Anda di halaman 1dari 3

EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya

PENDIDIKAN MENTAL BAGI REMAJA/PEMUDA


Ditulis oleh Budi Rusyanto

Budi Rusyanto, S.H adalah dosen tetap yayasan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Langlangbuana Abstrak: Untuk menciptakan iklim yang sehat, sehingga dapat memungkinkan kreativitas generasi muda
berkebang secara wajar dan bertanggung jawab.Sebagian besar dari pelaku perbuatan-perbuatan brutal dan
menyimpang tersebut adalah para pemuda yang mengimbas pula pada orang dewasa muda, terutama mereka yang
menganggur. Perilaku brutal dan menyimpang yang menimpa para pemuda, minimal dilatarbelakangi oleh perpaduan
tiga faktor : 1) kondisi kejiwaan, 2) kondisi social-ekonomi masyarakat, dan 3) pengaruh faktor global. Pendidikan
(pengajaran) bukan sekedar memberikan informasi atau latihan, tetapi menumbuhkan potensi-potensi yang dimiliki
siswa/ mahasiswa. Siswa/ mahasiswa menduduki tempat sentral dalam proses pendidikan, sebab mereka bukan obyek
tetapi subyek pendidikan. Dalam pendidikan terjadi interaksi pedogogis antara dua subyek, yaitu guru/ dosen sebagai
pendidik (dan pengajar) dan siswa/mahasiswa sebagai peserta didik (pelajar). Guru/dosen tidak bisa memaksakan
kehendak, sebab perkembangan terjadi pada pribadi siswa/mahasiswa sendiri. Kata Kunci: pendidikan mental,
remaja,pemuda
A. Latar belakang Peranan remaja dalam pembangunan pada saat ini sangatlah dibutuhkan terumama dalam
partisipasi aktif dan peran serta dalam pembangunan baik pembangunan dari segi fisik maupun spririt yang dipersiapkan
untuk kader penerus perjuangan bangsa dan pembangunan nasional dengan memberikan bekal keterampilan,
kepemimpinan, kesegaran jasmani, daya kreasi, patriotisme, idielisme, kepribadian dan budi pekerti yang luhur. Untuk itu
perlu diciptakan iklim yang sehat, sehingga memungkinkan kreativitas generasi muda berkebang secara wajar dan
bertanggung jawab. Untuk menghadapi era globalisasi dan dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat yang
dampaknya berpengaruh pada masyarakat dalam menghadapi berbagai masalah besar yaitu dengan adanya krisis
ekonomi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan, yang kait-mengkait dengan kemelut di bidang politik dan hukum, yang
telah menambah jumlah penduduk miskin, menambah jumlah pengangguran, dan meningkatkan angka kriminalitas. Di
luar ketiga masalah besar tersebut, muncul masalah baru yang perilaku-perilakuagresifisme, brutalisme, sadisme,
pemerkosaan, kekerasan, pemaksaan kehendak, egoisme, emosional, main hakim sendiri secara masal, hilangnya
kepercayaan kepada aparat, hilangnya toleransi dan harga-menghargai kepada sesame warga, hilangnya sopn santun,
marah pada beberapa tempat timbul eksklusivisme. Sebagian besar dari pelaku perbuatan-perbuatan brutal dan
menyimpangtersebut adalah para pemuda yang mengimbas pula pada orang dewasa muda, terutama mereka yang
menganggur. Perilaku brutal dan menyimpang yang menimpa para pemuda, minimal dilatarbelakangi oleh perpaduan
tiga factor : 1) kondisi kejiwaan, 2) kondisi social-ekonomi masyarakat, dan 3) pengaruh factor global. B.
Perkembangan Kepribadian Sosial Remaja/Pemuda Secara Umum Penyesuaian social merupakan salah satu tugas
perkembangan masa remaja yang paling sulit. Remaja/pemuda dituntut menyesuaikan diri dengan lawan jenis atau
orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Dalam perkembangan kepribadian , para pemuda sedang
berada pada masa remaja atau adolesen, merupakan masa peralihan ke masa dewasa yang penuh vitalitas, dinamika
dan gejolak. Masa remaja merupakan subur perkembangan hampir semua aspek kemampuan, baik fisik-motorik, kognitif-
intelektual, social, maupun afektif. Pada masa remaja awal (usia 12-15 tahun) perkembangan aspek-aspek tersebut
masih agak lambat, tetapi sangat cepat pada masa remaja tengah (usia 19-21 tahun) Pada usia dewasa muda (22-30)
perkembangan mereka sudah cukup mantap. Perkembangan yang sangat cepat dalam aspek afektif (emosi) dan
perubahan-perubahan hormonal yang dialami pada masa remaja awal dan remaja tengah seringkali menimbulkan
perubahan guncangan-guncangan yang kuat, sehingga biasa disebut “masa strum und drang” (mas badai
dan topan). Pada masa ini kaya dengan idealisme, mereka pencari idola, dan kalau menemukan akan memujanya
sepenuh hidupnya. Mereka juga para avonturir, memiliki rasa ingin tahu dan ingin diakui yang tinggi, senang mencari
dan mencoba hal-hal yang berbeda dengan kebiasaan. Karena ingin pengakuan dan penghargaan mereka senang tanpil
beda, walaupun dalam hal negative. rasa social dan persahabatan di antara kelompok (geng) juga sangat tinggi, mereka
lebih mementingkan kelompoknya daripada ikatan saudara bahkan dengan keluarga (orang tuanya). C. Situasi sosial-
ekonomi masyarakat Proses pembangunan yang selama berakhirnya pemerintahan orde baru akhir-akhir ini telah
menunjukkan hasil, bahwa pembangunan saat ini berjalan lebih lamban, bahkan dalam beberapa sektor mungkin
lamban sekali bahkan berhenti. Kelambanan ini diakibatkan oleh adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan, yang kait-
mengkait dengan kemelu di bifdang politik dan hukum. Kondisi politik dan hukum di Negara kita memang belum stabil.
Hal ini bukan saja tidak memberikan landasan yang kokoh bagi pemulihan ekonomi, tetapi juga banyak menimbulkan
kerawanan dalam bidang keamanan, yang merupkan landasan bagi pemulihan dan perkembangan ekonomi. Setiap kali
ada gejolak politik, dan gangguan keamanan maka selalu terasa dampaknya kepada kondisi ekonomi. Kondisi ekonomi
yang tidak stabil, tidak hanya menghambat jalannya pembangunan tetapi juga banyak menimbulkan masalah-masalah
kependudukan. Menurut data dari BPS Nasional tahun 1999, jumlah penduduk miskin pada tahun 1995 (sebelum krisis
ekonomi) ada 23.5 juta orang atau 12.3% dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 205 juta jiwa. jumlah
pertambahan penduduk absolute sampai dengan tahun 1999 selama dua-tiga tahun masa krisis ekonomi sebesar 58.7
juta, atau jumlah penduduk miskin yang telah bertambah menjadi 81,5 juta jiwa atau 35% dari seluruh penduduk.
Pertambahan yang begitu drastic terutama disebabkan oleh naiknya harga kebutuhan pokok dan harga lainnya yang
rata-rata mencapai 350-400%, banyaknya karyawan yang di PHK akibat industri dan perusahaan yang gulung tikar,
sulitnya mencari pekerjaan karena banyak proyek dan kegiatan pembangunan yang dihentikan. industri dan perusahaan
besar umumnya terpukul berat, banyak yang bangkrut dan kalaupun mereka masih masih bisa berjalan banyak yang
mengurangi produksi dan karyawannya. Di pihak lain industri-industri kecil yang tidak membutuhkan bahan dasar impor,
dan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri banyk yang mampu bertahan. Kesulitan ekonomi, pengangguran,
peningkatan angka kemiskinan dan kriminalisme, yang bertimbal-balik dengan kemelut di bidang politik dan hukum yang
http://educare.e-fkipunla.net Generated: 19 June, 2009, 17:25
EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya

tak kunjung selesai semakin memperburuk keadan. Bagi para pemuda dan orang dewasa muda keadaan ini sungguh
sangat mencemaskn, mempersuram masa depan, dan tidak memberikan harapan untuk merubah nasib. D. Dampak
situasi globalisasi. Sebagai Negara yang sedang berkembang, kita masih berada pada tahap pra-industri atau transisi
dari Negara agraris ke industri (yang dewasa ini juga terhambat karena krisis ekonomi), sedang Negara-negara maju
telah berada pada tahap industri dan pasca industri. Meskipun demikian dengan media komunikasi-informasi yang
sangat terbuka, cepat dan melus, sarana transportasi yang beraneka dan sangat cepat, budaya-budaya industrialisasi
(industrialized culture) telah masuk ke masyarakat kita, memaksa masyarakat kita mengkonsumsi pemikiran, nilai-nilai,
gaya hidup, dan produk-produk, yang sebenarnya tidak semuanya sikap atau cocok dikonsumsi. Sebagai Negara atau
masyarakat berkembang, kita, para pemuda tidak selalu, bahkan seringkali tidak mampu memahami, memilih dan
memilih mana yang cocok dengan kita dan mana yang tidak cocok. Kecocokan dilihat dari kebutuhan, kemampuan,
kelayakan, dan kesesuaian dengan nilai-nilai religi, serta nilai-nilai social-buday masyarakat kita. Dalam era globalisasi
Negara/ masyarakat kita siap atau tidak siap, mau atau tidak mau terpaksa atau mungkin juga dipaksa turut menglobal,
baik dalam bidang ilmu dan teknologi, ekonomi, social, maupun budaya. Di pihak lain masalah-masalah global juga turut
mengancam masyarakat kita seperti semakin menyempitnya hutan tropis yang mengancam keseimbangan iklim,
melebarnya lobang ozon yang mengancam kesehatan umat manusia, konflik politik antar Negara, meningkatnya
penyebaran virus HIV, narkoba, terorisme Internasional, dll. Kejiwaan yang belum stabil di satu piha, sikap avonturir,
rasa ingin tahu dan ingin dihargai dan rasa solidaritas kelompok yang tinggi di pihak lain, berhadapan dengan
ketidakmenentuan, ketidakjelasan dan kehampaan harapan masa depan, diperkuat lagi oleh tarikan arus dan ancaman
globalisasi menempatkan para pemuda (generasi muda) dalam situasi yang serba bingung, serba kacau, hampa dan
hopless. dalam situasi serba galau seperti itu mudah sekali mereka terjerumus kepada hal-hal yang destruktif, ikut arus
mode (dalam arti luas) dan arus masa, sebagian besar dari mereka tidak mampu lagi menggunakan akal sehatnya, hati
mereka semakin tertutup untuk dapat menerima nasihat, wejangan dari para guru dan da’I. kalaupun
mendengarkan, hanya sampai di telinga, tidak diteruskan ke hati apalagi dinyatakan dalam perbuatan. E. Teori
pendidikan 1. Tujuan dan Isi pendidikan Metode pendidikan bagaimana yang dapat mengatasi situasi ini. Penyelesaian
menyeluruh masalah pemuda dan dewasa muda tersebut tidak bisa hanya ditangani oleh pendidikan. Sebab
pelaksanaan suatu konsep dan system pendidikan sangat dipengaruhi oleh situasi mayarakat dan Negara secara
keseluruhan. Situasi masyarakat dan Negara yang tidak menentu seperti sekarang, bukan saja tidak mendukung
pelaksanaan konsep dan system pendidikan (yang terbaik sekalipun), tetapi akan menghambat bahkan
membuyarkannya.Upaya-upaya yang dilakukan para guru dan da’I dalam pendidikan membutuhkan konsistnsi,
kesamaan, kesesuaian perlakuan dalam berbagai lingkungan pendidikan. Apa yang diberikan guru di sekolah
hendaknya sama, sejalan atau sejiwa dengan yang diberikandan dialami di rumah, dan dengan yang mereka terima,
lihat dan alami di masyarakat. Pendidik bukan hanya guru, ustadz dan para da’i, tetapi juga para orang tua, para
pemimpin baik formal maupun nonformal, tingkat rendah menengah ataupun tinggi. Dewasa ini kesenjangannya terlalu
jauh, konsep nilai-nilai moral dan keagamaan yang diajarkan di kelas, di mesjid dan dalam siaran tv, realisasinya
mungkin hanya sedikit ditemukan di lingkungan rumah, jarang atau bahkan tidak ditemukan di lingkungan masyarakat,
baik masyarakat umum, lingkungan kerja, lingkungan bisnis, pemerintahan, serta lingkungan-lingkungan lainnya. event-
event yang terjadi di masyarakat, berita-berita, acara-acara tv lebih banyak menampilkan hal-hal bertentangan bahkan
merusak nilai-nilai moral dibandingkan dengan yang memlihar dan membinanya.Terlepas dari belum adanya situasi
social-ekonomi-politik yang kondusif bagi terselenggaranay pendidikan yang baik, dan belum adanya kesesuaian kondisi
dan perlakuan dalam berbagai lingkungan pendidikan, model pendidikan seperti apa yang perlu dipersiapkan? Menurut
Randal R. Curren (1998) dewasa ini konsep dan landasan (teori) pendidikan terletak antara dua puncak, yaitu
“critical thinking” dan “ moral education”. Walaupun ada yang cenderung lebih berat kepada
salah satu, tetapi keseimbangan antara keduanya merupakan pandangan yang banyak dianut. sejalan dengan hal di
atas, hedley Beare and Richard Slaughter (1993), melihat perkembangan konsep pendidikan pada abad 21 berkembang
“beyond scientific materialism and the scientific method”, yaitu mengarah kepada “integration of the
empirical, rational and spiritual dimension”. memang generasi muda kita, perlu memiliki keunggulan dalam
kemampuan intektual, social, dan keterampilan (empirical-rational), agar mereka bisa mandiri dan berkiprah dalam
berbagai bidang kehidupan. Tanpa memiliki keunggulan secara intelektual-sosial-keterampilan, mereka lemah, tidak bisa
berkarya, tidak bisa mandiri, apalagi berkompetisi dengan pemuda-pemuda dari Negara lain. keunggulan kemampuan
saja, belum cukup sebab bisa labil, terarah kepada hal-hal yang negative-destruktif seperti yang kita saksikan saat ini.
keunggulan intelektual, social dan keterampilan harus didasari, dibarengi dan dibingkai oleh nilai-nilai moral dan
keagamaan (akhlak) yang kuat, agar kekuatan intelektual tersebut selalu terarah kepada yang positif-konstruktif
–normatif. Empat tipe belajar dari Jacques Dellors dan tim (1998), “learning to know, learning to do,
learning to be dan learning to live together” bukan hanya sekedar tipe-tipe belajar tetapi hendaknya menjadi cirri-
ciri kepribadian dan ditambah dengan ciri-ciri kepribadian dan ditambah dengan cirri yang sangat esensial yaiu moral-
keagamaan. Generasi yang akan datang haruslah menjadi generasi yang banyak belajar sehingga banyk
pengetahuannya (knowing much), generasi yang kreatif dan banyak berbuat (doing much), generasi yang
mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya sehingga memiliki keunggulan (being excellence), serta mampu
bekerja sama dan hidup bersama dengan sesamanya (being sociable), tetapi juga yang bermoral keagamaan kuat
(being morally). 2. Proses pendidikan. Anak dan pemuda memiliki sejumlah potensi, Howard Gardner (1983)
menyebutnya “multiple intelligence”, yaitu linguistic, logical-mathematical, spatial, bodily kinesthetic,
musical, interpersonal dan intrapersonal intelligence. sesuai dengan potensi intelegensi yang mereka miliki, lembaga
pendidikan (dasar, menengah, tinggi) mereka harus mengembangkannya seoptimal mungkin sehingga memiliki
keunggulan dalam bidangnya. Pendidikan (pengajaran) bukan sekedar memberikan informasi atau latihan, tetapi
menumbuhkan potensi-potensi yang dimiliki siswa/ mahasiswa. Siswa/ mahasiswa menduduki tempat sentral dalam
http://educare.e-fkipunla.net Generated: 19 June, 2009, 17:25
EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya

proses pendidikan, sebab mereka bukan obyek tetapi subyek pendidikan. Dalam pendidikan terjadi interaksi pedogogis
antara dua subyek, yaitu guru/ dosen sebagai pendidik (dan pengajar) dan siswa/mahasiswa sebagai peserta didik
(pelajar). Guru/dosen tidak bisa memaksakan kehendak, sebab perkembangan terjadi pada pribadi siswa/mahasiswa
sendiri. Tugas dosen /guru adalah menciptakan situasi, menyediakan bahan, alat dan sumber,memberikan motivasi,
fasilitas, bimbingan, bantuan agar siswa/mahasiswa belajar dan berkembang secara optimal. Pendekatan-pendekatan
pelajaran hendaknya lebih banyak yang mengaktifkan siswa/mahasiswa melakukan perencanaa, pengamatan,
percobaan, penerapn, kerjasama, analisis, sintesis, evaluasi, pemecahn masalah, dll., yang memungkinkan mereka ,
mengembangkan kemampuan berpikir tahap tinggi, inovasi dan kreativitas. Khusus unbtuk pendidikan nilai atau moral,
ada beberapa model atau metode pengajarnyng dapat digunakan seprti latihan sensitivitas (sensivity training), klarifikasi
nilai (value clarification), model konsiderasi (consideration model), pembentukan rasional (rational building), dilemma
moral (moral dilemma/ cognitive development), analisis nilai (value analysis), ilmu-teknologi-masyarakat (science-
technology-society model). Mengungguli semua model-model dan metode-metode yang telah dikemukakan di atas, ada
satu metode mendidik (bukan mengajar atau melatih) yang paling mendasar, yaitu metode contoh atau teladan (metode
uswah). Metode ini merupakan metode yang sangat mudah tetapi sekaligus juga merupakan metode yang paling sulit.
Mudah karena sangat sederhana, elementer, lezim, tanpa teori, dan bisa dilakukan oleh setiap orang baik pendidik alam
seperti orang tua, maupun guru dan para professional. Metode ini juga merupakan metode yang cukup sulit, karena
dituntut mempraktekan semua nilai-nilai, prinsip dan keyakinan yang diharapkan dimiliki oelh anak dan pemuda pada diri
pendidik sendiri, dalam berbagai situasi sepanjang hidupnya. Menceriterakan tentang masalah nilai, menganjurkan
orang berbuat baik dan melarang berbuat jahat adalah mudah, tetapi mempraktekan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupannya sehari-hari jauh lebih sulit. Rasulullah SAW adalah pendidik besar, dalam tempo singkat beliau berhasil
mengubah akhlak umatnya, mengapa?. Karena beliau menerapkan metode keteladanan (uswah). Rasulullah adalah
“uswatun hasanah”, contoh teladan yang baik. Beliau mendidik umatnyalebih banyak dengan memberikan
contoh, teladan di dalam seluruh perikehidupan. seorang pendidik akan mampu menerapkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupannya, apabila dia mencintai pekerjaannya, mencintai anak didiknya, mencintai pendidikan. kalau seseorang
mencintai sesuatu atu seseorang, dia akan berbuat yang terbaik bagi sesuatu atau seseorang tersebut. rasulullah SAW,
sangat mencintai agama Islam, umat Islam, oleh karena itu beliau berbuat yang terbaik bagi agama dan umatnya. Kita
juga dapat berbuat sama, bila mencintai pendidikan,mencintai generasi muda, Negara dan bangsa, akan berbuat yang
terbaik bagi pendidikan, generasi muda, bangsa dan Negara. F. Penutup Konsep nilai-nilai moral dan keagamaan
yang diajarkan di kelas, di mesjid dan dalam siaran tv, realisasinya mungkin hanya sedikit ditemukan di lingkungan
rumah, jarang atau bahkan tidak ditemukan di lingkungan masyarakat, baik masyarakat umum, lingkungan kerja,
lingkungan bisnis, pemerintahan, serta lingkungan-lingkungan lainnya. event-event yang terjadi di masyarakat, berita-
berita, acara-acara tv lebih banyak menampilkan hal-hal bertentangan bahkan merusak nilai-nilai moral dibandingkan
dengan yang memlihar dan membinanya Sebagai Negara atau masyarakat berkembang, kita, para pemuda tidak selalu,
bahkan seringkali tidak mampu memahami, memilih dan memilih mana yang cocok dengan kita dan mana yang tidak
cocok. Kecocokan dilihat dari kebutuhan, kemampuan, kelayakan, dan kesesuaian dengan nilai-nilai religi, serta nilai-
nilai social-buday masyarakat kita. Dalam era globalisasi Negara/ masyarakat kita siap atau tidak siap, mau atau tidak
mau terpaksa atau mungkin juga dipaksa turut menglobal, baik dalam bidang ilmu dan teknologi, ekonomi, social,
maupun budaya. Menceriterakan tentang masalah nilai, menganjurkan orang berbuat baik dan melarang berbuat jahat
adalah mudah, tetapi mempraktekan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari jauh lebih sulit. Rasulullah SAW
adalah pendidik besar, dalam tempo singkat beliau berhasil mengubah akhlak umatnya, mengapa?. Karena beliau
menerapkan metode keteladanan (uswah). Rasulullah adalah “uswatun hasanah”, contoh teladan yang
baik. Beliau mendidik umatnyalebih banyak dengan memberikan contoh, teladan di dalam seluruh perikehidupan.
seorang pendidik akan mampu menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya, apabila dia mencintai pekerjaannya,
mencintai anak didiknya, mencintai pendidikan. kalau seseorang mencintai sesuatu atu seseorang, dia akan berbuat
yang terbaik bagi sesuatu atau seseorang tersebut. rasulullah SAW, sangat mencintai agama Islam, umat Islam, oleh
karena itu beliau berbuat yang terbaik bagi agama dan umatnya. Daftar Pustaka Al-Qur’an Al Ghazali. 1998.
Mutiara Ihya Ulumuddin. Bandung : Mizan. Armstrong, Thomas. 1994. Multiple Intelligences in the Classroom.
Alexandria, Virginia: ASCD. Beare, hedley and Slaughter, Richard. 1993. Education for the Twenty-First Century.
London & New York : Routledge. Dellors, Jacques,et al. 1998. Learning: The Treasure Within. Australia: Unesco
Publishing. Gardner, Howard. 1993.Multiple Intelligences: The Theory in Practice. New York: Basic Books. Haekal,
Muhammad Husain. 1990. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Litera Antar Nusa. Kneller, George F. 1984. Movements
of Thought in Modern Education. New York: John WEiley& Sons. Moore. T. W. 1982. Philosophy of Education. London:
Routeldge & Kegan Paul. Muh. Al Mighwar, 2006, Psikologi Remaja, Pustaka Setia Bandung Sukmandinata, Nana Sy.
1993. Pendidikan Kemandirian: Suatu Tinjauan Kurikuler Psikologis. Bandung: IKIP Bandung.

http://educare.e-fkipunla.net Generated: 19 June, 2009, 17:25

Anda mungkin juga menyukai