Anda di halaman 1dari 12

POLITIK DAN TRADISI ISLAM

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas


Matrikulasi Komputer

Disusun oleh :
Nur Asiah 210210061 SM.C

Dosen Pengampu :
Drs.Waris

JURUSAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN PONOROGO)
NOVEMBER 2010
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah kami panjatkan, Hanya dengan izin
Nya setiap rencana dan harapan menjadi kenyataan. Dialah dzat yang
mengajarkan manusia sesuatu yang belum pernah diketahuinya dengan perantara
Qalam.
Makalah yang saya buat ini akan membahas dua hal tentang agama.
Pertama, tentang politik islam. Kedua, tradisi islam jawa. Secara umum makalah
ini akan membahas paradigma politik islam yang secara spesifik dikaitkan pada
satu aliran dalam islam. Yaitu Ahl-al-sunah wa al-jama’ah.
Sudah diketahui secara umum dikalangan masyarakat bahwa ajaran islam
bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Semua ketetapannya wajib diterima
dan dilaksanakan oleh semua umat islam dengan perasaan penuh kesadaran dan
kerelaan tanpa ada rasa sedikitpun keengganan dan pembangkangan, sebab hal ini
merupakan syarat keabsahan iman. Begitu juga penerimaan semua ketetapan
Rasulullah SAW.
Dengan demikian saya ucapkan terima kasih kepada :
1. Ayah dan Ibu yang selalu memberi do’a dan dukungan
2. Bapak Waris selaku dosen pembimbing matrikulasi TIK
3. Teman-teman yang sudah memberi motifasi
Akhirnya saya hanya bisa berharap semoga penyusunan makalah ini bisa
bermanfaat dan mendapatkan ridlo dari Allah SWT, Amin.

Ponorogo, 06 November 2010

Nur Asiah
DAFTAR ISI

Halaman Judul..............................................................................................i
Kata Pengantar.............................................................................................ii
Daftar Isi......................................................................................................iii
BAB I : Pendahuluan.................................................................................1
Landasan Etik Politik Islam..........................................................1
BAB II : Pembahasan..................................................................................2
A. Pengertian Aswaja..................................................................2
B. Latar Belakang Lahir dan Perkembangan NU........................3
C. Tujuan dan Orientasi Gerakan NU (dari organisasi keagama-
An murni sampai organisasi politik 1926 – 1954)..................4
D. Pendapat NU Tentang Problem..............................................5
BAB III : Penutup........................................................................................
Kesimpulan..................................................................................
Daftar Pustaka..............................................................................................
BAB I
LANDASAN ETIK POLITIK ISLAM
PENDAHULUAN

Islam sebagai agama samawi yang komponen dasarnya aqidah, syari’ah


dan akhlak mempunyai korelasi yang erat dengan politik dalam arti luas. Islam
dan politik mempunyai titik singgung yang kuat, bila keduanya dipahami sebagai
sarana untuk menata hidup manusia secara menyeluruh.
Islam tidak hanya dijadikan “kedok” dan “alat legitimasi” terhadap
kekuasaan, dan dipahami sebagai sarana perjuangan untuk menduduki struktur
kekuasaan. Namun dalam perjalanan sejarahnya islam belum mampu meletakkan
sistem religio politiknya sebagai kekuatan pembebas atau pengatur pranata sosial
yang mapan.
Pemikiran politik islam sebagai hasil sistematisasi ajaran-ajaran islam dan
tradisi-tradisi kaum muslimin dibidang politik, muncul sejalan dengan kepesatan
ekspansi islam keluar Jazirah Arab. Polarisasi pemikiran politik islam tampaknya
lebih disebabkan oleh perbedaan dalam menafsirkan teks-teks normative agama,
disamping perbedaan-perbedaan basis sosial budaya yang melingkupinya.

RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Aswajal (Ahlussunnah Wal-Jama’ah)
2. Latar belakang lahir dan perkembangan Nahdlatul Ulama
3. Tujuan dan orientasi gerakan NU (dari organisasi keagamaan murni
sampai organisasi politik 1926-1954)
4. Pendapat NU tentang problem faktual dalam jenazah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aswaja
Dalam istilah masyarakat Indonesia, Aswaja adalah singkatan dari
Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut:
1. Ahl, berarti keluarga, golongan atau pengikut.
2. Al-Sunnah, yaitu segala sesuatu yang telah dianjurkan oleh Rasulullah,
Maksudnya semua yang datang dari Nabi SAW berupa perbuatan, ucapan
dan perilaku Nabi SAW. (Fath al-Bari, juz XII, hal.245)
3. Al-Jama’ah, yakni apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah
pada masa Khulafaur Rasyidin (Khalifah Abu Bakar, Umar bin al-
Khathtab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib)
Ahlussunnah Wal-Jama’ah bukanlah aliran baru yang muncul sebagai
reaksi dari beberapa aliran yang menyimpang dari ajaran islam yang hakiki, tatapi
Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah islam yang murni sebagaimana yang diajarkan
oleh Nabi SAW dan sesuai dengan apa yang telah digariskan serta diamalkan oleh
para sahabatnya.
Kaitannya dengan pengamalan tiga sendi utama ajaran islam dalam
kehidupan sehari-hari, golongan Ahlussunnah Wal-jama’ah mengikuti rumusan
yang telah digariskan oleh ulama salaf, yakni :
1. Dalam bidang teologi (akidah/tauhid) tercerminkan dalam rumusan yang
digagas oleh Imam al-Asy’ari dan Imam al-Maturidi.
2. Dalam masalah fiqh terwujud dengan mengikuti madzhab empat, yakni
Madzhab al-Hanafi, Madzhab al-Maliki, Madzhab al-Syafi’I dan Madzhab
al-Hanbali.
3. Bidang Tashawwuf mengikuti Imam al-Junaid al-Baqhdadi (W.297 H /
910 M) dan Imam al-Ghazali1

1
Salah satu alasan dipilihnya ulama-ulama tersebut oleh Salafuna al-shalih, sebagai panutan
adalah karena mereka telah terbukti mampu membawa ajaran yang sesuai dengan intisari
agama islam yang telah digariskan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
Sebagai pembeda dengan yang lain ada tiga ciri aswaja yakni tiga sikap
yang selalu diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya yaitu :
1. Al-Tawassuth (sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri
ataupun kanan)
2. Al-Tawazun (seimbang dalam segala hal, termasuk dalam penggunaan
dalil aqli dan dalil naqli
3. Al-I’tidal (tegak lurus)
Selain ketiga prinsip ini golongan aswaja juga mengamalkan sikap
tasamuh (toleransi), yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang
memiliki prinsip hidup tidak sama.

B. Latar Belakang Lahir dan Perkembangan Nahdlatul Ulama


Memahami Nahdlatul Ulama (NU) sebagai jam’iyyah diniyyah secara
tepat belumlah cukup dengan hanya melihat dari sudut formal semenjak ia lahir
berikut pertumbuhan dan perkembangannya hingga dewasa ini sebab jauh
sebelum NU lahir dalam bentuk jam’iyyah ia terlebih dahulu mewujud dalam
bentuk jama’ah yang terikat kuat oleh aktifitas sosial keagamaan yang
mempunyai karakter sendiri.
Arti penting lahirnya NU terutama untuk untuk menjaga eksistensi
jama’ah tradisional terutama ketika harus berhadapan dengan gerakan
pembaharuan yang ketika itu telah terlembagakan antara lain dalam
Muhammadiyah.2
Dari sekian literatur yang berkaitan dengan latar belakang berdirinya NU
menunjukkan warna yang sama, yakni reaksi atas perkembangan modernisme
islam yang tarik menarik antara perkembangan politik Timur Tengah dangn
dinamikan perkembangan islam di tanah air.
Unsur-unsur latar belakang sejarah NU
1. Basis sosial dan Kerangka Pemahaman Islam Tradisional

2
A. Gaffar Karim, Metamorfosis NU dan Politisasi Islam Indonesia, LKIS, Yogyakarta 1995,
hal.47
Pada abad ke-16 dan ke-17 ulama Indonesia sering mengadakan surat
menyurat dengan ulama di Saudi Arabia, India dengan membawa buku-buku
tafsir, fiqih dan lain-lain. Abad ke-19 pesantren-pesantren dapat menelorkan
ulama-ulama yang mempunyai tafar internasional dan mereka banyak yang
berhasil menjadi guru besar dalam pengembangan dan pelestarian islam di jawa.
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam tradisional yang
dipimpin oleh kyai dan pondok sebagai tempat tinggal santri serta dilengkapi
tempat ibadah berupa masjid atau mushola dan juga diajarkan kitab-kitab klasik.3
2. Konflik Keagamaan antar Kelompok Islam Modernis dan Tradisional
Masuknya paham pembaharuan di Indonesia diawali semakin banyaknya
umat islam Indonesia menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Saat itu di Timur
Tengah merebak gerakan pembaharuan dan puri fakasi ajaran islam, seperti
gerakan pembaharuan Muhammad Abdul Wahab dikenal sebagai Wahabiyah, lalu
Dan-Islamisme, Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh.
3. Pembentkan Komite Hijaz
Semenjak tahun 1924 banyak khalifah yang dimakzulkan, oleh karena itu
ulama-ulama di Indonesia membuat perkumpulan dan membentuk panitia khusus
yang disebut Komite Hijaz. Pertemuan itu mengambil 2 kesepakatan penting.
Pertama, meresmikan dan mengukuhkan berdirinya Komite Hijaz. Kedua,
membentuk jam’iyyah sebagai wadah persatuan para ulama.

C. Tujuan dan Orientasi Gerakan NU


Setelah NU terbentuk menjadi organisasi, kiprahnya dibidang pendidikan
melalui madrasah dan pesantren mulai digalakkan. Sebagai organisasi keagamaan
misi utamanya mengembangkan dan mempertahankan ajaran islam yang
menganut empat madzhab. Ekspansi organisasi NU tidak hanya terkonsentrasi
pada wilayah Jawa dan Madura saja, tapi sudah menjamah daerah luar Jawa.4
Pada awal kelahirannya, NU sebagai organisasi keagamaan mengarahkan
perjuangannya pada 2 sasaran. Pertama, upaya memperkuat dan mengembangkan
3
Zamac’h syari Dhofier, OP.CIT., hal. 44-61.
4
Maksoem Mahfoedz, Kebnagkitan Ulama dan Bangkitnya Ulama, Yayasan Persatuan Umat,
Surabaya, 1982, hal.33
amal ibadah aqidah serta pengembangan-pengembangan amal sosial, baik bidang
pendidikan maupun ekonomi. Kedua, berjuang untuk melawan kolonialisme
Belanda dengan pola perjuangan yang bersifat kultural.
Dalam pandangan K.H. Abdurrahman Wahid, perjalanan NU dari tahun
1926 sampai tahun 1935, NU betul-betul memposisikan dirinya sebagai organisasi
keagamaan murni. Adanya lembaga kepenghuluan yang memungkinkan umat
islam menjalankan syari’at, walaupun bersifat terbatas, menjadi alasan keputusan
muktamar. Keputusan muktamar Banjarmasin merupakan langkah awal
kecenderungan politik NU. Walaupun tidak dalam bentuk politik praktis, namun
telah menunjukkan gejala orientasi adanya kecenderungan kearah itu.5
Sejak semula kecenderungan politik telah muncul, namun dalam
prakteknya kurang mendapat penyaluran formal dalam agenda muktamar, karena
para pemimpin NU kurang mampu merumuskan cita-cita politik yang berdemensi
luas, karena sumber-sumber kitab klasik yang dirujuk kurang mendukung. Baru
setelah beberapa generasi muda NU yang berpendidikan barat seperti Muhammad
Ilyas, K.H. Wakhid Hasyim, Mahfudz Siddiq, Abdullah Ubaid berperan, maka
kecenderungan untk menggalang kerjasama dengan kekuatan lain dilakukan.
Langkah konkrit dari timbulnya orientasi politik NU adalah dengan
bergabungnya NU ke dalam Majelis Islam ala Indonesia (MIAI) pada tahun 1939.
MIAI secara umum bergerak dibidang keagamaan, namun setiap aktifitasnya sarat
dengan muatan politik. Setiap kongres selalu membuahkan upaya untuk
mempengaruhi kebijakan penguasa, baik berkaitan dengan persoalan agama atau
tidak.

D. Pendapat NU Tentang Problem Faktual Dalam jenazah


Perubahan dunia yang berputar dan melaju tanpa henti ini telah memberi
dampak terhadap perubahan-perubahan dalam segala dimensi sosial budaya
masyarakat. Seperti munculnya fenomena baru yang bertolak belakang dengan
manhaj salaf ash-sholih, bahkan keluar dari akidah ahli sunah wa al jama’ah yang
membingungkan umat sehingga tidak tahu kemana harus berkiblat.

5
K.H. Aziz Masyuri, OP.CIT., hal.138
Seperti halnya tentang problem faktual dalam jenazah, NU menguraikan
keterangan. Budaya Jawa khususnya dan umumnya warga negara Indonesia,
ketika ada keluarga yang meninggal dunia, maka keluarga yang ditinggalkan
menyediakan persediaan makanan dan minuman untuk hidangan orang-orang
yang berta’ziah, Sabda Nabi SAW.

Maka hormatilah tamu6


Dalam tradisi yang berlaku dimasyarakat, khususnya kaum nahdkiyin,
persediaan makanan tersebut diambilkan dari harta peninggalan orang yang
meninggal, dan para tamu makan bersama-sama disamping jenazah. Dari abstraksi
acara serimonial dengan disertai sabda Nabi SAW seperti tersebut maka para ahli
hukum islam berkomentar bahwa hukum menyidiakan makanan pada hari wafat
dapat diketahui dengan mempertimbangkan adanya hal-hal sebagai berikut :
 Jika jamuan makanan tersebut diambil dari harta peninggalam mayit dan
masih ada ahli waris yang mahjur alaih dari sebagian ahli waris maka
hukumnya tidak boleh dan haram7
 Jika jamuan makanan tersebut tidak diambilkan dari harta peninggalan
mayit, maka hukumnya adalah makruh, yang status kemakruhannya tidak
bisa menghilangkan pahala sodakoh.
Begitu juga dengan orang yang meninggal dibacakan Ayat Al-Qur’an 30
juz, surat-surat khusus seperti Al-Ikhlas, berdzikir dengan bacaan tahlil atau
hauqolah maupun lainnya, dengan tujuan agar pahalanya bisa sampai kepada
yang meninggal. Padahal ayat Al-Qur’an menjelaskan bahwa orang yang sudah
meninggal tidak dapat menerima manfaat pahala kecuali apa-apa yang telah ia
perbuat, yaitu surat al-Najm : 89 sebagai berikut :
      
Sesungghnya tidak bermanfaat bagi manusia kecuali apa yang telah ia lakukan (A-
Najm : 39)

6
Hadis riwayat
7
Al-Haitsamiy, Fatawa-Kubra…., LOC-CIT, juz : II, atau al-Banteniy, Nihayah………, OP-CIT, juz : I,
hal 281
Qs.al-Hasyr : 10 menjelaskan kalimat-kalimt thoyibah seprti tahlil, tahmid
dan sebagainya yang di hadiahkan untuk orang yang meninggal bisa sampai
kepada orang yang meninggal dunia, setelah bacaannya selesai danmayit berada
didepan atau disamping orang yang membacakannya 8 bahkan bisa berpengaruh
positif terhadap kondisi orang yang meninggal dunia tersebut.
Menurut kitab : al-Futuhat al-Wadaniyah, manfaat bacaan ayat al-Qur`an
dan kalimat thayyibah terhdap mayit dapat diklasifikasikan menjadi 2 bentuk
pembebasan, yaitu :
a. Ataqoh Shughro : berdzikir dengan kalimat tauhid yang dikenal
dengan bacaan tahlil, sebanyak 70.000 kali.
b. Ataqoh Kubro : berdzikir dengan membaca surat ikhlas sebanyak 100.000
kali.
Menabur bunga yang masih segar di atas makam hukumnya mubah,
bahkan dianjurkan, karena bunga yang masih segar bertasbih kepada Allah
sampai ia kering.

Semua makhluk, termasuk hewan dan tumbuhan bertasbih kepada Allah


Begitu juga hukum mendoakan orang yang sudah meninggal dunia (dalam
wujud doa bersama setelah membaca bacaan kalimat thayyibah atau surat
yasin) adalah disunahkan begitu juga hukum bershadaqah (dalam wujud
selamatan) dan bersilaturahim (dalam wujud kumpul bersama dirumah
duka)

Dari Ami bin’Abasah, beliau berkata : aku mendatangi Rasulullah SAW,


lalu aku bertanya : Ya Rasulullah, apakah islam itu..?. Beliau menjawab :
bertutur kata yang baik dan menyuguhkan suatu makanan. HR Ahmad9.

8
Ibnu al-Qayyim, al-Ruh……, OP-CIT, hal : 142
9
Ahmad, Musnad……., OP-CIT, Hadis Indek Nomor : 18617
Dilihat dari hadist tersebut hukum bersodaqoh yang pahalanya
dihadiahkan kepada orang yang sudah meninngal dunia itu diperbolehkan.
Begitu juga hukum peringatan ke-3, 7, 40, 100, setahun, 1000 hari yaitu
diperbolehkan10, sebagaimana pandangan para ahli hukum islam dalam kitab al-
Hawiy.

Kesunatanmemberikan sedekah makanan selama 7 hari merupakan


perbuatan yang tetap saja dilakukan sampai sekarang di Makkah dan Madinah,
yang jelas kebiasaan tersebut tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat sampai
sekarang dan tradisi tersebut diambil dari ulama’ salaf sejak generasi pertama,
yaitu sahabat11

10
Al-Bantaniy, Nihayah al-zain………., OP-CIT, hal : 281 atau al-Suyuthiy, al-Hawiy…., OP-CIT, juz :
II, hal : 194
11
Ibid, juz II, hal : 194
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
1. Aswaja adalah keluarga, golongan, pengikut yang telah diajarkan oleh
Rasulullah berupa perbuatan, ucapan, dan pengakuan Nabi SAW dan sesuai
dengan apa yang telah digariskan serta diamalkan oleh para sahabatnya.
2. Unsur-unsur latar belakang sejarah NU
a. Basis sosial dan kerangka pemahaman islam tradisional
b. Konflik keagamaan antara kelompok islam modernis dan tradisional
c. Pembentukan komite hijaz
3. Tujuan dan gerakan NU adalah mengembangkan dan mempertahankan ajaran
islam yang menganut empat madzhab, juga melakukan pengembangan amal-
amal sosial baik dibidang pendidikan maupun ekonimi serta berjuang melawan
kolonialisme Belanda dengan pola perjuangan yang bersifat kultural.
4. Menyediakan makan dan mengundang orang untuk makan dihari wafatnya
almarhum boleh dengan syarat : 1. Semua ahli waris dewasa, 2. Semua ahli
waris setuju, 3. Tidak ada ahli waris yang masih kecil.
- Do’a untuk mayat diklasifikasikan jadi 2 :
1. Ataqoh Sughro
2. Ataqoh Kubro
- Menabur bunga diatas makam boleh dan dianjurkan, karena bunga akan
berdzikir kepada Allah.
- Hukum bersodaqoh yang pahalanya dihadiahkan untuk orang yang
meninggal itu boleh.

Anda mungkin juga menyukai