Hingga kinipun masih ada suku-suku bangsa yang mempergunakan busur dan
panah dalam penghidupan sehari-hari mereka, seperti : suku-suku bangsa di hutan-
hutan daerah hulu sungai Amazone, suku-suku Veda di pedalaman Srilangka, suku-
suku Negro di Afrika, suku-suku Irian di Irian Jaya, suku Dayak dan suku Kubu Dari
buku-buku dan keterangan-keterangan yang diperoleh maka terdapat dua
kelompok ahli yang mengemukakan dua teori yang berbeda.
Yang pertama berpendapat bahwa panah dan busur mulai dipakai dalam peradaban
manusia sejak "era mesolitik" atau kira-kira antara 5000 - 7000 tahun yang silam,
sedang pendapat kedua percaya bahwa panahan lebih awal dari masa itu, yaitu
dalam "era paleolitik" antara 10.000 - 15.000 tahun yang lalu.
Terlepas dari mana yang benar, maka yang jelas bahwa sebelum panahan menemui
bentuknya sebagai olahraga seperti yang kita kenal saat ini, ternyata telah melalui
masa pertumbuhan yang panjang. Melalui peranan yang berbeda-beda, mula-mula
panahan dipergunakan orang sebagai alat untukmempertahankan diri dari
serangan bahaya binatang liar, sebagai alat untuk mencari makan, atau untuk
berburu, untuk senjata perang dan baru kemudian berperan sebagai olahraga baik
sebagai rekreasi ataupun prestasi.
Dari catatan sejarah dapat dicatat bahwa baru pada tahun 1676, atas prakarsa Raja
Charles II dari Inggris, panahan mulai dipandang sebagai suatu cabang olahraga.
Dan kemudian banyak negara-negara lain yang juga menganggap panahan sebagai
olahraga dan bukan lagi sebagai senjata untuk berperang.
Kalau PON I kita pakai sebagai batasan waktu era kebangunan olahraga Nasional,
maka Panahan telah ikut ambil bagian dalam era kebangunan Olahraga Nasional
itu. Dalam sejarah PON, Panahan merupakan cabang yang selalu diperlombakan,
walaupun secara resminya Persatuan Panahan Indonesia (Perpani) baru terbentuk
pada tanggal 12 Juli 1953 di Yogyakarta atas prakarsa Sri Paku Alam VIII. Dan
Kejuaraan Nasional yang pertama sebagai perlombaan yang terorganisir, baru
diselenggarakan para tahun 1959 di Surabaya.
Sri Paku Alam VIII selanjutnya menjabat sebagai Ketua Umum Perpani hampir
duapuluh empat tahun dari tahun 1953 sampai tahun 1977. Dengan terbentuknya
Organisasi Induk Perpani, maka langkah pertama yang dilakukan adalah menjadi
anggota FITA (Federation Internationale de Tir A L’arc).
Organisasi Federasi Panahan Internasional yang berdiri sejak tahun 1931. Indonesia
diterima sebagai anggota FITA pada tahun 1959 pada konggresnya di Oslo,
Norwegia. Sejak saat itu Panahan di Indonesia maju pesat, walaupun pada tahun-
tahun pertama kegiatan Panahan hanya terdapat di beberapa kota di pulau Jawa
saja. Kini boleh dikatakan bahwa hampir di setiap penjuru tanah air, Panahan sudah
mulai dikenal.
Dengan diterimanya sebagai anggota FITA pada tahun 1959, maka pada waktu itu
di Indonesia selain dikenal jenis Panahan tradisional dengan ciri-ciri menembak
dengan gaya duduk dan instinctive, maka dikenal pula jenis ronde FITA yang
merupakan jenis ronde Internasional, yang menggunakan alat-alat bantuan luar
negeri yang lebih modern dengan gaya menembak berdiri. Dan dengan demikian
terbuka pulalah kesempatan bagi pemanah Indonesia untuk mengambil bagian
dalam pertandingan-pertandingan Internasional.
Bersamaan dengan itu timbul masalah peralatan yang harus diatasi untuk bisa
mengambil bagian dalam pertandingan Internasional, pemanah kita harus memiliki
peralatan yang memadai, agar dapat berkompetisi dengan lawan-lawannya secara
berimbang. Kenyataannya alat-alat ini sangat mahal harganya dan sulit di dapat.
Hanya beberapa pemanah saja yang dapat membayar harga alat-alat tersebut.
Keadaan ini merupakan faktor penghambat bagi perkembangan olahraga ini.
Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun 1963 Perpani menciptakan Ronde baru
dengan nama Ronde Perpani. Pokok-pokok ketentuan pada perpani pada dasarnya
sama dengan ronde FITA, kecuali tentang peralatannya yang dipakai dan jarak
tembak disesuaikan dengan kemampuan peralatan yang dibuat di dalam negeri.
Mengenai peralatan Ronde Perpani ini ditetapkan bahwa hanya busur dan panah
yang dibuat dan dengan bahan dalam negeri yang boleh dipakai.
Dengan ketentuan tadi dua hal yang hendak dicapai, pertama untuk pemasalan
belum diperlukan peralatan yang mahal, yangg harus diimport, tetapi cukup alat-
alat yang bisa dibuat di Indonesia. Kedua, Ronde Perpani mempunyai peranan
untuk mempersiapkan pemanah-pemanah kita untuk bisa mengambil bagian dalam
pertandingan Internasional, tanpa menunggu tersedianya alat yang harus dibeli
dengan harga mahal.
Kebijaksanaan ini adalah dalam hubungannya dengan ketentuan dari FITA yang
menyelenggarakan Kejuaraan Dunia pada setiap tahun ganjil. Sehingga Kejuaraan
Nasional Ronde FITA tersebut dimaksudkan untuk persiapkan dan memilih para
pemanah Indonesia yang akan diterjunkan ke kejuaraan Dunia. Sedangkan pada
PON diperlombakan ketiga ronde sekaligus.
Sejak Konggres Perpani tahun 1981 bersamaan dengan PON X, pola kebijaksanaan
Perpani dirubah, yaitu bahwa Kejuaraan Nasional diselenggarakan setiap tahun
(kecuali tahun diselenggarakannya PON tidak ada Kejuaraan Nasional) dan
diperlombakan ketiga ronde Panahan sekaligus yaitu Ronde FITA, Ronde Perpani
dan Ronde Tradisional.
Perlu dikemukakan disini bahwa sebelum tahun 1959 yaitu tahun diterimanya
Perpani sebagai anggota FITA, pada PON - I tahun 1948 di Solo, PON II/1951 di
Jakarta, PON - III/1953 di Medan, PON - IV/1957 di Makasar, panahan hanya
memperlombakan Ronde Tradisional, yaitu ronde duduk, dengan hanya satu jarak
30 meter, dengan 48 tambahan @ 4 anak panah dan dengan sasaran bulatan
dengan hanya dibagi tiga bagian saja.
Kejuaraan Dunia di Vesteras, Swedia, dimana regu puteri Indonesia ketiga belas dan
regu puteri kesembilan terbaik di dunia.
- Tahun 1966 : Ganefo Asia I di Phnom Penh, Kamboja. Regu putera menempati
urutan teratas, dan dua orang jago kita berhasil merebut medali emas dan perak
untuk kejuaraan perorangan. Regu puteri kita menduduki tempat kedua di bawah
RRC.
Perlu dicatat bahwa dalam forum Olympic Gamespun Panahan telah ikut berbicara,
walaupun pihak Pemerintah selalu mengirimkan pemanah-pemanah kita dalam
jumlah yang minim, yaitu satu putera dan satu puteri. Tetapi sejarah telah
mencatat bahwa pada Olympic Games tahun 1976 di Montreal - Kanada pemanah
puteri kita yaitu Leane Suniar berhasil menempati urutan kesembilan dan pada
Olympic Games Tahun 1988 di Seoul - Korea Selatan, pemanah team puteri kita
berhasil menempati urutan kedua dan pertama kalinya Indonesia mendapat perak
di arena yang bertaraf Internasional. Suatu prestasi yang sangat membanggakan.
send
Bottom of Form
1) Busur
2) Anak panah
3) Asesoris (Tas busur, Tab yaitu alat Bantu menarik tali dan sebagainya)
Yang harus dipersiapkan saat berlatih, Dan bertanding :
1) Mental
2) Fisik
Untuk kategori yang dilombakan di Indonesia, ada empat ronde, dan klasifikasinya
berdasarkan alat :
a. Recurve : Panah buatan Amerika dan Korea ini dipakai untuk standart
pertandingan Internasional. Bahannya terbuat dari campuran Fibere dan karbon.
Jarak yang dilombakan itu 90 Meter, 70 Meter, 50 Meter, dan 30 Meter. Beratnya
sekitar hampir 5 kilogram
b. Compound : Sama seperti Recurve, hanya saja mempunyai roda pada sisi-sisi
busur, jadi saat ditarik itu punya nilai Nol dan nggak ada beban campuran fiber
dan karbon. Jarak 90 meter, 70 meter, 50 meter dan 30 meter. Beratnya hampir 5
kilogram
2.
3. Nasional/Standar Bow : Ini hanya untuk di Indonesia, dan jarak yang diperlombakan 50
meter, 40 meter, 30 meter. Pemula disarankan memakai yang ini. Lebih ringan dibanding
Recurve dan Compound.
4. Tradisional (tanpa asesoris) : Biasanya atlit menembak dengan cara duduk bersila,
namun sekarang sudah jarang di Kejuaraan Nasional Indonesia.
Peraturan :
Recurve, Compound dan Standar Bow: Untuk jarak jauh menembakkan 6 anak panah,
sebanyak 6 seri. Jadi total hasilnya dikalikan 6. Nah untuk jarak 50 dan 30 meter itu, harus
menembakkan 3 anak panah dikali 12. Penilaian ini berlaku untuk semua Ronde.
Nama papan tembaknya dikenal dengan Target Face. Dalam setiap bagian warna, ada 2
nilai. Warna kuning bernilai 10 dan 9, Merah 8 dan7, Hitam 4 dan3, Putih 2 dan1. Nah k
Teknik baku yang disarankan itu, harus konsentrasi tinggi dalam menembak, jadi waktu nembak
harus konsentrasi penuh sama teknik kita.
Tekniknya antara lain :
Waktu menarik tali busur, tangan kiri harus lurus, nggak boleh gerak, tangan kanan
menarik ke belakang dengan kencang, saat busur lepas tangan harus rileks. Kaki sejajar dengan
bahu, dan posisinya miring. Pernapasan sangat penting untuk menembak. Saat menembak harus
tahan napas, jadi nggak boleh tarik dan buang napas, yang terpenting itu stabilitas teknik, agar
tembakannya bisa tepat. Untuk latihan fisik itu harus lari, push up dan sit up, back up, dan
latihan tahan napas, buang napas.