menghindar dan bersembunyi. Ngapain lu pergi, nanti lu
malah di marahin dia seperti tempo hari, mendingan nunggu sampai ada temen yang
lewat atau sampai Lia bosen nunggu. Udah kepalang ketahuan Al, bagaimana pun juga
kau harus belajar menghadapi dia dan semua itu bisa kau mulai sekarang.’ Ali
kebingungan tapi ia memantapkan hati untuk pergi masuk kelas dengan resiko ketemu
Lia.
Ternyata benar firasat Ali kalau Lia akan mencegatnya, Lia pun menyapa dan
berkata, “Hai Al…mmm… kamu mau enggak nganterin aku cari buku.”
“Sorry, aku harus belajar, aku enggak ada waktu sampai 2 minggu lagi.” Ali
berkata dengan dingin dan langsung pergi.
“2 Minggu lagi? Itu kan minggu dimana gue pergi. Kenapa Ali jadi se-dingin
ini. Dulu Ali tidak seperti ini” kata hati Lia berbicara sendiri. Pikiran Lia pun
menerawang jauh menembus batas waktu yang belum lama ia lewati ketika ia dan Ali
masih baik-baik saja.
Suatu hari yang sudah berlalu, Lia meminta Ali untuk menemaninya belanja.
Biasanya cowok paling anti kalau sudah disuruh beginian. Tapi Ali menjawab,
“Hmm… kayaknya aku enggak bisa, tapi… aku usaha-in. sepulang sekolah nanti aku
tunggu di pelataran parkir, untuk lebih jelasnya. Tapi… kayak bisa deh… aku tunggu
ya…” bayangan manis itu tiba-tiba saja hilang ketika sebuah tangan melewati wajah
Lia tepat didepanya.
“Ngelamun aja… ke kelas yuk” kata Tito. Ugh… lagi-lagi Tito…
Malamnya Lia menceritakan kejadian tadi pagi kepada Meily sobat yang paling
dekat diantara sobat-sobat yang lainnya. “Mel, kok Ali aneh banget pagi ini.” Lia
mulai bercerita.
“Aneh gimana Chell ?” Meily penasaran.

- 22 -
Lalu Lia menceritakan kejadian pagi itu dengan detail, “Aneh kan ngomongnya
aja pake aku dan kamu?” kata Lia mengkahiri ceritanya.
“It’s natural kalau baru aja di putusin semua enggak akan berjalan normal
seperti biasa, apa lagi kalau udah cinta mati kayak Ali.” Kata Meily.
Lia pun menanggapi “Udah dong, lu kesannya kok jadi nyalahin gue gitu.”
“Yah, lu juga… ngapain mutusin Ali kalau masih suka ?” tanya Meily.
“Ya sih… karena gue takut Mel, gue takut kalau nanti di sana gue suka sama
orang lain, dan gue enggak mau nyakitin Ali kalau gue fall in love at first sight, dan
gue juga enggak mau nyakititn orang itu dengan pernyataan kalau gue udah punya
cowok.” Lia mulai membuka konsultasinya dengan Meily.
“Tapi dengan begitu lu udah nyakitin perasaan Ali duluan. Lagi pula itu Cuma
sugesti aja, belum tentu kejadian. Tapi Lu udah ngambil keputusan… ya udah. Tapi
dengan keputusan ini lu udah ngebuang kesempatan lu untuk bareng ama cowok yang
luar biasa macam Ali, dan gue kira di sono lu enggak bakalan nemuin cowok macam
dia. Gue rasa suatu saat lu bakalan nyesel. Lagi pula alasan lu itu terlalu maksa, aneh!”
Meily menanggapi dengan panjang dan lebar.
“Udah ?” kata Lia dan Meily pun menjawab dengan berdehem setelah menarik
napas.
“Oh ya Mel… lu sendiri sama Andri gimana ?” Lia mengalihkan pembicaraan
dan pertanyaan itu membuat Meily kaget.
“Gue ? Andri ? emangnya ada apaan ?” Meily balik bertanya pura-pura enggak
ngerti.
“Enggak… cuma nanya aja…” jawab Lia.
“Eh… Chell kalau lu udah pergi… kita masih sobatan kan ? dan kita bakalan
saling teleponan meskipun lu udah punya temen dan sobat baru disana?” Meily
bertanya karena ia ragu, jangan-jangan Lia juga akan melakukan hal yang sama pada
dirinya seperti yang Lia lakukan pada Ali.
“Ya enggak lah Mel… meski gue disana gue janji pasti nge-hubungin lu.”
jawab Lia dengan nada yang meyakinkan.
“Promise?” tanya Meily.
Lia menjawab, “Promise, ya udah Mel… gue enggak bisa lama-lama, gue harus
prepare buat Brunei.” Perkataan Lia menjadi topik terakhir yang dibicarakan.
- 23 -
Lia sebetulnya masih merasa kurang puas dengan jawaban Meily, namun mau
bagaimana lagi, Meily jelas sekali mengatakan, yah… walau secara tidak langsung
kalau perubahan Ali itu karena dia. Oleh karena itu selama beberapa malam ia selalu
merasa risau.
“Lia…mana Lia… Lia… dimana ? panggilin Lia, gue udah enggak tahan.”Ali
mengerang dan marah-marah. Badannya menggigil hebat, bibirnya menjadi ungu dan
mukanya pucat pasi. Kemudian, Andri mengajaknya duduk. Ali masih menggigil
kedua tangannya mengepal. “Lia…” kata Ali lagi. Andri pun melihat sekeliling,
“Tuh Lia” kata seseorang begitu melihat Lia.
Lia yang baru datang bertanya kepada Ali, “Lu kenapa Al?”
Ali tak menjawab, ia mencengkram tangan Lia dengan keras.
“Ouch…” Lia kesakitan dan membawa Ali ke UKS.
Di UKS, Lia menutup pintu dan kembali bertanya kepada Ali, “Lu kenapa Al?
muka lu pucat banget. Lu sakit?”
“Gue sakau Chell ?” jawab Ali yang masih menggigil.
“Apa ? sejak kapan lu make ?”Lia.
Ali pun menjawab, “Sumpah Chell, gue mau berhenti, gue enggak mau kayak
gini. Gue enggak mau ! tolongin gue…”
“OK” kata Lia menenangkan hati yang padahal semakin panik. “All right,
calm down. OK think Chell… think, Oh… damn it. What… what I gotta do…?” Lia
berkata sendiri, ia mondar-mandir, sementara Ali makin menggigil dan mulai
bertingkah tak karuan. “Al… kiss me.”Kata Lia.
Ali terkejut, “What?”
“Just kiss me” lanjut Lia yang membuat Ali jadi bingung.
“I don’t know it maybe can less your pain.” kata Lia lagi
Ali pun berkata, “I won’t hurt you, I won’t you to get hurt Chell.”
“Believe me, and trust me. You won’t hurt me.” Lia meyakinkan Ali.
Tanpa berfikir panjang, Lia menarik kepala Ali dan menciumnya, Ali pun
membalas dengan menggebu-gebu. Beberapa detik kemudian Lia menarik bibirnya,
“Ahh…” Lia mendesah kesakitan karena bibirnya berdarah tergigit.
“I’ve told you Chell, I don’t wanna hurt you, and now I’ ve hurt you.” Ali
sedikit marah dan menyesal.
- 24 -
“No, you don’t hurt me…” Lia mencoba meyakinkan Ali lagi. Tapi terlambat,
Ali sudah berlari entah kemana, meninggalkan dia di UKS sendiri.
“Aaaalllll….” Lia berteriak memanggil Ali.
Setelah beberapa lama ia melihat banyak siswa yang berlari ke luar sekolah,
maka ia mengikuti mereka. Betapa kagetnya Lia, begitu melihat tubuh Ali bersimbah
darah, tewas mengenaskan dan menjadi tontonan banyak orang.
Mata Lia terbelalak seketika, terbangun dari tidurnya. Tubuhnya basah penuh
keringat dan nafasnya ter-engah-engah. “Ali…” katanya lirih.
Lia pun bangun dan duduk terpaku, mengingat mimpinya tadi. Ia terbangun 3
jam lebih awal dari jam biasa. Lia mencoba tidur lagi, tapi mimpi itu masih terbayang,
ia pun memutuskan untuk menceritakan pada temannya sekarang juga. Seperti biasa ia
menelepon Meily, tapi tak ada yang menjawab. Apa boleh buat ia pun menelepon
Puspa.
Lia berkata, “Hallo, Pus ?”
Puspa menjawab, “Hmm… sapa neh”
Lia menjawab, “Chellya.”
“Oh… ngapain nelepon hari gini, bukannya besok pagi lu pergi?” jawab Puspa
yang balik bertanya.
“Ya sih… Pus… gue mimpi” kata Lia. Puspa tak menjawab hanya berdehem.
“Mimpinya serem…” Lia pun menjelaskan panjang lebar tentang mimpinya.
“Apa sih artinya?” tanya Lia setelah mengakhiri cerita mimpinya.
“Itu artinya kalau lu pergi bakalan ada kejadian buruk sama Ali. Ngerti… dah
yah… gue ngantuk nih…Oaaahhhh!”
“Ya udah…sorry ya Pus, besok mau kan ngaterin gue ke bandara.”
“Ya… tapi urusin surat izin buat sekolah ya… gue males urusan ama Pak
Guntur, gue ajak Meily juga deh.” jawab Puspa malas.
“Beres, and thank’s, eh tapi Meily kemana barusan gue telepon enggak ada
yang ngangkat?” tanya Lia lagi.
“HP-nya Meily kan udah dijual. Bego!!!” kata Puspa yang langsung menutup
HP-nya.
Lia masih ragu, bahkan di hari ia pergi pun Ali tak mengantarnya, dan Lia pun
pergi dengan rasa bimbang tanpa kepastian.
- 25 -
Day by day passing them by. Chellya and Tito balik lagi untuk ngambil
beberapa surat izin dari sekolah. Di sanalah Chellya bertemu lagi dengan Ali…
“Atom-atom Halogen pada Alkil halida mudah disubstitusi atau dieliminasi
untuk menghasilkan senyawa karbon lain, karena itu senyawa alkil halida merupakan
penyambung untuk mengubah bahan baku alkana dalam hidrokarbon menjadi berbagai
golongan senyawa organik. Seperti etana yang jika direaksikan akan menjadi etil
klorida dengan hydrogen klorida. Hydrogen klorida ini bisa di-eliminasikan menjadi
etil amina bla…bla…bla.” Pak Parno menjelaskan dengan panjang dan lebar.
Mata Ali berkedip tak henti-henti menahan kantuk, tak biasanya yang semangat
sekali mengikuti pelajaran kimia.
“Huh…si parno ngomongin apaan sih And? Kok dari tadi enggak berhenti.”
tanya Ali kepada Andri teman sebangku dan sobat karibnya.
“Ngomongin Alkil Halida, eh… Al si bapak udah mulai curiga, jangan nunduk
terus hei…hei.” jawab Andri sambil menyikut Ali yang dari tadi manggut-manggut
karena ngantuk.
“Geishan!!! Keluar kamu!!” bentak Pak Parno.
Ali tersenyum dan berkata, “Makasih Pak” sambil keluar kelas.
“Eh… tutup pintunya!!” teriak Pak Parno sedetik setelah Ali keluar kelas.
“Sorry pak …sorry.” kata Ali sambil menutup pintu kelasnya.
Ali duduk di teras kelas membelakangi lapangan basket. Ia memegang
kepalanya yang ditumbuhi rambut yang kini amat berantakan.
“Hmm… sekarang gue sendirian dan gue harus ngatur hidup gue. Why should
be me life? I don’t get it.” Ali berkata sambil memikirkan semua yang telah ia lalui
sampai sekarang.
“It’s not fair damn it!!” Ali berdiri dan memukul pilar kayu yang menyangga
teras itu dan pergi. Seseorang melihatnya dan mencoba mengejar, who is it ?.

“Chell, gue duluan ya…” kata Tito berteriak kepada Lia yang berada di
koridor.
Lia hanya menjawab dengan anggukan. Tito pun masuk ke ruang guru tanpa
Lia. Kembali kepada orang yang mencari Ali, ia kehilangan arah, ia tak tahu Ali di
mana setelah lepas dari pandangannya sesaat. Ia berjalan terus dan terus sambil melihat
- 26 -
kanan dan kiri, akhirnya ia menemukan apa yang ia cari di belakang masjid sekolah. Ia
melihat Ali sedang merokok.
Ugh… sementara siswa lain yang melihat Tito tampak tercengang. Tito
berubah amat sangat sekali. Tito yang culun kini berubah jadi cowok keren. Enggak
pake kacamata, tapi pake contact lens, buka cowok nerd malah kayaknya jadi cowok
popular. Style? 180 degree berubah he is so…MAN cowok banget pokoknya.
“Al, apa-apan ini. Sejak kapan kamu merokok. Merokok itu enggak baik, aku
kan udah bilang dari dulu.” kata orang itu ketika bertemu Ali.
Ali melihatnya sekilas, “Who you? who me?” kata Ali tajam.
“Kalau kamu enggak berhenti sekarang aku juga ikut.” Orang itu mengambil
sebatang rokok dan menyulutnya, baru satu hisap dia sudah terbatuk-batuk.
“Udah deh, kalo enggak bisa jangan ikutan” kata Ali sambil merebut rokok itu.
“But Al, come on kamu enggak boleh kayak gini. Gimana dengan semua cita-
cita kamu, kalau kamu sendiri malah kayak gini.” Orang itu berkata lagi.
Ali menjawab dengan santai, “Why should you care ‘bout me. You are no body
for me now.”
“Al, You’ve change…” kata orang itu.
Ali mematikan rokoknya dan berkata kepada orang itu, “I am no change. If you
think I was change then you are the one who change. Listen to me Chell. Orang enggak
akan berubah kecuali ada yang membuatnya berubah, dan jika ada orang yang
menganggap orang lain berubah maka dia sendiri yang telah berubah.”
Chellya terdiam. “OK, I’m change, but please bring me back my Ali. Ali yang
selalu gagah, Ali yang dewasa dan tabah, Ali yang pandai dan selalu berusaha keras
mencapai cita-citanya.’kata Lia sesaat kemudian.
Ali menjawab, “Deal, if you can also bring me my Chellya. Lia yang selalu
ada, Lia yang selalu membuatku ceria, Lia yang selalu menemaniku, Lia yang selalu
menyayangiku seperti aku menyayanginya.” katanya lalu pergi.
Lia terpaku mendengar ucapan Ali tadi. Sampai hari ia kembali ke Brunei kata-
kata Ali masih teringat jelas di kepalanya.
Tak ada kabar dari Ali, meskipun Lia sudah berkali-kali mengirim pesan agar
Ali menghubunginya. Kali ini no connection, no communication at all dengan Ali. Lia
hanya bisa tahu kabar Ali saat Meily menghubunginya. Beberapa bulan tidak berbicara
- 27 -
membuat kedua sobat ini kangen berat. Meily pun menghubungi Lia lewat Internet,
mereka janjian chat bareng sore ini.

Meily : Hai Chell, I miss U bgt nih. Dah lama gak chit-chat. H R U?
Chellya : Me 2. I’m fine. H bout U jg temen-temen, Puspa, Andri?
Meily : They fine, no ask bout Ali ?
Chellya : Ok, Whatever… how ‘bout him?
Meily : So far so good. Dgn beberapa bad habit lagi yg blom U liat dan pasti g mo tau kan?
Chellya : Dia masih ngrokok?
Meily : kind of… Hey… kamu kok g pernah call me lg. Gila lu 1 bulan? Se sibuk itu kah ? pasti
ada yang lain. G mungkin G ! don’t lie or i hate U for the rest of my life.
Chellya : Calm down gals. G d pp, sumpeh. U sendiri ma Andri gimana?
Meily : No…No…No U lie. I can feel it. Me and Andri? Dr dulu jg g ada apa-apa. Were just friend,
so far…
Chellya :So Far? Terus nanti gimana?
Meily : Jangan ngalihin pembicaraan. I’ll tell you, you tell me. Ok setelah kamu terima ini kamu
cerita! Dan gue jg bakal cerita.
Chellya : Ok, beileveit or not. Gue jadian ma Tito… he’s change believe me. I fell in love with him
lately, dia perhatian bgt ma gue dan dia ngertiin semua hal tentang gue.
Meily : Ok, Gue ma Andri g d pp so far. I swear. But I kind a like him now. And gue rasa dia jg
suka ama gue, bukannya kepedean tp, sign-nya keliatan. Maybe we have a date not for long
time from now.

- 28 -
Mereka seru-seruan Chit-Chat, curhat-curhatan sampe beberapa jam. Hari-hari
berikutnya mereka masih juga saling kontak satu sama lain. Lupakan tentang Lia di
Brunei, sekarang kita liat aja yang deket-deket disini ada Puspa, Andri, Ali, juga
Meily. Ke-empat orang ini lagi jalan bareng…
“Ada apa nih Al ? tumben-tumbenan ngajak jalan bareng.” tanya Andri.
“Ada deh…” Ali merahasiakan.
“Ih… kalo ada kabar baik bilang-bilang dong…” Puspa nyambung di kursi
belakang.
“Hmm… gue… dapet… student of the year lagi. Untuk ketiga kalinya…” kata
Ali memberitahukan.
“Wah… sumpe’ lu ?” Andri kaget.
“Ho-oh… kemaren gue dikasih tau Pak Guntur. Dan sekali lagi tampang gue
bakalan nampang di mading.” Ali bangga.
“Keren… sumpah… keren banget, lu bikin hat trick…student of the year.
Wah… kalo gak salah dari jaman dulu belum ada yang sampe kayak gitu.” Puspa
memuji Ali.
Meily berkata dalam hati, ‘Andai Lia ada disini, Ali pasti bakal lebih bahagia
itu pun jika mereka masih barengan.’ “You’ve done great Al” sanjung Meily.
Hari-hari Ali kini bahagia banget, tapi ia menyimpan lara, dan ia menyimpan
sebuah rahasia. Setiap hari kini ia bangga memasuki sekolahnya, melihat tampangnya
mejeng di mading sekolah dan di sapa banyak orang. Namanya makin melambung, tapi
satu hal akan merusak semua yang telah ia capai selama ini. Hanya satu…
Kali ini Andri dan kawan-kawan menonton pertandingan Baseball yang diikuti
Ali. Semua penonton riuh rendah meng-elu-elu-kan tim jagoannya. Nampaknya
sesuatu hal telah terjadi, sebab pertandingan akan ditunda selama 20 menit. Andri
resah, ia segera berlari ke ruang ganti tim sekolahnya.
Di sana Ali dan sang pelatih Bang Cokro. “Sorry Al, kamu kena diskualifikasi,
kamu terbukti pake drugs.”
“Tapi Bang, ayolah… kasih aku kesempatan” Ali memohon.
“Maaf, kamu enggak akan bisa main sampai batas waktu yang ditentukan, dan
gelar kapten bakal di ganti oleh Bimo.”

- 29 -
Mendengar jawaban Bang Cokro Ali kesal setengah mati, “Bang… kasih aku
kesempatan.” Ali memohon lagi.
“OK, kamu boleh main di game depan 4 minggu dari sekarang, dan selama itu
pula kamu tak bisa berlatih dengan kami. Tapi Jabatan kamu sebagai kaptern
selamanya akan pindah ke tangan Bimo. Satu hal, kalau nanti kamu masih terbukti
pake drugs, Bye…” jelas Bang Cokro.
Andri mendekat, “Ada apa Bang? Al ?” tanya-nya.
Bang Cokro, “Dia pake drugs, kena diskualifikasi, jabatannya dicabut.”
Andri terkejut, “Apa? Drugs? Sejak kapan Al? sejak kapan kamu pake kayak
begitu-an?”
“Get off And? I’m sick of this.” Kata Ali. Andri mengikuti kemana Ali pergi
dan sampai-lah mereka di tempat parkir.
“What’s up Pal?” Andri bertanya.
“Nothing, I just sick of my life. Life is unfair, it just… fuck life…!” Ali kesal.
“Hey…hey… calm down. Pull out what makes you like this… throw it away.
Fight me if that what you need.” Andri menenangkan.
“F**k you And, F**k you…” Ali membentak Andri dan menarik kausnya.
“What you’re talking bout looser.” Andri memancing kemarahan Ali.
“Shut up, fight with me!” tantang Ali.
Mereka bertengkar mulut dan akhirnya Ali malah menangis dan memeluk
Andri.
“Gee… And (Andri)… I hate my self. Gue benci diri gue sendiri. Gue goblok,
gue tolol. I screw up everything. Fuck me!!!”
“It’s Ok Al, it’s normal. Sometimes I feel that way. Tapi kamu merasakannya
di saat semua orang pergi, di saat kamu sendiri. Kamu enggak salah…”Andri
menenangkan.
“Gue salah… gue nge-drugs, itu salah… hidup gue hancur… I can do
nothing…”Ali menyesal.
Malamnya Meily menelepon Andri, ia ingin tahu mengapa Andri meninggalkan
dirinya dan Puspa.
“Andri? Tadi sore kenapa kok enggak balik lagi? Trus kok Ali enggak main?”

- 30 -
“Mel ya?! Gini… tadi sore… jangan kasih tau Lia ya… atau yang lain. Ali kena
diskualifikasi karena dia ketahuan pake drugs. Jabatannya sebagai kapten di cabut ke
Bimo dan dia dilarang main juga latihan bareng.” Andri menjelaskan.
Mendengar penjelasan itu Meily terkejut, “Drugs ? sejak kapan ? kok
bisa ?”Meily bertanya lagi.
“Kata Ali sih… tepatnya dua minggu setelah Lia pergi…” jawab Andri.
“Itu kan hampir hampir 3 bulan yang lalu. Astaga… aku enggak percaya Ali
bisa kayak gitu. Oh… ya waktu itu Lia curhat sama aku… dia bilang… dia… jadian
sama… mata empat.” kata Meily.
Kali ini giliran Andri yang kaget, “Mata empat ? Tito ?”Andri terdiam.
“Mel… aku… aku…” lanjut Andri.
Meily penasaran, ia pun bertanya, “Aku apa And?”
“Aku… aku… aku minta kamu jangan bilang siapa-siapa tentang semua hal
tadi…” jawab Andri ragu.
“Hanya itu? Ok jangan khawatir.” kata Meily.
“Mmm… ya udah… bye.” Kata Andri mengakhiri pembicaraan malam itu.

Seminggu kemudian, terkejut mendengar telepon dari Pak Guntur tentang


pencabutan gelarnya sebagai student of the year. Katanya sekolah enggak mau punya
student of the year yang suka nge-drugs. Esok paginya, Ali datang kesekolah dengan
mata marah menantang. Ia melihat beberapa anak mading yang mencopot fotonya dan
digantikan oleh… Tito.
Geram hati Ali mengetahui semua itu, jelas ada yang membocorkan masalah
ini, ia mengira ini hasil kerjaan anak baseball juga. Tapi apa daya… semua sudah
hilang disaat yang berdekatan, pertama Lia pergi, kedua jabatan kapten pergi, ketiga
student of the year juga pergi. Tak ada hal lain yang ia banggakan dari dirinya sendiri.
Ali jatuh… kali ini benar-benar jatuh.
Tibalah saatnya Ali bermain lagi, dia sudah berusaha keras menghentikan drugs
addicted-nya. He made it so far. The game began, Meily, Puspa dan Andri tegang,
takut-takut Ali sakau di tengah pertandingan. Bukannya konsen, pikiran Ali malah
bercabang kesana-kemari. Ia teringat kembali percakapan seseorang yang tak
dikenalnya, yang mengatakan bahwa Lia sekarang bersama Tito.
- 31 -
Hati Ali hancur bertambah lagi tekanan pada dirinya. Untuk beberapa menit ini
ia dapat mengikuti irama permainan, di saat-saat game lagi seru-serunya Ali mencoba
menangkap pukulan lawan yang jauh melebar ke sisi lapangan. Ali berlari kencang dan
fokus ke arah bola. Tanpa di sadari ia menabrak Billboard sponsor utama yang
gedenya 2 x 3 meter terbuat dari kayu dan disangga pilar-pilar baja. Ali menabrak
keras sekali sampai billboard itu hancur. Kakinya membentur keras pilar itu, begitu
juga bahu kirinya yang membuat billboard itu bolong. Ia diam tak bergerak. Penonton
histeris terutama sobat-sobatnya yang langsung berlari ke tempat kejadian bersama tim
medis.
Keadaan rumah sakit begitu hening, sepi. Ruang emergency tampak tenang,
padahal sang dokter dan para perawat sedang sibuk mengoperasi bahu Ali yang retak,
dan memeriksa kakinya yang membengkak karena ada sendi yang bergeser. Puspa
sibuk menghubungi orang tua Ali di rumahnya. Meily dan Andri menunggu Ali di
rumah sakit.
Meily menangis sedih, tangannya menggenggam erat jemari Andri, sedangkan
Andri memeluknya agar dia merasa lebih tenang. “And… gue takut… apa Lia harus
dikasih tau?” tanya Meily.
“Jangan, biar dia enggak tahu, gue enggak mau dia jadi panik. Nyantai aja
Mel.” kata Andri yang juga membelai rambutnya.
“And… hold me tight please.” Meily meminta Andri memeluknya.
“You’ll feel sorry for leaving him Chell, believe me you will.” Lirih Meily
dalam hati.

Semua berjalan dengan baik meskipun Ali sempat tak sadarkan diri selama 3
hari. Orang tua Ali sedang sibuk mengurus masalah UAN-nya, sebab ia tak bisa pergi
ke sekolah setidaknya 6 bulan ke depan. Ali harus melaksanakan ujian-nya di rumah.
Teman-temannya pun tak lupa mengunjungi-nya setiap hari bergantian.
Hari ini mereka sedang berkumpul bersama menjenguk Ali. “Gimana Al, dah
baikan?” Puspa bertanya.
Ali, “Yah… lumayan tapi bahu gue belum bisa di gerakin, masih sakit.”
Andri, “Kaki lu gimana ?”
“Kaki… belum bisa jalan.” Jawab Ali jujur.
- 32 -
“Kayak gitu di bilang lumayan? Harusnya belum ada kemajuan Al…!!” kata
Meily.
Andri, “Ngomong-ngomong ujian nanti gimana… lu kan kagak bisa sekolah ?”
Ali menjawab, “Ya…katanya gue bisa ngerjain disini, tapi ada yang ngawas
gitu…”
“Kagak bisa nyontek dong…” kata Puspa.
“Yah… hope for the best aja lah.’ kata Ali.
“Kalau gitu, mulai sekarang kita belajar bareng aja disini…” usul Andri.
“Boleh… kalau gue sekalian belajar buat UAS.” Kata Meily. Yah… begitulah,
mereka belajar bersama untuk membangun kembali Ali yang jatuh.
Disaat sedang asik-asik barengan handphone Meily berdering. “Hallo… Hai!!!”
kata Meily, ia sedikit melirik ke arah teman-temannya.
“Gue keluar dulu ya..’ katanya kepada teman-temannya.
“Ada apa Chell…” lanjut Meily.
“Mel… tadi malam gue diajak nge-date sama Tito… terus di cium aku.
Ternyata he’s a good kisser dan dia tuh romantiiss banget.” kata Lia to the point.
Mendengar perkataan itu, terang aja Meily kesal. “Gila lu ya… lu di sana asik-
asik pacaran, cium-ciuman. Disini Ali tuh…” perkataan Meily terhenti, teringat
larangan Andri menceritakan keadaan Ali.
“Kenapa sama Ali?” Lia bertanya penasaran.
“Nope, dia seneng-seneng juga, apalagi sekarang tim baseball-nya masuk final
dia masuk hall of fame, terus dia juga… mmm… banyak deh.” kata Meily menutupi
sambil berlinang air mata, sedih.
“Oh… gue kira ada apa-apa, soalnya minggu-minggu kemarin, banyak kejadian
aneh. Tiap kali gue nulis pake pensil pasti patah, tiap kali gue jalan pasti nabrak orang
dan tiap kali gue bikin teh atau susu pasti kesiram air panas. Gue khawatir sama Ali…
tapi nampaknya dia baik-baik aja.” Jelas Lia.
“Yeah… he’s fine. I got to go… sorry, I’ll call you later… bye.”
Meily kembali ke kamar Ali. Ali pun bertanya asal muasal makhluk yang
menelepon Meily, “Siapa?” tanya Ali .
“Mmmm…” Meily ragu menjawab.
“Lia ?” tebak Ali sendiri.
- 33 -
“Gue enggak bilang apa-apa sumpah !!! well… she’s ask, but I said nothing.”
“It’s OK. I miss her… I really do.” kata Ali membuang jauh pandangannya ke
luar jendela.
“You’ll get her back Al, We’ll help you… and we promise.” kata Andri
menenangkannya.

So… this is the end of the term. Akhir semester sudah didepan mata anak-anak
kelas tiga udah pada selesai UAN, kini tinggal anak kelas 1 dan 2 menunggu detik-
detik akhir menuju UAS, dan Chellya pun pulang sebulan sebelumnya. Selama itu
beberapa kejadian ganjil terjadi. Seperti…
Suatu hari Lia menanyakan keberadaan Ali disekolah ketika anak-anak kelas 3
masih ujian praktek. Padahal Ali memang tak pernah datang semenjak tragedi baseball
itu. Ia pun bertemu Puspa yang menjawab kalau Ali sudah pulang, lain dengan jawaban
Meily yang ia temui berikutnya.
Meily berkata, “Mmm… Ali tadi di toilet deh…” begitu mencari di toilet Lia
bertemu Andri dan mengajukan pertanyaan yang sama.
Andri menjawab, “Ali ? mmm… ke toko buku.” Lia bingung mencari Ali ke
seluruh sekolah tapi tak juga ketemu.
Di tempat parkir Lia malah menemui mereka bertiga, ia pun mengajukan
pertanyaan yang sama, “Ali dimana sih?” ketiga temannya menjawab masih dengan
jawaban yang sama. Lia makin bingung aja.
Andri pun berkata, “Iya… waktu habis praktek dia bilang ama gue kalau dia
mau ke toko buku, mungkin setelah itu dia ke toilet dan ketemu Meily. Waktu dia pergi
dia ketemu Puspa.”
Puspa mendukung pernyataan bohong Andri, “Ya… gue enggak tau dia mau
kemana, soalnya gue liat dia masuk ke mobil, gue pikir dia mau pulang.”
Lia pun mengangguk mengerti. Begitu seterusnya ketiga sobat itu berbohong
kepada Lia tentang Ali, mau bagaimana lagi, mereka takut Lia jadi shock.
Lain lagi dengan kasus yang satu ini. Sobat tiga orang itu sedang kumpul di
rumah Ali yang sudah boleh pulang. Tiba-tiba saja Puspa mendapat telepon dari Lia,
“Lu dimana Pus ?” tanya Lia.
“Gue lagi dirumah Ali…Upsss !” Puspa keceplosan.
- 34 -
“Ali ? ya udah gue kesana ya…” kata Lia.
“Enggak, gak usah mendingan gue aja yang nyamperin lu…” jawab Puspa
gagap. “Buseeet gue lupa kalau gue hari ini janjian ama Lia…” pikir Puspa dalam hati.
Setelah Andri, Meily juga Ali tahu itu dari Lia, Meily dan Andri menimpuk
Puspa dengan buku, bantal, dan segala macam yang ada. “Eh… sumpah gue lupa…
gue lupa kalau gue punya janji…sorry…sorry… !” kata Puspa sambil pergi.
Keadaan ini berlangsung sampai mereka masuk semester 1 dan Andri mulai
kuliah. Namun apa daya kebohongan tidak akan berlangsung lama, ketiga sobat ini
mulai gerah dengan bohong-bohong yang telah diucapkan. Meily menceritakan semua
kejadian yang terjadi kepada seseorang yang bernama Nanda agar dia menceritakannya
kepada Chellya. Semua dilakukan agar kejadian nanti terkesan lebih dramatis dan
romantis. Selain itu mereka juga enggak mau Lia marah besar.
Hari itu pun tiba, Andri mengajak Ali untuk ikut reuni anak basket, sekalian
ngeliat anak-anak baru-nya. Andri, Puspa, dan Meily sedang berada di ruang mading
yang sengaja dikosongkan. Mereka bertiga tegang menunggu kedatangan Lia yang
pasti marah besar setelah mendengar semuanya dari Nanda. Dan ternyata benar Lia
berlari dan membuka pintu ruang mading dengan kasar, ia pun menggebrak meja.
Ketiga sobat ini sudah menebak reaksi Lia bakal seperti ini.
“Sumpah lu… kalian semua…tega bohongin gue. Lu bohongin gue tentang Ali,
lu bilang Ali baik-baik aja, tapi ternyata dia kecelakaan. Dia…dia… dia enggak bisa
jalan. Ali juga di pecat jadi kapten baseball, gelar student-nya diambil sama Tito. Dan
semuanya berlalu tanpa penjelasan. Kalian bohong… kalian bilang Ali lagi kesana, Ali
lagi kesini, padahal sebenarnya Ali tidak pernah sekali pun datang ke sekolah sejak
kecelakaan itu.” Lia nyerocos.
“Lu enggak ngerti keadaan kita, kita terjepit.” jelas Meily.
“Well tell me how…” kata Lia dengan nada tinggi, namun tak ada satu pun
yang menjawab.
“We can’t… lu enggak ngerti sih…” Puspa mencoba berkata-kata, tapi di balas,
“Well tell me! so I understand, you’re not friend of mine…”
“Chell…” Meily mencoba menenangkan, tapi Lia malah memarahinya dan
menunjuk-nunjuk.

- 35 -
“Diam!!! Lu juga udah ngebohongin gue. Lu bilang lu enggak ada apa-apa
sama Andri you said that both of you are just a friend, dan ternyata kalian udah jadian
tanpa bilang-bilang ama gue, kalian tuh emang dasar tukang bohong.”
Keadaan semakin panas sampai akhirnya Andri berkata sambil menunjuk ke
white board, “There’s nothing to tell, you want to understand, well think about that
word…” setelah kalimat itu Meily, Puspa dan Andri pergi meninggalkan Lia sendirian.
Lia tertegun melihat dan membaca tulisan di papan itu.

I was here and you were there
I saw your eyes and you saw mine
I don't know what should I said
I just love you at the first sight

All I want to ask is a simple question


You can only say yes or no
I just wanna ask would you be mine
What ever your answer is you always be mine
Only for Chellya from Me

Lia terpana ia tak menyangka puisi itu tertulis lagi. Pikiran Lia terbang ke
masa-masa dulu, ketika ia baru saja belajar 1 bulan di jenjang belajar barunya, SMU.
Tulisan tadi terpampang jelas di papan tulis kelasnya. Hari itu guru bahasa inggris Mrs.
Yulien sedang mengajar, begitu kagetnya sang guru ketika tak ada satu pun siswa yang
mau menghapus tulisan itu. Setelah membacanya ia bertanya kepada seorang siswa
yang mengatakan bahwa tadi pagi sekali, ada siswa laki-laki kelas 2 yang datang ke
kelas itu. Ia memintanya agar tulisan ini tidak dihapus.
Bu Yulien segera mengambil tindakan, ia menyuruh anak tadi untuk mencari si
kakak kelas. Akhirnya si kakak kelas itu datang dan Bu Yulien berkata, “If you love
someone, tell her directly that you do…”
Si kakak jadi salah tingkah ia pun memberanikan diri berkata, “Mmm… puisi
ini buat… Chellya. Inget enggak waktu kita ketemu di English Fair Ground bulan

- 36 -
Januari lalu. Sejak kita ketemu, gue tahu kalau lu adalah cewek yang terbaik buat gue.
So… would you be my girl?”
Anak- anak kelas ribut ber-Huuuuu ria, Lia malu bukan main.
“Come on girl, you won’t be sorry answering that question. Tell him what you
really feel.” Kata Bu Yulien menyemangati Lia.
“Mmm…ehm…” Lia menggigiti bibir bawahnya. “I feel the same just like you.
It’ll be my pleasure to be yours…” kata Lia akhirnya.
Seluruh kelas bertepuk tangan, Ali tersenyum senang, “Thank’s Mam.” katanya
pada Bu Yulien.
“You’re doing good dude.” Puji ibu guru.

Lia sedih dan menangis mengingat semua itu. Ia pun duduk dan tak sengaja
menjatuhkan secarik kertas yang berisi, ’Aku cuman mau minta maaf soal semuanya.
Aku ikut drama ini setelah kita ada di Brunei. Puspa, Andri dan Meily mengajakku.
Semua bermula ketika kalian berdua putus karena kau akan pergi. Aku sama sekali tak
berniat memilikimu, dan aku tak ingin melakukannya, semuanya hanya skenario, dan
soal ciuman itu aku minta maaf.. I wish... Aku, Meily, Puspa dan Andri hanya ingin
mempersatukan Alia lagi. Sekali lagi maaf dan… aku tahu both of you are destinied to
be together. Once again…I’m so sorry…Tito’
Lia pun menunduk di meja, ia menyesal, dan marah. Ia tak menyangka teman-
temannya tega berbuat seperti ini, tapi ia juga bangga karena mereka melakukannya
demi Alia.
Hari ini Ali berjalan kaku dengan penyangga kakinya yang membuatnya seperti
robot.
“I feel like a Robocop.” kata Ali dalam hati.
Ia berjalan mengelilingi kelas. Ia terhenti di setiap kelas yang pernah ia duduki,
sampai terhenti di kelas 1-9, tempat dimana ia di tantang Bu Yulien untuk menembak
Lia di depan teman-temannya. Ali tersenyum, mengingat kenangan manis itu. Ia
kembali berjalan, tiba-tiba sebuah bola basket mendekati kakinya. Suasana menjadi
hening, sepi dan kaku.
“Ayo Al, tunjuk-in three point-lu” tantang Benyo mantan kapten tim Basket.

- 37 -
Ali menggeleng tidak mau, ia pass bola itu kepada Benyo, tapi Benyo malah
balik ngasih bola itu kepada Ali. Tiba-tiba semua orang melihatnya dan menyoraki.
“Ali…Ali…Ali.”
Ali pun mencobanya. Ia mendribble bola dan maju selangkah demi selangkah
mendekati garis three point. Ia mendribble beberapa kali sebelum akhirnya melakukan
jump shoot. Bola melayang menuju ring dan berputar pada bibirnya, ups… si bola
sedikit membentur papan ring dan jatuh tepat disamping ring. Ali gagal, tapi ia
tersenyum dan orang-orang malah memberikan applause (tepuk tangan). Ali
menggelengkan kepalanya dan melangkah pergi.
Bola yang jatuh tadi menggelinding menuju ruang mading yang baru saja di
buka oleh Lia. Lia melihat bola itu dan menelusuri arah datangnya. Ia melihat… ia
melihat punggung itu, punggung yang gagah, badan yang tegap, da cara jalan yang
sungguh… ‘pria’.
“Al…” Lia berteriak memanggil Ali, Ali membalikkan tubuhnya terkejut. Lia
melempar bola itu ke arah Ali.
“Try it…” kata Lia.
Ali meraih bola itu dan mencoba melakukan three point lagi, dan sekali lagi Ali
gagal. Lia berlari ke arah Ali dan memeluknya.
“I miss you… I miss you Al…” bisik Lia.
“Miss you too…” kata Ali.
Dalam pelukan itu tersirat perkataan Ali, “I have nothing but my body now, I’m
no three pointer’s again. And I have nothing to give, but my love. So… leave me no
more my love.”
Dan jawaban Lia, “I love you not because what you are. I love you whatever
you are, and I’ll leave you no more… ever.”

Finish and Create By


Zeny Rochmawati
LgStr04/060903/17i

- 38 -

Anda mungkin juga menyukai