Anda di halaman 1dari 13

Pengembangan Pariwisata Bahari yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat di

Kawasan Kepulauan Karimun Jawa

Oleh:
Puji Eka Purnama dan Widya Ratmaya

Pendahuluan
Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya dan
teknologi, sehingga keadaan ini menjadi perhatian besar dari para ahli dan perencana
pembangunan. Penafsiran yang multi-dimensional dari fenomena ini menjadikan
pariwisata didefinisikan secara luas dan rumit. Konsep-konsep baru ditawarkan dengan
penonjolan perspektif tertentu. Pariwisata sering disamakan sebagai suatu industri karena
fenomena ini terkait dengan proses-proses produksi barang dan jasa dengan
menggunakan teknologi tertentu. Dalam perspektif geografi, pariwisata terkait dengan
fenomena mobilitas penduduk secara spasial yang terjadi karena perbedaan fungsi-fungsi
ruang (dan isinya) bagi kehidupan komunitas masyarakat (Opperman, 1980). Keterkaitan
antara berbagai fenomena kehidupan masyarakat dalam pariwisata menyebabkan
pariwisata ini hanya dapat dipahami dengan baik apabila didasarkan pada pendekatan
inter disiplin dan transdisiplin.
Bisnis pariwisata saat ini menjadi sektor andalan di banyak negara. Naisbitt (1997)
menyatakan, pariwisata merupakan penghasil uang terbesar dan sektor terkuat dalam
perekonomian global. Pariwisata telah mampu mempekerjakan sebanyak 204 juta orang
di seluruh dunia menghasilkan 10,6 persen Produk Nasional Bruto dunia; memberikan
kontribusi pajak sebesar 655 juta dollar, sehingga tidak mengherankan apabila banyak
negara berlomba-lomba menjadikan negaranya sebagai objek yang kaya akan daya tarik
kepariwisataan. Seperti di Indonesia, pariwisata merupakan penghasil devisa terbesar ke
tiga setelah tekstil dan migas. Hal ini menunjukkan bahwa industri jasa bidang pariwisata
memilik potensi yang cukup besar untuk menjadi tulang punggung perekonomian nasional
di masa mendatang (Sutowo, 2002).
Sektor kepariwisataan menunjukkan perkembangan dan kontibusi ekonomi yang
cukup menarik dibandingkan dengan sektor lain di saat Indonesia menghadapi masa
krisis yang berkepanjangan. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah wisatawan
mancanegara sebanyak 4.606.416 (rata-rata hari kunjungan 9,18 hari/orang) di tahun
1998 meningkat menjadi 5.064.217 orang dengan jumlah hari kunjungan 12,26/orang
pada tahun 2000. Besarnya devisa yang diperoleh sektor pariwisata pada tahun 2000
sebesar 5.75 milyar US$. Hal ini menunjukkan bahwa kepariwisataan sangat potensial
untuk dikembangkan di masa krisis.
Salah satu sumberdaya wisata yang potensial yaitu wilayah pesisir mempunyai
kekayaan dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentuk alam, struktur historis, adat,
budaya dan berbagai sumberdaya lain yang terkait dengan pengembangan
kepariwisataan. Hal ini merupakan karunia dan anugerah Tuhan untuk dapat
dikembangkan bagi kesejahteraan manusia. Karena sebagai mahluk yang termulia di beri
kuasa untuk memanfaatkan alam serta segala isinya dengan penuh tanggung jawab.
Alam dan sekitarnya dengan berbagai keragaman yang tinggi seperti wilayah pesisir
mempunyai nilai atraktif dan turistik wajib dikelola dan dikembangkan bagi kesejahteraan
melalui pariwisata bahari. Keragaman daerah pesisir untuk pariwisata bahari berupa
bentuk alamnya dan juga keterkaitan ekologisnya dapat menarik minat wisatawan baik
untuk bermain, bersantai atau sekedar menikmati pemandangan. 
Wisata bahari merupakan suatu bentuk wisata potensial termasuk di dalam kegiatan
“Clean industry” . Pelaksanaan wisata bahari yang berhasil apabila memenuhi berbagai
komponen yaitu terkaitnya dengan kelestarian lingkungan alami, kesejahteraan penduduk
yang mendiami wilayah tersebut, kepuasan pengunjung yang menikmatinya dan
keterpaduan komunitas dengan area pengembangannya (Siti Nurisyah, 1998). Dengan
memperhatikan komponen tersebut maka wisata bahari akan memberikan kontribusi
nyata bagi perekonomian masyarakat.
Daya tarik wisata bahari di kawasan pesisir dan lautan Indonesia, merupakan
anugrah yang tidak semua negara di dunia memiliki kekayaan alam yang indah seperti ini.
Dengan demikian agar pengembangan pariwisata bahari dapat memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi pembangunan, maka dalam pelaksanaannya dibutuhkan strategi
yang terencana dan sistematis bagi masyarakat lokal. Keterlibatan atau partisipasi
masyarakat lokal sangatlah penting, termasuk dalam kaitannya dengan upaya
keberlanjutan pariwisata itu sendiri yang mencakup perlindungan terhadap lingkungan
maupun manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat. Hal inilah yang menjadi faktor
utama dalam perspektif pengembangan pariwisata daerah.
Pengembangan pariwisata ini sudah tentu mempunyai kaitan dengan berbagai
aspek kehidupan masyarakat, baik dari segi ekonomi maupun dari segi sosial budaya.
Apabila dilihat dari segi ekonomi, pariwisata sebagai salah satu sumber pendapatan asli
daerah (PAD), antara lain berupa pajak, retribusi dan sumber devisa bagi negara.
Disamping itu, Industri pariwisata sebagai industri padat karya akan membuka lapangan
kerja bagi penduduk setempat, sekaligus akan membuka peluang bagi home industri bagi
masyarakat setempat dalam bentuk karya seni kerajinan tangan dan souvenir khas
daerah, jasa pemandu, jasa transportasi, restaurant dll. Hal tersebut akan menambah
pendapatan bagi masyarakat setempat.

Konsep Pariwisata Bahari


Pembangunan pariwisata saat ini diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan
yang berkelanjutan. Wisata bahari dengan kesan penuh makna bukan semata-mata
memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir
dan lautan tetapi juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk
mengembangkan konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang mendalam tentang
seluk beluk ekosistem pesisir, sehingga membentuk kesadaran bagaimana harus
bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir dimasa kini dan masa yang akan datang.
Jenis wisata ini dapat memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan secara langsung maupun
tidak langsung. Kegiatan langsung diantaranya berperahu, berenang, snorkeling, diving,
pancing dll. Kegiatan tidak langsung seperti kegiatan olahraga pantai, piknik menikmati
atmosfer dan pemandangan wilayah pesisir dan laut (Siti Nurisyah, 1998).
Konsep wisata bahari didasarkan pada pemandangan, keunikan alam, karakteristik
ekosistem, kekhasan seni budaya dan karaktersitik masyarakat sebagai kekuatan dasar
yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Wheat (1994) berpendapat bahwa wisata
bahari adalah pasar khusus untuk orang yang sadar akan lingkungan dan tertarik untuk
mengamati alam. Steele (1993) menggambarkan kegiatan ecotourism bahari sebagai
proses ekonomi yang memasarkan ekosistem yang menarik dan langka. Low Choy dan
Heillbronn (1996), merumuskan lima faktor batasan yang mendasar dalam penentuan
prinsip utama ekowisata, yaitu :
1. Lingkungan; ecotourism bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang relatif
belum tercemar atau terganggu.
2. Masyarakat; ecotourism harus memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi
langsung kepada masyarakat.
3. Pendidikan dan pengalaman; ecotourism harus dapat meningkatkan pemahaman
akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki.
4. Berkelanjutan; ecotourism dapat memberikan sumbangan positif bagi
keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
5. Manajemen; ecotourism harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability
lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan
sekarang maupun generasi mendatang.
Kelima prinsip utama ini merupakan dasar untuk pelaksanaan kegiatan ecotourism
yang berkelanjutan. Skema konsep wisata bahari ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema konsep wisata bahari (DKP,2002)

Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa output langsung yang diperoleh berupa


hiburan dan pengetahuan, yang secara tidak langsung bagi alam juga memberikan
manfaat, yaitu adanya insentif yang dikembalikan untuk mengelola kegiatan konservasi
alam. Output tidak langsung, yaitu berupa tumbuhnya kesadaran dalam diri setiap orang
(wisatawan) untuk memperhatikan sikap hidup sehari-hari agar kegiatan yang dilakukan
tidak berdampak buruk pada alam. Kesadaran ini tumbuh sebagai akibat dari kesan yang
mendalam yang diperoleh wisatawan selama berinteraksi secara langsung dengan
lingkungan bahari.
Orientasi pemanfaatan utama pesisir dan lautan serta berbagai elemen pendukung
lingkungannya merupakan suatu bentuk perencanaan dan pengelolaan kawasan secara
terpadu dalam usaha mengembangkan kawasan wisata. Aspek kultural dan aspek fisik
merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dan saling mendukung sebagai suatu
kawasan wisata bahari. Gunn (1993) mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang
baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu :
1. Mempertahankan kelestarian lingkungannya
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut
3. Menjamin kepuasan pengunjung
4. Meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat di sekitar
kawasan dan zone pengembangannya.
Disamping keempat aspek di atas, kemampuan daya dukung untuk setiap kawasan
berbeda-beda, sehingga diperlukan perencanaan secara spatial akan bermakna. Secara
umum ragam daya dukung wisata bahari meliputi :
1. Daya dukung ekologis. Pigram (1983) mengemukakan bahwa daya dukung
ekologis sebagai tingkat maksimal penggunaan suatu kawasan.
2. Daya dukung fisik. Suatu kawasan wisata merupakan jumlah maksimum
penggunaan atau kegiatan yang diakomodasikan dalam areal tanpa
menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas.
3. Daya dukung sosial. Suatu kawasan wisata dinyatakan sebagai batas tingkat
maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan dimana melampauinya akan
menimbulkan penurunanan dalam tingkat kualitas pengalaman atau kepuasan.
4. Daya dukung reakreasi merupakan suatu konsep pengelolaan yang
menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai objek yang terkait dengan
kemampuan kawasan.

Konsep Pariwisata Bahari Berkelanjutan Berbasis Masyarakat


Pembangunan berkelanjutan pada umumnya mempunyai sasaran memberikan
manfaat bagi generasi sekarang tanpa mengurangi manfaat bagi generasi mendatang.
Charles Birch dalam Erari K,Ph (1999) membandingkan dunia sekarang ibarat kapal
Titanic dengan gunung es yang terlihat sebanyak 5 pucuk yang merupakan ancaman bagi
kehidupan manusia antara lain: ledakan penduduk, krisis pangan, terkurasnya
sumberdaya alam, pengrusakan lingkungan hidup dan perang. Selanjutnya disebutkan
bahwa suatu tuntutan akan perlunya masyarakat yang berkelanjutan, dan panggilan
kemanusiaan untuk bertindak sedemikian rupa agar kehidupan manusia dan mahluk
hidup lainnya menikmati hidup berkelanjutan ditengah keterbatasan dunia. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya peranan masyarakat untuk memelihara lingkungan demi
kehidupan masa mendatang.
Dengan demikian bahwa pariwisata berkelanjutan harus bertitik tolak dari
kepentingan dan partisipasi masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan wisatawan /
pengunjung, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan kata lain bahwa
pengelolaan sumberdaya wisata bahari dilakukan sedemikian rupa sehingga kebutuhan
ekonomi, sosial dan estetika dapat terpenuhi dengan memelihara integritas kultural,
proses ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan.
World Taurism Organization (1999) menyarankan prinsip pokok pariwisata
berkelanjutan yang harus diperhatikan dalam pengembangan pariwisata alternatif yaitu:
1. Tourism planning, development and operation should be part of conservation or
sustainable depelopment strategies for a region, a province (state) or nation. Tourism
planning, development and operation should be cross sectoral and intergrated,
involving government agencies, private corporations, citizens groups and individual
thus providing the widest possible benefits.
2. Tourism should be planned and managed in a sustainable manner, with due regard
for the protection and appropriate economic uses of the natural and human
environment in host areas.
3. Tourism should be undertaken with equity in mind to distribute fairly benefits and costs
among tourism promoters and host people and areas.
4. Good information, research and communication on the nature of tourism and its
effects on the human and cultural environment should be available prior to and during
development, especially for the local people, so that they can participate in and
influence the direction of development and its effects as much as possible, in the
individual and collective interest.
5. Local people should be encouraged and expected to undertake leadership roles in
planning, and development with the assistance of government, bussines, financial and
other interests.
6. Intergrated environmental, social and economic planning analysis should be
undertaken prior to the commencement of any mayor projects, with careful
consideration given to different types of tourism development and the ways in which
they might link with existing uses, ways of life and environmental considerations.
7. Throughout all stages of tourism development and operation, a careful assessment
monitoring and mediation program should be conducted in order to allow local people
and others to take advantage of opportunities or to respond to changes.
Adapun prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam pengembangan pariwisata yang
berkelanjutan ini menurut Burns dan Holden terdiri dari :
1. Lingkungan memiliki nilai hakiki yang juga bisa sebagai aset pariwisata.
Pemanfaatannya bukan hanya untuk kepentingan jangka pendek, namun juga
untuk kenpentingan generasi mendatang.
2. Pariwisata harus diperkenalkan sebagai aktifitas yang positif dengan
memberikan keuntungan bersama kepada masyarakat, lingkungan dan
wisatawan itu sendiri.
3. Hubungan antara pariwisata dan lingkungan harus dikelola sehingga lingkungan
tersebut berkelanjutan untuk jangka panjang. Pariwisata harus tidak merusak
sumberdaya, sehingga masih dapat dinikmati oleh generasi mendatang atau
membawa dampak yang dapat diterima.
4. Aktifitas pariwisata dan pembangunan harus peduli terhadap skala / ukuran alam
dan karakter tempat kegiatan tersebut dilakukan.
5. Pada lokasi lainnya, keharmonisan harus dibangun antara kebutuhan-kebutuhan
wisatawan, tempat / lingkungan dan masyarakat lokal.
6. Dalam dunia yang dinamis dan penuh dengan perubahan, dapat selalu
memberikan keuntungan. Adaptasi terhadap perubahan, bagaimanapun juga,
jangan sampai keluar dari prinsip-prinsip ini.
7. Industri pariwisata, pemerintah lokal dan lembaga swadaya masyarakat,
pemerhati lingkungan, semuanya memiliki tugas untuk peduli pada prinsip-prinsip
tersebut di atas dan kekerja bersama untuk merealisasikannya.
Agar supaya wisata bahari dapat berkelanjutan maka produk pariwisata bahari yang
ditampilkan harus harmonis dengan lingkungan lokal spesifik. Dengan demikian
masyarakat akan peduli terhadap sumberadaya wisata karena memberikan manfaat
sehingga masyarakat merasakan kegiatan wisata sebagai suatu kesatuan dalam
kehidupannya. Cernea (1991) dalam Lindberg dan Hawkins (1995) mengemukakan
bahwa, partisipasi lokal memberikan banyak peluang secara efektif dalam kegiatan
pembangunan di mana hal ini berarti bahwa memberi wewenang atau kekuasaan pada
masyarakat sebagai pemeran sosial dan bukan subjek pasif untuk mengelola sumberdaya
dan membuat keputusan serta melakukan kontrol terhadap kegiatan–kegiatan yang
mempengaruhi kehidupan sesuai dengan kemampuan mereka. Adanya kegiatan wisata
bahari haruslah menjamin kelestarian lingkungan, terutama yang terkait dengan
sumberdaya hayati yang bersifat renewable maupun non renewable, sehingga dapat
menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut.
Kawasan wisata Nusa Dua Bali, Kawasan rekreasi Mangrove Sungai Buloh di
Singapora, Kawasan Pantai Copacabana di Rio de Jeneiro (Brasil), Kawasan Historik
Puerto Madero di Buenos aires (Argentina) dan Pantai Wisata di Hawaii merupakan
contoh bagi pengembangan wisata bahari yang cukup terkenal di Dunia. Selain di Bali di
wilayah pesisir di beberapa daerah di Indonesia sangat potensial bagi pengembangan
wisata bahari karena berbagai ekosistem dan ekologis setempat disamping budaya yang
khas serta sejarah masa lampau sebagai bangsa bahari dapat digunakan sebagai
aktraksi wisata bahari. Seperti halnya di beberapa kawasan potensial di Indonesia,
pengembangan wisata bahari antara lain di Kepulauan Raja Ampat Sorong yang memiliki
ekosistem terumbu karang yang terlengkap dan terbaik di dunia (ekosistem), dari segi
budaya masyakat setempat dengan pola hidup, adat dan budaya yang khas merupakan
modal bagi pengembangan wisata bahari berbasis masyarakat. Contoh lainnya
Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan bandar bahari 4 Zaman yaitu Zaman Hindu, Islam,
Kolonial dan Zaman Kemerdekaan. Sangat potensial untuk dikembangkan untuk tujuan
wisata budaya bahari.
Selain aspek sumberdaya fisik dan alami, aspek sumberdaya lain seperti aspek
budaya dan sejarah menjadi salah satu atraksi yang dapat mendukung pengembangan
kawasan wisata bahari. Hal ini didukung oleh keterkaitan etnik yang tinggi yang dimiliki
oleh wilayah pesisir di Indonesia. Walaupun mempunyai potensi untuk dikembangkan
tanpa dukungan sarana prasarana yang lain, seperti: transportasi, atraksi yang menarik,
pelayanan yang baik serta informasi dan promosi yang baik, maka kawasan tersebut akan
menjadi kurang terkenal. Oleh karena itu sumberdaya pesisir dan lautan untuk wisata
bahari dapat dikembangkan menjadi suatu pariwisata yang menjual jika memenuhi
persayaratan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2. Komponen fungsi dari sisi persediaan (Gunn, 1993)

Gambar 3. Pengaruh luar sistem pariwisata (Gunn,1993)

Berdasarkan Gambar 3, bahwa faktor luar sangat berperanan bagi keberhasilan


pengembangan wisata bahari. Pendekatan pengembangan wisata Bahari berkelanjutan
sesuai tujuan tidak mengurangi kesejahteraan generasi masa yang akan datang. Dengan
demikian sumberdaya pariwisata bahari akan berhasil dengan adanya ukuran
keberhasilan mencakup kepuasan pengunjung, kesejahteraan masyarakat dan
kelestarian lingkungan.
Secara harfiah pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang dapat
memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kepentingan dan
kebutuhan generasi yang akan datang. Bahwa pembangunan pariwisata bahari
berkelanjutan tidak boleh membahayakan sistem alam yang mendukung semua aspek
kehidupan. Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat mengacu kepada upaya
pemeliharaan sistem alam yang bertujuan untuk kesejateraan masyarakat.
Wilayah pesisir di Indonesia sangat potensial untuk di manfaatkan untuk kegiatan
wisata Bahari baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengembangan wisata
bahari di dasarkan kepada kondisi lokal spesifik dengan melibatkan masyarakat
sekitarnya akan berkelanjutan. Perencanaan dan Pengembangan wisata bahari harus
dilakukan secara terpadu sesuai dengan kondisi lokal spesifik, ekologis, bentang alam,
adat dan budaya dimanfaatkan sebaik mungkin .

Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata Bahari


Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang
Kepariwisataan; Bab II Azas dan Tujuan, serta Bab V, Peran Serta Masyarakat yang
menyatakan:
“Penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan azas manfaat, usaha
bersama dan kekeluargaan, asli dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan,
dan kepercayaan pada diri sendiri.

Penyelenggaraan kepariwisataan bertujuan: a) memperkenalkan,


mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan objek dan daya tarik wisata; b)
memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa; c)
memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; d)
meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat; dan e) mendorong pendayagunaan produksi nasional.

--Peran Serta Masyarakat-- yaitu: 1) Masyarakat memiliki kesempatan yang sama


dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan.
2) Dalam rangka proses pengambilan keputusan, Pemerintah dapat
mengikutsertakan masyarakat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) melalui
penyampaian saran, pendapat, dan pertimbangan.

Pariwisata secara universal harus mampu menghadapi kompetisi global serta


memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Oleh karena itu peran Pemerintah
sebagai pelaku dan sekaligus fasilitator sangatlah besar dan sangat diperlukan
untuk menjamin terlaksananya pembangunan dan pengembangan kepariwisataan
yang berkelanjutan, dengan mengikutsertakan dan mengoptimalisasikan para
pelaku pembangunan di sektor pariwisata, yaitu: Pemerintah/Pemda, masyarakat
lokal, swasta/investor. Peran tersebut dapat diwujudkan dalam Kebijaksanaan
Umum Pengembangan Pariwisata, yaitu kebijakan untuk menjaga keseimbangan
antara peran serta Pemerintah, swasta, dan masyarakat” (Suwantoro, 1997).

Dalam melaksanankan program atau proyek pembangunan, diperlukan adanya


peran serta atau partisipasi masyarakat, sehingga proyek ataupun program
pembangunan tersebut tepat sasaran yang mencapai target sebagimana yang telah
direncanakan sebelumnya. Menurut Raharjo (1985), partisipasi masyarakat adalah
keikutsertaan masyarakat dalam program-program pemerintah baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam bentuk fisik, material dan sumbangan pikiran dalam proses
pembangunan nasional. Telah disadari bersama bahwa partisipasi masyarakat sangatlah
penting dalam setiap bentuk dan proses pembangunan. Dari mulai perencanaan yang
mengemukakan Bottom up Planning atau perencanaan dari masyarakat pada level bawah
(Grass root), perencanaan demokratis dan perencanaan partisipatif.

Menurut Conyers(1991), alasan pentingnya partisipasi masyarakat adalah sebagai


berikut:
1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh suatu kondisi,
kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya, program
atau proyek pembangunan akan gagal.
2. Masyarakat akan lebih mempercayai progam atau proyek pembangunan jika
mereka merasa dilibatkan (merupakan hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan
dalam pembangunan).
Perencanaan dan pengembangan harus melibatkan masyarakat secara optimal
melalui musyawarah dan mufakat masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat memiliki
enam kriteria, yaitu:
1. Melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak terkait lain dalam proses
perencanaan dan pengembangan ekowisata.
2. Membuka kesempatan dan mengoptimalkan peluang bagi masyarakat untuk
mendapat keuntungan dan berperan aktif dalam kegiatan ekowisata.
3. Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat untuk
melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap dampak negatif yang
ditimbulkan.
4. Meningkatkan ketrampilan masyarakat setempat dalam bidang-bidang yang
berkaitan dan menunjang pengembangan ekowisata.
5. Mengutamakan peningkatan ekonomi lokal dan menekan tingkat kebocoran
pendapatan (leakage) serendah-rendahnya.
6. Meningkatan pendapatan masyarakat.
Sementara itu, menurut Dr. Lastaire White dalam tulisannya “Introduction To
Community Participation”, yang dikutip oleh Sastropoetro (1988), mengemukakan 10
alasan tentang pentingnya partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan, yaitu sebagai
berikut:
1. Dengan adanya partisipasi masyarakat hasil kerja yang dicapai akan lebih
banyak
2. Dengan adanya partisipasi masyarakat, pelayanan dapat diberikan dengan biaya
yang murah disebabkan :
 Partisipasi masyarakat memiliki nilai dasar yang sangat berarti untuk peserta,
karena menyangkut kepada harga dirinya.
 Partisipasi masyarakat merupakan katalisator untuk pembangunan
selanjutnya
 Partisipasi masyarakat mendorong timbulnya rasa tanggung jawab.
 Partisipasi masyarakat menjamin bahwa suatu kebutuhan yang dirasakan
oleh masyarakat yang telah dilibatkan.
 Partisipasi masyarakat menjamin, bahwa pekerjaan dilaksanakan dengan
arah yang benar.
 Partisipasi masyarakat menghimpun dan memanfaatkan berbagai
pengetahuan yang terdapat didalam masyarakat, sehingga terjadi perpaduan
berbagai keahlian.
 Partisipasi masyarakat membebaskan orang dari ketergantungan kepada
keahlian orang lain.
 Partisipasi masyarakat lebih menyadarkan manusia terhadap penyebab
kemiskinan, sehingga menimbulkan kesadaran terhadap usaha untuk
mengatasinya.
Sedangkan Cohen dan Uphoff (1977) membedakan partisipasi masyarakat
berdasarkan tahapannya:
1. Partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan, kebijaksanaan, dan
perencanaan program pembanguan (dalam bentuk aspirasi).
2. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan.
3. Partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan atau mengguanakan hasil hasil
pembanguan.
4. Partisipasi masyarakat dalam mengevaluasi dan mengawasi pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA
Andrew Holden 2001, Enviroment and Tourism. Rontledge Introduction to
Enviroment Series.
Clare A. Gunn, 1994. Tourism Planning. Basics, Concepts, Cases. Third Edition.
Taylor & Francis Publisher.
Dahuri R, Rais J, Sapta P.G., Sitepu M, 2001. Pengelolaan Sumberaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara terpadu (Edisi Revisi).
Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002. Draf Akademik Pengelolaan Pesisir
dan Lautan.
Erari, K.Ph, 1999. Tanah Kita Hidup Kita. Hubungan Manusia dan Tanah di Irian
Jaya Sebagai Persoalan  Teologis (Ekotologis Dalam Perspektif Malenesia). 
Kreg Lindberg dan Donald E Hawkins, 1995. Ekoturisme : Petunjuk
Untuk  Perencanaan dan  Pengelolaan. The Ecotourism Society. North Benington,
Vermont.
Siti Nurisyah, 2001. Rencana Pengembangan Fisik Kawasan Wisata Bahari di
Wilayah Pesisir Indonesia.  Bulettin  Taman Dan Lanskap Indonesia. Perencanaan,
Perancangan dan Pengelolaan Volume 3, Nomor 2, 2000. Studio Arsitektur Pertamanan
Fakultas Pertanian IPB Bogor.
Ardika, I Gde, “ kebijakan pembangunan Parawisata Indonesia : Peluang dan
Tantangan: Makalah disampaikan pada kuliah perdana Program Studi Parawisata Pasca
sarjana UGM tanggal 23 September 2003
BPS, Analisis pasar wisatawan Nusantara 1987, jakarta
BPS, Statistik Wisatawan Nusantara, 2001
Cadwick, Robin A, “ The Consept, Defenition, and Measures Used in Travel and
Tourist Research”, dalam Ritchi, J.R. Brent dan Goeldner, Charles, Travel, Tourism, and
Hospitality Research: A Handbook for Managers and Researches, New York, Jhon Wiley
& Sons, 1994
Conyers, Diana. 1991. “ An Introduction To Social Planning In The Third World ”. By
Jhon Wiley & sons Ltd, 1994, Terjemahan Drs. Susetiawan. SU : “ Perencanaan Sosial di
Dunia Ketiga : Suatu Pengantar”. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. (xi, 335
hal.)
Cohen and Uphoff. 1977. Rural Development Participation. New York: Cornel
University.
Dahuri, R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan.
Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2003
Damanik, Janianton, 2003, Masyarakat Desa Menyongsong Parawisata, makalah
disampaikan dalam Pelatihan Peningkatan Kualitas SDM Parawisata Daerah Provinsi DIY
di Yogyakarta, tanggal 17 Juni 2003
Naisbitt, Jhon, Global Paradox, Jakarta, Binarupa Aksara (terj) 1997
Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1990.
Opperman, Martin dan Key-Sung, Chon, 1980, Tourist Area cycle of Evolution :
Implication for Management of Resource, canaadian Geographer, vol .XXIV, No.1.
Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang, (2002), Pola dasar pembangunan
Daerah kabupaten Deli Serdang.
Sastropoetro, Santoso R.A. (1988). Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin
Dalam Pembangunan Nasional, Bandung : Alumni.
Stephen, W, Tourism Geography, London, Routledge, 1988
Sutowo, Ponco. 2002, tantangan Industri Parawisata Daerah. Jawa Pos.
Undang-undang Nomor 9 tahun 1990 tantang Kepariwisataan

Anda mungkin juga menyukai