Anda di halaman 1dari 210

MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Jejak Kristen dalam Islamic Studies

Di Indonesia, belakangan sejumlah cendekiawan Muslim mengimpor


ide dan teori-teori pemikir Barat, yang kebanyakan diambil dari
tradisi Kristen. Di mana, Islam diposisikan seolah-olah sebagai
“agama yang kebenarannya belum final”
Oleh
DR.SyamsuddinArif,MA*

Dunia pemikiran Islam di Indonesia kini memasuki “wajah baru”


menyusul membanjirnya arus pemikiran Barat dalam studi keislaman
(Islamic studies). Berbagai perguruan tinggi, baik Islam maupun
Kristen, menawarkan program Religious Islamic Studies yang banyak
mengacu pada pola kajian Barat. Sekitar dua dekade lalu, banyak
sarjana Islam mulai berbondong-bondong pergi ke Barat untuk
belajar Islam.

Lepas dari soal pro-kontra keunggulan dan kelemahan “metode


Barat”, dukungan dana dan fasilitas akademik yang baik
menyebabkan gelombang sarjana Muslim yang belajar Islamic
studies ke Barat, sulit dibendung. Setiap tahun, ratusan sarjana
Muslim Indonesia menyerbu McGill University, University of Leiden,
Chicago University, Melbourne University, Hamburg University, dan
sebagainya.

Soal belajar memang bisa dimana saja. Yang penting adalah sikap
dan daya kritis sarjana Muslim terhadap “sajian” Barat. Prof HM
Rasjidi, misalnya, meskipun lulusan Sorbonne University, Prancis, ia
mampu mengembangkan daya kritisnya terhadap gagasan-gagasan
sekulerisasi. Prof Naquib al-Attas juga jebolan Barat (University of
London), tetapi justru berhasil menyusun pola-pola kajian Islam
untuk “menandingi” Barat.

Yang menjadi pertanyaan, perlukah mengambil metode kajian


keislaman (Islamic studies) dari Barat? Para penyokong gagasan ini
biasanya beralasan bahwa metode Barat diperlukan untuk
mengembangkan dan memecahkan kebekuan studi Islam, khususnya
di lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam.

Diantaranya, dengan memperkenalkan metode penelitian empiris


(seperti yang biasa dipakai dalam sosiologi dan antropologi agama),
teori-teori baru, dan pemikiran-pemikiran kontemporer dalam ilmu
sosial dan humaniora, seperti “teori interaksi simbol” (symbolic

YAPISTA Corporation 1
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

interaction)-nya Herbert Mead, teori tindakan komunikatif (theory of


communicative action)-nya Habermas, “arkeologi ilmu” (archeology
of knowledge)-nya Foucault, “strategi dekonstruksi”-nya Derrida,
atau hermeneutiknya Gadamer —untuk menyebut sejumlah contoh
saja.

Sebab, menurut Prof. Dr. Mastuhu, “Jika diamati secara mendalam,


studi keislaman di IAIN dan di tanah air pada umumnya masih
banyak didominasi oleh pendekatan normatif (dogmatis) dan kurang
wawasan empiris-historis.” (Lihat: Tradisi Baru Penelitian Agama
Islam. Bandung: Pusjarlit dan Penerbit Nuansa, 1998, hlm. x).

Karena itu, menurut para penyokong metode Barat, mempelajari dan


menguasai gagasan-gagasan para pemikir Barat menjadi suatu
“keharusan”.

Persoalannya, tentu bukan sekedar belajar. Bukan transfer


pengetahuan semata, lalu selesai. Tetapi, sejauh mana para
sarjana Muslim mampu menyadari berbagai konsekuensi dari alih
metodologi dan impor pemikiran tersebut —terutama yang
menyangkut masalah-masalah yang di dalam tradisi dikategorikan
sebagai “yang sudah mapan” (tsawabit)— yang oleh Arkoun disebut
sebagai “the unthinkable”, seperti persoalan-persoalan akidah,
otentisitas al-Qur’an, kehujjahan hadits Nabi Muhammad Saw, dan
sebagainya.

Pengalaman Kristen
Patut dicatat, suatu ide atau teori tidaklah muncul begitu saja, tanpa
sejumlah asumsi dan presuposisi. Demikian pula gagasan pemikiran,
tidak bisa terlepas dari konteks peradaban di mana teori itu
dilahirkan. Suatu teori juga seringkali merupakan refleksi dari
pergolakan dan krisis intelektual sang pemikir.

Pemikiran Imam al-Ghazali dan Ibnu Taymiyyah, misalnya,


mencerminkan pergumulan intelektual dalam Islam. Sedangkan
pemikiran Augustine, Aquinas, Pascal, dan Heidegger adalah
beberapa contoh kasus pergolakan pemikiran dalam sejarah Kristen.

Tanpa menafikan hal-hal yang sifatnya universal dalam setiap


pemikiran, tidak dapat dinafikan sama sekali adanya perbedaan-
perbedaan prinsipil yang melandasi dan melatarbelakangi suatu
gagasan. Misalnya, dalam ajaran Islam, Tidak ada tuhan yang
berhak di sembah kecuali Allah saja (laa ilaaha illa Allah). Ini
berbeda dengan doktrin trinitas dalam Kristen — bahwa ada Tuhan
YAPISTA Corporation 2
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Bapak, Tuhan Anak (Yesus), dan Roh Kudus.

Pergumulan teologi dalam Kristen bisa dijadikan contoh kasus. Untuk


menjelaskan teologi “three-in-one” yang cukup pelik ini, St Anselm
harus menulis Cur Deus Homo, St Augustine menulis de Trinitate dan
mengumandangkan slogan: “Credo ut intellegam” (aku percaya
supaya aku bisa mengerti). Ungkapan senada dilontarkan oleh
Tertullian: “Credo quia absurdum!” (aku beriman justru karena
doktrin tersebut tidak masuk akal).

Dalam kamus Latin-inggris, ‘absurdum’ diartikan: irrational,


senseless, against reason or common sense, clearly false or foolish,
dan ridiculuous.

Mengakui betapa sulitnya mencerna apalagi mengimani teologi


semacam itu, St Jerome menyatakan: “De mysterio Trinitatis recta
confessio est ignoratio scientia” (misteri trinitas hanya dapat diimani
dengan mengakui bahwa kita tidak bisa memahaminya). (baca:
Proem ad 1.xviii in Isaias, dalam Patrologiae Latinae Cursus
Completus, ed. Abbé Jacques-Paul Migne. Paris: Imprimerie
Catholique, 1844-55).

Nah, dari kasus pergumulan teologi Kristen inilah muncul gagasan


yang menyatakan perlunya menjembatani dan mempertemukan
antara iman dan akal. Dan memang, sejarah intelektual Kristen
adalah serangkaian upaya mencairkan konflik “faith” versus
“reason”, konflik antara “dogma” dan “filsafat”, “agama” dan “sains”,
dan seterusnya. Karena itu bisa difahami mengapa Siger de Brabant
dikecam, Bruno di-eksekusi, Galileo di-immurasi (dibakar), dan
Spinoza dikucilkan (ex-communicated).

Juga bisa dimaklumi mengapa Nietzsche memproklamirkan kematian


Tuhan dan menyanjung Anti-Christ, lalu Feuerbach mengkritik
doktrin trinitas (Dalam: Das Wesen des Christentums. Berlin:
Akademie Verlag, 1956, Bab XXIV).

Bahkan Russell merasa perlu menjelaskan mengapa ia sampai


murtad dari agamanya, antara lain:

“Saya katakan sungguh-sungguh bahwa agama Kristen,


sebagai yang diorganisasi oleh gereja-gerejanya, telah dan
masih merupakan musuh prinsipil bagi perkembangan moral
dunia.” (Lihat: Why I am not a Christian. London: Routledge, 1992,
hlm. 25)

YAPISTA Corporation 3
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Hal yang sama tidak terjadi dalam Islam —kecuali ada oknum-oknum
yang sok ikut-ikutan Nietzche, misalnya, supaya dianggap filosof
hebat. Karena itu, orang Islam semestinya tidak asal meminjam
pendekatan studi agama yang diterapkan di Barat.

Berbeda dengan kitab suci al-Qur‘an bukan hanya diyakini sebagai


Kalamullah tapi juga tidak diragukan lagi otentisitas (keaslian)nya,
status Bibel masih diperdebatkan, karena sejarah penulisan dan
proses transmisinya yang cukup complicated. (Lihat: Bruce M
Metzger, The Text of the New Testament: Its Transmission,
Corruption and Restoration. Oxford: Clarendon Press, 1968; dan The
Cambridge History of the Bible. Cambridge: Cambridge University
Press, 1969)

Karena itu tidak mengherankan bila kemudian Textus Receptus Bible


diabaikan, dan timbul studi kritik teks, Quellenuntersuchungen,
hermeneutika dan sebagainya. Ini diikuti dengan gagasan
sekularisasi, yang muncul sebagai reaksi terhadap dominasi dan
intervensi Gereja, gerakan reformasi yang dipelopori Luther, dan
aliran liberal yang mengkritik dogmatisme iman Kristiani,
menyerukan perlunya mencari ‘historical Jesus’ dan menolak doktrin
ke-serbasempurnaan-an (impeccability) Paus. (Lihat: Kenneth S.
Latourette, A History of Christianity. San Francisco: Harper & Row,
1975)

Jadi, apakah orang Islam sebaiknya ikut-ikutan memperlakukan al-


Qur’an sebagaimana orang Kristen memperlakukan Bibel?

Hikmah
Mungkin ada yang berpendapat, “Mengapa tidak?” Bukankah
Rasulullah Saw menyuruh kaum Muslimin mengambil hikmah dari
mana pun sumbernya? Betul. Persoalannya, harus tahu membedakan
antara emas dan besi berkarat, antara shampo dan oli, antara yang
bermanfaat dan yang merusak.

Jangan karena terpikat dengan iklan oli, lalu digunakan untuk


mencuci rambut. Ketika kaum Muslimin di zaman Bani Umayyah dan
sesudahnya menerjemahkan dan mempelajari karya-karya filosof
dan saintis Yunani, mereka tidak lantas menjadi skeptik, agnostik
atau atheis, tidak melecehkan Nabi Muhammad Saw dan syari‘at
yang dibawanya, dan tidak menjadi sekular atau liberal.

Contohnya banyak. Untuk menjadi seorang saintis yang manfaatnya


terasa hingga zaman sekarang, al-Biruni tidak perlu menjadi
YAPISTA Corporation 4
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

seorang sekular atau liberal.

Mengingat fakta-fakta tersebut di atas, sangat disesalkan bila


sejumlah cendekiawan Muslim mengimpor begitu saja ide-ide
dan teori-teori para pemikir Barat, lalu menerapkannya untuk
mengutak-atik Islam. Seraya mereka mengabaikan asumsi-asumsi
teologis yang terkandung dalam pemikiran tersebut serta dampak
negatif yang ditimbulkannya.

Lebih parah, jika gagasan-gagasan impor tersebut dijadikan panduan


untuk mencari kebenaran dalam Islam. Islam diposisikan seolah-olah
juga “agama yang kebenarannya belum final”.

Mereka mencari pencerahan (Aufklarung) dan penerangan


(enlightenment) dalam kegelapan. Tak ubahnya orang yang
berjalan dalam gelap-gulita sambil berusaha mendapatkan
sepercik api (kamatsalil-ladzii istawqada naaran, Al-Baqarah:17).

Mereka akan jatuh, terperosok atau —kalaupun bisa jalan— tersesat.


Perjalanan mencari kebenaran semacam itu tak akan kunjung
selesai. Mereka terus search dan tidak akan berhenti re-search
kebenaran, karena setiap kali kebenaran datang, mereka relatifkan
atau bahkan mereka tolak sama sekali.

* Penulis adalah  PhD di International Institute for Islamic Thought


and Civilization-International Islamic University (ISTAC-IIUM), Kuala
Lumpur.

Diabolisme Intelektual 

Diábolos adalah 'iblis. Sebagaimana kita ketahui, ia dikutuk dan


dihalau karena menolak perintah Tuhan dan bersujud kepada Adam.
Tapi dia bukan atheist atau ragu pada Tuhan

Oleh Dr. Syamsuddin Arif,MA *

Diábolos adalah Iblis dalam bahasa Yunani kuno, menurut A. Jeffery


dalam bukunya the Foreign Vocabulary of the Qur'an, cetakan
Baroda 1938, hlm. 48. Maka istilah "diabolisme" berarti pemikiran,
watak dan perilaku ala Iblis ataupun pengabdian padanya.
Dalam kitab suci al-Qur'an dinyatakan bahwa Iblis termasuk bangsa
YAPISTA Corporation 5
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

jin (18:50), yang diciptakan dari api (15:27). Sebagaimana kita


ketahui, ia dikutuk dan dihalau karena menolak perintah Tuhan
untuk bersujud kepada Adam. Apakah Iblis atheist? Tidak. Apakah
ia agnostik? Tidak. Iblis tidak mengingkari adanya Tuhan. Iblis
tidak meragukan wujud maupun ketunggalan-Nya. Iblis bukan tidak
kenal Tuhan. Ia tahu dan percaya seratus persen. Lalu mengapa ia
dilaknat dan disebut 'kafir'? Di sinilah letak persoalannya.

Kenal dan tahu saja, tidak cukup. Percaya dan mengakui saja, tidak
cukup. Mereka yang kafir dari kalangan Ahli Kitab pun kenal dan
tahu persis siapa dan bagaimana terpercayanya Rasulullah SAW,
sebagaimana orangtua mengenali anak kandungnya sendiri
(ya'rifunahu kama ya'rifuna abna'ahum). Namun tetap saja mereka
enggan masuk Islam.

Jelaslah bahwa pengetahuan, kepercayaan, dan pernyataan harus


disertai dengan kepatuhan dan ketundukan, harus diikuti dengan
kesediaan dan kemauan untuk merendah, menurut dan
melaksanakan perintah. "Knowledge and recognition should be
followed by acknowledgement and submission, " tegas Profesor
Naquib al-Attas.

Kesalahan Iblis bukan karena ia tak tahu atau tak berilmu.


Kesalahannya karena ia membangkang (aba, QS 2:34, 15:31,
20:116), menganggap dirinya hebat (istakbara, QS 2:34, 38:73,
38:75), dan melawan perintah Tuhan (fasaqa ?an amri rabbihi, QS
18:50). Dalam hal ini, Iblis tidak sendirian. Sudah banyak orang
yang berhasil direkrut sebagai staf dan kroninya, berpikiran dan
berprilaku seperti yang dicontohkannya.

Iblis adalah 'prototype' intelektual 'keblinger'. Sebagaimana


dikisahkan dalam al-Qur'an, sejurus setelah ia divonis, Iblis mohon
agar ajalnya ditangguhkan. Dikabulkan dan dibebaskan untuk
sementara waktu, ia pun bersumpah untuk menyeret orang lain ke
jalannya, dengan segala cara.

"Hasutlah siapa saja yang kau bisa dari kalangan mereka dengan
seruanmu. Kerahkan seluruh pasukanmu, kavalri maupun infantri.
Menyusuplah dalam urusan keuangan dan keluarga mereka. Janjikan
mereka [kenikmatan dan keselamatan]!" Demikian difirmankan
kepada Iblis (QS 17:64).

YAPISTA Corporation 6
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Maka Iblis pun bertekad: "Sungguh akan kuhalangi mereka dari


jalan-Mu yang lurus. Akan kudatangi mereka dari arah depan dan
belakang, dari sebelah kanan dan kiri mereka!" (QS 7:16-17).
Maksudnya, menurut Ibnu ?Abbas ra, Iblis bertekad untuk
menyesatkan orang dengan menebar keraguan, membuat orang
ragu dan lupa pada akhirat, alergi dan anti terhadap kebaikan dan
kebenaran, gandrung dan tergila-gila pada dunia, hobi dan cuek
berbuat dosa, ragu dan bingung soal agama (Lihat: Ibn Katsir, Tafsir
al-Qur'an al-?Az?im, cetakan Beirut, al-Maktabah al-?As?riyyah,
1995, vol. 2, hlm. 190).

Tidak sulit untuk mengidentifikasi cendekiawan bermental


Iblis. Sebab, ciri-cirinya telah cukup diterangkan dalam al-Qur'an
sebagai berikut. Pertama, selalu membangkang dan membantah
(6:121). Meskipun ia kenal, tahu dan faham, namun tidak akan
pernah mau menerima kebenaran. Seperti ingkarnya Fir'aun berikut
hulu-balangnya, zulman wa 'uluwwan, meskipun dan padahal hati
kecilnya mengakui dan meyakini (wa istayqanat-ha anfusuhum).

Maka selalu dicarinya argumen untuk menyanggah dan menolak


kebenaran demi mempertahankan opininya. Sebab, yang penting
baginya bukan kebenaran, akan tetapi pembenaran. Jadi, bukan
karena ia tak tahu mana yang benar, tetapi karena ia memang tidak
mau mengikuti dan tunduk pada kebenaran itu. Jadi jangan heran
bila selalu saja ada cendekiawan yang meskipun nota bene Muslim,
namun sifatnya seperti itu. Ideologi dan opini pemikirannya yang liar
lebih ia pentingkan dan ia pertahankan ketimbang kebenaran dan
aqidah Islamnya.

Dalam tradisi keilmuan Islam, sikap membangkang semacam ini


disebut juga al-'inadiyyah (Lihat: Abu Hafs Najmuddin Umar ibn
Muhammad an-Nasafi (w. 537 H/1142 M), al-'Aqa'id, dalam Majmu?
min Muhimmat al-Mutun, Kairo: al-Matba'ah al-Khayriyyah, 1306 H,
hlm. 19).

Kedua, intelektual diabolik bersikap takabbur (sombong,


angkuh, congkak, arrogans). Pengertian takabbur ini dijelaskan
dalam hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
(no.147): "Sombong ialah menolak yang haq dan meremehkan
orang lain (al-kibru batarul-haqq wa ghamtu n-nas)".

Akibatnya, orang yang mengikuti kebenaran sebagaimana


dinyatakan dalam al-Qur'an atau hadis Nabi SAW dianggapnya

YAPISTA Corporation 7
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

dogmatis, literalis, logosentris, fundamentalis, konservatif dan lain


sebagainya.

Sebaliknya, orang yang berpikiran liberal, berpandangan relativistik


dan skeptis, menghujat al-Qur'an maupun Hadis, meragukan dan
menolak kebenarannya, justru disanjung sebagai intelektual kritis,
reformis dan sebagainya, meskipun terbukti zindiq, heretik dan
bermental Iblis.

Mereka bermuka dua, menggunakan standar ganda (2:14).


Mereka menganggap orang beriman itu bodoh, padahal merekalah
yang bodoh dan dungu (sufaha'). Intelektual semacam inilah yang
diancam Allah dalam al-Qur'an : "Akan Aku palingkan mereka yang
arogan tanpa kebenaran itu dari ayat-ayat-Ku. Sehingga, meskipun
menyaksikan setiap ayat, tetap saja mereka tidak akan
mempercayainya. Dan kalaupun melihat jalan kebenaran, mereka
tidak akan mau menempuhnya. Namun jika melihat jalan kesesatan,
mereka justru menelusurinya" (7:146).

Ciri yang ketiga ialah mengaburkan dan menyembunyikan


kebenaran (talbis wa kitman al-haqq). Cendekiawan diabolik bukan
tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Namun ia
sengaja memutarbalikkan data dan fakta. Yang batil dipoles dan
dikemas sedemikian rupa sehingga nampak seolah-olah haq.

Sebaliknya, yang haq digunting dan di'preteli' sehingga kelihatan


seperti batil. Ataupun dicampur-aduk dua-duanya sehingga tidak
jelas lagi beda antara yang benar dan yang salah. Strategi semacam
ini memang sangat efektif untuk membuat orang lain bingung dan
terkecoh.

Contohnya seperti yang dilakukan oleh para pengasong gagasan


inklusivisme dan pluralisme agama. Mereka mengutip ayat-ayat al-
Qur'an (2:62 dan 5:69) untuk menjustifikasi pemikiran liarnya, untuk
mengatakan semua agama adalah sama, tanpa mempedulikan
konteks siyaq, sibaq dan lihaq maupun tafsir bi l-ma'tsur dari ayat-
ayat tersebut.

Sama halnya yang dilakukan oleh para orientalis Barat dalam kajian
mereka terhadap al-Qur'an dan Hadis. Mereka mempersoalkan dan
membesar-besarkan perkara-perkara kecil, mengutak-atik yang
sudah jelas dan tuntas, sambil mendistorsi dan memanipulasi (tahrif)
sumber-sumber yang ada. Hal ini tidak terlalu mengejutkan,

YAPISTA Corporation 8
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

mengingat kebanyakan mereka adalah Yahudi dan Nasrani yang


karakternya telah dijelaskan dalam al-Qur'an 3:71, "Ya ahla l-kitab
lima talbisuna l-haqq bi l-batil wa taktumu l-haqq wa antum
ta'lamun?" Yang sangat mengherankan ialah ketika hal yang sama
dilakukan oleh mereka yang zahirnya Muslim.             

Karena watak dan peran yang dilakoninya itu, Iblis disebut juga
Setan (syaytan), kemungkinan dari bahasa Ibrani 'syatan', yang
artinya lawan atau musuh (Lihat: W. Gesenius, Lexicon Manuale
Hebraicum et Chaldaicum in Veteris Testamenti Libros). Dalam al-
Qur'an memang ditegaskan bahwa setan adalah musuh nyata
manusia (12:5, 17:53 dan 35:6). Selain pembangkang ('asiyy),
setan berwatak jahat, liar, dan kurang ajar (marid dan marid).
Untuk menggelincirkan (istazalla), menjerumuskan (yughwi) dan
menyesatkan (yudillu) orang, setan juga memakai strategi. Caranya
dengan menyusup dan mempengaruhi (yatakhabbat), merasuk dan
merusak (yanzagh), menaklukkan (istahwa) dan menguasai
(istah'wadza), menghalang-halangi (yasudd) dan menakut-nakuti
(yukhawwif), merekomendasi (sawwala) dan menggiring (ta'uzz),
menyeru (yad'u) dan menjebak (yaftin), menciptakan imej positif
untuk kebatilan (zayyana lahum a'malahum), membisikkan hal-
hal negatif ke dalam hati dan pikiran seseorang (yuwaswis),
menjanjikan dan memberikan iming-iming (ya'iduhum wa
yumannihim), memperdaya dengan tipu muslihat (dalla bi-
ghurur), membuat orang lupa dan lalai (yunsi), menyulut konflik
dan kebencian (yuqi'u l-'adawah wa l-baghda'), menganjurkan
perbuatan maksiat dan amoral (ya'mur bi l-fahsya' wa l-munkar)
serta menyuruh orang supaya kafir (qala li l-insani-kfur).

Nah, trik-trik inilah yang juga dipraktekan oleh antek-antek dan


konco-konconya dari kalangan cendekiawan dan ilmuwan. Mereka
disebut awliya' al-syaytan (4:76), ikhwan al-syaytan (3:175),
hizb al-syaytan (58:19) dan junudu Iblis (26:94). Mereka
menikam agama dan mempropagandakan pemikiran liar atas
nama hak asasi manusia (HAM), kebebasan berekspresi,
demokrasi, pembaharuan, pencerahan ataupun penyegaran.

Semua ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru atau pertama


kali terjadi, seperti segera diketahui oleh setiap orang yang
membaca sejarah pemikiran Islam. Semuanya merupakan
repetisi dan reproduksi belaka. History repeats itself, kata pepatah
bule. Hanya pelakonnya yang beda, namun karakter dan
perannya sama saja. Ada Fir'aun dan ada Musa as. Muncul

YAPISTA Corporation 9
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Suhrawardi al-Maqtul, tetapi ada Ibn Taymiyyah. Lalu lahir Hamzah


Fansuri,  namun datang ar-Raniri, dan seterusnya.

Al-Qur'an pun telah mensinyalir: "Memang ada manusia-manusia


yang kesukaannya berargumentasi, menghujat Allah tanpa ilmu, dan
menjadi pengikut setan yang durhaka. Telah ditetapkan atasnya,
bahwa siapa saja yang menjadikannya sebagai kawan, maka akan
disesatkan olehnya dan dibimbingnya ke neraka" (22:3-4). Maka
kaum beriman diingatkan agar senantiasa menyadari bahwa
"sesungguhnya setan-setan itu mewahyukan kepada kroninya untuk
menyeret kalian ke dalam pertengkaran. Jika dituruti, kalian akan
menjadi orang-orang yang musyrik" (6:121). Ini tidak berarti kita
dilarang berpikir atau berijtihad. Berpendapat boleh saja, asal
dengan ilmu dan adab. Wallahu a'lam. 

*Penulis adalah peneliti INSISTS, kini menempuh program doktor


keduanya di Universitas Frankfurt, Jerman

MELAWAN "Setan JIL" DI SARANGNYA

Oleh : Erros Jafar 20 Apr, 05 - 7:21 am

http://swaramuslim.net/EBOOK/more.php?id=1293_0_11_0_M

 Pengantar Redaksi:

Pada tanggal 16 April 2005 lalu, berlangsung acara bedah buku di


UIN (alias IAIN) Jakarta. Buku yang dibedah berjudul “Ada
Pemurtadan di IAIN” karya Hartono Ahmad Jaiz. Pemrakarsa
acara tersebut adalah anak-anak JIL.

 Hartono Ahmad Jaiz, sempat terkejut dengan banyaknya audiens


yang menghadiri acara ini. Jumlahnya seribu lebih. Dan yang lebih
mengagetkan lagi, massa yang banyak itu justru berasal dari luar
UIN, yaitu mereka yang kontra JIL. Tentu saja kehadiran mereka
itu membuat komunitas JIL (dan anak-anak UIN pro JIL) menjadi
ciut. 

Sayangnya, atau culasnya, moderator yang pro JIL tidak memberi


kesempatan kepada audiens untuk terlibat dalam tanya jawab.
YAPISTA Corporation 10
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Meski demikian, kedua ‘pakar’ JIL kedodoran menghadapi Hartono


Ahmad Jaiz dan Muhammad At-Tamimi.

Kehadiran audiens yang kontra JIL dengan jumlah yang tak terduga
itu, nampaknya menunjukkan bahwa generasi muda Islam kita
memang masih banyak yang waras. Kedua, menunjukkan bahwa
kontribusi para aktivis Islam di internet yang turut
mensosialisasikan adanya acara tersebut, ternyata cukup efektif.
Ketiga, ini merupakan pertolongan Allah SWT. 

Sayangnya, ketika ‘cendekiawan dan misionaris JIL’ ini keok


-bahkan di sarangnya sendiri- tidak ada satu pun media massa yang
mempublikasikannya. Oleh karena itu, merupakan kewajiban kita
untuk mempublikasikan laporanpandangan mata di bawah ini yang
disusun oleh akh Abu Qori.

Mau Menyanggah Malah Kejeblos

Maksud hati mau menepis dan menyanggah isi buku Ada


Pemurtadan di IAIN, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Para
misionaris JIL itu malah terperosok ke dalam kubangan yang
mereka sediakan sendiri. Forum bedah buku yang semula diharapkan
dapat ‘membantai’ Hartono Ahmad Jaiz malah menjadi ajang
pembuktian bahwa di IAIN memang ada pemurtadan. Hujjah-
hujjah yang diajukan para misionaris JIL itu justru secara
tidak langsung malah meneguhkan adanya proses
pemurtadan di IAIN.

Acara bedah buku karya Hartono Ahmad Jaiz itu berlangsung di


Masjid Kampus UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah
Ciputat Jakarta, Sabtu 16 April 2005 bertepatan dengan tanggal 7
Rabi’ul Awwal 1426 Hijriah. 

Tak dinyana, acara yang sepi promosi ini ternyata dihadiri 1000-an
peserta, sebagian besar justru berasal dari luar kampus UIN.
Sehingga, perhelatanyang semula dirancang bertempat di Fak
Ushuluddin dan Filsafat, karena tidak mampu menampung audiens,
dipindahkan ke Masjid, khususnya di lantai 2 dan 3.

Pembicara empat orang. Dua pembicara yang membuktikan


adanya pemurtadan di IAIN adalah Hartono Ahmad Jaiz (penulis
buku yang dibedah) dan Muhammad At-Tamimi dari Purwakarta
Jawa Barat. Sedangkan dua pembicara lainnya -yang tampaknya
YAPISTA Corporation 11
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

membawa misi untuk menepis danya pemurtadan di IAIN namun


justru hujjah-hujjahnya menggunakan pemahaman, materi,
dan metode orang murtad- adalah Ulil Abshar Abdalla kordinator
JIL (Jaringan Islam Liberal) dan Abdul Muqsith Ghazali MA
dosen/alumni UIN Jakarta yang juga termasuk penyusun CDL KHI
(Counter Draft Legal Kompilasi Hukum Islam) pimpinan Dr Musdah
Mulia yang telah dicabut Menteri Agama karena isinya meresahkan
dan bertentangan dengan Islam. 

Acara berlangsung seru, ada pekik Allahu Akbar dan tepuk tangan
bertalu-talu, meski moderator sudah mengingatkan agar tidak
bertepuk tangan di dalam masjid. Materi, pemahaman, dan
metode yang ditempuh Muqsith dan Ulil justru menambah bukti
bahwa apa-apa yang ditulis di dalam buku Ada Pemurtadan di
IAIN terbitan Pustaka Al-Kautsar Jakarta setebal 280 halaman itu,
memang benar adanya.Karena, hujjah-hujjah dan metode dua
pembicara yang pro IAIN dalam membantah buku itu memang
diambil dari materi dan pemahaman kelompok ataupun tokoh yang
sudah dinyatakan kekufurannya oleh para ulama. Atau, mereka
menggunakan pemahaman mereka sendiri yang tanpa dasar, lalu
sampai berani menolak hadits yang shahih, dan hukum Allah swt
dalam Al-Qur’an. Di samping itu masih disertai dengan
kebohongan-kebohongan untuk memberikan cap-cap sangat buruk
kepada penulis buku. Akibatnya, ketika kebohongan-kebohongan
itu dibalikkan oleh penulis buku, maka terkuaklah
kesempurnaan bahwa produk dan bahkan dosen IAIN yang
dijagokan untuk membela IAIN justru lebih buruk dari yang
telah ditulis di buku itu. 

Artinya, isi buku Ada Pemurtadan di IAIN tidak lebih seram


dibanding dengan kenyataan yang ditemukan di lapangan, melalui
forum bedah buku tersebut. Membela pemurtadan dengan
pemahaman kufur Jalan yang ditempuh Muqsith dan Ulil dalam
membela IAIN ketika bedah buku itu adalah:

1. Berbohong dalam rangka memberikan stigma sangat


buruk kepada penulis buku.

2. Membela kemurtadan atau kekufuran dengan faham


kekufuran, dan justru ditawarkan kepada penulis buku agar
mempelajarinya. Bahkan mereka meng-klaim bahwa di IAIN tidak
ada pemurtadan, yang terjadi sesungguhnya adalah proses adalah
pluralisasi penafsiran. Dan yang dijadikan hujjah adalah penafsiran
orang-orang yang sudah divonis oleh para ulama sebagai kafir
YAPISTA Corporation 12
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

ataupun zindiq yaitu Ikhwanus Shofa’ dan Ibnu ‘Arabi tokoh


tasawuf sesat berfaham wihdatul adyan (menyamakan semua
agama) dan wihdatul wujud (satunya alam dengan Tuhan). 

3. Melecehkan penulis -yang banyak mengutip ayat-ayat Al-


Qur’an dan hadits Nabi- dengan tuduhan terlalu
‘memberhalakan’ huruf-huruf Al-Qur’an. Tuduhanitu didibalikkan
oleh penulis: karena penulis mengikuti Al-Qur’an, maka pada hari
Jum’at ia pun melaksanakan shalat Jum’at; sedangkan Ulil, justru
leha-leha berseminar dengan orang Kristen membahas tentang
Tuhan di hari Jum’at dari jam 10 hingga 13 dan tidak shalat Jum’at,
tandas Hartono Ahmad Jaiz sambil mengangkat Majalah Gatra edisi
26 Februari 2005 yang memberitakan bahwa Ulil tidak Shalat Jum’at.

  4. Memberi cap buruk kepada penulis sebagai orang yang


melanggar prinsip-prinsip dasar Al-Qur’an, karena penulis tak
membolehkan nikah beda agama. Penulis menguraikan tentang
dosen-dosen IAIN, Dr Zainun Kamal dan Dr Kautsar Azhari
Noer, yang menikahkan wanita muslimah dengan lelaki Nasrani,
dan lelaki muslim dengan wanita Konghucu. Pernikahan itu
bertentangan dengan Al-Qur’an surat Al-Mumtahanah (60) ayat 10
dan Al-Baqarah (2) ayat 221. Muqsith yang alumni dan dosen UIN
Jakarta justru membela dosen-dosen IAIN yang melanggar ayat-
ayat itu dan malahan memberi cap buruk kepada penulis buku.
Maka, Muhammad At-Tamimi dengan tegas menyatakan penolakan
terhadap ayat itu sebagai sikap orang gila yang berbicara
agama tetapi dengan dalih “menurut saya". 

5. Gagal memberikan cap buruk tentang akhlaq penulis dan isi


buku, karena tuduhan-tuduhan Muqsith dan Ulil itu tak sesuai fakta,
maka lebih drastis lagi, Muqsith membela ajakan dzikir dengan lafal
anjing hu akbar, dengan mengemukakan bahwa dzikir dengan lafal
anjing hu akbar pun kalau niatnya… (tidak jelas suara Muqsith
karena suara hadirin gemuruh) maka bisa meninggikan maqamnya
( maqam di sisi Iblis…). Ungkapan itu menjadikan para hadirin
berteriak gemuruh, menyiratkan kejengkelan karena justru keluar
betul keaslian produk IAIN yang diangkat jadi dosen ternyata
seburuk itu pemikirannya dan keyakinannya. Bagaimana lagi
para mahasiswa asuhannya nanti.?? 

6. Ulil berani menolak hadits shohih, walaupun dirinya


mengakui bahwa hadits itu shohih, hanya karena keberanian
menurut dirinya. Ulil juga mengakui bahwa dirinya menulis di
Kompas, tidak ada hukum Tuhan. Maka Muhamad At-Tamimi
YAPISTA Corporation 13
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

menyebut Ulil sebagai orang gila pertama dan Muqsith orang gila
kedua. Karena Allah swt telah menurunkan wahyu tetapi ditolak dan
disebut tidak ada hukum Tuhan. Ini jelas murtad, kufur. Berbohong
atau memutar balikkan Kebohongan yang dilontarkan, di antaranya
Muqsith mengemukakan bahwa penulis buku ini sampai menulis: Si
jompo Sinta Nuriyah. “Penulis ini akhlaqnya masih akhlaq orang
beriman atau tidak. Kalau orang beriman tentunya tidak menulis
seperti itu,” kata Muqsith. 

Kebohongan itu dijawab oleh Hartono Ahmad Jaiz (penulis), bahwa di


buku Ada Pemurtadan di IAIN ini tidak ada tulisan yang bunyinya si
jompo. Yang ada hanyalah penjelasan tentang keadaan, yaitu yang
sudah jompo. Lantas, lanjut Hartono, “yang tidak berakhlaq itu yang
mengubah perkataan ini atau siapa?” Dan juga, “orang yang
mengajak berdzikir dengan lafal anjing hu akbar (di IAIN Bandung)
malah dibela. Kemudian orang yang tidak menulis si jompo
dikatakan menulis si jompo dan dianggap tidak berakhlaq. Ini yang
tak berakhlaq dan imannya perlu dipertanyakan itu siapa.”
Kebohongan yang kedua namun tidak sempat dibantah karena
sempitnya waktu, adalah perkataan Muqsith bahwa Imam Ahmad
dalam Kitab Mizanul Kubro (karangan As-Sya’roni) disebutkan,
menurut pendapat Imam Ahmad, aurat wanita itu hanyalah qubul
dan dubur (kemaluan depan dan belakang). 

Perlu dikemukakan dalam tulisan ini, Muqsith yang dosen dan


alumni UIN Jakarta itu apakah ingin mengkampanyekan agar
wanita-wanita di bumi ini bertelanjang atau bagaimana, yang
jelas dia dalam membela IAIN itu telah menyembunyikan sesuatu. 

Dalam kitab Mizanul Kubro itu ada wanita merdeka (al-hurroh) dan
wanita budak (al-ammah). Aurat wanita merdeka adalah seluruh
tubuhnya, kecuali mukanya dan kedua telapak tangannya, menurut
pendapat Malik, Syafi’i, dan Ahmad dalam salah satu dari dua
riwayatnya. Menurut Abu Hanifah, seluruh tubuh wanita adalah
aurat kecuali mukanya, dua telapak tangannya, dan dua telapak
kakinya. Riwayat lain dari Ahmad, (seluruh tubuh wanita adalah
aurat) kecuali mukanya saja. (Al-Mizanul Kubro Juz 1, halaman
170, cetakan I, Darul Fikr Beirut, dalam hal syarat sahnya sholat
tentang menutup aurat). Aurat wanita budak (al-ammah) dalam
sholat adalah antara pusarnya dan lututnya seperti aurat laki-laki.
Ini menurut pendapat Malik, Syafi’i, dan salah satu riwayat dari
Ahmad; dan riwayat yang lain bahwa auratnya (wanita budak/al-
ammah) adalah qubul dan dubur saja. (ibid). Dalam Kitab Mizanul
Kubro itu dijelaskan, yang diamalkan oleh salafus sholih adalah

YAPISTA Corporation 14
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

yang pertama (aurat budak wanita, antara pusar dan lutut) karena
tidak adanya syahwat untuk melihat budak wanita di luar sholat,
lebih-lebih ketika sholat. (ibid). 

Imam Ahmad dalam Kitab Mizanul Kubro bab shalat itu dikutip
pendapatnya bahwa aurat wanita merdeka (al-hurrah) adalah
seluruh tubuhnya kecuali muka dan dua telapak tangannya atau
bahkan seluruh tubuh kecuali muka saja  

Perlu dijelaskan kebohongan Muqsith dengan kenyataan,bahwa


wanita sekarang, pengertiannya ya wanita yang disebut al-hurroh
itu. Lalu kok bisa-bisanya Muqsith Ghozali dosen dan alumni UIN
Jakarta ini mengatakan bahwa Imam Ahmad dalam Kitab Mizanul
Kibro, berpendapat bahwa aurat wanita itu hanyalah qubul dan
dubur. Itulah cara berbohong untuk mengkampanyekan agar
wanita sekarang yang sebagian mereka sudah
memperlihatkan pusarnya itu agar lebih bertelanjang lagi.

  Kebohongan ketiga, Muqsith menganggap Hartono Ahmad Jaiz


melanggar prinsip-prinsip dasar Al-Qur’an, karena Hartono
mengharamkan nikah beda agama. Perkataan itu sendiri sudah
menyembunyikan sesuatu. Dalam buku itu sudah ditulis, yang
dipersoalkan adalah wanita muslimah dinikahi lelaki kafir, Non
Islam,Yahudi-Nasrani dan lainnya. Juga lelaki Muslim menikahi
wanita Konghucu. Lalu Muqsith mengatakan bahwa tidak ada ayat
yang mengharamkan nikah beda agama. Itu juga menyembunyikan
ayat, hingga dibantah dengan seru oleh seorang
pemuda/mahasiswa secara spontan dengan mengacungkan
Al-Qur’an. Kalau Muqsith tidak menolak Al-Qur’an, tentunya mau
mengakui, Ayatnya sudah jelas, QS 60: 10, QS 2: 221, dan tentang
kafirnya Ahli Kitab dalam Surat Al-Bayyinah ayat 6. 

Dengan cara menyembunyikan ayat, hingga justru menghalalkan


nikah beda agama (seperti yang telah disebutkan itu) adalah satu
bukti justru adanya faham yang dihembuskan dari UIN Jakarta
adalah yang menentang ayat Al-Qur’an itu. Membela kekufuran
dengan kekufuran Lebih nyata lagi ketika Muqsith membela IAIN
dengan faham kekufuran. Yaitu kilah bahwa IAIN tidak mengadakan
pemurtadan tetapi pluralisasi penafsiran.

  Lalu yang diangkat sebagai contoh adalah faham Ikhwanus Shofa’


yang tidak perlu melaksanakan yang fardhu-fardhu/wajib-wajib dan
cukup dengan bertasbih.

YAPISTA Corporation 15
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Hartono Ahmad Jaiz membalikkan kepada Muqsith, justru faham


yang tidak perlu mengerjakan yang fardhu-fardhu/wajib-wajib itulah
yang sebenar-benarnya kekafiran. Dan itu sudah dikemukakan
kekafirannya dalam Kitab Tafsir Al-Qurthubi dan Imam Ibnu
Taimiyyah dalam Majmu’ Al-Fatawa. 

Yang dimaksud Hartono itu adalah apa yang ditulis Imam Al-
Qurthubi yang dimulai dengan menukil ulasan gurunya, al-Imam Abu
al-’Abbas, mengenai golongan ahli kebatinan yang dihukumi sebagai
zindiq yaitu: “Mereka itu berkata: Hukum-hukum syara’ yang umum
adalah untuk para nabi dan orang awam. Adapun para wali dan
golongan khusus tidak memerlukan nas-nas (agama), sebaliknya
mereka hanya dituntut dengan apa yang terdapat dalam hati
mereka. Mereka berhukum berdasarkan apa yang terlintas dalam
fikiran mereka.” 

Golongan ini juga berkata: “Ini disebabkan kesucian hati mereka


dari kekotoran dan keteguhannya maka terjelmalah kepada mereka
ilmu-ilmu ilahi, hakikat-hakikat ketuhanan, mereka mengikuti
rahasia-rahasia alam, mereka mengetahui hukum-hukum yang detil,
maka mereka tidak memerlukan hukum-hukum yang bersifat umum,
seperti yang berlaku kepada Khidir. Mencukupi baginya (Khidir)
ilmu-ilmu yang terbuka (tajalla) kepadanya dan tidak memerlukan
apa yang ada pada kefahaman Musa.” Golongan ini juga menyebut:
“Mintalah fatwa dari hatimu sekalipun engkau telah diberikan fatwa
oleh para penfatwa.” 

Selanjutnya al-Qurtubi mengulas dakwaan-dakwaan ini dengan


berkata: “Kata guru kami r.a.: Ini adalah perkataan zindiq dan
kufur, dibunuhlah siapa pun yang mengucapkannya dan dia tidak
diminta taubatnya, karena dia telah ingkar terhadap apa yang
diketahui dari syariat. Sesungguhnya Allah telah menetapkan jalan-
Nya dan melaksanakan hikmah-Nya bahwa hukum-hukum-Nya tidak
diketahui melainkan melalui perantaraan rasul-rasul yang menjadi
para utusan antara Allah dan makhluk-Nya. Mereka adalah
penyampai risalah dan perkataan-Nya serta pengurai syariat dan
hukum-hukum. Allah memilih mereka untuk itu dan mengkhususkan
urusan ini hanya untuk mereka.”

  “Telah menjadi ijma’ salaf dan khalaf bahwa tidak ada jalan
mengetahui hukum-hukum Allah yang berhubungan dengan suruhan
dan larangan-Nya walaupun sedikit, melainkan melalui para Rasul.
Maka siapa yang berkata “Disana ada cara lain untuk mengetahui
suruhan dan larangan Allah tanpa melalui para rasul atau tidak
YAPISTA Corporation 16
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

memerlukan para rasul” maka dia adalah kafir, dihukum bunuh


tidak diminta bertaubat, dan tidak diperlukan untuk tanya jawab
dengannya (al-Jami’ li Ahkam al-Quran jilid 11, halaman 40-41,
cetakan Dar al-Fikr, Beirut). 

Gejala Pemurtadan di IAIN

Hartono Ahmad Jaiz menguraikan gejala-gejala pemurtadan di AIN,


di antaranya buku Harun Nasution untuk IAIN berjudul Islam
Dipandang dari Berbagai Aspeknya menyatakan bahwa agama
monotheisme itu Islam, Kristen (Protestan dan Katolik), dan Hindu.
Juga buku Sejarah Pembaharuan Pemikiran Islam tulisan Harun
Nasution untuk IAIN diantara isinya menyebut Rifaat At-Tahtawi
(Mesir) sebagai pembaharu, dan bahkan dalam makalah dosen IAIN
di bawah bimbingan Harun Nasution di SPS (Studi Purna Sarjana) di
IAIN Jogja 1977, Rifaat At-Tahtawi yang menghalalkan dansa-dansa
laki perempuan disebut sebagai pembuka pintu ijtihad. Ini adalah
penyesatan. Mana ada pembaru dalam Islam menghalalkan yang
haram. Padahal dalam hadits, ada potensi zina bagi mata, tangan,
mulut, hati dan dibenarkan atau dibohongkan oleh farji/ kemaluan
kata Hartono. 

Hal itu dibantah Abdul Muqsith Ghozali dengan kitab I’anatut


Tholibin terbitan Toha Putra Semarang, dengan dibacakan tentang
definisi zina, lalu Muqsith mengatakan, kalau hasyafah (kemaluan
lali-laki) ditekuk maka bukan zina. Begitu juga dengan tangan.
Hartono menjawab, “bagaimana ini, tentang zina, tangan punya
potensi zina itu saya mengutip hadits Nabi saw. Kenapa hadits
Nabi dibantah pakai kitab I’anatut Tholibin? Ya seperti inilah
keluaran dari IAIN,” tegas Hartono dengan menuding Muqsith yang
di sebelah kanannya. 

Attamimi dengan suara lantang menantang Ulil Abshar Abdalla yang


menolak hadits, yang walaupun shohih di kitab Bukhori, namun
menurut Ulil tidak sesuai, maka ulil menolaknya. Contohnya hadis
tentang orang sholat jadi batal karena adanya yang lewat yaitu
anjing, orang perempuan, dan khimar/keledai. Kata Ulil, “di sini
perempuan disamakan dengan anjing dan keledai. Jadi saya tolak,
walaupun itu ada di Kitab Shohih Bukhori,” kata Ulil. 

Kata At-Tamimi, “apakah anda ini ahli hadits? Apa keahlian anda.
Dalam hal ilmu agama ini tidak bisa hanya dengan perkataan
‘pendapat saya’. Di ilmu teknik dunia saja tidak bisa dengan
‘pendapat saya’ . Memang anda ahli apa? Apakah ahli hadits? Saya
YAPISTA Corporation 17
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

tantang anda bicara tentang hadits. Bahkan kumpulkan seluruh


orang JIL, cukup saya hadapi sendirian. Tidak bisa bicara agama
kok ‘menurut saya’, ‘menurut saya’. Bukan hanya perempuan yang
disamakan dengan binatang, semua laki-laki yang tidak percaya
kepada Al-Qur’an dan As-sunnah seperti anda ini dinyatakan dalam
Al-Qur’an seperti binatang,” seru At-Tamimi dengan lantang,
disambut dengan suara gemuruh hadirin. 

Dua orang yang membela IAIN dan ingin merobohkan fakta pada
buku Ada Pemurtadan di IAIN itu setelah gagal memberikan cap-cap
buruk karena dibalikkan dengan telak, maka justru menolak hukum
Allah (sebagian ditentang, dan bahkan dinyatakan tidak ada hukum
Tuhan), dan menolak hadits walaupun diakui shahih.

Di situ justru pada dasarnya mereka menampakkan tambahan bukti


yang ada pada ungkapan-ungkapan mereka sebagai alumni, dosen
dan pembela IAIN bahwa sebenarnya IAIN memang jelas ada
pemurtadan. Jadi, mereka mau menepis Adanya pemurtadan di IAIN
tetapi justru terperosok pada penguatan bahwa memang benar ada
pemurtadan di IAIN secara sistematis. Itu tentu saja sangat
berbahaya.

  Buku Ada Pemurtadan di IAIN dibedah pertama kali di Islamic Book


Fair di Istora Senayan Jakarta, Ahad 27 Maret 2005. Pembicara Dr
Roem Rowi dosen pasca sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, dosen
tafsir; dan penulis buku Hartono Ahmad Jaiz. Hadirin sekitar 500
orang. Dr Roem Rowi mengakui, di IAIN dia mengajar tafsir, namun
mahasiswanya dirusak oleh pemikiran-pemikiran yang diajarkan
dalam materi pemikiran Islam (dan sejarah kebudayaan Islam), yang
itu justru materi kuliah dasar, semua mahasiswa harus ikut.

  Sehingga, ketika ditanya peserta bedah buku, ke mana untuk


mendidikkan anak di perguruan tinggi yang islami, Dr Roem Rowi
tidak memberikan rekomendasi, hanya menunjuk di antaranya
Universitas Islam Internasional di Malaysia. Sedangkan ketika
ditanya tentang kurikulum, seberapa peran menteri agama dalam
membuat kurikulum di IAIN, Roem Rowi menjawab, menteri agama
masa lalu ya hanya mengikuti Dr Harun Nasution. “Seakan perkataan
Harun Nasution itu qoululloh (firman Alloh) bagi menteri agama
yang lalu,” ujar Roem Rowi yang meraih gelar doktornya dari
Universitas al-Azhar Mesir ini. 

Disebut Ada Pemurtadan di IAIN, menurut buku itu, karena


kurikulumnya, materi kuliahnya, sistem pengajarannya, cara
YAPISTA Corporation 18
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

mengajarnya, dan dosen-dosennya banyak yang tidak sesuai dengan


sistem pemahaman Islam yang benar. Tidak merujuk kepada Al-
Qur’an, As-Sunnah, dengan manhaj salafus shalih. Tetapi yang
dijadikan mata kuliah dasar justru sejarah pemikiran Islam dan
sejarah kebudayaan Islam, yang semuanya bukan dasar Islam, dan
disampaikan tidak secara ilmu islami, tidak merujuk kepada Al-
Qur’an dan As-Sunnah dengan sistem pemahaman yang benar.
Diajarkan secara liar, yaitu tanpa sanad (pertalian riwayat) hingga
boleh berkomentar apa saja sampai menghina para sahabat
sekalipun. Akibatnya, alumni IAIN tidak bisa membedakan antara
madzhab-madzhab (yang perbedaannya itu dalam wilayah furu’/
cabang, jadi boleh saja) dengan sekte-sekte sesat (firoq dhollah)
yang sudah berbeda dengan hal pokok yang benar. Bahkan sampai
tak bisa membedakan antara mukmin dengan kafir, ketika diajari
tasawuf falsafi dan apa yang disebut filsafat Islam (semuanya
dalam materi kuliah sejarah pemikiran Islam dalam mata kuliah
dasar). Akibatnya, mereka menyamakan semua agama. Itulah
sebenar-benarnya pemurtadan secara sistematis lewat jalur
perguruan tinggi Islam se-Indonesia baik negeri maupun swasta.
Maka kurikulum, sistem pengajaran, materi, metode, dan dosen
pengajarnya perlu ditinjau ulang.

  Pembelajaran dosen-dosen IAIN ke Barat untuk studi Islam pun


perlu dihentikan, menurut penulis buku, karena itu menjadi sumber
utama pemurtadan tersebut. Usai bedah buku di UIN Jakarta,
hadirin pun berjama’ah shalat dhuhur, tanpa ada dosen ataupun
mahasiswa UIN yang maju jadi imam, hingga Ustadz Mustofa Aini
seorang hadirin alumni Universitas Islam Madinah maju untuk
mengimami setelah agak lama ditunggu-tunggu tak ada yang maju. 

Ulil, Muqsith dan sebagian besar panitia dari BEM Fak


Usuhuluddin dan Filsafat UIN Jakarta tidak tampak ikut
shalat berjama’ah. Mereka berada di mihrab sebelah imaman.
Kemudian Ulil diiringi para panitia turun dan pulang setelah hadirin
yang shalat berjama’ah telah bubar pulang. 

“Kampus Islam tidak mencerminkan Islam,” keluh di antara


yang hadir.

Komentar: 2 Auliya Iblis besar telah tercampakkan namun tidak


mau bertaubat, malah kian merajalela mencari pengikut sebanyak-
banyaknya 

YAPISTA Corporation 19
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Menyoroti Studi Teks Al-Qur’an di Barat

Sungguh disayangkan lahirnya sarjana Islam penganut orientalis dan


harus membuang energi untuk mengorek-orek otentisitas Al-Qur'an.
Perkara yang sudah selesai jelas dan tuntas

Oleh

DR.Syamsuddin Arif,MA  *

Beberapa waktu lalu seorang staf Paramadina menulis catatan di


media yang isinya mengkritik buku Profesor Muhammad Mustafa
Azami, The History of the Qur'anic Text: from Revelation to
Compilation (2003). Menurut dia, Profesor Azami "tidak masuk ke
jantung perdebatan diskursif yang berkembang di Barat, sehingga
gagal merespons secara intelektual isu-isu penting dalam studi kaum
orientalis tentang Al-Qur'an."

Staf Paramadina ini agaknya belum membaca buku tersebut secara


keseluruhan, sehingga terkesan tidak adil dan tergesa-gesa dalam
memberikan penilaiannya. Ia gagal menangkap objektif utama
karya Azami, yang dimaksudkan untuk menjawab tiga
pertanyaan penting (hlm. 12): Pertama, apa yang dimaksud
dengan Al-Qur’an? Kedua, apabila suatu saat ditemukan lagi naskah
tulisan tangan (manuskrip) berisi sebagian atau seluruh ayat-ayat Al-
Qur’an, namun berbeda dengan versi yang sudah ada, apakah
dampak penemuan itu terhadap teks Al-Qur’an? Dan ketiga, soal
otoritas. Siapakah yang berhak dan layak untuk mengatakan sesuatu
mengenai Al-Qur’an, Islam dan segala aspeknya? Jadi, tujuan utama
Azami adalah menjelaskan sejarah kompilasi dan kodifikasi Al-
Qur’an, ketimbang memberikan "respons mendalam dan menyelami
korpus kesarjanaan Barat".

Al-Qur’an dalam Studi Barat

Memang benar bahwa korpus kesarjanaan Barat mengenai Al-Qur’an


cukup beragam. Tidak semua orientalis berniat jahat hendak
menghancurkan Islam dengan menebarkan keraguan terhadap Al-
Qur’an dan hadits. Ada juga yang konon bermaksud "baik" dan
nampak simpati kepada Islam. Beberapa nama pun disebutnya
sebagai counter examples. Menurut hemat saya, justru disinilah
peneliti Paramadina itu kelihatan lugu (naïve). Jika Profesor Azami
YAPISTA Corporation 20
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

melewatkan begitu saja kritik Fred Donner dan William Graham atas
tesis Wansbrough, hal itu karena tulisan kedua orientalis tersebut
memang tidak diperhitungkan sama sekali pun oleh kalangan
spesialis studi Al-Qur’an di Barat sendiri.

Sama seperti Montgomery Watt, Alford Welch atau Kenneth Cragg


yang konon banyak menulis karya simpatik, sikap lunak itu justru
mengurangi validitas dan kredibilitas karya-karya mereka dimata
para koleganya: Kalau para orientalis tersebut memang meyakini
kenabian Muhammad SAW, mengakui kebenaran Islam dan keaslian
Al-Qur’an , mengapa mereka tidak masuk Islam saja? Kalau
cuma sekedar wacana dan basa-basi (lip service), apalagi jika
motivasinya demi menjaga hubungan diplomatik dengan negara-
negara Islam, maka itu merupakan pelacuran intelektual. Bahwa
para orientalis itu masih bertahan dengan agamanya masing-masing,
semestinya membuka mata kita agar tidak bersikap lugu dan polos
dalam menyikapi tulisan sarjana islamologi Barat.

Membaca korpus orientalis seputar Al-Qur’an memang tidak mudah.


Disamping penguasaan pelbagai bahasa (Eropa dan Semitik),
terutama sekali diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang
menyeluruh dan mendalam atas khazanah intelektual Islam itu
sendiri, bukan tahu sepotong-sepotong atau setengah-setengah.
Jika modal kita pas-pasan, amat besar kemungkinan terpukau
oleh statemen-statemen yang sekilas meyakinkan, namun
sesungguhnya rapuh secara metodologis maupun
epistemologis.

Tulisan-tulisan sarjana Barat mengenai Al-Qur'an, dari mulai Nöldeke


dalam Geschichte des Qorans, Mingana dengan artikelnya "The
Transmission of the Kur’an", Jeffery dengan Materials for the History
of the Text of the Qur’an, Burton dalam "Linguistic Errors in the
Qur’an," hingga Wansbrough dalam Qur'anic Studies, dan terakhir
Luxenberg dengan bukunya Die syro-aramäische Lesart des Koran,
semuanya bertolak dari skeptisisme terhadap status Al-Qur'an
sebagai dukumen sejarah. Bagi mereka Muhammad SAW itu seorang
impostor, bukan nabi, Al-Qur'an itu hasil karangan Muhammad serta
tim redaksi sesudahnya, bukan verbum dei .

Nah, presuposisi dan skeptisisme inilah yang memandu riset dan


studi mereka. Akibatnya, mereka seringkali mengabaikan data yang
tidak mendukung asumsi-asumsinya dan memanipulasi bukti-bukti
yang ada demi membenarkan teori-teorinya (abuse of evidence).

YAPISTA Corporation 21
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Skeptisisme para sarjana Barat tersebut juga berakibat fatal


secara epistemologis. Studi mereka berawal dari keraguan dan
berakhir dengan keraguan pula. Mereka meragukan kebenaran dan
membenarkan keraguan. Walhasil, meskipun bukti-bukti yang
ditemukan membatalkan hipotesanya, tetap saja mereka akan
menolaknya, karena sesungguhnya yang mereka cari bukan
kebenaran, akan tetapi pembenaran. Apa yang membenarkan
praduga yang dikehendaki itulah yang dicari dan, jika perlu, diada-
adakan. Sebaliknya, segala yang menyalahi dan tidak mendukung
presuposisi dan misi yang ingin dicapainya akan dimentahkan dan
dimuntahkan. Hal ini diakui sendiri oleh Herbert Berg: "the results of
their work is dictated by their presuppositions" dan karenanya "the
data are made to fit the theory." (Lihat: The Development of
Exegesis in Early Islam (Richmond: Curzon Press, 2000), hlm. 3 dan
223).

Isu Integritas Teks al-Qur’an

Bahwa diskusi tentang integritas teks Al-Qur’an bukan monopoli


kesarjanaan Barat, tapi sudah terjadi pada periode-periode sangat
awal dalam Islam adalah benar adanya. Informasi seputar sejarah
preservasi, kompilasi, kodifikasi dan transmisi Al-Qur’an telah
direkam dan dibahas oleh para ulama terdahulu, dari Abu ‘Ubayd al-
Qasim ibn Sallam (w. 224H) dalam kitabnya Fadha’il al-Qur’an,
Imam al-Baqillani (w. 403H) dalam al-Intishar li-Naqli l-Qur’an,
hingga Imam as-Suyuthi (w. 911H) dalam al-Itqan fi ‘Ulumi l-Qur’an,
untuk menyebut beberapa saja sebagai contoh. Kitab-kitab tersebut
dapat dengan mudah diperoleh dan boleh dibaca oleh siapapun.

Demikian pula adanya berbagai varian bacaan (qira’at) yang hingga


kini masih terus dipelajari dan dihafal. Justru itulah Azami bebas
menulis bukunya itu. Jadi memang bukan merupakan hal yang tabu
untuk diketahui atau didiskusikan. Dari mana lagi para sarjana Barat
memperoleh hampir seluruh data-data untuk studinya itu selain dari
karya-karya para ulama Islam? Namun jika sumber datanya
sama, mengapa kesimpulan para sarjana Barat itu berbeda
dengan kesimpulan para ulama Islam? Jawabnya karena point of
departure dan metodologinya memang berbeda. Yang disebut
pertama bertolak dari prasangka dan praduga, berjalan dengan
kecurigaan, dan berakhir dengan keraguan. Seperti Sisyphus dalam
mitologi Yunani kuno, yang dihukum oleh para dewa untuk
mendorong bongkahan batu ke puncak bukit, lalu membiarkannya
jatuh untuk kemudian didorongnya lagi, demikian terus-menerus.

YAPISTA Corporation 22
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Persoalan yang dikemukakan mengenai sejumlah ayat yang konon


‘missing’ sebelum Al-Qur’an  dikumpulkan, perbedaan antara mushaf
Ubayy dan Ibn Mas’ud, dan lain sebagainya sebenarnya telah cukup
dijelaskan oleh Azami dalam bukunya itu (lihat bab 6-13). Saya
khawatir justru pengkritik itu yang sengaja melewatkan begitu saja
penjelasan panjang lebar yang dikemukakan Azami. Satu hal yang
cukup memprihatinkan adalah ungkapan ‘serampangan’ diakhir
tulisannya bahwa Sayyidina Umar dan sabahat terkemuka dikatakan
mengeluh setelah peresmian teks standar Usmani, tanpa
menyatakan serta terlebih dahulu meneliti sumber dan kesahihan
‘keluhan’ tersebut. Sebab, Sayyidina ‘Umar ra telah lama wafat
ketika Khalifah Utsman ra menggarap proyek kodifikasi dan
standardisasi mushaf Al-Qur’an .

Disamping itu, menurut Imam Ibn Katsir (w. 774H), tidak lama
setelah kodifikasi dan standardisasi kedua itu rampung, tim ahli yang
terdiri dari para penghafal al-Qur’an itu kemudian menyerahkan dan
membacakan mushaf standard itu kehadapan para Sahabat Nabi
saw, termasuk Khalifah ‘Utsman ra (tsumma quri’at ‘alâ s-Shahabah
bayna yaday ‘Utsmân) (Lihat: Ibn Katsir, Fadhâ’il al-Qur’ân, dalam
Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, 7 jilid, Beirut, 1966, 7:450). Laporan
umum dan terbuka ini sangat penting, untuk menjamin
kesahihan dan kemutawatiran al-Qur’an. Setelah semua ahli
dari kalangan Sahabat itu setuju dan sepakat, maka ditulislah
beberapa naskah acuan untuk dikirim ke kota-kota Kufah, Basrah,
Damaskus, Mekkah, Mesir, Yaman, Bahrain, dan al-Jazirah. Dan
sebuah naskah disimpan oleh Khalifah ‘Utsman ra di Madinah (Lihat:
Imâm Abu ‘Amr ad-Dânî, al-Muqni‘, hlm.19 dan al-Ya‘qubi, Târikh,
I:170).

Sungguh amat disayangkan jika kaum Muslim kini harus terbuang


energinya untuk mengorek-orek perkara yang sudah selesai jelas
dan tuntas. Jauh lebih baik jika mereka berusaha memahami,
mengamalkan dan ‘membumikan’ Al-Qur’an ketimbang menggugat
historisitas dan otentisitasnya.

* Penulis adalah doktor bidang pemikiran Islam. Kini sedang studi


program Phd keduanya di Orientalisches Seminar, Universitas
Frankfurt Jerma

YAPISTA Corporation 23
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Kritik Reinterpretasi dan Liberalisasi


Penafsiran

Kalangan JIL mengatakan al-Qur’an merupakan refleksi budaya


primitif. Karena itu harus ditafsir ulang. Imam al-Ghazali
mengatakan, penafsir al-Qur'an yang hanya menggunakan akal,
tempatnya neraka

 Dr. Syamsuddin Arif, M.A *)

Akhir-akhir ini kerap terdengar seruan perlunya penafsiran ulang


alias reinterpretasi al-Qur’an dan ajaran Islam. Alasan yang sering
dikemukakan antara lain karena kitab suci ini dikatakan merupakan
refleksi dari dan reaksi terhadap kondisi sosial, budaya, ekonomi dan
politik masyarakat Arab Jahiliyah abad ke-7 Masehi yang primitif dan
patriarkis. Karena itu, ayat-ayat al-Qur’an yang terkesan ‘menindas’
wanita, seperti membolehkan poligami, menekankan superioritas
suami, mengatur pembagian warisan, ataupun yang terkesan tidak
manusiawi (barbarian), seperti ayat-ayat jihad/qital dan hukum
pidana (hudud), seperti soal potong tangan, qishash dan rajam,
semua ini perlu ditinjau dan ditafsirkan kembali agar sesuai dengan
prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) dan nilai-nilai demokrasi,
perlu direinterpretasikan agar sesuai dengan denyut nadi peradaban
manusia modern yang sedang dan terus berubah.

Lebih jauh dari itu, sebagaimana diserukan oleh seorang aktivis


JIL belum lama ini, Umat Islam harus mengembangkan suatu
pemahaman bahwa penafsiran al-Qur’an dan ajaran Islam oleh
ulama atau golongan tertentu bukanlah yang paling benar dan
mutlak. Setiap orang dan golongan dihimbau agar menghargai hak
orang dan golongan lain untuk menafsirkan al-Qur’an dan ajaran
Islam “berdasarkan sudut pandangnya sendiri”. Tulisan ini
bermaksud mengkritisi gagasan perlunya reinterpretasi al-
Qur’an dan liberalisasi tafsir tersebut secara metodologis dan
epistemologis.

Kritik Metodologis

Para penyeru gagasan reinterpretasi al-Qur’an umumnya tidak


menyadari bahwa apa yang mereka kerjakan sebenarnya sangat
rawan secara metodologis. Menafsirkan al-Qur’an bukanlah
perkara ringan dan sepele. Tidak sembarang orang bisa dan
bebas melakukannya. Nabi Muhammad SAW, yang kepadanya kitab
suci itu diwahyukan, pernah bersabda: “Siapa saja yang mengatakan
YAPISTA Corporation 24
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

sesuatu mengenai al-Qur’an tanpa landasan ilmu (bi-ghayri ‘ilm)


atau dengan opininya sendiri (bi-ra’yihi), maka ia telah memesan
tempat duduknya di neraka” (HR Imam Tirmidzi). Itulah sebabnya
mengapa tokoh sekaliber Abu Bakr as-Siddiq ra tidak mau banyak
komentar ketika ditanya mengenai tafsir suatu ayat. Jangankan
melakukan re-interpretasi, membuat interpretasi saja beliau tidak
berani (Lihat: H. Birkeland, Old Muslim Opposition against the
Interpretation of the Koran, Oslo: Norske Videnskaps Akademi,
1955).

Apakah ini berarti kita tidak boleh menafsirkan atau menafsirkan


kembali al-Qur’an? Jawabannya tentu saja negatif. Interpretasi dan
reinterpretasi dibolehkan asalkan dengan ilmu dan tidak berdasarkan
opini semata-mata. Buktinya khazanah intelektual Islam sangat
kaya dengan pelbagai kitab tafsir hasil ijtihad para ulama dari
abad ke abad. Diriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah mendoakan
Ibn ‘Abbas agar dianugrahkan ilmu untuk memahami al-Qur’an.
Memang terbukti akhirnya saudara sepupu beliau ini dikenal paling
banyak tahu dan ahli dalam menafsirkan al-Qur’an. Dalam hadis lain
dikatakan bahwa al-Qur’an itu dzu wujuuh, mengandung banyak
aspek, makna, intensi, pendekatan dan sudut pandang, sehingga
bisa dipahami dan ditafsirkan macam-macam. Ada juga riwayat yang
mengatakan bahwa setiap lafaz dari al-Qur’an itu beraspek ganda:
zahir dan batin, tersurat dan tersirat, literal dan non-literal. Semua
keterangan ini menunjukkan bahwa pada prinsipnya al-Qur’an boleh
saja ditafsirkan.

Jika menafsirkan al-Qur’an tidak dilarang, pertanyaan yang muncul


kemudian adalah: Apa batasan prasyarat “harus dengan ilmu dan
tidak dengan opini” dalam hadis tersebut di atas? Kapan seseorang
dianggap layak untuk menafsirkan al-Qur’an? Dan kapan suatu
interpretasi dikatakan atas dasar opini? Mengenai kualifikasi apa
saja yang harus dimiliki oleh seorang mufassir, literatur
ulumul Qur’an dan usul fiqih sudah cukup menjelaskannya.
Untuk layak menafsirkan al-Qur’an, anda harus menguasai bahasa
Arab dan literatur hadis secara mendalam dan komprehensif, tidak
setengah-setengah atau sepotong-sepotong. Jika prasyarat ini sudah
terpenuhi, anda disarankan mengikuti prosedur yang berlaku:
menafsirkan suatu ayat dengan ayat lain, dan atau menafsirkan ayat
al-Qur’an dengan Sunnah/hadis Rasulullah SAW, dan atau
menafsirkannya dengan keterangan para mufassirin dari kalangan
Sahabat, Tabi‘in, dan para ulama salaf. Demikian ditegaskan oleh
Imam as-Suyuti dalam kitabnya, at Tahbir fi ‘Ilmi t-Tafsir (Beirut:
Dar al-Fikr, 1996), hlm. 128-9.

YAPISTA Corporation 25
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Lalu kapan suatu interpretasi dikatakan berdasarkan opini pribadi?


Menurut Imam al-Ghazali, jenis penafsiran yang dilarang dan
dikecam ada tiga. Pertama, jika anda menafsirkan al-Qur’an dengan
pendekatan linguistik dsb semata-mata, tanpa menghiraukan
keterangan hadis dan riwayat sahih. Kedua, jika anda sengaja
melompati dan menafikan tafsir literal seraya membuat tafsiran
allegoris, seperti golongan Batiniyah yang mengatakan bahwa kata-
kata ‘api’ (naar) dalam QS 21:69 itu maksudnya kemarahan Raja
Namrud, bukan “si jago merah”. Ketiga, apabila sebelum
menafsirkan al-Qur’an anda sudah terlebih dulu mempunyai
gagasan, teori, pemikiran, ideologi, keyakinan atau tujuan tertentu,
lantas al-Qur’an anda tafsirkan sesuai dengan dan menurut apa yang
ada di kepala anda itu. Ini sama dengan meletakkan gerbong di
depan lokomotif (putting the chariot before the horse). Cara-cara
menafsirkan al-Qur’an semacam ini masuk dalam kategori tafsir
dengan opini yang pelakunya diancam api neraka, terlepas dari
maksud dan niat baiknya, disadari ataupun tidak, sengaja maupun
tanpa sengaja (Lihat: Ihya’ ‘Ulumiddin, Kairo, 1967, I:378-83).

Dalam konteks ini para penyeru reinterpretasi perlu mencermati lagi


dua buah hadis terkait sebagai berikut: “Siapa saja yang
menyatakan sesuatu tentang al-Qur’an berdasarkan opininya sendiri,
kalaupun pendapatnya itu betul, maka sesungguhnya ia telah
melakukan kesalahan (fa ashaaba faqad akhtha’a)” (HR Imam Abu
Dawud, no.3652), dan kedua: “Seorang hakim yang telah melakukan
ijtihad, jika kesimpulan ijtihadnya betul, maka untuknya dua pahala.
Namun jika kesimpulannya salah, maka baginya satu pahala” (HR
Imam Bukhari dan Muslim). Keterangan Nabi SAW ini sangat logis.
Yang dinilai disini bukan hanya hasilnya, tetapi juga cara
kerjanya. Jika keduanya betul, diberikan poin 2. Jika metodenya
betul, walaupun hasilnya keliru, diberikan poin 1 (dapat pahala dan
tidak berdosa). Jika prosedur penafsirannya sudah salah, meskipun
kesimpulannya betul (secara kebetulan!), maka poinnya 0
(pahalanya hangus untuk menebus kesalahannya). Apalagi jika
keduanya salah, maka poinnya -2 (dosanya dua kali lipat).

Kritik Epistemologis

Persoalan mendasar yang juga luput dari wacana liberalisasi tafsir


adalah seputar status dan validitas suatu penafsiran. Ungkapan
seorang pemikir liberal, misalnya, bahwa penafsiran al-Qur’an dan
ajaran Islam oleh ulama atau golongan tertentu bukanlah yang
paling benar dan mutlak, adalah pendapat yang sangat rapuh
secara epistemologis. Demikian juga seruan agar setiap orang dan
golongan berani menafsirkan al-Qur’an dan ajaran Islam
YAPISTA Corporation 26
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

“berdasarkan sudut pandangnya sendiri” serta mau menghargai hak


orang dan golongan lain untuk membuat interpretasi sendiri. Jika
dicermati secara seksama, ungkapan-ungkapan semacam ini
hanya menunjukkan kerancuan berpikir yang tak disadari
(paralogism) dan kekeliruan yang disengaja untuk mengecoh
dan menyesatkan orang lain (sophism). Semuanya lahir dari
sikap skeptis dan bermuara pada relativisme epistemologis.

Memang betul, ketika menafsirkan kitab suci, kita tidak boleh


mengklaim itu bahwa kita benar-benar telah memahami maksud
firman Tuhan. Tidak boleh merasa seolah-olah kita telah menangkap
maksud kata-kata Tuhan yang sebenarnya. Itulah sebabnya
mengapa para ulama salaf selalu mengakhiri fatwa dan karya
mereka dengan kalimat: “Namun Tuhan lebih dan paling mengetahui
apa yang benar” (wa Allahu a‘lam bi-s shawaab). Kalimat ini sering
disalahpahami. Para ulama salaf mengatakan ini bukan karena
mereka ragu-ragu atau skeptis, bukan pula karena mereka
menganut relativisme. Dalam masalah keilmuan, ulama salaf
sangat tekun, teliti dan teguh berpendirian dan
berargumentasi, sebagaimana dapat dilihat dalam literatur
fiqih. Kalimat tersebut mereka ucapkan semata-mata karena ‘adab
kepada Tuhan’ yang ilmuNya meliputi segala sesuatu. Adapun
dengan sesama manusia, sikap yang ditunjukkan adalah
kesanggupan menerima dan mengikuti kebenaran, dan bukan
menampik atau mempertahankan kebalikannya.

Apakah mungkin semua penafsiran harus diterima? Jawabnya


tergantung, apakah penafsiran tersebut dikemukakan oleh
seorang ahli yang telah diakui kepakarannya, atau oleh
seorang mufassir amatir yang tidak bisa
dipertanggungjawabkan. Saya lebih bisa menerima tafsir Imam
al-Qurthubi ketimbang interpretasi seorang Mernissi atau Shahrour.
Seruan tokoh liberal agar Umat Islam merelatifisir setiap penafsiran,
menurut saya, adalah na’if dan tidak realistis. Na’if karena seruan
tersebut akan berbalik seperti bumerang, merelatifisir dan
menggugurkan pendapatnya sendiri (self-defeating). Tidak realistis
karena pada kenyataannya memang tidak semua penafsiran bisa
diterima, dan tidak semua penafsiran harus ditolak. Penafsiran yang
dipandu oleh ideologi tertentu dan interpretasi yang dipaksakan
untuk menjustifikasi suatu kepentingan tentu sulit untuk diterima.

Gagasan liberalisasi tafsir juga tidak realistis dan perlu


dicurigai. Orang yang menyeru agar setiap orang dan golongan
dibebaskan untuk membuat penafsiran sendiri sebenarnya tidak
menyadari bahwa tidak semua orang layak dan berhak
YAPISTA Corporation 27
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

melakukannya, termasuk dirinya sendiri. Bahkan perlu dicurigai


jangan-jangan seruan itu sejatinya justru tuntutan agar dirinya yang
masih belum atau tidak layak itu pun diberikan hak untuk melakukan
penafsiran. Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika pramugari
berlagak menjadi pilot. Kata peribahasa Jawa, Aja rumangsa bisa,
ning bisa rumangsa, (jangan sot tahu, tapi tahu dirilah, red).

Penulis adalah Orientalisches Seminar, Universitas Frankfurt, Jerman

Dekonstruksi Aqidah Islam

Wawancara Ulil Abshar Abdalah dengan Jalaludin Rachmat berjudul


“Kafir itu Label Moral, bukan Aqidah”, mengatakan, istilah "kafir"
sudah tidak relevan. Baca Catatan Akhir Pekan DR.Adian Husaini,MA
ke-24 Kamis (25 September 2003) banyak berita menarik yang
muncul berbagai website media massa. Hampir semua media
menampilkan berita tentang kerusuhan di Sumbawa Besar yang
menewaskan satu orang dan mencederai 11 lainnya. Koran
Berbahasa Inggris The Jakarta Post masih memuat poling calon
presiden oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA,
yang mengunggulkan Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono
sebagai calon presiden RI 2004-2009. Dari Israel muncul berita
menarik: 9 orang pilot Israel terancam dipecat karena menolak
menembaki penduduk sipil Palestina.

Berita pembangkangan pilot Israel ini juga dimuat oleh situs Harian
Republika dan juga Islamonline.net.

Berita tentang pilot Israel ini cukup menarik. Koran Haaretz,


melaporkan peristiwa ini cukup detail. Pekan lalu, 27 mantan pilot
Israel membuat pernyataan menolak melakukan aksi di wilayah
Palestina. Dari 27 orang itu, 9 pilot masih aktif di AU Israel. Ke-9
orang itulah yang kini diskors dan terancam dipecat, jika mereka
menolak mencabut pernyataan yang telah mereka sebarluaskan ke
media massa. Para pilot Israel itu menyatakan, serangan udara di
wilayah Palestina merupakan tindakan illegal dan amoral. Di antara
pilot pembangkang itu adalah Brigadir Jenderal (Purn) Yiftah Spector,
komandan squadron dalam Perang tahun 1973.

YAPISTA Corporation 28
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Mereka menyatakan, mereka akan menolak terlibat dalam serangan


udara terhadap penduduk Palestina di wilayah itu. "We, both veteran
and active pilots, who have served and who still serve the state of
Israel, are opposed to carrying out illegal and immoral orders to
attack, of the type Israel carries out in the territories," begitu
pernyataan mereka. Berita-berita seperti ini segera menarik media
internasional, karena merupakan perlawanan dari dalam tubuh zionis
Israel sendiri.

Berita-berita itu dari sudut jurnalistik memang menarik – dalam arti,


mudah menarik minat pembaca untuk mengikutinya. Namun,
disamping berita-berita seputar perkembangan sosial, politik dalam
negeri, dan politik internasional, ada berita-berita dan tulisan-tulisan
yang sebenarnya sangat perlu mendapatkan perhatian serius dan
terus-menerus oleh kaum Muslimin di Indonesia adalah berita-berita
dan artikel-artikel yang muncul si website Jaringan Islam Liberal
(JIL). Mengapa?

Sebab: Pertama, berita-berita dan artikel-artikel itu disiarkan secara


luas oleh berbagai media massa. Selain melalui jaringan Koran Jawa
Pos di berbagai daerah, berita-berita di website ini juga disiarkan
melalui jaringan radio satelit Kantor Berita Radio 68H, yang kini
dipancarteruskan oleh radio Emsa 91,45 FM Bandung; Anisa Tritama
92, 15 FM Garut; FM Merak 93,55 FM Banten; Unisi 104,75
Jogyakarta; TOP 89,7 FM Semarang; PAS 101,2 Pati; Elviktor 94,6
FM Surabaya; Sonya 106,5 FM Medan; Suara Andalas 103 FM
Lampung; Gema Hikmah Ternate, 103 FM Maluku Utara; Suara
Selebes 100,2 FM Gorontalo; SPFM 103,7 FM Makassar, Ujung
Pandang; Nusantara Antik 105,8 FM Banjarmasin; Mandalika 684 AM
Lombok; DMS 100,9 FM Ambon, Maluku; Volare 103 FM Pontianak;
Bulava 100,2 FM Poso; Elbayu 954 AM Gresik, Jawa Timur; Suara
Padang 102,3 FM Sumatera Barat. Daftar radio ini terus diusahakan
untuk bertembah lagi.

Kedua, berita dan artikel itu ditulis dan diucapkan oleh orang-orang
yang memiliki otoritas, baik secara kelembagaan Islam maupun
kepakaran atau latar belakang pendidikan. Dalam situasi
pertarungan opini secara bebas, maka kedua factor tersebut
memegang perenan penting untuk “memenangkan” pertarungan
opini di Indonesia. Opini akan membentuk image, dan jika image itu
ditanamkan secara terus menerus, maka akan membentuk satu
persepsi di tengah masyarakat.

Kamis (25-9-2003) itu ada sejumlah artikel yang muncul di website


islamlib.com, diantaranya: “Depolitisasi Syariat Islam”,
YAPISTA Corporation 29
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

“Hermeneutika Ayat-ayat Perang”, “Teori Konspirasi selalu Meneror


Kebenaran”, “Kafir itu Label Moral, bukan Aqidah”, dan sebagainya.
Yang perlu kita cermati kali ini adalah tulisan yang berjudul “Kafir itu
Label Moral, bukan Aqidah”, yang merupakan wawancara Ulil Abshar
Abdalla dengan Dr. Djalaludin Rachmat dari Bandung. Djalaludin
Rahmat ditanya: “Lantas bagaimana dengan konsepsi tentang
orang kafir yang sering diteriakkan juga oleh mereka yang
merasa berjuang di jalan Allah itu; apakah konsep ini sudah
tepat penggunaannya?

Jawabnya: “Konsep tentang kafir masih tetap relevan, karena


sebagai istilah, dia ada di dalam Alqur’an dan Sunnah. Hanya saja,
mungkin kita harus merekonstruksi maknanya lagi --bukan
mendekonstruksi. Saya berpendapat, kata kafir dan derivasinya di
dalam Alqur’an selalu didefinisikan berdasarkan kriteria akhlak yang
buruk. Dalam Alqur’an, kata kafir tidak pernah didefinisikan sebagai
kalangan nonmuslim. Definisi kafir sebagai orang nonmuslim hanya
terjadi di Indonesia saja.

Saya ingin mencontohkan makna kafir dalam redaksi Alqur’an.


Misalnya disebutkan bahwa orang yang kafir adalah lawan dari orang
yang berterima kasih. Dalam Alqur’an disebutkan, “immâ syÃÂ
¢kûran waimmâ kafûrâ (bersukur ataupun tidak
bersukur); lain syakartum la’azîdannakum walain kafartum inna
‘adzâbî lasyadîd (kalau engkau bersukur, Aku akan
tambahkan nikmatku, kalau engkau ingkar (nikmat) sesungguhnya
azabku amat pedih). Di sini kata kafir selalu dikaitkan dengan
persoalan etika, sikap seseorang terhadap Tuhan atau terhadap
manusia lainnya. Jadi, kata kafir adalah sebuah label moral, bukan
label akidah atau keyakinan, seperti yang kita ketahui.

Tanya Ulil Abshar lagi: Jadi, orang yang perangai sosialnya


buruk meskipun seorang muslim bisa juga disebut orang
kafir?

Djalaludin Rahmat: Betul. Saya sudah mengumpulkan ayat-ayat


Alqur’an tentang konsep kafir. Dari situ ditemukan, kata kafir juga
dihubungkan dengan kata pengkhianat, dihubungkan dengan tindak
kemaksiatan yang berulang-ulang, atsîman aw kafûrâ.
Kafir juga bermakna orang yang kerjanya hanya berbuat dosa,
maksiat.

Selain itu, orang Islam pun bisa disebut kafir, kalau dia tidak
bersyukur pada anugerah Tuhan. Dalam surat Al-Baqarah misalnya
disebutkan, “Innalladzîna kafarû sawâ’un ‘alaihim
YAPISTA Corporation 30
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

aandzartahum am lam tundzirhum lâ yu’minûn.” Artinya,


bagi orang kafir, kamu ajari atau tidak kamu ajari, sama saja. Dia
tidak akan percaya. Walaupun agamanya Islam, kalau ndableg nggak
bisa diingetin menurut Alqur’an disebut kafir. Nabi sendiri
mendefinisikan kafir (sebagai lawan kata beriman) dengan orang
yang berakhlak buruk. Misalnya, dalam hadis disebutkan, “Tidak
beriman orang yang tidur kenyang, sementara tetangganya lelap
dalam kelaparan.”)

Itulah wawancara antara Ulil dengan Djalaluddin Rahmat. Kita bisa


melihat, bagaimana aneh dan ganjilnya penjelasan Djalaluddin
Rahmat tentang konsep kafir dalam Islam itu. Memang, secara
etimologis, orang yang tidak bersyukur bisa disebut kafir. Allah
berfirman, jika jika seorang bersyukur, maka Allah akan menambah
nikmat-Nya, dan jika dia kufur, maka sesuangguhnya azab Allah
sangat pedih. Tetapi, dalam ayat-ayat lainnya, al-Quran juga
menggunakan kata kufur untuk orang-orang non Muslim dan orang-
orang yang menyimpang aqidahnya. Misalnya, surat al-Bayyinah
menjelaskan, bahwa sesungguhnya orang-orang kafir, dari kalangan
ahlul kitab dan musyrikin, mereka akan masuk ke dalam neraka
jahannam. Surat al-Maidah ayat 72-75 juga menjelaskan, sungguh
telah kafirlah orang-orang yang menyatakan, bahwa Allah adalah
salah satu dari yang tiga; atau yang menyatakan, bahwa Allah SWT
itu sama dengan Isa Ibnu Maryam.

Bahkan, al-Quran juga memuat satu surat khusus, yaitu surat Al-
Kafirun, yang dengan tegas menyatakan, “Hai orang-orang kafir, aku
tidak menyembah apa yang kamu sembah.” Jadi, ayat ini jelas
berkaitan dengan aqidah, yaitu aspek peribadahan. Oleh sebab itu,
sangatlah aneh, jika seorang pakar yang terkenal, seperti Djalaluddin
Rahmat menyatakan: “Jadi, kata kafir adalah sebuah label moral,
bukan label akidah atau keyakinan, seperti yang kita ketahui.”
Apalagai, dia katakana: “Dalam Alqur’an, kata kafir tidak pernah
didefinisikan sebagai kalangan nonmuslim. Definisi kafir sebagai
orang nonmuslim hanya terjadi di Indonesia saja.”

Al-Quran yang manakah yang dikaji oleh Djalaluddin Rahmat?


Ribuan ulama Islam telah menulis tafsir dan mereka tidak pernah
berbeda pendapat tentang istilah “kafir” untuk sebutan bagi orang
non-muslim. Di dalam al-Quran surat Mumtahanah ayat 10,
disebutkan tentang dalil larangan perkawinan antara wanita
muslimah dengan orang-orang kafir. Dalam ayat ini ada redaksi
“Falaa tarji’uuhunna ilal kuffaar”. Janganlah kamu kembalikan
wanita-wanita muslimah yang berhijrah itu kepada kuffar. Karena,
wanita-wanita muslimah itu tidak halal bagi kaum kuffar itu dan
YAPISTA Corporation 31
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

kaum kuffar itu pun tidak halal bagi mereka (laa hunna hillun lahum,
wa laa hum yahilluuna lahunn). Kata kuffaar dalam ayat itu jelas
menunjuk kepada identitas idelogis, yaitu orang non-muslim. Bukan
orang muslim yang perangainya buruk.

Pendapat Djalaluddin Rahmat tentang “kafir” itu lebih jauh dari


pendapat Nurcholish Madjid. Dalam bukunya, “Islam Agama
Peradaban” (2000) Nurcholish Madjid menyatakan, bahwa Ahlul Kitab
tidak tergolong Muslim, karena mereka tidak mengakui, atau bahkan
menentang kenabian dan Kerasulan Nabi Muhammad s.a.w. dan
ajaran yang beliau sampaikan. Oleh karena itu dalam terminologi al-
Quran mereka disebut "kafir", yakni, "yang menentang", atau "yang
menolak", dalam hal ini menentang atau menolak Nabi Muhammad
s.a.w. dan ajaran beliau, yaitu ajaran agama Islam.

Jika dicermati, tampaknya, kaum Muslim saat ini memang didesak


hebat untuk meninggalkan istilah “kafir” sebagai sebutan bagi orang-
orang non-muslim. Di Indonesia masalah itu sudah sering mulai
dilontarkan. Tokoh-tokoh dari kalangan NU seperti Ulil Abshar
Abdalla, menyatakan, bahwa: “Semua agama sama. Semuanya
menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar.
(GATRA, edisi 21 Desember 2002), “Larangan kawin beda agama,
dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam,
sudah tidak relevan lagi. (Kompas, 18 November 2002).” Dari
kalangan pimpinan Muhammadiyah, Dr. Abdul Munir Mulkhan,
menyatakan: “Jika semua agama memang benar sendiri, penting
diyakini bahwa surga Tuhan yang satu itu sendiri terdiri banyak pintu
dan kamar. Tiap pintu adalah jalan pemeluk tiap agama memasuki
kamar surganya.”

Di Malaysia, pernah ramai ungkapan seorang menteri beragama


Hindubernama Sammy Vellu, yang menyatakan keberatan disebut
sebagai kafir. Dalam sebuah kuliah umum yang dihadiri kalangan
akademisi dan eksekutif di Gedung Asia Pacific Develompent Center,
Kuala Lumpur, tanggal 16 Agustus 2003, Prof. Dr. Syed Muhammad
Nuquib al-Attas, ditanya: apakah masih boleh digunakan sebutan
kafir kepada kaum non-Muslim, karena hal itu dianggap mengganggu
keharmonisan hubungan antar pemeluk agama? Ketika itu, Prof. Al-
Attas menjawab, bahwa istilah itu adalah istilah dalam al-Quran, dan
ia tidak berani mengubah istilah itu. Namun, dengan catatan,
sebutan itu bukan berarti digunakan untuk menunjuk-nunjuk dan
memanggil kaum non-Muslim, “Hai kafir!” Kaum Muslim cukup
memahami, bahwa mereka kafir, mereka bukan muslim.

Sosok pemikir Muslim seperti Al-Attas kini mulai banyak


YAPISTA Corporation 32
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

diperbincangkan di dunia internasional. Ia dikenal sangat gigih dalam


memperjuangkan proses Islamisasi dan menolak sekularisasi Barat.
Meskipun lulusan Islamic Studies di McGill University kanada dan
University of London, al-Attas sejak tahun 1970-an sudah
mengingatkan kaum Muslimin, bahwa tantangan terbesar umat Islam
saat ini adalah Barat. Dalam bukunya “Risalah untuk Kaum Muslimin”
yang terbit pertama tahun 1973, ia sudah menyatakan, bahwa
antara Islam dan Barat terjadi konfrontasi yang abadi, yang ia
sebut sebagai “permanent confrontation”. Sosok dan kiprah al-
Attas bisa disimak dalam Dialog Jumat Republika, Jumat, 27
September 2003.

Apa yang dilakukan kelompok Islam Liberal dengan melakukan


dekonstruksi terhadap istilah “kafir” akan memiliki dampak yang
serius terhadap aqidah Islam. Dan ini adalah proyek puluhan tahun
dari para orientalis Barat. Sejumlah orientalis sudah lama
menggulirkan gagasan istilah “Islam” dengan I besar dan “islam”
dengan i kecil. Nurcholish Madjid, dalam pidatonya di TIM tahun
1992, juga menggulirkan gagasan islam sebagai ‘unorganized
religion”. Bahwa, Islam lebih tepat dimaknai sebagai agama dalam
pengertian “berserah diri” kepada Tuhan. Dengan makna seperti itu,
siapa pun, asal berserah diri kepada Tuhan dapat dikatakan sebagai
“muslim”.

Kini, istilah “kafir” bagi kaum non-Muslim, juga mulai digempur.


Mengapa? hal ini tidak lain merupakan refleksi dari sejarah dan
pengalaman kaum Kristen terhadap agama mereka sendiri. Berbeda
dengan Islam, Kristen dan Yahudi adalah agama sejarah. Nama
agama ini pun muncul dalam sejarah. Jesus tidak pernah memberi
nama agama yang dibawanya. Istilah Kristen, berasal dari nama
Kristus (Yunani: Kristos), yang artinya Juru Selamat (dalam bahasa
Ibarni disebut sebagai Messiah). “Nasrani” menunjuk pada nama
tempat, Nazareth. Yahudi (Judaisme) bahkan baru abad ke-19
muncul sebagai istilah untuk menyebut satu agama. Dalam bukunya
berjudul, Judaism, Pilkington, menceritakan, bahwa pada tahun
1937, rabbi-rabbi di Amerika sepakat untuk mendefinisikan:
“Judaism is the historical religious experience of the Jewish people.”
Jadi, agama Yahudi, adalah agama sejarah. Penamaan, tata cara
ritualnya, dibentuk oleh sejarah. Agama Kristen juga begitu, karena
Yesus memang tidak meninggalkan tata cara ritual atau teologi
seperti yang dikenal sekarang.

Ini sangat berbeda dengan Islam. Nama agama ini diberikan oleh
Allah. Kata “Islam”, selain memiliki makna berserah diri, adalah
nama agama. Surat Ali Imran ayat 19 dan 85 jelas-jelas menunjuk
YAPISTA Corporation 33
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

pada makna Islam sebagai nama agama, sebagai “proper name”.


Jadi, bukan nabi Muhammad saw yang memberi nama agama ini.
Maka, pada abad-abad ke-18 dan 19, para orientalis berusaha keras
untuk menyebut Islam dengan “Mohammedanism”. Tetapi, upaya
mereka gagal. Selain itu, sejak awal, Islam sudah merupakan agama
yang sempurna. Islam sudah selesai. Allah menegaskan: “Al-yauma
akmaltu lakum diinakum”. Berbeda dengan agama lain, tata cara
ritual Islam sudah selesai sejak masa nabi Muhammad saw. Teologi
dan ritualitas islam tidak dibentuk oleh sejarah. Dari contoh
sederhana ini saja, jelas menunjukkan, Islam memang berbeda
dengan agama lain. Sebagai insitusi agama, islam adalah institusi
yang sah di mata Allah. Kaum Muslim yakin kan hal ini.

Karena itulah, Islam memang mengenal perbedaan antara Muslim


dan non-Muslim; antara Muslim dan kafir. Dengan itu bukan berarti
orang yang lahir sebagai Muslim otomatis selamat, karena orang
yang secara formal menyatakan sebagai Muslim, belum tentu akan
selamat di Hari Kiamat, jika ia bodoh, ingkar terhadap ajaran Allah,
atau munafik. Soal sorga dan neraka akan dibuktikan nanti di
Akhirat. Tetapi, bagi seorang Muslim, keyakinan, bahwa Islam
adalah satu-satunya agama yang benar di mata Allah, adalah
bagian prinsip dari keimanan Islam. Jika orang lain ragu dengan
agamanya sendiri, mengapa keraguan ini diikuti oleh sebagian kaum
Muslim?

Selama beratus-ratus tahun menjajah Indonesia secara fisik, Belanda


tidak berhasil mengubah atau meruntuhkan “bangunan” atau
“epistemology” Islam. Struktur ajaran Islam yang prinsipal, seperti
bangunan “Islam-kafir” tidak berhasil diusik. Di kawasan Melayu,
siapa yang keluar dari Islam, dan memeluk agama lain, tidak diakui
lagi sebagai bagian dari Melalyu. Begitu yang terjadi di Minang, Aceh,
Madura, Betawi, Sunda, dan sebagainya. Kini, di era hegemoni Barat,
justru dari kalangan Muslim sendiri yang bergiat meruntuhkan
bangunan pokok Islam.

Hal-hal seperti ini perlu mendapat perhatian yang sangat serius dari
kalangan Muslim. Sebab, dampaknya akan dapat dilihat pada sekitar
10-20 tahun mendatang. Kita akan melihat, bagaimana akhir
pertarungan pemikiran ini pada masa-masa itu. Apa yang akan
terjadi, dan apakah upaya dekonstruksi bangunan Islam ini akan
berhasil? Semoga Allah SWT melindungi kaum Muslim. Amin.

YAPISTA Corporation 34
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

(Catatan Akhir Pekan Ke-24 DR.Adian Husaini, MA , 27 September


2003 dari Kuala Lumpur, Malaysia).

Keculasan Pembela Aminah Wadud


Seperti yang telah kita duga, tingkah nyeleneh Aminah Wadud
menjaring banyak pengikut. Di Amerika, beberapa tokoh wanita
liberal telah mengikuti jejak Wadud untuk menjadi imam shalat
Jumat di gereja.

Di Indonesia, adegan tak bermutu itu tengah disosialisasikan dan


dicarikan dukungan. Tentu, di antara pendukungnya ada yang
menyandang gelar Kyai Haji, ustadz maupun cendikiawan muslim.

Licik!
Ada cara licik yang dilakukan para pendukung Wadud untuk
menggiring opini kaum muslimin. Mereka sengaja memfokuskan
fenomena Wadud hanya sebatas pro kontra dalam masalah wanita
menjadi imam bagi laki-laki. Bukan tidak disengaja, karena mereka
mendapatkan hadits Ummu Waraqah –seperti yang akan kita kupas
nanti insya Allah- yang menurut mereka bisa dijadikan dalil. Paling
tidak mereka berusaha mengetengahkan kepada publik bahwa tidak
semua ulama dahulu melarang wanita menjadi imam bagi laki-laki.
Secara otomatis publik akan menganggap bahwa totalitas tindakan
Wadud itu masih khilafiyah di kalangan ulama. Sengaja mereka tidak
menyinggung sisi lain kenyelenehan Wadud dalam peristiwa yang
menghebohkan itu. Karena untuk membelanya mereka bakal
kewalahan mencarikan dalilnya. Mereka melupakan atau tepatya
pura-pura lupa akan penyimpangan nyata Wadud dalam kasus
tersebut.

Penyimpangan Wadud
Pertama, Aminah Wadud menjadi khathib shalat Jum’at. Silakan
mereka cari, adakah riwayat yang menyebutkan bahwa salah satu
istri nabi menjadi khathib bagi shalat Jum’at yang di hadiri para
shahabat? Sengaja pembahasan yang menukik dalam masalah ini
dihindari para pendukung Wadud.

Kedua, bercampurnya makmum laki-laki dan perempuan dalam satu


shaf. Bisakah mereka menunjukkan bukti yang membenarkan hal
ini? Bahkan yang ada adalah hadits yang menentang tindakan
Wadud ini. Abu Malik a berkata,

"Bahwa Nabi saw. menjadikan shaf laki-laki dewasa di depan anak-

YAPISTA Corporation 35
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

anak, dan anak-anak di belakang mereka. Lalu di belakang anak-


anak adalah shaf wanita, jadi shaf wanita di belakang anak-anak."
(HR Ahmad)

Ketiga, Wadud melakukan shalat di gereja. Ini adalah tindakan yang


sangat konyol. Tidak ada riwayat secuilpun yang menyebutkan
bahwa Nabi atau shahabat, tabi’in ataupun para ulama penerus yang
melakukan Jumatan di gereja. Taruhlah Wadud beralasan tiga masjid
sekitar menolak usulannya, kalau bukan karena ingin ‘waton suloyo’,
tentu dia tidak akan menjadikan gereja sebagai alternatif kedua.
Mungkin bisa di rumah, gedung sekolah atau bahkan lapangan.

Keempat, muadzin dilakukan oleh seorang wanita. Tak ada satupun


dalil yang shahih bahkan dha’if yang membenarkannya. Inipun
sengaja tidak disinggung oleh para pendukung Wadud karena takut
ketahuan boroknya.

Wanita Mengimami Pria


Poin terakhir ini membuka peluang bagi pembela Wadud untuk
berdalil. Hadits yang dianggap mengesahkan bolehnya wanita
menjadi imam bagi kaum laki-laki adalah hadits Abdurrahman bin
Khallad yang berkata,

"Rasulullah mengunjungi Ummu Waraqah di rumahnya lalu


memerintahkan seseorang untuk menjadi muadzin yang adzan di
rumahnya, dan beliau memerintahkan Ummu Waraqah untuk
menjadi imam bagi penghuni rumahnya. Abdurrahman
menambahkan, aku melihat muadzinnya adalah seorang laki-laki
yang sudah tua." (HR Abu Dawud)

Jumhur (kebanyakan) ulama berpendapat bahwa hadits ini


menunjukkan bolehnya seorang wanita menjadi imam bagi kaum
wanita. Hadits ini tidak menunjukkan kebolehan wanita menjadi
imam kaum laki-laki. Di situ hanya disebutkan bahwa nabi
memerintahkan seseorang untuk adzan di rumah Ummu Waraqah,
tidak tersurat bahwa laki-laki itu akhirnya ikut shalat bersama Ummu
Waraqah. Jika laki-laki itu adzan hal ini tidak secara otomatis dan
pasti dia shalat di situ, karena adzan dan shalat adalah dua hal yang
berbeda. Seorang wanita tidak disyari’atkan adzan, tetapi ia
disyari’atkan untuk menjadi imam shalat.

Tetapi kita tidak memungkiri adanya pendapat dari sedikit ulama


terkemuka yang menjadikan hadits itu sebagai dasar tentang
bolehnya wanita menjadi imam bagi makmum yang terdapat orang
YAPISTA Corporation 36
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

laki-laki di dalamnya, seperti pendapat Imam ath-Thabari dan Abu


Tsaur al-Muzni. Tetapi, bukan sembarang laki-laki yang boleh
bermakmum kepada wanita. Seperti disebutkan dalam hadits di atas,

"Dan beliau memerintahkan Ummu Waraqah untuk menjadi imam


bagi penghuni rumahnya."

Tampak dalam hadits tersebut Nabi hanya memerintahkan


menjadi imam bagi penghuni rumahnya, bukan untuk laki-laki
umum. Lalu siapa yang menjadi penghuni rumah Ummu Waraqah?
Al-Hafizh menyebutkan, "Yang tampak adalah beliau menjadi imam
bagi budak laki-laki dan budak perempuannya." Begitulah adanya,
seperti yang dituturkan pula oleh Abdurrrahman bin Khalad bahwa
beliau memiliki satu budak laki-laki dan satu budak wanita. Beliau
mengatakan kepada keduanya, "Kalian akan merdeka setelah
kematianku." Lalu keduanya sepakat untuk membunuh beliau agar
bisa cepat merdeka.

Walhasil, kalaupun diterima bahwa wanita boleh menjadi imam laki-


laki, maka laki-laki itu itu adalah budaknya, bukan sembarang
laki-laki. Atau laki-laki tersebut sudah sangat tua sehingga susah ke
masjid, seperti diindikasikan dalam perkataan perawi tersebut, "aku
melihat muadzinnya adalah seorang laki-laki yang sudah tua
(syaikhan kabiiran)." Tidak ada keterangan sedikitpun yang
menyebutkan bahwa ada wanita pada zaman Nabi menjadi imam di
masjid bagi jamaah laki-laki.

Dengan demikian jelaslah kecurangan pendapat para pembela


Wadud yang liberal itu. Wallahu a’lam bishawab (Abu Umar A.)

 Tragedi Adopsi Peradaban Barat

Adopsi peradaban dan kebudayaan Barat adalah sesuatu yang


lumrah. Faktanya, ilmuwan banyak terkooptasi oleh peradaban
Barat. Bahkan memaksakannya sebagai pandangan hidup 

Hamid Fahmy Zarkasyi, MA, Phil *

Suatu hal lumrah jika kebudayaan yang mundur akan belajar dari
kebudayaan yang maju. Dan adalah alami jika suatu kebudayaan
yang terbelakang mengadopsi konsep-konsep kebudayaan yang lebih
maju. Tidak ada kebudayaan di dunia ini yang berkembang tanpa
proses interaksi dengan kebudayaan asing. Ketika peradaban Islam
YAPISTA Corporation 37
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

unggul dibanding peradaban Eropa, misalnya, mereka telah


meminjam konsep-konsep penting dalam Islam.

Akan tetapi, tidak berarti bahwa semua kebudayaan dapat


mengambil semua konsep dari kebudayaan lain. Setiap
kebudayaan memiliki identitas, nilai, konsep dan ideologinya sendiri-
sendiri yang disebut dengan worldview (pandangan hidup).

Suatu kebudayaan dapat meminjam konsep-konsep kebudayaan lain


karena memiliki pandangan hidup. Namun suatu kebudayaan tidak
dapat meminjam sepenuhnya (mengadopsi) konsep-konsep
kebudayaan lain, sebab dengan begitu ia akan kehilangan
identitasnya.

Peminjaman konsep dari suatu kebudayaan mengharuskan adanya


proses integrasi dan internalisasi konseptual. Namun dalam proses
itu, unsur-unsur pokoknya berperan sebagai filter yang menentukan
diterima tidaknya suatu konsep. Hal ini berlaku dalam sejarah
pemikiran dan peradaban Islam, yaitu ketika Islam meminjam
khazanah pemikiran Yunani, India, Persia, dan lain-lain. Pelajaran
yang penting dicatat dalam hal ini bahwa ketika para ulama
meminjam konsep-konsep asing, mereka berusaha mengintegrasikan
konsep-konsep asing ke dalam pandangan hidup Islam dengan asas
pandangan hidup Islam. Memang, proses ini tidak bisa berlangsung
sekali jadi. Perlu proses koreksi-mengoreksi dan itu berlangsung dari
generasi ke generasi.

Di era modern dan post-modern sekarang ini, pemikiran dan


kebudayaan Barat mengungguli kebudayaan-kebudayaan lain,
termasuk peradaban Islam. Namun tradisi pinjam-meminjam yang
terjadi telah bergeser menjadi proses “adopsi”, yakni mengambil
penuh konsep-konsep asing, khususnya Barat, tanpa proses adaptasi
atau integrasi. Apa yang dimaksud dengan konsep di sini bukan
dalam kaitannya dengan sains dan teknologi yang bersifat eksak,
tetapi lebih berkaitan dengan konsep keilmuan, kebudayaan, sosial,
dan bahkan keagamaan.

Dalam konteks pembangunan peradaban Islam sekarang ini, proses


adaptasi pemikiran merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan.
Namun sebelum melakukan hal itu diperlukan suatu kemampuan
untuk menguasai pandangan hidup Islam dan sekaligus Barat, esensi
peradaban Islam dan kebudayaan Barat. Dengan demikian, seorang
cendekiawan dapat berlaku adil terhadap keduanya.

Adil, artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya atau dalam hal ini
YAPISTA Corporation 38
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

didahului dengan mengambil sesuatu dari tempat asalnya. Jika ini


didasarkan pada asumsi bahwa konsep-konsep dalam peradaban
asing (baca: Barat) adalah hikmah Islam yang hilang, maka
seseorang pemikir Muslim harus terlebih dahulu mempelajari tempat
asal hikmah tersebut dan tempat dimana hikmah itu hilang, sebelum
mengambilnya kembali.

Esensi Kebudayaan Barat

Kebudayaan Barat (Western Civilization) berkembang mewarisi


unsur-unsur kebudayaan Yunani Kuno, Romawi, dan unsur-unsur lain
dari budaya bangsa-bangsa Eropa, khususnya Jerman, Inggris, dan
Prancis. Sebagian penulis, seperti Samuel Huntington, memasukkan
agama (religion)--dalam hal ini Kristen--sebagai unsur penting
yang membentuk kebudayaan Barat. Demikian ditulis dalam buku
populernya The Clash of Civilizations and Remaking of World Order
(1996).

Mungkin itulah di antara sebabnya mengapa Huntington yang dalam


bukunya itu lebih banyak menguraikan soal kebudayaan dalam
dimensi politis, mencoba menyeret konflik antara Islam dengan
Kristen. Namun, kesimpulan Huntington itu patut diragukan. Kristen
di Barat, faktanya, lebih banyak terkooptasi oleh peradaban Barat
(westernized). Berbagai konsep teologi dan upacara ritual Kristen
bahkan sudah menjadi “Barat”. Pusat agama ini pun bukan lagi di
tempat kelahirannya (Palestina), tetapi sudah berpindah ke Barat. Di
Barat sendiri kalangan agamawan Kristen juga suka dengan asumsi
“Barat itu Kristen”.

Barat dengan filsafat dan kebudayaannya memiliki karakternya


tersendiri. Menurut Profesor Naquib al-Attas, peradaban Barat
memiliki sejumlah ciri. Pertama, berdasarkan filsafat dan bukan
agama. Kedua, filsafat itu menjelma menjadi humanisme
yang meneriakkan dengan lantang prinsip dikotomi sebagai
nilai dan kebenaran. Ketiga, berdasarkan pandangan hidup
yang tragis. Artinya, manusia adalah tokoh dalam drama
kehidupan di dunia. Pahlawannya adalah tokoh-tokoh yang
bernasib tragis.

Prinsip tragedi ini disebabkan oleh kekosongan kepercayaan (iman)


dan karenanya mereka memandang kehidupan secara dikotomis.
Konsep ini berujung pada keresahan jiwa, selalu mencari sesuatu
yang tiada akhir, mencari suatu kebenaran tanpa asas kebenaran
atau prinsip kebenaran mutlak. (al-Attas, Risalah untuk Kaum
Muslimin, ISTAC, 2001).
YAPISTA Corporation 39
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Itulah Barat yang filsafat, sainstek, dan ekonominya sedang merajai


pentas sejarah dunia. Budayanya menyebar bagai gelombang melalui
berbagai gerakan kultural; filsafatnya dipahami secara luas melalui
pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia; sains dan
teknologinya dikagumi dan ditiru bagi pembangunan sarana dan
prasarana kehidupan manusia.

Gelombang kebudayaan Barat yang disebut dengan modernisme itu


pada mulanya mencerminkan gaya hidup elitis, tapi kini disebut
dengan postmodernisme yang bersifat populis. Secara konseptual
dampaknya dahsyat. Ia tidak saja mampu mengubah konsep sejarah
secara agressif, tapi juga mengubah sikap orang terhadap agama
menjadi skeptis. Agama dan kitabnya diposisikan hanya sebagai
suatu bentuk “narasi besar” (grand narrative) yang kering, profan,
dan dapat dipermainkan melalui bahasa dan imajinasi liar yang
mencampuradukkan realitas dan fantasi. Postmodernisme
sebenarnya tidak lain dari sekularisme yang tampil dengan
wajah baru yang “pusat gravitasinya” adalah pandangan
hidup Barat (Western worldview).*

Cengkeraman Orientalis

Dalam bidang pemikiran Islam, pengaruh p andangan hidup Barat


dapat ditelusuri melalui sejarah panjang orientalisme yang
sebenarnya tidak lepas dari misi kolonialisme dan kristenisasi.
Bahkan awalnya dapat ditelusuri dari proses transmisi khazanah
pemikiran Islam ke Barat melalui penerjemahan karya-karya filosof
Muslim pada abad ke-8 dan 9 ke dalam bahasa Latin. Tokoh-
tokohnya adalah para teolog Kristen seperti Charles Bernet, Peter
Pivortim, Robert Charter, Bruno, dan lain-lain.

Itu pula yang terjadi dalam penerjemahan Al-Qur`an ke dalam


bahasa Latin. Ini dimulai pada tahun 1143 M oleh Robertus
Retasensis atas arahan Peter the Venerable, Kepala Gereja Clugny.
Pekerjaan ini segera diikuti oleh penerjemahan dan penulisan buku-
buku Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan sains. Khazanah
ilmu pengetahuan Islam ini ditransfer ke dalam alam pikiran Barat
dan tanpa menyebut sumbernya.

Bahkan Thomas Aquinas jelas-jelas terbukti menjiplak beberapa


fragmen pemikiran Al-Farabi hanya dengan mengedit beberapa kata.
David Hume memodifikasi doktrin kausalitas Al-Ghazzali menjadi
bersifat atheistik.

YAPISTA Corporation 40
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Terjadilah proses westernisasi (pem-Barat-an) besar-besaran, persis


seperti ketika ulama-ulama Islam mentransfer beberapa pemikiran
Yunani dengan proses Islamisasinya. Ini berarti bahwa orang-
orang Barat-Kristen itu memahami Islam berdasarkan
pandangan hidup mereka. Usaha pembaratan itu meliputi konsep-
konsep dan istilah penting dan bahkan pembaratan nama-nama
Islam. Nama Ibn Sina diubah menjadi Avicenna, Ibn Rushd menjadi
Averroes, Al-Ghazzali menjadi Algazel, Al-Jabr menjadi Algebra, dan
banyak lagi.

Hal di atas hanyalah sedikit contoh betapa Islam yang ditransfer


ke Barat telah diubah atau dipahami secara berbeda dari
aslinya. Tidak mengherankan jika dari karya-karya mereka itu
Islam digambarkan dengan sangat negatif. Dan ciri-ciri itu
masih tetap melekat pada karya-karya para orientalis di zaman
modern ini. Lihat saja karya-karya seperti Approach to the History of
the Interpretation of the Qur'an oleh Andrew Rippin, Qur'anic
Studies: Sources and Methods of Interpretation oleh John
Wansbrough, The Origin of Muhammadan Jurisprudence Joseph
Schacht; Islamic Creed oleh MW Watt, dan lain-lain.

Sebagai contoh adalah buku Islamic Fundamentalism and Modernity


tulisan Watt. Ia menyatakan bahwa agar terbebas dari kesalahan
dan kepalsuan, dan untuk memposisikan secara benar Islam di
tengah dunia kontemporer, maka rekonstruksi intelektual pandangan
hidup Islam adalah suatu keharusan. Rekonstruksi pandangan hidup
Islam adalah pernyataan berunsur pembaharuan dan boleh jadi
menarik minat cendekiawan Muslim. Namun sejatinya ia penuh bias.

Lebih jauh Watt mengatakan, “… dan untuk itu hal-hal yang tidak
penting dan sekunder dalam masalah keimanan harus dibuang.”
Ternyata , apa yang bagi Watt tidak penting itu adalah pengingkaran
Al-Qur`an tentang penyaliban dan kematian di tiang salib, dianggap
kesalahan sejarah dan tidak penting.

Richard Bell, penulis Introduction to the Qur`an, membuat susunan


Al-Qur`an sesuai dengan turunnya ayat-ayat itu dan kemudian
mengkritik bahwa Al-Qur`an adalah karangan Nabi Muhammad.
Alasannya, susunan yang sekarang ini atas perintah Muhammad,
bukan berdasarkan pada kronologi diwahyukannya.

Sekarang ini, framework (cara pandang) orientalis terhadap Islam


yang seperti itu sangat dominan dalam program kajian Islam di
beberapa universitas Barat.

YAPISTA Corporation 41
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Padahal di situlah banyak calon sarjana Muslim belajar. Pemikiran


para orientalis dengan framework seperti itu kemudian dijadikan
referensi yang sederajat dengan ulama-ulama dalam tradisi Islam.

Demikianlah selanjutnya, bola salju cengkeraman cara pandang ini


terus bergulir bersama angin westernisasi, sekularisasi, dan
liberalisasi dalam bidang-bidang lain. Warna orientalis itu nampak
pada beberapa cendekiawan Muslim alumni lembaga pendidikan
Barat atau murid alumni Barat. Pendekatan kajian Islam yang
bersifat dikotomis memisahkan antara yang historis dan normatif,
antara tekstual dan kontekstual, subjektif-objektif, ideal-real adalah
asli cara pandang Barat.

Kondisi di aras berengaruh pada tataran konsep berupa timbulnya


tumpang tindih antara konsep Islam dan Barat yang bermuara pada
kebingungan intelektual (intellectual confusion). Sebagai contoh,
demokrasi dianggap sama dengan syura, al-din disamakan dengan
religi, masyarakat madani dianggap sama dengan civil society, insan
kamil disamakan dengan warga negara yang baik, tajdid dianggap
sama dengan modernisasi/rasionalisasi, dan sebagainya.

Tidak cukup hanya sebatas pengacauan konsep, kini Barat maju


beberapa langkah lagi dengan memperkenalkan ide pluralisme
agama (religious pluralism), kesatuan transendental agama-agama
(transcendent unity of religions), yang didukung oleh konsep global
ethic dan dipacu oleh dialog antar-agama, gender, feminisme, dan
lain-lain.

Framework Islam

Contoh di atas hanyalah simplifikasi persoalan dan dapat dijelaskan


lebih komprehensif. Memang masalahnya tidak sederhana, karena
orientalisme itu telah mentradisi dan kebanyakan tulisan mereka
memenuhi standard kersarjanaan modern yang diakui.

Tugas kaum Muslim sekarang di samping merespon mereka secara


akademis dengan sikap kritis, juga mengembangkan cara pandang
kita sendiri. Meski tetap harus bersikap apresiatif dan bahkan dapat
memanfaatkan hasil-hasil riset para orientalis itu yang positif. Lebih-
lebih dalam men-takhrij suatu makhtutat (manuskrip) yang kini
masih sangat jarang dilakukan sarjana-sarjana Muslim, padahal
jumlah makhtutat itu ada ratusan ribu. Yang penting di sini adalah
perlunya kesadaran dalam diri kita bahwa ummat Islam dengan
pandangan hidupnya memiliki cara pandang yang berbeda
dari para orientalis.
YAPISTA Corporation 42
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Mengkaji Islam dengan cara pandang Islam sendiri tidak cukup


dengan artikel-artikel atau wacana-wacana lepas dan dialog serta
seminar di media massa yang hanya bersifat gagasan awal yang
belum siap secara konseptual.

Ia memerlukan suatu kerja ilmiah yang serius dalam suatu lembaga


kajian yang profesional-akademis, yang di dalamnya dikaji esensi
pandangan hidup Islam, tradisi-tradisi intelektualnya yang telah
berkembang puluhan abad lamanya, dan konsep-konsep pemikiran
ulama dalam berbagai bidang yang telah berhasil membentuk
bangunan peradaban yang kokoh itu. Dari situ dengan sikap kreatif
dan progesif dapat dikembangkan cara pandang pemikiran Islam
yang sarat dengan konsep-konsep baru dalam berbagai bidang yang
dihajatkan oleh ummat saat ini.

Perlu pula dikaji esensi dan karakter kebudayaan Barat yang kini
menjadi fenomena yang persuasif dalam cara berpikir ummat Islam.
Esensi kebudayaan Barat yang berasaskan pada filsafat itu perlu
dibedakan dengan peradaban Islam yang berlandaskan pada wahyu.

Perbedaan dan pembedaan Islam dan Barat perlu dilakukan secara


konsisten, agar dapat mengenali asal-usul suatu konsep dan
pemikiran, untuk kemudian mengetahui proses ilmiah selanjutnya,
apakah harus diadopsi atau ditolak. Inilah yang disebut dengan
proses Islamisasi yang sesungguhnya.

Islamisasi pada level epistemologis berarti pengislaman cara berpikir


kita dalam memahami objek ilmu (al-ma'lum) dengan meletakkan
realitas dan kebenaran dalam suatu kesatuan tauhidi. Pada level
kultural dapat berbentuk adaptasi pemikiran luar dengan cara
pandang hidup Islam. Jika ini dikembangkan di kalangan
cendekiawan Muslim, maka kita tidak perlu lagi bersikap anti
pemikiran Barat pada dataran emosi, tapi cenderung kritis pada level
intelektual.

* Penulis adalah Direktur Institute for the Study of Islamic Thought and
Civilizations (INSISTS) dan Pemimpin Redaksi Jurnal Islamia. Makalah
disampaikan dalam Diskusi dan Tasyakuran Dr Syamsuddin Arif di Hotel
Sofyan Cikini, Jakarta, tanggal 31 Juli 2004.

Teror Kata Berkedok "Kasih"


YAPISTA Corporation 43
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Teror kata berkedok 'kasih' terbukti ampuh menaklukkan kekuatan


Islam dibanding teror fisik berkekuatan 'cluster bomb'
oleh : Adian Husaini *

"Aku datang untuk menemui ummat Islam, tidak dengan senjata tapi
dengan kata-kata, tidak dengan kekuatan tapi dengan logika, tidak
dalam benci tapi dalam cinta."

Henry Martyn, missionaris

Perang Salib telah gagal, begitu kata Henry Martyn. Karena itu,
untuk "menaklukkan" dunia Islam perlu resep lain: gunakan "kata,
logika, dan kasih". Bukan kekuatan senjata atau kekerasan.

Hal senada dikatakan misionaris lain, Raymond Lull, "Saya melihat


banyak ksatria pergi ke Tanah Suci, dan berpikir bahwa mereka
dapat menguasainya dengan kekuatan senjata, tetapi pada akhirnya
semua hancur sebelum mereka mencapai apa yang mereka pikir bisa
diperoleh."

Lull mengeluarkan resep: Islam tidak dapat ditaklukkan dengan


darah dan air mata, tetapi dengan cinta kasih dan doa. Menurut
Eugene Stock, mantan sekretaris redaksi Church Missionary Society,
tidak ada figur yang lebih heroik dalam sejarah Kristen dibandingkan
Raymond Lull. Lull adalah misionaris pertama dan mungkin terbesar
yang menghadapi para pengikut Muhammad.

Ungkapan Lull dan Martyn itu ditulis oleh Samuel M Zwemmer,


misionaris Kristen terkenal di Timur Tengah, dalam buku Islam: A
Challenge to Faith (1907). Buku yang berisi resep untuk
"menaklukkan" dunia Islam itu disebut Zwemmer sebagai "beberapa
kajian tentang kebutuhan dan kesempatan di dunia para pengikut
Muhammad dari sudut pandang missi Kristen".

Bagi para missionaris, mengkristenkan kaum Muslim adalah


keharusan. Dalam laporan tentang Konferensi Seabad Misi-misi
Protestan Dunia (Centenary Conference on the Protestant Missions of
the World) di London (1888), tercatat ucapan Dr George F Post,
"Kita harus menghadapi Pan-Islamisme dengan Pan-Evangelisme.
Ini merupakan pertarungan hidup dan mati." Selanjutnya, dia
berpidato, "... kita harus masuk ke dalam Arabia; kita harus masuk
ke Sudan; kita harus masuk ke Asia Tengah; dan kita harus
mengkristenkan orang-orang ini atau mereka akan berbaris
mengarungi gurun-gurun, dan mereka akan menyapu laksana api
YAPISTA Corporation 44
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

melahap kekristenan kita dan melahapnya."

Kasus Turki Utsmani

Kekuatan "kata" dan "kasih" model Henry Martyn perlu dicatat secara
serius. Perang pemikiran ini biasanya dijalankan dengan sangat
halus, berwajah manis (seperti penampilan Paul Wolfowitz yang
murah senyum). Tetapi cara ini justru lebih manjur, tanpa disadari si
Korban.

Ahmad Wahib, yang kini dibangkit-bangkitkan lagi oleh sejumlah


kalangan, bisa jadi merupakan "korban teror" sehingga dia jadi ragu
tentang kebenaran Islam. Banyak cendekiawan Muslim yang jadi
korban setelah menerima pemikiran dan berbagai fasilitas. Anehnya,
mereka merasa "tercerahkan" sehingga bersemangat mengadopsi
dan menyebarkan "pemikiran yang dianggap baru" kepada kaum
Muslimin. Padahal Allah telah memperingatkan dalam Al-Quran Surat
Al-Hijr ayat 39:

"Iblis berkata: Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan


bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang
baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan
menyesatkan mereka semuanya."

Kaum Yahudi juga sangat mafhum akan kekuatan teror "kata" dan
"kasih". Begitu dahsyat sehingga mampu menghancurkan imperium
besar (Utsmani) yang telah berusia hampir 700 tahun. Bagi Zionis,
Turki Utsmani adalah penghalang utama mewujudkan negara Yahudi
di Palestina.

Bagi Kristen-Eropa, Turki Utsmani adalah ancaman serius. Pendiri


Kristen-Protestan, Martin Luther, menyatakan, "Kekuatan anti-
Kristus adalah Paus dan Turki sekaligus". Bernard Lewis
menggambarkan, begitu takutnya sampai ada doa agar Tuhan
menyelamatkan mereka dari kejahatan Paus dan Turki (Islam and
the West, 1993).

Turki Ustmani sulit digulung dengan kekuatan senjata, tapi bisa


ditekuk dari dalam oleh kelompok Turki Muda (The Young Turk)
dengan "kata-kata". Setelah 1908, praktis kekuasaan di Ustmani
sudah dipegang oleh kelompok ini, melalui organisasi Committee
anda Union Progress (CUP) yang beranggotakan para cendekiawan
Turki yang telah ter-Barat-kan (westernized). Tiga Presiden Tukri
modern (sampai tahun 1960) adalah aktivis SUP.

YAPISTA Corporation 45
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Bagi mereka, Barat (Eropa) adalah "kiblat" untuk mencapai


kemajuan. Abdullah Cevdet, seorang pendiri CUP, mengatakan,
"Yang ada hanya satu peradaban, dan itu adalah peradaban Eropa.
Karena itu, kita harus meminjam peradaban Barat, baik bunga
mawar maupun durinya sekaligus."

Dalam buku The Young Turk in Position yang diterbitkan Oxford


Univeristy Press (1955), cendekiawan Turki M. Sukru Hanioglu
mencatat bahwa kelompok ini berideologi positivesme, materialisme,
dan nasionalisme. Hebatnya CUP juga memiliki kader-kader di
tentara Ustmani, yang kemudian memegang kekuasaan Turki
Modern. Salah satunya adalah Musthafa Kemal Ataturk.

Menurut Prof. Halil Inalcik, "Revolusi Kemal Atatturk" mengambil


konsep sosial Darwinsm. Karena itu, setelah berkuasa, Ataturk
mem-Barat-kan Turki sepenuhnya, sampai soal-soal pakaian dan
bahasa. Soal khilafah, Atatturk berpendapat, "Gagasan satu
kekhalifahan, yang menjalankan otoritas religius bagi seluruh umat
Islam, adalah gagasan yang diambil dari khayalan, bukan dai
kenyataan."

Gerakan SUP di akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 sangat


penting dicermati, karena mereka mampu menggunakan "kata-kata"
untuk melumpuhkan :"kekuasaan" Sultan Utsmani. Terutama,
dengan kolaborasi dengan gerakan Zionis, setelah Kongfres Zionis
Pertama (1897). Cevdet dan sejumlah aktivis CUP memang
simpatisan Yahudi dan gerakan Zionis.

Freedom and Liberation

Tokoh-tokoh CUP juga berkolaborasi dengan Freemansonry di Turki.


Menurut Dr. Sukru Hanioglu, dosen Universitas Islambul, saat itu
aktivis Freemansonry memiliki hubungan erat dengan kelompok The
Ottoman Freedom Society (Osmanli Hurriet Cemiyati) yang dibentuk
tahun 1906. Tokoh Freemanson, Celanthi Scalieri, adalah pendiri loji
The Lights of the East (Envar-I Sarkiye) yang beranggotakan
sejumlah politisi, jurnalis, dan agamawan terkemuka (seperti Ali
Sefkati, pemimpin redaksi Koran Istiqlal, dan Pangeran Muhammad
Ali Halim, pemimpin Freemansonry Mesir).

Di sinilah nucleus faksi Turki Muda lahir. Gagasan utamanya


mengelaborasikan kata Freedom (kemerdekaan/kebebasan) dan
Liberation (pembebasan). Gerakan Scalieri mendapat dukungan
sejumlah negara kuat, terutama Inggris. Itu bias dipahami, karena
sejak ratusan tahun, Utsmani dianggap sebagai ancaman bagi
YAPISTA Corporation 46
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Kristen Barat. Pengaruh Freemansonry terhadap gerakan liberal dan


kebebasan Turki sangat kuat, sehingga Sukltan pun tidak berdaya.

Gerakan pembebasan di Turki ini mendapat inspirasi kuat dari dua


peristiwa besar, yaitu Revolusi Prancis dan kemerdekaan Amerika
Serikat. A New Encyclopedia of Fremansonry (1996) mencatat bahwa
George Washington, Thomas Jefferson, John Hancoc, dan Benjamin
Franklin adalah aktivis Freemansonry. Begitu juga tokoh gerakan
pembebasan Amerika Latin, Simon Bolivar, dan Jose Rizal di Filipina.

Ide pokok Freemansonry adalah ,Liberty, Egality and Fraternity?. Di


bawah jargon inilah, jutaan orang "tertarik" untuk melakukan apa
yang disebut sebagai "kemerdekaan sejati bagi seluruh rakyat dari
tirani politik maupun tirani sistem kerohanian".

Tampaknya waktu itu Sultan Abdul Hamid II diposisikan sebagai


"kekuatan tiran". Dalam konteks gerakan pembebasan pemikiran,
yang diposisikan sebagai tirani sistem kerohanian adalah ?teks-teks
Al-Quran dan Sunnah?, juga khazanah-khazanah Islam klasik karya
ulama Islam terkemuka. Masih ditelusuri lebih jauh, seberapa jauh
hubungan antara gerakan liberal dalam konteks pemikiran Islam
dengan gerakan Freemasonry. Yang jelas, Rene Guenon, guru
Frithjof Schuon (pelopor gagasan pluralisme) misalnya, adalah
aktivis Freemasonry.

Juga masih diselidiki, adakah misalnya pengaruh aktivitas


Jamaluddin Al-Afghani di Freemasonry dengan pemikiran
Muhammad Abduh atau tafsir al-Manar-nya Rasyid Ridla Yang
jelas, jargon-jargon pembebasan dari ?teks?, dan dekonstruksi tafsir
Quran (lalu menggantinya dengan metode hermeneutika yang
banyak digunakan dalam tradisi Bibel), cukup sering terungkap.

Bahkan, bagi Mohamed Arkoun misalnya, Mushaf Utsmani


diposisikan sebagai "tiran" yang perlu dipersoalkan. Kata Arkoun,
"persoalannya, berkaitan dengan proses historis pengumpulan Al-
Quran menjadi mushaf resmi kian lama kian tidak masuk akal di
bawah tekanan resmi khalifah, karena Al-Quran telah digunakan
sejak permulaan negara Islam untuk melegitimasi kekuasaan dan
menyatukan ummat."

Kekuatan ,kata dan 'kasih" terbukti ampuh dalam menaklukkan


kekuatan-kekuatan Islam, yang biasanya disimbolkan dengan
ungkapan tidak simpatik seperti "ortodoks", "beku", "berorientasi
masa lalu", dan "emosional". Kolaborasi cendekiawan Turki, Kristen-
Eropa, dan Zionis-Yahudi berhasil menggulung Turki Utsmani.
YAPISTA Corporation 47
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Ironisnya, dua dari empat orang yang menyerahkan surat pemecatan


Sultan Abdul Hamid II (1909) adalah non-Muslim. Salah satunya,
Emmanuel Karasu (tokoh Yahudi).

Teror fisik seperti cluster bomb-nya Amerika dalam invasi di Iraq,


mudah memancing reaksi besar. Ratusan ribu aktivis Islam turun ke
jalan, menentang serangan AS ke Irak. Namun kalau menghadapi
teror "kata" berselubung "kasih", kaum Muslimin biasanya
terlambat sadar. Dampaknya pun biasanya memakan waktu lama.
Ummat Islam akan tenang-tenang saja meskipun setiap detik diteror
dengan kata-kata indah itu. Bisa melalui media massa, atau ucapan
tokoh-tokoh ummat sendiri. Apakah sejarah masih akan berulang
untuk kaum Muslim Indonesia? Wallahu a?lam.*

Penulis adalah  doktor di International Institute for Islamic Thought


and Civilization-International Islamic University (ISTAC-IIU), Kuala
Lumpur

Membungkam Lolongan Para Thaghut Penyeru


Pluralisme dan Inklusivisme

Abu Hurairah radhiallahu 'anhu menyampaikan hadits dari Rasulullah


Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda:

“Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Tidaklah


mendengar dariku seseorang dari umat ini2 baik orang Yahudi
maupun orang Nashrani, kemudian ia mati dalam keadaan ia tidak
beriman dengan risalah yang aku bawa, kecuali ia menjadi penghuni
neraka.”

Hadits yang mulia di atas diriwayatkan Al-Imam Muslim dalam kitab


Shahih-nya no. 153 dan diberi judul bab oleh Al-Imam An-Nawawi
“Wujubul Iman bi Risalatin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ila
Jami’in Nas wa Naskhul Milali bi Millatihi” (Wajibnya seluruh manusia
beriman dengan risalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
terhapusnya seluruh agama/ keyakinan yang lain dengan
agamanya).

YAPISTA Corporation 48
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Hadits ini menunjukkan terhapusnya seluruh agama dengan


diutusnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Seluruh manusia
(dan jin) yang menemui zaman pengutusan beliau sampai hari
kiamat wajib untuk menaati beliau. Di sini Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam hanya menyebut Yahudi dan Nashrani karena
mereka berdua memiliki kitab (yang diturunkan dari langit). Hal ini
diinginkan sebagai peringatan bagi selain keduanya, sehingga
lazimnya apabila mereka (Yahudi dan Nashrani) saja harus tunduk
dan menaati beliau, maka selain keduanya yang tidak memiliki kitab
lebih pantas lagi untuk tunduk. (Syarah Shahih Muslim lin Nawawi,
2/188, Darur Rayyan 1407 H)

Agama ini mengajarkan kepada umat Islam untuk mengatakan


bahwa agama selainnya adalah kafir, sehingga dalam keyakinan
Islam, agama lain tidak bisa dibenarkan keberadaannya. Hal ini telah
dinyatakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan salah satu tujuan diutusnya Rasul
Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menghapuskan agama selain
Islam, sehingga yang ada hanyalah Islam, walaupun Islam masih
memberikan batasan-batasan hukum kepada yang lainnya yang
dikenal dengan hukum bagi ahludz dzimmah.

Islam sendiri membagi muamalah antara penganutnya dengan orang


kafir menjadi empat: kafir harbi, kafir musta’min, kafir mu’ahad
dan kafir dzimmi, sehingga setiap golongan diperlakukan sesuai
dengan golongannya. Inilah toleransi positif dan benar yang sesuai
dengan ketetapan agama Allah serta tidak diragukan kebenarannya,
sehingga batillah seruan para thaghut pluralis yang menyatakan
bahwa toleransi seperti ini, tanpa ada dalil dari Kitabullah dan
Sunnah, sebagai toleransi dalam penafsiran negatif sebagaimana
tertera dalam buku mereka Pluralitas Agama: Kerukunan dalam
Keberagaman, hal. 13, Penerbit Buku Kompas, 2001. Maka sebagai
konsekuensi toleransi ini, mereka harus menerima pengkafiran kaum
muslimin terhadap agama lain dan penganutnya.

Agama Islam Menghapus Seluruh Ajaran Agama Sebelumnya

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengutus para nabi dan rasul untuk
menegakkan hujjah-Nya di muka bumi, sehingga tidak ada alasan
bagi para hamba bila enggan beriman setelah itu. Dan tidak ada satu
umat pun melainkan telah datang kepada mereka seorang pemberi
peringatan dan pembawa kabar gembira, sejak rasul yang pertama,
Nuh 'alaihissalam, dan ditutup oleh Nabi dan Rasul yang terakhir

YAPISTA Corporation 49
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Seruan semua utusan Allah


tersebut adalah satu, yaitu:

“Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl:


36)

Agama para nabi dan rasul tersebut satu yaitu Islam, karena
pengertian Islam secara umum adalah beribadah kepada Allah
dengan apa yang Dia syariatkan sejak Allah mengutus para rasul
sampai datangnya hari kiamat. Sebagaimana Allah sebutkan hal ini
dalam banyak ayat, yang semuanya menunjukkan bahwasa syariat-
syariat terdahulu (umat sebelum kita) seluruhnya adalah Islam
(tunduk) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Seperti firman Allah
menyebutkan doa Nabi Ibrahim 'alaihissalam:

“Wahai Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk


berserah diri kepadamu (muslim) dan jadikanlah anak turunan kami
sebagai umat yang tunduk berserah diri (muslim) kepadamu.” (Al-
Baqarah: 128)

Adapun Islam dengan makna yang khusus adalah agama yang


diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang
menghapuskan seluruh ajaran nabi dan rasul terdahulu, sehingga
orang yang mengikuti beliau berarti telah berislam, sedangkan yang
menolak beliau bukan orang Islam. Pengikut para rasul adalah
muslimin di zaman rasul mereka. Maka Yahudi adalah muslimin di
zaman Nabi Musa 'alaihissalam, dan Nashrani adalah muslimin di
zaman Nabi ‘Isa 'alaihissalam, jika mereka benar-benar mengikuti
syariat rasul mereka. Adapun setelah Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus, lalu mereka tidak mau
beriman kepada beliau maka mereka bukan muslimin (baca:
orang Islam). (Syarh Tsalatsatil Ushul, Al-Imam Asy-Syaikh Ibnu
‘Utsaimin, hal. 20-21, Dar Ats-Tsurayya, 1417 H)

Agama Islam inilah yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala


dan Dia tidak menerima agama selainnya:

“Sesungguhnya agama (yang diterima) di sisi Allah adalah agama


Islam.” (Ali Imran: 19)

“Siapa yang mencari agama selain agama Islam maka tidak akan
diterima agama itu darinya dan di akhirat dia termasuk orang-orang
yang merugi.” (Ali Imran: 85)
YAPISTA Corporation 50
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa


Ta'ala mengabarkan bahwa tidak ada agama yang diterima di sisi-
Nya selain agama Islam, dengan mengikuti para rasul dalam
pengutusannya pada setiap masa, sampai ditutup oleh Nabi dan
Rasul yang akhir Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian
Allah menutup seluruh jalan kepada-Nya kecuali dari sisi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dengan begitu, siapa pun yang bertemu
dengan Allah setelah diutusnya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam dengan beragama selain syariat yang beliau bawa dan
ajarkan, maka tidak diterima agama tersebut darinya.” (Tafsir Ibnu
Katsir, 2/19, Maktabah Taufiqiyah, tanpa tahun)

Agama Islam inilah yang Allah anugerahkan kepada Nabi Muhammad


Shallallahu 'alaihi wa sallam dan umat beliau, dan Allah nyatakan
sebagai agama yang diridhai-Nya:

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian,
dan Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian dan Aku ridha Islam
sebagai agama kalian.” (Al-Maidah: 3)

Dalam ayat yang mulia di atas, Allah Subhanahu wa Ta'ala


mengabarkan bahwa agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada seluruh manusia adalah agama
yang sempurna, mencakup seluruh perkara yang cocok diterapkan di
setiap zaman, setiap tempat dan setiap umat. Islam adalah agama
yang sarat dengan ilmu, kemudahan, keadilan dan kebaikan. Islam
adalah pedoman hidup yang jelas, sempurna dan lurus untuk seluruh
bidang kehidupan. Islam adalah agama dan negara (daulah), di
dalamnya terdapat manhaj yang haq dalam bidang hukum,
pengadilan, politik, kemasyarakatan dan perekonomian serta segala
perkara yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupan dunia
mereka, dan dengan Islam nantinya mereka akan bahagia di
kehidupan akhirat. (Dinul Haq, Abdurrahman bin Hammad Alu
Muhammad, hal. 35, diterbitkan oleh Wazaratusy Syu’unil Islamiyah
Al-Mamlakah Al-’Arabiyyah As-Su’udiyyah, 1420 H)

Dengan demikian, wajib bagi setiap orang yang mengaku


mengikuti agama para rasul, apakah itu Yahudi ataupun
Nashrani, untuk beriman dan tunduk kepada agama Islam
yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bila
mereka enggan dan berpaling, berarti mereka adalah orang-orang
kafir walaupun mereka mengaku beriman kepada Nabi Musa dan
Nabi Isa 'alaihimassalam. Dan pada hakikatnya mereka tidak
dipandang beriman kepada Nabi Musa dan Nabi ‘Isa 'alaihimassalam
YAPISTA Corporation 51
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

sampai mereka mau beriman kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa


sallam. (Dinul Haq, hal. 33)

Pemaksaan Para Thaghut Pluralisme- Inklusivisme agar


Agama Lain Juga Diterima sebagai Suatu Kebenaran

Agama Islam adalah kebenaran mutlak, adapun selain Islam


adalah kekufuran. Siapa pun yang enggan untuk beragama dengan
Islam yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
maka ia kafir. Namun kebenaran mutlak ini ditolak oleh para
thaghut pluralis dan inklusif Paramadina, JIL dan yang
lainnya dengan memaksakan agar Islam jangan merasa benar
sendiri tapi perlu melihat kebenaran pada agama lain. Seperti
tulisan Budhy Munawar Rahman, pengajar filsafat di Universitas
Paramadina Jakarta, yang dimuat dalam situs www.Islamlib.com, 13
Januari 2002, berjudul Memudarnya Kerukunan Hidup Beragama,
Agama-agama Harus Berdialog dan juga di harian Republika, 24 Juni
2000, berjudul Mengembalikan Kerukunan Umat Beragama. Dalam
tulisannya, ia memaksakan teologi pluralis dengan melihat agama-
agama lain sebanding dengan agama Islam, dan juga terhadap ayat
Allah yang menunjukkan agama yang Allah terima dan Allah ridhai
hanyalah agama Islam (Ali Imran: 19 dan 85). Diajaknya orang-
orang untuk membaca ayat ini dengan semangat inklusif, semangat
agama universal dengan memaknakan Islam sebagai agama yang
penuh kepasrahan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sehingga
semua agama bisa dimasukkan ke dalamnya asalkan berpasrah diri
kepada Allah.

Demikian juga Muhammad Ali, dosen IAIN Syarif Hidayatullah


Jakarta, yang membuat tulisan di harian Republika (14 Maret 2002)
berjudul Hermenetika dan Pluralisme Agama. Ia mengajak orang
agar tidak memahami ayat Allah dalam surat Ali Imran ayat 19 dan
85 dalam bingkai teologi eksklusif yakni keyakinan bahwa jalan
kebenaran dan jalan keselamatan bagi manusia hanyalah dapat
dilalui melalui jalan Islam. Tapi ayat ini harus dipahami dengan
teologi pluralis dan teologi inklusif.

Juga Nurcholish Madjid, tokoh mereka yang sangat rajin mengumbar


teologi sesatnya, ia menganggap banyak agama yang benar, tidak
hanya Islam (Teologi Inklusif Cak Nur karya Sukidi, Kompas, 2001).
Saat memberi kata pengantar buku Pluralitas Agama Kerukunan
dalam Keragaman, hal. 6 (Penerbit Buku Kompas, 2001), Nurcholish
mengucapkan kalimat yang seolah itu benar namun sebenarnya
batil: “Kendatipun cara, metode atau jalan keberagamaan menuju
YAPISTA Corporation 52
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Tuhan berbeda-beda, namun Tuhan yang hendak kita tuju adalah


Tuhan yang sama, Allah Yang Maha Esa.” Kalimat ini menunjukkan ia
mengakui keberadaan semua agama dan menyejajarkannya satu
sama lain sehingga Islam sama dengan Nashrani, Hindu, Buddha,
Majusi, Shinto, Konghuchu!! Karena semua agama itu menuju Tuhan
walau jalan yang ditempuh berbeda (Ulil Abshar Abdalla;
Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam, Kompas, 18 Nov. 2002
dan situs islamlib.com). Wal’iyadzu billah.

Orang-orang ini enggan untuk mengibarkan bendera permusuhan


dengan kaum kafirin dari kalangan Yahudi dan Nashrani, dan enggan
pula menganggap salah agama selain Islam. Di antara sebabnya,
ketika mereka berhadapan dengan ayat Allah:

“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha kepadamu


sampai engkau mau mengikuti agama mereka.” (Al-Baqarah: 120)

Maka disimpulkan oleh Quraisy Shihab bahwa ayat di atas


dikhususkan kepada orang-orang Yahudi dan umat Nashrani tertentu
yang hidup pada zaman Nabi, dan bukan kepada umat Nashrani dan
Yahudi secara keseluruhan (Pluralitas Agama Kerukunan dalam
Keragaman, hal. 26). Sementara diijinkannya memerangi orang kafir
bukan diperuntukkan terhadap umat Nashrani dan yang
semacamnya yang termasuk Ahli Kitab.

Buku Fiqih Lintas Agama Ingin Memberangus


Islam

Para thaghut ini sangat menentang syariat Islam karena menurut


mereka akan mendiskreditkan penganut agama lain dan juga mereka
beranggapan hukum Islam itu menzalimi kaum wanita, bertentangan
dengan HAM, tidak manusiawi seperti hukum rajam, dibolehkannya
perbudakan dan masalah waris (Islam Liberal Paradigma Baru
Wacana dan Aksi Islam Indonesia, Zuly Qodir, hal. 187-192, Pustaka
Pelajar, 2003, dan tulisan-tulisan di www.islamlib.com). Kerja sesat
mereka tidak sampai di situ. Dengan beraninya mereka
membatalkan hukum Islam dengan logika mereka yang dangkal,
kemudian lahirlah buku buhul-buhul setan karya mereka seperti Fiqih
Lintas Agama (FLA) yang diterbitkan Yayasan Wakaf Paramadina
bekerjasama dengan yayasan kafirin The Asia Foundation yang
berpusat di Amerika. Dalam buku yang sangat jauh dari ilmiah ini,
mereka menggugat hukum Islam yang kata mereka terkesan
eksklusif dan merasa benar sendiri. Mereka permainkan ayat-ayat
YAPISTA Corporation 53
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Al-Qur’an (hal. 20-21, 49, 214, 249), menolak hadits-hadits


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak sesuai dengan
semangat pluralisme inklusivisme mereka (hal. 70-71), mencaci
maki Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, shahabat Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang membawakan hadits tersebut (hal.
70), mengecam para imam salaf seperti Al-Imam Syafi’i (hal. 5,
167-168) dan memanipulasi ucapan ulama seperti Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah dan ditarik-tarik agar menyepakati kemauan mereka
(seperti pada hal. 55). Bahkan mereka mengusung hak kafirin
untuk menghadang syariat Islam dan membela orang kafir mati-
matian, sehingga mereka pun menyatakan boleh mengucapkan
salam kepada non muslim (hal. 66-78), boleh mengucapkan selamat
Natal dan selamat hari raya agama lain (hal. 78-85), boleh
menghadiri perayaan hari-hari besar agama lain (hal. 85-88),
bolehnya doa bersama antar pemeluk agama yang berbeda (hal. 89-
107), bolehnya wanita muslimah menikah dengan laki-laki kafir (hal.
153-165), bolehnya orang kafir mewarisi harta seorang muslim
(waris beda agama) (hal. 165-167), serta sejumlah kesesatan dan
kekufuran berfikir lainnya. Betapa para thaghut penulis buku
yang sesat ini memperjuangkan mati-matian teologi
pluralisme, ajaran mempersamakan semua agama, seolah
teologi ini tak dapat ditawar, sehingga syariat Islam yang
tidak toleran dengan teologi ini berusaha mereka kebiri.

Betapa tidak tolerannya buku sesat ini terhadap aqidah Islamiyyah


yang menetapkan kebenaran hanya pada agama Islam, sementara di
luar Islam adalah agama kekafiran. Betapa tidak tolerannya buku
buhul-buhul setan ini terhadap ketetapan syariat Islam, bahkan
berupaya memberangus dan membumihanguskan syariat Islam yang
diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebaliknya buku ini
sangat toleran kepada musuh-musuh Islam!!! Untuk menggiring
kaum muslimin agar menerima agama di luar Islam dan tidak
memandang Yahudi dan Nashrani sebagai musuh, mereka
mengatakan: “Segi persamaan yang sangat asasi antara semua kitab
suci adalah ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berbeda
dengan persoalan kaum musyrik yang pada zaman Nabi tinggal di
kota Makkah. Kepada mereka inilah dialamatkan firman Allah:
“Katakan (Muhammad): Aku tidak menyembah yang kamu sembah
dan kamu pun tidak menyembah yang aku sembah…” Ayat yang
sangat menegaskan perbedaan konsep “sesembahan” ini ditujukan
kepada kaum musyrik Quraisy dan bukan kepada ahli kitab.” (FLA,
hal. 55-56)

Demikianlah lolongan para thaghut tersebut, yang pada intinya ingin


menyatakan bahwa kebenaran tidak hanya pada Islam saja sehingga
YAPISTA Corporation 54
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

jangan merasa benar sendiri. Lolongan ini sebetulnya hanya


mengikuti dan melanjutkan pendahulunya, Harun Nasution, yang
telah lebih dulu menyatakan dengan lolongannya: “Mencoba melihat
kebenaran yang ada di agama lain.” (Harun Nasution, Islam Rasional
Gagasan dan Pemikiran, hal.275, Mizan, 1998). Sehingga perlu dan
wajib bagi kita untuk membungkam lolongan mulut kotor para
thaghut pluralis ini yang sudah memakan banyak korban akibat
mendengarkan lolongan mereka, dengan kita mendatangkan
kebenaran dari Islam berupa nash-nash yang di dalamnya
mengandung kebenaran dan hujjah.

Yahudi dan Nashrani Kafir Selama-lamanya

Adapun Yahudi dan Nashrani tidak kita sangsikan bahwa mereka


adalah orang-orang kafir sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala:

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata:


Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam, padahal Al-Masih
sendiri berkata: Wahai Bani Israil, beribadahlah kalian kepada
Tuhanku dan Tuhan kalian. Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka pasti Allah
mengharamkan surga kepadanya dan tempatnya ialah neraka. Dan
tidak ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolongpun.
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: Allah adalah
salah satu dari tuhan yang tiga (trinitas), padahal sekali-kali tidak
ada sesembahan yang berhak untuk disembah selain sesembahan
yang satu. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan
itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan
yang pedih.”

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang Yahudi:

“Dan orang-orang Yahudi berkata: Hati kami tertutup. Tetapi


sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran
mereka, maka sedikit sekali mereka yang mau beriman. Dan setelah
datang kepada mereka Al-Qur’an dari Allah yang membenarkan apa
yang ada pada mereka (yaitu berita dari Taurat akan datangnya
Rasul terakhir beserta ciri-cirinya), padahal sebelumnya mereka
biasa memohon kedatangan Nabi untuk mendapat kemenangan atas
orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang
mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah
lah atas orang-orang yang ingkar tersebut. Alangkah buruknya
perbuatan mereka yang menjual diri mereka sendiri dengan mereka
YAPISTA Corporation 55
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

mengkafiri apa yang telah diturunkan Allah karena dengki bahwa


Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya
di antara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka di
atas kemurkaan yang telah mereka dapatkan. Dan untuk orang-
orang kafir siksaan yang menghinakan. Apabila dikatakan kepada
mereka: Berimanlah kepada Al-Qur’an yang diturunkan Allah,
mereka berkata: Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan
kepada kami. Dan mereka kafir kepada Al-Qur’an yang diturunkan
sesudahnya, sedang Al-Qur’an adalah kitab yang haq, yang
membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: Mengapa
kalian dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kalian itu orang-
orang yang beriman?”

Demikian pula pernyataan Rasulullah Subhanahu wa Ta'ala


sebagaimana hadits yang telah disebutkan di atas beserta
penjelasannya.

Yahudi dan Nashrani memiliki kitab yang diturunkan dari langit (kitab
samawi), Taurat dan Injil, sehingga mereka digelari ahlul kitab. Akan
tetapi, karena mereka enggan beriman kepada Al-Qur’an dan enggan
tunduk kepada syariat yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam maka mereka kafir. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“Orang-orang kafir dari ahlul kitab dan musyrikin mengatakan bahwa


mereka tidak akan meninggalkan agama mereka sebelum datang
kepada mereka bukti yang nyata.” (Al-Bayyinah: 1)

Allah Subhanahu wa Ta'ala menegaskan kembali tentang kekafiran


ahlul kitab dan bahwa mereka itu adalah penghuni jahannam:

“Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahlul kitab dan musyrikin


tempat mereka adalah di dalam neraka jahannam, mereka kekal di
dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk.” (Al-Bayyinah: 6)

Adapun kitab mereka sendiri telah diubah-ubah dengan


tangan mereka3 dan hal ini menambah kekufuran mereka,
sehingga bagaimana mereka akan dapat beriman dengan keimanan
yang benar terhadap kitab yang diturunkan kepada mereka? Allah
Subhanahu wa Ta'ala menyatakan:

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-


Kitab dengan tangan mereka sendiri (karangan mereka) lalu mereka
katakan: Ini dari Allah, dengan maksud untuk memperoleh
YAPISTA Corporation 56
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan


besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan
mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat
dari apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah: 79)

Yahudi dan Nashrani adalah Orang-orang yang


Dimurkai Allah dan Disesatkan

Orang-orang Yahudi dinyatakan oleh Allah Subhanahu wa


Ta'ala sebagai Al-Maghdhubu ‘alaihim (yang dimurkai Allah)
dan Nashrani sebagai Adh-Dhallun (yang tersesat),
sebagaimana dinyatakan dalam ayat terakhir Surat Al-Fatihah:

“Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-


orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalannya
orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalannya orang-orang
yang sesat.” (Al-Fatihah: 6-7)

Diterangkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana


diriwayatkan dari sahabat ‘Adi ibnu Hatim4 radhiallahu 'anhu di
dalam hadits yang panjang, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:

“Sesungguhnya Yahudi itu adalah yang dimurkai dan Nashara adalah


orang-orang yang disesatkan.”

Imam ahli tafsir dan ahli hadits, Ibnu Abi Hatim, berkata: “Saya tidak
mendapatkan perselisihan di antara ahli tafsir bahwasanya al-
maghdhub ‘alaihim (di dalam ayat itu) adalah Yahudi dan adh-
dhallun adalah Nashara, dan yang mempersaksikan perkataan para
imam tersebut adalah hadits ‘Adi bin Hatim.” (Tafsir Ibnu Katsir,
1/40)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Kekafiran Yahudi pada


prinsipnya karena mereka tidak mengamalkan ilmu mereka. Mereka
mengetahui kebenaran namun tidak mengikutinya, baik dalam
ucapan atau perbuatan, ataupun sekaligus dalam ucapan dan
perbuatan. Sementara kekafiran Nashrani dari sisi amalan mereka
yang tidak didasari ilmu, sehingga mereka bersungguh-sungguh
melaksanakan berbagai macam ibadah tanpa didasari syariat dari
Allah, serta berbicara tentang Allah tanpa didasari ilmu.” (Iqtidha
Ash-Shirathil Mustaqim, hal.23, Darul Anshar 1423 H). Lihat pula
keterangan dan pendalilan beliau yang lebih panjang mengenai
YAPISTA Corporation 57
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

dimurkainya Yahudi dan disesatkannya Nashrani dalam kitab


tersebut (hal. 22-24).

Demikian sesungguhnya keadaan Yahudi dan Nashrani, sehingga


setiap kali shalat kaum muslimin meminta perlindungan dari
mengikuti jalan keduanya (jalannya Yahudi dan Nashrani) ketika
mereka membaca ayat di dalam surat Al-Fatihah tersebut.

Yahudi dan Nashrani adalah Kaum yang Terlaknat

Yahudi dan Nashrani telah dikafirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala


dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Demikian juga Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya melaknat mereka. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“Allah telah melaknat orang-orang kafir dari kalangan Bani Israil.”

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Laknat Allah atas kaum Yahudi dan Nashrani.” (HR. Al-Bukhari no.
435 dan Muslim no. 531)

Dengan penjelasan di atas, bahwa Yahudi dan Nashrani adalah kaum


yang kafir, dimurkai dan terlaknat, dapatkah agama Islam
disamakan dengan agama Yahudi dan Nashrani, terlebih lagi dengan
agama selain keduanya yang tidak memiliki kitab samawi (kitab dari
langit)? Dan jelas agama Islam tidak boleh dibangun di atas
teologi inklusif, bahkan harus dibangun di atas keyakinan
eksklusif bahwa hanya Islam agama yang benar, adapun
selainnya adalah salah!

Surat Al-Kafirun Tidak Ditujukan kepada Musyrikin Arab


Semata

Mereka mengatakan bahwa isi surat Al-Kafirun hanya ditujukan


kepada orang-orang musyrik, bukan kepada ahlul kitab. Demikianlah
yang mereka inginkan agar bisa mengeluarkan ahlul kitab dari vonis
kafir, sementara ulama dari kalangan ahli tafsir tidak ada yang
mengatakan seperti ucapan mereka. Lalu dari mana mereka
mendapatkan dalil dengan ucapan mereka tersebut? Surat Al-Kafirun
tidak membatasi bahwa kekufuran hanya ditujukan kepada musyrikin
Arab. Bahkan Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Firman

YAPISTA Corporation 58
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Allah “Katakanlah (Ya Muhammad) wahai orang-orang kafir…”, ini


mencakup seluruh orang kafir di muka bumi, walaupun sasaran
pembicaraan dalam ayat ini adalah orang-orang kafir Quraisy.”
(Tafsir Ibnu Katsir, 8/397)

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah mengatakan di dalam kitab Shahih


beliau mengatakan ayat lakum dinukum adalah kekufuran dan ayat
waliya din adalah Islam (Shahih Al-Bukhari bersama penjelasannya
Fathul Bari, 8/902, Darul Hadits, 1419 H). Al-Imam Asy-Syafi’i
mengatakan: “Kekufuran itu agama yang satu.” (Tafsir Ibnu Katsir,
8/398). Demikian pula pandangan Al-Imam Ahmad, Abu Hanifah dan
Dawud. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Lil Imam Al-Qurthubi, 2/65,
Darul Kutubil ‘Ilmiyah, 1413 H)

Yahudi dan Nashrani Selamanya Tidak akan Ridha


kepada Islam

Demikianlah makna dzahir yang ada pada ayat 120 surat Al-
Baqarah. Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha selama-lamanya
terhadap Islam. Inilah yang Allah katakan tentang mereka tanpa ada
perkecualian.

Al-Imam Ath-Thabari tberkata ketika menafsirkan ayat tersebut:


“Wahai Muhammad, orang Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha
kepadamu selama-lamanya, karena itu tinggalkanlah upaya untuk
mencari keridhaan dan kesepakatan mereka. Sebaliknya
hadapkanlah dirimu sepenuhnya untuk mencari keridhaan Allah di
dalam mendakwahi mereka kepada kebenaran yang engkau diutus
karenanya. Sesungguhnya apa yang engkau dakwahkan tersebut,
sungguh merupakan jalan menuju persatuan (ijtima’) denganmu di
atas kedekatan hati dan agama yang lurus. Tidak ada jalan bagimu
untuk mencari keridhaan mereka dengan mengikuti agama mereka,
karena agama Yahudi bertentangan dengan agama Nashrani,
demikian pula sebaliknya, dan tidak mungkin kedua agama ini bisa
bersatu dalam individu manusia pada satu keadaan. Yahudi dan
Nashrani tidak mungkin bersatu untuk meridhaimu kecuali bila
engkau bisa menjadi seorang Yahudi sekaligus Nashrani, akan tetapi
tidak mungkin hal ini terjadi padamu selama-lamanya, karena
engkau adalah individu yang satu dan tidak mungkin terkumpul
padamu dua agama yang saling berlawanan dalam satu keadaan.
Dengan demikian, bila tidak ada jalan yang memungkinkan untuk
mengumpulkan kedua agama itu padamu dalam satu waktu, maka
tidak ada jalan bagimu untuk mencari keridhaan kedua golongan
tersebut. Bila demikian keadaannya, maka berpeganglah engkau
YAPISTA Corporation 59
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

dengan petiunjuk Allah yang dengannya ada jalan untuk menyatukan


manusia.” (Jamiul Bayan ‘an Ta’wil Ayi Al-Qur’an, Lil Imam Ath-
Thabari, hal. 1/517, Darul Fikr, 1405 H).

Adapun penyimpulan bahwa ini adalah pengkhususan bagi Yahudi


dan Nashrani pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
perlu mendatangkan dalil khusus dari Kitabullah dan As Sunnah yang
menyatakan hal itu. Sementara kita ketahui, Yahudi dan
Nashrani pada zaman sekarang jauh lebih jelek daripada
Yahudi dan Nashrani pada zaman Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, karena penyimpangan mereka pada masa
itu lebih sedikit dibandingkan pada hari ini, mereka semakin
jauh dan semakin menyimpang dari agama mereka. Lihat
perubahan dan penyimpangan yang mereka lakukan terhadap kitab
mereka yang menjadi sebab jauhnya mereka dari kebenaran dalam
Mukhtashar Kitab Idzharul Haq, oleh Al-Imam Syaikh Rahmatullah
ibn Khalilir Rahman Al-Hindi yang diringkas oleh Dr. Muhammad Al-
Malkawi, diterbitkan oleh Wazaratus Syu’unil Islamiyyah Al-
Mamlakah Al-‘Arabiyyah As-Su’udiyyah, 1416 H .

Di samping itu, anggapan bahwa Yahudi dan Nashrani tidak diperangi


karena mereka ahlul kitab dan yang diperangi adalah agama
kekufuran yang lain adalah jelas anggapan yang salah dan batil.
Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan jelas menyatakan:

“Perangilah orang-orang yang tidak mau beriman kepada Allah dan


hari akhir dan tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh
Allah dan Rasul-Nya serta tidak beragama dengan agama yang
benar, dari kalangan ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani).” (At-Taubah:
29)

Hilangnya Al-Wala wal Bara

Dianutnya teologi pluralis inklusif oleh sebagian orang disebabkan


tidak adanya Al-Wala dan Al-Bara pada diri mereka. Al-Wala adalah
memberikan loyalitas, kecintaan dan persahabatan,
sedangkan Al-Bara adalah lawannya yaitu menjauhi,
menyelisihi, membenci dan memusuhi.

Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan rahimahullah (seorang


ulama besar terkemuka, anggota Majlis Kibarul ‘Ulama, juga Komite
Tetap Kajian Ilmiah dan Pemberian Fatwa Kerajaan Saudi Arabia)
berkata: “Termasuk pokok aqidah Islamiyyah yang wajib bagi setiap

YAPISTA Corporation 60
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

muslim untuk menganutnya adalah berwala dengan sesama muslim


dan bara (memusuhi) musuh-musuh Islam. Ia mencintai dan
berloyalitas dengan orang yang bertauhid dan mengikhlaskan agama
untuk Allah dan sebaliknya membenci dan memusuhi orang yang
berbuat syirik. Yang demikian ini merupakan millahnya (jalan) Nabi
Ibrahim 'alaihissalam dan orang-orang yang mengikuti beliau,
sementara kita diperintah untuk mencontoh Nabi Ibrahim
'alaihissalam sebagaimana Allah berfirman:

“Sungguh telah ada bagi kalian contoh teladan yang baik pada diri
Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya kerika mereka
mengatakan kepada kaum mereka (yang kafir musyrik):
Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian
sembah selain Allah. Kami mengingkari kalian dan telah tampak
permusuhan dan kebencian antara kami dan kalian selama-lamanya
sampai kalian mau beriman kepada Allah saja.” (Al-Mumtahanah: 4)

Memiliki sikap Al-Wala dan Al-Bara merupakan agama Muhammad


Shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan


Yahudi dan Nashrani sebagai kekasih-kekasih (teman dekat), karena
sebagian mereka adalah kekasih bagi sebagian yang lainnya. Dan
siapa di antara kalian yang berwala dengan mereka maka ia
termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah: 51)

Ayat di atas menyebutkan keharaman untuk berwala dengan ahlul


kitab secara khusus, sementara keharaman berwala dengan orang
kafir secara umum, Allah nyatakan dalam firman-Nya:

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian menjadikan


musuh-musuh-Ku dan musuh kalian sebagai kekasih, penolong dan
teman dekat.” (Al-Mumtahanah: 1)

Bahkan Allah mengharamkan seorang mukmin untuk berwala dengan


orang-orang kafir walaupun orang kafir itu adalah kerabatnya yang
paling dekat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian menjadikan


bapak-bapak kalian dan saudara-saudara kalian sebagai kekasih
apabila mereka lebih mencintai kekufuran daripada keimanan, dan

YAPISTA Corporation 61
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

siapa di antara kalian yang berwala kepada mereka maka mereka itu
adalah orang-orang dzalim.” (At-Taubah: 23)

“Engkau (wahai Nabi) tidak akan mendapati orang-orang yang


beriman kepada Allah dan hari akhir saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya walaupun orang
tersebut adalah bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau
saudara-saudara mereka atau karib kerabat mereka.” (Al-Mujadalah:
22)

Beliau melanjutkan: “Sungguh (kita dapati pada hari ini)


kebanyakan manusia jahil/bodoh terhadap pokok yang agung
ini, sampai-sampai aku mendengar dari sebagian orang yang
dikatakan berilmu dan melakukan dakwah dalam satu siaran
berbahasa Arab, ia berkata tentang Nashrani bahwa mereka
adalah saudara kita. Sungguh betapa jelek dan bahayanya
kalimat ini!”

Sebagaimana Allah mengharamkan berwala dengan orang-orang


kafir musuh aqidah Islamiyyah, sebaliknya Allah mewajibkan kita
untuk berwala dan mencintai kaum mukminin. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:

“Hanyalah wali (kekasih/penolong) kalian adalah Allah, Rasul-Nya


dan orang-orang yang beriman yang mereka menegakkan shalat,
menunaikan zakat dan mereka ruku kepada Allah. Barangsiapa yang
berwala kepada Allah, rasul-Nya dan orang-orang beriman maka
sesungguhnya tentara Allah itulah yang menang.” (Al-Maidah: 55)

“Muhammad adalah Rasulullah dan orang-orang yang bersama beliau


amat keras terhadap orang –orang kafir dan saling berkasih sayang
di antara sesama mereka.” (Al-Fath: 29)

“Hanyalah orang-orang mukmin itu bersaudara.” (Al-Wala wal Bara


fil Islam, hal. 3-6, Darul Wathan, 1411 H)

Karena tidak adanya sikap Al-Wala dan Al-Bara yang tepat, mereka
bergaul bebas dengan kaum kafirin, para orientalis misionaris Barat
bahkan mereka bangga ketika mereka dapat menimba ilmu di negeri
Barat yang notabene kafir! (Asyiknya Belajar Islam di Barat,
wawancara bersama Luthfi Assyaukanie, www.islamlib.com,
8/3/2004). Semoga Allah melindungi kita dan kaum muslimin secara

YAPISTA Corporation 62
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

umum dari makar yang dilakukan oleh para thaghut kaki tangan iblis
ini.

Wallahul musta’an.

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Yayasan Wakaf Paramadina dengan bukunya Fiqih Lintas Agama,


Jaringan Islam Liberal dan seluruh penyeru pluralitas agama yang
tergabung dalam organisasi, LSM, atau individu, mereka adalah para
Thaghut Pluralis dan Inklusif antek-antek Zionis Salibis.

Thaghut adalah segala sesuatu yang diikuti, ditaati ataupun dibadahi


secara berlebihan dan melampaui batas. (Al-Ushuluts Tsalatsah, hal.
15, Darul Wathan 1414 H)

Pluralisme adalah pemahaman yang memandang semua agama


sama meskipun dengan jalan yang berbeda namun menuju satu
tujuan: Yang Absolut, Yang terakhir, Yang Riil. Inklusivisme adalah
pemahaman yang mengakui bahwa dalam agama-agama lain
terdapat juga suatu tingkat kebenaran (demikian keterangan mereka
dalam Fiqih Lintas Agama, hal. 65, Paramadina, Juni 2004).

2 Umat yang ada di zaman beliau dan setelah zaman beliau sampai
hari kiamat (Syarah Shahih Muslim lin Nawawi, 2/188)

3 Lihat beberapa bentuk perubahan dan penyimpangan yang mereka


lakukan dalam Mukhtashar Kitab Idzharul Haq oleh Al-Imam Asy-
Syaikh Rahmatullah ibn Khalilir Rahman Al-Hindi yang diringkas oleh
Dr. Muhammad Al-Malkawi, Wazaratus Syu’unil Islamiyyah
Mamlakah Al-‘Arabiyyah Su’udiyyah, 1416 H.

4 Diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dalam Sunan-nya no. 4029


dan dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani dalam Shahihul Jami’
no.8202 dan dalam komentar beliau terhadap Syarah Al-’Aqidah Ath-
Thahawiyah no .811

 Penulis : Al Ustadz Abu Ishaq Muslim Al Atsari

YAPISTA Corporation 63
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Gender Equality versi Aminah Wadud 


Satu lagi kejutan konyol dari kalangan Islam Liberal. Kali ini
dilakukan Aminah Wadud, . Hari Jumat, 18 Maret 2005 lalu, dia
menobatkan diri sebagai imam shalat Jum’at yang dilakukan di
Gereja Katedral St. John Manhattan, New York. Diikuti sekitar
seratus makmum laki-laki dan perempuan yang berjajar sejajar dan
campur baur. Adzan pun dikumandangkan dengan merdu oleh
seorang wanita tak berjilbab.

Kontan, tindakan wts (baca: waton suloyo=asal beda) itu mendapat


kecaman keras dari para ulama dan umat Islam sedunia. Bahkan
sebuah media di Mesir menyebut Wadud sebagai ‘wanita sakit jiwa.’
Pun begitu, tidak sedikit yang merespon baik. Bahkan, begitu melihat
berita tersebut, seorang dosen salah satu perguruan tinggi Islam di
Indonesia meminta istrinya untuk mengimaminya shalat wajib di
rumah.

Kenylenehan itu bukan yang pertama dalam komunitas mereka, dan


statemen berikutnya yang lebih konyol tinggal menunggu waktu.
Motto yang jadi pedoman mereka, ‘bul zam-zam fatu’raf’, kencingilah
zam-zam, niscaya kamu akan terkenal.

Memperjuangkan ‘Gender Equality’


Tak perlu kita bahas tinjauan fikihnya karena telah jelas dalilnya.
Tak seorang pun ulama sependapat dengan tata cara baru itu.
Masalahnya, Aminah Wadud yang dosen pengkajian Islam itu lebih
yakin akan kebenaran teori gender equality (kesetaraan gender)
sekuler dari pada aturan dari Allah Yang Maha Tahu lagi Maha Bijak.

Konsep itu menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan


dalam segala bidang. Termasuk urusan ibadah yang tata caranya
sudah ‘paket’ dari Allah dan Rasul-Nya. Kalau laki-laki boleh jadi
presiden, mengapa wanita tidak? Kalau laki-laki bisa menjadi imam
bagi kaum wanita, mengapa tidak sebaliknya? Begitu seterusnya.

Bisa jadi sebagai konsekuensi penalaran itu akhirnya Wadud


bersuamikan empat, sebab jika laki-laki boleh beristri empat,
mengapa wanita tidak?
Teori ini merupakan skenario yang dirancang untuk menghapus
syariat Islam secara total. Karena –dengan kemahaadilan dan
keemahabijakan Allah- Islam telah menggariskan aturan main yang
khusus bagi kaum laki-laki atau perempuan, di samping ada pula di
antaranya yang sama persis.
YAPISTA Corporation 64
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Hasadan ‘Inda Anfusihim


Di samping persoalan wawasan dan pola pikir, tindakan Wadud dan
kroni-kroninya juga dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Mereka
semacam memiliki dendam dan hasad kepada kaum laki-laki,
atau bahkan kepada aturan Islam yang dianggapnya telah berlaku
diskriminatif terhadap kaum Hawa. Dan memang, faktor utama
orang-orang kafir menolak Islam adalah hasadan ‘inda anfusihim’,
kedengkian di hati mereka, meskipun mereka tahu bahwa Islamlah
yang terbaik. Allah berfirman:
“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat
mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman,
karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata
bagi mereka kebenaran.” (QS. al-Baqarah: 109)

Kedengkian mereka sangat tampak dari masih sepihaknya aspek


yang diperjuangkan. Yakni dalam perkara yang menurut mereka
menguntungkan kaum hawa. Jika mereka konsekuen menyuarakan
kesetaraan gender, mengapa mereka tidak menuntut agar wanita
yang haidh tetap diperbolehkan puasa dan shalat? Mengapa mereka
tidak menuntut pencabutan hak cuti bagi wanita hamil? Atau sekali-
kali mereka mengkampanyekan kaum istri jadi kondektur, tukang
becak atau mencangkul di sawah, biarlah suami yang menimang
bayinya di rumah.

Hanya Berorientasi Dunia


Konsep ‘Gender Equality’ hanya melihat dimensi duniawi, nihil
dari dimensi ilahiyah dan ukhrawiyah. Posisi dan lapangan
duniawi seperti jabatan presiden, direktur, pegawai menjadi tolok
ukur tinggi rendahnya martabat wanita. Sedangkan Islam
mendudukkan orang yang paling bertakwa sebagai pemilik martabat
tertinggi, baik laki-laki maupun wanita, meskipun dia seorang wanita
yang miskin dan buruk rupa. Maka anugerah jannah diberikan Allah
bukan berdasarkan status sosialnya di dunia, tetapi karena iman dan
amal shalihnya. Allah berfirman,

“Dan barangsiapa mengerjakan amal yang shalih baik laki-laki


maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka
mereka akan masuk jannah.” (QS. al-Mukmin: 40)

Ini juga tidak mengandung pengertian bahwa Islam memuliakan


wanita di akhirat namun menindasnya di dunia. Allah Yang Mahaadil
memberikan porsi tugas dan kewenangan bagi wanita sesuai dengan
perangkat dan fitrah yang sesuai dengan tugas tersebut. Akal sehat
bisa meraba adanya perbedaan yang ketara antara laki-laki dan
YAPISTA Corporation 65
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

wanita, baik secara fisiologis maupun psikologis. Wajar jika


perbedaan itu membawa konsekuensi perbedaan tugas dan
wewenang antara keduanya.

Wadud Versus Asma’


Sebagai penutup, penulis suguhkan sebuah kisah yang bisa
membuka mata hati dan akal kita, betapa jauh perbedaan generasi
shahabiyat dengan Wadud cs dalam menuntut persamaan hak laki-
laki dan wanita.
Suatu ketika Asma’ binti Yazid bin Sakan menghadap Rasulullah dan
berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah utusan para
wanita yang berada di belakangku, mereka sepakat dengan apa yang
aku katakan dan sependapat dengan pendapatku. Sesungguhnya
Allah Ta’ala mengutus Anda kepada laki-laki dan juga wanita. Kami
pun beriman dan mengikuti Anda. Sedangkan kami para wanita
terbatas gerak-geriknya, kami mengurus rumah tangga dan menjadi
tempat menumpahkan syahwat bagi suami-suami kami, kamilah
yang mengandung anak-anak mereka. Namun Allah memberikan
keutamaan kepada kaum laki-laki dengan shalat jamaah, mengantar
jenazah, dan berjihad. Jika mereka keluar untuk berjihad, kamilah
yang menjaga hartanya dan memelihara anak-anaknya, maka
apakah kami medapatkah pahala sebagaimana yang mereka
dapatkan?”
Mendengar tuntutan Asma’ tersebut, Nabi menoleh kepada para
sahabat seraya bersabda, “Pernahkah kalian mendengar pertanyaan
seorang wanita tentang agamanya yang lebih bagus dari pertanyan
ini?” Kemudian beliau bersabda, “Pergilah wahai Asma’ dan
beritahukan kepada para wanita di belakangmu bahwa perlakuan
baik kalian terhadap suami dan upaya kalian mendapat ridha darinya
serta ketaatan kalian kepadanya, berpahala sama dengan apa yang
engkau sebutkan tadi.” Wallahu a’lam (Ustadz Abu Umar
Abdillah)

Melihat Wajah Barat dan 'Copy-paste' nya?

Oleh : Erros Jafar 06 Jul, 05 - 12:40 am

YAPISTA Corporation 66
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Wajah asli peradaban Barat merupakan ramuan dari unsur-unsur


Yunani Kuno, Kristen, dan tradisi paganisme Eropa. Meski Barat
telah sekular-liberal, sentimen keagamaan Kristen terus mewarnai.

Ada buku menarik yang perlu anda baca minggu-minggu ini. Buku itu
berjudul, "Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke
Dominasi Liberalisme-Sekularisme", karya saudara Adian
Husaini. Setidaknya, ini adalah buku penting yang bisa anda jadikan
pegangan untuk melihat wajah asli Barat beserta 'copy-paste' nya
sekarang ini.

Sebagaimana bisa disimak dalam buku ini, peradaban Barat sejatinya


merupakan ramuan dari unsur-unsur Yunani Kuno, Kristen, dan
tradisi paganisme Eropa.

Meskipun Barat telah menjadi sekular-liberal, namun sentimen-


sentimen keagamaan Kristen terus mewarnai kehidupan mereka.
Jika dalam masa kolonialisme klasik mereka mengusung jargon
“Gold, Gospel, dan Glory”, maka di era modern, dalam beberapa
hal, semboyan itu tidak berubah.

Jika dianalisis secara mendalam, serbuan AS terhadap Irak tahun


2003 dan dukungannya yang terus-menerus terhadap Israel, juga
tidak terlepas dari unsur “Gold, Gospel, dan Glory”.

Meskipun berbeda dalam banyak hal, unsur-unsur Barat sekular-


liberal kadang bisa bertemu dengan kepentingan “misi Kristen”, atau
“sentimen Kristen.”

Di masa klasik dulu, seorang misonaris legendaris Henry Martyn,


menyatakan, “Saya datang menemui umat Islam, tidak dengan
senjata tapi dengan kata-kata, tidak dengan pasukan tapi dengan
akal sehat, tidak dengan kebencian tapi dengan cinta.” Ia
berpendapat, bahwa Perang Salib telah gagal.

Karena itu, untuk “menaklukkan” dunia Islam, dia mengajukan


resep: gunakan “kata, logika, dan cinta”. Bukan kekuatan senjata
atau kekerasan. Misionaris lainnya, Raymond Lull, juga menyatakan
hal senada, “Kulihat banyak ksatria pergi ke Tanah Suci di seberang
lautan; dan
kupikir mereka akan merebutnya dengan kekuatan senjata; tapi
akhirnya semua hancur sebelum mereka mendapatkan apa yang
tadinya ingin mereka rebut.”

YAPISTA Corporation 67
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Menurut Eugene Stock, mantan sekretaris editor di “Church


Missionary Society”, tidak ada figur yang lebih heroik dalam sejarah
Kristen dibandingkan Raymond Lull. Lull, kata Stock, adalah
“misionaris pertama bahkan terhebat bagi kaum Mohammedans”.

Itulah resep Lull, Islam tidak dapat ditaklukkan dengan “darah dan
air mata”, tetapi dengan “cinta kasih” dan doa.

Bagi para misionaris Kristen ini, mengkristenkan kaum Muslim adalah


satu keharusan. Jika tidak, maka dunia pun akan diislamkan. Dalam
laporan tentang “Centenary Conference on the Protestant Missions of
the World” di London tahun 1888, tercatat ucapan Dr. George F.
Post, “Kita harus menghadapi Pan-Islamisme dengan Pan-
Evangelisme. Ini pertarungan hidup dan mati.”

Selanjutnya, dia berpidato: “..kita harus masuk ke Arabia; kita


harus masuk ke Sudan; kita harus masuk ke Asia Tengah; dan
kita harus meng-Kristenkan orang-orang ini atau mereka
akan berbaris melewati gurun-gurun pasir mereka, dan
mereka akan mereka akan menyapu seperti api yang melahap
ke-Kristenan kita dan menghancurkannya.

Ringkasnya, misionaris ini menyatakan: Kristenkan orang


Islam, atau mereka akan mengganyang Kristen!”

Kekuatan “kata” yang dipadu dengan “kasih” seperti yang


diungkapkan Henry Martyn perlu mendapat catatan serius. Konon,
“orang Jawa” – sebagaimana huruf Jawa -- akan mati jika
“dipangku”.

Jika seseorang dibantu, dibiayai, diberi perhatian yang besar (kasih),


maka hatinya akan luluh. Pendapatnya bisa goyah. Bisa, tapi tidak
selalu.

Simaklah kasus Ahmad Wahib dan Nurcholish Madjid, bagaimana


pemikiran dan keyakinan mereka berubah. Simaklah, sebagaimana
dipaparkan dalam buku ini, bagaimana kekuatan ide “freedom” dan
“liberalisme” mampu menggulung sebuah imperium besar bernama
Turki Utsmani.

Ketika kaum Muslim tidak lagi memahami Islam dengan baik, tidak
meyakini Islam, dan menderita penyakit mental minder terhadap
peradaban Barat, maka yang terjadi kemudian adalah upaya imitasi
terhadap apa saja yang dikaguminya. Abdullah Cevdet, seorang
tokoh Gerakan Turki Muda menyatakan, “Yang ada hanya satu
YAPISTA Corporation 68
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

peradaban, dan itu adalah peradaban Eropa.

Karena itu, kita harus meminjam peradaban Barat, baik bunga


mawarnya mau pun durinya sekaligus.”

Sekularisme dan liberalisme di Barat telah memukau banyak umat


manusia. Gerakan pembebasan (Liberation movement) di berbagai
dunia mendapat inspirasi kuat dari dua peristiwa besar, yaitu
“Revolusi Perancis” dan “kemerdekaan AS”. A New Encyclopedia of
Freemasonry (1996), mencatat bahwa George Washington, Thomas
Jefferson, John Hancock, Benjamin Franklin adalah para aktivis Free
Masonry.

Begitu juga tokoh gerakan pembebasan Amerika Latin Simon Bolivar


dan Jose Rigal di Filipina. Ide pokok Freemasonry adalah “Liberty,
Equality, and Fraternity”.

Di bawah jargon inilah, jutaan orang “tertarik” untuk melakukan apa


yang disebut sebagai “kemerdekaan abadi semua bangsa dari tirani
politik dan agama”. Dalam Revolusi Perancis, jargon Freemasonry itu
juga menjadi jargon resmi.

Dalam konteks Utsmani ketika itu, Sultan Abdulhamid II diposisikan


sebagai “kekuatan tiran”. Dalam konteks gerakan pembebasan
pemikiran, tampaknya, yang diposisikan sebagai “ecclesiastical
tyranny” adalah “teks-teks Al-Quran dan Sunnah”, juga khazanah-
khazanah Islam klasik karya para ulama Islam terkemuka.

Perlu ditelusuri lebih jauh, seberapa jauh hubungan antara gerakan


liberal dalam konteks pemikiran Islam dengan gerakan Freemasonry.
Rene Guenon, guru dari Frithjof Schuon, (pelopor gagasan
pluralisme), misalnya, adalah aktivis Freemasonry.

Adakah misalnya pengaruh aktivitas Afghani di Freemasonry dengan


pemikiran Abduh atau tafsir al-Manarnya Rasyid Ridla? Masih perlu
diteliti. Yang jelas, jargon-jargon pembebasan dari “teks”,
dekonstruksi tafsir Quran (lalu menggantinya dengan metode
hermenuetika yang banyak digunakan dalam tradisi Bible), dan
sebagainya, cukup sering terungkap.

Kekuatan “kata” dan “kasih” terbukti ampuh dalam sejarah dalam


menggulung kekuatan-kekuatan Islam, yang biasanya disimbolkan
dengan ungkapan-ungkapan tidak simpatik, seperti “ortodoks”,
“beku”, dan “berorientasi masa lalu”, “emosional”.

YAPISTA Corporation 69
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Sejarah menunjukkan, kolaborasi cendekiawan Turki, Kristen Eropa,


dan Zionis Yahudi berhasil menggulung Turki Utsmani. Ironisnya, dua
dari empat orang yang menyerahkan surat pemecatan Sultan
Abdulhamid II pada 1909, adalah non-Muslim. Salah satunya,
Emmanuel Karasu (tokoh Yahudi).

Pada zaman kelahiran kembali (Renaissance) Barat dan zaman


Reformasi (Reformation) Barat, pencitraan buruk terus berlanjut.
Marlowes Tamburlaine menuduh al-Quran sebagai “karya setan”.
Martin Luther menganggap Muhammad sebagai orang jahat dan
mengutuknya sebagai anak setan.

Pada zaman Pencerahan Barat, Voltaire menganggap Muhammad


sebagai fanatik, ekstremis, dan pendusta yang paling canggih.
Biografi Rasulullah Saw beserta al-Quran terus menjadi target.
Snouck Hurgronje mengatakan: "Pada zaman skeptik kita ini, sangat
sedikit sekali yang di atas kritik, dan suatu hari nanti kita mungkin
mengharapkan untuk mendengar bahwa Muhammad tidak pernah
ada.”

Harapan Hurgronje ini selanjutnya terealisasikan dalam pemikiran


Klimovich, yang menulis sebuah artikel diterbitkan pada tahun 1930
dengan berjudul "Did Muhammad Exist?" Dalam artikel tersebut,
Klimovich menyimpulkan bahwa semua sumber informasi tentang
kehidupan Muhammad adalah buatan belaka. Muhammad adalah
“fiksi yang wajib” karena selalu ada asumsi “setiap agama harus
mempunyai pendiri”. Sikap para orientalis seperti itu tidak bisa
disederhanakan kategorisasinya menjadi orientalis klasik yang
berbeda dengan orientalis kontemporer.

Orientalis kontemporer tetap mengusung gagasan orientalis klasik


sekalipun dengan kadar, cara dan strategi yang berbeda. Intinya
sama saja yaitu mengingkari kenabian Muhammad dan kebenaran
al-Quran.

Penolakan seperti itu adalah loci communes (common places) dalam


pemikiran para orientalis. Ini bisa dimengerti karena eksistensi
agama mereka tergugat dengan munculnya Islam. Karena hal ini
juga, wajar jika kajian mereka kepada Rasulullah Saw dan al-Quran
tidak dibangun dari keimanan, sebagaimana sikap seorang Muslim.

Para orientalis yang mengkaji bidang teologi dan filsafat Islam sejak
D.B. MacDonald, Alfred
Gullimaune, Montgomery Watt, atau sebelumnya hingga Majid
Fakhry, Henry Corbin, Michael Frank, Richard J. McCarthy, Harry A.
YAPISTA Corporation 70
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Wolfson, Shlomo Pines, dan lain-lain mempunyai framework yang


hampir sama.

Di antara asumsi yang umum mereka pegang erat-erat adalah


bahwa filsafat, sains, dan hal-hal yang rasional tidak ada akarnya
dalam Islam. Islam hanyalah "carbon copy" dari pemikiran Yunani.

Padahal diskursus filsafat di Ionia tidak ada apa-apanya


dibandingkan wacana yang bersifat metafisis pada awal tradisi
pemikiran Islam yang berkembang di zaman Nabi dan sahabat.
Artinya para orientalis tidak mau mengakui bahwa pandangan hidup
Islam adalah unsur utama berkembangnya peradaban Islam.

Buku ini merupakan salah satu karya terbaik Adian Husaini. Studi
Doktornya di ISTAC-IIUM, makin menambah kedalaman pemikiran
Adian dalam membedah “kulit dan jeroan” Peradaban Barat. Tidak
heran, bila buku dengan cover berwajah klasik ini, sarat dengan
referensi-referensi ilmiah baik karya ilmuwan klasik maupun
kontemporer.

Karena itu buku ini sangat layak dijadikan referensi dalam


meneropong tingkah laku kebijakan dan politik Barat di dunia saat
ini. Sehingga kita tidak terperosok jauh mengambil dan memuja
Barat dalam segala hal.

Pemikiran Barat tentu tidak semuanya kita tolak mentah-mentah.


Ada hal-hal yang baik, misalnya dalam hal sains dan teknologi, yang
bisa kita ambil dari Barat.

Akhirnya kita ingat kata-kata Sayid Qutb adopsi pemikiran : "Dalam


bidang ekonomi, seseorang tidak boleh memaksakan diri berutang
sebelum ia meninjau terlebih dahulu kekayaan yang dimilikinya,
masih cukupkah atau memang tidak mencukupi. Demikian pula
halnya dengan negara, suatu negara tidak boleh mengimpor barang
dari negara lain sebelum ia meninjau kekayaan yang dimilikinya, dan
juga kemampuan yang ada padanya…

Becermin dari hal ini, kita bisa bertanya, 'Tidakkah kekayaan jiwa,
kekayaan pemikiran, dan kekayaan hati itu bisa dibangun,
sebagaimana halnya dengan kekayaan material yang ada pada diri
manusia?'

Pasti dapat! Apalagi kita yang berada di Mesir, dan yang berada di
negara-negara Islam. Kekayaan dan modal semangat serta konsep
kita belum akan ambruk sepanjang kita tidak berpikir untuk
YAPISTA Corporation 71
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

mengimpor prinsip-prinsip dan ideologi, serta meminjam sistem dan


aturan dari negara-negara di balik awan dan di seberang lautan."

Walhasil, pembahasan Barat oleh Adian dalam buku ini cukup


lengkap, mulai dari siapa yang disebut Barat, pandangan Barat
terhadap agama, perselingkuhan Barat dengan zionisme, pandangan
Barat terhadap Islam-fundamenlisme--terorisme, benturan
peradaban, invasi Barat dalam pemikiran Islam dan the end of the
West. (ghazali nahdia izzadina/Hidayatullah).

RESENSI

Dari Peluncuran Buku 'Wajah Peradaban Barat': Invansi Barat


Hancurkan Peradaban Islam

Setelah sekian lama Barat mencampakkan agama (Kristen-Katholik)


jauh dari percaturan kehidupan (politik, sosial, budaya dan
sebagainya), akhir-akhir ini Barat mulai 'sadar' atas kekeliruannya
memeluk sekularisme dan liberalisme sebagai pedoman hidup
mereka.

Menurut peneliti sosiologi politik Lembaga Ilmu Pengetahuan


Indonesia (LIPI) Dr. Yudi Latif, arus balik ini ditandai dengan lahirnya
gerakan-gerakan neofundamentalis dan neokonservatif di negara-
negara Barat, seperi Jerman, Prancis, Belanda. Bahkan gejala ini
juga marak di jantung peradaban Barat, Amerika Serikat (AS).

"Ada arus balik di Barat. Di AS ada trend desekularisasi. Mereka ingin


kembali ke gereja," ujar Yudi saat menjadi pembahas peluncuran
buku karya kandidat doktor program Islamic Civilazation di
International Institute of Islamic Thought and Civilization
International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM) Adian Husaini
yang berjudul "Wajah Peradaban Barat", di Istora Senayan, Jakarta,
Jum'at (1/7).

Tanda-tanda desekularisasi itu juga dapat dikenali dengan


kemenangan-kemenangan partai-partai berbasis agama. Partai
Kristen hampir menguasai negara-negara Eropa yang punya
pengaruh kuat di Barat maupun di dunia internasional, sebut saja
misalnya, Perancis, Jerman dan Italia.

YAPISTA Corporation 72
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Padahal, lanjut Pembantu Rektor III Universitas Paramadina itu,


sejak abad XVIII sampai awal abad XXI, Barat dalam kungkungan
hegemoni sekularisme dan liberalisme. Pada masa inilah Barat
mengklaim diri sebagai sumber kehormatan dan kemajuan.

Dan pada saat itu pula umat Islam dipecah-pecah kekuatannya


melalui mesin imperalisme dan kolonialisme Barat. "Mereka datang
ke negeri-negeri Islam bukan hanya memburu golden (kekayaan)
tapi juga mengajarkan gospel (Injil)," terangnya. Lebih dari itu para
imperalis itu juga mengkotak-kotak wilayah-wilayah negara-negara
Islam. Dan mereka berhasil.

"Di masa inilah banyak masjid dan rumah orang Islam di bakar.
Indonesia juga mengalami teritorialisasi," sambungnya. Padahal,
sebelum itu, Muslim Indonesia, Malaysia, Mesir, Arab Saudi,
Thailand, Singapura sehari-harinya mereka berbicara dengan bahasa
yang sama ketika berada di Mesir. Tapi lantaran ulah adu domba
bangsa-bangsa Eropa itu maka umat Islam terpecah belah. Kaum
muslimin tak lagi menjadi "Global Islamic Community," imbuhnya.

Adian sendiri dalam bukunya berpendapat, pada masa jaya-jayanya


sekularisme dan liberalisme, Barat pun menghina dan melecehkan
Islam. "Martin Luther menuduh Nabi Muhammad sebgai orang jahat
dan mengutuknya sebagai anak setan, Voltaire menganggapnya
sebagai orang fanatik dan ektrimis," ujarnya.

Selain, dua nama itu masih ada ratusan inteletual Barat yang
mencela Al-Qur'an, Nabi Muhammad, Islam dan umat Islam itu
sendiri. Sebut saja mislnya, Snouck Hurgronje, Rene Guenon,
Eugene Stock, George F. Post dan lain-lainnya.

"Bagi para misionaris Kristen ini, mengkristenkan kaum muslimin


adalah suatu keharusan," terang Adian yang juga mendapatkan
master ilmu politik dari Universitas Jayabaya itu.

Karena itu pula tidak aneh jika George F. Post dalam acara
Centenary Conference on the Protestant Missions of the Word
menyatakan, "Kita harus menghadapi Pan-Islamisme dengan Pan-
Evaneglisme. Ini pertarungan hidup dan mati."

Menurut Adian, dengan memahami Barat dengan baik maka akan


mudah membantu kita dalam memahami problema yang muncul di
kalangan kaum muslimin, yang memang disebabkan oleh invasi
peradaban Barat dalam pemikiran dan peradaban Islam.
(sdn/eramuslim)
YAPISTA Corporation 73
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Sekali Lagi, Kecaman untuk Tulisan Ulil di


Kompas

Oleh: Ust. Hartono Ahmad Jaiz

AlDakwah.org--Mengenai masalah tulisan Ulil di Kompas, kecaman


terhadap Ulil Abshar Abdalla dari yang mengkafirkan, menghalalkan
darahnya, dan suara-suara kencang dari berbagai kalangan Muslim
pun mencuat. Fatwa hukuman mati yang telah ditujukan kepada
penghujat Islam yakni Pendeta Suradi dan H Amos yang dikeluarkan
FUUI (Forum Ulama Ummat Islam) pimpinan KH Athi'an Ali M Da'i di
Bandung 2001 pun tinggal merujuknya kembali. Dan hal semacam
itu diamini pula oleh ulama NU (Nahdlatul Ulama) di antaranya KH
Luthfi Bashori alumni Makkah yang tinggal di Malang Jawa Timur.

Fatwa yang tadinya untuk penghujat Islam dari kalangan Nasrani itu
ketika mencuat ke masyarakat dan arah sasarannya kali ini adalah
penghujat Islam namun dari kalangan JIL (Jaringan Islam Liberal),
maka secepat kilat seorang profesor yang sudah berpengalaman
dalam memelihara dan mendukung aliran-aliran dan faham sesat,
yaitu Profesor Dawam Rahardjo, mengambil langkah seribu untuk
membela Ulil Abshar Abdalla.

Dia berbicara di televisi sejadi-jadinya, dan menulis di majalah


sebisa-bisanya agar Ulil jangan sampai dipites (dipegang kepalanya
sampai mati) oleh orang. Dawam sangat khawatir kalau sampai
terjadi peristiwa yang merugikan penyebaran kesesatan,
sebagaimana ketika tokoh sekuler di Mesir Faraj Faudah sedang
menggemakan missi sekularisasinya, sehingga dibunuh orang yang
anti sekulerisme.

Pembunuhan terhadap tokoh sekuler di Mesir 10 tahun lalu itu


tampaknya sangat terngiang di telinga Dawam Rahardjo, sehingga ia
sangat khawatir kalau hal yang sama menimpa salah satu yang ia
anggap "asuhannya", yang kali ini adalah Ulil Abshar Abdalla. Apalagi
kalau mengingat kesaksian Syeikh Muhammad Al-Ghazali di Mesir
selaku saksi ahli Hukum Islam di pengadilan dalam kasus
dibunuhnya tokoh sekuler itu, beliau mengatakan bahwa sekuler itu
YAPISTA Corporation 74
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

hukumnya murtad, maka darahnya halal. (Lihat buku Hartono


Ahmad Jaiz, Bila Hak Muslimin Dirampas, Pustaka Al-Kautsar,
Jakarta). Tentu saja para pendukung kesesatan seperti Dawam
Rahardjo sangat ketar-ketir (sangat khawatir). Sebab, yang hanya
sekuler saja sudah dibunuh, apalagi yang sampai menyamakan Islam
dengan agama kemusyrikan, menafikan hukum Tuhan dan
melontarkan aneka hujatan terhadap Islam.

Rasa kekhawatiran yang memuncak dari para pendukung kesesatan


itu agak menurun ketika mereka mendengar bahwa Ulil Abshar
Abdalla diadukan ke polisi. Dari mulut Ulil sendiri terlontar kata-kata
yang menunjukkan rasa leganya, ketika ada khabar bahwa FUUI
akan mengadukannya ke pihak polisi. Kelegaan Ulil itu tampaknya
sementara memang jadi kenyataan, karena sudah berbulan-bulan
dari diadukannya itu sampai tulisan ini dibuat, ternyata belum ada
berita perkembangan yang berarti. Bukan karena kurang gigihnya
para pengadu, namun sebagaimana sudah diketahui umum, banyak
hal yang kalau menyangkut didhaliminya Islam dan Ummat Islam
maka pengaduan tinggal pengaduan. Barangkali kelegaan Ulil yang
sempat ia lontarkan itu berdasarkan pengalamannya pula, di
samping faktor-faktor lain yang tak perlu dikemukakan di sini.

Maka sekali lagi, justru kematian yang mengancam diri Ulil itulah
yang sangat dia khawatirkan bersama para pendukung
kesesatannya. Sampai-sampai Ulil mengkhawatirkan kalau dirinya
tiba-tiba dibunuh orang gara-gara kenekadannya dalam menohok
Islam itu, dengan ia sebut "fatwa mati" untuk dirinya itu jangan-
jangan jadi bola liar yang lari ke sana-sini, lalu benar-benar
menimpa dirinya.

Memang takut mati adalah salah satu ciri dari orang-orang


yang berhadapan dengan Islam, bahkan yang kurang berani
berjuang menegakkan Islam ataupun mereka yang cinta
dunia. Sebagaimana orang-orang Yahudi yang telah berani memain-
mainkan aturan dari Allah pun mereka bungkam ketika ditantang
Allah agar meminta mati apabila mereka merasa benar. Demikian
pula Ulil Abshar Abdalla, ketika ditantang mubahalah (saling
berdo'a agar dilaknat Allah bagi yang berdusta) dalam satu seminar
di Bandung, maka dia mengelak, bahkan beralasan kalau mubahalah
itu berarti mengajak goblog, karena mubahalah itu dari kata bahlul
yaitu goblog, kata Fauzan Al-Anshari ketika menceritakan
pengalamannya berdiskusi menghadapi Ulil di Bandung.(dasar bodoh
asal kata mubahalah aza gak tau....liat kebodohan ulil)

YAPISTA Corporation 75
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Kenyataannya, Ulil diancam mati, takut. Diajak mubahalah,


mengelak dengan alasan yang dibuat-buat. Diadukan ke polisi, dia
gembira. Di balik gembiranya itu dia tetap saja merusak pemahaman
Islam dengan aneka celotehnya. Sementara itu "bak-bak sampah"
tempat penampungan celotehannya telah siap menampungnya, di
antaranya Yayasan Paramadina Jakarta pimipinan Dr Nurcholish
Madjid, media massa seperti Kompas, media massa sekuler yang
sering sinis terhadap Islam seperti Tempo, Jawa Pos dengan 56-an
koran-koran daerah di bawahnya (Radar …), pemancar radio 68H
dengan 200-an radio swasta se-Indonesia yang merelaynya, website
JIL Islamlib.com yang senantiasa menyuarakan faham liberalnya
maupun lembaga-lembaga lainnya yang siap jadi penampung dan
penyalur kenyelenehan dan kesesatannya. Makanya Ulil optimis,
karena ada lembaga-lembaga yang menurut dia relatif bisa
menerima lontaran-lontarannya, terutama adalah orang-orang IAIN-
IAIN (Institut Agama Islam Negeri) dan STAIN-STAIN (Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri, dulunya cabang IAIN, lalu mereka berdiri
sendiri-sendiri).

Pemandangannya jadi terbelah dua. Ulil bersama para pendukungnya


(ada lembaga, ada media massa, ada manusia-manusia yang sinis
terhadap Islam dan semacamnya, bahkan musuh Islam benar-benar)
berada di satu gerumbul. Di belahan lain adalah ummat Islam
bersama tokoh-tokohnya yang aneka macam (ada yang disebut garis
keras, moderat, lunak, dan sebagainya). Di saat serangan terhadap
Islam dibomkan oleh Ulil dan konco-konconya, maka ummat
terbelah-belah, bingung. Lalu tokoh-tokoh Islam ada yang gigih
menanggapinya, ingin menghabisinya. Ada yang biasa-biasa saja,
dan ada yang malah ikut-ikutan dan mendukung kesesatannya.
Sehingga para musuh Islam bersorak-sorai kegirangan, karena telah
bisa menciptakan musuh Islam dari kalangan Islam sendiri. Lalu
ketika tokoh Islam yang ingin menghabisi perusak Islam itu
menempuh jalan yang dianggap baik, yaitu secara prosedur yang
berlaku, maka entah kenapa Ulil dan para pendukungnya itu jadi
lega. Saya tidak bisa menguraikannya. Hanya bisa menggambarkan
kondisinya terbelah dua seperti tersebut. Hanya saja ada sekilas
keterangan yang dikemukakan ketua FUUI (Forum Ulama Ummat
Islam) seperti dumat di koran Pikiran Rakyat Bandung sebagai
berikut:

Singapura-tiga nama

Dalam ceramahnya yang diselingi dengan teriakan takbir berkali-kali


oleh hadirin, K.H. Athian Ali M Da'i, M.A. mengatakan, gerakan

YAPISTA Corporation 76
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

provokasi pemikiran dan pemurtadan akidah islamiah yang dilakukan


oleh pihak-pihak dalam "jaringan iblis laknatullah" sesungguhnya
didanai oleh sebuah lembaga yang berasal dari Amerika Serikat (AS).

Tokoh jaringan tersebut bersama seorang cendekiawan terkenal dan


seorang rektor sebuah universitas Islam di Jakarta merupakan
orang-orang yang harus 'dirawat' oleh pemerintah. Instruksi untuk
'merawat' ketiga tokoh Islam tersebut disampaikan langsung oleh
seorang tokoh pemerintahan Singapura tatkala bertemu dengan
sejumlah pejabat pemerintah Indonesia beberapa waktu lalu," kata
K.H. Athian Ali. Upaya provokasi pemikiran dan pemurtadan akidah
islamiah tersebut dilakukan secara sistematis melalui berbagai jalur
dan sarana yang ada di tengah kaum Muslimin. Oleh karena itu,
sejak beberapa bulan ini di sejumlah perguruan tinggi negeri dan
Islam mulai bermunculan fakta sejumlah mahasiswa dan dosen yang
mengikuti aliran pemikiran para tokoh dan kontributor "jaringan iblis
laknatullah". (Pikiran Rakyat, 20 Maret 2003).

Beramai-ramai Menghujat al-Quran

Babak baru perkembangan liberalisme pemikiran adalah


penghujatan Al-Qur'an. Seorang dosen IAIN bahkan menulis
"Edisi Kritis al-Quran." Baca CAP ke-97 Adian Husaini

Umat Islam Indonesia sekarang memasuki babak baru yang


sangat menentukan masa depannya. Arus sekularisasi dan
liberalisasi yang kini diusung dan digelindingkan sendiri oleh
sejumlah tokoh, kampus, dan organisasi Islam, telah
menemukan bentuknya yang mendekati apa yang terjadi di
dunia Kristen. Gagasan liberalisasi yang ratusan tahun lalu
digelindingkan di dunia Yahudi dan Kristen kini dipaksakan
kepada Islam. Maka, apa yang selama ini tidak pernah
terpikirkan oleh umat Islam, sekarang sudah mulai harus
dipikirkan.

Salah satu isu penting yang digelindingkan kaum liberal


adalah masalah isu otentisitas al-Quran. Kaum Liberal – yang
menganut paham pluralisme agama – tampaknya tidak rela,
kalau kaum Muslim masih saja mengklaim, hanya agamanya
YAPISTA Corporation 77
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

saja yang benar, dan hanya Kitab Sucinya (al-Quran) saja


yang benar. Sesuai paham pluralisme agama, maka semua
agama harus didudukkan pada posisi yang sejajar, sederajat,
tidak boleh ada yang mengklaim lebih tinggi, lebih benar, atau
paling benar sendiri. Begitu juga dengan pemahaman tentang
Kitab Suci. Tidak boleh ada kelompok agama yang mengklaim
hanya kitab sucinya saja yang suci.

Maka, proyek liberalisasi Islam tidak akan lengkap jika tidak


menyentuh aspek kesucian al-Quran. Mereka berusaha keras
untuk meruntuhkan keyakinan kaum Muslim, bahwa al-Quran
adalah Kalamullah, bahwa al-Quran adalah satu-satunya Kitab
Suci yang suci, bebas dari kesalahan. Mereka mengabaikan
bukti-bukti al-Quran yang menjelaskan tentang otentisitas al-
Quran, dan kekeliruan dari kitab-kitab agama lain.

Kata seorang yang aktif menjadi penyebar paham liberal di


Indonesia: "Tapi, bagi saya, all scriptures are miracles, semua
kitab suci adalah mukjizat. (Jawa Pos, 11 Jan. 2004).

Jadi, orang tersebut tidak mau mengakui bahwa al-Quran


adalah satu-satunya Mukjizat yang masih tersisa di zaman
akhir ini, yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Padahal,
begitu banyak ayat al-Quran yang menjelaskan tentang
otentisitas al-Quran dan tindakan kaum Yahudi dan Kristen
yang telah mengubah kitab sucinya sendiri, sehingga menurut
al-Quran, kitab suci mereka itu sekarang menjadi tidak suci
lagi. Misalnya, Allah SWT berfirman: "Sebagian dari orang-
orang Yahudi mengubah kalimat-kalimat dari tempatnya." (An
Nisa: 46)

Juga firman-Nya: "Maka apakah kamu ingin sekali supaya


mereka beriman karena seruanmu, padahal sebagian mereka
ada yang mendengar firman Allah, lalu mengubahnya sesudah
mereka memahaminya, sedangkan mereka mengetahuinya."
(al-Baqarah:75)

Dan firman-Nya: "Sungguh celakalah orang-orang yang


menulis al-kitab dengan tangan mereka, lalu mereka katakan:
"Ini adalah dari Allah." (mereka lakukan itu) untuk mencari
YAPISTA Corporation 78
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

keuntungan sedikit. Sungguh celakalah mereka karena


aktivitas mereka menulis kitab-kitab (yang mereka katakan
dari Allah itu), dan sungguh celakalah mereka akibat tindakan
mereka. (al-Baqarah:79)

Itulah penjelasan al-Quran tentang kitab-kitab kaum Yahudi


dan Kristen. Semestinya, sebagai orang yang mengaku
Muslim, tentu ayat-ayat al-Quran itu menjadi pegangan hidup
dan pedoman berpikirnya. Sebab, al-Quran adalah landasan
utama keimanan seorang Muslim. Jika tidak mau mengakui
kebenaran al-Quran, untuk apa mengaku Muslim! Konsistensi
berpikir semacam ini sangat penting, sehingga tidak
memunculkan kerancuan dan ketidakjujuran dalam beragama.
Bagi kaum Kristen yang percaya Injil, tentu akan menolak al-
Quran. Itu sudah normal dan wajar. Aneh, kalau seorang
tetap mengaku Kristen, tetapi pada saat yang sama juga
mengaku percaya kepada kenabian Muhammad saw dan
kebenaran al-Quran.

Maka, adalah aneh dan keluar dari logika normal, kalau ada
yang mengaku Muslim tetapi mengingkari kesucian al-Quran
dan sekaligus juga mengimani kesucian kitab-kitab agama
lain saat ini, yang sudah jelas-jelas banyak bagiannya
bertentangan dengan al-Quran. Apalagi menyatakan bahwa
semua kitab suci agama-agama lain adalah mukjizat.
Sungguh pernyataan yang tidak masuk akal. Apakah Kitab
Suci aliran kebatinan Darmo Gandul dan Gatholoco juga
mukjizat?

Tetapi, rupanya, para penyebar dan pengasong ide-ide


liberalisme di kalangan kaum Muslim, tidak berhenti sampai di
situ. Mereka kini aktif menulis berbagai buku dan artikel yang
mencoba menggoyahkan keyakinan kaum Muslim terhadap
kesucian al-Quran. Seorang dosen Ulumul Quran di satu IAIN
di Indonesia menulis satu makalah berjudul "Edisi Kritis al-
Quran", yang isinya menyatakan: "Uraian dalam paragraf-
paragraf berikut mencoba mengungkapkan secara ringkas
proses pemantapan teks dan bacaan al-Qur'an, sembari
menegaskan bahwa proses tersebut masih meninggalkan
sejumlah masalah mendasar, baik dalam ortografi teks
YAPISTA Corporation 79
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

maupun pemilihan bacaannya, yang kita warisi dalam mushaf


tercetak dewasa ini. Karena itu, tulisan ini juga akan
menggagas bagaimana menyelesaikan itu lewat suatu upaya
penyuntingan edisi kritis al-Qur'an."

Jadi, si dosen itu ingin meyakinkan kepada kita, bahwa al-


Quran kita saat ini masih bermasalah, tidak kritis, sehingga
perlu diedit lagi. Dosen itu pun menulis sebuah buku serius
berjudul "Rekonstruksi Sejarah al-Qur'an" yang juga
meragukan keabsahan dan kesempurnaan Mushaf Utsmani.
Dia tulis dalam bukunya (2005:379-381): "Terdapat berbagai
laporan tentang eksistensi bagian-bagian terhentu al-Quran
yang tidak direkam secara tertulis ke dalam mushaf oleh
komisi Zayd, dan karena itu menggoyahkan otentisitas serta
integritas kodifikasi Utsman…Dengan demikian, pandangan
dunia tradisional telah melakukan sakralisasi terhadap suatu
bentuk tulisan yang lazimnya dipandang sebagai produk
budaya manusia."

Jadi, sekali lagi, penulis buku itu mencoba meyakinkan bahwa


mushaf Utsmani masih bermasalah, dan tidak layak disucikan.
Yang ironis, buku ini diberi kata pengantar oleh Prof. Dr.
Quraish Shihab, tanpa memberikan kritik yang berarti. Dalam
pengantarnya, Quraish menulis, "Kasarnya, ada sejarah yang
hilang untuk menjelaskan beberapa ayat atau susunan ayat
al-Quran dari surat al-Fatihah sampai surat al-Nas."

Penulis lain, seorang calon doktor dari satu Universitas di


Australia yang juga rajin mengasongkan paham liberalisme,
menulis sebuah catatan: "Sebagian besar kaum Muslim
meyakini bahwa Al-Quran dari halaman pertama hingga
terakhir merupakan kata-kata Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad secara verbatim, baik kata-katanya
(lafdhan) maupun maknanya (ma'nan).

Keyakinan semacam itu sesungguhnya lebih merupakan


formulasi dan angan-angan teologis (al-khayal al-dini) yang
dibuat oleh para ulama sebagai bagian dari formalisasi
doktrin-doktrin Islam."

YAPISTA Corporation 80
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Ada lagi sebuah tesis master di Universitas Islam Negeri


Yogyakarta (Dulu: IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), yang
secara terang-terangan juga menghujat Mushaf Utsmani.
Tesis itu sudah diterbitkan dalam sebuah buku berjudul:
"Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan", dan diberi kata
pengantar dua orang doctor dalam bidang studi Islam, dosen
di pascasarjana UIN Yogyakarta. Di dalam buku ini, misalnya,
kita bisa menikmati hujatan terhadap al-Quran seperti kata-
kata berikut ini:

"Setelah kita kembalikan wacana Islam Arab ke dalam


dunianya dan melepaskan diri kita dari hegemoni budaya
Arab, kini saatnya, kita melakukan upaya pencarian pesan
Tuhan yang terperangkap dalam Mushaf Utsmani, dengan
suatu metode dan pendekatan baru yang lebih kreatif dan
produktif. Tanpa menegasikan besarnya peran yang
dimainkan Mushaf Utsmani dalam mentransformasikan pesan
Tuhan, kita terlebih dulu menempatkan Mushaf Utsmani itu
setara dengan teks-teks lain. Dengan kata lain, Mushaf itu
tidak sacral dan absolute, melainkan profan dan fleksibel.
Yang sakral dan absolut hanyalah pesan Tuhan yang terdapat
di dalamnya, yang masih dalam proses pencarian. Karena itu,
kini kita diperkekenankan bermain-main dengan Mushaf
tersebut, tanpa ada beban sedikitpun, beban sakralitas yang
melingkupi perasaan dan pikiran kita."

Fenomena menghujat al-Quran seperti dilakukan oleh para


sarjana dari kalangan Muslim semacam ini adalah fenomena
baru dalam sejarah Islam Indonesia. Selama 350 tahun
dijajah Belanda, fenomena semacam ini tidak pernah ada. Hal
semacam ini sudah begitu lumrah dalam tradisi Kristen. Kritik
terhadap Bibel sudah menjadi hal biasa. Mereka sudah
mengembangkan satu bidang ilmu yang dikenal dengan nama
"Biblical Criticism".

Tradisi Kristen semacam ini sekarang dibawa masuk ke dalam


tradisi Islam oleh orang-orang dari kalangan Muslim sendiri,
yang terpengaruh oleh tradisi Kristen. Jika kita simak sebuah
buku berjudul "Penafsiran Alkitab dalam Gereja: Komisi Kitab
Suci Kepausan" (Yogyakarta: Kanisius, 2003), tampak
YAPISTA Corporation 81
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

bagaimana pengaruh studi Bibel telah merasuk ke dalam studi


al-Quran di perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia.

Para penyerang al-Quran sebenarnya hanya menjiplak ide-ide


dan bukti-bukti yang disodorkan oleh para orientalis Yahudi
dan Kristen. Bisa jadi, mereka juga mengambil fakta-fakta
yang telah ditulis oleh para ulama Muslim. Tetapi, dianalisis
dalam perspektif sesuai kepentingan orientalis. Jauh
sebelumnya, pada tahun 1927, Alphonse Mingana, pendeta
Kristen asal Iraq dan guru besar di Universitas Birmingham
Inggris, sudah mengimbau bahwa "sudah tiba saatnya
sekarang untuk melakukan kritik teks terhadap al-Qur’an
sebagaimana telah kita lakukan terhadap kitab suci Yahudi
yang berbahasa Ibrani-Arami dan kitab suci Kristen yang
berbahasa Yunani (The time has surely come to subject the
text of the Kur’an to the same criticism as that to which we
subject the Hebrew and Aramaic of the Jewish Bible, and the
Greek of the Christian scriptures)."

Imbauan pendeta Kristen dan tokoh studi Islam itulah yang


kini diikuti oleh begitu banyak sarjana dari kalangan Muslim.
Fenomena penyerangan terhadap al-Quran ini harusnya
menjadi perhatian paling serius oleh para ulama dan
cendekiawan Muslim. Ini adalah bentuk kemungkaran yang
sangat besar. Sebab, mereka telah membongkar satu asas
keyakinan kaum Muslim yang paling asas, yaitu tentang
kesucian al-Quran. Mungkin para penghujat al-Quran itu
sedang khilaf. Mungkin ia merasa menemukan sesuatu yang
hebat sehingga merasa dirinya lebih hebat dari para Imam
dan ulama Islam terkemuka. Mungkin juga mereka sekedar
iseng, karena motif-motif tertentu. Atau, mungkin juga ia
merasa menemukan kebenaran.

Terlepas dari semua itu, buku-buku atau artikel yang mereka


terbitkan, tidak boleh dibiarkan begitu saja. Cendekiawan
muslim wajib menjawabnya dengan cara-cara ilmiah yang
lebih baik dari karya-karya mereka. Tentu saja ini bukan
tugas yang ringan, dan memerlukan biaya yang sangat besar.
Sebab, harus mengumpulkan literatur-literatur yang sangat
banyak. Sayangnya, dalam Kongres Umat Islam yang baru
YAPISTA Corporation 82
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

lalu, masalah ini tidak disentuh. Padahal, masalah ini jauh


lebih serius daripada masalah bencana alam, pornografi, dan
sebagainya. Bukankah Rasulullah saw sudah berpesan, jika
kita melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangan,
lisan, atau hati. Yang menjadi problem besar saat ini adalah
ketika para cendekiawan Muslim sendiri tidak paham, bahwa
saat ini telah terjadi kemungkaran yang besar semacam ini.
Wallahu a’lam. (Jakarta, 29 April 2005/Hidayatullah.com).

Agama

Kajian Pemikiran Islam Oleh : Redaksi 02 Dec 2004 - 7:45 pm

oleh Hamid Fahmy Zarkasyi *


Defenisi agama di Barat terus menjadi polemik. Di Indonesia, para
santri sudah mengatakan, "Semua Agama Sama". Boleh jadi, besuk
akan ada kiai yang mengatakan, "Yesus Tuhan kita juga"

Di pinggir jalan kota Manchester Inggris terdapat papan iklan besar


bertuliskan kata-kata singkat ’s like Religion”. iklan itu tidak ada
hubungannya dengan agama atau kepercayaan apapun. Di situ
terpampang gambar seorang pemain bola dengan latar belakang
ribuan supporter nya yang fanatic. Saya baru tahu kalau itu iklan
klub sepakbola setelah membaca tulisan di bawahnya Manchester
United Sepak bola dengan supporter fanatik itu biasa, tapi tulisan it’s
lake religion itu cukup mengusik pikiran saya. Kalau iklan itu
dipasang di jalan Thamrin Jakarta ummat beragama pasti akan
geger. Ini pelecehan terhadap agama. Tapi di Barat agama bisa
difahami seperti itu.

Agama adalah fanatisme, kata para sosiolog. Bahkan ketika seorang


selebritinya mengatakan My religion is song, sex, sand and
champagne juga masih dianggap waras. Mungkin ini yang disinyalir
al-Qur’an ara’ayta man ittakhadna ilaahahu hawaahu (QS.25:43).

Pada dataran diskursus akademik, makna religion di Barat memang


problematik. Bertahun-tahun mereka mencoba mendefinisikan
religion tapi gagal. Mereka tetap tidak mampu menjangkau hal-hal
yang khusus.

YAPISTA Corporation 83
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Jikapun mampu mereka terpaksa menafikan agama lain. Ketika


agama didefinisikan sebagai kepercayaan, atau kepercayaan kepada
yang Maha Kuasa (Supreme Being), kepercayaan primitif di Asia
menjadi bukan agama. Sebab agama primitif tidak punya
kepercayaan formal, apalagi doktrin.

F. Schleiermacher kemudian mendefinisan agama dengan tidak


terlalu doktriner, agama adalah “rasa ketergantungan yang absolut”
(feeling of absolute dependence). Demikian pula Whitehead, agama
adalah “apa yang kita lakukan adalah kesendirian”. Di sini faktor-
faktor terpentingnya adalah emosi, pengalaman, intuisi dan etika.
Tapi definisi ini hanya sesuai untuk agama primitif yang punya tradisi
penuh dengan ritus-ritus, dan tidak cocok untuk agama yng punya
stuktur keimanan, ide-ide dan doktrin-doktrin.

Tapi bagi sosiolog dan antropolog memang begitu. Bagi mereka


religion sama sekali bukan seperangkat ide-ide, nilai atau
pengalaman yang terpisah dari matrik kultural. Bahkan, kata
mereka, beberapa kepercayaan, adat istiadat atau ritus-ritus
keagamaan tidak difahami kecuali dengan matrik kultural tersebut.
Emile Durkheim malah yakin bahwa masyarakat itu sendiri sudah
cukup sebagai faktor penting bagi rasa berkebutuhan dalam jiwa.
(Lihat The Elementary Forms of the Religious Life, New York, 1926,
207). Tapi bagi pakar psikologi agama justeru harus diartikan dari
faktor kekuatan kejiwaan manusia ketimbang faktor sosial dan
intelektual.

Para psikolog Barat nampaknya trauma dengan makna agama yang


doktriner, sehingga tidak peduli dengan aspek ekstra-sosial, ekstra-
sosiologis ataupun ekstra psikologis. Aspek immanensi lebih
dipentingkan daripada aspek transendensi.

Sejatinya, akar kebingungan Barat mendefinisikan religion karena


konsep Tuhan yang bermasalah. Agama Barat –Kristen– kata
Amstrong dalam History of God justeru banyak bicara Yesus Kristus
ketimbang Tuhan.

Padahal, Yesus sendiri tidak pernah mengklaim dirinya suci, apalagi


Tuhan. Dalam hal ini kesimpulan Profesor al-Attas sangat jitu ‘Islam,
sebagai agama, telah sempurna sejak diturunkan’. Konsep Tuhan,
agama, ibadah, manusia dan lain-lain telah jelas. Konsep-konsep
selanjutnya hanyalah penjelasan dari konsep-konsep itu tanpa
merubah konsep asalnya. Sedang di Barat konsep Tuhan mereka
sejak awal bermasalah sehingga perlu direkayasa agar bisa diterima
akal manusia.
YAPISTA Corporation 84
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Kita mungkin akan tersenyum membaca judul buku yang baru terbit
di Barat, Tomorrow’s God (Tuhan Masa Depan), karya Neale Donald
Walsch. Tuhan agama-agama yang ada tidak lagi cocok untuk masa
kini. Tuhan haruslah seperti apa yang digambarkan oleh akal
modern. Manusia makhluk berakal (rational animal) terpaksa
menggusur manusia makhluk Tuhan. Pada puncaknya nanti
manusialah yang menciptakan Tuhan dengan akalnya.

Kata-kata Socrates: ”Wahai warga Athena! Aku percaya pada Tuhan,


tapi tidak akan berhenti berfilsafat”, bisa berarti “Saya beriman tapi
saya akan tetap menggambarkan Tuhan dengan akal saya sendiri”.
Wilfred Cantwell Smith nampaknya setuju. Dalam makalahnya
berjudul Philosophia as One of the Religious Tradition of Mankind, ia
mengkategorikan tradisi intelektual Yunani sebagai agama. Akhirnya,
sama juga mengamini Nietzche bahwa Tuhan hanyalah realitas
subyektif dalam fikiran manusia, alias khayalan manusia yang tidak
ada dalam realitas obyektif. Konsep Tuhan inilah yang justeru
menjadi lahan subur bagi atheisme. Sebab Tuhan bisa dibunuh.

Jika Imam Al-Ghazzali dikaruniai umur hingga abad ini mungkin ia


pasti sudah menulis berjilid-jilid Tahafut.

Sekurang-kurangnya ia akan menolak jika Islam dimasukkan ke


dalam devinisi religion versi Barat dan Allah disamakan dengan
Tuhan spekulatif. Jika konsep Unmoved Mover Aristotle saja ditolak,
kita bisa bayangkan apa reaksi al-Ghazzali ketika mengetahui tuhan
di Barat kini is not longer Supreme Being (Tidak lagi Maha Kuasa).

Konsep Tuhan di Barat kini sudah hampir sepenuhnya rekayasa akal


manusia. Bukti Tuhan ‘harus’ mengikuti peraturan akal manusia. Ia
‘tidak boleh’ menjadi tiran, ‘tidak boleh’ ikut campur dalam
kebebasan dan kreativitas manusia. Tuhan yang ikut mengatur alam
semesta adalah absurd. Tuhan yang personal dan tiranik itulah yang
pada abad ke19 ‘dibunuh’ Nietzche dari pikiran manusia. Tuhan
Pencipta tidak wujud pada nalar manusia produk kebudayaan Barat.
Agama disana akhirnya tanpa Tuhan atau bahkan Tuhan tanpa
Tuhan.

Disini kita baru faham mengapa Manchester United dengan


penyokongnya itu like religion. Malu mengatakan it’s really religion
but without god.

Kini di Indonesia dan di negeri-negeri Muslim lainnya cendikiawan


Muslim mulai ikut-ikutan risih dengan konsep Allah Maha Kuasa
YAPISTA Corporation 85
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

(Supreme Being). Tuhan tidak lagi mengatur segala aspek kehidupan


manusia. Bahkan kekuasaan Tuhan harus dibatasi. Benteng pemisah
antara agama dan politik dibangun kokoh. Para kyai dan
cendekiawan Muslim seperti berteriak ”politik Islam no” tapi lalu
berbisik “berpolitik yes”…”money politik la siyyana”

Tapi ketika benteng pemisah agama dan politik dibangun, tiba-tiba


tembok pemisah agama-agama dihancurkan. “Ini proyek besar
bung!” kata fulan berbisik. “Ini zaman globalisasi” kata Profesor
pakar studi Islam. Santri-santri diajari berani bilang “ya Akhi tuhan
semua agama itu sama, yang beda hanya namaNya”.

”Gus! maulud Nabi sama saja dengan maulud Isa atau Natalan”.
Mahasiswa Muslimpun diajari logika realitas “jangan ada yang
menganggap agamanya paling benar”. Para ulama diperingati
“jangan mengatasnamakan Tuhan”. Kini semua orang “harus”
menerima pluralitas dan pluralisme sekaligus, pluralisme seperi juga
sekularisme dianggap hukum alam. Samar-samar seperti ada suara
besar mengingatkan “kalau Anda tidak pluralis pasti anda teroris”.

Kini agar menjadi seorang pluralis kita tidak perlu meyakini


kebenaran agama kita. Kata-kata Hamka “yang bilang semua
agama sama berarti tidak beragama” mungkin dianggap
kuno. Kini yang laris manis adalah konsep global theology—
nya F. Schuon. Semua agama sama pada level esoteris. Di
negeri Muslim terbesar di dunia ini, lagu-lagu lama Nietzche tentang
relativisme dan nihilisme dinyanyikan mahasiswa Muslim dengan
penuh emosi dan semangat. “Tidak ada yang absolut selain Allah”
artinya ‘tidak ada yang tahu kebenaran selain Allah’. Syari’ah, fiqih,
tafsir wahyu, ijtihad para ulama adalah hasil pemahaman manusia,
maka semua relatif. Walhal, Tuhan tidak pernah meminta kita
memahami yang absolut apalagi menjadi absolut. Yang relatif pun
bisa mengandung yang absolut. Secara kelakar seorang kawan me
mbayangkan di Jakarta nanti ada papan iklan besar bergambar
seorang kyai dengan latar belakang ribuan santri dengan tulisan
singkat “Yesus Tuhan kita juga”.*

*) Pemimpin Redaksi ISLAMIA, majalah pemikiran dan peradaban


Islam. Penulis kini menyelesaikan S3 nya di ISTAC (International
Islamic Thought and Civilization), KL. Artikel ini diambil dari Jurnal
ISLAMIA edisi terbaru, 3 September-Nopember 2004
Hidayatullah.com

YAPISTA Corporation 86
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Kampanye Mengkritik al-Quran

Di Indonesia, belakangan banyak orang keranjingan Abu Zayd.


Mereka seperti istri Aladdin, menukar lampu lama dengan lampu "si
tukang sihir". CAP ke-73 Adian Husaini, MA

Entah nasib apa yang menimpa Dunia Islam dan umat Islam
Indonesia khususnya pada hari-hari ini. Serangan dan kritikan
bertubi-tubi terhadap Islam, Kitab Sucinya, dan umatnya bukan saja
datang dari mereka yang secara logika sepatutnya membenci dan
memusuhi Islam. Tetapi, kadangkala, serangan dan kritik itu justru
dari kalangan kaum Muslim sendiri. Bahkan, dari mereka yang
mengaku sebagai intelektual Muslim dari satu organisasi Islam
tertentu.

Senin, 04 Oktober 2004, seorang yang menyebut dirinya dari


“Presidium Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah” menulis
artikel di Harian Republika, dengan judul “Islam dan Pertarungan
Rezim Intelektual”. Pada umumnya, tulisan itu mendukung
gagasan Nasr Hamid Abu Zayd tentang penggunaan hermeneutika
untuk al-Quran. Berikut ini kutipan sebagian artikel tersebut: “Di
mata kalangan Islam ortodoks, al-Quran adalah sabda Tuhan yang
abadi. Dia selalu ada sebagai sifat Tuhan, dan tidak pernah
diciptakan, karena sifat Tuhan adalah sesuatu yang melekat dalam
diri Tuhan dan Tuhan tidak menciptakan sifat-sifat itu. Bahwa teks
abadi ini telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad pada abad ke-7
masyarakat Arab sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk
menampakkan makna al-Quran, yang merupakan sebuah kitab yang
harus dibaca secara literal dan selalu benar di sepanjang masa.
Akibatnya, tidak ada tradisi kritisisme tekstual terhadap al-Quran
yang sama dengan Bibel Hebrew dan Perjanjian Baru (New
Testament).”

Jika dicermati, tulisan itu rancu, secara intelektual. Solah-olah, orang


Islam yang tidak mengikuti tradisi kritisisme tekstual terhadap al-
Quran adalah Islam ortodoks, karena tidak mau mengikuti jejak
Yahudi dan Kristen. Jadi, yang mengikuti jejak Yahudi dan Kristen
bukan Muslim ortodoks. Lalu, orang Islam yang mengikuti jejak
Yahudi dan Kristen itu disebut apa? Muslim yang maju? Muslim yang
modern? Muslim yang terbuka? Muslim yang progresif? Atau apa?
Kata ortodoks, sebenarnya berasal dari bahasa Yunani “orthodoxos”,
yang artinya “having the right opinion” atau “mempunyai pendapat
yang benar”. (orthos: straight, correct). Tapi, kata ini sekarang
dipersepsikan sebagai “kolot, anti-kemajuan”, dan sejenisnya.
YAPISTA Corporation 87
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Diskusi tentang al-Quran, kalam Allah, dan sifat Allah telah menjadi
perdebatan sengit antara Mu’tazilah dan Ahlu Sunnah. Mu’tazilah
berpendapat, bahwa al-Quran adalah makhluk, sebagai bagian dari
konsep mereka tentang penyucian Allah dari sifat tasybih, yaitu
menyerupakan Dzat dan sifat Allah dengan makhluk-Nya. Dengan
demikian pemikiran khalq al-Qur’an Mu’tazilah sebenarnya untuk
memperkuat konsep tanzih yang menyangkal keberbilangan Yang
Qadim. Konsep Mu'tazilah sebenarnya merupakan respon yang
menyangkal ekstrimitas madhhab tasybih. Namun, pada akhirnya
mereka juga terjebak dalam bentuk ekstrimitas yang lain. Sebab,
konsep ini telah menafikan keberadaan sifat, ketika mereka
menyatukannya dengan dzat (al-sifat ‘ainu al-dzat). (Lihat artikel
“Studi Komparatif: Konsep al-Quran Nasr Hamid dan Mu’tazilah”,
Majalah Islamia No 2).

Konsep al-Quran Mu’tazilah itu sama sekali berbeda dengan konsep


al-Quran sebagai “produk budaya” Abu Zayd. Sebab, konsep Abu
Zayd, adalah konsep yang jauh lebih ekstrim dari Mu’tazilah dan
mendekati konsep kaum Kristen terhadap Bible mereka. Dari konsep
Kitab Suci sesuai Bible ini, maka akan berkembang pula konsep
penafsiran metode hermeneutika yang juga berkembang dalam
tradisi Kristen. Fenomena ini tidak kita jumpai dalam perjalanan
tradisi intelektual Mu’tazilah. Mu’tazilah tidak mengembangkan
tradisi kritik teks al-Quran (naqd al-khithab), sebagaimana dilakukan
kaum Yahudi dan Kristen terhadap Kitab Suci mereka. Masalah ini
perlu ditekankan, agar kita tidak terjebak dengan anggapan
sepintas, seolah-olah pemikiran Abu Zayd tentang “textual criticism”
terhadap al-Quran adalah kelanjutan dari tradisi pemikiran di
kalangan Muslim. Dulu, di zaman Khalifah al-Ma’mun, Imam Ahmad
bin Hanbal menjadi tokoh Ahlu Sunnah yang rela dipenjara dan
disiksa karena menentang konsep Mu’tazilah yang dipaksakan
penguasa.

Saat ini, seluruh umat manusia juga dipaksa oleh “penguasa dunia”
(negara adidaya) untuk menerapkan sekularisme - ideologi Nasr
Hamid Abu Zayd. Sekedar menyegarkan ingatan kita, salah satu
gagasan sentral Abu Zayd yang kontroversial adalah konsepnya
tentang al-Quran, yang ia tekankan sebagai “produk budaya”, “teks
historis”, “teks linguistik”, atau “teks manusiawi”. Meskipun tidak
menafikan unsur ilahiah (divinity) al-Quran, Abu Zayd memandang
teks al-Quran sudah “memanusiawi” dan masuk dalam kerangka teks
historis dan budaya Arab. Abu Zayd masuk dalam diskursus teks,
sebab sebagai hermeneut (pengaplikasi hermeneutik) dalam
interpretasi al-Quran, ia harus melakukan “dekonstruksi” dan
YAPISTA Corporation 88
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

“deabsolutisasi” konsep al-Quran sebagai “the word of God” (dei


verbum), yang menjadi mainstream pemikiran Muslim (ahlu sunnah).
Ia tulis buku-buku yang mengupas persoalan teks dan kritik
terhadapnya, seperti “Mafhum al-Nash al-Dirasah fi Ulum al-Quran”
dan “Naqd al-Khithab al-Dini”.

Di sinilah Abu Zayd kemudian menempatkan Nabi Muhammad saw --


penerima wahyu -- pada posisi semacam “pengarang” al-Quran. Ia
menulis dalam bukunya, Mafhum al-Nash, bahwa al-Quran
diturunkan melalui Malaikat Jibril kepada seorang Muhammad yang
manusia, dan merupakan bagian dari sosial budaya dan sejarah
masyarakatnya.

Dalam tradisi hermeneutika Bible, analisis terhadap kondisi psiko-


sosial penulis Bible memang memungkinkan. Sebab, masing-masing
Bible memang ada penulisnya. Tetapi, siapakah pengarang al-Quran?
Dalam konsep Islam, Nabi Muhammad saw, sebagai seorang ‘ummiy,
adalah penerima pasif wahyu. Konsep bahwa teks al-Quran adalah
“spirit wahyu dari Tuhan” identik dengan konsep teks Bible, bahwa
“The whole Bible is given by inspiration of God”. Pendapat Abu Zayd,
menurut Dr. Gerard R. Wiegers, dosen Universitas Leiden, memang
melewati batas pemahaman al-Quran yang mapan.

Konsep Abu Zayd tentang al-Quran berdampak pada metode


penafsiran al-Quran yang dia ajukan, yang menggunakan
pendekatan historisitas-budaya. Ia berupaya menjebol konsep dan
metode tafsir al-Quran Ahlu-Sunnah. Ia mencatat: “Kekeliruan yang
mendasar pada sikap Ahlussunnah, dulu dan sekarang, adalah usaha
mereka mengaitkan ‘makna teks’ dan ‘dalalah-nya’ dengan masa
kenabian, risalah, dan turunnya wahyu. Ini bukan saja kesalahan
‘pemahaman’, tetapi juga merupakan ekspresi sikap ideologisnya
terhadap realitas -- suatu sikap yang bersandar pada
keterbelakangan, antikemajuan dan anti- progresivitas. Oleh karena
itu kaum Ahlu Sunnah menyusun sumber-sumber utama penafsiran
al-Quran pada empat hal: penjelasan Rasulullah saw, sahabat,
tabi’in, dan terakhir yaitu tafsir bahasa.”

Benarkah Ahlu Sunnah mendukung keterbelakangan dan


antikemajuan, seperti klaim Abu Zayd? Pendapat Abu Zayd seperti
itu tentu saja bukan pendapat ilmiah yang didukung oleh data-data
yang kuat. Selama ratusan tahun, kaum Muslim mengalami zaman
keemasan dan mencapai kemajuan di berbagai bidang justru ketika
mereka menganut pola pemahaman Ahlu Sunnah. Upaya untuk
meruntuhkan konsep Ahlu Sunnah dilakukan Abu Zayd dengan
menyerang sejumlah tokoh utamanya, seperti Imam al-Shafii, al-
YAPISTA Corporation 89
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Ash’ari, dan al-Ghazali. Imam al-Syafii dituduhnya mengubah teks


primer (al-Quran) menjadi teks sekunder (al-hadits), dan sebaliknya.

Abu Zayd, yang mengaku seorang sekular, bukan orang baru dalam
membongkar konsep al-Quran. Arkoen dan Fazlur Rahman, sudah
melakukan itu. Rahman menyatakan, dalam bukunya, “Islam”,
bahwa “the Quran is entirely the Word of God and, in an ordinary
sense, also entirely the word of Muhammad.” Arkoun, dalam
bukunya “Rethinking Islam Today”, menyayangkan sarjana Muslim
yang tidak mau mengikuti jejak kaum Kristen dalam melakukan
kritik folosofis terhadap teks suci al-Quran. Pada 1927, pendeta
Kristen Prof. Alphonse Mingana, menyatakan, “Sudah tiba saatnya
untuk melakukan kritik teks terhadap al-Qur’an sebagaimana telah
kita lakukan terhadap kitab suci Yahudi yang berbahasa Ibrani-Arami
dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani (The time has surely
come to subject the text of the Kur’an to the same criticism as that
to which we subject the Hebrew and Aramaic of the Jewish Bible, and
the Greek of the Christian scriptures).”

Memang, studi kritik teks al-Quran tidak berkembang di kalangan


Muslim. Bahkan, setelah Abu Zayd menulis buku “Kritik terhadap
Teks Keagamaan” (Naqd al-Khithab al-Dini). Ini berbeda dengan
pesatnya studi kritis teks Bible. Dr. Ernest C. Colwell, dari School of
Theology Claremont, misalnya, selama 30 tahun menekuni studi ini,
dan menulis satu buku berjudul “Studies in Methodology in Textual
Criticism on the New Testatement”. Buku-buku karya Prof. Bruze M.
Metzger, guru besar The New Testament di Princeton Theological
Seminary, menunjukkan, bagaimana kuatnya tradisi kajian kritis
terhadap Teks Bible. Juga, Werner Georg Kume, The New
Testament: The History of the Investigation of Its Problem,
(Nashville: Abingdon Press, 1972). Ini bisa dipahami, sebab Bible
menyimpan problematika tekstualitas yang rulit. Richard Elliot
Friedman, dalam bukunya, Who Wrote the Bible, menulis, bahwa
hingga kini siapa yang sebenarnya menulis Kitab (The Old
Testament) ini masih misterius. The Five Book of Moses, kata
Friedman, merupakan teka-teki paling tua di dunia (It is one of the
oldest puzzles in the world).

Fenomena dalam tradisi Kristen itu sangat berbeda dengan apa yang
terjadi dalam tradisi Islam. Kaum Muslim, sepanjang sejarahnya,
tidak pernah menggugat atau mempersoalkan otentisitas teks al-
Quran-- termasuk Mu’tazailah. Karena itulah, secara prinsip, teks al-
Quran tidak mengalami problema sebagaimana problema teks Bible.
Norman Daniel dalam bukunya, Islam and The West: The Making
YAPISTA Corporation 90
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

of an Image, menegaskan: “The Quran has no parallel outside


Islam.”

Di kalangan Kristen, hanya kelompok fundamentalis saja yang masih


percaya Bible sebagai “dei verbum”. Sebab itu, sangatlah aneh, jika
ada sebagian kalangan Muslim yang membawa nama
Muhammadiyah kemudian dengan bangganya mengecam kaum
Muslim yang tidak mau mengkritisi al-Quran, sebagaimana kaum
Yahudi dan Kristen mengkritisi Bible mereka.

Untuk memperjelas siapa dan bagaimana hubungan konsep Abu


Zayd dengan konsep-konsep dalam tardisi Kristen-Barat, berikut ini
beberapa kutipan dari buku “Meretas Kesarjanaan Kritis al-Quran:
Teori Hermeneutika Nasr Abu Zayd” (2003), yang ditulis oleh
seorang murid Abu Zayd di Universitas Leiden:

“Dia telah mengkritik para Muslim konservatif seperti Al-Imam al-


Syafi’i, Al-Imam al-Asy’ari, Abu Hamid al-Ghazali (dari periode
klasik), dan Sayyid Quthub, Hasan al-Banna, Muhammad al-Ghazali,
Fahmi Huwaydi, Muhammad al-Baltaji, dan Ab al-Shabur Syahin (dari
periode modern), dan juga para Muslim rasionalis klasik seperti
Mu’tazilah dan Ibnu Rusyd (Averoisme), serta para Muslim liberal
modern seperti Hasan Hanafi dan Muhammad Shahrour. Abu Zayd
berupaya untuk memformulasikan sebuah perangkat metodologis
yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi pembacaan-pembacaan
ideologis atas teks-teks keagamaan. Dalam hal ini, pendapat Abu
Zayd yang berkaitan dengan pembacaan ideologis mengingatkan kita
kepada “hermeneutic of innocent” nya E.D. Hirsch, Jr, walaupun tak
persis sama, yang sesungguhnya, menurut saya, tidak dapat lagi
dipertahankan pada era pascaGadamer-- tokoh yang dianggap justru
banyak mempengaruhinya.

Abu Zayd secara berulan-ulang mengatakan bahwa sebuah


pembacaan ideologis dan subjektif atas al-Quran tidak lebih daripada
manipulasi makna, yang bertentangan dengan objektivitas ilmiah.
Bahkan, ideologi itu sendiri, menurutnya, adalah sebuah ‘penyakit’
yang harus diberantas. Pada titik ini, pengaruh konsep Marxis
tentang ideologi, sebagaimana disinyalir oleh para penentangnya,
bagaimana pun terbukti adanya. Para Marxis melihat ideologi sebagai
sebuah ‘distorsi’ realitas, dan mereka juga mengkontraskannya
dengan “kesadaran sejati” (true consciousness) “Kesadaran akan
subjektivitas dan kecenderungan ideologis ini, menurut hemat saya,
haruslah dimasukkan dalam asumsi-asumsi epistemologis.
Subjektivisme dan kecenderungan ideologis bukanlah hal yang harus
disingkirkan, namun malah harus dimasukkan sebagai faktor penting
YAPISTA Corporation 91
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

dalam membangun sebuah teori hermeneutika. Pada tingkat ini,


kesadaran itu telah bekerja dalam level yang lebih riil, yakni level
epistemologis. Upaya semacam ini tampaknya absen di dalam karya-
karyanya”.

“Meskipun Abu Zayd sangat kritis terhadap pembacaan-pembacaan


ideologis atas teks-teks keagamaan, sebagian besar tulisannya, pada
kenyataannya, bersifat ideologis pula. Ada dua ideologi penting yang
mendasari karya-karyanya, yaitu sekularisme dan akademisme,
dengan tanpa mengatakan bahwa kedua ideologi ini, dan pengaruh
dari keduanya, berdampak negatif. Saya hanya bermaksud
menunjukkan bahwa, secara sadar atau tidak ideologi dan
subjektivitas Abu Zayd hadir dalam tulisan-tulisannya.

Artinya, ‘klaim ideologis’ itu dapat dikenakan kepada siapa saja,


karena ‘klaim’ itu sendiri merefleksikan ideologi tertentu.
Sebagaimana tertulis dalam bab pertama, Abu Zayd memosisikan
dirinya sebagai seorang intelektual Muslim sekularis. Meskipun dia
mendefinisikan sekularisme sebagai sebuah “interpretasi sejati dan
ilmiah atas Agama”, tidaklah berarti bahwa sekularisme bukan
sebuah ideologi “Kepercayaan Abu Zayd akan otoritas nalar,
objektivitas, dan akademisme membimbingnya untuk menjadi wakil
sah dari pengikut rasionalis pencerahan modern. Namun, fakta
bahwa dia terkadang mengadopsi konsep-konsep posmodernisme
tidaklah terbantahkan. Fouad Ajami, misalnya, mengatakan, bahwa
Abu Zayd sangat “at home dengan metode dan bahasa Michel
Foucault dan Antonio Gramsci”, dan Edward Said mengatakan,
bahwa “utang terhadap Foucoult adalah jelas” ketika Abu Zayd
menggunakan konsep “wacana” dalam (buku) “Naqd al-Khithab al-
Dini” (Kritik atas Wacana Keagamaan). Namun, tidak dapat
dikatakan bahwa Abu Zayd bekerja dalam kerangka posmodernisme,
yang justru menolak sentralitas nalar, objektivitas, dan akademisme,
hal yang justru paling dibela Abu Zayd.

Lagi pula, dia tidak pernah menyatakan dukungannya terhadap


posmodernisme, dan tidak pernah mengutip karya-karya
posmodernis, meskipun, sebagaimana yang diakuinya, dia membaca
beberapa karya itu.” (hal.158-161).

Salah satu produk hasil penggunaan metode hermeneutika ala Abu


Zayd, misalnya, adalah pendapatnya, bahwa jin dan setan tidak ada
dalam realitas dan hanya ada dalam mitos. Karena melihat wahyu
sebagai proses evolusioner transformasi dari sebuah pandangan
dunia mitologis kepada pandangan dunia rationalistik, maka di akhir
analisisnya tentang jin, setan, sihir, dan hasad, Abu Zayd
YAPISTA Corporation 92
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

berkesimpulan, bahwa semua itu pada hekikatnya bersifat mitologis,


“hidup” dalam konsep mental saja, dan tidak ada dalam realitas.
(hal. 119). “Pengaruh Ferdinad de Saussure jelas dalam interpretasi
tentang kekuatan-kekuatan jahat di atas, khususnya yang terkait
dengan tanda-tanda linguistik. De Saussure berpendapat bahwa
“tanda-tanda linguistik bukanlah hubungan (link) antara sebuab
benda dengan sebuah nama, namun antara sebuah konsep dengan
sebuah pola suara.” (hal. 126).

Membaca kesimpulan dan analisis murid Abu Zayd di Leiden


tersebut, maka tidaklah berlebihan jika Dr. Syamsuddin Arif dalam
artikelnya di Harian Republika (30 September 2004), yang berjudul
“Kisah Intelektual Nasr Hamid Abu Zayd” menulis: “Terus-terang
saya tidak begitu tertarik oleh teori dan ide-idenya mengenai analisis
wacana, kritik teks, apalagi hermeneutika.

Sebabnya, saya melihat apa yang dia lontarkan kebanyakan -- untuk


tidak mengatakan seluruhnya -- adalah gagasan-gagasan nyeleneh
yang diimpor dari tradisi pemikiran dan pengalaman intelektual
masyarakat Barat”. Orang macam Abu Zayd ini cukup banyak. Ia
jatuh ke dalam lubang rasionalisme yang digalinya sendiri. Ia seperti
istri Aladdin, menukar lampu lama dengan lampu baru yang
dijajakan oleh si tukang sihir.” Wallahu a’lam. (KL, 7 Oktober 2004).

Islam Bukan Agama Kemarin Sore

Oleh : Redaksi 11 Apr, 05 - 1:00 am

Wawancara Prof DR Muhammad Mustafa Al A'zami


Pekan lalu, Indonesia kedatangan tamu istimewa. Dialah Prof DR
Muhammad Mustafa Al A'zami, seorang guru besar studi Islam dari
Universitas Raja Saud, Riyadh, Arab Saudi. Cendekiawan Muslim
kaliber internasional ini dikenal sebagai ahli Alquran dan Alhadis.
Bahkan KH Abdurrahman Wahid, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang
juga mantan Presiden RI menyebutnya sebagai salah satu dari 10

YAPISTA Corporation 93
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

ulama dunia yang getol membela Islam.

Dalam lawatan pertamanya ke Indonesia, Al A'zami meluncurkan


bukunya yang berjudul The History of The Quranic Text, From
Revelation to Compilation, a comparative study with the old and new
testaments (Sejarah Teks Alquran, dari wahyu sampai kompilasi
kajian perbandingan dengan perjanjian lama dan perjanjian baru)
yang diterbitkan PT Gema Insani. Dia juga sempat berkunjung ke
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, berdialog
dengan 100 ulama Indonesia di Kantor Departemen Agama, serta
bersilaturahmi dengan para muridnya di Pesantren Darussunnah,
Ciputat, Tangerang.

Saat ditemui wartawan Republika Damanhuri Zuhri di sebuah kamar


pada lantai 16, Hotel Sahid, Jakarta, tempatnya menginap selama
berada di Jakarta, Al A'zami banyak bercerita tentang bukunya,
berbagai upaya yang dilakukan kelompok di luar Islam untuk
memerangi Alquran dan Alhadis, hingga kisah tentang anak dan
kegemarannya pada makanan laut. Berikut ini petikan wawancara
dengan Al A'zami yang didampingi muridnya, Prof KH Ali Mustofa
Yakub MA, yang juga dikenal sebagai pakar hadis.

Buku yang baru diluncurkan itu ditulis selama empat tahun


itu. Berapa lama penelitiannya?

Selama empat tahun itu secara keseluruhan dengan penelitian-


penelitian, manuskrip, dan sebagainya.

Apa saja kendala dalam penulisan buku tersebut?

Kendalanya, kadang-kadang, perpustakaan yang bersangkutan tidak


mengizinkan kami melakukan penelitian.

Selama ini ada orientalis yang mengobok-obok Islam, tapi


Anda malah sebaliknya, mengobok-obok orientalis. Bisa
diceritakan apa sesungguhnya yang terjadi?

Menurut saya, ini hal yang penting. Saya beri contoh. Anda punya
kumis dan jenggot, saya juga punya kumis dan jenggot. Anda
mengatakan, kumis saya bermasalah. Akan tetapi, Anda tidak
mengatakan kumis dan jenggot Anda bermasalah. Mengapa? Ini
yang perlu dipecahkan. Ini sebagai contoh saja. Mereka menganggap
kita ada masalah dan tidak menganggap diri mereka ada masalah.

YAPISTA Corporation 94
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Artinya, mereka tidak mau mengakui ada masalah. Karena itu saya
katakan, kamilah yang akan melihat permasalahan Anda.

Karena itulah Anda kemudian masuk untuk mempelajari


orientalisme?

Saya tidak mempelajari bangsa Barat, akan tetapi mempelajari


agama yang dianut orang-orang Barat, agama yang berkembang di
sana. Karena mereka menganggap orang Islam selamanya
bermasalah, sekarang kita lihat agama mereka bermasalah apa
tidak?

Masalah apa yang paling konkret Anda temukan dari mereka?

Yang penting, secara umum seorang penulis Muslim harus menulis


apa yang bisa dimanfaatkan bagi para dai (pendakwah, red). Biarlah
mereka yang kemudian memberikan penilaian. Kadang-kadang suatu
topik oleh seorang penulis dianggap biasa-biasa saja, tapi bagi umat
itu dianggap satu hal yang penting.

Contohnya?

Saya melihat contoh, misalnya, membandingkan keadaan orang-


orang Islam, Kristen, dan Yahudi sepeninggal Nabi mereka. Ketika
Nabi Muhammad SAW wafat, orang Islam menguasai politik yang
sangat kuat, punya kemerdekaan, kebebasan berpolitik, dan sama
sekali tak ada tekanan politik. Kondisi ini mendorong dan membantu
penyebaran dan pemeliharaan agama. Dengan demikian mereka bisa
menulis Alquran dengan bagus, tanpa ada tekanan dan sebagainya.
Kemudian bisa menulis hadis dengan baik tanpa ada tekanan apa-
apa. Dan ini menjadi salah satu unsur penunjang Alquran itu
terpelihara keasliannya.

Berbeda dengan misalnya umat Kristiani sepeninggal nabi Isa AS.


Mereka selama ratusan tahun berada di bawah tekanan politik
sehingga memengaruhi penulisan kitab suci mereka sehingga
memungkinkan terjadinya penyimpangan. Demikian pula umat
Yahudi ketika Nabi Musa keluar dari Mesir. Selama empat puluh
tahun mereka dalam kebingungan. Kondisi itu sangat memengaruhi
warisan yang mereka terima dari Nabi Musa. Ini hal yang mendasar
sekali mengapa Alquran dan hadis itu terpelihara sedangkan Taurat
dan Injil tidak terpelihara. Ada faktor-faktor yang memengaruhi. Di

YAPISTA Corporation 95
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

samping itu, memang ada faktor-faktor alami yang datang dari Allah.
Dan memang Allah menjamin kemurnian Alquran.

Jadi, selain memang Allah telah berfirman Inna nahnu


nazzalnazzikro wa innaa lahu lahafidzun (Sesungguhnya
Kamilah yang menurunkan Alquran dan Kamilah yang akan
menjaganya, red), ada kondisi realitas yang sangat jelas
sehingga Alquran tetap terjaga?

Ketika Allah mengatakan seperti itu bukan berarti nanti ada mukjizat
lagi. Mukjizat sudah selesai. Itulah kemudian Allah dalam praktiknya
membuat masyarakat seperti itu. Ketika Alquran harus dipelihara
Allah, maka Allah menciptakan masyarakat yang seperti itu. Jadi,
bukan berarti kemudian akan muncul mukjizat lagi dan sebagainya
dalam pengertian tidak ada faktor yang bersifat manusiawi. Dalam
penjagaan manusia itu diciptakan oleh Allah.

Melihat sosok Al A'zami adalah menyaksikan seseorang yang murah


senyum, low profile, serta sangat tawadhu. Kata-katanya terlontar
teratur. Bagi Ali Mustofa Yakub, Al A'zami termasuk orang yang tidak
menyukai aturan protokoler, resmi-resmian. Dia justru lebih suka
menyatu dengan jamaah. Alhasil, ketika akan dikawal bersama
Menteri Agama, beliau tidak bersedia. Al A'zami bahkan masuk ke
shaf-shaf dari belakang. ''Di Amerika juga begitu,'' ujar Ali Musthafa.
Dia pun tampak sangat menguasai bidangnya, termasuk ketika
diminta komentarnya tentang Aminah Wadud.

Belakangan, ada kasus menarik seperti pendapat DR Aminah


Wadud yang berani menjadi imam wanita pertama dalam
shalat Jumat dengan jamaah kaum pria. Adakah kesamaan
dengan kasus Salman Rushdie dengan buku 'Ayat-ayat Setan'
ataupun kelompok-kelompok lain yang ingin
menyelewengkan Alquran dan Alhadis?

Seminggu sebelum saya berangkat ke Indonesia, surat kabar Ar-


Riyadl yang terbit di Riyadh, Arab Saudi, 27 Maret 2005 memuat
berita Uni Eropa minta kepada Turki dan orang-orang Turki yang ada
di Eropa agar ketika khutbah Jumat mereka tidak menyebut firman
Allah 'Innaddiina indallahil Islam (Sesungguhnya agama (yang
diridhoi) di sisi Allah hanyalah Islam, Alquran surat Ali Imran: 19).
Orang-orang Eropa yang non-Muslim itu merasa tersinggung. Oleh
sebab itu, bagi mereka memerangi Alquran adalah salah satu
keharusan.

YAPISTA Corporation 96
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Lantas?

Yang menarik, mereka tak semata memerangi Alquran tapi juga


menyebarkan tasykik (keragu-raguan, red). Sekarang strateginya
berbeda dengan beberapa tahun yang lalu. Dulu, cara mereka
membuat orang Islam ragu terhadap kitab sucinya adalah dengan
mengatakan Alquran bukanlah wahyu tapi karangan Muhammad,
yang isinya juga merupakan sekadar cuplikan-cuplikan dari ajaran
Yahudi dan Nasrani. Cara mereka sekarang diubah dengan
mengatakan Alquran tak lebih dari bikinan orang-orang dari abad
ketiga Hijriyah. Artinya apa? Pada abad pertama dan kedua Hijriyah,
tak ada yang namanya Alquran. Begitulah, mereka terus berusaha
membuat keragu-raguan terhadap Alquran.

Sebagai Muslim, tindakan kita bagaimana?

Kewajiban kita, pertama, tuduhan-tuduhan itu bathil maka tindakan


kita bagaimana? Harus membentengi akidah sehingga tidak mudah
terpengaruh dengan tujuan-tujuan bathil tersebut. Kedua,
bagaimana supaya kita tidak terpengaruh. Kita melihat contoh
misalnya pada undang-undang dasar, ada kalimat-kalimat yang
kemudian menimbulkan perbedaan pendapat. Seorang mengatakan
bahwa ini dilarang. Itu penafsiran dia. Ketika dia punya guru
andaikata gurunya masih hidup dan dia lebih tahu tentang arti ayat-
ayat undang-undang itu, dia akan mengatakan, ''Ini nggak apa-apa
seperti itu, sebab dia kan lebih alim dan lebih tahu tentang makna
undang-undang itu daripada dia.''

Contoh lain misalnya buah duku. Seorang dokter mengatakan buah


duku itu membahayakan kesehatan, ada lagi yang mengatakan tidak
membahayakan. Yang berhak mengatakan apakah buah duku
berbahaya atau tidak terhadap kesehatan adalah orang yang
spesialis tentang buah duku. Ini sebuah jembatan keledai. Sekarang
banyak orang menafsirkan Alquran padahal dia sendiri kadang-
kadang baca Alqurannya saja sudah tidak benar. Bagaimana tahu
dia? Makanya, untuk penafsiran Alquran harus diserahkan kepada
orang yang spesialis atau ahli tafsir dan sebagainya. Jangan setiap
orang baru tahu satu ayat terus menafsirkan Alquran. Baru ikut
kursus dakwah terus menafsirkan Alquran.

Termasuk dalam kaitan ini kasus Aminah Wadud?

Soal Aminah Wadud, bagaimana kita harus percaya dia adalah


seorang ahli Islam. Dia mungkin tahu Islam dari buku-buku bahasa
YAPISTA Corporation 97
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Inggris, dia tidak bisa bahasa Arab dan sebagainya. Sekarang


banyak orang yang ternyata tidak ahlinya tapi bicara seperti itu. Jadi,
kalau kita mau tanya masalah agama tanya kepada ahlinya yang
juga takut kepada Allah bukan sekadar ahlal aqli (ahli pikir,
red).Kedua, Islam bukanlah agama kemarin sore. Mengapa
kemudian shalat Jumat dengan imam Aminah Wadud menjadi
masalah, padahal shalat Jumat itu sudah berlangsung selama 14
abad, bahkan jutaan ulama sudah menerangkan pendapatnya soal
itu? Mengapa sekarang muncul seperti Islam baru (muncul) kemarin
sore? Mengapa sekarang diributkan masalah seperti itu? Tujuannya,
tidak lain, agar umat Islam ragu.

Lantas, mengapa banyak jamaahnya termasuk dari


Indonesia?

Karena mereka menginginkan Islam itu dihancurkan. Pendukung


mereka banyak dan didukung dengan segala macam. Yang menarik,
ayah tiga putra yang kini berusia 75 tahun itu, masih tetap aktif
menulis dan membaca bahkan berkunjung ke sejumlah negara
sendirian. Tentang kiat sehatnya, Al A'zami secara terus terang
berkata, ''Waktu kecil saya bekerja di sawah yang jaraknya untuk
sampai ke ladang lima kilometer. Saya jalan kaki ke ladang itu. Dan,
yang penting saya selalu banyak minum air putih,'' tuturnya.

Dalam usia berapa Anda mulai menulis?

Pertama kali saya menulis buku pada tahun 1960-an ketika berada di
Qatar sesudah tamat dari Kairo, Mesir. Di Qatar, saya menjadi
sekretaris Perpustakaan Nasional. Studi kitab adalah kalimat atau
kata-kata India dalam bahasa awam Qatar (bahasa pasaran). Seperti
juga banyak bahasa India, Urdu, yang menjadi bahasa Indonesia.
Misalnya kata 'bahasa' itu dari India. Saya mengumpulkan kata-kata
India yang kemudian menjadi bahasa orang kebanyakan yang
dipakai di Qatar.

Berapa banyak kata India yang ditulis waktu itu?

Banyak sekali kalimat seperti itu sampai ratusan yang menjadi


bahasa pasaran Qatar. Jadi, bahasa Qatar waktu itu ada pengaruh
dari India karena ada hubungan dagang langsung antara Qatar dan
Bombay. Itulah yang menyebabkan bahasa India banyak masuk ke
wilayah Qatar. Begitu juga bahasa India yang masuk ke Indonesia

YAPISTA Corporation 98
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

seperti kata graha, sembahyang, puasa. Cuma, kalau di India puasa


itu upuas, terbalik malah.

Tradisi menulis ini ada dalam keluarga?

Ayah saya, al-Syaikh Abdurrahman Al Maulawi, seorang ulama dan


juga mengajar agama. Ayah saya juga menulis tetapi tidak
dipublikasikan (dicetak).

Lantas, nama Al A'zami itu dari mana? Bukan nisbat keluarga?

Nama Al A'zami nisbat dari daerah Azamgarh. Saya berasal dari kota
Mau Distrik Azamgarh negara bagian Uttar Pradesh. Jadi nama itu
bukan nama marga melainkan nisbat daerah.

Soal kesehatan?

Menurut nasihat para dokter, orang seumur saya tidak baik makan
daging yang merah seperti sapi, kerbau, lebih baik makan ikan
kecuali ayam. Tapi, saya nggak senang ayam dan akhirnya saya
memilih makanan laut seperti ikan maupun udang.

Bagaimana dengan anak-anak?

Saya punya tiga anak, dua putra dan satu putri. Putra yang pertama,
Agil, sudah mendapatkan gelar doktor dalam bidang komputer dari
Colorado, Amerika Serikat (AS). Putra kedua namanya Anas juga
meraih gelar doktor dalam genetic engineering di Oxford, Inggris.
Sedang anak ketiga doktor dalam bidang matematika dari Colorado,
AS.

Kok, tak ada satu pun dari mereka yang mengikuti keahlian
sang ayah, yakni ahli di bidang Alquran dan Alhadis?

Ketiga anak saya secara tidak resmi belajar Alquran dan Alhadis.
Yang pertama, sarjana komputer. Ilmu komputer diterapkan untuk
ilmu tentang masalah hadis. Anak kedua, sangat kritis sekali karena
belajar di Barat. Kalau saya menulis, dia banyak sekali membantu
saya karena bahasa Inggrisnya lebih bagus. Jadi, kalau saya
membuat kalimat dalam bahasa Inggris sudah pas apa belum, itu
tergantung dari koreksian anak saya yang kedua. Jadi mereka tahu

YAPISTA Corporation 99
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

sekali masalah hadis dan qiraat meskipun secara nonformal. Tapi,


taraf berpikirnya sangat membantu saya.

Berapa cucu?

Baru tiga. Namanya Maryam, Umar, dan Ahmad.

Yang menarik, dalam usia 75 tahun Anda masih aktif menulis?

Pekerjaan saya membaca dan menulis, jadi bisa kapan saja. Tapi
kadang-kadang dua jam menulis empat jam membaca atau dua jam
menulis dua jam membaca. Jadi, menulis dan membaca itu selalu
dikerjakan.

AWAS..!! PROPAGANDA PEMURTADAN


BERLABEL ISLAM

Counter Liberalisme Oleh : Fakta 05 May 2005 - 6:00 pm

Dengan label dan moto Islam yang disandangnya, secara rutin


majalah Syir’ah menanamkan propaganda pemurtadan dan
mempromosikan berbagai aktivitas dan gerakan Kelompok Liberal
berkedok Islam. Radio 68H milik JIL hampir tidak pernah absen dari
iklan di back cover Syir’ah.

Pentolan Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) yang


pernah menghiasi cover depan Syir’ah adalah Ahmad Fuad Fanani.
Pada edisi nomor 37, wajah Fuad Fanani tampil bareng bersama-
sama dengan para liberalis lainnya, antara lain: Ahmad Baso, Yeny
Wahid, Musdah Mulia –yang menggebrak umat Islam dengan KHI
yang dinilai menyesatkan oleh mayoritas umat Islam– dan lain-lain.

Arah pijakan majalah yang didanai oleh founding Amerika ini, bisa
ditebak dengan mudah. Bila terjadi polemik antara Islam dan
Kristen, maka keberpihakannya tidak diarahkan kepada Islam. Bila
mempublikasikan Yahudi dan Kristen, maka struktur dan gaya

YAPISTA Corporation 100


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

bahasanya diukir sedemikian terpuji penuh simpati. Tapi bila yang


dipublikasikan itu Islam, maka gaya bahasanya sedemikian keras
dan tajam menohok.

Fatwa-fatwa yang diusung oleh pengasuh rubrik Konsultasi Fiqh pun


jelas mendukung perilaku murtad yang oleh Al-Qur‘an telah dikutuk
dengan ancaman neraka.

Ketika memberitakan kaum Yahudi, Syir’ah menampilkan sisi


kebaikannya serta-merta melupakan berbagai kejahatan dan
kebiadabannya. Edisi nomor 32, Syir’ah memasang salah satu judul
“Yahudi Pejuang Damai” di cover depan. Tulisan yang dimaksud
adalah rubrik Mancanegara (hlm. 56-60) yang mengangkat bangsa
Yahudi. Dalam rubrik itu, Yahudi disanjung sedemikian rupa dengan
kalimat sinopsis: “Ulah kaum Yahudi identik dengan kekerasan.
Padahal pelakunya hanya sebagian dari kelompok Zionis.”

Kalimat yang ditampilkan Syir’ah ini jelas bukan pandangan Islam,


karena pernyataan tersebut bersinggungan balik dengan ayat Al-
Qur‘an: “...Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan me-
reka adalah orang-orang yang fasik” (Qs. Ali Imran 110).

Untuk mendukung kesimpulan tulisannya bahwa Yahudi adalah


pejuang damai, Syir’ah menampilkan bukti adanya 5 kelompok lintas
agama yang diistilahkan oleh Syir’ah sebagai “Yahudi-yahudi berhati
Mahatma Gandhi.” Menutup argumentasinya bahwa Yahudi adalah
pejuang perdamaian, Syir’ah menyitir ayat Alkitab (Bibel) bagian
Perjanjian Lama (Old Testament), yaitu kitab Deuteronomy 20:10-
12. “Padahal, Yahudi dikenal sebagai agama yang menekankan
perdamaian. Rukun ke-6 dari 10 Rukun Iman Yahudi menyebut,
“Kamu tidak boleh membunuh,” tulis Syir’ah.

Kutipan ayat Bibel kitab Deuteronomy (kitab Ulangan) untuk


menyatakan Yahudi sebagai pejuang (pahlawan) perdamaian, adalah
bukti nyata bahwa Syir’ah sangat ceroboh dalam membaca kitab
suci. Ayat yang dimaksud berbunyi demikian:

“Apabila engkau mendekati suatu kota untuk berperang


melawannya, maka haruslah engkau menawarkan perdamaian
kepadanya. Apabila kota itu menerima tawaran perdamaian itu dan
dibukanya pintu gerbang bagimu, maka haruslah semua orang yang
terdapat di situ melakukan pekerjaan rodi bagimu dan menjadi
hamba kepadamu.

Tetapi apabila kota itu tidak mau berdamai dengan engkau,


YAPISTA Corporation 101
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

melainkan mengadakan pertempuran melawan engkau, maka


haruslah engkau mengepungnya.

Dan setelah Tuhan, Allahmu, menyerahkannya ke dalam tanganmu,


maka haruslah engkau membunuh seluruh penduduknya yang laki-
laki dengan mata pedang. Hanya perempuan, anak-anak, hewan dan
segala yang ada di kota itu, yakni seluruh jarahan itu, boleh kau
rampas bagimu sendiri, dan jarahan yang dari musuhmu ini, yang
diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu, boleh kau pergunakan”
(Ulangan 20:10-14).

Ayat ini jelas bukan mendorong perdamaian, tapi pemicu penjajahan,


perbudakan dan pembunuhan terhadap negara lain yang lebih
lemah. Tersebut jelas dalam ayat tersebut, bila suatu negara mau
berdamai harus dijajah dengan pekerjaan rodi. Tapi jika negara
tersebut tidak mau berdamai, maka harus dikepung sampai takluk.
Jika negara tersebut sudah takluk, maka seluruh penduduknya yang
laki-laki harus dibunuh, sedangkan wanita dan anak-anak harus
dijadikan sebagai jarahan.

Perhatikan pula gaya bahasa yang dipakai Syir’ah untuk


memberitakan komunitas Kristen. Guratan-guratan kalimatnya
begitu indah penuh simpati. Dalam rubrik Mancanegara (Syir’ah No.
39, hlm. 62-64), Syir’ah mengangkat kiprah gereja Saintologi di
Aceh dengan tulisan berjudul “Dari Gereja, Bergerak Lintas
Identitas.” Di sini Syir’ah memuji-muji kiprah Gereja Saintologi,
salah satu sekte yang dianggap sebagai bidat oleh Protestan dan
Katolik.

Ketika terjadi pro-kontra umat Islam dan Kristen tentang RUU


Kerukunan Umat Beragama, Syir’ah malah berpihak ke kalangan
Nasrani. Maka bulan Januari 2004 Syir’ah mengangkat tema utama
“Kerukunan Dalam Bahaya”. Berita dan analisisnya pun jelas
mendukung aspirasi umat Nasrani, dengan beberapa judul tulisan:
“Urungkan RUU Kerukunan Umat Beragama” (hal. 16); “Aturan
Kerukunan yang Mencakar” (hal. 18-22); “Akui yang Lima, Akui
Selain yang Lima” (hal. 23-26); “Kerukunan Tak Bisa Didikte” (hal.
28-31), dan lain-lain.

Nuansa propaganda pemurtadan yang diusung majalah Syir’ah


nampak mencolok pada edisi nomor 27 yang mengangkat tema
“Pindah Agama Karena Hidayah.” Nampaknya, edisi ini sepenuhnya
dipersembahkan untuk mendukung pemurtadan umat.

Dari opini redaksi (semacam rubrik editorial), sejak awal dikatakan,


YAPISTA Corporation 102
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

“Tak perlu panik karena pindah agama. Barangkali harus kita akui,
orang Islam itu suka plin-plan... Kita tak perlu lagi mencemaskan
seberapa besar orang keluar dari Islam. Yang kita cemaskan adalah
seberapa parah Islam tak berdaya melahirkan kedamaian di
masyarakat. Dan kita tak akan panik, meskipun orang berpindah-
pindah agama sehari tiga kali, seperti minum obat” (hlm. 16).

Islam Diinjak-injak, Non Islam Dijunjung Tinggi

Kalau dicermati, dari struktur dan gaya bahasanya, kalimat di atas


jelas bukan ucapan orang Islam, tapi ucapan yang keluar dari mulut
orang non Islam, orang kafir atau orang munafik yang
mempropagandakan anti Islam.

Kalau dibandingkan dengan pilihan kata ketika menulis tentang


Yahudi dan Kristen di atas, jelas sekali betapa berat dan besarnya
keberpihakan dan subjektivitas Syir’ah dalam menganakemaskan
Yahudi dan Kristen, serta-merta menganaktirikan Islam.

Ketika melukiskan perilaku Yahudi, kalimat yang dipakai adalah:


“Yahudi Pejuang Damai,” “Yahudi-yahudi berhati Mahatma Gandhi,”
“Yahudi dikenal sebagai agama yang menekankan perdamaian,” dan
sebagainya. Betapa agungnya pujian Syir’ah kepada Yahudi.

Tapi, ketika melukiskan Islam dan penganutnya, kalimat yang


dipakai adalah: “Harus kita akui, orang Islam itu suka plin-plan,”
“seberapa parah Islam tak berdaya melahirkan kedamaian di
masyarakat,” “Biasanya para pemeluk agama menghindari perilaku
haram itu. Akan tetapi, fenomena ini di kalangan mahasiswa Muslim
tak begitu. Sebagian dari mereka bahkan menganggap seks bebas
itu sudah biasa,” dan masih banyak lagi. Masya Allah! Betapa
tengiknya caci-maki majalah Syir’ah yang ditujukan untuk agama
Islam dan umat Islam.

Memang, begitulah keyakinan Syir’ah. Rusak!! Orang masuk Islam


dengan orang keluar Islam (murtad), sama-sama dikatakan
mendapat petunjuk (hidayah) Ilahi. “Isyarat Langit Menjelang Pindah
Agama. Mereka pindah agama bukan karena disogok mi instan. Baik
yang “murtad” maupun yang muallaf sama-sama berangkat dari
petunjuk Ilahi.” (hlm. 18).

Padahal orang yang masuk Islam itu adalah orang yang mendapat
petunjuk (hidayah) Allah. Sebaliknya, Al-Qur‘an surat An-Nisa 137
secara tegas dan jelas menyebutkan orang yang murtad tidak
YAPISTA Corporation 103
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

mendapat petunjuk (hidayah) Allah (lihat rubrik Tafsir “Kata Al-


Qur‘an tentang Murtad”).

Mempertegas sikapnya terhadap murtad, Syir’ah berujar, “Kita tak


akan panik, meskipun orang berpindah-pindah agama sehari tiga
kali, seperti minum obat.” Untuk mendukung sikapnya itu, Syir’ah
menampilkan pengalaman rohani Piet Hasbullah Khaidir, mantan
Ketua Umum PP IMM 2001-2003, yang kini menjadi anggota
presidium Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM).
Diberitakan bahwa dia pindah iman sebanyak tiga kali dari Budha,
Katolik bahkan Atheis. Ketika Tabligh mewawancarai, Piet
membantah. “Saya sangat dirugikan betul dengan pemberitaan itu.
Karena wartawan Syir’ah tidak memahami konteks pembicaraan
saya. Saya hanya menanggalkan “iman” sebentar untuk menyelami
agama lain. Karena saya kuliah di jurusan akidah filsafat yang salah
satu materinya adalah perbandingan agama,” bantahnya.

Anehnya, sampai sekarang Piet tak menggunakan hak jawabnya


dengan memberikan bantahan kepada Syir’ah tentang kemurtadan
dirinya. Ketika Masyhud dan Abu Mumtaz dari Surabaya
mewawancarai Mujtaba Hamdi, Pemimpin Redaksi Syir’ah, dengan
tenang dia menjelaskan bahwa sampai sekarang kami belum pernah
menerima komplain dari yang bersangkutan. “Kalau berita kami
salah, kami tunggu sanggahan dan hak jawab Piet Haidar,”
tantangnya.

Para aktivis persyarikatan Muhammadiyah berharap agar informasi


Syir’ah tentang kemurtadan mantan ketua IMM ini tidak benar.
Sebab berita ini sungguh mencoreng muka kader persyarikatan.
“Seharusnya Piet Haidir membantah pemberitaan Syir’ah, jika berita
itu salah. Ini penting, demi nama baik kita semua,” ujar seorang
mubaligh Muhammadiyah dalam perbincangannya dengan Tabligh di
Masjid At-Taqwa PP Muhammadiyah beberapa waktu lalu.

Terakhir, dalam rubrik Konsultasi Fiqh (Syir’ah No. 39, hlm. 84-85),
Abdul Moqset Ghazali, menjawab pertanyaan tentang hukum pindah
agama (murtad). Seorang ibu bertanya perihal anaknya yang
berencana akan pindah agama meninggalkan Islam. Menurut penje-
lasan penanya, anaknya yang sedang duduk di bangku kuliah itu
sudah tidak betah dalam Islam karena termakan isu terorisme akhir-
akhir ini. “Bagaimana pandangan fikih Islam menyangkut
perpindahan agama ini?” tanya ibu Fatimah, pembaca Syir’ah.

Menjawab pertanyaan hukum murtad tersebut, Abdul Moqset Ghazali


mengemukakan tiga ayat Al-Qur‘an, yaitu: surat Al-Kafirun 6
YAPISTA Corporation 104
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku” (lakum dinukum


waliyadin), surat Al-Kahfi 29 “Barangsiapa yang ingin beriman maka
berimanlah, dan barangsiapa yang ingin kafir maka kafirlah” (faman
sya’a falyu’min, faman sya’a falyakfur), dan Al-Baqarah 256 “Tidak
ada paksaan di dalam urusan agama” (la ikraha fid-din).

Setelah mengutip ayat tersebut, Abdul Moqset menjelaskan, “Ayat-


ayat di atas cukup jelas, bahwa manusia tidak dipaksa untuk
memeluk suatu agama dan keluar dari agamanya. Tuhan memberi
kebebasan penuh kepada manusia untuk beriman atau tidak
beriman, beragama Islam atau tidak. Kalau Tuhan saja tidak
memaksa seluruh hamba-hamba-Nya untuk beriman kepada-Nya,
maka lebih-lebih orang tua terhadap anaknya.”

Kemudian Abdul Moqset menyimpulkan, “Namun, sekiranya dia telah


berketetapan hati untuk pindah ke agama lain, maka tidak ada
pilihan lain kecuali bahwa Ibu Fatimah mesti mengikhlaskan
kepergiannya ke agama lain itu. Sesuai dengan perintah Al-Qur`an
di atas, tidak boleh ada pemaksaan menyangkut perkara agama.”

Betapa lancangnya orang yang mengaku Ustadz dari Madura ini.


Dengan gegabah disimpulkan bahwa surat Al-Kafirun 6, Al-Kahfi 29
dan Al-Baqarah 256 memerintahkan umat Islam untuk meng-
ikhlaskan seseorang (anak, istri, suami, ayah, ibu, saudara, kerabat
dan seterusnya) jika mau murtad meninggalkan Islam.

Kesesatan fatwa kiyai pengasuh Syir’ah ini dibongkar lebih lanjut


oleh Buya Risman, pengasuh Biro Konsultasi Agama MTDK PP
Muhammadiyah. Menurutnya, ketiga ayat tersebut jika dibaca utuh,
menjelaskan prinsip Islam bahwa pilihan agama yang benar itu
adalah masuk agama Islam yang disertai dengan menjauhi
kesesatan dan kekafiran. (baca rubrik Konsultasi Agama halaman 20-
21).

Secara tidak langsung, anjuran Kiyai Syir’ah agar bersedia


mengikhlashkan orang yang murtad ke agama lain, sama artinya
dengan menyarankan agar mengikhlashkan orang menjadi orang
kafir, sesat dan akhirnya masuk neraka. Padahal Allah SWT
berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu


dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada

YAPISTA Corporation 105


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (At-Tahrim


6).

Propaganda “Mesum” Majalah Syir’ah

Misi lain Syir’ah yang tak kalah rusaknya dengan pemurtadan adalah
pencitraburukan umat Islam dalam hal seksual. Pencitraburukan ini
semakin kurang ajar bila digeneralisir bahwa semua mahasiswa
Muslim melakukan penyimpangan seksual.

Pada edisi nomor 30, Syir’ah mengangkat topik utama berjudul


“Seks Bebas di Kampus Hijau.” Edisi ini khusus membleceti
penyimpangan seksual di kampus-kampus Islam yang disoroti secara
gebyah uyah (dipukul rata).

Entah apa maunya Syir’ah menampilkan berita ini? Yang jelas, berita
ini bisa menimbulkan antipati dan sinisme orang awam dan kalangan
non Islam terhadap kampus berlabel “Islam.” Betapa tidak?
Perhatikan saja sinopsisnya: “Terpuruknya iman di lubang
hasrat. Ajaran agama menilai seks di luar nikah sebagai perbuatan
berbuah dosa. Biasanya para pemeluk agama menghindari perilaku
haram itu. Akan tetapi, fenomena ini di kalangan mahasiswa Muslim
tak begitu. Sebagian dari mereka bahkan menganggap seks bebas
itu sudah biasa.” (hlm. 18).

Pada halaman berikutnya, kalimat yang dicapture dengan huruf


besar pun semakin melecehkan pesantren: “Ihwal kebebasan seks
di kalangan mahasiswa bukanlah hal aneh. Tapi cukup
mengagetkan jika ternyata pelakunya banyak dari kalangan
pesantren.”

Diblow up di dalamnya tentang seks bebas di kampus Islam yang


dilakukan oleh para aktivis kampus Islam, aktivis Harakah Khilafah
(Hizbut Tahrir?), dan alumnus pesantren. Foto ilustrasinya pun
sangat mesum dan melecehkan Islam. Ada foto wanita berjilbab
sedang tidur berpelukan di ranjang dengan lawan jenisnya, ada
beberapa keping cover VCD porno lengkap dengan cuplikan foto
bugilnya, dan seterusnya. Ada gambar setengah badan dua orang
pasangan sedang berpelukan saling berpegangan pinggang
selayaknya suami-istri. Seolah-olah, adegan mesum itu sangat
akrab di kalangan “kampus hijau.”

Perwajahan Syir’ah yang seronok pun tak pantas menyandang label


Islam. Dari capture foto di dalamnya, lebih tepat kalau Syir’ah dika-
YAPISTA Corporation 106
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

tegorikan sebagai media “biru” sejajar dengan tabloid Hot, Pop,


Lipstik, Lelaki, Ehm, dll.

Bayangkan saja, ketika mengangkat kontroversi film Buruan Cium


Gue (BCG), dibahas polemik antara AA Gym dengan Raam Punjabi
(Syir’ah edisi nomor 35).

Capturenya pun sangat seronok, adegan film BCG dicapture utuh.


Ada dua pasang remaja berdiri berpelukan. Yang sepasang sebelah
kiri, seorang remaja putra yang lebih tinggi dari pasangannya
menempelkan kepalanya pas ke kening sang putri. Tangan yang
putra memegang perut pas di bawah buah dadanya. Sang putri
terlihat diam menikmati perlakuan tersebut.

Pasangan yang kedua, berdiri di sebelah kanan. Sang cewek


memakai busana ketat, ketiaknya melompong, roknya di atas lutut,
panjangnya setengah paha. Dia berdiri dengan wajah penuh
rangsangan, menempelkan –maaf– kedua buah dadanya ke perut
sang cowok. Sementara sang cowok yang berkaus hitam yang lebih
tinggi, berdiri memegang lehernya dan mengarahkan pandangannya
ke bawah, seolah sedang mengamati buah dada sang cewek. (hlm.
53).

Pada edisi nomor 22, Syir’ah menyajikan topik utama “Sex on TV:
Bangkrutnya Petuah Halal-Haram”. Intinya, mengajak pembaca
untuk pembaca untuk mengabaikan “sementara” halal-haram guna
meramaikan pembicaraan seksual.

Ilustrasinya pun jauh dari etika Islam. Pada halaman 18 ditampilkan


foto relief –maaf– alat kelamin laki-laki berdiri menjulang ke atas –
maaf– sedang menusuk alat kelamin wanita. Pantaskah media ini
disebut majalah Islam?

Kita memang harus cerdas dan teliti dalam memilih bacaan. Memang
buku adalah guru yang paling baik. Tapi jika salah baca, maka akan
jadi racun bagi keselamatan iman kita. Waspadai media-media yang
didanai oleh founding asing.

Uang memang bisa merubah segalanya jadi kejam. Karena uang,


sahabat bisa jadi musuh, bahkan tak jarang berujung pada dendam
dan pembunuhan. Gara-gara uang pula, orang memusuhi agama dan
keyakinannya, bahkan tak jarang berujung pada fitnah dan
pemurtadan. (Majalah tabligh)

YAPISTA Corporation 107


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Pluralisme Agama

Pluralisme muncul sarat muatan politis, yang tak lebih sebagai


respons politis terhadap kondisi masyarakat Kristen Eropa akibat
perlakuan dikriminatif dari gereja

(tulisan pertama)

Oleh: Anis Malik Thoha*

Menelusuri lahirnya gagasan liberalisme dan pluralisme agama.


Gagasan Protestanistik yang kini digandrungi sebagian kaum
Muslimin

Proses liberalisasi sosial politik, yang menandai lahirnya tatanan


dunia abad modern, semakin marak. Disusul kemudian dengan
liberalisasi atau globalisasi (baca: penjajahan model baru) ekonomi.
Wilayah agama pun, pada gilirannya, dipaksa harus membuka diri
untuk diliberalisasikan.

Sejak era reformasi gereja abad ke-15, wilayah yurisdiksi agama


telah direduksi, dimarjinalkan, dan didomestikasikan sedemikian
rupa. Hanya boleh beroperasi di sisi kehidupan manusia yang paling
privat. Dan saat ini, agama tetap masih dianggap tidak cukup
kondusif (atau bahkan mengganggu) bagi terciptanya tatanan dunia
baru yang harmoni, demokratis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan dan HAM seperti toleransi, kebebasan, persamaan, dan
pluralisme. Seakan-akan semua agama adalah musuh demokrasi,
kemanusiaan, dan HAM. Oleh karenanya agama harus
mendekonstruksikan-diri (atau didekonstruksikan secara paksa)
agar, menurut bahasa kaum liberal, merdeka dan bebas dari
kungkungan teks-teks dan tradisi yang jumud serta sudah tak sesuai
lagi dengan semangat zaman.

Proses liberalisasi sosial politik di Barat telah melahirkan tatanan


politik yang pluralistik yang dikenal dengan pluralisme politik".
Liberalisasi agama harus bermuara pada terciptanya suatu tatanan
sosial yang menempatkan semua agama pada posisi yang sama dan
sederajat, sama benarnya dan sama relatifnya. Orang menyebutnya
sebagai pluralisme agama

Pluralisme, Gagasan Protestanistik


Paham liberalisme pada awalnya muncul sebagai mazhab sosial
politis. Oleh karenanya, wacana pluralisme yang lahir dari rahimnya,
termasuk gagasan pluralisme agama, juga lebih kental dengan
YAPISTA Corporation 108
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

nuansa dan aroma politik. Maka tidak aneh jika gagasan pluralisme
agama itu sendiri muncul dan hadir dalam kemasan pluralisme politik
(political pluralism), yang merupakan produk dari liberalisme politik
(political liberalism).

Jelas, faham liberalisme tidak lebih merupakan respons politis


terhadap kondisi sosial masyarakat Kristen Eropa yang plural
dengan keragaman sekte, kelompok, dan mazhab. Namun
kondisi pluralistik semacan ini masih terbatas dalam masyarakat
Kristen Eropa untuk sekian lama, baru kemudian pada abad kedua
puluh berkembang hingga mencakup komunitas-komunitas lain di
dunia.

Saat itu, hembusan angin pluralisme yang mewarnai pemikiran Eropa


khususnya, dan Barat secara umum, rupanya belum mengakar kuat
dalam kultur masyarakat. Beberapa sekte Kristen masih
mengalami perlakuan dikriminatif dari gereja. Hal itu misalnya
dialami sekte Mormon, yang tetap tidak diakui oleh gereja karena
dianggap gerakan heterodoks. Diskriminasi ini berlangsung sampai
akhir abad kesembilan belas, ketika muncul protes keras dari
Presiden Amerika Serikat, Grover Cleveland (1837-1908).

Ada pula doktrin "di luar gereja tidak ada keselamatan". Ini
tetap dipegang teguh oleh Gereja Katolik hingga dilangsungkannya
Konsili Vatikan II pada awal tahun 1960-an, yang mendeklarasikan
doktrin keselamatan umum, bahkan bagi agama-agama selain
Kristen.

Jadi, gagasan pluralisme agama sebenarnya merupakan upaya


peletakan landasan teoritis dalam teologi Kristen untuk
berinteraksi secara toleran dengan agama lain. Gagasan
pluralisme agama adalah salah satu elemen gerakan reformasi
pemikiran agama atau liberalisasi agama yang dilancarkan oleh
Gereja Kristen pada abad ke-19. Gerakan ini kemudian dikenal
dengan Liberal Protestantism. Pelopornya adalah Friedrich
Schleiermacher.

Memasuki abad ke-20, gagasan pluralisme agama semakin kokoh


dalam wacana pemikiran filsafat dan teologi Barat. Muncul tokoh
gigih, seperti teolog Kristen liberal Ernst Troeltsch (1865-1923).
Dalam sebuah makalahnya yang berjudul "Posisi Agama Kristen di
antara Agama-agama Dunia" yang disampaikan dalam sebuah kuliah
di Universitas Oxford (1923), Troeltsch melontarkan gagasan
pluralisme agama secara argumentatif. Menurutnya, semua agama,
termasuk Kristen, selalu mengandung elemen kebenaran dan tidak
satu agama pun yang memiliki kebenaran mutlak. Konsep ketuhanan
di muka bumi ini beragam dan tidak tunggal.
YAPISTA Corporation 109
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Ada lagi William E Hocking. Gagasannya ditulis dalam buku Re-


thinking Mission (1932) dan Living Religions and A World Faith. Ia
tanpa ragu-ragu memprediksi akan munculnya model keyakinan atau
agama universal baru yang selaras dengan konsep pemerintahan
global.

Gagasan serupa datang dari sejarawan Inggris ternama, Arnold


Toynbee (1889-1975), dalam karyanya An Historian's Approach to
Religion (1956) dan Cristianity and World Religions (1957). Juga
teolog dan sejarawan agama Kanada, Wilfred Cantwell Smith. Dalam
buku Towards A World Theology (1981), Smith mencoba meyakinkan
perlunya menciptakan konsep teologi universal atau global yang bisa
dijadikan pijakan bersama bagi agama-agama dunia dalam
berinteraksi dan bermasyarakat secara damai dan harmonis.
Nampaknya karya tersebut memuat saripati pergolakan pemikiran
dan penelitian Smith, dari karya-karya sebelumnya The Meaning and
End of Religion (1962) dan Questions of Religious Truth (1967).

Dua dekade terakhir abad ke-20, gagasan pluralisme agama telah


mencapai fase kematangan. Kemudian menjadi sebuah wacana
pemikiran tersendiri pada dataran teologi dan filsafat agama modern.
Fenomena sosial politik juga mengetengahkan realitas baru
kehidupan antar agama yang lebih nampak sebagai penjabaran,
kalau bukan dampak dari (atau bahkan suatu proses sinergi)
gagasan pluralisme agama ini.

Dalam kerangka teoritis, pluralisme agama pada masa ini telah


dimatangkan oleh beberapa teolog dan filosof agama modern.
Konsepsinya lebih lihai, agar dapat diterima oleh kalangan antar
agama. John Hick telah merekonstruksi landasan-landasan teoritis
pluralisme agama sedemikian rupa, sehingga menjadi sebuah teori
yang baku dan populer.

Hick menuangkan pemikirannya dalam buku An Interpretation of


Religion: Human Responses to the Transcendent. Buku ini diangkat
dari serial kuliahnya pada tahun 1986-1987, yang merupakan
rangkuman dari karya-karya sebelumnya.

Ternyata, fenomena yang murni Protestanistik atau terjadi dalam


kerangka gerakan reformasi Protestan secara khusus ini, masih
mendominasi pemikiran orang-orang Protestan hingga akhir abad ke-
19. Sedangkan Kristen Katolik cenderung tidak menerima
gagasan pluralisme agama, dan tetap berpegang teguh pada
doktrin "di luar gereja tidak ada keselamatan hingga akhirnya Konsili
Vatikan II berlangsung.

Wabah Pluralisme dalam Islam


YAPISTA Corporation 110
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Dalam wacana pemikiran Islam, wacana pluralisme agama masih


merupakan hal baru dan tidak mempunyai akar ideologis atau
bahkan teologis yang kuat. Gagasan pluralisme agama lebih
merupakan perspektif baru yang ditimbulkan oleh proses penetrasi
kultural Barat modern dalam dunia Islam.

Pendapat ini diperkuat oleh realitas bahwa gagasan pluralisme


agama dalam wacana pemikiran Islam, baru muncul pada masa-
masa pasca Perang Dunia II. Yaitu ketika mulai terbuka kesempatan
besar bagi generasi-generasi muda Muslim untuk mengenyam
pendidikan di universitas-universitas Barat sehingga mereka dapat
berkenalan dan bergesekan langsung dengan budaya Barat.

Dalam waktu yang sama, gagasan pluralisme agama menembus dan


menyusup ke wacana pemikiran Islam. Antara lain melalui karya-
karya pemikir-pemikir mistik Barat Muslim seperti Rene Guenon
(Abdul Wahid Yahya) dan Frithjof Schuon (Isa Nuruddin Ahmad).

Karya-karya mereka ini, khususnya Schuon dengan bukunya The


Transcendent Unity of Religions, sangat sarat dengan pemikiran-
pemikiran dan tesis-tesis atau gagasan-gagasan yang menjadi
inspirasi dasar bagi tumbuh-kembangnya wacana pluralisme agama.

Barangkali Seyyed Hossein Nasr, seorang tokoh Muslim Syi'ah


moderat, adalah tokoh yang paling bertanggung jawab dalam
mempopulerkan gagasan pluralisme agama di kalangan Islam
tradisional. Suatu prestasi; yang kemudian mengantarkannya pada
sebuah posisi ilmiah kaliber dunia yang sangat bergengsi selevel
nama-nama besar seperti Ninian Smart, John Hick, dan Annemarie
Schimmel.

Nasr mencoba menuangkan tesisnya tentang pluralisme agama


dalam kemasan sophia perennis atau perennial wisdom (al-hikmat
al-khalidah, atau ;kebenaran abadi). Yaitu sebuah wacana
menghidupkan kembali kesatuan metafisikal (metaphysical unity)
yang tersembunyi di balik ajaran dan tradisi-tradisi keagamaan yang
pernah dikenal manusia semenjak Adam alaihis-salam. Menurut
Nasr, memeluk atau meyakini satu agama dan melaksanakan
ajarannya secara keseluruhan dan sungguh-sungguh, berarti juga
memeluk seluruh agama, karena semuanya berporos kepada satu
poros, yaitu kebenaran hakiki yang abadi.

Perbedaan antar agama dan keyakinan, menurut Nasr, hanyalah


pada sombol-simbol dan kulit luar. Inti dari agama tetap satu. Dari
sini dapat dilihat bahwa pendekatan Nasr ini sejatinya tidak jauh
berbeda dengan pendekatan-pendekatan yang ada pada umumnya.
Suatu hal yang membuat kita bertanya-tanya, apakah tesis Nasr
YAPISTA Corporation 111
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

ini mempunyai justifikasi yang solid dalam tradisi pemikiran


Islam yang diklaimnya sebagai basis dari bangunan
pemikirannya?

Saat ini wacana pluralisme agama modern muncul dengan berbagai


trend dan bentuknya. Ini menggambarkan sebuah fakta secara
telanjang bahwa betapa dominan dan hegemoniknya Barat, baik dari
segi politik, ekonomi, peradaban, maupun kultur. Sebuah fakta yang
untuk menjamin eksistensi dan kelestariannya, meniscayakan
adanya semacam legitimasi relijius, atau apa yang disebut Peter L
Berger sebagai sacred canopy (tirai suci). Dan itu harus sejalan
dengan logika kemanusiaan modern yang berlandaskan pada asas
toleransi dan kebebasan, atau lebih tepatnya, liberalisme.

Obsesi Barat ini kentara sekali dan sulit untuk ditutup-tutupi,


sebagaimana nampak dari upaya-upaya serius yang dilakukannya
untuk mensosialisasikan gagasan ini. Bahkan mereka tak segan
melakukan tekanan politik, ekonomi, maupun militer terhadap
negara-negara lain yang enggan menerapkan gagasan pluralisme.
Semua harus mau bernaung di bawah jargon Tatanan Dunia Baru
yang dicanangkan Amerika Serikat pada awal sembilan puluhan dari
abad yang lalu.* (Bersambung)

(*Dosen Ilmu Perbandingan Agama pada International Islamic


University, Malaysia)

Tulisan ini diambil dari rubrik "Tsaqafah", Majalah Hidayatullah, edisi


Agustus 2004

Pluralisme, Klaim Kebenaran yang Berbahaya

Dengan merelatifkan klaim-klaim kebenaran yang ada, secara


implisit pluralisme seolah bertindak sebagai wasit yang mengontrol
dan menjaga ketertiban permainan, termasuk mengeluarkan kartu
merah (tulisan kedua)

oleh Anis Malik Thoha*

Semua agama, baik yang mati maupun yang hidup, yang kuno
maupun modern, yang teistik maupun non-teistik, lahir dan hadir
lengkap dengan klaim kebenaran. Terlepas apakah klaim ini valid
atau tidak, rasional atau irasional.
YAPISTA Corporation 112
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Setidaknya ada tiga macam cara memandang klaim kebenaran, yaitu


eksklusivisme, inklusivisme, dan pluralisme.

Eksklusivisme adalah kebenaran absolut hanya dimiliki agama


tertentu secara eksklusif. Tidak memberikan alternatif lain, tidak
memberikan konsesi sedikitpun, dan tidak mengenal kompromi.

Klaim ini direpresentasikan oleh agama-agama semitik: Yudaisme,


Kristen, dan Islam, yang ditopang dengan konsep yuridis tentang
keselamatan. Yudaisme mempunyai doktrin the chosen people
(masyarakat terpilih). Kebenaran, keshalihan, dan keselamatan
hanya berdasar atas etnisitas yang sempit, yaitu bangsa Yahudi.
Katolik punya doktrin extra ecclesiam nulla salus (di luar gereja tidak
ada keselamatan) dan Protestan dengan doktrin outside Christianity,
no salvation (di luar Kristen tidak ada keselamatan). Sementara
Islam dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa inna ad-
diena ‘inda Allahi al-Islam (sesungguhnya agama di sisi Allah adalah
Islam).

Klaim Inklusivisme lebih longgar. Hanya salah satu agama saja yang
benar, tapi juga mencoba mengakomodasi konsep yuridis
keselamatan untuk mencakup pengikut agama lain. Bukan karena
agama mereka benar, tapi justru karena limpahan berkah dan
rahmat dari kebenaran absolut yang ia miliki.

Teologi inklusif hanya muncul di lingkungan Kristen dalam waktu


belakangan. Ini merupakan respons terhadap teologi pluralis yang
mulai merebak pada pertengahan kedua abad ke-20, dan di sisi lain
menganggap klaim eksklusif sudah ketinggalan zaman.

Ada interpretasi baru yang dianggap lebih segar. Konsep penebusan


dosa yang dilakukan Yesus Kristus meliputi seluruh dosa warisan
anak Adam. Semua ummat manusia terbuka untuk ampunan Tuhan,
meskipun mereka pengikut agama lain. Teologi ini kemudian diadopsi
secara resmi dalam Konsili Vatikan II (1962-1965).

Tapi klaim kebenaran model ini tidak konsisten. Jika keselamatan


dapat dicapai tanpa adanya koneksi apapun dengan gereja dan
doktrin Kristen, apa artinya bersikeras memberikan label Kristen?
Kenapa berbagai praktik Kristenisasi masih terus dilakukan? Atau
inklusivisme hanyalah slogan kosong dengan maksud tertentu?

Di lingkungan Islam, sebetulnya juga ada upaya serupa. Di Indonesia


pada awal tahun 1990-an muncul jargon “Islam inklusif”. Namun
YAPISTA Corporation 113
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

setelah diteliti secara seksama, kandungan pemikiran yang mereka


maksudkan ternyata serupa dengan model pluralisme seperti di
bawah ini.

Pluralisme yang Berbahaya

Pluralisme muncul dan berkembang dalam setting sosial-politik


humanisme sekuler Barat yang bermuara pada lahirnya tatanan
demokrasi liberal. Salah satu konstituen utamanya adalah pluralisme
agama (yang oleh sebagian sosiolog diidentifikasi sebagai civil
religion).

Pluralisme ingin tampil sebagai klaim kebenaran yang humanis,


ramah, santun, toleran, cerdas, mencerahkan, demokratis, dan
promising. Hal ini antara lain dikatakan oleh tokoh pluralis yang
paling bertanggung jawab, John Hick.

Semua agama, yang teistik maupun non-teistik, dapat dianggap


sebagai ruang atau jalan yang bisa memberi keselamatan,
kebebasan, dan pencerahan. Semuanya valid, karena pada dasarnya
semuanya merupakan respons otentik yang beragam terhadap the
Real (hakikat ketuhanan) yang sama.

Dalam kenyataannya, klaim itu menjadi klaim ‘kebenaran relatif’


yang absolut. Tidak saja ingin merelatifkan klaim kebenaran agama
yang ada—sehingga semua agama secara relatif sama—tapi juga
sebetulnya ingin mengungguli klaim-klaim tersebut. Hanya klaim
pluralisme saja yang mutlak benar.

Dengan merelatifkan klaim-klaim kebenaran yang ada berarti secara


implisit—dan ini jarang disadari oleh kaum pluralis—telah menafikan,
atau minimal mendegradasikan, kebenaran hakiki klaim-klaim
tersebut. Pluralisme juga telah bertindak sebagai wasit sepakbola
yang mengontrol dan menjaga ketertiban jalannya permainan,
termasuk mengeluarkan kartu merah.

Klaim pluralisme membawa implikasi yang berbahaya bagi manusia.


Baik itu menyangkut isu-isu yang bersifat teoretis, epistemologis,
dan metodologis, sebagian bersifat ideologis dan teologis, dan
sebagian lagi berhubungan dengan isu yang lebih praktis, yaitu HAM
(hak-hak asasi manusia) –khususnya kebebasan beragama.

Gagasan pluralisme sulit menjawab pertanyaan yang sangat krusial,


yaitu apakah benar-benar mampu memberikan solusi yang ramah
terhadap konflik antar agama, sebagaimana yang diklaim oleh para
YAPISTA Corporation 114
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

penggagas dan penganjurnya? Atau malah menjadi problem baru


dalam fenomena pluralitas keagamaan?

Tidak Bisa Dipertahankan Lagi

Istilah pluralisme agama selama ini difahami dan didesain dalam


bingkai sekuler, liberal, dan logika Barat yang menampik hal-hal
yang berbau metafisis. Ini adalah akar dari semua masalah. Agama
dianggap sebagai respons manusia, atau sering pula disebut sebagai
pengalaman keagamaan. Kemungkinan datangnya agama dari Tuhan
atau Dzat yang Maha Agung dinafikan mentah-mentah.

Tokoh seperti Joachim Wach, seorang ahli perbandingan agama


kontemporer, bahkan mendefinisikan konsep pengalaman
keagamaan sebagai agama itu sendiri. Lahirlah kesimpulan akan
persamaan semua agama secara penuh tanpa ada yang lebih benar
daripada yang lain. Sebuah kesimpulan yang justru menyulitkan para
penggagas dan penganjurnya, terutama yang beragama Kristen,
karena muncul pertanyaan: apakah Kristen sama persis dengan
agama-agama primitif dan paganis (penyembah berhala) yang
kanibalistik?

Klaim ini juga mengerangkeng agama sehingga hanya boleh


beroperasi di wilayah yang sangat sempit dan privat–yakni hubungan
manusia dengan Tuhannya. Muncul pertanyaan lagi, apakah
hubungan pribadi dengan sesuatu yang sakral dan metafisikal ini
mempengaruhi dan membentuk perilaku manusia, baik dalam
kehidupan individual maupun sosial, atau tidak?

Kajian-kajian modern yang dilakukan para ahli menguatkan adanya


pengaruh tersebut. Joachim Wach misalnya, menyimpulkan bahwa
manusia kapan saja dan dimana saja selalu ingin mengekspresikan
pengalaman keagamaan. Sementara ahli perbandingan agama Ninian
Smart dan anthropolog Clifford Geertz menegaskan tentang
komprehensivitas agama yang mencakup seluruh dimensi kehidupan
manusia.

Fakta-fakta di atas menguatkan komprehensivitas, inklusivitas, dan


totalitas agama. Cakupannya tidak hanya terbatas pada apa yang
disebut institusi agama, melainkan juga seluruh falsafah hidup yang
dikenal manusia. Otomatis, konsep dikotomisasi realitas: agama-
negara, sakral-profan, dan individu-publik, menjadi tak tepat dan tak
akurat. Di Barat sendiri kini ada kajian-kajian ilmiah yang mengkritisi
akurasi konsep ini. Hasilnya, dikotomisasi tidak mungkin bisa
dipertahankan di depan bukti-bukti dan fakta-fakta objektif dari
YAPISTA Corporation 115
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

perkembangan sosio-politis kontemporer.

Di sisi lain, terminologi pluralisme di Barat telah mengalami


perubahan yang sangat fundamental, sehingga sama dan sebangun
dengan demokrasi, yakni penegasan tentang kebebasan, toleransi
persamaan, dan koeksistensi. Namun, konsep yang secara teoretis
sangat agung dan toleran ini, pada dataran praktis cenderung
menunjukkan perilaku intoleran dan memberangus HAM. Kata
Muhammad Imarah, “Barat telah memaksa yang lain untuk
mengikutinya secara kultur maupun pemikiran… dan untuk
melepaskan sejarah, kultur, dan referensi keagamaan dan intelektual
mereka masing-masing.” Barat tidak ingin membiarkan yang lain
menjadi dirinya sendiri.

Muncullah kesadaran bahwa konsep pluralisme tidak boleh hanya


tunduk pada interpretasi tunggal (baca: Barat). Kata John O Voll,
“Terdapat kesadaran yang semakin meningkat bahwa konsep
‘pluralisme’, yang merupakan fokus wacana-wacana masa kini,
adalah tunduk pada pemahaman yang beragam.” John D’Arcy May
juga menyatakan perlunya keragaman dalam membaca dan
memaknai konsep ini.

Alhasil, konsep pluralisme yang menganggap semua agama sama


saja, tak mungkin bisa dipertahankan. Juga tak mungkin bisa
dipraktikkan dalam kehidupan nyata tanpa memberangus HAM.
(bersambung) * Dosen Ilmu Perbandingan Agama di International
Islamic University, Malaysia

Tulisan ini diambil dari rubrik "Tsaqafah", Majalah Hidayatullah,


edisi September 2004.

Kesesatan Menggerogoti Ummat Islam

Ust. Hartono Ahmad Jaiz

AlDakwah.org--Kesesatan itu bahasa Arabnya dholal. Yaitu setiap


yang menyimpang dari jalan yang dituju (yang benar) dan setiap
yang berjalan bukan pada jalan yang benar, itulah kesesatan.
Demikian menurut Tafsir At-Thobari Juz 1 halaman 84.

Dalam Al-Qur’an disebutkan, setiap yang di luar kebenaran itu


adalah sesat. Allah SWT berfirman:
YAPISTA Corporation 116
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

“…maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan.


Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)? (QS Yunus:
32).
Kebenaran itu datangnya dari Allah. Sebagaimana telah Allah
tegaskan:

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali


kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS Al-Baqarah: 147).
Apa-apa yang dari Tuhan berupa kebenaran itu disampaikan kepada
manusia ini lewat wahyu Allah yang diberikan kepada Nabi
Muhammad saw. Dalam hadits dijelaskan:

Hadits dari Miqdam bin Ma’di Karib Al-Kindi yang berkata, Rasulullah
saw bersabda: Ingatlah sesungguhnya aku diberi Al-Kitab (Al-Qur’an)
dan yang sesamanya bersamanya. Ingatlah sesungguhnya aku diberi
Al-Qur’an dan yang sesamanya bersamanya. (HR Ahmad).

Hadits itu menjelaskan bahwa Nabi saw diberi wahyu berupa Al-
Qur’an dan wahyu yang sesamanya besertanya, yaitu wahyu berupa
hadits. Sehingga Al-Qur’an dan Al-Hadits yang menjadi sumber Islam
itu sebenarnya adalah wahyu dari Allah. Maka benarlah bahwa Islam
itu agama dari sisi Allah, karena memang berupa wahyu dari Allah
SWT.

Dari pengertian tersebut maka hal-hal yang tidak sesuai atau


menyimpang dari Al-Qur’an dan Al-hadits/ As-Sunnah itu adalah
kesesatan.
Untuk lebih mudahnya, maka letak kesesatan yang sudah jelas
berada di luar garis Al-Qur’an dan As-Sunnah itu letaknya di mana,
bisa dijelaskan sebagai berikut.

Di dalam Islam ada wilayah-wilayah:

1. Wilayah prinsip/ pokok/ dasar (ushul).


2. Wilayah cabang-cabang (furu’)

3. Wilayah yang didiamkan (maskut ‘anhu) yaitu mubah atau


boleh-boleh saja.

Keterangan 1. Dalam hal wilayah pokok (ushul) biasanya dalilnya


(ayat atau hadits)nya jelas, tegas, tidak ada makna-makna lain lagi.
Hingga tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Misalnya
Allah itu Esa. Nabi Muhammad nabi terakhir. Ka’bah adalah kiblat
YAPISTA Corporation 117
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

ummat Islam. Shalat 5 waktu itu wajib. Puasa Ramadhan wajib.


Akherat itu ada. Surga, neraka, malaikat, hisab/ perhitungan amal di
akherat itu pasti ada. Al-Qur’an dan hadits itu pedoman Islam. Dan
sebagainya. Itu semua dalilnya jelas, tegas, dan tidak ada makna-
makna lain lagi, serta tidak ada perbedaan di kalangan ulama.
Siapa saja yang menyelisihi dari hal-hal pokok yang sifatnya sudah
tegas dalilnya seperti tersebut, itu jelas sesat.

Contoh:

1. Orang yang tidak mempercayai hadits Nabi saw sebagai


landasan Islam, maka dia sesat. Itulah kelompok Inkar
Sunnah.
2. Orang yang mengakui adanya nabi lagi sesudah Nabi
Muhammad saw maka mereka sesat. Itulah kelompok
Ahmadiyah yang mempercayai Mirza Ghulam Ahmad dari
India sebagai nabi setelah Nabi Muhammad saw.

3. Orang yang menganggap Al-Qur’an dan As-Sunnah baru sah


diamalkan kalau manqul (yang keluar dari mulut imam atau
amirnya), maka anggapan itu sesat. Sebab membuat syarat
baru tentang sahnya keislaman orang. Akibatnya, orang
yang tidak masuk golongan mereka dianggap kafir dan najis.
Itulah kelompok LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia)
yang dulunya bernama Lemkari, Islam Jama’ah, Darul Hadits
pimpinan Nur Hasan Ubaidah Madigol Lubis (Luar Biasa)
Sakeh (Sawahe Akeh/ sawahnya banyak) dari Kediri Jawa
Timur yang kini digantikan anaknya, Abdu Dhohir.
Penampilan orang sesat model ini: kaku –kasar tidak lemah
lembut, ada yang bedigasan, ngotot karena mewarisi sifat
kaum khawarij, kadang nyolongan (suka mencuri) karena
ada doktrin bahwa mencuri barang selain kelompok mereka
itu boleh, dan bohong karena ayat saja oleh amirnya
diplintir-plintir untuk kepentingan dirinya.

4. Orang yang menganggap bahwa dirinya mendapat wahyu


dan didampingi malaikat Jibril, maka dia sesat. Karena
wahyu kenabian telah selesai dengan wafatnya Nabi
Muhammad saw. Kelompok inilah yang mendirikan agama
baru, Salamullah yang menghimpun semua agama, yaitu
perempuan bernama Lia Aminuddin di Jakarta. Dia mengaku
sebagai Imam Mahdi padahal wanita. Perangkai bunga kering
ini gundah gulana akibat kecewa dengan dua muballigh (Nur
Muhammad Iskandar dan Zainuddin MZ) dan Anton Medan
YAPISTA Corporation 118
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

(mantan penggede preman) dalam hal Yayasan At-Taibin


(yang menggarap/ mendakwahi preman-preman, bajingan,
pelacur dan sebagainya), menurut pengakuan Lia Aminuddin
kepada MUI (Majelis Ulama Indonesia). Lalu MUI
memfatwakan (22 Desember 1997) bahwa pengakuan Lia
Aminuddin yang dirinya didampingi Malaikat Jibril dan
mendapatkan ajaran keagamaan darinya itu sesat lagi
menyesatkan. Namun ajaran sesat agama Salamullah itu ada
Wakil/ Imam Besarnya bernama Abdul Rahman, konon
alumni IAIN Jakarta.

5. Orang yang menganggap hadits Nabi saw yang sah hanyalah


yang diriwayatkan oleh Ahlul Bait, maka mereka sesat.
Sebab sama dengan menuduh para sahabat yang bukan
Ahlul Bait (keluarga Nabi saw) itu tidak bisa dipercaya.
Padahal Allah SWT saja memuji para sahabat Nabi saw.
Orang yang tak mempercayai sahabat untuk jadi periwayat
hadits itulah kelompom Syi’ah. Orang Syi’ah yang ghuluw/
ekstrim sampai menuhankan Ali bin Abi Thalib, maka mereka
dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib ra. Syi’ah Imamiyah
(Itsna ‘Asyariyah) yang kini merupakan mayoritas, di Iran,
Irak, dan menyebar ke lain tempat, mereka mempercayai
adanya 12 Imam keturunan Ali yang dianggap ma’shum
(terjaga dari dosa). Padahal yang ma’shum itu hanya Nabi.
Perkataan Imam dianggap sama dengan perkataan Nabi.
Syekh Muhammad At-Tamimi menjelaskan, Syi’ah –yang
benar adalah sebutan Rafidhah karena pengelompokan
mereka kepada Ali bin Abi Thalib ra adalah pengelompokan
yang ekstrim keterlaluan, tidak diterima oleh Ali ra.
Rafidhah/ Syi’ah seperti yang disifatkan oleh Syekh Ibnu
Taimiyyah dalam kitabnya, Iqtidho’us shirothil mustaqiem
mukholafafatu ash-haabil jahiim, halaman 391, beliau
berkata: Sesungguhnya mereka (Rafidhoh/ Syi’ah) adalah
kelompok paling dusta dari kalangan ahlil ahwa’ (pengikut
hawa nafsu), paling besar kemusyrikannya, maka tidak ada
pengikut hawa nafsu yang lebih dusta dibanding mereka, dan
tidak ada yang lebih jauh dari Tauhid (melebihi mereka).
(Muhammad At-Tamimi, Fatawa Muhimmah, juz 1 halaman
145).
Karena sikap ghuluw (ekstrimnya) hingga menuhankan
Imam mereka dan keekstriman-keekstriman lainnya, maka
Imam Ibnu Taimiyyah menyebut orang Syi’ah atau Rafidhah
itu sebagai pengikut hawa nafsu (ahlul ahwa’) yang paling
sesat, dan paling jauh dari Tauhid.

YAPISTA Corporation 119


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

6. Orang yang memaknakan Al-Qur’an semaunya, tidak sesuai


dengan petunjuk Rasulullah saw, bahkan tak sesuai dengan
lafal/ kalimat Al-Qur’an, maka mereka sesat. Itulah
kelompok Isa Bugis. Contohnya, mereka memaknakan al-fiel
yang artinya gajah menjadi meriam atau tank baja.
Alasannya di Yaman saat zaman Nabi tidak ada rumput maka
tak mungkin ada gajah. Mereka tidak percaya mu’jizat, maka
dianggapnya dongeng lampu Aladin. Nabi Ibrahim
menyembelih Isma’il itu dianggapnya dongeng belaka. Tafsir
Al-Qur’an yang ada sekarang harus dimuseumkan, karena
salah semua. Al-Qur’an bukan Bahasa Arab, maka untuk
memahami Al-Qur’an tak perlu belajar Bahasa Arab, tata
bahasa Arab dan sejenisnya. Lembaga Pembaru Isa Bugis
adalah Nur, sedang yang lain adalah dhulumat, maka sesat
dan kafir. Itulah ajaran sesat Isa Bugis.

7. Orang yang menggabung-gabungkan Islam dengan Yahudi,


Nasrani dan lainnya, maka sesat. Itulah kelompok Baha’i.
Menghilangkan setiap ikatan agama Islam, menganggap
syari’at Islam telah kadaluarsa. Persamaan antara manusia
meskipun berlainan jelnis, warna kulit dan agama. Inilah inti
ajaran Baha’i. Menolak ketentuan-ketentuan Islam. Menolak
Poligami kecuali ada kekecualian, dan tak boleh dari dua
isteri. Melarang talak dan menghapus ‘iddah. Janda boleh
langsung kawin lagi, tanpa ‘iddah (masa tunggu). Ka’bah
bukanlah kiblat yang mereka akui, Kiblat mereka adalah di
mana Tuhan menyatu dalam diri Bahaullah (pemimpin
mereka). Ini sama dengan pandangan sufi /orang tasawuf
sesat bahwa qolbul mu’min baitullah, hati mukmin itu
baitullah. Ini mirip Gatoloco (penghina Islam model
Kebatinan Jawa) bahwa hati manusia itu bikinan Allah,
sedang ka’bah itu bikinan Ibrahim dan Isma’il, maka lebih
baik mana bikinan Allah dibanding bikinan manusia.
Demikianlah kesesatan model penolak Islam sambil mencari-
cari spiritualitas yang dibikin-bikin syetan.

8. Orang yang menyamakan semua Agama, hingga Islam


disamakan dengan Yahudi, Nasrani, dan agama-agama
kemusyrikan, maka mereka sesat. Itulah kelompok yang
berfaham pluralisme agama, yang sejak Maret 2001
membentuk kelompok yang bermarkas di Utan Kayu Jakarta
dengan menamakan diri sebagai JIL (Jaringan Islam Liberal)
yang dikordinir oleh Ulil Abshar Abdalla dari unsur NU
(Nahdlatul Ulama). Ulil tidak mengakui adanya hukum
Tuhan, hingga syari’at mu’amalah (pergaulan antar manusia)
YAPISTA Corporation 120
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

dia kampanyekan agar tidak usah diikuti, seperti syari’at


jilbab, qishosh, hudud, potong tangan bagi pencuri dan
sebagainya itu tidak usah diikuti. Bahkan larangan nikah
antara Muslim dengan non Muslim dianggap tidak berlaku
lagi, karena ayat larangannya dianggap tidak jelas. Vodca
(minuman keras beralkohol lebih dari 16%) pun menurut Ulil
bisa jadi di Rusia halal, karena udaranya dingin sekali.
Pemahaman “kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah/ Al-
Hadits” seperti yang difahami ummat Islam sekarang ini
menurut Ulil salah, karena menjadikan penyembahan
terhadap teks. Maka harus difahami dengan bahwa Al-Qur’an
itu yang sekarang ini baru separuhnya, sedang separuhnya
lagi adalah pengalaman manusia. Itulah kemauan Ulil, yang
kalau dituruti, maka justru akan menyembah kemauan
manusia. Dengan pemahaman Ulil yang sudah membabat
dan menghina Islam seperti itu, maka fatwa hukuman mati
yang semula oleh FUUI (Forum Ulama Ummat Islam) di
Bandung ditujukan kepada penghina Islam dari kalangan
Nasrani (Pendeta Suradi dan H Amos) tinggal dirujuk untuk
Ulil. Kelompok JIL (Jaringan Islam Liberal) ini mengacak-acak
Islam, pemahaman Islam, yang akibatnya menguntungkan
gerakan pemurtadan. Itulah menurut hadits Hudzaifah yang
terkenal diriwayatkan oleh Imam Bukhari telah disinyalir
adanya penyeru-penyeru di pintu-pintu neraka jahannam.
Siapa yang mengikuti ajakannya maka dilemparkan ke dalam
neraka. Na’udzubillaah min dzaalik.

9. Orang yang mengibaratkan Rasul bagai menteri, sedang


kerasulan bagai departemen. Lalu Rasul boleh wafat
sebagaimana menteri boleh mati, namun kerasulan atau
departemen tetap ada, maka tetap diangkatlah rasul baru
sebagaimana diangkat pula menteri baru, maka mereka itu
sesat. Karena Nabi Muhammad saw adalah rasul terakhir.
Yang berfaham Rasul tetap diangkat sampai hari Qiyamat
itulah kelompok Lembaga Kerasulan.

10. Orang yang menghalalkan merampas dan merampok harta


orang lain asal untuk disetorkan kepada pemimpin, itu
adalah sesat. Itulah kelompok NII KW IX (Negara Islam
Indonesia Komandemen Wilayah IX) yang kini punya Ma’had
Al-Zaitun dipimpin Abdul Salam (AS) Panji Gumilang.
Anehnya, orang sesat ini justru dijadikan ketua alumni IAIN
(kini UIN Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah
Jakarta, dan dipuji-puji oleh Rektor Azyumardi Azra yang

YAPISTA Corporation 121


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

disebut-sebut sebagai simpatisan JIL (Jaringan Islam Liberal)


yang sesat menyesatkan itu.

11. Orang yang menganggap Nabi saw memberikan wirid-wirid


untuk diamalkan, padahal beliau telah wafat, maka mereka
sesat. Itulah kelompok Darul Arqam berasal dari Malaysia,
yang mengaku bahwa Syeikhnya, Syaikh Suhaimi bertemu
Nabi Muhammad saw dalam keadaan melek/ jaga di Ka’bah
lalu Nabi saw memberikan wirid-wirid yang mereka sebut
Aurad Muhammadiyah. Kelompok ini sekarang menamakan
diri Hawariyyun. Nama itu aslinya adalah sebutan untuk
sahabat-sahabat Nabi Isa as. Kelompok ini termasuk sejenis
kalangan tasawuf sesat dan tarekat, makanya ketika Ummat
Islam ramai agar kelompok sesat ini dilarang, maka yang
tampak agak keberatan dilarangnya adalah orang-orang NU
(Nahdlatul Ulama) yang di antara mereka ada yang
bergelimang bahkan membuat tasawuf sesat (Lihat buku
Hartono Ahmad Jaiz, Bila Kyai Dipertuhankan Membedah
Sikap Beragama NU dan buku Tasawuf Belitan Iblis)..

Keterangan 2. Mengenai wilayah cabang (furu’) adalah


yang tidak ada dalilnya, atau ada dalilnya namun tidak
menunjukkan makna yang pasti, bisa punya dua makna atau
maknanya tidak tegas pasti. Misalnya, apakah sesudah Imam
shalat membaca fatihah secara jahar/ keras, lalu ma’mum
wajib membaca fatihah? Itu tidak ada dalil yang pasti. Maka
di situlah ruang ijtihad (mencurahkan pikiran) untuk
menentukan hukumnya. Yang berijtihad itu adalah yang
memenuhi syarat, yaitu ulama yang menguasai ilmunya.
Hasil ijtihad itu bisa berbeda satu dengan lainnya. Maka ada
istilah ikhtilaf, yaitu beda pendapat. Di situ masih ada
kesempatan lagi untuk menentukan mana yang lebih kuat
dalilnya. Itulah namanya mentarjih yaitu menentukan mana
yang lebih kuat.

Di wilayah furu’ inipun bisa timbul kesesatan, apabila orang


yang tidak tahu malah memberi fatwa tanpa ilmu. Atau bila
orang sengaja untuk menyelisihi dari ketentuan Islam.
walaupun ketentuan itu bukan merupakan pokok, dan hanya
menyangkut sunnat, namun bila diubah semaunya, maka
sesat pula. Contohnya, Ma’had Al-Zaitun pimpinan AS Panji
Gumilang di Indramayu Jawa Barat mengubah
penyembelihan hewan qurban dengan duit, tanpa diadakan
penyembelihan qurban, dengan alasan, telah banyak hewan
diqurbankan namun tidak mensejahtera-sejahterakan ummat
YAPISTA Corporation 122
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

pula. Pengubahan itu adalah kesesatan.

Contoh lain, orang-orang sekuler dan anti Islam


memaknakan negara agama itu adalah teokrasi yang
pengertiannya negara kependetaan. Lalu mereka
menimpakan pengertian dari luar Islam itu kepada Islam,
padahal negara agama kalau dirujuk kepada praktek
kepemimpinan kekuasaan dalam Islam (zaman Nabi saw dan
Khluafaur Rasyidin) maka istilah sekarang adalah negara
hukum atau nomokrasi, yang hukumnya itu adalah syari’at
Islam. Jadi negara agama menurut praktek dalam Islam
adalah negara berdasarkan syari’at Islam, bukan negara
teokrasi yang muatannya adalah kependetaan. (Lebih
jelasnya, silakan baca buku Gus Dur Menjual Bapaknya,
Bantahan Pengantar Buku Aku Bangga Jadi Anak PKI, Darul
Falah, Jakarta 2003).

Keterangan 3. Mengenai wilayah yang didiamkan (maskut


‘anhu), biasanya adalah menyangkut dunia. Hal-hal yang
dibiarkan, tidak ditentukan oleh ayat ataupun hadits, dalam
urusan dunia ini, maka boleh-boleh saja, alias mubah.
Terhadap yang mubah/ boleh-boleh saja inipun bisa timbul
kesesatan, yakni apabila orang membuat larangan untuk
drinya atau pengikutnya dalam rangka ibadah atau
mendekatkan diri kepada Allah padahal tak ada larangan
syari’atnya.

Misalnya, orang-orang Tarekat untuk mendekatkan diri


kepada Allah maka mereka mengadakan larangan sendiri,
tidak boleh makan daging atau ikan ketika mereka
mengadakan suluk (mengkhususkan waktu untuk
beribadah). Memakan daging halal.itu hukum asalnya adalah
mubah/ boleh-boleh saja. Lalu diadakan larangan sendiri
demi beribadah kepada Allah. Pengadaan larangan sendiri
dan untuk ibadah, itulah kesesatan. Namun kalau pelarangan
itu karena menjaga kesehatan, misalnya tidak minum kopi
karena darah tinggi, maka boleh. Demikian pula, kalau
makanan syubhat (samar antara halal dan haram) kemudian
kita menjauhinya karena menjaga ibadah, justru baik.
Karena berarti kita menjauhkan diri dari yang mendekati
keharaman. Ini berbeda dengan mengharamkan sendiri hal
yang halal demi ibadah.

Kesimpulan: Dari 3 wilayah (ushul, furu’, dan mubah) itu ada celah-
celah yang bisa timbul kesesatan. Namun kesesatan yang paling
YAPISTA Corporation 123
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

banyak dan membahayakan aqidah/ keyakinan adalah yang


menyangkut ushul (pokok). Karena, begitu menyelisihi dalil yang
sudah jelas, maka sesat.

Adapun mengenai yang furu’, kesesatannya adalah mengada-adakan


sesuatu tanpa diketahui dalilnya, ataupun mengubah aturan tidak
sesuai dengan dalil, seperti tentang menyembelih binatang qurban
diubah jadi penyetoran duit lalu duit itu tidak untuk beli binatang
qurban tetapi untuk lain-lain, dengan alasan yang dibuat-buat. Juga
mengalihkan pengertian istilah dalam Islam kepada istilah yang
bukan Islam hingga pengertiannya jauh berubah.

Kesesatan pun bisa timbul di wilayah yang mubah/ boleh-boleh saja.


Yaitu bila orang mengadakan pelarangan terhadap hal yang
sebenarnya tidak dilarang, yang pengadaan larangannya itu demi
ibadah.

Kesesatan-kesesatan itu beda-beda tingkatnya, ada yang sampai


kafir, misalnya menganggap Allah SWT tidak mengutus Nabi
Muhammad saw, shalat 5 waktu itu tidak wajib dan sebagainya.

Ada yang sesatnya tidak sampai kafir, misalnya atas nama untuk
ibadah, lalu melarang dirinya makan daging (pada waktu-waktu
tertentu) padahal daging halal. Meskipun kesesatannya itu tidak
sampai kafir, namun merusak agama. Sebab sudah mengada-adakan
aturan/ syari’at baru. Dan hal itu dilarang mengadakannya oleh
Rasulullah saw.

Itulah letak-letak kesesatan dan contoh-contoh jenisnya yang


senantiasa menggerogoti Ummat Islam di Indonesia bahkan bisa jadi
sedunia. Ummat Islam wajib mewaspadainya dan menghindarkan diri
serta keluarga dari aneka kesesatan itu, supaya ketika maut
menjemput, masih tetap dalam keadaan Muslim. Sebagaimana Allah
swt telah wanti-wanti (berpesan dengan sungguh-sungguh agar
dijaga pesan itu):

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-


benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS Ali Imran: 102).

Untuk lebih komplitnya silakan baca buku Aliran dan Paham Sesat di
Indonesia. (Hartono Ahmad Jaiz). [Majalah Media Dakwah, Jakarta,
Mei 2003].

 
YAPISTA Corporation 124
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Kecerobohan Intelektual

Munculnya intelektual yang pendapat-pendapatnya disebarluaskan ke


public yang menyesatkan bila dibiarkan akan melahirkan para
intelektual yang jahil. Baca CAP ke-56 Adian Husaini, MA

Dunia intelektual Indonesia, sejak beberapa waktu lalu, dikenalkan


dengan munculnya sebuah kelompok bernama ?Jaringan Intelektual
Muda Muhammadiyah?, disingkat JIMM. Adalah sesuatu yang
menggembirakan, bahwa di kalangan organisasi Islam, muncul
semangat ilmiah, semangat untuk mengkaji ilmu dan menyebarkan
ilmu ke tengah masyarakat. Termasuk di lingkungan
Muhammadiyah. Sebab, kita tahu, masalah ilmu sangatlah mendasar
dalam pandangan Islam. Banyak ayat al-Quran dan hadith Nabi
Muhammad saw yang menekankan pentingnya peran ilmu dalam
kehidupan manusia. Karena itu, kaum Muslim diwajibkan untuk
menuntut ilmu sepanjang hayat. Orang-orang yang berilmu, yang
disebut ulama, sangat dihormati posisinya. Ulama bukan hanya
orang yang pintar tetapi yang juga bertaqwa kepada Allah. (QS
35:28). Ulama-ulama yang jahat (ulamaa? al-suu?), sangatlah
berbahaya bagi masyarakat. Baik ulama yang ilmunya salah,
maupun ulama yang perilakunya jahat.

Sebab itu, orang yang ingin menyebut atau disebut dirinya ulama,
cendekiawan, intelektual, dan sebagainya, yang ingin pendapat-
pendapatnya didengar dan dituruti masyarakat, perlu sangat berhati-
hati, senantiasa bersikap cermat, teliti, dan tidak mudah
menyebarkan pendapatnya kepada masyarakat. Apalagi, ada hadits
Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Ad Darimy, yang menyatakan
"Orang yang terlalu mudah berfatwa (ceroboh) dalam berfatwa
diantara kamu, akan masuk neraka.? (Lihat al-Faidhul Qadir, Jld 1,
hadith no.183).

Diceritakan dalam buku Biografi Empat Imam Mazhab, karya


Munawar Khalil, bawa Imam Malik -- guru Imam Syafii -- dikenal
sangat berhati-hati dalam berpendapat dan bahkan lebih banyak
menjawab "saya belum tahu" ketika ditanya pendapatnya tentang
berbagai hal. Imam Syafii menceritakan, "Sungguh aku telah
menyaksikan pada Imam Malik, bahwa beliau pernah ditanya
masalah-masalah sebanyak 48 masalah. Beliau menjawab 32
masalah dengan perkataan, "Saya belum tahu".

Imam Abu Mash'ab juga menceritakan, "Aku belum pernah memberi


fatwa tentang satu masalah, sehingga aku mengambil saksi dengan
YAPISTA Corporation 125
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

70 orang ulama, bahwa aku memang ahli dalam soal yang demikian
itu." Imam Abu Musa juga menceritakan, bahwa ketika berkunjung
ke Iraq, Imam Malik ditanya 40 masalah, dan hanya 5 yang
dijawabnya. "Tidak ada perkara yang lebih berat atas diriku, selain
daripada ditanya tentang hukum-hukum halal dan haram," kata
Imam Malik. Terkadang, untuk menemukan jawaban atas sesuatu,
Imam Malik sampai tidak dapat makan dan tidur pulas. Kehati-hatian
para imam besar itu, sangat perlu menjadi pelajaran. Sebab, jika
seseorang salah dalam menyebarkan pendapat, maka ia akan
bertanggungjawab terhadap kesalahan yang timbul akibat
perbuatannya.

Karena itu, pada satu sisi kita gembira dengan bersemangatnya


kaum muda muslim melakukan kajian-kajian keislaman. Namun,
pada sisi lain, kita juga perlu prihatin jika kajian-kajian itu dilakukan
dengan tidak serius dan sepintas tanpa mendalami akar
persoalannya. Sebagai contoh, adalah tulisan yang dibuat oleh Ketua
Program Kajian Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM),
pada 21 Mei 2004, di Republika, yang berjudul ?Menghindari
Kejumudan Penafsiran Islam?.

Kita bisa menyimak berbagai kecerobohan dan kekeliruan fakta dan


pendapat yang cukup fatal dalam tulisan tersebut:

1. Ditulis: ?Banyak yang mengganggap dan mempercayai, bahwa


Islam yang otentik dan paling benar adalah Islam yang dipraktikkan
oleh Nabi Muhammad semasa hidup.?

Kita bertanya: ?Apakah ada orang lain, termasuk di lingkungan


Muhammadiyah, yang memahami dan mempraktikkan Islam
lebih baik dari apa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad
saw? Bukankah kuam Muslim pasti meyakini, bahwa Nabi saw
adalah uswatun hasanah; contoh yang baik??

Kita sungguh sulit memahami, jika ada yang menyebut dirinya


intelektual Muslim, tetapi berani melakukan gugatan terhadap
keislaman Nabi Muhammad saw, dengan alasan apa pun, termasuk
dengan menyatakan, bahwa ?pemahaman dan pelaksanaan Islam di
masa Nabi SAW itu, hanya cocok untuk zaman dan tempatnya saja. ?
Nabi hidup di zaman onta, kita hidup di zaman pesawat terbang,"
katanya.

Simaklah sebuah tulisan karya seorang dosen pemikiran Islam di


Universitas Paramadina Mulya, di website islam liberal, 17 Mei 2004,
yang menyatakan sebagai berikut: ?Beranikah kita, misalnya,
YAPISTA Corporation 126
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

menggunakan pemahaman kita sendiri terhadap persoalan-persoalan


keagamaan yang kita hadapai sekarang? Beranikah kita
menggunakan hasil pemahaman kita sendiri berhadapan dengan
pandangan-pandangan di luar kita? Misalnya berhadapan dengan
Sayyid Qutb, al-Banna, Qardawi, Nabhani, Rashid Ridha, Muhammad
bin Abd al-Wahab, Ibn Taymiyyah, al-Ghazali, Imam Syafii, al-
Bukhari, para sahabat, dan bahkan bisa juga Nabi Muhammad
sendiri.?

Begitulah kata-kata calon doktor yang merupakan alumnus


pesantren terkenal di Bekasi. Bayangkan, ada dosen pemikiran
Islam, yang tetap mengaku Muslim, yang berani mengkategorikan,
pemikiran-pemikiran Ibn Taimiyah, al-Ghazali, Imam al-Syafii, para
sahabat, bahkan pemikiran Nabi Muhammad SAW, dan mengajak
kita untuk berani mengkritik mereka. Sementara, di tulisan yang
sama, dia mengutip pendapat seorang Immanuel Kant, tanpa kritik
apa pun!

Sebagai Muslim kita wajib beriman bahwa Nabi Muhammad adalah


ma?shum, terjaga dari kesalahan. Jika ada meragukan akan hal ini,
konsekuensinya, jelas akan meragukan al-Quran dan hadits Nabi
sebagai sumber kebenaran. Jika hal itu terjadi, maka apakah lagi
yang tersisa dari Islam? Padahal, Allah SWT berfirman: ?Dan dia
(Muhammad SAW) tidak menyampaikan sesuatu, kecuali (dari)
wahyu yang diwahyukan kepadanya.? (QS, Al-Najm: 3).

Nabi Muhammad SAW memang seorang manusia biasa, tetapi beliau


berbeda dengan manusia lainnya, karena beliau menerima al-wahyu.
(QS Fushilat:6). Bahkan, dalam surat al-Haaqqah ayat 44-46, Allah
memberikan ancaman kepada Nabi Muhammad SAW: ?Seandainya
dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama)
Kami, niscaya Kami pegang dia pada tangan kanannya, kemudian
benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.?

Jadi, Nabi Muhammad SAW adalah penerima wahyu, dan


beliau adalah yang paling memahami makna yang terkandung
dalam wahyu tersebut. Kita sungguh sulit memahami, jika ada
manusia yang merasa lebih pandai dari Nabi SAW dalam menafsirkan
al-Quran.

2. Ditulis: ?Bila kita lihat ke belakang, hal itu berawal dari intensnya
persentuhan umat Islam dengan politik dan perebutan kekuasaan
pada masa dan pasca dinasti Abbasiyah dan Umayyah. Secara
simbolik, mungkin saat itu bisa dikatakan Islam mencapai zaman
keagungan. Namun, perkembangan Islam secara substansial
YAPISTA Corporation 127
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

sebetulnya menjadi stagnan. Terlebih lagi, setelah daerah kekuasaan


Islam banyak yang jatuh ke tangan bangsa kolonial lewat Perang
Salib ataupun perang saudara. Sebab, saat itu para ulama
menyerukan agar ijtihad dihentikan. Alasannya, jika perbedaaan
pemahaman keagamaan dibiarkan terus berlanjut, umat Islam
semakin terpuruk karena terjadi perang saudara.

Pada akhirnya, fikih boleh berkembang dibatasi hanya pada 4


(empat) mazhab; Hambali, Maliki, Hanafi, dan Syafii. Sedangkan
kalam (teologi) yang banyak dianut adalah teologi Asy'ariah. Dan
tasawuf serta filsafat yang dijadikan rujukan adalah paham yang
dibawa oleh Al-Ghazali.? Begitulah kutipan dari penulis artikel
tersebut.

Kita sebenarnya sulit memahami logika penulis dari kelompok


intelektual yang mengusung nama Muhammadiyah ini. Sejak
berdirinya daulah Madinah, dengan Konstitusi Madinah-nya, yang
sangat terkenal dan diakui sebagai ?Konstitusi tertulis pertama di
dunia?, maka sejak itu pula umat Islam sudah intens dengan
politik. Nabi Muhammad SAW adalah kepala negara. Begitu juga
para khulafaurrasyidin. Jadi, apa yang aneh dengan persentuhan
yang intens antara umat Islam dengan politik? Apakah karena itu,
kemudian terjadi penyimpangan dalam penafsiran ajaran Islam?
Logika ini hanya muncul, jika kata ?politik? dipahami dalam kerangka
pikir Machiavelis.

Kita bertanya kepada penulis artikel itu: ?Siapakah ulama yang


menyerukan ijtihad dihentikan? Ketika Perang Salib bermula,
tahun 1095, dan mulai menduduki sebagian wilayah Suria, tahun
1097, umat Islam masih mengalami zaman kegemilangan secara
peradaban, termasuk dalam bidang intelektual. Hanya sebagian kecil
wilayah Islam yang jatuh ke tangan pasukan Salib. Literatur tentang
masalah ini melimpah ruah.

Pada saat-saat itu pula, al-Ghazali menulis karya besarnya, Ihya?


Ulum al-Diin. Berabad-abad kemudian, masih bermunculan ulama-
ulama besar, seperti Ibn Taimiyah, Imam Fakhruddin al-Razi, dan
sebagainya, dengan karya-karya agung mereka, yang hingga kini
masih dijadikan bahan kajian para intelektual ?-muslim dan non-
muslim-? di berbagai dunia. Pintu Ijtihad tidak pernah tertutup. Tidak
ada yang bisa menutup pintu ijtihad itu. Hanya saja, seseorang
mestilah ?berkaca diri?, apakah dirinya memang layak mengaku
mujtahid, padahal belum memahami al-Quran, hadith, serta berbagai
perangkat ijtihad lainnya. Imam dan pemikir besar seperti al-Ghazali,
al-Bukhari, dan sebagainya, tetaplah mengakui mengikuti Imam al-
YAPISTA Corporation 128
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Syafii dalam bidang ushul fiqih. Jika Imam al-Bukhari saja mau
mengakui keagungan Imam al-Syafii, apakah ada intelektual dari
Muhammadiyah yang bisa menyusun hadith sendiri, tanpa mengikuti
koleksi hadith al-Bukhari? Bahkan, tokoh Mu?tazilah, Qadhi Abdul
Jabbar pun juga bermazhab al-Syafii. Imam Ibn Taimiyah yang telah
menulis ratusan Kitab juga mengikuti mazhab Imam Ahmad bin
Hanbal.

Imam al-Ghazali, meskipun beliau menulis kitab Ushul Fiqih, tetapi


beliau pun tetap mengakui otoritas al-Syafii. Itulah sikap para
ilmuwan Muslim, tahu adab, tahu diri, tawadhu?, mengakui otoritas
ilmuwan lain, yang diakuinya lebih hebat dari dirinya.

Jika penulis artikel dari intelektual Muhammadiyah itu lebih mau


bersikap cermat, maka akan paham, bahwa mazhab fiqih dalam
Islam tidak hanya empat itu saja. Ada mazhab Ja?fary, Dawud al-
Dhahiry, dan sebagainya. Sudah banyak kajian, mengapa empat
mazhab itu yang kemudian lebih berkembang di dunia Islam. Tidak
ada yang membatasi bahwa mazhab fiqih yang boleh berkembang
hanya empat mazhab itu saja.

3. Ditulis juga: ?Pembakuan penafsiran dan corak keber-Islam-an


itu, sebetulnya justru malah membuat umat Islam tidak kreatif,
apologetis, serta senantiasa memuja masa lalu. Mereka seringkali
tidak berusaha untuk mencari makna agama dengan berpikir mandiri
dan kritis, soalnya semua urusan senantiasa dikembalikan ke
otoritas teks dan masa lalu. Padahal, menurut Nasr Hamid Abu Zaid
(2003), antara Islam dan pemahaman Islam haruslah dibedakan.
Artinya, Islam sebagai wahyu Tuhan adalah bersifat universal dan
berlaku sepanjang masa. Akan tetapi, untuk mewujudkan wahyu
Islam yang universal itu dalam tatanan kehidupan yang nyata,
membutuhkan sebuah pemahaman. Dan pemahaman itu, tentu
sangat berkaitan dengan situasi geografis dan perkembangan zaman
yang terjadi.?

Mencermati tulisan intelelektual muda Muhammadiyah ini, kita patut


prihatin, karena pada akhirnya, ia pun merujuk dan memuja masa
lalu, dengan menokohkan Nasr Hamid Abu Zaid, yang banyak
memuji aliran Mu?tazilah. Padahal, jika kita telaah buku Mafhum al-
Nash, dan karya-karya Nasr Hamid yang lain, banyak masalah yang
bisa kita kritisi. Dr. Anis Malik Toha, dosen di Universitas Islam
Internasional Malaysia, dalam kajiannya terhadap buku Nasr Hamid
yang berjudul ?Naqd al-Khitab al-Diiniy?, membuktikan, bahwa
adanya dominasi pola pikir sekulerisme dalam diri Nasr Hamid.
Karena itu, sebelum seseorang menolak dan membuang karya-karya
YAPISTA Corporation 129
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

besar ulama Islam terdahulu, dan mengadopsi pemikir modern


seperti Nasr Hamid, mestinya dilakukan kajian yang serius dulu. Jika
tidak, maka yang akan terjadi adalah berbagai berbagai ironi.

Bisa-bisa muncul apa yang disebut sebagai ?mujtahidun jahilun?,


mujtahid bodoh, yang ingin disebut mujtahid, tetapi sejatinya tidak
tahu apa-apa.

Jika kita melakukan kajian peradaban dengan serius, maka kita akan
menjumpai, bahwa Umat Islam mencapai kegemilangan selama
ratusan tahun, dengan menggunakan pola pendekatan yang
dicontohkan Rasulullah, para sahabat, tabi?in, para ulama besar,
seperti Maliki, al-Syafii, al-Asy?ari, al-Ghazali, dan sebagainya.
Contoh yang jelas, adalah bagaimana keberhasilan Shalahuddin al-
Ayyubi dalam mengembalikan kejayaan Islam dan mengalahkan
Pasukan Salib, serta merebut Jerusalem pada tahun 1187. Buku
yang ditulis Carole Hillenbrand, berjudul ?The Crusades: Islamic
Perspectives? ( Edinburgh University Press, 1999), menggambarkan
bagaimana pengaruh pemikiran Islam mazhab Asy?ari, Syafii, dan
peran para ulama Ahlus Sunnah lainnya, dalam kebangkitan para
pemimpin Muslim ketika itu, termasuk dalam diri Shalahuddin al-
Ayyubi.

Tentang masalah geografi dan waktu, sebenarnya juga hal yang


sangat jelas dalam Islam. Kita bisa melihat, bahwa dalam banyak
aspek, ajaran Islam bersifat universal, tidak melihat tempat dan
waktu. Kapanpun, di mana pun, kaum Muslim akan sholat dalam
bahasa Arab, Azan dalam bahasa Arab, meskipun masyarakat tidak
mengerti makna azan itu. Tidak boleh diubah. Apakah terpikir, jika di
kalangan JIMM ada yang tidak mengerti bahasa Arab lalu mengubah
azan dalam bahasa Jawa, agar Islam cocok untuk setiap tempat?
Tentu tidak, sampai kapan pun!

Sebab itu, kita sebenarnya sangat prihatin, jika pikiran-pikiran yang


sebenarnya tidak cermat, ceroboh, keliru, dan tidak mendalam,
disebarkan ke tengah masyarakat dengan mengatasnamakan ?
intelektual? dari organisasi Islam tertentu. Masalah kekeliruan
pemikiran ini sangat penting, tidak kalah pentingnya dengan
pemilihan Presiden. Sebab, jika Presiden yang kita pilih berpikir salah
tentang Islam atau dikelilingi oleh orang-orang yang berpikir salah,
maka dampaknya akan sangat besar buat Islam, umat Islam, dan
bangsa Indonesia. Wallahu a?lam. (KL, 26 Mei 2004).

 
YAPISTA Corporation 130
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Selamatkan Masyarakat Kita dari Fatwa yang


Berdasar Hawa Nafs

Oleh: Ust. Hartono Ahmad Jaiz

AlDakwah.org--Lontaran-lontaran nyeleneh (aneh) yang


membahayakan bagi Islam yang biasa keluar dari mulut orang JIL
(Jaringan Islam Liberal), Paramadina, dan oknum UIN (Universitas
Islam Negeri/ dahulu IAIN) Jakarta, kini sudah lebih maju lagi. Bukan
sekadar lontaran nyeleneh, namun praktek nyeleneh secara resmi
pun diupacarakan. Di antaranya adalah upacara pernikahan Ahmad
Nurcholish (27 th, Muslim) dengan Ang Mei Yong, (24 Tahun,
Konghucu) di Yayasan Paramadina Jakarta, pimpinan Dr Nurcholish
Madjid.

Pernikahan Mei Menuai Kontroversi

Gatra, JARUM jam menunjukkan pukul 09.30, ketika Ahmad


Nurcholish, 27 tahun, yang memakai setelan jas warna hitam,
menggandeng Ang Mei Yong, 24 tahun, yang bergaun pengantin
warna putih. Mereka memasuki ruangan di Islamic Study Center
Paramadina, di kompleks Pondok Indah Plaza, Jalan Tb. Simatupang,
Jakarta Selatan.
Sekitar 50 orang hadir dalam acara tersebut. Mereka adalah
orangtua pasangan Nurcholish-Mei, kerabat, dan para undangan.

Di antara mereka tampak Ulil Abshar-Abdalla, koordinator Jaringan


Islam Liberal, dan Budi S. Tanuwibowo, Ketua Umum Majelis Tinggi
Agama Khonghucu Indonesia (Matakin). (berita lengkap)

Ulil, JIL, Kiprah dan "Fatwanya"

Peristiwa itu berkait berkelindan dengan "fatwa-fatwa" Ulil Abshar


Abdalla, kiprah JIL, Paramadina, dan oknum UIN dalam
menyebarkan faham yang membahayakan Islam. Mari kita runtut
sejenak, agar terbuka gambaran seberapa jauh kesibukan mereka
dalam hal merusak Islam. Seolah mereka tidak ada capek-capeknya.
Dengan adanya hasil di antaranya pernikahan silang antara muslim
dengan musyrikat itu, tampaknya mereka lebih sibuk lagi. Namun
sebelumnya mari kita runtut dari beberapa waktu belakangan ini.
YAPISTA Corporation 131
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Ulil Abshar Abdalla kordinator Jaringan Islam Liberal (menurut orang-


orang di FUUI Bandung: jaringan iblis laknatullah, lihat Harian Pikiran
Rakyat Bandung, 20 Maret 2003) mempersoalkan, kenapa dirinya
dikritik orang. Bahkan dia tidak terima, kenapa orang justru
mengkritik dia (Ulil), tidak mengkritik saya (Hartono). Hingga Ulil
mengatakan kepada sebuah majalah terbitan Jakarta, kenapa
Hartono Ahmad Jaiz itu tidak dikritik, apakah karena sudah ketahuan
jeleknya, sehingga tidak dikritik?

Di lain kesempatan, Ulil juga menyebut-nyebut bahwa dia menulis di


koran Kompas yang dia akui vulgar itu hanya mengimbangi orang-
orang seperti Hartono, Adian Husaini dan lainnya, yang istilah
balaghohnya musyakalah (mengimbangi). Sehingga sama sekali Ulil
tidak menyesali tulisannya yang banyak dihujat orang itu, malahan
diterus-teruskan, sampai mengemukakan di suatu majalah bahwa
Vodca (minuman beralkohol lebih dari 16%, pen) boleh jadi di Rusia
dihalalkan karena di sana udaranya dingin sekali.

Terlepas dari hal-hal itu, ada sesuatu yang menjadikan tanda tanya.
Sehari sebelum tulisan Ulil yang menghebohkan, berjudul
Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam, muncul di Harian Kompas
Senin 18 November 2002, Ulil telah mengemukakannya di Masjid
Kampus UGM (Universitas Gajah Mada) Jogjakarta, dalam Dialog
Ramadhan 1423H yang diselenggarakan para mahasiswa UGM yang
tergabung dalam Jama'ah Salahuddin. Kata Ulil, besok (yaitu hari
Senin 18/11 2002) akan keluar tulisannya di Kompas. Maka dia
uraikan isi tulisannya itu. Saat itulah Ulil saya bantah ungkapan-
ungkapannya langsung di depannya. Karena ia menganggap bahwa
hukum Islam seperti jilbab, qishosh, hudud dan semacamnya yang
sifatnya mu'amalah itu tidak usah diikuti. Al-hamdulillah, saya
sempat menyebutnya bahwa teori yang ia kemukakan itu hanyalah
teori Nicollo Machiavelli yang dikenal menghalalkan segala cara, dan
teori Anthrophocentrism yang menjadikan manusia sebagai sentral
pertimbangan. Dan ini pada hakekatnya adalah teori Ibliscentrism,
yaitu sudah ada perintah Allah, namun perintah itu disanggah
dengan menjadikan diri Iblis sebagai ukurannya.

Saya katakan, orang Yahudi saja ketika mengadakan perjanjian


dengan Nabi Muhammad saw maka mereka menyepakati, apabila
ada perselisihan pendapat hendaknya kembali kepada Allah dan
Rasul-Nya (Al-Qur'an dan As-Sunnah), yang hal itu dicantumkan
dalam Piagama Madinah. Apakah Anda yang Muslim malah lebih dari
Yahudi?

YAPISTA Corporation 132


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Tampaknya pertanyaan saya itu oleh Ulil dicarikan jawabnya, lalu


dikemukakan dalam diskusi di lembaga yang dipimpin Nurcholish
Madjid yaitu Paramadina Jakarta, 8 Februari 2003. Di sana Ulil
menganggap, rujuk kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah seperti yang
difahami ummat Islam itu sebagai penyembahan terhadap teks.

Ulil melontarkan istilah penyembahan terhadap teks itu merujuk


kepada ungkapan orang kafir. Ini. agak berbeda dengan Pak Munawir
Sjadzali ketika jadi menteri agama RI 1983-1993 merujuk kasus
yang sama kepada seorang tokoh di Pakistan. Baik yang merujuk
langsung kepada tokoh kafir maupun tokoh sekuler semuanya sama,
yakni mengkotak-katik Al-Qur'an dan As-Sunnah agar tidak
diberlakukan lagi.

Banyak ulama, tokoh Islam, dan kaum Muslimin yang tersentak


bahkan tersinggung dan marah-berat ketika membaca tulisan Ulil
Abshar Abdalla kordinator JIL (Jaringan Islam Liberal) di Harian
Kompas 18 November 2002 / Ramadhan 1423H yang berjudul
Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam itu.

Artikel itu menghantam Islam dan ummat Islam secara semaunya.


Arahnya adalah pluralisme agama, menyamakan Islam agama
Tauhid dengan agama-agama lain yang berseberangan bahkan
bertentangan dengan Tauhid, yaitu syirik, menyekutukan Allah swt
dengan selain-Nya. Resiko dari keberanian menyejajarkan agama
Tauhid dengan kemusyrikan itu sampai-sampai Ulil Abshar Abdalla
"memfatwakan" tidak berlakunya lagi larangan pernikahan antara
Muslim/ Muslimah dengan non Muslim. Dia karang-karang bahwa
larangan atau keharamannya dalam Al-Qur'an tidak jelas. Lebih dari
itu, seluruh hukum dalam Al-Qur'an yang menyangkut mu'amalah
(pergaulan antar manusia) tidak perlu diikuti lagi di zaman modern
ini. Sehingga Ulil Abshar Abdalla menegas-negaskan hawa nafsunya
berkali-kali bahwa dia tidak percaya adanya hukum Tuhan.

Lelaki Muslim Menikahi Wanita Konghuchu di


Paramadina

"Fatwa" Ulil di Kompas yang mengacak-acak hukum Allah itu dia


demonstrasikan pula secara nyata-nyata. Yaitu Ulil Abshar Abdalla
menjadi salah satu pengundang dalam acara pernikahan lelaki
Muslim dengan wanita Konghucu di Yayasan Paramadina (Islamic
Study Center Paramadina Pondok Indah Plaza III Blok F 5-7 Jl TB
Simatupang) Jakarta yang berlangsung Ahad 8 Juni 2003.

YAPISTA Corporation 133


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Pagi Itu akad nikah cara Islam. Pengantin lelakinya bernama Ahmad
Nurcholish, perempuannya Ang Mei Yong. Walinya diserahkan
kepada Dr Kausar Azhari Noer dosen tasawuf di UIN (Universitas
Negeri Jakarta) dan beberapa perguruan tinggi, dan pengajar di
Paramadina.

Sedang di antara saksinya adalah Ulil Abshar Abdalla. Sorenya, akad


nikah cara Islam itu entah belum dianggap cukup atau bagaimana,
kemudian diadakan upacara Liep Gwan (model Konghucu), di
Sekretariat MATAKIN Komplek Royal Sunter Blok F 23 Jl Danau
Sunter Selatan Jakarta Utara. Surat undangan yang diedarkan
tertera nama-nama yang turut mengundang yaitu: Dr H Zainun
Kamal MA (dosen UIN Jakarta), Ulil Abshar Abdalla -JIL, dan
Munawar MA Sag. Dicantumkan pula dalam undangan bahwa Dr
Zainun Kamal yang akan menyampaikan khutbah nikah.

Rupanya Ulil mengambil kesempatan secara maksimum (kemaruk?),


dimulai dengan berperan sebagai orang yang turut mengundang
dalam pernikahan beda agama seperti yang dia "fatwakan". Lalu
tidak cukup hanya jadi pengundang, namun dia juga jadi saksi dalam
upacara akad nikah. Lalu masih merasa belum cukup pula, maka
mewawancarai Ahmad Nurcholish dan Mei Yong kemudian dimuat di
situs islamlib.com.

Masih belum cukup pula, maka mewawancarai Drs. Nuryamin Aini,


MA, pengajar Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah dan peneliti
Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) UIN Jakarta
yang intinya menyudutkan para ulama yang mengharamkan
pernikahan Muslim dengan non Muslim. Penyudutan terhadap ulama
itu hanya dengan dalih hasil penelitiannya tentang anak-anak hasil
pernikahan beda agama, katanya lebih banyak yang ikut ke Islam.
Dengan modal "fakta" seperti itu, dosen UIN Jakarta itu berani-
beraninya menyalahkan ulama, bahkan pada hakekatnya
menyalahkan Al-Qur'an, firman Allah. Terlalu canggih memang, Ulil
dalam membawakan urusan beginian.

Barangkali saja Ulil masih penasaran juga kalau dirinya belum


menikahi perempuan musyrik kafir atau anaknya dinikahi oleh lelaki
musyrik kafir. Karena walaupun "fatwanya" itu manjur, namun
tentunya bukan saja untuk orang lain. Sebagaimana dia tentu hafal
(walau sudah tidak ingat lagi riwayat siapa, mungkin) ungkapan
Ibda' binafsik, mulailah dengan dirimu sendiri (Hadits riwayat An-
Nasa'I). Ini ternyata yang memulai menikahi wanita kafir musyrik
adalah Ahmad Nurcholish yang tahun lalu (2002) selaku pengurus
YAPISTA Corporation 134
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

YISC Al-Azhar Jakarta mengundang Ulil Abshar Abdalla untuk duduk


bersama (berbantah) dengan saya (Hartono) dan juga Haidar Bagir.
Coba saja Ulil waktu itu (Mei 2002) langsung "berfatwa" tentang
nikah, tidak usah ditunda sampai November 2002, atau langsung Ulil
contohi, maka kemanjurannya mungkin lebih cepat lagi. Dan tidak
usah capek-capek sampai mengejar-ngejar dosen UIN untuk
diwawancarai. Jadi lebih efisien.

Dan lebih efisien lagi kalau Ulil menikahi sekaligus empat wanita dari
empat jenis yaitu musyrik, kafir, murtad, dan zindiq (tidak
mempercayai Allah, tak percaya hukum/ aturan Allah, namun tempo-
tempo menampakkan dirinya sebagai orang beriman). Atau kalau
khawatir disindir rekannya karena poligami, Ulil bisa juga
menjadwalkan satu persatu. Misalnya yang musyrik dulu, nanti ganti
yang kafir, ganti lagi yang murtad, dan terakhir yang zindiq.
Terserahlah. Untuk efisien-efisienan, saya tidak perlu mengajari.
Semuanya tentu sudah terprogram rapi. Dan juga stocknya kan
banyak. Kalau hanya mencari yang empat jenis itu tidak sulit-sulit
amat. Baik yang lama maupun yang baru. Misalnya yang murtadnya
baru, itu justru masih mudah diwawancarai guna mengukur seberapa
keberhasilan selama ini.

Antek Yahudi dan Nasrani Memreteli Islam

Pertentangan dan pergulatan antara perusak Islam dengan yang


mempertahankannya, baik secara prosedural maupun perasaan
tampaknya tetap berlangsung. Hanya saja, perusakan terhadap
Islam senantiasa dilancarkan, karena Ulil dan para pendukungnya
yaitu para pengusung perusakan Islam tetap bekerja siang malam
karena sudah ada rasa kelegaan, merasa terlindungi, dan punya
sarana yang banyak macamnya, serta banyak dana. Islam dijadikan
sasaran untuk dipreteli satu persatu agar habis. Kalau orang-orang
Yahudi dan Nasrani tidak akan rela sehingga Muslimin mengikuti
agama mereka (lihat QS Al-Baqarah: 120) maka antek-antek Yahudi
dan Nasrani yang mengaku Muslim tidak rela apabila Islam masih
utuh seperti apa adanya. Mereka berupaya keras demi mengikuti
kemauan bossnya, maka dipreteli dan dikelupas lah Islam ini,
sehingga lepas satu-persatu, tidak tersisa lagi. Hingga Islam tinggal
namanya, Al-Qur'an tinggal gambar hurufnya.

Dalam hadits disebutkan:

"Pastilah tali-tali Islam akan dilepaskan satu demi satu tali, maka
ketika terlepas satu tali lalu manusia berpegangan dengan yang
YAPISTA Corporation 135
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

berikutnya. Yang pertama lepas adalah al-hukmu (hukum,


pemerintahan) dan yang terakhir adalah shalat." (HR Ahmad,
hasan).

"Hampir datang pada manusia suatu zaman (di mana) tidak tersisa
dari Islam kecuali namanya, dan tidak tersisa dari Al-Qur'an kecuali
tulisannya. Masjid-masjid mereka ramai tetapi keropos dari
petunjuk. Ulama mereka adalah seburuk-buruk orang di bawah
kolong langit… (HR Al-baihaqi dalam Syu'abul Iman juz 2, halaman
311).

Perusakan terhadap Islam adalah satu kemunkaran yang sangat


puncak. Tanpa ada perusakan pun, orang-orang yang mampu untuk
menyiarkan dan mendakwahkan Islam maka wajib
mendakwahkannya. Sehingga, lepasnya unsur-unsur Islam seperti
yang disebutkan dalam hadits tersebut, tanpa dilancarkan oleh
orang-orang tertentu dengan program yang disusun rapi pun, ummat
Islam ini sebenarnya wajib mempertahankan Islamnya. Apalagi
dalam kasus ini perusakan dan pemretelan terhadap Islam itu justru
diprogramkan, didanai, dan dilaksanakan secara sitematis; maka
kewajiban untuk mempertahankan Islam di sini lebih mutlak
wajibnya. Meskipun demikian, untuk melaksanakan kewajiban
mempertahankan Islam dalam kasus ini pun memerlukan perangkat.
Di antara perangkat yang paling utama adalah pemahaman Islam
secara memadai dan benar. Karena, tanpa memiliki kemampuan
memahami Islam secara memadai dan benar, maka menghadapi
syubhat-syubhat (kesamaran-kesamaran) dan kata-kata sampah
yang disasarkan untuk mempreteli Islam itu bisa jadi justru
menambah kerancuan pemahaman. Akibatnya, pemahaman justru
akan rusak, carut marut dan makin jauh dari Islam, alias ikut pula
mempreteli Islam tanpa disadari. Padahal kalau gerakan sistematis
perusakan pemahaman Islam ini dibiarkan, yang terjadi adalah
proses pembusukan pemahaman Islam secara sitematis yang
menuju kepada rusaknya seluruh sisi pemahaman Islam.

Ulil Abshar Abdalla telah kelewat batas. Lontaran-lontaran Ulil yang


merupakan olahan dari sampah-sampah berbahaya yang ia kais-kais
dari tokoh-tokoh sekuler, Islam kiri, orientalis, kafirin, tasawuf sesat,
liberal, dan mereka yang berfaham pluralisme agama alias
mensejajarkan semua agama, jelas merusak pemahaman Islam yang
sesuai dengan Al-Qur'an, As-Sunnah, dan penjelasan para ulama
yang bermanhaj salaful ummah.

YAPISTA Corporation 136


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Inti ajaran Ulil, menyejajarkan bualan dengan Al-


Qur'an dan As-Sunnah

Inti dari lontaran sampah yang dibualkan Ulil adalah agar dalam
mengatur kehidupan modern ini Al-Qur'an tidak dijadikan pedoman,
apalagi As-Sunnah. Justru yang dijadikan pedoman adalah apa yang
ia sebut pengalaman manusia, dengan alasan bahwa Tuhan telah
memuliakan (takrim) kepada manusia. Kalau untuk mengatur
kehidupan modern ini masih merujuk kepada Al-Qur'an dan As-
Sunnah seperti yang tertulis dalam teks, maka Ulil menganggapnya
sebagai penyembahan terhadap teks. Ulil menginginkan agar apa
yang ia sebut penyembahan teks itu dicari jalan keluarnya, di
antaranya adalah menjadikan pengalaman manusia ini
kedudukannya sejajar dengan Al-Qur'an, sehingga Al-Qur'an yang
berupa teks itu hanyalah separoh dari Al-Qur'an, dan yang
separohnya lagi adalah pengalaman manusia. Itulah yang dimaui
Ulil.

Kalau kemauan Ulil itu diikuti, maka dia sendiri tertabrak oleh
bikinan dia sendiri, yaitu dia sama dengan menginginkan agar jangan
hanya menyembah teks tetapi sembah juga pengalaman manusia.
Ujung-ujungnya, dia sendiri menyembah pikirannya sendiri, yaitu
pikirannya yang menginginkan adanya penyembahan model yang ia
lontarkan.

Ulil berguru kepada Romo Katolik di antaranya Frans Magnis Suseno


SJ di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta. Akibatnya menjadi
orang nyeleneh. Lontaran Ulil berputar pada kisaran duga-duga yang
jauh dari kebenaran, dan ketika dikemukakan ke masyarakat umum
menjadi wabah penyakit aqidah. Sebenarnya semua itu menurut
istilah Al-Qur'an hanyalah mengikuti orang-orang kafir terdahulu.
Guru yang mengajari Ulil itu keyakinannya telah disinyalir oleh Al-
Qur'an sebagai orang-orang yang hanya menirukan orang-orang
kafir terdahulu. Lantas Ulil yang mengolah pemahaman di antaranya
dari gurunya itu, terjebak dalam kisaran yang disebut dalam Al-
Qur'an sebagai orang yang menuhankan hawa nafsunya. Itulah kunci
rahasianya.

Aqidah orang yang mengikuti kafirin terdahulu disebut dalam Al-


Qur'an, yang artinya:

Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang


Nasrani berkata: "Al Masih itu putera Allah". Demikian itulah ucapan

YAPISTA Corporation 137


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-


orang kafir yang terdahulu. Dila`nati Allah-lah mereka; bagaimana
mereka sampai berpaling? (QS At-Taubah: 30).

Setelah berguru kepada orang yang keyakinannya menirukan kafirin


terdahulu, jadilah orang yang menciptakan hawa nafsunya sebagai
tuhannya. Kalau sudah demikian, maka peringatan Allah swt perlu
dijadikan pertimbangan benar-benar, ytang artinya:

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa


nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat
berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran
dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran? (QS Al-Jatsiyah: 23).

Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa
nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang zalim. (QS Al-Qashash: 50).

Allah SWT telah memberikan peringatan setegas itu. Kenyataan telah


membuktikan, orang yang berguru kepada tokoh yang keyakinannya
menirukan orang-orang kafir terdahulu, maka ketika si murid itu
pada gilirannya mengajarkan ajarannya itu kepada umum
didukunglah oleh kelompok-kelompok kafirin dari Barat dan Timur
serta wadya balanya dan antek-anteknya.

Itulah Ulil yang telah berguru kepada intelektual kafir. Demikian pula
tokoh-tokoh lain yang berguru kepada kafirin di Barat dalam apa
yang disebut "belajar Islam" ke Barat, yang kini mereka mengajar di
UIN, IAIN-IAIN, Perguruan Tinggi Islam Swasta se-Indonesia, dan di
lembaga-lembaga Islam.

Mereka adalah penerus Snouck Hurgronje, Van der Plas, atau bahkan
Gatoloco dan Darmo Gandul. (Tentu saja ada juga yang shalih, tidak
dinafikan). Jadi dari Barat diambil faham pluralisme agamanya
(menyamakan semua agama), sedang dari tasawuf sesat diambil
wihdatul adyan (menyamakan semua agama)nya, dan dari Gatoloco-
Darmogandul diambil kebengalannya dalam meledek Islam. Jadilah
sosok-sosok perusak Islam yang sangat berbahaya, sambil bekerja

YAPISTA Corporation 138


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

sama-sama dengan pihak yang gencar mengadakan pemurtadan.


Astaghfirullaahal 'adhiem… Na'udzubillaahi min dzaalik!

Media Dakwah Agustus 2004/ Jumadil Akhir 1424H

Sumbangan Pluralis Untuk Misionaris

Didukung dana yang melimpah, diramaikan oleh para tokoh,


ditambah dengan pemahaman yang memang sesuai dengan selera
hawa nafsu, gerakan Islam Liberal makin mulus melenggang. Meski
mereka mengatasnamakan Islam, terbukti orang luar yang justru
menangguk untung. Mereka telah berjasa besar meng'gol'kan
program misionaris kristen. Bagaimana alurnya?

Merusak Tapal Batas

Perseteruan antara haq dan bathil, permusuhan Iblis beserta antek-


anteknya terhadap orang-orang yang mentauhidkan Allah telah
berlangsung sejak Iblis menolak bersujud kepada Adam. Namun
rupanya, Islam liberal bersikeras mendamaikannya. Mereka tidak
membedakan antara pasukan iblis dan pasukan Allah. Seperti yang
dikatakan Ulil pengerek bendera JIL: "Setiap doktrin yang hendak
membangun tembok antara 'kami' dengan 'mereka', antara hizbullah
(golongan Allah) dan hizbusy syaithan (golongan setan) adalah
penyakit sosial yang akan menghancurkan nilai dasar Islam itu
sendiri, nilai tentang kesederajatan umat manusia, nilai tentang
manusia sebagai warga dunia."

Dengan statemen tersebut sepertinya Ulil ingin menganulir firman


Allah yang membagi manusia menjadi dua golongan, hizbullah dan
hizbusy syaithan.

"Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang


beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya hizbullah
(pengikut agama Allah) itulah yang pasti menang." (al-Maidah: 56)

Dan firman-Nya: "Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan


mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah hizbusy syaithan
(golongan setan). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan setan
itulah golongan yang merugi." (al-Mujadalah: 19)
YAPISTA Corporation 139
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Bagi Islam liberal, semua manusia sama, tidak ada mukmin dan
tidak ada kafir. Tidak ada manusia taat dan tidak ada pula manusia
bejat. Ketika tapal batas antara haq dan bathil telah dirusak,
segalanya dianggap sebagai kebenaran. Pada titik ini Islam liberal
telah berpartisipasi mengangkat partai-partai sesat kepada
kedudukan mulia yang sejajar dengan agama tauhid. Sifat antipati
terhadap kesesatan pun sirna sudah, karena penganutnya juga
manusia yang pantas dimanusiakan.

Paham ini jelas bertolak belakang dengan agama tauhid yang


memerintahkan beribadah kepada Allah sekaligus mengkufuri
thaghut. Bahkan Islam meletakkan wala' dan bara' (cinta dan benci)
karena agama sebagai 'autsaqu 'ural iman', ikatan iman yang paling
kuat. Sebagaimana hadits Nabi:

"Sesungguhnya ikatan iman yang paling kuat adalah engkau


mencintai karena Allah dan benci karena Allah." (HR Ahmad)

Agama Sekedar Baju

Islam liberal yang menganut paham pluralisme, mengakui semua


agama benar dan semua agama sama. Tak ada perbedaan antara
Islam dengan Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Konghucu ataupun
yang lain, yang berbeda hanyalah bajunya.

Demikian menurut Ulil ketika gerah dengan penganut Islam


Fundamentalis (baca: Islam asli bukan liberal): "Amat konyol umat
manusia bertikai karena perbedaan 'baju' yang dipakai, sementara
mereka lupa inti 'memakai baju' adalah menjaga martabat manusia
sebagai makhluk berbudaya. Semua agama adalah baju, sarana,
wasilah, alat untuk menuju tujuan pokok: penyerahan diri kepada
yang maha benar."

Nampaknya penyakit rabun pikiran yang diderita Ulil dan konco-


konconya sudah demikian kronis, mereka menyamakan antara Allah
dengan Isa, Sang Budha, atau Bethara Guru,Roro Kidul,Dewa Siwa
dan sesembahan yang lain, mereka tak lagi mengenal terminologi
syirik dan musyrik, kata yang memadati Al-Qur'an yang katanya
masih menjadi kitab suci mereka.

Mereka juga menutup mata terhadap sunnah Nabinya yang


bersabda: "Demi yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tiada
seorangpun yang mendengar seruanku dari umat ini, baik dia Yahudi
YAPISTA Corporation 140
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

ataupun Nasrani, kemudian dia mati dalam keadaan tidak mengimani


apa yang aku bawa dengannya kecuali pastilah dia menjadi penghuni
neraka." (HR Muslim)

Seruan Nabi adalah seruan untuk Islam. Ahli kitab belum dianggap
beriman sebelum masuk Islam. Oleh karena itulah ketika Mu'adz
diutus Nabi ke Yaman beliau bersabda: "Kamu akan mendatangi ahli
kitab, maka pertama kali yang kamu serukan kepada mereka adalah
syahadat bahwa tidak ada ilah yang haq kecuali Allah dan bahwa
Muhammad adalah utusan Allah." (HR Muslim), kalaulah mereka
telah dianggap beriman oleh Nabi tentulah Nabi tidak memesankan
hal itu.

Sejalan dengan Misi Kristenisasi

Dampak selanjutnya, ketika kedua agama tersebut dianggap sama,


tidak ada beda selain tata cara dan bajunya, maka umat yang
'sendiko dawuh" (taat) dengan himbauan pluralis tersebut tak lagi
memiliki ghirah (kecemburuan) dalam beragama. Baginya tidak ada
yang istimewa pada Islam bila dibandingkan dengan Kristen, tak ada
kelebihannya seorang Muslim dibandingkan dengan penganut
Kristen, karena semua agama sama.

Pada saat yang bersamaan, secara finansial para misionaris Kristen


lebih menjanjikan keuntungan seperti yang menjadi misi unggulan
mereka. Terutama di daerah-daerah yang masih dibilang miskin.
Logika manusia normal, ketika harus memilih antara dua agama
yang sama-sama dianggap benar tentunya variabel lain yang
dijadikan alat timbang adalah keuntungan materi. Maka dengan
ringan mereka mau melepas baju Islamnya untuk mendapatkan
materi dengan bergabung dengan jema'at Kristen, toh tak ada nilai
lebih Islam sehingga harus dipertahankan dengan menanggung lapar
dan kemiskinan. Di sinilah kontribusi Jaringan Islam Liberal terhadap
Misinonaris Kristen terbukti.

Penginjil Berbaju Islam

Lebih jauh lagi, andil Islam Liberal untuk memperbanyak kuota


golongan murtadin nampak jelas ketika dalam banyak kesempatan
para kampiun Islam liberal mempromosikan perbandingan antara
Islam dan Kristen. Masih dalam kerangka globalnya, pluralisme
YAPISTA Corporation 141
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

agama. Ini adalah langkah yang mulus bagi mereka, mengingat ada
hubungan historis antara keduanya dan keduanya menempati
rangking pertama dan kedua secara kuantitas di Indonesia. Ayat-
ayat yang muhtamal (memungkinkan beberapa makna) sengaja
ditampilkan dengan versi mereka, sedangkan ayat-ayat yang telah
'qath'i dilalah'nya (telah pasti arti yang dimaksud di dalamnya)
disembunyikan dan diselewengkan. Seperti ayat-ayat yang
menyebutkan secara gamblang kekafiran ahli kitab dan orang
musyrik.

Bahkan para tokoh liberal bersikap diametral dengan para kristolog


muslim yang memiliki kebiasaan mencari bukti kebenaran Islam
dalam injil. Yang mereka lakukan justru mengais bukti kebenaran
Kristen di dalam Al-Qur'an.

Secara psikologis, para misionaris dan penginjil merasa tersanjung


dan terbantu misinya, karena tokoh yang berbicara memakai baju
Islam, apalagi dianggap sebagai cendikiawan (padahal cendawan?).

Nikah Beda Agama

Sumbangan berharga lain yang dipersembahkan Islam Liberal untuk


misionaris adalah wacana halalnya menikah beda agama. Seorang
muslimah halal dinikah laki-laki-laki kristen. Seperti yang
dikemukakan oleh Dr. Zainun Kamal, tokoh liberal yang
dipromosikan oleh Ulil. Mereka tak peduli harus menabrak ayat:

"Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu


perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji
(keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan
mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-
benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada
(suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi
mereka." (al Mumtahanah:10)

Padahal kita tahu bahwa posisi suami sangat strategis untuk


mempengaruhi keyakinan istri. Jelas dia memang posisi, bisa
menekan dan bahkan mengancam. Taruhlah ketika pernikahan
muslimah itu masih eksis, namun ketika hamil apa yang bisa
dilakukan ketika sang suami yang Kristen mengancam hendak
menceraikannya jika tidak mau masuk Kristen? Bayang-bayang anak
lahir tanpa bapak tentunya lebih dominan di benak istri, apalagi

YAPISTA Corporation 142


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

secara psikologis seringkali kaum wanita mengedapankan rasa atau


emosi daripada ilmu.

Kitapun tahu, sebelum statemen Zainun muncul telah santer berita


bahwa strategi misionaris untuk mengkristenkan muslimah adalah
dengan mendekatinya dan menjadi pacarnya. Tidak sedikit di antara
mereka yang dihamili lalu si laki-laki mau bertanggung jawab dengan
syarat muslimah menukar agamanya.

Di saat para ulama dan pemerhati umat Islam mengkhawatirkan


bahaya tersebut, justru Islam Liberal memberi angin segar kepada
misionaris untuk memuluskan misinya.

Musuh dalam Selimut

Melihat banyaknya aksi menggemaskan dari kaum liberal tersebut


wajar jika kita pasang kuda-kuda, jangan-jangan mereka adalah
musuh yang menyusup untuk merusak Islam dari dalam. Mengingat
cara itu lebih efektif daripada mereka berbicara tentang Islam di luar
ring Islam. Dengan tetap menyandang baju Islam mereka
mempolitisir ayat, mengebiri sunnah dengan dalih 'ijtihad', dengan
alasan 'kebebasan menafsirkan'. Berbeda halnya jika mereka
memakai baju lain seperti Kristen misalnya -tentunya mereka juga
tidak keberatan menyandangnya lantaran semua agama sama dalam
pandangan mereka-, tentulah sudah babak belur sejak dahulu
karena dianggap mengobok-obok pekarangan tetangga. Wallahu
waliyut taufik. (Abu Umar Abdillah)

Natal, Syafa'at dan Sinkretisme Teologis

Oleh: Qosim Nursheha Dzulhadi


Beberapa kelompok dari Islam Liberal melakukan usaha rehabilitasi
‘kecurigaan’ dalam acara Natal yang terjadi tiap tahun. Sayang
usaha itu melahirkan ‘sinkretisme teologis’

Meski sudah lewat, ada catatan-catatan penting menyangkut


perayaan Natal kemarin. Tulisan ini mencermati artikel dua orang
aktifis Islam Liberal. Pertama, artikel yang ditulis oleh Mohammad
Guntur Romli di www.islamemansipatoris.com (JIE/red)
(27/12/2004) dengan judul “Natal dan Pesan Dialog Agama”.
YAPISTA Corporation 143
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Kedua, adalah artikel Ulil Abshar-Abdalla yang dimuat di


www.islamlib.com (JIL/red) (27/12/2004) dengan judul “Pendapat
Islam Liberal Tentang Perayaan Natal”.

Guntur, yang juga mahasiswa Al Azhar, saat itu mengatakan, “Saya


akan memulai memahami ajaran Kristen dengan pemahaman yang
saya miliki. Ada tiga poin ajaran Kristiani, tetapi bisa dipahami
melalui ajaran Islam. Yaitu, mengenai kehadiran Tuhan, penyaliban
Yesus, dan ajaran cinta kasih”, demikian kutipnya.

Ini juga terjadi pada tulisan Ulil Abshar-Abdalla. Ia bahkan ingin


menciptakan model ta’âruf Qur'ani. Hanya saja, ia juga terjebak oleh
spirit yang digulirkannya itu. Diantaranya, ia menganjurkan kawin
campur antara seorang laki-laki Muslim dengan wanita non-
Muslimah, Natal dan bid`ah. Akibatnya, kedua penulis terjebak
dalam ‘sinkretisme teologis’.

Poin penting dari tulisan Mohammad Guntur Romli dan Ulil Abshar
yang akan saya tanggapi adalah;
(1)KehadiranTuhan,
(2)PenyalibanYesus,
(3).Al-Qur’anbukan“KitabPembatal”dan
(4) bid’ah Natal.

Pertama, menyangkut kehadiran Tuhan.

Penulis kira adalah hal yang keliru kalau Islam tidak dianggap detail
dalam menggambarkan kehadiran Tuhan. Paham yang menyatakan
bahwa Kristen lebih mementingkan kehadiran Tuhan seperti yang
diungkapkan oleh Firthjof Schuon dalam bukunya ‘Filsafat Parenial’
sangat kurang tepat.

Kristen dan Islam memiliki same platform (kalimah sawâ’), bukan


common platform (kalimah musytarakah) yang selama ini
disalahpahmi oleh beberapa kaum pluralis. Karena inti ajaran
(akidah) Kristen dan Islam pada dasarnya adalah monoteisme
(Tauhid), bukan kehadiran Tuhan. Hal ini dapat kita temukan baik
dalam Perjanjilan Lama (Old Testament) maupun Perjanjian Baru
(New Testament).

Sebagai contoh dapat dilihat dalam Perjanjian Lama; (1) Tuhan itu
Allah, tidak ada yang lain (Ulangan 4: 35); (2) Akulah yang pertama
dan yang terakhir, tidak ada tuhan selain Aku (Yesaya 44: 6); (3)

YAPISTA Corporation 144


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Tuhan Yang Esa di dalam
Taurat (Keluaran 8: 10); (4) Allah melarang membuat patung-
patung atau berhala-berhala untuk disembah (Lawi 19: 4) dan (5)
Nehemia dalam munajatnya berkata: “Engkaulah Tuhan yang Maha
Esa!” (Nehemia 9: 6).

Sedangkan dalam Perjanjian Baru, misalnya; (1) Lalu guru agama itu
berkata kepada Yesus, "Tepat sekali, Bapak Guru! Memang benar
apa yang Bapak katakan: Tuhanlah Allah yang esa, dan tidak ada
lagi Allah yang lain (Markus 12: 32) [Yasir Anwar, Alâm al-Masîh
2004: 17]; (2) Allah tidak bisa dilihat (Yohanes 5: 37); (3) Iblis
meminta Yesus untuk menyembahnya, kemudian –saat itu—Yesus
menyuruhnya pergi, karena sudah tertulis bahwa hanya Allah saja
yang pantas untuk disembah (Matius 4: 10); (4) Yesus
menengadahkan wajahnya ke langit dan berkata; Inilah hidup yang
kekal, supaya mereka mengenal-Mu, Tuhan yang sesungguhnya dan
Yesus yang Engkau utus (Yohanes 17: 3); (5) Di dalam surat Paulus
kepada penduduk Roma; Karena Allah itu satu (Roma 3: 30) dan
lainnya (Dr. Muhammad Ahmad al-Hâjj, al-Nashrâniyah min al-
Tawhîd ilâ al-Tatslîts, 2002: 69-74).

Di samping itu, pendapat yang dikemukakan oleh Firthjof Schuon di


atas kurang representatif, karena dia seorang filosof, bukan seorang
teolog. Tentu saja seorang teolog lebih mumpuni di dalam
memahami ajaran agama tinimbang seorang filosof, meskipun tidak
menutup kemungkinan seorang filosof juga merangkap seorang
teolog.

Dalam hal ini Leibniz (1646-1716) lebih mumpuni tinimbang Schuon.


Sehingga Leibniz lebih dikenal dengan terma Theodicy-nya. Maka,
kesamaan platform (same platform) Kristen dan Islam, terletak pada
monoteisme, bukan kehadiran Tuhan.

Kedua, Penyaliban Yesus.

Adalah hal yang sangat fatal ketika menyatakan bahwa kematian


Yesus di tiang salib merupakan hal yang sama dengan jihad dalam
Islam. Penulis kira itu adalah al-qiyâs ma`a al-fâriq bâthil. Sama
halnya dengan pernyataan Said Aqil Siradj ketika menyatakan bahwa
makna nuzul dalam Islam sama dengan nuzul dalam Kristen. Aqil
yang mengatakan, nuzul dalam Islam dalam bentuk Al-Qur’an,
sedangkan nuzul dalam Kristen dalam bentuk Yesus. Tentu saja hal
ini tidak bisa diterima bahkan salah total. Mengapa tidak melakukan

YAPISTA Corporation 145


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

qiyas antara Al-Qur’an dengan Injil. Dan itu lebih rasional. Penulis
kira Injil juga nuzul dari Allah. Atau apakah ada umat Kristen yang
menyatakan bahwa Injil tidak nuzul dari Allah?

Dalam Islam ada ajaran kurban (al-‘udlhiyah) pada hari raya `Idul
Adlha, bukan jihad seperti yang ditulis Guntur. Selain itu, jihad
bukan sampai darah penghabisan. Dalam Islam dijelaskan bahwa
jihad itu sampai target jihad tercapai. Kalau sudah tercapai tidak
perlu sampai darah penghabisan, itu namanya mati konyol. Dalam
Al-Qur’an hal itu sudah tampak gamblang diterangkan oleh Allah swt
(Qs. 2: 19-193), belum lagi dalam Hadits Nabi SAW.

Ketika ada yang menyatakan bahwa umat Islam tidak bisa menolak
ajaran Penyaliban Yesus, dengan alasan dalam Islam ada syafa’at
karena dipandang sama-sama berbentuk pengampunan. Jelas
wacana seperti ini bisa dikatakan “jauh panggang daripada api”.
Kita tidak boleh hanya mementingkan hal yang sifatnya sekunder,
semacam kerukunan beragama, namun terpaksa mengorbankan
garis akidah yang jelas. Sumber ajaran (akidah) adalah kitab suci.
Karenanya, penyaliban harus dilihat dari kitab suci (Bibel) dan Al-
Qur’an. Jadi tidak bisa hanya lewat rasio (akal) yang memiliki
kemampuan yang terbatas (limited ability).

F. Kenyon dalam bukunya The Bible and The Ancient Manuscripts


pada halaman 48 memuat kisah ‘Penyaliban Yesus’ yang tercatat
dalah Injil Markus. Kenyon menyatakan bahwa dalam pandangan
prioritas kronologisnya, Markus harus diletakkan pada sumber
pertama episode ini.

Tetapi riset modern membuktikan, bahwa dua belas ayat (mulai ayat
9 sampai 20) yang terdapat di bagian terakhir Injil itu adalah palsu
dan tidak ditemukan di manuskrip-manuskrip tertua. (baca Dr.
Hamid Qadri, Dimension of Christianity (Terj) Masyhur Abadi & Lis
Amalia R; “Awan Gelap Dalam Keimanan Kristen”, 2004: 61).

Kiranya sumber doktrin yang sudah mengalami distorsi tidak bisa


dijadikan sebagai landasan ide dan pemikiran. Perlu ditambahkan
bahwa dalam Injil sendiri masih terdapat kesimpangsiuran dalam
kisah Penyaliban Yesus.

Sebagaian mengatakan penyaliban adalah hal yang dilarang.


Menurut syariat Yahudi menyebut, "Setiap yang disalib di atas kayu
(tiang salib) terlaknat." Dalam teks dari kitab Ulangan juga
menyebutkan, “Apabila seseorang telah dihukum mati karena suatu
kejahatan, dan mayatnya digantung pada tiang, mayat itu tidak
YAPISTA Corporation 146
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

boleh dibiarkan di situ sepanjang malam, tetapi harus dikubur pada


hari itu juga. Mayat yang tergantung pada tiang mendatangkan
kutuk Allah... (Kitab Ulangan 21: 22-23)

Masih banyak kesimpangsiuran yang lain. Di setiap bagian dalam


Injil, Al-Masih tidak mengatakan, "Niscaya aku akan disalib." Namun
ia senantiasa berbicara dengan menggunakan kata ganti orang
ketiga (dhamîr al-ghâ'ib). "Niscaya anak manusia akan disalib, akan
dibunuh".

Nyata sekali bahwa penggunakan kata ganti 'orang ketiga' di sini


bukan secara serampangan (sembarangan), namun merupakan
tujuan yang sudah pasti dalam membicarakan 'seseorang yang tidak
hadir namun ada, atau yang ada orangnya namun tidak hadir (di
saat itu)'. Maka sosok yang sebenarnya (Al-Masih) dalam keadaan
tidak ada (al-ghâ'ib) dan orang yang disalib (al-mashlûb) adalah
orang yang mirip dengan Al-Masih (syabîh al-masîh) dalam kedaan
hadir.

Karenanya, tidak mungkin kata ganti yang lain menjelaskan perkara


ini, kecuali kata ganti orang ketiga (dhamîr al-ghâ'ib). Dan satu-
satunya perkataan Al-Masih yang menggunakan orang pertama
adalah, “Wa hîna u'allaqu marfû'an min al-arhdi, adzdibu al-jamî'”.
(Kalau aku sudah ditinggikan di atas atas bumi, aku akan menarik
semua orang kepadaku (Yohanes 12: 32).

Dalam hal ini, beliau tidak ada sedikitpun menunjukkan tentang


salib, sebagaimana terjemahan dalam bahasa Arab 'u'allaqu tidak
benar. Karena dalam bahasa Inggris 'lifted up', bermakna 'diangkat',
bukan digantungkan ('u'allaqu). Maka tidak ada perselisihan diantara
kita bahwa Al-Masih telah diangkat ke langit dalam keadaan hidup
atau mati.

Adalah sesuatu yang bijak jika kita mempelajari sebuah doktrin


agama langsung kepada sumber aslinya (primary refence).
Penebusan dosa dalam Islam tidak lewat syafaat, melainkah lewat
istighfar (memohon ampun) kepada Allah. Bukankah Nabi
saw mengajarkan umatnya untuk meperbanyak istighfar?
Karena syafaat bukan untuk semua manusia, melainkan bagi mereka
yang berdosa. Sedangkan dalam Kristen, orang seluruhnya sudah
diampuni dosanya cukup dengan mengakui bahwa Yesus itu adalah
Tuhan. Menurut Marthin Luther, tidak rasional dan salah fatal
menyamakan penebusan dosa dengan Penyaliban Yesus Kristen yang
sampai hari ini masih mengandung kontroversial di kalangan Kristen
sendiri.
YAPISTA Corporation 147
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Maka cukup beralasan jika Al-Qur’an menyatakan wamâ qatalûhû


wamâ shalabûhu walâkin syubbiha lahum.

Pernyataan kaul liberal yang mengatakan bila Yesus merupakan


“kalimat” dan “ruh Allah” adalah kesalahan fatal yang perlu
diluruskan. Al-Qura’n tidak pernah menjelaskan hanya dengan “ruh”
dan “kalimat Allah”. Allah senantiasa menggandengkan kata “ruh”
dengan kata “minhu”. Begitu juga dengan “kalimat”, selalu
disandingkan dengan kata ganti (dhamîr) hu, sehingga menjadi
kalimatuhû. Hal ini dapat dibaca dalam QS. 4: 171, “Innama al-
Masîhu `Isa bnu Maryam Rasûlullâhi wa kalimatuhû alqâhâ ilâ
Maryam wa Rûhun minhu (Sesungguhnya Al Masih `Isa putra
Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan
kalimat-Nya) yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan
tiupan) roh dari-Nya). Jelas berbeda antara “ruh Allah” dengan “ruh
dari Allah”.

Ketiga: Al-Qur’an bukan “Kitab Pembatal”?

Ulil Abshar Abdalla juga sempat menyinggung bahwa Al-Qur’an


bukanlah “Kitab Pembatal”. Benarkah demikian? Dalam sebuah
agama, klaim kebenaran (truth claim) merupakan hal yang
tidak bisa dihindarkan. Hanya saja, salah satu tindakan yang salah
adalah klaim buta (blind claim). Itulah yang tidak dapat diterima.

Klaim-klaim buta yang tidak berdasar merupakan hal yang tidak bisa
dibenarkan sama sekali. Pernyataan Ulil bahwa Al-Qur’an bukan
‘Kitab Pembatal’ harus dilihat kembali dengan kritis. Yesus hadir
(diutus) ke dunia bukan membawa atau menciptakan hukum baru. Ia
hanya melengkapi (menggenapi) hukum Taurat yang dibawa oleh
Musa (Matius 5: 17-18). Maka, Injil pada intinya tidak bisa dianggap
sebagai penghapus Taurat, meskipun datangnya belakangan. Ia
hanya bisa disebut sebagai ‘mushaddiq’ (pembenar). Lain halnya
dengan Al-Qur’an, meskipun Al-Qur’an turun bukan sebagai ‘Kitab
Pembatal” --namun ia merupakan penghapus beberapa hukum
Taurat--, tapi ia (Al-Qur’an) turun sebagai pembenar (mushaddiq)
sekaligus muhaimin `alaihi (batu ujian). Hal-hal inilah yang sering
luput dari pengamatan kaum liberal seperti Guntur dan Ulil.

Al-Qur’an merupakan filter akidah dan ayat-ayat yang ada dalam


kitab yang turun lebih dulu (Taurat dan Injil). Dengan demikian, Al-
Qur’an pada intinya merupakan kitab ‘pembatal’, meskipun bukan

YAPISTA Corporation 148


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

pembatal seratus persen. Sebut saja cara bertobat. Umat zaman


dahulu kalau bertobat harus bunuh diri (Qs. 2: 54), dalam Islam
tentu tidak seperti itu, cukup dengan taubat; tidak perlu sampai
membunuh diri. Dan yang tidak dihapus itu adalah doktrin
monoteisme (Tauhid). Itulah yang disebut dengan same platform
(kalimah sawâ’). Meskipun tampaknya hanya Islam (saat ini) yang
berpegang teguh pada kalimah sawâ’ ini.

Keempat: bid`ah Natal.

Ada hal penting yang harus ketahui dalam masalah bid`ah. Pertama,
bid`ah itu terbagi dua, pertama bid`ah dalam kebiasaan (adat) dan
kedua, bid`ah dalam agama (al-dîn). Bid`ah dalam bentuk pertama
dibolehkan, karena asal (dasar) dari segala sesuatu itu adalah boleh
(al-ibâhah). Sedangkan bid`ah dalam agama adalah haram, karena
pada dasarnya adalah al-tawqîf (berdasarkan penjelasan Nabi saw
berdasarkan wahyu dari Allah swt).

Kata Nabi, "Man ahdatsa fi amrina ma laisa minhu fahuwa raddun,"


barangsiapa mengadakan sesuatu yang baru dalam perkara (agama)
ini maka hal itu akan ditolak.

Contohnya adalah menghadiri perayaan Natal. Karena perayaan


Natal bersama juga merupakan bid`ah yang dilarang oleh agama.
Karena Natal merupakan salah satu hari besar dalam agama Kristen,
jelas menghadirinya tidak boleh dan dilarang keras oleh agama.

Ibnul Qayyim al Jauziyah di dalam bukunya As-Syarhus Syuruth Al


Umariyah, mengutip sebuah sabda Nabi saw, “Laa tadkhuluu `alaa
ha’ulaai al-mal`uuniin illaa antakuunuu baakiina. Fainlam takuunuu
bakiina falaa tadkhuluu `alaihim, an yushibakum mitslu maa
ashabahum (Janganlah kalian memasuki rumah-rumah ibadah kaum
yang dilaknat oleh Allah kecuali dengan menangis. Jika kalian tidak
menangis, maka jangan memasukinnya, karena nanti kamu akan
tertimpa (azab) seperti yang diterima mereka).”

Dalam kitabnya, “Iqtidlaa ‘ash Shirathil Mustaqim Mukhaalifata


Ashhaabil Jahim” , Ibnu Taimiyah menguraikan panjang lebar sikap
yang harus dilakukan oleh seorang Muslim dalam menyikapi hari-hari
besar agama lain. Diceritakan oleh Ibnu Taimiyah, bahwa Umar bin
Khatthab ra. pernah menyatakan, “Ijtanibuu a`daa’allaahi fii `idihim
(Jauhilah musuh-musuh Allah pada hari-hari besar mereka).

YAPISTA Corporation 149


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Kaum non-muslim ketika itu dilarang oleh Umar untuk merayakan


hari besar mereka secara mencolok sehingga menarik perhatian
masyarakat. Menurut Ibnu Taimiyah, keputusan Umar itu merupakan
‘ijma` sahabat dan disepakai jumhur ulama. Merujuk kepada
ketentuan itu, tentunya dapat dipahami bahwa menghadiri
peringatan Natal bersama –apalagi menyiarkan besar-besaran di
tengah masayarakat Muslim—adalah tindakan tercela. Umar
menyatakan, “Janganlah kalian memasuki tempat-tempat ibadah
kaum musyrik pada hari besar agama mereka. Sebab, sesungguhnya
kemurkaan Allah pada hari itu sedang turun atas mereka”.

Secara realita, di Indonesia tidak pernah ada pihak yang dirugikan


seandainya agama-agama lain (Islam, Hindu dan Budha) tidak
menghadiri ‘Perayaan Natal Bersama’. Apakah dengan tidak hadirnya
umat Islam akan dianggap Islam tidak toleran? Atau Perayaan Natal
tersebut kurang khidmat dan tidak khusyuk? Sehingga dapat
mengurangi makna Natal itu sendiri. Karena umat Islam pun tidak
pernah ribut ketika melaksanakan Idul Fithri dan Idul Adlha meski
umat lain tak menghadiri.

Penulis adalah mahasiswa Universitas Al-Azhar, Cairo-Mesir, Fakultas


Ushuluddin-Jurusan Tafsir
Sumber Hidayatullah

Mengapa Kita Menolak Sekularisme?

Oleh: Muhammad Shiddiq al-Jawi

1. Pengertian Sekularisme

Sekularisme (secularism) secara etimologis menurut Larry E. Shiner


berasal dari bahasa Latin saeculum yang aslinya berarti “zaman
sekarang ini” (the present age). Kemudian dalam perspektif religius
saeculum dapat mempunyai makna netral, yaitu “sepanjang waktu
yang tak terukur” dan dapat pula mempunyai makna negatif yaitu
“dunia ini”, yang dikuasai oleh setan.*1)

YAPISTA Corporation 150


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Pada abad ke-19, tepatnya tahun 1864 M, George Jacob Holyoke


menggunakan istilah sekularisme dalam arti filsafat praktis untuk
manusia yang menafsirkan dan mengorganisir kehidupan tanpa
bersumber dari supernatural.*2)

Setelah itu, pengertian sekularisme secara terminologis mengacu


kepada doktrin atau praktik yang menafikan peran agama dalam
fungsi-fungsi negara. Dalam Webster Dictionary sekularisme
didefinisikan sebagai:

“A system of doctrines and practices that rejects any form of


religious faith and worship.”

(Sebuah sistem doktrin dan praktik yang menolak bentuk apa pun
dari keimanan dan upacara ritual keagamaan)

Atau sebagai:

“The belief that religion and ecclesiastical affairs should not enter
into the function of the state especially into public education.”

(Sebuah kepercayaan bahwa agama dan ajaran-ajaran gereja tidak


boleh memasuki fungsi negara, khususnya dalam pendidikan
publik).*3)

Jadi, makna sekularisme, secara terminologis, adalah paham


pemisahan agama dari kehidupan (fashlud din ‘an al hayah), yakni
pemisahan agama dari segala aspek kehidupan, yang dengan
sendirinya akan melahirkan pemisahan agama dari negara dan
politik.*4)

Secara sosio-historis, sekularisme lahir di Eropa, bukan di Dunia


Islam, sebagai kompromi antara dua pemikiran ekstrem yang
kontradiktif, yaitu:

Pertama, pemikiran tokoh-tokoh gereja dan raja di Eropa sepanjang


Abad Pertengahan (abad V-XV M) yang mengharuskan segala urusan
kehidupan tunduk menurut ketentuan agama (Katolik). Mulai dari
urusan keluarga, ekonomi, politik, sosial, seni, hingga teologi dan
ilmu pengetahuan, harus mengikuti ketentuan para gerejawan
Katolik.

Kedua, pemikiran sebagian pemikir dan filsuf –misalnya Machiaveli


(w.1527 M) dan Michael Mountaigne (w. 1592 M)-- yang mengingkari
keberadaan Tuhan atau menolak hegemoni agama dan gereja
YAPISTA Corporation 151
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Katolik.

Jalan tengah dari keduanya ialah, agama tetap diakui, tapi tidak
boleh turut campur dalam pengaturan urusan masyarakat.*5) Jadi,
agama tetap diakui eksistensinya, tidak dinafikan, hanya saja
perannya dibatasi pada urusan privat saja, yakni interaksi antara
manusia dan Tuhannya (seperti aqidah, ibadah ritual, dan akhlak).
Tapi agama tidak mengatur urusan publik, yakni interaksi antara
manusia dengan manusia lainnya, seperti politik, ekonomi, sosial,
dan sebagainya.*6)

2. Sekularisme: Asas Ideologi Kapitalisme

Secara ideologis, sekularisme merupakan aqidah (ide dasar), yaitu


pemikiran menyeluruh (fikrah kulliyah) mengenai alam semesta,
manusia, dan kehidupan. Sekularisme juga merupakan qiyadah
fikriyah bagi peradaban Barat, yaitu ide dasar yang menentukan arah
dan pandangan hidup (worldview/weltanschauung) bagi manusia
dalam hidupnya. Sekularisme juga merupakan qa’idah fikriyah, yakni
sebagai basis pemikiran yang menjadi landasan bagi ide-ide
cabangnya.

Dalam kedudukannya sebagai qa’idah fikriyah ini, sekularisme


menempati posisinya sebagai basis bagi ideologi kapitalisme, sebab
sekularisme adalah asas filosofis yang menjadi induk bagi lahirnya
berbagai pemikiran dalam ideologi kapitalisme (peradaban Barat),
seperti demokrasi (sebagai sistem pemerintahan), kapitalisme
(sebagai sistem ekonomi), liberalisme, dan sebagainya.*7)

Sebagai qaidah fikriyah, kemunculan demokrasi dan sistem ekonomi


kapitalisme akan dapat dilacak kelahirannya dari sekularisme. Ketika
agama sudah dipisahkan dari kehidupan, berarti agama dianggap tak
punya otoritas lagi untuk mengatur kehidupan. Jika demikian, maka
manusia itu sendirilah yang mengatur hidupnya, bukan agama. Dari
sinilah lahir demokrasi, yang menjadikan manusia mempunyai
wewenang untuk membuat aturan hidupnya sendiri. Dengan
perkataan lain, demokrasi menjadikan rakyat sebagai source of
power (sumber kekuasaan, baik legislatif, eksekutif, maupun
yudikatif), sekaligus sebagai souce of legislation (sumber penetapan
hukum).*8)

Demokrasi ini, selanjutnya membutuhkan prasyarat kebebasan.


Sebab tanpa kebebasan, rakyat tidak dapat mengekspresikan
kehendaknya dengan sempurna, baik ketika rakyat berfungsi sebagai
sumber kekuasaan, maupun sebagai pemilik kedaulatan. Kebebasan
YAPISTA Corporation 152
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

ini dapat terwujud dalam kebebasan beragama (hurriyah al-aqidah),


kebebasan berpendapat (hurriyah al-ar`y), kebebasan berperilaku
(al-hurriyah asy-syakhshiyyah), dan kebebasan kepemilikan
(hurriyah at-tamalluk). Dari kebebasan kepemilikan inilah, pada
gilirannya, lahir sistem ekonomi kapitalisme.*9)

3. Kritik Atas Sekularisme

Umat Islam wajib menolak sekularisme, paling tidak karena 4


(empat) alasan berikut, yaitu:

Pertama, sekularisme adalah ide yang tidak memuaskan akal.


Dengan kata lain, sekularisme tidak sejalan dengan akal (nalar)
sehat manusia. tapi lebih didasarkan pada sikap jalan tengah.

Kedua, sekularisme tidak sesuai dengan fitrah manusia, karena


sekulerisme menempatkan manusia pada posisi Tuhan yang Maha
berkuasa untuk mengatur kehidupan manusia yang sedemikian
kompleks. Padahal manusia adalah makhluk yang lemah untuk bisa
mengatur kehidupan manusia.

Ketiga, sekularisme telah melahirkan berbagai ide yang gagal dalam


praktik yang malah menimbulkan penderitaan pedih pada manusia,
misalkan ide demokrasi dan ekonomi kapitalisme.

Keempat, sekularisme bertentangan dengan Islam.

Argumen pertama hingga ketiga, adalah berupa dalil-dalil yang


rasional (dalil aqli). Sedang argumen keempat, adalah berupa dalil-
dalil naqli (dalil syar’i).

3.1. Sekularisme Tidak Memuaskan Akal

Menurut Abdul Qadim Zallum dalam Al Hamlah al Amirikiyah li


Al Qadha` ‘ala Al Islam (1996) sekularisme sebenarnya bukanlah
hasil proses berpikir. Bahkan, tak dapat dikatakan sebagai pemikiran
yang dihasilkan oleh logika sehat.

Aqidah pemisahan agama dari kehidupan tak lain hanyalah


penyelesaian jalan tengah atau kompromistik, antara dua pemikiran
yang kontradiktif. Kedua pemikiran ini, yang pertama adalah
pemikiran yang diserukan oleh tokoh-tokoh gereja di Eropa
sepanjang Abad Pertengahan (sekitar abad ke-5 s/d ke-15 M),
misalnya Thomas Aquinas, St. Agustine, Tertullian, dan St. Jerome,
untuk menundukkan segala urusan kehidupan menurut ketentuan
YAPISTA Corporation 153
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

agama Katolik. Sedangkan yang kedua, adalah ide sebagian pemikir


dan filsuf yang mengingkari keberadaan Tuhan dan agama. Mereka
itu misalnya Machiavelli (w. 1527 ) dan Michael Mountaigne (w.
1592). Contoh lainnya adalah Nietzsche (w. 1778) yang menyatakan,
“Orang liberal harus mengakui, bahwa tuhan telah mati (God is
dead)”.*10) Ludwig Feurbach (w. 1872) misalnya, menyatakan
bahwa, “God is man, and man is God.” (Tuhan itu sebenarnya adalah
manusia, dan manusia itu adalah Tuhan). Feurbach juga
menyatakan, “Religion is the dream of human mind.” (Agama adalah
impian dari pikiran manusia).*11)

Walhasil, ide sekularisme merupakan jalan tengah di antara dua sisi


ide ekstrem tadi, yakni ide yang mengharuskan ketundukan pada
agama secara mutlak, dan ide yang menolak eksistensi agama juga
secara mutlak. Penyelesaian jalan tengah, sebenarnya mungkin saja
terwujud di antara dua pemikiran yang berbeda (tapi masih
mempunyai asas yang sama). Namun penyelesaian seperti itu tak
mungkin terwujud di antara dua pemikiran yang kontradiktif. Yang
mustahil diselesaikan dengan jalan tengah. Jadi, sekularisme, bisa
diumpamakan jalan tengah dari dua ide yang tidak mungkin dicari
titik tengahnya. Misalkan, di satu sisi kita katakan, “Saat ini saya
ada di ruang ini.” Sedang di sisi lain, “Saat ini saya tidak ada di
ruang ini.” Mungkinkah ada jalan tengah di antara dua ide yang
sangat bertolak belakang ini? Jika ada jalan tengahnya, jelas ide itu
tidak masuk akal.

Jadi, jelaslah bahwa sekularisme adalah jalan tengah di antara


pemikiran-pemikiran kontradiktif yang mustahil diselesaikan dengan
jalan tengah. Maka dari itu, sekularisme adalah ide yang tidak
memuaskan akal.

3.2. Sekularisme Tidak Sesuai Fitrah Manusia

Taqiyuddin An-Nabhani dalam Nizhamul Islam (2001)


mengatakan bahwa sekularisme bertentangan dengan fitrah
manusia, yang terwujud secara menonjol pada naluri beragama.
Naluri beragama tampak dalam aktivitas pen-taqdis-an (pensucian);
di samping juga tampak dalam pengaturan manusia terhadap
aktivitas hidupnya. Jika pengaturan kehidupan diserahkan kepada
manusia, akan tampak perbedaan dan pertentangan tatkala
pengaturan itu berjalan. Hal ini menunjukkan tanda kelemahan
manusia dalam mengatur aktivitasnya.

Sebagai contoh ketidakmampuan manusia ini, bisa kita saksikan


sistem hukum di Indonesia yang melahirkan banyak pertentangan
YAPISTA Corporation 154
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

dan kontradiksi. Di Indonesia diterapkan 3 sistem hukum,yaitu


hukum adat, hukum sipil (warisan Belanda), dan hukum Islam.
Akibat beragamnya sistem hukum ini, timbul banyak problem, antara
lain adanya kontradiksi hukum positif dengan Syariah Islam. Hukum
pidana (KUHP) peninggalan penjajah, falsafah yang mendasarinya
sangat bertolak belakang dengan syariah Islam. Misalnya dalam
kejahatan kesusilaan, KUHP pasal 284 berbunyi: “Barangsiapa
melakukan persetubuhan dengan laki-laki atau perempuan yang
bukan suami atau istrinya, maka diancam dengan sanksi pidana.”
Jadi perzinaan hanya terjadi jika kedua pelakunya sudah menikah
(berstatus suami atau isteri). Maka, pasal ini tidak melarang
hubungan seksual yang dilakukan secara suka sama suka oleh kedua
orang yang belum menikah (fornication), tidak melarang
homoseksual, dan tidak melarang hubungan seksual dengan
binatang (bestiality).*12)

Kontradiksi ini lahir karena akal manusia dianggap hebat dan super
sehingga berani menerapkan berbagai sistem hukum secara campur
aduk, berasaskan sekularisme (menjauhkan agama dari kehidupan).
Ini jelas bertentangan dengan fitrah manusia yang seharusnya
mengakui kelemahannya, sehingga akhirnya mau berhukum kepada
aturan dari Allah semata. Oleh karena itu, menjauhkan agama dari
kehidupan jelas bertentangan dengan fitrah manusia. Dengan kata
lain, menjauhkan peraturan Allah dan mengambil peraturan dari
manusia adalah bertentangan dengan fitrah manusia. Maka dari itu,
sekularisme telah gagal dilihat dari segi fitrah manusia.

3.3. Sekularisme Melahirkan Ide Gagal Dan Membahayakan


Manusia

Sekularisme antara lain melahirkan ide demokrasi dan sistem


ekonomi kapitalisme. Dalam praktiknya secara empiris, kedua ide
ini telah gagal. Tidak membawa kepada kebahagiaan dan kebaikan
untuk manusia, tetapi justru menjerumuskan umat manusia ke
dalam jurang penderitaan yang sangat mengerikan dan memilukan.
Mari kita lihat data-datanya.

A. Kegagalan Demokrasi

Demokrasi yang merupakan anak kandung sekularisme, sebenarnya


lebih banyak menyajikan ilusi dan tragedi yang mengerikan daripada
kemaslahatan dan kebaikan umat manusia. Di AS sendiri, demokrasi
telah menemui kegagalannya yang tragis.

AS yang oleh Alexis de Tocqueiville sebagai “guru” demokrasi kini


YAPISTA Corporation 155
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

sangat jauh dari demokrasi. Harian AS USA Today (25/4/2003) lalu


melaporkan, AS kini tak sepatutnya lagi mengklaim diri sebagai
negara paling demokrastis. Mengapa? Karena berkaitan dengan
invasi AS ke Irak, sejumlah kasus menunjukkan AS tidak demokratis
justru di negaranya sendiri.*13) Sebagai catatan, demo yang
menentang invasi AS itu hingga 15 Pebruari 2003 setidaknya
mencapai 15 juta orang di 600 kota di seluruh dunia. Tapi semua
upaya yang konon demokratis itu menemui kegagalan justru karena
sikap AS yang mengabaikan aspirasi dunia seraya tetap ngotot untuk
menghancurkan Irak.

Yang lebih gila lagi, seperti dicatat Johan Galtung, intervensi AS ke


Irak itu adalah yang ke-69 sejak 1945, dan yang ke-238 sejak
Thomas Jefferson pada tahun 1804 mengawali perangnya terhadap
kaum muslimin yang dulu disebut sebagai “perompak” dan kini
disebut Libya. Sejak tahun 1945 itu tercatat 12 hingga 16 juta
manusia terbunuh. Dan sejak tahun 1947, telah tewas sebanyak 6
juta jiwa karena ulah CIA.

Dan itu belum berakhir, sebab Wakil Presiden Dick Cheney


mengumumkan, masih akan ada perang-perang lain yang menurut
data BBC akan mencapai 60 negara. JINSA (Institut Yahudi untuk
Urusan Keamanan Nasional) di Washington memiliki rencana
perubahan rezim pemerintahan di 22 negara Arab.*14)

Itulah wajah nyata dari demokrasi. Ide demokrasi yang muluk-muluk


seperti egalitarian (kesetaraaan), keadilan, toleransi, dan sebagainya
hanyalah utopia. Demokrasi telah gagal. Gagal.

B. Kegagalan Ekonomi Kapitalisme

Kapitalisme sebagai sistem ekonomi juga merupakan anak kandung


sekularisme. Prinsip-prinsip yang diajarkannya seperti kebebasan
individu, persaingan bebas, mekanisme pasar, dan sebagainya
ternyata telah menghancurkan dunia. Kalaupun ada yang untung, itu
hanya dinikmati oleh mereka yang kuat. Sedangkan mayoritas
manusia yang lemah, harus rela menderita dalam kemiskinan,
keterbelakangan, dan penderitaan akibat kapitalisme. Hal ini bisa
dibuktikan, baik di AS maupun di belahan bumi lainnya. Berikut
sekilas data-datanya*15):

-Kemiskinan dan Kesenjangan

Tren kemiskinan semakin memburuk akibat kapitalisme. Jumlah


orang miskin yang hidupnya kurang dari 1 dollar sehari meningkat
YAPISTA Corporation 156
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

dari 1,197 milyar jiwa pada tahun 1987 menjadi 1,214 milyar jiwa
pada tahun 1997 (20% dari penduduk dunia). Sementara 1,6 milyar
jiwa (25%) penduduk dunia lainnya hidup antara 1-2 dolar perhari.
(The United Nations Human Development Report, 1999).

Kesenjangan pendapatan antara 1/5 penduduk dunia di negara-


negara kaya dengan 1/5 penduduk di negara-negara termiskin
meningkat 2 kali lipat pada tahun 1960-1990 dari 30:1 menjadi
60:1. Pada 1998 meningkat menjadi 78:1. (The United Nations
Human Development Report, 1999).

Perubahan teknologi dan liberalisasi keuangan mengakibatkan


peningkatan jumlah rumah tangga tidak proposional pada tingkatan
yang teramat kaya, tanpa distribusi bagi yang miskin… Dari 1988-
1993, pendapatan 10% penduduk termiskin di dunia merosot lebih
dari 1/4nya, sedangkan pendapatan 10% penduduk terkaya di dunia
meningkat 8%. (Robert Wade, The London School of Economics, The
Economist, 2001).

Dua puluh tahun lalu, perbandingan pendapatan rata-rata di 49


negara terbelakang dengan pendapatan negara-negara terkaya
adalah 1:87. Saat ini menjadi 1:98. (Kevin Watkins, International
Herald Tribune, 2001).

Total kekayaan orang-orang yang mempunyai aset minimal 1 juta


dolar meningkat hampir 4 kali lipat pada 1986-2000 dari 7,2 trilyun
dolar menjadi 27 trilyun dolar. Meskipun terjadi kemerosotan
keuangan global dan bisnis dotcom saat ini, Merril Lynch
memprediksikan bahwa kekayaan mereka meningkat 8% setiap
tahunnya dan diperkirakan tahun 2005 mencapai 40 trilyun dolar.
(Merril Lynch-Cap Gemini, 2001).

Sejak 1994-1998, nilai kekayaan bersih 200 orang terkaya di dunia


bertambah dari 40 milyar dolar menjadi lebih dari 1 trilyun dolar.
Aset 3 orang terkaya lebih besar dari gabungan GNP 48 negara
terkebelakang. Jumlah milyuder meningkat 25% dua tahun terakhir
menjadio 475 orang dengan nilai kekayaan lebih besar dari 50%
penduduk termiskin dunia. (The United Nations Human Development
Report, 1999).

Sebanyak 1/5 orang terkaya di dunia mengkonsumsi 86% semua


barang dan jasa, sementara 1/5 orang termiskin di dunia hanya
mengkonsumsi kurang dari 1% saja. (The United Nations Human
Development Report, 1999).

YAPISTA Corporation 157


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

-Kelaparan & Kekurangan Gizi

Di seluruh dunia kira-kira 50 ribu orang meninggal setiap hari akibat


kurngnya kebutuhan tempat tinggal, air yang tercemar, dan sanitasi
yang tidak memadai. (Shukor Rahman, Straits of Malaysia Times,
2001).

Kelaparan disebabkan oleh kenyataan bahwa pengembangan


perdagangan dunia lebih dititikberatkan pada negara-negara Utara
(negara-negara maju), sementara perluasan utang lebih diarahkan
ke negara-negara Selatan (negara-negara berkembang). (Shukor
Rahman, New Straits of Malaysia Times, 2001).

Peningkatan produksi pangan dalam 35 tahun terakhir telah


melampaui laju pertumbuhan penduduk dunia sebesar 16%.
Peningkatan tersebut belum pernah terjadi. (United Nations Food
and Agriculture Organization, 1994).

Pada tahun 1997, 78% anak-anak di bawah usia 5 tahun yang


kekurangan gizi di negara-negara sedang berkembang sebenarnya
hidup di negara-negara yang mengalami surplus pangan. (United
Nations Food and agriculture Organization, 1998).

Sementara 200 juta orang India kelaparan, pada tahun 1995 India
mengekspor gandum dan tepung terigu dengan nilai $ 625 juta,
beras 5 juta ton dengan nilai $ 1,3 milyar. (Institute for Food and
Development Policy, Backgrounder, Spring 1998).

Dewasa ini 826 juta manusia menderita kekurangan pangan yang


sangat kronis dan serius, kendati dunia sebenarnya mampu memberi
makan 12 milyar manusia (2 kali lipat dari penduduk dunia) tanpa
masalah sedikit pun. (Shukor Rahman, New Straits of Malaysia
Times, 2001).

Pada tahun 1997, hampir 10 juta orang AS yang terdiri atas 6,1 juta
orang dewasa dan 3,3 juta anak-anak benar-benar dililit kelaparan.
Sementara itu, pada tahun 1998, 10,5 juta rumah tangga di AS atau
31 juta orang tidak bisa memperoleh makanan dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. (US Departement of
Agriculture, Food Insecurity Report, 1999).

Jumlah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan gizinya


diperkirakan bertambah besar hingga 3%, dari 1,1 milyar pada tahun
1998 menjadi 1,3 milyar orang pada tahun 2008. 2/3 penduduk
Afrika Sub-Sahara dan 40% penduduk Asia akan mengalami
YAPISTA Corporation 158
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

kekurangan pangan pada tahun 2008. (US Departemen of


Agriculture, Food Security Asessment, 1999).

Setiap hari 11 ribu anak mati kelaparan di seluruh dunia, sedangkan


200 juta anak menderita kekurangan gizi dan protein serta kalori.
Lebih dari 800 juta menderita kelaparan di seluruh dunia dan 70% di
antara mereka adalah wanita dan anak-anak. (Shukor Rahman,
World Food Program, New Staits of Malaysia Times, 2001).

IMF membunuh umat manusia tidak dengan peluru ataupun rudal


tetapi dengan wabah kelaparan. (Carlos Andres Perez, Mantan
Presiden Venezuela, The Ecologist Report, Globalizing Poverty,
2000).

Itulah sekilas daya-data empiris tentang penderitaan umat manusia


akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang lahir dari rahim
sekularisme. Masihkah kita percaya pada kapitalisme? Pada
sekularisme?

3.4.Sekularisme Bertentangan Dengan Islam

Kebatilan sekularisme di samping dapat dibuktikan secara dalil aqli,


seperti diuraikan sebelumnya, juga dapat didasarkan pada dalil naqli,
yaitu ditinjau dari segi-segi berikut:

A. Sekularisme Adalah Ide Kufur

Sekularisme adalah ide kufur yang tidak didasarkan pada apa yang
diturunkan Allah.*16) Segala sesuatu pemikiran tentang kehidupan
yang tidak didasarkan pada apa yang diturunkan Allah adalah kufur
dan thaghut yang harus diingkari dan dihancurkan. Allah SWT
berfirman:

“Barangsiapa yang tidak memutuskan (perkara) menurut apa yang


diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”
(Qs. al-Maa'idah [5]: 44).

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku


dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan
apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim
kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari
thaghut itu…” (Qs. an-Nisaa` [4]: 60).

B.Sekularisme Bertentangan Dengan Khilafah

YAPISTA Corporation 159


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Sekularisme jika diyakini dan diterapkan, akan dapat


menghancurkan konsep Islam yang agung, yaitu Khilafah. Jadi
sekularisme bertentangan dengan Khilafah. Sebab sekularisme
melahirkan pemisahan agama dari politik dan negara. Ujungnya,
agama hanya mengatur secuil aspek kehidupan, dan tidak mengatur
segala aspek kehidupan. Padahal Islam mewajibkan penerapan
Syariat Islam pada seluruh aspek kehidupan, seperti aspek
pemerintahan, ekonomi, hubungan internasional, muamalah dalam
negeri, dan peradilan. Tak ada pemisahan agama dari kehidupan dan
negara dalam Islam. Karenanya wajarlah bila dalam Islam ada
kewajiban mendirikan negara Khilafah Islamiyah. Sabda Rasulullah
SAW:

“...dan barangsiapa mati sedangkan di lehernya tidak ada baiat


(kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.”
[HR. Muslim].*17)

Dari dalil yang seperti inilah, para imam mewajibkan eksistensi


Khilafah. Abdurrahman Al Jaziri telah berkata:

“Para imam (Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi’i, dan Ahmad) –


rahimahumulah— telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah
fardhu, dan bahwa tidak boleh tidak kaum muslimin harus
mempunyai seorang Imam (Khalifah)...”*18)

Maka, sekularisme jelas bertentangan dengan Khilafah. Siapa saja


yang menganut sekularisme, pasti akan bersemangat untuk
menghancurkan Khilafah. Jika sekularisme ini dianut oleh orang
Islam, maka berarti dia telah memakai cara pandang musuh yang
akan menyesatkannya. Inilah bunuh diri ideologis paling mengerikan
yang banyak menimpa umat Islam sekarang.

Padahal, Rasulullah SAW sebenarnya telah mewanti-wanti agar tidak


terjadi pemisahan kekuasaan dari Islam, atau keruntuhan Khilafah
itu sendiri. Sabda Rasulullah :

[alaa innal kitaab was sulthoona sayaftariqooni falaa


tufaariqul kitaaba]

“Ingatlah! Sesungguhnya Al Kitab (al-Qur`an) dan kekuasaan akan


berpisah. Maka (jika hal itu terjadi) janganlah kalian berpisah
dengan al Qur`an!” [HR. Ath Thabrani].*19)

Sabda Rasulullah SAW:

YAPISTA Corporation 160


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

[latanqudhonna ‘urol islami ‘urwatan ‘urwatan fakullamaa


intaqadhat ‘urwatun tasyabbatsan naasu billatii taliihaa fa-
awwaluhunna naqdhon al hukmu wa aakhiruhunna ash
sholaatu]

“Sungguh akan terurai simpul-simpul Islam satu demi satu. Maka


setiap kali satu simpul terurai, orang-orang akan bergelantungan
dengan simpul yang berikutnya (yang tersisa). Simpul yang pertama
kali terurai adalah pemerintahan/kekuasaan. Sedang yang paling
akhir adalah shalat.” [HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al
Hakim].*20)

C. Umat Islam Menyerupai Kaum Kafir (tasyabbuh bi al


kuffar)

Sekularisme mungkin saja dapat diterima dengan mudah oleh


seorang beragama Kristen, sebab agama Kristen memang bukan
merupakan sebuah sistem kehidupan (system of life). Perjanjian
Baru sendiri memisahkan kehidupan dalam dua kategori, yaitu
kehidupan untuk Tuhan (agama), dan kehidupan untuk Kaisar
(negara). Disebutkan dalam Injil:

“"Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar, dan


berikanlah kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan” (Matius
22 : 21).

Dengan demikian, seorang Kristen akan dapat menerima dengan


penuh keikhlasan paham sekularisme tanpa hambatan apa pun,
sebab hal itu memang sesuai dengan norma ajaran Kristen itu
sendiri. Apalagi, orang Barat –khususnya orang Kristen-- juga
mempunyai argumen rasional untuk mengutamakan pemerintahan
sekular (secular regime) daripada pemerintahan berlandaskan agama
(religious regime), sebab pengalaman mereka menerapkan religious
regimes telah melahirkan berbagai berbagai dampak buruk, seperti
kemandegan pemikiran dan ilmu pengetahuan, permusuhan
terhadap para ilmuwan seperti Copernicus dan Galileo Galilei,
dominasi absolut gereja Katolik (Paus) atas kekuasaan raja-raja
Eropa, pengucilan anggota gereja yang dianggap sesat
(excommunication), adanya surat pengampunan dosa (Afflatbriefen),
dan lain-lain.*21)

Namun bagi seorang muslim, sesungguhnya tak mungkin secara


ideologis menerima sekularisme. Karena Islam memang tak
mengenal pemisahan agama dari negara. Seorang muslim yang
ikhlas menerima sekularisme, ibaratnya bagaikan menerima paham
YAPISTA Corporation 161
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

asing keyakinan orang kafir, seperti kehalalan daging babi atau


kehalalan khamr. Maka dari itu, ketika Khilafah dihancurkan, dan
kemudian umat Islam menerima penerapan sekularisme dalam
kehidupannya, berarti mereka telah terjatuh dalam dosa besar
karena telah menyerupai orang kafir (tasyabbuh bi al kuffar).

Sabda Rasulullah SAW:

[man tasyabbaha bi qawmin fahuwa minhum]

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia adalah bagian dari


kaum tersebut.” [HR. Abu Dawud].*22)

Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah mengatakan dalam syarahnya


mengenai hadits ini:

“Hadits tersebut paling sedikit mengandung tuntutan keharaman


menyerupai (tasyabbuh) kepada orang kafir, walaupun zhahir dari
hadits tersebut menetapkan kufurnya bertasyabbuh dengan
mereka...”*23)

Dengan demikian, pada umat Islam menerapkan sekularisme dalam


pemerintahannya, maka mereka berarti telah terjerumus dalam dosa
karena telah menyerupai orang Kristen yang memisahkan urusan
agama dari negara.*24) (Nauzhu billah min dzalik!)

4.Kesimpulan

Dari seluruh uraian di atas, dapat disimpulkan, bahwa sekularime


wajib ditolak oleh kaum muslimin, karena sekularisme tidak masuk
akal, tidak sesuai fitrah manusia, melahirkan kemudharatan dalam
praktiknya, serta bertentangan dengan Islam.

Sekularisme adalah ide kufur yang wajib dihancurkan oleh kaum


muslimin. Sekulerisme adalah thaghut yang kita telah diperintahkan
untuk mengingkari thaghut itu. Sekulerisme wajib dihapuskan dari
muka bumi, dalam segala bentuk dan manifestasinya. [ ]

Catatan Kaki:

1. Lihat Larry E. Shinner, “The Concept of Secularization in Empirical


Research”, dalam William M. Newman, The Social Meanings of
Religion, (Chicago : Rand McNally College Publishing Company, 1974),
hal. 304-324.

YAPISTA Corporation 162


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

2. Lihat Eric S. Waterhouse, “Secularism”, Encyclopedia of Religion


and Ethics, Vol. XI, (New York : Charles Sribner’s Sons Sons, 1921),
hal. 347-350.
3. Lihat “Islam Vs Secularism”, Al Jumuah, [The Friday Report], vol
III, no. 10, (http://www.islaam.com.)
4. Lihat Mahmud Abdul Majid Al Khalidi, Qawaid Nizham Al Hukm fi Al
Islam, (Kuwait : Darul Buhuts Al Ilmiyah, 1980), hal. 73.
5. Ahmad Al Qashash, Bab II “Falsafah Ah Nahdhah”, Usus An
Nahdhah Ar Rasyidah, (Beirut : Darul Ummah, 1995).
6. Taqiyuddin An-Nabhani, Nizhamul Islam, 2001, hal.28.
7. Ustadz Hafizh Shalih, “Al Aqidah wa Al Qa’idah Al Fikriyah”, An
Nahdhah, (Beirut : Dar An Nahdhah Al Islamiyah, 1988), hal. 64-88;
Ahmad Athiyat, “Ar Ra`sumaliyah Mabda`” Ath Thariq : Dirasah
Fikriyah fi Kayfiyah Al Amal li Taghyir Waqi’ Al Ummah wa Inhadhiha,
(Beirut : Darul Bayariq, 1996), hal.91-94.
8. Taqiyuddin An Nabhani, Nizham Al-Islam, 2001, hal.27.
9. Lihat Abdul Qadim Zallum, Ad-Dimuqrathiyah Nizham Kufr, 1990.
10. Ahmad Athiyat, Ath Thariq : Dirasah Fikriyah fi Kayfiyah Al Amal li
Taghyir Waqi’ Al Ummah wa Inhadhiha, (Beirut : Darul Bayariq,
1996), hal. 121.
11. Adnin Armas, Menelusuri Jejak Sekularisasi, hal. 1, makalah
Workshop Pemikiran dan Peradaban Islam, Jakarta, 27-29 Pebruari
2004.
12. Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta :
Gema Insani Press, 2003), hlm. 84; lihat juga Dadang Kusmayadi &
Pambudi Utomo, “Hukum Indonesia Menghalalkan Zina”
http://www.hidayatullah.com/2001/06/khusus1.shtml; Topo Santoso,
“Nasib Kartini dan TKI”, Media Indonesia, Senin 13 Maret 2000, hlm.
8.
13. Suparman & S. Malian, Ide-Ide Besar Sejarah Intelektual Amerika,
(Yogyakarta : UII Press, 2003), hal. ix.
14. Ibid.
15. Sumber Data : The International Forum on Globalization,
Globalisasi Kemiskinan dan Ketimpangan, (Yogyakarta : Cindelaras
Pustaka Rakyat Cerdas, 2003).
16. Muhammad Khayr Haikal, Al Jihad wal Qital fi Asy Siyasah Asy
Syar’iyah, (Beirut : Darul Bayariq, 1996), I/131.
17. Hadits Shahih. Sahih Muslim, III/340, hadits. No. 1851.
18. Abdurrahman Al Jaziri, Al Fiqh ‘Ala Al Madzahib Al Arba’ah, V/308.
19. Abdurrahman Al Baghdadi,. “Al Khulafa` Alladzina Hakamu Al
‘Alama fi Jami’i Ushuril Islam”, Al Khilafah Al Islamiyah, No.1. Th I
(Sya’ban 1415 H / Januari 1995), hal. 14.
20. Abdurrahman Al Baghdadi, “Dzikra Hadmil Khilafah Al Islamiyah :
Taqwidhul Khilafah Al Islamiyah”, Al Khilafah Al Islamiyah, No.1. Th I
(Sya’ban 1415 H / Januari 1996), hal.13.
21. Yusuf Al Qaradhawi, Al Hulul Al Mustawradah wa Kayfa Ja`at ‘Ala
Ummatina, hal. 113-114.
22. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban. Lihat Ash Shan’ani, Subulus
Salam, IV/175.
23. Ali Belhaj, Ad Damghah Al Qawiyyah li Nasfi Aqidah Ad

YAPISTA Corporation 163


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Dimuqrathiyah, hal. 19.


24. Ash Shan’ani, Subulus Salam, IV/175.

hayatulislam.net - Publikasi 25/04/2004

Menangkal Bahaya JIL 

"Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut


(ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-
Nya meskipun orang-orang kafir benci." (At-Taubah:32)  

Alhamdulillahi Rabbil 'alamien.

Shalawat dan salam semoga tetap Allah curahkan atas Nabi


Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, tabi'in, tabi'it tabi'in dan
para pengikutnya yang setia dengan baik sampai akhir zaman.  

Amma ba'du. Buku ini kami tulis berdua, dengan judul "Menangkal
Bahaya JIL dan FLA". Isinya berupa bantahan terhadap lontaran-
lontaran aneh yang menyesatkan dari orang-orang firqah liberal (JIL;
Jaringan Islam Liberal, Paramadina -yayasan bentukan Nurcholish
Madjid cs kini dipimpin Azzumardi Azra rektor UIN/ Universitas Islam
Negeri Jakarta, sebagian orang NU -Nahdlatul Ulama, sebagian orang
Muhammadiyah, sebagian orang IAIN -Institut Agama Islam Negeri,
dan lain-lain. Juga bantahan terhadap isi buku "Fikih Lintas Agama"
yang ditulis oleh tim sembilan penulis Paramadina di Jakarta
bekerjasama dengan yayasan orang kafir, The Asia Foundation yang
berpusat di Amerika.  

Tim penulis paramadina sembilan orang itu adalah; Nurcholish


Madjid, Kautsar Azhari Noer, Komarudin Hidayat, Masdar F. Mas'udi,
Zainun Kamal, Zuhairi Misrawi, Budhy Munawar-Rahman, Ahmad
Gaus AF dan Mun'im A. Sirry. Mereka menulis buku yang judul
lengkapnya; "Fikih Lintas Agama Membangun Masyarakat Inklusif-
Pluralis". Cetakan: I, September 2003.  

YAPISTA Corporation 164


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Mereka itu secara terang-terangan mengusung keyakinan inklusif


pluralis alias menyamakan semua agama, dan secara blak-blakan
memang mereka sengaja membuka jati diri mereka bahwa meskipun
mengaku Islam namun juga mengakui bahwa aqidah mereka
berbeda.  

Kalau mereka meyakini aqidah yang berbeda itu tanpa


menyelewengkan pengertian ayat-ayat Al-Qur'an, As-Sunnah (Hadits
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam), menghujat ulama,
memelintir perkataan ulama, meninggikan tokoh-tokoh non Islam
bahkan anti agama, dan menggiring umat ke filsafat yang tak punya
landasan itu serta hanya untuk mereka 'nikmati' sendiri bukan
dipropagandakan; maka urusannya masih sebatas urusan mereka.
Urusan orang-orang tertentu dan terbatas yang lokasi kumpulnya di
sekitar Ciputat, Pondok Indah, dan Utan Kayu Jakarta. Namun
"aqidah yang berbeda" itu mereka pasarkan dengan cara-cara
menyelewengkan pengertian ayat-ayat Al-Qur'an, As-Sunnah,
menghujat ulama, memelintir perkataan ulama, meninggikan
kedudukan dan suara serta tingkah tokoh-tokoh kafir bahkan sangat
anti agama, mengekspose penyelewengan sebagian tokoh dijadikan
sample/ contoh untuk dicarikan jalan keluarnya berupa
penghalalannya, dan menggiring umat Islam untuk tidak meyakini
Islam secara semestinya.  

"Aqidah yang berbeda" itu memerlukan "Fikih yang berbeda"


pula. Mereka sendiri yang menyatakan itu, bahwa yang aqidahnya
eksklusif maka Fikihnya eksklusif pula, sedang mereka (kaum liberal)
yang aqidahnya inklusif pluralis alias menyamakan semua agama,
maka memerlukan Fikih pluraris pula. Mereka buatlah ramai-ramai (9
orang) sebuah buku setebal 274 halaman dengan judul "Fikih Lintas
Agama".  

Sesuai dengan sifatnya 'yang berbeda', maka Fikih Lintas Agama itu
pun berbeda dengan fikih hasil ijtihad para ulama. Di antara
perbedaannya bisa disimplifikasikan/ disederhanakan sebagai
berikut:  

1. Dibiayai oleh lembaga orang kafir dan duit lembaga


pendana itu dari orang kafir. 

2. Ditulis oleh orang-orang yang latar belakang keilmuannya


bukan ilmu fikih, namun rata-rata menggeluti filsafat atau
perbandingan agama, atau tasawuf, atau ilmu kalam (bukan
ilmu Tauhid). Kalau toh tadinya belajar ilmu fikih di Fakultas
YAPISTA Corporation 165
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Syari'ah seperti Masdar F Mas'udi (salah satu dari 9 orang tim Penulis
FLA Paramadina) pada perjalanan terkininya bukan lagi menekuni
studi jurusan Fikih tetapi filsafat. 

3. Cara ber-istidlal (mengambil dalil untuk menyimpulkan


hukum) tidak ada konsistensi, sehingga antagonistis,
bertabrakan satu sama lain. 

4.Tidak jujur. 

5. Memperlakukan ayat-ayat Al-Qur'an semau mereka. 

6. Pendapat yang sangat lemah pun dijadikan hujjah, lalu


disimpulkan satu ketentuan, dan ketentuan yang berdasarkan
pendapat sangat lemah itu kemudian untuk menghukumi secara
keseluruhan. Akibatnya, hukum dibalik-balik, yang haram jadi halal. 

7. Pembolak-balikan itu untuk mempropagandakan "aqidah


dan Fikih yang berbeda" yaitu di antaranya:  

Ulama diposisikan sebagai orang durjana  

Orang kafir naik kedudukannya hingga suaranya bisa


dijadikan hujjah untuk membantah ulama, bahkan bisa-bisa untuk
membantah hadits bahkan naik lagi bisa untuk membantah ayat Al-
Qur'an.  

Orang kafir berhak nikah dengan Muslim dan Muslimat.  

Orang kafir berhak mendapatkan waris dari orang Muslim.  

Orang Muslim tidak boleh menegakkan syari'at Islam dalam


kehidupan siyasah.  

Orang Muslim dalam kehidupannya hanya boleh diatur pakai selain


syari'at Islam.

 Muslim dan kafir sama, namun jangan bawa-bawa agama


untuk mengatur hidup ini. Ini artinya, aturan dari orang kafir
harus dipakai, sedang aturan dari Allah tak boleh dipakai.

YAPISTA Corporation 166


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

 Itulah "aqidah yang berbeda" maka memerlukan "Fikih yang


berbeda" pula. Dan itulah Fikih yang pembuatan dan penerbitannya
dibiayai oleh orang kafir.  

Propaganda kepentingan kafirin namun lewat jalur ilmu Islam praktis


yakni Fikih inilah sebenarnya persoalan dalam pembicaraan ini.
Namun kalau hanya dikemukakan bahwa itu upaya mengusung
kepentingan orang kafir, lalu tidak disertai bukti-bukti hujjah yang
nyata, maka persoalannya bisa mereka balikkan. Bahkan
membalikkannya pun bisa pakai ayat atau hadits dengan disesuaikan
dengan kepentingan mereka. Lalu khalayak ramai, kafirin plus
sebagian umat Islam yang hatinya ada penyakitnya, bisa-bisa serta
merta memberondongkan serangan yang menyakitkan, bukan
sekadar kepada orang yang mengecam Paramadina namun bisa jadi
terhadap Islam itu sendiri.

 Oleh karena itu saya mengajak seorang Ustadz Agus Hasan Bashori
Lc, Mag, yang bermukim di Malang Jawa Timur, untuk menulis
bantahan terhadap buku Fikih Lintas Agama itu.  

Berhubung yang mengusung aqidah rusak berupa paham pluralisme


agama, menyamakan Islam dengan agama-agama lain, itu bukan
hanya tim 9 penulis FLA Paramadina, maka pemikiran, lontaran-
lontaran, dan beberapa hal yang berkaitan dengan penyebaran
paham pluralisme agama pun saya uraikan. Sehingga diharapkan
buku ini akan bisa menguak sepak terjang mereka serta pola pikir
dan kelicikan mereka.  

Untuk lebih memudahkan pertanggungjawabannya, maka buku ini di


bagian pertama adalah tulisan saya, sedang bagian kedua tulisan
Ustadz Hasan Bashori. Adapun kalau pembahasannya ada yang
sama, berarti masing-masing menganggap masalah itu penting
untuk disoroti. Namun apabila ada masalah yang sebenarnya penting
tetapi ternyata kami berdua sama-sama tidak membahasnya, itu
kemungkinan saling tidak mau melangkahi satu sama lain, tahu-tahu
sama-sama tidak melangkah.  

Kami menyadari, yang kami bantah itu adalah buku yang mereka
tulis ramai-ramai 9 orang, yang sebelum dibukukan pun
diseminarkan di pergedungan dengan mengundang atau didatangi
pers. Entah kumpulan tulisan para penulis itu pesanan atau
'pengajuan' (untuk cari dana ke orang kafir), wallahua'lam, tetapi
Zuhairi Misrawi mengemukakan bahwa kerja mereka siang malam
untuk mewujudkan buku FLA itu. Sementara itu kami berdua untuk
YAPISTA Corporation 167
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

membantah buku FLA itu tidak pakai kumpul-kumpul apalagi


mengumpulkan orang untuk seminar membahas tulisan yang akan
dibukukan. Kami berdua (saya di Jakarta, Ustadz Hasan Bashori di
Malang Jawa Timur) hanya bertemu 3 kali dan bukan urusan untuk
membicarakan tentang tulisan ini tetapi sama-sama menghadiri
pertemuan yang diadakan orang di Puncak Bogor Jawa Barat dan
Jakarta. Lalu saya katakan, tulislah apa yang Antum (Anda) mau,
dan saya juga akan tulis semau saya.  

Ketika beredar buku saya berjudul "Mengkritisi Debat Fikih Lintas


Agama", Maret 2004, ada pertanyaan dari Ustadz Hasan Bashori
lewat SMS, "Antum sudah menerbitkan buku, jadi tulisan saya sama
siapa nanti?" Saya jawab, "Ya sama saya, kan buku "Mengkritisi
Debat Fikih Lintas Agama" itu baru manasi saja."  

Alhamdulillah, Allah memberikan kesempatan dan kesanggupan,


sehingga bicara-bicara antara kami berdua ketika ketemu itu
kemudian bisa terwujud tulisan untuk membantah para 'jagoan'
liberal tua dan muda (yang tua seperti Nurcholish Madjid sudah 64
tahun, yang muda seperti Zuhairi Misrawi bujangan umur 29-an
tahun).  

Kami sangat berterimakasih kepada berbagai pihak yang secara


langsung atau tidak langsung memberikan semangat kepada kami
untuk mewujudkan buku ini. Kunjungan rombongan kiai dan ustadz
yang menyempatkan untuk bertemu kami dan mengemukakan
keprihatinan mereka atas makin menjadi-jadinya kenekadan
kelompok liberal dengan menerbitkan buku nyleneh di antaranya
"Fikih Lintas Agama", merupakan dorongan tersendiri yang seakan
meletakkan beban di pundak kami untuk memikulnya. Sehingga
dunia terasa sempit ketika tulisan ini belum jadi. Bukan lantaran
kami punya hutang budi, jasa, atau harta kepada orang kuat,
lembaga kuat, kelembagaan ataupun perorangan, sehingga harus
menanggapi buku FLA. Namun keresahan dan keprihatinan para da'i,
para ustadz, para pengelola santri, mahasiswa, dan masyarakat atas
meruyaknya penyesatan di mana-mana yang sistematis dan
terprogram rapi itulah yang mengetuk hati kami untuk menyusun
buku ini.  

Mudah-mudahan sumbangan dorongan itu akan mendapatkan pahala


dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

YAPISTA Corporation 168


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

 Berhubung buku ini disusun dengan proses seperti yang telah saya
uraikan itu, maka saran dan kritik yang membangun dari pembaca
budiman senantiasa kami nantikan.

 Hanya kepada Allah-lah kami menyembah, dan hanya kepada Allah


pula kami minta pertolongan. Semoga buku ini bermanfaat bagi
umat Islam dan terutama bagi kami, keluarga dan sanak kerabat
Muslimin Muslimat. Amin.  

Jakarta, Selasa, 14 Rabi'ul Awwal 1425H / 4 Mei 2004

(Hartono Ahmad Jaiz)

jika harus ada sharing Fiqih Lintas Agama di Indonesia, tolong


tunjukkan kepada kami mana dan apa yang disebut dengan fiqih
agama-agama lain di luar Islam?

Bahaya Firqah Liberal

 Mereka tidak menyuarakan Islam yang diridhai oleh Allah ,


tetapi menyuarakan pemikiran-pemikiran yang diridhai oleh Iblis,
Barat dan pan Thaghut lainnya.

Mereka lebih menyukai atribut-atribut fasik dari pada gelar-


gelar keimanan karena itu mereka benci kepada kata-kata jihad,
sunnah, salaf dan lain-lainnya dan mereka rela menyebut Islamnya
dengan Islam Liberal.

Allah berfirman:

"Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah


iman". (QS. Al-Hujurat 11)

Mereka beriman kepada sebagian kandungan al-Qur'an dan


meragukan kemudian menolak sebagian yang lain, supaya
penolakan mereka terkesan sopan dan ilmiyah mereka menciptakan
"jalan baru" dalam menafsiri al-Qur'an.

Mereka menyebutnya dengan Tafsir Kontekstual, Tafsir Hermeneutik,


Tafsir Kritis dan Tafsir Liberal Sebagai contoh, Musthofa Mahmud
dalam kitabnya al-Tafsir al-Ashri 1i alQur'an menafsiri ayat ( -Faq tho

YAPISTA Corporation 169


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

'u aidiyahumaa- ) dengan "maka putuslah usaha mencuri mereka


dengan memberi santunan dan mencukupi kebutuhannya." (Syeikh
Mansyhur Hasan Salman, di Surabaya, Senin 4 Muharram 1423).

Dan tafsir seperti ini juga diikuti juga di Indonesia. Maka pantaslah
mengapa rasulullah bersabda:

"Yang paling saya khawatirkan atas adaalah orang munafik


yang pandai bicara. Dia membantah dengan Al-Qur'an."

Orang-orang yang seperti inilah yang merusak agama ini. Mereka


mengklaim diri mereka sebagai pembaharu Islam padahal merekalah
perusak Islam, mereka mengajak kepada kepada Al-Qur'an padahal
merekalah yang mencampakkan Al-Qur'an. Mengapa demikian ?
Karena mereka bodoh terhadap sunnah. (Lihat Ahmad Thn Umar
al-Mahmashani: 388-389)

Mereka menolak paradigma keilmuwan dan syarat-syarat


ijtihad yang ada dalam Islam, karena mereka merasa rendah
berhadapan dengan budaya barat, maka mereka melihat Islam
dengan hati dan otak orang Barat.

Mereka tidak mengikuti jalan yang ditempuh oleh Nabi , para


sahabatnya dan seluruh orang-orang mukmin. Bagi mereka
pemahaman yang hanya mengandalkan pada ketentuan teks-teks
normatif agama serta pada bentuk-bentuk Formalisme Sejarah Islam
paling awal adalah kurang memadai dan agama ini akan menjadi
agama yang ahistoris dan eksklusif (Syamsul Arifin; Menakar
Otentitas Islam LiberaL .Jawa Pos 1-2-2002).

Mereka lupa bahwa sikap seperti inilah yang diancam oleh Allah:
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran
baginya. dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min,
Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya
itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruknya tempat kembali." (QS. An-Nisaa' 115).

Mereka tidak memiliki ulama dan tidak percaya kepada ilmu


ulama. Mereka lebih percaya kepada nafsunya sendiri, sebab
mereka mengaku sebagai "pembaharu" bahkan "super pembaharu"
yaitu neo modernis.

Allah berfirman: Dan bila dikatakan kepada mereka, "Janganlah


kamu membuat kerusakan di muka bumi," mereka menjawab,
"Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan."
Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat
kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada
mereka, "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah
YAPISTA Corporation 170
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

beriman," mereka menjawab, "Akan berimankah kami sebagaimana


orang-orang bodoh itu telah beriman." Ingatlah, sesungguhnya
merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu.(QS.
Al-Baqarah 11-13).

Kesamaan cita-cita mereka dengan cita-cita Amerika, yaitu


menjadikan Turki sebagai model bagi seluruh negara Islam. Prof. Dr.
John L. Esposito menegaskan bahwa Amerika tidak akan rela
sebelum seluruh negara-negara Islam tampil seperti Turki. Mereka
memecah belah umat Islam karena gagasan mereka adalah bid'ah
dan setiap bid'ah pasti memecah belah.

Mereka memiliki basis pendidikan yang banyak melahirkan


pemikir-pemikir liberal, memiliki media yang cukup dan
jaringan internasional dan dana yang cukup.

Mereka tidak memiliki manhaj yang jelas sehingga


gagasannya terkesan "asbun" dan asal "comot" Lihat saja buku
Charless Kurzman, Rasyid Ridha yang salafi (revivalis) itupun
dimasukkan kedalam kelompok liberal, begitu pula Muhammad
Nashir (tokoh Masyumi) dan Yusuf Qardhawi (tokoh Ikhwan al-
Muslimin). Bahayanya adalah mereka tidak bisa diam, padahal diam
mereka adalah emas, memang begitu berat jihad menahan lisan.
Tidak akan mampu melakukannya kecuali seorang yang mukmin.

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka


hendaklah ia mengucapkan yang baik atau hendaklah ia diam." (HR.
Bukhari dan Muslim)

(Lihat Husain al-Uwaisyah: 9 dan seterusnya). Ahlul batil selain


menghimpun kekuatan untuk memusuhi ahlul haq. Allah ta'ala
berfirman:

"Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka pelindung


bagisebagian yang lain. JIka kamu (hai para muslimin) tidak
melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan
terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar." (QS. Al-
Anfaal 73).

Sementara itu Ustadz Hartono Ahmad Jaiz menyebut mereka


berbahaya sebab mereka itu "sederhana" tidak memiliki landasan
keilmuwan yang kuat dan tidak memiliki aqidah yang mapan. (lihat
Bahaya Islam Liberal: 40, 64-65)

Maraji': As Sunnah 04/VI/1423/2002

YAPISTA Corporation 171


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Islam Liberal : Hawa Nafsu Berkedok Ilmu

"Allah menciptakan malaikat dengan menyertakan akal tanpa


hawa nafsu. Dan menciptakan binatang dengan menyertakan
hawa nafsu tanpa akal. Sedangkan Allah menciptakan
manusia dengan menyertakan akal dan hawa nafsu sekaligus.
Maka barangsiapa yang ilmunya menguasai hawa nafsu maka
dia lebih baik dari malaikat dan barangsiapa hawa nafsunya
mengalahkan ilmunya maka dia lebih buruk dari binatang."
Demikian Malik bin Dinar t mendudukkan manusia.

Jika malaikat senantiasa taat, itu karena mereka diciptakan tanpa


disertai hawa nafsu yang menentangnya, tetapi manusia yang
dititahkan disertai hawa nafsu lalu dia mampu menundukkan nafsu
dengan ilmunya, maka dia manusia istimewa. Demikian pula halnya,
menjadi kewajaran jika binatang hanya makan dan menuruti
syahwatnya, karena memang mereka diciptakan tanpa diberi akal.

Tetapi manusia yang diberi akal lalu hanya memperturutkan hawa


nafsunya maka binatang lebih baik darinya. Allah berfirman:

"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam


kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati,
tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat
Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka
itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi."
(al-A’raf: 179)
 

Ilmu VS Hawa Nafsu

Allah menghendaki agar manusia mau mengendalikan hawa nafsu


dengan ilmunya, namun setan berusaha menggiring manusia untuk
YAPISTA Corporation 172
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

memperturutkan hawa nafsunya. Ilmu dan hawa nafsu senantiasa


berebut untuk meraih hegemoni, selalu bertarung untuk dapat
mendominasi jiwa manusia. Yang paling celaka adalah ketika hawa
nafsu yang bertahta dalam jiwa manusia, menjadi raja yang menjadi
sesembahannya:

"Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang


mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk
dari Allah sedikitpun." (al-Qashash: 50)

Pertarungan tersebut bukan saja terjadi pada masing-masing jiwa


manusia, namun juga membumi. Jika hawa nafsu banyak menguasai
mayoritas manusia di bumi, maka bisa jadi hawa nafsu yang
memegang kendali dan merajai.

Ibnu Mas’ud pernah berkata di hadapan sahabat dan tabi’in:


"Sesungguhnya kalian hidup di suatu zaman di mana kebanaran
yang menguasai hawa nafsu, namun kelak akan ada suatu zaman di
mana hawa nafsu yang merajai kebenaran."

Rupanya zaman itu sudah sampai. Lihat saja, setiap kali terjadi
perang opini, maka pemuja hawa nafsu lebih banyak pendukungnya,
para pengumbar nafsu paling banyak dijadikan idola.
 

Hawa Nafsu Dikemas dengan Ilmu

Proyek meng’hawa-nafsu’kan dunia ditempuh setan dengan banyak


cara sekaligus menunjuk arsitek dan para pekerjanya. Di antara cara
tersebut adalah membungkus hawa nafsu dengan kedok ilmu. Tugas
ini diemban oleh ‘syaithan nathiq’ (setan bicara) yang melegalkan
hawa nafsu atas nama ilmu. Dengan kemasan ini, kampanye setan
untuk menggolkan hawa nafsu sebagai penguasa sukses dengan
kemenangan telak.

Kasus pornografi misalnya. Definisi dan batasan istilah ini


diperdebatkan, namun hanya satu tujuan setan, memenangkan opini
bahwa ‘tidak ada yang layak dikatakan porno’. Statemen yang paling
efektif untuk ini adalah pernyataan bahwa ‘batasan pornorafi itu
relatif.’

Cermatilah, bagaimana setan mengajari murid-muridnya untuk


berargumen. Ketika seorang model yang suka tampil vulgar ditanya
YAPISTA Corporation 173
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

tentang sikap masyarakat yang memandang tabu dan


mem’porno’kan gayanya, dia menjawab: "Terserah mereka, tinggal
dari sisi mana mereka menilai. Kalau mereka ‘positif thinking’
(husnudzhon) ya mereka menganggapnya baik, tapi kalau sudah
‘negatif thinking’ (su’udzhon) duluan, ya...apa-apa dikatakan jelek."
Inilah hawa nafsu yang dikemas dengan ‘ilmu’. Mereka hanya ingin
berkelit dari hukum manusia, tetapi mereka tak mungkin bisa lari
dari hukuman Allah.

Tidak jarang pula bahkan, orang-orang yang se-tipe dengannya


menganggap masyarakat yang anti pornografi sebagai kaum
munafik, ‘toh sebenarnya mereka juga demen’, katanya. Tetapi,
munafik yang sebenarnya adalah mereka yang tidak mau taat
kepada norma yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya,
bahkan menghalangi orang-orang darinya, firman Allah:

"Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk)


kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum
Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi
(manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu."
(an-Nisa’: 61)
 

Dilegalkan Para Cendekiawan

Wajar jika pernyataan-pernyataan sumbang seperti beberapa contoh


di atas muncul dari orang-orang yang notabene memang jauh dari
bangku pondok pesantren, atau jarang mencicipi pengetahuan
agama. Yang aneh adalah orang-orang yang ditokohkan dalam hal
agama ikut-ikutan pula mempromosikan hawa nafsu berkedok ilmu.
Tentunya dengan gaya yang lebih Islami, bumbu-bumbu dalil,
ramuan ushul fikih plus argumentasi yang runtut.

Terutama mereka yang berada dalam jajaran Islam liberal.


Untuk menghalalkan segala hal, mengkampanyekan budaya serba
boleh dan ‘anti haram’, banyak ungkapan nyleneh yang dikuatkan
dalil-dalil. Seperti pernyataan ‘Fikih islam tidak cukup untuk
memahami seni’, atau ‘akal adalah rasul Allah di muka bumi’ atau
menggunakan kebebasan dalam menafsirkan Al-Qur’an. Namun yang
dituju hanya satu ‘tidak ada yang haram’, karena menurut mereka
keharaman itupun juga relatif, tinggal dari sisi mana orang melihat.
 

YAPISTA Corporation 174


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Al-Qur’an Sesuai di Setiap Waktu dan


Tempat

"Kalimatul haq uriida biha al-bathil’, pernyataan yang benar namun


dipakai untuk maksud yang bathil. Ungkapan ini sepertinya pas
ditujukan untuk orang-orang Islam Liberal yang memiliki ‘track
record’ menghalalkan yang sudah jelas haram dengan dalih Al-
Qur’an sanggup menjawab persoalan di setiap zaman, atau Islam
bisa sesuai dengan kondisi kapanpun.

Ungkapan ini benar, namun tuan-tuannya penganut JIL terbalik


dalam terapannya. Mereka merubah alat ukur sebagai yang diukur,
sedangkan yang mestinya diukur malah dijadikan alat ukur. Mereka
justru memaksa Al-Qur’an untuk membolehkan sesuatu yang
haram karena sudah terlanjur mengakar dan mengkondisi di
masyarakat. Seakan mereka berkata ‘karena zaman sudah seperti
ini, maka ini dan itu diperbolehkan’. Dalilnya? Islam cocok untuk
setiap kondisi dan zaman, katanya.

Padahal posisi yang tepat untuk ungkapan tersebut adalah bahwa


dalam kondisi apapun syari’at Islam secara komprehensip sesuai
untuk diterapkan. Umat akan baik selagi mereka mau mengambil
petunjuk darinya dalam setiap perkataan dan perbuatan. Inilah
maksud hadits Nabi:

"Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat
selama, selagi berpe-gang dengan keduanya, yakni kitabullah dan
sunnah Nabi-Nya." (HR Malik)
 

Ilmu yang Sebenarnya

Gaya bicara dan retorika berargumen jubir pemuja hawa nafsu


memang membuat kita silau. Terkesan cerdas, logis dan ilmiah.
Apalagi jika dalil Al-Qur’an sesekali menjadai alat legitimasi dari
pendapatnya, gelaran cendikiawan muslim serta merta melekat di
jidatnya. Fenomena ini telah digambarkan juga oleh Ibnu Mas’ud
sekaligus solusi untuk menghadapinya. Beliau katakan:
"Sesungguhnya kalian nanti akan mendapatkan suatu kaum yang
mengaku menyeru kalian kepada Kitabullah padahal sesungguhnya
mereka membuang Al-Qur’an di belakang punggung mereka, maka
YAPISTA Corporation 175
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

hendaknya kalian berpegang kepada ilmu…dan hendaknya kalian


mengikuti para salaf (sahabat hingga tabi’ut tabi’in)."

Dengan ilmu, kita mengenali kecurangan orang yang hanya


menjadikan Al-Qur’an sebagai alat legitimasi untuk melegalkan hawa
nafsu sebagaiman kita mengenali kebenaran. Ilmu yang dimaksud di
sini adalah ‘ulumus syar’i al-muruts ‘anin Nabi’, ilmu syar’i yang
diwariskan oleh Nabi saw. Sedangkan yang paling paham tentangnya
adalah para sahabat Nabi, kemudian tabi’in, kemudian tabi’ut tabi’in
dan ulama-ulama berikutnya yang setia dengan jalan yang telah
ditempuh oleh mereka. Iniah jalan selamat dari tipu daya para
‘jurkam’ hawa nafsu, wallahul musta’an (Abu Umar Abdillah/ Majalah
Ar-risalah)

Ushul Fikih Palsu Kaum Liberal

Ushul Fikih Kaum Liberal, Memangnya Ada?

Oleh: M. Shiddiq al-Jawi


Apakah kaum liberal, seperti Jaringan Islam Liberal (JIL), mempunyai
ushul fiqih? Pertanyaan ini harus dijawab dulu. Jangan-jangan
setelah capek-capek mengkritik secara serius, ternyata mereka tidak
memilikinya. Ini sama saja dengan memasak pepesan kosong.

Untuk itu, patut diketahui dulu pengertian ushul fikih serta apa saja
yang menjadi cakupan studi ushul fikih. Menurut ulama ushul fikih
mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali, ushul fikih adalah kaidah-kaidah
(qawâ’id) yang dapat mengantarkan pada penggalian (istinbâth)
hukum syariat dari dalil-dalilnya yang terperinci (asy-Syaukani,
Irsyâd al-Fuhûl, hlm. 3; Wahbah az-Zuhaili, Ushûl al-Fiqh al-
Islâmî, jld. I, hlm. 23-24). Sedangkan menurut ulama mazhab
Syafii, ushul fikih adalah pengetahuan mengenai dalil-dalil fikih yang
bersifat global, tatacara pengambilan hukum dari dalil-dalil itu, serta
keadaan orang yang mengambil hukum (al-Amidi, Al-Ihkâm fî
Ushûl al-Ahkâm, jld. I, hlm. 10).

Dari berbagai definisi itu, topik (mawdhû’) ushul fikih menurut


Muhammad Husain Abdullah (Abdullah, Al-Wadhîh fî Ushûl al-
Fiqh, hlm. 29), meliputi 4 (empat) kajian, yaitu:

(1) Kajian tentang dalil-dalil hukum yang bersifat global (al-adillah


al-ijmâliyyah), misalnya al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma, Qiyas, dan
YAPISTA Corporation 176
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

seterusnya.

(2) Kajian tentang hukum syariat (al-hukm asy-syar’î) dan hal-hal


yang terkait dengannya, seperti definisi hukum syariat dan macam-
macamnya.

(3) Kajian tentang cara memahami dalil (fahm al-dalîl) atau


pengertian kata (dalâlah al-alfâzh), misalnya tentang manthûq
(makna eksplisit) dan mafhûm (makna implisit).

(4) Kajian tentang ijtihad dan taklid, termasuk tatacara melakukan


tarjîh (analisis) untuk memilih yang terkuat dari sekian dalil yang
tampak bertentangan (ta’ârudh).

Nah, kalau definisi ushul fikih dan cakupan kajiannya itu diterapkan
pada ide-ide ushul fikih kaum liberal, apakah mereka memang punya
ushul fikih sendiri?

Seorang pakar dan kritikus ide liberal, Dr. Busthami Muhammad


Said, menyimpulkan, ijtihad dalam ushul fikih di kalangan kaum
liberal —mulai dari Sayyid Ahmad Khan, Muhammad Abduh, Qasim
Amin, Ali Abdur Raziq, Thaha Husain, dan lainnya— tidak lebih dari
sekadar teori belaka, tanpa kenyataan (Said, Mafhûm Tajdîd ad-
Dîn (terj.), hlm. 268). Jadi, kaum liberal sebenarnya tidak
mempunyai ushul fikih, dalam definisi yang sesungguhnya.

Karya mereka tidak pernah menerangkan dengan jelas, apa


sebenarnya dalil syariat (sumber hukum) itu. Buktinya, perilaku
pejabat yang suka menghadiri perayaan hari raya non-Islam
dijadikan dalil bagi bolehnya merayakan hari raya agama selain
Islam (Madjid dkk., 2004: 85-88). Mereka juga tidak pernah
menerangkan dengan tuntas, bagaimana metode penggalian hukum
dari dalilnya, selain mengklaim bahwa metodenya adalah
hermeneutika (Adnin Armas, Pengaruh Kristen-Orientalis
Terhadap Islam Liberal, hlm. 35). Padahal metode ini aslinya
adalah untuk menafsirkan Bible (Perjanjian Lama dan Baru); tentu
tidak cocok untuk menafsirkan al-Qur’an, karena Bible dan al-Qur’an
sangat jauh berbeda, seperti bumi dan langit. Tidak aneh jika
Norman Daniel (Daniel, Islam and The West: The Making of an
Image, hlm. 53) menegaskan, “The Quran has no parallel outside
Islam (Al-Qur’an tidak mempunyai kesejajaran dengan [kitab
lainnya] di luar Islam).” (Adian Husaini, “Mengapa Barat Menjadi
Sekular-Liberal”, www.insistnet.com).

Walhasil, ushul fikih kaum liberal sangat diragukan eksistensinya.


YAPISTA Corporation 177
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Akan tetapi, barangkali ada yang bertanya, bukankah mereka


kadang menyampaikan gagasan seputar ushul fikih? Hasan at-
Turabi, misalnya, dikenal menyerukan pembaruan (tajdîd) di bidang
ushul fikih (At-Turabi, Fiqih Demokratis, Bandung: Mizan, 2003).
Jauh sebelum itu, pada 70-an, Jamaluddin Athiyah dalam Majalah Al-
Muslim al-Mu’âshir edisi Nopember 1974, juga Ahmad Kamal Abul
Majid, tokoh liberal lainnya, dalam majalah Al-‘Arabi edisi Mei 1977,
telah mengajak umat Islam untuk berijtihad dalam ushul fikih, bukan
hanya dalam fikh (Said, 1995: 266).

Kaum liberal Indonesia pun kadang menggembar-gemborkan ushul


fikih baru. Nurcholish Madjid dkk, misalnya, pernah mengklaim
mengikuti metode ushul fiqih Imam asy-Syatibi dalam kitabnya,
Al-Muwâfaqât fî Ushûl al-Ahkâm, ketika menggagas bukunya
yang gagal, Fiqih Lintas Agama (2004). Abdul Moqsith Ghazali
(aktivis JIL) mencetuskan beberapa kaidah ushul fikih ‘baru’,
semisal:

(1) Al-‘Ibrah bi al-maqâshid lâ bi al-alfâzh (Yang menjadi patokan


hukum adalah maksud/tujuan syariat, bukan ungkapannya [dalam
teks]);

(2) Jawâz naskh nushûsh bi al-mashlahah (Boleh menghapus nash


dengan maslahat);

(3) Tanqîh nushûsh bi ‘aql al-mujtama’ (Boleh mengoreksi teks


dengan akal [pendapat] publik) (www.islamlib.com, publikasi
24/12/2003).

Bukankah ini adalah ushul fikih karya kaum liberal?

Jawabnya tegas: tidak. Sebab, meskipun dalam beberapa hal mereka


seolah-olah membahas ushul fikih —seperti kaidah-kaidah ushul di
atas— sebenarnya tujuannya sangat tendensius, yaitu menundukkan
fikih Islam pada nilai-nilai peradaban Barat yang kufur; bukan untuk
melahirkan fikih yang sahih agar bisa menjadi pedoman hidup
masyarakat Islam, sebagaimana tujuan para ahli ushul fikih yang
sesungguhnya. Jadi, kalau pun bisa disebut ushul fikih, karya kaum
liberal itu bukanlah ushul fikih sejati, melainkan pseudo ushul fikih,
alias ushul fikih palsu.

Paradigma Ushul Fikih Liberal

YAPISTA Corporation 178


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Mengapa ushul fikih mereka palsu? Sebab, paradigmanya bukan


Islam, melainkan sekularisme, yang menjadi pangkal peradaban
Barat; peradaban kaum penjajah. Ini tampak dalam upaya mereka
menjadikan ushul fikih tunduk di bawah nilai-nilai peradaban Barat.
Jadi, secara sengaja, ushul fikih diletakkan sebagai subordinat dari
peradaban Barat yang sekular.

Karenanya, tidak aneh, Hasan at-Turabi menyerukan fikih


demokratis, sebagai hasil dari adaptasi ushul fikih dengan nilai-nilai
demokrasi. Abdul Moqsith Ghazali juga begitu. Kaidah baru yang
diusulkannya, seperti tanqîh nushûsh bi ‘aql al-mujtama’ (Boleh
mengoreksi nash dengan akal [pendapat] publik), tidak lain berarti
bahwa demokrasi (suara publik), harus menjadi standar bagi teks-
teks ajaran Islam. Kalau suatu ayat atau hadis cocok dengan selera
publik (baca: demokrasi), bolehlah diamalkan, tetapi kalau tidak
cocok, bisa dibuang ke selokan.

Paradigma sekular ini memiliki akar sejarah panjang, bermula dari


kondisi umat Islam yang memuncak kemundurannya pada abad ke-
18 M lalu. Karena sangat mundur, Khilafah Utsmaniyah dan umat
Islam saat itu mendapat julukan The Sick Man of Europe. Di sisi lain,
Barat mengalami kebangkitan dengan sekularismenya.

Nah, untuk mengobati ‘si sakit’ itu, lalu muncul 2 (dua) macam
upaya ‘penyembuhan’ dengan dua paradigma yang sangat berbeda:

Pertama, paradigma sekular, yaitu mengambil ‘obat’ dari peradaban


Barat yang sekular. Itulah yang dilakukan oleh mereka yang disebut
dengan kaum modernis atau kaum liberal, seperti Sayyid Ahmad
Khan, Ameer Ali, Muhammad Abduh, Qasim Amin, Ali Abdur Raziq,
dan sebagainya (Busthami M. Said, 1995: 127-161). Mereka
berpendapat, umat Islam akan bangkit dan sehat kembali jika
meminum ‘obat’ peradaban Barat dan mengikuti nilai-nilainya,
seperti sekularisme, liberalisme, demokrasi, dan nasionalisme (Ian
Adams, Ideologi Politik Mutakhir, 2004: 19-dan seterusnya). Ajaran-
ajaran Islam harus ditundukkan dan disesuaikan dengan nilai-nilai
peradaban Barat (William Montgomery Watt, 1997: 147-256).

Kedua, paradigma Islam, yaitu mengambil ‘obat’ dari peradaban


Islam. Itulah yang dilakukan oleh para aktivis kebangkitan dan
revivalis Islam, seperti Hasan al-Banna, Abul A’la al-Maududi,
Taqiyuddin an-Nabhani, Sayyid Quthb, Baqir ash-Shadr, dan
sebagainya (Hafizh M. al-Jabari, Gerakan Kebangkitan Islam,
1996: 115-dan seterusnya). Menurut mereka, kebangkitan umat
Islam berarti kembali secara murni pada ideologi Islam, serta lepas
YAPISTA Corporation 179
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

dari ideologi Barat yang kufur. Dari pemetaan ini, tampak bahwa
paradigma kaum liberal adalah paradigma sekular tersebut.
Tujuannya sangat jelas, yaitu bagaimana agar Islam dapat diubah,
diedit, dikoreksi, dan diadaptasikan agar tunduk di bawah hegemoni
peradaban Barat sekular. Sekularisme dan ide-ide Barat lainnya
seperti demokrasi, HAM, pluralisme, dan jender, dianggap mutlak
benar dan dijadikan standar; tidak boleh diubah. Justru Islamlah
yang harus diubah dan dihancurkan.

Sebenarnya, ini modus yang sangat jahat. Akan tetapi, kaum liberal
sangat lihai menutupinya dan tidak menyampaikan dengan terus
terang kepada umat, bahwa mereka ingin menghancurkan Islam.
Agar umat terkelabui, modus mereka dikemas dengan berbagai
istilah yang keren dan terkesan hebat, seperti reinterpretasi,
dekonstruksi, reaktualisasi, dan bahkan ijtihad. Ketua Tim
Pengarusutamaan Gender Depag, Siti Musdah Mulia, tanpa malu
berani mengklaim bahwa draft CLD KHI (Counter Legal Draft
Kompilasi Hukum Islam) adalah hasil ijtihad (Tempo, 7/11/ 2004,
hlm. 47).

Padahal draft tersebut —yang konon menggunakan ushul fikih


alternatif— telah melahirkan sejumlah pasal yang justru
bertentangan dengan Islam; misalnya mengharamkan poligami
(pasal 3 ayat 2), menyamakan bagian waris pria dan wanita (pasal 8
ayat 3), menghalalkan perkawinan dalam jangka waktu tertentu
(pasal 28), menghalalkan perkawinan antaragama secara bebas
(pasal 54), dan sebagainya. Ini semua terjadi karena para penyusun
CLD KHI telah menundukkan ushul fikih di bawah nilai-nilai
peradaban Barat, yaitu konsep jender, pluralisme, HAM, dan
demokrasi. Mengapa semua itu terjadi? Karena ushul fikih kaum
liberal adalah ushul fikih palsu yang didasarkan pada paradigma
sekular, mengikuti kaum penjajah yang kafir. Mungkin niatnya baik,
tetapi mereka pada dasarnya telah melakukan kejahatan intelektual
dan penyesatan opini yang luar biasa. Maksudnya memberi ‘obat’,
tetapi sebenarnya memberikan racun. Akibatnya, ‘si sakit’ jelas tidak
akan sembuh, tetapi malah akan segera masuk ke lubang kubur.
Itulah perilaku kaum liberal yang sangat jahat.

Penutup

Secara intelektual, perilaku itu jelas menunjukkan betapa miskinnya


pemikiran kaum liberal. Sebab, mereka tak percaya diri dengan
warisan intelektual ulama salaf yang sangat kaya sehingga mereka
lalu mengemis-ngemis pemikiran secara hina kepada Barat. Kalau
YAPISTA Corporation 180
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Amien Rais menyebut bangsa ini sebagai beggar nation (bangsa


pengemis) karena gemar utang luar negeri; bolehlah kaum liberal
(seperti JIL) kita sebut beggar intelectual (intelektual pengemis).
[Majalah al-wa’ie, Edisi 56]

Daftar Pustaka

1. Abdullah, Muhammad Husain. 1995. Al-Wadhîh fî Ushûl al-Fiqh. Beirut: Darul


Bayariq.

2. Adams, Ian. 2004. Ideologi Politik Mutakhir: Konsep, Ragam, Kritik, dan Masa
Depannya (Political Ideology Today). Terjemahan oleh Ali Noerzaman. Yogyakarta:
Qalam.

3. Al-Amidi, Saifuddin. 1996. Al-Ihkâm fî Ushûl al-Ahkâm. Juz I. Beirut: Darul Fikr.

4. Al-Ja’bary, Hafizh M. 1996. Gerakan Kebangkitan Islam (Harakah Al-Ba’ts Al-


Islami). Terjemahan oleh Abu Ayyub Al-Anshari. Solo: Duta Rohmah.

5. Al-Turabi, Hasan. 2003. Fiqih Demokratis. Bandung: Mizan

6. Armas, Adnin. 2003. Pengaruh Kristen-Orientalis Terhadap Islam Liberal.


Jakarta: Gema Insani Press.

7. Asy-Syaukani. Tanpa Tahun. Irsyâd al-Fuhûl ilâ Tahqîq al-Haqq min ‘Ilm al-
Ushûl. Beirut: Darul Fikr.

8. Az-Zuhaili, Wahbah. 1998. Ushûl al-Fiqh al-Islâmî. Juz I. Damaskus: Darul Fikr.

9. Ghazali, Abdul Moqsith. 2003. “Membangun Ushul Fiqih Alternatif.”


www.islamlib.com

10. Husaini, Adian. 2004. “Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal.”


www.insistnet.com

11. Madjid, Nurcholish dkk. 2004. Fiqih Lintas Agama. Jakarta: Yayasan Wakaf
Paramadina & The Asia Foundation.

12. Said, Busthami M. 1995. Gerakan Pembaruan Agama Antara Modernisme dan
Tajdiduddin (Mafhûm Tajdîduddîn). Terjemahan oleh Ibn Marjan dan
Ibadurrahman. Bekasi: Wacanalazuardi Amanah.

13. Watt, William Montgomery.1997. Fundamentalisme Islam dan Modernitas


(Islamic Fundamentalism and Modernity). Terjemahan oleh Taufik Adnan Amal.
Jakarta: Rajagrafindo Persada

YAPISTA Corporation 181


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Paham Liberal: Menjual Islam demi Dolar

Wawancara Prof Dr Hj Huzaemah Tahido Yanggo, MA , Pakar


Perbandingan Mazhab Hukum Islam

Saya Tak Tega Al'Qur'an Diutak-Atik


Untuk menangkal paham liberal, umat Islam harus mampu
melahirkan sebanyak-banyaknya cendekiawan Muslim.

Adalah Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam


Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof Dr Huzaemah Tahido
Yanggo yang lantang mengemukakan hal ini. Peraih gelar doktor
bidang fiqih dari Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir ini, tanpa beban,
menyatakan ada kepentingan materi di balik munculnya berbagai
paham liberal di masyarakat. Demi dolar, itu kata-kata yang tepat
untuk sebuah paham yang mengusung liberalisme.

Setelah laporan dari wartawan-wartawan Sabili yang ditugasi


mewawancarai sejumlah narasumber terkait paham liberal, masuk ke
meja redaksi. Sejumlah fakta dan data dari nara sumber terkait soal
dana menjadi jawaban kenapa para pengusung paham liberal acap
kali melontarkan pemikiran-pemikiran nyeleneh.

Menurut penerima penghargaan atas prestasi kepemimpinan dan


manajemen peningkatan peranan wanita dari menteri negara
peranan wanita RI tahun 1999 ini, tangan-tangan asing menyokong
para pengusung paham liberal itu di Indonesia untuk kepentingan
mereka.

Berdasar pengamatan mantan anggota komisi fatwa Majelis Ulama


Indonesia (MUI) itu, selama ini di lapangan, dukungan pihak asing
tersebut dilakukan melalui berbagai proyek, seperti pengadaan buku-
buku, seminar, lokakarya dan penelitian-penelitian, terutama yang
mengusung pemikiran liberal. “Kalau tidak dari bantuan asing,
darimana mereka mencetak buku-buku karyanya,” tandas ibu satu
putra yang bernama Syarif Hidayatullah ini.

Lain Prof Huzaemah, lain pula Ketua KISDI Adian Husaini.


Cendekiawan Muslim yang baru saja meraih gelar doktor di salah
satu universitas di Malaysia ini mengakui, umat Islam kadang
terlambat merespon munculnya paham liberal karena kaum Muslimin
menganggap pemikiran dan kajian ilmiah tidak lebih penting dari
politik, ekonomi dan lainnya.

YAPISTA Corporation 182


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

“Politik, ekonomi dan lainnya penting, tapi ilmu lebih penting sebab
ilmu adalah landasan tegaknya iman. Jika ilmu rusak, akan lahir
ulama rusak yang lebih bahaya daripada orang kafir yang rusak,”
tandasnya.

Soal menjamurnya paham liberal, Adian mempunyai pandangan


sendiri. Menurut Anggota Komisi Kerukunan Umat Beragama Majelis
Ulama Indonesia (MUI) ini, paham bebas yang cenderung kebablasan
ini akan terus muncul sepanjang masa, sebab ada pihak-pihak yang
menjadi produsen, distributor, pengecer dan pengasongnya. Khusus
di Indonesia, paham liberal ini mulai hidup sejak tiga puluh tahun
lalu. Kalau saat ini paham liberal marak, sangat dapat dimaklumi
sebab mereka sedang menuai hasilnya. “Para pendukung pemikiran
nyeleneh ini bisa saja dari perorangan, lembaga, bahkan negara,”
tandas pengamat politik Islam yang menjadi salah seorang garda
terdepan dalam membantah pemikiran-pemikiran liberal ini.

Pendapat dua orang cendekiawan Muslim di atas bisa jadi mewakili


sebagian pandangan umat Islam Indonesia. Perihal kepentingan
uang di balik munculnya pemikiran-pemikiran liberal di Indonesia,
dapat dicocokkan dengan sejumlah fakta di lapangan.

Pada kata pengantar Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam


(CLD KHI) misalnya, secara gamblang, Tim Pengarusutamaan
Gender (TPG) Pimpinan Musdah Mulia mengucapkan terima kasih
pada The Asia Foundation (TAF), sebuah LSM internasional yang
acap kali memberikan bantuan dana kepada para NGO lokal. Menurut
sejumlah kalangan, sudah barang tentu ucapan terima kasih TPG
kepada TAF itu bukan sekadar basa-basi, namun benar-benar ada
maksudnya.

Hal ini diperkuat oleh pendapat salah seorang pejabat Departemen


Agama yang tidak mau disebutkan namanya. Kepada SABILI,
pejabat ini menyatakan, untuk mengegolkan CLD KHI, The Asia
Foundation mengucurkan dana sebanyak enam miliar rupiah. Dana
sebesar itu digunakan untuk melakukan penelitian lapangan ke
sejumlah daerah. “Dana itu tidak ada yang gratisan,” tandas sumber
SABILI itu.

Soal kucuran dana pihak asing tersebut juga diakui sendiri oleh
Koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla. Saat
diwawancarai Majalah Hidayatullah Desember 2004 lalu, Ketua
Lakpesdam NU ini mengaku dapat kucuran dana sebesar 1,4 miliar
rupiah per tahun dari TAF untuk tujuan mendorong politik sekular di
YAPISTA Corporation 183
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Indonesia.

Sayangnya SABILI tidak memperoleh tanggapan soal ini dari Ulil.


Saat SABILI mengonfirmasi soal kebenaran dana di atas, pentolan
kelompok JIL ini menolak diwawancara. Bahkan saat wartawan
SABILI meminta waktu untuk wawancara, Ulil malah menjawab
“Saya tidak bersedia diwawancarai SABILI”. Ketika SABILI balik
bertanya kenapa ia tidak bersedia diwawancarai, Ulil balik menjawab
serupa, “Begini, saya nggak mau diwawancarai SABILI.” Setelah Ulil
menjawab itu, telepon pun terputus. Setelah itu, Ulil tidak pernah
menjawab meski sekali pun telepon dan sms dari SABILI.

Seorang profesor hukum yang tidak bersedia namanya disebut


memaparkan pengalamannya. Saat diundang anggota DPD
memberikan masukan soal hukum Islam di DPR beberapa waktu lalu,
ia merasakan adanya kepentingan asing di balik paham liberal.
Menurut ceritanya, saat kasus revisi Kompilasi Hukum Islam (KHI)
mencuat ke permukaan, sejumlah orang dari LSM asing tertentu
mendatangi kediamannya. Mereka meminta sang profesor menulis
pembaruan KHI dengan imbalan puluhan juta rupiah.

Namun dengan nada halus, sang profesor menolaknya. Tak berhenti


sampai di situ. Besoknya, mereka kembali mendatangi sang profesor
dan memintanya kembali menulis pembaruan KHI. Tentu saja
mereka menyediakan imbalan yang lebih besar lagi. Namun profesor
itu kembali menolaknya. Padahal, mereka sudah menyediakan
sebuah secarik kertas sebagai kontrak penulisan. “Saya menolaknya
karena mencium ada kepentingan tidak baik dalam kontrak
tersebut,” katanya.

Kepada SABILI, pria yang pernah menikahkan pasangan beda agama


Dedi Corbuzier dan Karlina ini menolak bila disebut sebagai anggota
JIL pimpinan Ulil Abshar Abdalla. Saat diwawancarai SABILI, ia
berkali-kali menolak disebut aktivis JIL. “Saya harus tegaskan dulu
bahwa saya bukan aktivis JIL, tapi kalau saya diminta mengisi oleh
JIL, sesuai latar belakang, saya akan mengisi,” kata Dosen UIN
Syarif Hidayatullah ini.

Zainun juga menolak dianggap sektarian. Sebagai seorang


akademisi, ia mengaku bisa saja berada di mana-mana, baik di DDII,
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan lainnya. Bahkan jika para
aktivis Ahmadiyah atau Syiah mengundangnya, ia bersedia
menghadirinya. “Bukan berarti saya masuk kelompok mereka,”
katanya.

YAPISTA Corporation 184


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Untuk menangkal serangan kelompok liberal tersebut, Adian Husaini


mengatakan, yang menjadi prioritas utama adalah melahirkan
sebanyak-banyaknya cendekiawan Muslim yang mampu menjawab
tantangan pemikiran tersebut, mampu memahami Islam dengan baik
dan memahami pemikiran Barat, Kristen, Yahudi dan pemikiran sesat
lainnya.

Adian mengutip kisah Sayyidina Umar bin Khaththab ra. Umar


menangis bahagia saat seseorang mengritiknya. Adian belum melihat
budaya kritik mengritik ini tumbuh di internal umat Islam. Kritik
kepada seseorang, menurutnya, masih dinilai sama dengan
menjatuhkan. “Ini yang tidak benar. Tradisi kritik ini sulit
berkembang jika budaya ilmu tidak berkembang,” tegasnya.

Adian boleh jadi benar. Kehancuran Islam bukan disebabkan kuatnya


musuh-musuh Islam, tapi lebih disebabkan lemahnya ketahanan
internal umat Islam sendiri. Jika umat Islam kokoh, serangan
sedahsyat apapun yang datang dari musuh-musuh Islam, tidak akan
mudah menjungkirbalikkan posisi umat. Jadi, sudah semestinya,
umat Islam terus membentengi diri dengan akidah dan pemahaman
Islam yang benar. (Sabili)

Rivai Hutapea

Saya Tak Tega Al'Qur'an Diutak-Atik

Wawancara Prof Dr Hj Huzaemah Tahido Yanggo, MA


Pakar Perbandingan Mazhab Hukum Islam

Jaringan Islam Liberal (JIL) merayakan ulang tahunnya yang ke-4.


Banyak orang dibuat geram sambil mengelus dada oleh
pemikiran JIL. Mereka begitu berani menafsirkan ayat al-Qur’an
sesuka hati. Salah satu kontroversinya adalah dalam kasus Counter
Legal Draft-Kompilasi Hukum Islam (CLD-KHI).

Salah seorang yang merasa gelisah dengan pemikiran Islam Liberal


adalah Prof Dr Hj Huzaemah Tahido Yanggo, MA. Pembantu Dekan I
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat ini
mengaku sering berhadapan dengan mereka.

YAPISTA Corporation 185


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Kalau pas berada dalam acara-acara seminar atau diskusi ada orang
melontarkan ide-ide nyeleneh itu, ia pun langsung membantah.
Menurut ceritanya, dia pernah diundang dalam bedah buku Dr
Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, di Pusat Studi Al-Qur’an.
Apa yang dikatakan Musdah langsung disanggah dan tak ada satu
pun yang dijawab. “Dia ketawa saja. Hanya pertanyaan audiens yang
dia jawab.” Pertanyaan Huzaemah oleh Musdah—yang tak lain
muridnya semasa kuliah di UIN—hanya dianggap sebagai masukan.

“Bohong kalau mereka diskusi mengutamakan pemikiran


intelektual,” tegas Huzaemah. Baginya, apa yang dikerjakan orang-
orang itu hanya faktor ekonomi dan cari nama belaka. Tak ada
sangkut pautnya dengan perkembangan pemikiran. Benarkah?

Berikut petikan perbincangan Afriadi dan Eman Mulyatman dari


SABILI bersama doktor fiqih perbandingan dari Universitas Al-Azhar,
Mesir, yang lulus dengan predikat cumlaude ini:

Kompilasi Hukum Islam (KHI) dipermasalahkan?

Iya, memang. Ketuanya Siti Musdah Mulia. Kita


diundang sebagai dewan pakar.

Bagaimana bisa terjadi?

Saya tidak tahu bagaimana bisa terjadi. Mereka itu kan


maqashid syari’ah (tujuan syariah)nya: pluralisme,
demokrasi, gender dan HAM. Kalau kita kan maqashidus
syaria’ah-nya: hifdz ad-dien, hifdz an-nas, hifdz al-aql,
hifdz an-nafs, dan hifdz al-maal (menjaga agama,
kemanusiaan, akal, jiwa dan harta benda).

Soal gender?

Saya juga mendukung. Saya dulu Ketua PSW (Pusat


Studi Wanita) UIN Syarif Hidayatullah. Persamaan hak
itu tidak selalu menguntungkan, bisa merugikan
perempuan sendiri. Itu saya tidak sependapat, apalagi
sampai bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah.

Bagaimana dengan kaum feminis yang memperjuangan


persamaan gender?
Saya termasuk orang yang memperjuangkan hak

YAPISTA Corporation 186


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

perempuan yang belum diberikan. Tapi bukan kita


mengada-ada. Jangan yang tidak ada dalam ajaran
agama atau yang bertentangan dengan ajaran agama,
kita perjuangkan. Misalnya seorang istri yang dicerai
talak tiga oleh suaminya, dia harus menikah dulu
dengan yang lain baru boleh suaminya balik lagi. Lalu,
mereka, dengan alasan persamaan hak, mengharuskan
laki-laki kawin dulu dengan perempuan lain baru boleh
balik sama istrinya. Mereka (JIL-red) tidak sadar,
mereka sendiri yang mengharamkan poligami, secara
tidak langsung membolehkan poligami. Mereka
memikirkan atau tidak, itu malah menambah beban
suaminya nanti. Kalau balik sama dia (istri pertama,
red) kan tambah lagi istri, tambah lagi anaknya.
Mungkin ada anak tiri. Tambah sakit hati lagi. Katanya,
mengangkat derajat perempuan?

Tidak selamanya kesetaraan itu menguntungkan


wanita?

Iya, bimaa fadhdhalallaahu ba’dhahum ‘alaa ba’dhin


(Karena Allah telah memuliakan sebagian mereka (laki-
laki) atas sebagian yang lain (perempuan) (QS an-
Nisaa’: 34). Masing-masing ada perannya. Seperti
mencari nafkah. Mereka bilang mencari nafkah itu juga
wajib bagi perempuan. Padahal kalau perempuan
memberikan nafkah ke keluarga, itu kan hanya sebagai
tabarru’ (sumbangan) saja. Jadi kewajiban tetap di
pihak laki-laki.

Itu sudah sesat atau bagaimana?

Bisa dikatakan seperti itu.

Lalu Ibu menyusun buku bersama Ibu Prof Zakiah


Daradjat?

Ndak dengan Ibu Zakiah, saya sendiri yang menulisnya.


Wartawan saja yang bilang buku itu disusun bertiga.
Yang benar saya menulisnya sendiri.

YAPISTA Corporation 187


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Apa latar belakang menulis buku itu?

Ya, dorongan untuk mempertahankan agama. Misalnya


perkawinan beda agama boleh, laki-laki kalau cerai
dengan istrinya harus ber’iddah. Itu kan bertentangan
dengan al-Qur’an. Perempuan juga wajib bayar mahar
sesuai dengan budaya setempat, contohnya Sumatera
Barat. Padahal Sumatera Barat itu bukan mahar yang
dikasih oleh perempuan, tapi itu uang jemputan. Mahar
tetap dibayar. Tidak semua orang Minang
melaksanakannya, hanya sedikit saja.

Pokoknya kita itu harus kembali kepada al-Qur’an dan


Sunnah karena Nabi mengatakan taraqtu fi kum amraini
lan tadhillu maa intamassaktum bihi ma abadan
kitaballahi wa sunnata rasulihi (Aku telah meninggalkan
dua hal. Jika kamu berpegang kepadanya kamu tidak
akan sesat selama-lamanya, yaitu al-Qur’an dan
Sunnah Rasul).

Kelemahan JIL apa?

Mereka itu meninggalkan nash dan hanya melihat


masalah sosial budaya. Budaya itu kalau sesuai dengan
syariat kita pakai. Budaya itu kalau dalam Ushul Fiqih
disebut al-‘urf. ‘Urf itu terbagi dua: ‘urf shahih dan ‘urf
bathil. ‘Urf shahih itu tidak bertentangan dengan al-
Qur’an dan Sunnah. Kalau al-’urf bathil adalah yang
bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Apakah al-
Qur’an dan Sunnah mengikuti budaya atau budaya yang
mengikuti al-Qur’an dan Sunnah? Susah kalau kita tidak
mengikuti pegangan umat Islam.

Mereka itu mengutamakan budaya dan alergi


terhadap syariah?

Kita menghargai orang berijtihad. Silakan saja


berijtihad. Tapi, bila kita berijtihad jangan menyalahi
aturan-aturan yang telah ada, bahkan yang telah
dikenal oleh ulama-ulama Islam sedunia.

YAPISTA Corporation 188


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Indonesia dikatakan tempat subur bagi


perkembangan Islam liberal?

Susahnya, umat Islam sendiri yang melemahkan umat


Islam yang lain. Mestinya kita yang mempertahankan
ajaran Islam. Ini malah kita sendiri yang mengikuti
pemikiran-pemikiran liberal semacam itu.

Apakah ini upaya Barat untuk melemahkan Islam?

Bisa saja.

Sejauh mana pengamatan Ibu bahwa ini adalah


trik barat ?

Dugaan kita seperti itu. Barat menuduh orang Islam itu


teroris. Padahal tidak ada ajaran Islam yang
menghendaki seperti itu. Nabi saja kalau mengirim
sahabat untuk peperangan selalu menasihatkan: Jangan
kalian memerangi orang tua, perempuan, jangan
menebang pohon-pohon.

Bagaimana bentuk dukungan Barat terhadap


upaya penyesatan itu?

Iya, contohnya mencetak buku itu, dananya dari Asia


Foundation. Selalu mangadakan seminar dan penelitian.
Katanya, buku yang mereka buat, Counter Legal Draft
(CLD) KHI itu, dananya tujuh miliar dari Asia Foudation.

Bagimana dengan UU kekerasan dalam rumah


tangga?

Iya, kecolongan lagi. Sebenarnya dalam perkawinan itu


ada huquq az-zaujiyah. Namanya hak suami memberi
nafkah, melindungi, menjadi pemimpin dalam rumah
tangga. Pemimpin dalam hal ini artinya mengayomi.
Dalam al-Qur’an, laki–laki atau suami diserukan wa
asyiruhunna bil ma’ruf, pergaulilah istri-istrimu dengan
cara yang ma’ruf, yang patut.

YAPISTA Corporation 189


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Ribut-ribut soal KHI, Ibu sendiri bagaimana


melihatnya?

Kalau dulu, sebelum ada KHI, = sering antara satu


pengadilan dengan pengadilan agama yang lain dalam
masalah yang sama, = kadang-kadang berbeda
putusannya. Setelah ada, ini bisa menjadi pedoman
bagi mereka, walaupun masih ada kekurangan-
kekurangannya. Pemerintah sudah mengusulkan secara
resmi ke DPR untuk menjadikannya sebagai undang-
undang hukum terapan peradilan agama. Tahu-tahu
nongol CLD-nya Musdah Mulia.

KHI ini lebih dulu dari CLD, sudah diseminarkan berkali-


kali. KHI itu resmi dibuat oleh pemerintah, diajukan ke
DPR. Kalau yang ini (CLD), Departemen Agama
kecolongan, karena pengaruh persamaan gender di
belakangnya. Karena mengatasnamakan Depag, orang
terkecoh. Dia (Musdah Mulia=red) memang tim
persamaan gender. Tapi bukan untuk membuat
undang-undang, melainkan untuk mengkaji masalah
wanita. Malah dalam pembahasannya, diundang orang
dari agama lain.

Dananya besar ya?

Dari Asia Foundation. Misalnya buku Bu Musdah baru-


baru ini diterbitkan, judulnya Muslimah Reformis.
Makanya kata Pak Ali Yafie pada waktu bedah buku
saya, “Jangan menyangka bahwa dengan terbitnya
buku Ibu ini nanti mereka berhenti. Nanti mereka terbit
dengan versi lain lagi.”

Betul, seminggu atau dua minggu muncul lagi buku


mereka. Bukunya besar dan luks. Sedangkan kita,
dengan uang saku sendiri. Buku itu kita keluarkan
hanya karena tidak tahan melihat apa yang terjadi,
karena tidak tega kalau al-Qur’an dan Hadits diutak-
atik.

YAPISTA Corporation 190


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Apa benar yang dibawa Ulil atau Bu Musdah


sesuatu yang baru?

Sesuatu yang baru? Ada juga yang sebelumnya.


Misalnya pendapat Abu Zaid yang banyak diangkatnya.
Abu Zaid itu kan sekarang ngajar di Yogya. Dulu dia di
Mesir, sudah diputuskan di mahkamah Mesir, murtad.
Lalu lari ke Belanda. Karena dia orang “pintar”, diangkat
jadi dosen di sana. Nggak tahu gimana, dosen dari
Belanda dipakai lagi untuk kerja sama dengan UIN
Yogya, jadi dosen UIN Yogya.

Ada ancaman mati terhadap Ulil, ada pula Masdar


di Mesir yang mau dibunuh di sana?

Kalau itu saya tidak setuju. Tidak boleh main hakim


sendiri.
Mereka malah makin berani...
Mudah-mudahan mereka sadar. Nabi saja bahkan
dengan macam-macam cobaan dari kaumnya yang
waktu itu belum beriman, menyiksa, mengejek. Beliau
doakan, “Wahai Tuhan! Berikanlah petunjuk pada
kaumku karena mereka belum mengetahui.” Mudah-
mudahan nanti akan sadar, insya Allah. Kita doakan
saja.

Kenapa di Indonesia pemikiran liberal menjadi


subur?

Ada juga yang karena masalah pribadi. Ada juga karena


dorongan ekonomi. Dapat uang misalnya. Karena dapat
uang seperti tadi, menulis nanti dapat uang.

Ada faktanya?

Kan kenyataan, itu yang dicetak ongkosnya sampai


tujuh miliar. Ada satu orang, saya tidak mau
menyebutkan namanya, seorang pakar dari bidang KHI
yang resmi dipakai, sekarang mendapat tawaran
menulis. Kalau dia mau menulis tentang pembaruan
kompilasi hukum Islam yang ada, yang dipakai berjalan
sekarang, dikasih 40 juta rupiah. Tapi tidak mau. Pakar
tersebut berkata, untuk apa saya menjual akidah saya.
YAPISTA Corporation 191
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Jadi benar bahwa perkembangan Islam Liberal di


Indonesia bukan karena perkembangan
pemikiran?

Karena ekonomi, juga karena cari nama.

Islam liberal subur di NU?

Tidak juga. Di Muhammadiyah juga ada Pak Zainun


(Zainun Kamal, red). Itu kan Muhammadiyah. Kalau
dari NU banyak yang ke JIL. Kalau dari Muhammadiyah
banyak ke JIM (Jaringan Intelektual Muda, red). Itu kan
pemikiran liberal semua. Jadi dari dua organisasi besar
ini, ada anak mudanya ikut seperti itu.

Sejauh mana bahayanya pemikiran ini?

Berbahaya, mengancam agama, meresahkan


masyarakat. Makanya Menteri Agama waktu peluncuran
buku saya mengatakan, “Saya sudah batalkan! Saya
sudah batalkan!” Maksudnya CLD-KHI itu sudah dia
batalkan.

Bagaimana jika pemikiran semacam ini


didiamkan, katakanlah 10 tahun ke depan, apakah
akan semakin berkembang?

Walaupun ada pemikiran seperti itu, mayoritas belum


setuju dengan pendapat begitu. Sebetulnya yang ada
begitu sedikit, hanya beberapa orang. Wartawan juga
yang bikin mereka terkenal. Orang-orang kebanyakan
malah semua nggak senang, resah.

Kenapa tidak ditindak tegas?

Soalnya yang lainnya nggak kompak. Mengcounter


hanya sendiri-sendiri. Coba kalau ramai-ramai.

(Sabili)

KELOMPOK LIBERAL ITU AGEN PENJAJAH


YAPISTA Corporation 192
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

KH. M. Shiddiq al-Jawi:


Saat ini di tengah kita muncul kelompok liberal. Mereka menyerukan
ide-ide liberal yang dibungkus dengan nama Islam. Tidak jarang
mereka mengutip dalil dan pernyataan para ulama untuk mendukung
ide mereka. Hal itu akan dapat membingungkan umat dan bisa
membawa mereka ke alam pemikiran liberal. Namun, sayang,
sebagian dari umat masih belum menyadari bahaya itu, dan belum
mengenali jatidiri, motif, tujuan dan hal-hal berkaitan dengan
kalangan liberal dan agenda mereka.

Untuk mengupas masalah ini, kami menghadirkan wawancara


singkat dengan KH. M. Shiddiq al-Jawi, Ketua Lajnah
Tsaqafiyah DPD I HTI Proprinsi DIY.

Ustadz, belakangan muncul kelompok liberal semisal JIL yang


getol menyerukan ide-ide liberalisasi Islam. Bagaimana
Ustadz memandang fenomena ini?

Menurut saya, fenomena ini harus dipandang dari dua sisi, sisi
ideologis dan politis. Secara ideologis, kaum liberal bertujuan
menundukkan Islam pada peradaban dan ideologi Barat. Ini dari
perspektif ideologis. Kalau dari sisi politis, JIL dan semacamnya
adalah alat politik Barat untuk mendominasi umat Islam. Mengapa
bisa begitu? Sebab, faktanya, kekuatan politik yang mendominasi
dunia adalah Barat yang sekular, sedangkan JIL itu kan ideologinya
juga sekular. Klop, kan? Kesamaan ideologi ini jelas akan
memunculkan kesamaan visi, misi, dan agenda. Di posisi ini kaum
liberal itu sebenarnya adalah agen penjajah. Mengapa? Sebab,
penjajah selalu ingin agar umat Islam mengikuti Barat dalam segala
hal. Tapi, itu sulit terjadi karena bagaimanapun merosotnya, umat
Islam masih tidak mau mempraktikkan sesuatu kalau tidak
mendapat pengesahan agama. Maka di sinilah, kaum liberal datang
untuk membujuk umat agar mau mengikuti peradaban Barat itu,
dengan memperalat agama Islam sebagai landasan pembenarannya.
Itulah kerjaan kaum liberal.

Mengapa bisa muncul kelompok semacam ini di tengah-


tengah umat ini, Ustadz?

Masyarakat kita sekarang ini kan cenderung sekular dan liberal.


Maka kalau ‘habitat’-nya demikian, wajar kalau lahir kaum liberal.
Maksud saya, dalam konteks sekarang, kemunculan kelompok liberal
YAPISTA Corporation 193
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

justru banyak difasilitasi dan dipicu oleh sistem yang ada, seperti
sistem politik, ekonomi, dan pendidikan. Semuanya adalah impor
dari Barat sekular. Masalahnya, semua sistem itu tak akan bisa
berjalan baik tanpa budaya yang sekular juga. Nah, yang ada dalam
sistem-sistem itu baru prosedur formalnya, tanpa budaya
sekularnya. Di sinilah kaum liberal lalu lahir guna menanamkan
budaya sekular agar sistem sekular itu bisa berjalan baik. Dalam
bahasa mereka, sekarang ini yang ada baru ‘demokrasi prosedural’
semisal tahapan Pemilu, belum disertai ‘demokrasi substansial’
seperti kebebasan berpendapat. Nah, kaum liberal ingin agar sistem
sekular yang ada menjadi kâffah, yaitu bukan sekular sebatas
prosedur formal, tapi juga disertai budayanya. Itulah hakikat
demokratisasi yang jadi tujuan mereka.

Dalam sejarah, untuk menghancurkan Khilafah dan


menghadang Islam, Barat sering menggunakan antek-antek
mereka dari kalangan kaum Muslim sendiri. Apakah
kemunculan kelompok Muslim liberal ada hubungannya
dengan makar Barat itu, Ustadz?

Hubungannya jelas ada. Begini. Pada prinsipnya, kan Barat itu punya
satu metode khas untuk menyebarkan ideologinya di negeri-negeri
Islam, yaitu penjajahan; bisa militer, ekonomi, politik, budaya, dan
sebagainya. Setelah menjajah, mereka mengeksploitasi. Itu pasti.
Untuk masing-masing bidang penjajahan itu, Barat punya agennya
sendiri-sendiri dari kalangan umat Islam yang berkhianat. Nah, kaum
liberal itu adalah agen Barat di bidang budaya (tsaqâfah) yang
bergerak di bidang pemikiran atau ideologi. Tujuannya adalah
menghancurkan Islam di satu sisi dan memenangkan sekularisme di
sisi lain.

Ada penelusuran dari sebagian pihak bahwa di balik


fenomena Muslim liberal itu kental unsur uang (materi).
Menurut Ustadz, apa motif mereka?

Saya kira benar. Konon draft CLD KHI dibiayai The Asia Foundation
sebesar Rp 6 miliar. JIL sendiri mendapat support dana The Asia
Foundation sebesar Rp 14 miliar pertahun. Jadi, ada simbiose
mutualisme di sini. Sebab, Barat itu kan ingin mensekularkan umat
Islam. Lagi pula, mereka punya banyak uang hasil dari
mengeksploitasi umat Islam. Tapi, saya kira, uang bukan satu-
satunya motif. Ada motif lainnya, semisal motif ketenaran, motif
ilmiah, dan mungkin, motif spiritual. Ulil Abshar Abdalla pernah
menyatakan, JIL ingin mewujudkan “sekularisme yang mantap dan
spiritual yang kokoh.” Saya pikir, ini cukup menggelikan dan agak
YAPISTA Corporation 194
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

gila. Sebab, spiritualitas macam apa yang bisa diwujudkan dalam


tatanan sekularisme? Di Barat yang sekular saja banyak kaum muda
yang tidak pernah ke gereja.

Menurut saya, motif utama kaum Muslim liberal itu adalah motif
ideologis. Sebab, ideologi Kapitalisme sekular tampaknya memang
telah merasuk ke dalam jiwa mereka. Contohnya isu sekularisme.
Kaum liberal sangat fanatik dan tergila-gila dengan sekularisme.
Bahkan, di situs mereka dikatakan bahwa sekularisme itu berkah
bagi agama-agama, karena, katanya, sekularisme bisa meredakan
berbagai ekses jika agama dan negara menyatu. Padahal setelah
menjadi sekular, Barat tidak menjadi lebih baik. Sains dan teknologi
Barat memang lebih maju. Akan tetapi, secara moral, apa lebih baik?
Secara spiritual, apa lebih hebat? Nggak, kan. Setelah ada
sekularisme, dunia makin mengerikan dan hancur-hancuran, karena
ada imperialisme, Perang Dunia I dan II, pemboman Hiroshima dan
Nagasaki, dan sekarang kebijakan unilateral (satu kutub, red.) AS
yang arogan di Afghanistan dan Irak. Apa itu lebih baik? Kaum liberal
pura-pura tak tahu semua itu, dan karena fanatik, seenaknya
berkata, “Sekularisme berkah bagi agama.” Nah, fanatisme yang
ekstrem terhadap sekularisme inilah yang hendak mereka tularkan
kepada generasi muda Islam. Saya lihat ini motif utamanya.

Apakah mereka itu sudah bisa dikategorikan pengemban ide


Barat dan ideologi Kapitalisme, Ustadz?

Saya kira, benar. Mereka bisa digolongkan sebagai pengemban


ideologi Kapitalisme, bukan pengemban ideologi Islam. Islam hanya
dijadikan ‘kosmetik luar’ saja. Di bagian dalamnya adalah ideologi
Barat. Jadi, segala macam pemikiran kaum liberal harus
dikategorikan sebagai pemikiran bukan Islam. Sangat tidak betul
kalau ada anggapan ide-ide mereka merupakan bagian dari
khazanah pemikiran atau pemahaman Islam. Sebab, berbagai
mazhab atau aliran dalam Islam, walau pun berbeda-beda
pemahaman cabangnya, tetap sepakat akan hal-hal pokok dalam
akidah dan syariat Islam. Kaum liberal seperti JIL tidak sepakat.
Dalam masalah akidah, mereka mengadopsi teologi inklusif yang
mengatakan semua agama benar. Apa itu masih bisa dianggap
akidah Islam? Dalam hal syariat Islam, JIL secara ekstrem dan
sombong mengatakan, syariat Islam itu tidak ada. Syariah hanya
karangan ulama belaka, atau yang ada hanya sunnatullah (hukum
alam, red.). Subhanallâh...Coba, apa ada mazhab yang menolak
eksistensi syariat Islam seperti itu? Nggak ada, kan?

YAPISTA Corporation 195


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Ustadz, ada dari mereka yang alumni pesantren, Perguruan


Tinggi Islam, bahkan sebagian mereka lulusan Timur-Tengah,
di antaranya Al-Azhar. Menurut Ustadz, mengapa mereka bisa
terpeleset seperti itu?

Dalam hal ini, kaum liberal memang ada yang sebelumnya


mempunyai pengetahuan Islam yang luas. Ilmu kalam, fikih,
tasawuf, tafsir, hadis, dan macam-macam lah. Tapi, semua itu
dipelajari secara dogmatis, tanpa daya pikir kritis, dan cenderung
dalam bentuk hapalan. Akibatnya, hati sebenarnya tidak puas.
Sebaliknya, ketika bersentuhan dengan ide Barat, mereka
memikirkannya secara sadar, tahu benar berbagai argumentasinya,
latar belakangnya, dan seterusnya; lalu mereka mengadopsinya
secara sepenuh hati. Maka di sinilah, mereka terpeleset. Lalu
terjerembab.

Apakah ada yang salah dalam proses pembelajaran Islam


mereka? Lalu proses pembelajaran Islam itu seharusnya
bagaimana, Ustadz?

Ya, ada yang salah. Sebab, mereka menerima Islam bukan secara
rasional, tetapi secara dogmatis. Ketika belajar Islam, proses berpikir
yang cerdas tidak difungsikan. Mungkin karena literatur Islam yang
mereka baca tidak cukup argumentatif. Sebaliknya, mereka
menerima ideologi Barat secara sadar, melalui proses berpikir yang
rasional. Menurut saya, pembelajaran Islam harus memenuhi 3
aspek. Pertama, harus rasional, maksudnya pengkajian materi ajaran
Islam harus melibatkan proses berpikir bagi pengkajinya, bukan
bersifat dogmatis atau doktriner. Kedua, harus ada pembenaran
terhadap materi yang dikaji itu. Artinya, materi yang dikaji
hendaknya menjadi keyakinan, bukan sekadar pengetahuan. Ketiga,
materi yang dikaji harus praktis, bukan teoretis yang tidak ada
faktanya dalam kenyataan empiris.

Menurut Ustadz, keberadaan kelompok Muslim liberal itu


bermanfaat atau justru berbahaya bagi umat?

Mungkin pertanyaan yang tepat begini: seberapa jauhkah bahaya


kelompok liberal bagi umat? Begitu. Jadi, tidak relevan
membicarakan manfaat kaum liberal bagi umat. Sebab, apa
manfaatnya ide-ide mereka yang justru hendak menghancurkan
akidah dan syariat Islam? Nggak ada, kan? Pemikiran mereka itu
YAPISTA Corporation 196
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

seperti ‘kanker ganas’ dalam tubuh umat Islam. Kanker itu sangat
berbahaya, nggak ada gunanya sama sekali.

Lalu bagaimana kita meng-counter pemikiran kalangan liberal


dan ide-ide mereka itu?

Untuk menghadapi mereka, saya pikir ada dua langkah. Pertama,


melakukan pergolakan pemikiran (ash-shirâ’ al-fikrî) untuk
menentang ide mereka dan menyadarkan umat. Intinya, ide mereka
dalam satu masalah harus dibongkar kebobrokannya, dan di sisi lain
harus dijelaskan bagaimana konsep Islam yang sahih dalam masalah
itu. Kedua, melakukan perjuangan politik (al-kifâh as-siyâsî) untuk
membongkar posisi mereka sebagai antek-antek penjajah yang
bertujuan untuk menghancurkan Islam dan mengokohkan
sekularisme di Dunia Islam. Umat harus tahu dan sadar, kaum liberal
itu bergerak untuk kepentingan penjajah, bukan demi kemaslahatan
Islam. Kalau kaum liberal mengklaim mereka hendak memajukan
Islam dan umat Islam, itu adalah omong-kosong dan hanya bualan
saja. Dengan dua langkah itu, umat akan tahu apa dan bagaimana
pemikiran kaum liberal itu, sekaligus tahu siapa-siapa mereka itu.
Dengan begitu, umat bisa memblokir ide-ide mereka, dan
mengucilkan para pengembannya. Dua langkah tersebut harus kita
lakukan sejak sekarang.

Bagaimana kita menyelesaikan masalah ini secara tuntas,


Ustadz?

Agar tuntas, dua langkah tadi harus ditambah satu lagi, yaitu jalur
hukum (al-qadhâ‘). Maksudnya, jalur peradilan dalam negara
Khilafah nantinya. Kalau mereka tidak mau berhenti, mereka bisa
diadukan kepada hakim sebagai komplotan yang menyebarkan
kekafiran, mengajak orang murtad, dan berkolaborator dengan
penjajah. Peradilan nanti yang akan mengambil sanksi tegas atas
mereka.

Biodata:
M. Shiddiq Al-Jawi, lahir di Grobogan (Jateng) 31 Mei 1969. Setelah lulus SMA 1 Pekalongan 1988, beliau masuk IPB

tanpa test (PMDK). Pernah nyantri di Pondok Pesantren Nurul Imdad (1989-1991) dan Pondok Pesantren Al-Azhar

Bogor (1992-1994). Pada periode 1990-1991 beliau menjadi Ketua Umum Badan Kerohanian Islam (BKI) IPB. Setelah

lulus IPB 1997, beliau terjun di bidang pendidikan, penulisan, dan penerjemahan. Pada 1997-1998 dan 1999-2000

beliau menjadi staf pengajar almamaternya; Pondok Pesantren Al-Azhar Bogor. Sejak tahun 1999 menjadi staf peneliti

Shariah Economic and Management (SEM) Institute Jakarta. Beliau telah menghasilkan sekitar 150 artikel keislaman, 4

YAPISTA Corporation 197


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

buku, 10 karya terjemahan, dan 5 karya editan. Saat ini bekerja sebagai dosen STEI Hamfara dan LPI (Lembaga

Pendidikan Insani) Yogyakarta, sambil menyelesaikan tesis pada program pascasarjana Magister Studi Islam UII,

Yogyakarta. Di HTI, ia menjadi Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPD I HTI Proprinsi DIY. Beliau menikah dengan Ir. Lusiani

Udjianita dan dikaruniai dua anak: Atina Fahma Rosyada dan Fauzi Saifurrahman. (HT Hiwar Al-Waie 58)

SS 

Proyek Islam Liberal: Memprotestankan Islam

Luthfi asy Syaukani, tokoh ISLIB (baca: Islam Liberal) yang menjadi
moderator di e-group pernah mengutarakan (tanggal 13-03-2001, 1:
45 A.W) tentang tujuan berdirinya ISLIB: "Saya melihat bahwa
mayoritas umat Islam yang ada sekarang adalah Islam ortodoks,
baik dalam wajahnya yang fundamentalis (dalam sikap politis)
maupun konservatif (dalam pemahaman keagamaan). Islam liberal
datang sebagai sebuah bentuk protes dan perlawanan terhadap
dominasi itu.

Ketika kita mengatakan "bebas dari" dan "bebas untuk", kita


memposisikan diri menjadi seorang "protestan" yang berusaha
mencari hal-hal-hal yang baik dari warisan agama dan membuang
hal-hal yang buruk.
Saya membayangkan semangat protestanisme itu adalah semangat
yang seluruhnya bersifat positif, seperti yang dijelaskan dengan
sangat bagus oleh Weber.

Dalam bayangan saya, "Islam Liberal" adalah sebuah gerakan


reformasi (bukan dalam pengertian mahasiswa, tapi pengertian
semangat protestanisme klasik) yang berusaha memperbaiki
kehidupan umat Islam, baik menyangkut pemahaman keberagaman
mereka maupun persoalan-persoalan lainnya (ekonomi, politik,
budaya, etc)."

Jelaslah bahwa tujuan ISLIB adalah memprotestankan Islam


sebagaimana Marthin Luther memprotestankan Kristen Katholik di
Barat.

Qur’an Edisi Kritis

 Untuk mewujudkan impian tersebut, wajar saja jika mereka


menyambut baik usulan salah seorang dari mereka yang bernama
Taufik Adnan Amal untuk membuat Qur’an Edisi Kritis, yakni Al-
Qur’an edisi revisi. Luar biasa, bukan hanya terjemahnya yang
YAPISTA Corporation 198
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

hendak diubah, tapi nash Arabnya. Bahkan ada pembeo mereka


yang fanatik mengusulkan agar segera dirampungkan supaya bisa
dipakai untuk tadarusan Ramadhan mendatang. Rupanya mereka
berdiri sebagai penjawab tantangan Allah:

"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat
(saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu
selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu
tidak dapat membuat (nya) dan pasti kamu tidak akan dapat
membuat (nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya
manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir." (al-
Baqarah: 23-24)

Hal serupa pernah dilakukan oleh guru moyangnya ISLIB,


Musailamah al-Kadzdzab yang hendak menandingi Al-Qur’an. Usaha
ini telah ditempuh pula oleh para orientalis pendahulu ISLIB yang
dengan susah payah mengumpulkan hingga 30.000 manuskrip

lembaran yang konon berisi ayat-ayat Al-Qur’an untuk membuktikan


bahwa mushhaf Utsmani (yang kita baca hari ini) tidak layak diyakini
keabsahannya. Namun Allah menggagalkan tipu daya busuk mereka.
Disebutkan oleh Gerd-R Puin dalam "The Qur’an as text":

""Rencana Bergstrasser, Jeffery and Pretzl untuk mempersiapkan


Quran edisi kritik tidak terwujud, dan kumpulan berbagai variannya
yang diperoleh dari manuskrips lamanya telah hancur karena bom
pada perang Dunia II.

Apa yang akan dilakukan oleh Taufik pun akan mengalami


kegagalan. Abu Ubaid Al-Qasim berkata: "Usaha Utsman rdl
mengumpulkan Al-Qur’an akan tetap dan senantiasa dijunjung tinggi,
karena hal itu merupakan andilnya yang paling besar. Memang di
kalangan orang-orang yang menyeleweng ada yang mencelanya,
namun kecacatan merekalah yang tersingkap dan maksud buruk
merekalah yang akan terdedah." (Al-Jami’ lil Ahkam Al-Qur’an, Al-
Qurthubi)

Semoga Allah segera menunjukkan belang mereka dan


menjauhkan umat ini dari tipu daya iblis dan antek-anteknya.

Tiga Jurus Menyerang Al-Qur’an

YAPISTA Corporation 199


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Serangan terhadap Al-Qur’an dilakukan oleh kaum orientalis dengan


tiga jurus. Pertama, melalui jalur periwayatan, kedua manggado-
gadokan dengan penemuan manuskrip lama dan ketiga dengan
tafsiran dan kekuatan intelektual (menurut mereka).

Pada tahun 1927, Alphonse Mingana, pendeta Kristen asal Irak dan
guru besar di Universitas Birmingham Inggris berkata: "Sudah tiba
saatnya untuk melakukan kritik teks terhadap Al-Qur’an
sebagaimana telah kita lakukan terhadap kitab suci Yahudi yang
berbahasa Ibrani Arami dan kitab suci Kristen yang berbahasa
Yunani (Buletin of the Jahn Rylands Library Manchester, 1927, XI:77)

Perkataan tersebut diamini dan ditindaklanjuti oleh para tokoh Islam


Liberal. Bandingkanlah dengan tulisan Luthfi Syaukani, dosen
Universitas Paramadina di www.islamlib.com tanggal 17-11-2004
berjudul "Merenungkan Sejarah Al-Qur’an": "Sebagian besar kaum
muslim meyakini bahwa al Quran dari halaman pertama hingga
terakhir merupakan kata-kata Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad secara verbatim, baik kata-katanya (lafzhan) maupun
maknanya (ma’nan). Kaum muslim juga meyakini bahwa al Quran
yang mereka lihat dan baca hari ini adalah persis seperti yang ada
pada masa Nabi lebih dari seribu empat ratus tahun silam. Keyakinan
semacam itu sesungguhnya lebih merupakan formulasi dan angan-
angan teologis (al-khayal ad-dini) yang dibuat oleh para ulama
sebagai bagian dari formalisasi doktrin-doktrin Islam. Hakikat dan
sejarah penulisan al Quran sendiri sesungguhnya penuh dengan
nuansa yang delicate (rumit), dan tidak sunyi dari perdebatan,
pertentangan, intrik dan rekayasa."

Sepantasnya kita jawab: "Ya...kaum muslim memang meyakini


bahwa al Quran yang kita baca adalah al Quran yang
diturunkan oleh Nabi, adapun kaum kafir, mereka tidak
meyakininya."

Mereka mengotak-atik sesuatu yang telah baku dan menjadi ijma’


para ulama sejak dahulu. Target mereka adalah agar umat Islam
ragu akan keabsahan dan orisinalitas mushaf al Quran yang
berada di tangan mereka. Tetapi, untuk kesekian kali usaha
mereka akan gagal, karena mereka sedang berhadapan dengan Allah
yang berfirman:

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan


sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya."(al-Hijr: 9)

YAPISTA Corporation 200


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Tafsir Hermeneutika, Usang yang Dianggap


Modern

Mereka tidak hanya mengobok-obok nash al Quran, tetapi juga


merusak tafsirannya. Dengan dalih mengedepankan ‘kemanusiaan’,
beragama untuk manusia, maka tafsiran al Qur’an harus ditinjau dari
sisi kemanusiaan. Maka tafsirnya harus diambil dari orang-orang
yang (menurut mereka) ahli dalam urusan kemanusiaan. Siapa
tokoh-tokoh itu? Yakni Socrates, Plato, Arostoteles dan bahkan
Karl Mark yang nota bene atheis, ajiib..aneh! Tafsir al Quran yang
suci diambil dari seorang atheis, la haula walaa quwwata illa billah.
Apakah mereka mengira orang-orang kafir itu lebih
manusiawi dari para sahabat Nabi? Lebih manusiawi dari Nabi
saw? Bahkan dari Allah l, sehingga tafsir ayat dengan ayat, tafsir
ayat dengan hadits dan tafsir dengan pendapat para sahabat yang
menjadi pakem ulama salaf tidak dipakai?

Mereka juga menggembar-gemborkan tafsir model hermeunetika.


Cara tafsir usang yang dianggap modern. Istilah ini berasal dari kata
‘hermen’ nama seseorang yang dalam mitologi Yunani bertugas
menyampaikan dan menafsirkan pesan-pesan dewa di gunung
Olympus ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh umat
manusia. (Fx. Muji Sutrisno F. Budi Hardiman, 1992:74)

Pada akhirnya istilah hermeneutika berubah menjadi makna teologi.


Hal itu bermula ketika para teolog Yahudi dan Kristen menghadapi
sejumlah masalah yang berhubungan dengan teks-teks kitab suci
mereka yang saling kontradiksi satu sama lain. Encyclopedia
Britannia menyebutkan bahwa tujuan utama hermeneutika bagi
mereka tidak lain untuk mencari nilai kebenaran Bibel. Karena Bibel
ditulis oleh beberapa penulis seperti Markus, Matius, Lukas dan
Yahya. Mereka mengakui juga bahwa dalam keempat injil tersebut
memang terdapat banyak pertentangan. Lalu para teolog
menggunakan teori hermeneutika untak memahaminya.

Nah, para orientalis termasuk liberal menginginkan al Quran bernasib


sama, atau dianggap sama dengan Bibel. Dengan semangat inilah
penganut liberal sampai pada kesimpulan al Quran adalah produk
lokal, atau ‘produk bersama’ dan lain-lain.

Akankah kita berdiam diri terhadap serangan yang dilancarkan


mulut-mulut kotor itu? Inilah ajang untuk menunjukkan, siapakah
mereka yang berani membela Allah. Wallahu waliyut taufiq

YAPISTA Corporation 201


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

(Abu Umar Abdillah)

Referensi:

www.islamlib.com

Ahlul Bida’ Menggugat Otoritas Mushaf Utsmani dan Tafsir Qath’I,


DR. Ugi Suharto (Asisten Profesor di ISTAC Malaysia), disampaikan
pada acara Seminar Nasional bertajuk "Pemikiran Islam
Muhammadiyah: Respon Terhadap Fenomena Liberalisme Islam", di
UMS tanggal 1-2 Maret 2004.

Antara Hermeneutika dan Bibel, Adian Husaini M.A dan lain-lain

Sumber Majalah : Ar-Risalah -No.34 / Th. 3 shafar 1425 H / April


2004 M

Dalang Dibalik Gerakan Islam Liberal di


Berbagai Negeri Muslim Saat Ini

Counter Liberalisme Oleh : Redaksi 23 Aug 2004 - 10:33 am

Khalif Mu'ammar

Gerakan liberalisasi pemikiran Islam yang marak akhir-akhir ini


(bahkan di Jakarta mereka membentuk JIL = Jaringan Islam Liberal),
sebenarnya lebih berunsur pengaruh eksternal ketimbang
perkembangan alami dari dalam tradisi pemikiran Islam sendiri.
Leornard Binder, diantara sarjana Barat keturunan Yahudi yang
bertanggungjawab mencetuskan pergerakan Islam liberal dan
mengorbitkannya pada era 80-an, telah memerinci agenda-agenda
penting Islam Liberal dalam bukunya Islamic Liberalism: A Critique of
Development Ideologies. Dalam buku tersebut ia menjelaskan premis
dan titik tolak perlunya pergerakan Islam Liberal didukung dan di
sebar luaskan. Selain rational discourse yang merupakan tonggak
utamanya, gerakan ternyata tidak lebih daripada alat untuk
mencapai tujuan politik yaitu menciptakan pemerintahan
Liberal ala Barat (AS dan Eropa). Antek Yahudi dan Barat bentuk
lainnya?

YAPISTA Corporation 202


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Pengaruh eksternal itu dengan mudah dapat ditelusur dari trend


pemikiran liberal di Barat dan dalam tradisi keagamaan Kristen.
Leornard Binder, diantara sarjana Barat keturunan Yahudi yang
bertanggungjawab mencetuskan pergerakan Islam liberal dan
mengorbitkannnya pada era 80-an, telah memerinci agenda-agenda
penting Islam Liberal dalam bukunya Islamic Liberalism: A Critique of
Development Ideologies. Dalam buku tersebut ia menjelaskan premis
dan titik tolak perlunya pergerakan Islam Liberal didukung dan di
sebar luaskan. Selain rational discourse yang merupakan tonggak
utamaya, gerakan ternyata tidak lebih daripada alat untuk mencapai
tujuan politik yaitu menciptakan pemerintahan liberal. Binder
menjelaskan: “ Liberal government is the product of a continuous
process of rational discourse…. Political Liberalism in this sense, is
indivisible. It will either prevail worldwide, or it will have to be
defended by nondiscursive action .” (Leonard Binder, 1988) Fakta ini
didukung oleh seorang lagi penulis dan pendukung Islam Liberal,
Greg Barton, dalam bukunya Gagasan Islam Liberal di Indonesia.
Barton menggariskan prinsip dasar yang dipegang oleh kelompok
Islam liberal yaitu: (a) Pentingnya kontekstualisasi ijtihad; (b)
Komitmen terhadap rasionalitas dan pembaharuan (agama); (c)
Penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-
agama; (d) Pemisahan agama dari parti politik dan kedudukan
negara yang nonsektarian. (Greg Barton, 1999)

Liberalisme dan ‘Fundamentalisme'

Sebagaimana watak pemikiran postmodernis yang selalu


mengkaitkan permikiran dengan kekuasaan, gerakan Islam liberal
nampaknya tidak jauh dari trend itu. Maka dari itu dalam pemikiran
Islam liberal, politik adalah salah satu agenda terpenting. Terbukti
ketika pemikiran Islam liberal memulai gerakannya apa yang
menjadi concern utamanya adalah membendung kekuatan arus
pemikiran yang dinamakan ‘fundamentalis'. Cara-cara gerakan ini
menghadang kelompok ini lebih cenderung frontal dan konfrontatif
daripada persuasive. Tokoh-tokoh pemikir liberal di kalangan
masyarakat Muslim, seperti Nasr Hamid Abu Zayd, Hasan Hanafi,
Asghar Ali Engineer, Fatimah Mernisi, Aminah Wadud, Arkoun, al-
Jabiri, Abdullah al-Naim dll, muncul dengan ide-ide yang secara
mencurigakan menyerang pemikiran mainstream ummat Islam .
Pandangan-pandangan mereka terhadap kelompok muslim kaffah
yang mereka anggap fundamentalis lebih keras daripada kritik
mereka terhadap Barat. Juga karena ide pluralisme agama kritik
mereka terhadap Islam dan ummat Islam lebih keras daripada kritik
YAPISTA Corporation 203
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

mereka terhadap agama lain. Gejala ini perlu dicermati dengan


seksama.

Perkataan fundamentalisme muncul pertama kali pada tahun 1920


oleh Curtis Lee Laws dengan merujuk kepada golongan Kristen,
American Protestant , yang menentang modernisme dan
liberalisme khususnya Darwinisme. Fanatisme mereka terhadap
Christianity dan penentangan terhadap pembaharuan ini menjadi ciri
utama fundamentalisme golongan Kristian tersebut. Oleh karena itu,
istilah fundamentalis ini sinonim dengan fanatik, ekstrimis, dan
militant. Maka perkataan tersebut membawa konotasi yang negatif,
dan memberi makna yang mencemooh dan memojokkan.

Penggunaan Istilah tersebut dalam Islam muncul dan menjadi


popular setelah terjadi revolusi Iran, yaitu sebutan yang merujuk
kepada aktifis militan golongan Shi'ah di Iran, yang memprotes
segala aktivitas Barat dan mempromosikan penentangan terhadap
Barat dan kepentingan Barat. Bahkan kemudia fundamentalisme
dikaitkan dengan aksi-aksi terrorisme. Menurut James Veitch istilah
fundamentalisme telah digunakan dengan sewenang-wenangnya oleh
media Barat dan penulis-penulis Barat sehingga tidak hanya
melingkupi golongan radikal dan ekstrim tetapi juga golongan yang
dinamakan reformis atau revivalis. (James Veitch, 1993)

Senada dengan James, Khurshid Ahmad menyangkal dimasukkanya


gerakan revivalis kedalam kategori Fundamentalis, fanatik dan
militan. Karena gerakan-gerakan tersebut tidak bersifat demikian.
Beliau menjelaskan:

The West has failed to see the strength and potential of the Islamic
movement. It has chosen to dub it as fundamentalist, as fanatic, as
anti- Western, as anachronistic…Nothing could be farther from the
truth. It appears that the West is once again committing the fatal
mistake of looking upon others as belonging to a different paradigm,
from the prism of its own distorted categories of thought and history.
(Khurshid Ahmad. “The Nature of the Islamic Resurgence”, ed. John
L. Esposito, Voices of Resuregent Islam , 225).

Richard Nixon Bekas presiden Amerika telah menulis sebuah buku


yang berjudul Seize the Moment . Buku ini menjadi rujukan utama
dalam menentukan dasar kebijaksanaan Luar negeri Amerika. Dalam
buku tersebut Nixon memberikan lima kreteria seorang
fundamentalis Muslim. Pertama: Orang yang membenci Barat.
Kedua: orang yang berpendirian bahwa Islam adalah agama dan
negara. Ketiga: orang yang ingin melaksanakan Syari'at Islam.
YAPISTA Corporation 204
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Keempat: orang yang ingin membina kembali peradaban Islam.


Kelima orang yang beranggapan bahwa penyelesaian bagi Umat
Islam adalah dengan kembali kepada masa lampau (ajaran Islam
yang benar).

Mafhum mukhalafah dari kriteria ini jelas bahwa orang yang tidak
fundamentalis bagi Barat adalah orang Islam yang meninggalkan
syariat Islam, tidak concern dengan masalah umat Islam, dan tidak
bercita-cita membangun kembali kegemilangan Islam. Jadi sejatinya
yang menjadi ancaman bagi Barat bukan Muslim “fundamentalis”,
tapi kebangkitan Islam itu sendiri.

Sekularisasi dan Depolitisasi Islam

Di Barat, sekularisme, modernisme dan liberalisme berjalan seiring.


Ketiga-tiga pemikiran ini adalah solusi bagi masyarakat Barat untuk
maju dan modern. Itu disebabkan, mereka telah menderita akibat
pemerintahan kuku besi Gereja yang telah membunuh sekitar
430.000 orang dan membakar hidup-hidup sekitar 32.000 orang atas
alasan menentang kehendak tuhan. Galileo, Bruno dan Copernicus
adalah diantara saintis-saintis yang malang karena melontarkan idea
yang bertentangan dengan idea Gereja yang kononnya berasal
daripada Tuhan.

Untuk melestarikan kekuasaannya, gereja membentuk satu institusi


pengadilan yang dikenal paling brutal di dunia, yaitu Mahkamah
Inkuisisi. Karen Armstrong, dalam bukunya, Holy War: The Crusades
and Their Impact on Today's World, (1991:456) menyatakan: “ Most
of us would agree that one of the most evil of all Christian
institutions was the Inquisition, which was an instrument of terror in
the Catholic Church until the end of seventeenth century.”
Despotisme Gereja ini mengakibatkan pemberontakan terhadap
kekuasaan Gereja. Konflik tersebut berakhir dengan kemenangan
bagi filsafat dan Sains.

Sudah menjadi sunnatullah aksi yang kuat akan menghasilkan reaksi


yang kuat, setelah kekuasaan berada pada filsafat dan Sains, maka
agama (Kristen) kemudian menjadi korban tekanan dan
pembatasan. Pemikiran sekularisme, modernisme dan liberalisme
ternyata adalah obat yang mujarrab yang telah berhasil membawa
masyarakat Barat dari era kegelapan ( the dark age ) ke era
kebangkitan ( renaissance ) dan kemajuan.

YAPISTA Corporation 205


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

Persoalannya adalah apakah konsep-konsep sekularisme,


modernisme, liberalisme dari Barat itu dapat dipakai untuk
menyembuhkan penyakit umat Islam? Jawabnya tentu negatif,
sebab penyakit yang diderita Umat Islam amat berbeda dari
penyakit yang diderita masyarakat Barat. Umat Islam tidak
pernah mengalami pemerintahan kuku besi yang dilakukan oleh
‘clergy'; ulama tidak pernah memerintah dan tidak berambisi
memerintah. Sebab, Islam tidak mengenal “institusi gereja” yang
mengaku mendapatkan mandat dari Tuhan untuk berkuasa.

Ternyata, konsep-konsep sekularisasi dan liberalisasi itu berdampak


pada penelanjangan politik (depolitisasi) ummat Islam. Dan ini telah
dilakukan sejak awal abad keduapuluhan yaitu bersamaan dengan
kejatuhan Khilafah Uthmaniyyah (1924). Pada tahun tahun ini
muncul beberapa tokoh kontroversi seperti Kamal Attaturk di Turki
yang telah bertanggungjawab menghapuskan Khilafah Utmaniyyah
dan menggantikannya dengan negara sekular. Secara intelektual,
muncul nama ‘Ali ‘Abd al-Raziq di Mesir, seorang qadi Shar'i yang
mendapat Ijazah doktor di London dengan bimbingan T.W. Arnold,
seorang orientalis terkenal. ‘Ali ‘Abd al-Raziq mungkin sarjana
Muslim yang pertama yang mendukung penghapusan Khilafah .
Menurutnya, Islam dan Rasulullah SAW sendiri memisahkan antara
agama dengan politik. Karena itu, sistem Khilafah adalah ciptaan
manusia: pemerintah dan kerajaan pada masa itu yang
menjustifikasikan pemerintahan mereka dengan memperalat agama
(‘Ali Abdul Raziq, tt. Al-Islam wa Usul al-Hukm ). Sebaliknya Islam
hendaknya hanya dilihat dari sisi kerohaniannya saja ( spirituality )
yang tidak memerlukan kekuasaan dan percaturan politik. (Buku ‘Ali
Abdul Raziq mendapat tentangan yang hebat daripada kebanyakan
ulama pada masa itu, berpuluh-puluh buku telah ditulis untuk
menjawab buku tersebut diantaranya buku-buku yang ditulis oleh:
Muhammad Bakhit al-Mutii, Muhammad Khadr Husayn, Diya al-Din
al-Rayyis dan lain-lain).

Setelah ‘Ali ‘Abd al-Raziq, muncullah kemudian orang-orang yang


lebih berani lagi mempersoalkan masalah-masalah pokok dalam
Islam dengan kritikan terhadap ajaran Islam, institusi Ulama, dan
Rasulullah SAW. Golongan ini di Mesir lebih dikenali dengan golongan
al-‘almaniyyun (sekularis).

Ketika terjadi perdebatan tentang penegakan hukum Islam di


negara-negara Islam kelompok Islam liberal adalah golongan yang
paling lantang menentangnya. Faraj Fawdah, salah seorang dari
mereka mengatakan bahwa “melaksanakan Shari‘at Islam adalah
bermakna menegakkan negara theokrasi, negara yang diperintah
YAPISTA Corporation 206
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

oleh golongan agama ( rijal al-Din ) yang memerintah atas nama


Tuhan”. Wahid Ra'fat menambahkan, orang-orang yang ingin
menegakkan Shari‘at sebenarnya ingin menjadi golongan kahanah
( clergy ), institusi yang mewakili Tuhan dan berkuasa penuh
menentukan kehidupan manusia, sebab mereka saja yang akan
mempunyai hak untuk menafsirkan Shari‘ah. Muhammad Sa‘id
al-‘Ashmawi menolak campurtangan Islam dalam politik, ini karena
al-Qur'an tidak pernah membincangkan pemerintahan atau
menjelaskan bentuknya. Ashmawi juga mengatakan bahwa orang
Islam yang menyeru penegakan hukum Islam sebenarnya tidak
mengetahui apa yang dimaksudkan dengan hukum Islam. Asghar Ali
Engineer mengatakan bahwa apa yang diperjuangkan oleh Mawdudi
adalah pentafsiran beliau sendiri terhadap agama dan Shari‘at, dan
bukannnya Islam ataupun Shari‘at Islam. Sebab, menurut Engineer,
tidak ada definisi yang disepakati apa yang dimaksudkan dengan
Shari‘ah. Asghar berkesimpulan bahwa negara yang ingin ditubuhkan
oleh Mawdudi adalah negara theokrasi dan authoritarian, dimana
golongan agama akan memerintah dengan kuku besi (Untuk jawaban
yang lebih terperinci terhadap kritikan Asghar ‘Ali Engineer dan Nasr
Hamid Abu Zaid lihat Thesis Master penulis yang tidak diterbitkan
bertajuk The Concept of al-Hakimiyyah (the Sovereignty of God ) in
Contemporary Islamic Political Thought . ISTAC, UIAM, 2003) :

Mawlana Mawdudi tries to explain the necessity for an


Islamic state. He says that according to the Qur'an God
is the Master of the world..Mawdudi maintains that over
His own creation, over His own world, no one else has
any right to rule; it will be fundamentally wrong. …We
have already seen that even on matters of Shari‘ah
there is no unanimity of opinion. It would therefore be
very difficult to maintain that this is the meaning of the
Qur'anic injunction and hence the Islamic state law in
its light has to be so framed. Then there are those
Muslim thinkers like Mawlana Azad who feel, not
without justification from the Qur'an itself, that the
Shari‘ah is not an integral part of the religious faith i.e.
Din. If it is so one can hardly maintain that the Islamic
state has to be based on Shari‘ah and that God's rule
means enforcing Islamic Shari‘ah as formulated in the
early Islamic period. And this is exactly what Mawlana
Mawdudi means when he talks of God's rule being
established on earth. God's rule in that case would
mean Islamic Shari‘ah as formulated by Imam Abu
Hanifah and as interpreted by Mawdudi or his
YAPISTA Corporation 207
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

lieutenants. In fact Mawdudi's approach is so rigid and


his attitude so authoritarian that any state founded on
his ideas would be a medieval dictatorship. (Asghar Ali
Engineer, The Islamic State, 134-135).

Tudingan-tudingan kaum liberal seperti itu bisa dipahami dalam


perspektif, bahwa mereka memang menjadi kepanjangan
tangan Barat untuk menjalankan agenda Barat terhadap
dunia Islam. Sebab, bagi Barat yang imperialistik, Islam – aqidah
dan syariahnya — dipandang sebagai ancaman. Jika aqidah dan
syariah Islam tegak di muka bumi, maka ideologi, pemikiran, sistem
hukum, dan dominasi ekonomi Barat, otomatis akan goncang.
Karena itulah, Barat mau membangun pusat-pusat studi Islam yang
canggih dan membiayai sarjana-sarjana Muslim menimba ilmu di
sana. Barat juga bersemangat membiayai kelompok-kelompok liberal
Islam, di mana pun berada. Untuk apa? Jelas niat utamanya adalah
untuk mengokohkan hegemoni mereka. Namun, itu adalah urusan
Barat. Yang lebih penting adalah bagaimana kaum Muslim
memahami agenda-agenda Barat dan kaum liberal pro-Barat, agar
tidak terkecoh dan terjebak oleh agenda-agenda imperialis itu.
Biasanya, mereka pintar membuat jargon-jargon dan istilah-istilah
yang indah, yang seolah-olah untuk memajukan Islam. Padahal,
justru menikam dari dalam dan meruntuhkan bangunan Islam itu
sendiri. Namun, kita tidak perlu apriori dengan Barat, tetapi harus
lebih cerdik dan lebih pintar dari Barat. Berbagai kemajuan yang
dicapai Barat perlu dipelajari dengan sikap kritis, tanpa perlu
membebek terhadap ideologi dan cara berpikir yang materialistik,
sekularistik, liberalistik, dan hedonistik. Wallahu a'lam .
nisa@yahoo.com

Oleh : Khalif Mu'ammar Penulis artikel ini adalah mahasiswa PhD


ISTAC-IIUM Kuala Lumpur, Malaysia. Tulisan diambil dari
INSISTNET.COM

YAPISTA Corporation 208


MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

MICHAIL HUDA, adalah nama pena dari M.Huda, lahir di kota


tahu yang indah, 15 maret , 23 tahun silam. Sudah terbiasa menulis sejak
duduk dibangku tsanawiyah, bahkan saat duduk di tingkat aliyah menjadi
anggota jurnalis sekolah. Belajar menulis secara otodidak menjadikan
tulisannya sudah dimuat dibeberapa media masa.
Saat ini masih duduk di semester 8 di IAIT Kediri, dan sudah siap-siap
mengikuti sidang ujian skripsi. Pernah menjadi wartawan Koran rakyat Jakarta
di kediri selama setahun, pernah ikut membantu menjadi pengajar di beberapa
madrasah.
Bujang yang hobi shoping buku ini
memang gila baca sejak kecil, bahkan di rumahnya
kini berjejer buku-buku dari berbagai disiplin ilmu,
namun cerita fiksi juga tak ketinggalan dilahap.
Bahkan cerpen-cerpen yang ditulisnya pernah
menghiasi bulletin kosmada sewaktu menjadi
pimred bulletin di program PGSD/MI di kampus
yang sama.
Bercita-cita memiliki perpustakaan sendiri
yang menampung berbagai buku disiplin ilmu, memang sering mengumpulkan
tulisan-tulisan dari berbagai media dengan bendel sederhana. Penyuka
traveling ini juga pernah menjadi pimred di El Fath, mingguan yang diterbitkan
yapista. Pernah bergabung dengan Bumi Putra syariah namun tidak tahan
dengan system kerjanya, lalu keluar dan melanjutkan kegiatan memabca dan
menulisnya, di sela-sela kegiatan mengajarnya.
Beberapa buku yang diterbitkan secara independent akan segera
dilahirkan, menyusul dua buku yang sudah di lahirkan ke dunia. Kendati
demikian obsesi terbesarnya adalah menjadi seorang penulis dan semua
orang bisa menikmati buku-buku secara murah dan mudah. Karena saat ini
harga buku-buku hanya bisa dijangkau mereka yang berduit, dan budaya
membaca memang sangat jauh menajdi kebiasaan generasi muda islam.
Bersama beberapa teman satu geng pernah mendirikan YeARCE,
semacam LSM bidang pendidikan yang konsen pada penelaah buku-buku ajar,
YAPISTA Corporation 209
MICHAIL HUDA Melawan JIL : DALANG DI BALIK GERAKAN ISLAM LIBERAL

dan membantu mendistribusikan buku-buku layak baca bagi mereka yang tidak
mampu. Kedepannya ingin memilikii penerbitan sendiri yang konsen untuk
membantu mereka yang ingin menjadi penulis-penulis muda berbakat dan
selalu berjuang untuk agama Allah.

YAPISTA Corporation 210

Anda mungkin juga menyukai