Anda di halaman 1dari 7

Pelayanan publik

[sunting] Definisi
Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa
pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan
di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

[sunting] Penyelenggara
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat,
adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta,
seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan

milik swasta.

2.Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik.
Yang dapat dibedakan lagi menjadi :

1. Yang bersifat primer dan,adalah semua penye¬diaan barang/jasa publik yang


diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan
satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus
memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan
penjara dan pelayanan perizinan.
2. Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik
yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya
pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa
penyelenggara pelayanan.

[sunting] Karakteristik
Ada lima karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis penyelenggaraan
pelayanan publik tersebut, yaitu:

1. Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan
perubahan yang diminta oleh pengguna.
2. Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien, maka akan
semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
3. Type pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang
ada, dan hubungannya dengan pengguna/klien.
4. Locus kontrol. Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas
transaksi, apakah pengguna ataukah penyelenggara pelayanan.
5. Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara
pelayanan yang lebih dominan.

Undang-Undang Pelayanan Publik (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 25


Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik) adalah undang-undang yang mengatur tentang
prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi
pemerintahan itu sendiri. perlayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi
yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan
kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan
lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada
pemerintahan dan administrasi publik.

Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membangun kepercayaan masyarakat
atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan
yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan
penduduk tentang peningkatan pelayanan publik, sebagai upaya untuk mempertegas hak dan
kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan
korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi
pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin
penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi
yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari
penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik

Pelayanan Publik, antara Idealisme dan Kenyataan


Secara teori, sebuah negara dibentuk oleh masyarakat di suatu wilayah tidak lain bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup bersama setiap anggotanya dalam koridor kebersamaan. Dalam angan
setiap anggota masyarakat, negara yang dibentuk oleh mereka ini akan melaksanakan fungsinya
menyediakan kebutuhan hidup anggotaberkaitan dengan konstelasi hidup berdampingan dengan
orang lain di sekelilingnya. Di kehidupan sehari-hari, kebutuhan bersama itu sering kita artikan
sebagai “kebutuhan publik”. Contoh sederhana, Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah kebutuhan
publik bagi setiap orang yang sudah memenuhi persyaratan tertentu. Tanpa KTP, seseorang akan
mengalami kesulitan dalam berurusan dengan orang lain atau sebuah institusi. KTP perlu dikeluarkan
oleh lembaga yang berwenang yang dibentuk dan ditunjuk oleh negara, seperti kelurahan atau desa.

Proses menerbitkan sebuah KTP bagi seorang anggota masyarakat kita sebut sebagai Pelayanan
Publik, yang dapat diterjemahkan sebagai segala aktivitas yang dilakukan oleh petugas berwenang
dalam melayani pemenuhan kebutuhan publik anggota masyarakatnya. Dalam konteks negara,
pemenuhan kebutuhan publik tersebut diartikan sebagai pemenuhan hak-hak sipil seorang warga
negara. Pelayanan publik umumnya tidak berbentuk barang melainkan layanan jasa, termasuk jasa
administrasi. Hasil yang diperoleh dari adanya pelayanan publik oleh penyedia jasa layanan dapat
berbentuk barang maupun bentuk jasa-jasa. Pelayanan publik biasanya dilakukan oleh pemerintah,
namun dapat juga oleh pihak swasta.

Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, negara kemudian membentuk organisasi
pemerintahan. Di Indonesia kita kenal sturktur pemerintahan negara dari level paling atas yakni
presiden hingga ke level terbawah, Rukun Warga dan Rukun Tetangga (RW/RT). Karena negara
dibentuk oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan publik anggotanya, maka sesungguhnya
pelayanan publik adalah kewajiban utama seluruh aparatur pemerintah di setiap jenjang
pemerintahan dan setiap jenis pelayanan publik. Sebagai sebuah kewajiban, maka sudah semestinya
setiap aparat negara memberikan pelayanan publik yang terbaik.

Pelayanan publik umumnya dibagi dalam dua kategori sesuai dengan tingkat kepentingan kebutuhan
warga negara, yakni pelayanan publik primer dan pelayanan publik sekunder. Pelayanan publik
primer merujuk kepada semua jenis layanan dari sebuah instansi baik pemerintah maupun swasta
untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat mutlak dari seorang warga negara. KTP bersifat mutlak
bagi setiap warga negara yang sudah memenuhi syarat, terutama dari segi usia (18 tahun ke atas).
Pemenuhan layanan air bersih, listrik, dan transportasi juga merupakan kebutuhan layanan publik
yang bersifat mutlak bagi setiap orang. Sebaliknya, pelayanan publik sekunder merujuk kepada
semua layanan yang tidak mutlak bagi seorang warga negara, semisal kebutuhan tata rias, hiburan,
dan sejenisnya.

Untuk semua pelayanan yang bersifat mutlak, negara dan aparaturnya berkewajiban untuk
menyediakan layanan yang bermutu dan mudah didapatkan setiap saat. Pada kehidupan bernegara
di abad moderen ini, komitmen suatu negara untuk memberikan pelayanan publik yang memadai
terhadap kebutuhan publik merupakan implementasi dari pemenuhan hak-hak azasi manusia dari
warga negaranya. Oleh karena itu, ketika suatu instansi pemerintah memberikan layanan publik yang
buruk, hal tersebut dianggap melanggar konvensi internasional tentang hak azasi manusia. Sebagai
contoh, disaat warga negara kesulitan mendapatkan layanan pendidikan yang baik, bermutu, dan
mudah diakses, maka sesungguhnya pemerintah telah berlaku lalai, melanggar hak azasi warga
negaranya. Hal ini juga berlaku di setiap lembaga penyedia layanan publik, seperti di kelurahan/desa,
puskesmas/rumah sakit, dan sebagainya.

Di sektor swasta, setiap lembaga swasta yang menyediakan pelayanan publik sudah semestinya
mengadopsi pola pelayanan publik yang mencerminkan penghormatan kepada hak-hak warga
negara untuk mendapatkan layanan yang sebaik-baiknya. Saat ini, dibandingkan dengan pihak
pemerintah, sistim pelayanan publik pihak swasta umumnya tergolong lebih baik. Hal ini terutama
disebabkan oleh tingginya persaingan antar pemberi layanan publik, seperti terlihat pada perusahaan-
perusahaan penyedia jasa transportasi yang saling berlomba memberikan layanan terbaik bagi
masyarakat. Walaupun demikian, pemantauan dan evaluasi dari masyarakat dan pemerintah tetap
dibutuhkan agar kualitas pelayanan publik tetap terjaga bahkan dapat ditingkatkan.

Sebaliknya, yang sering terjadi di lapangan, justru lembaga-lembaga pemerintah selalu kedodoran
dalam menyediakan pelayanan publik. Pengurusan KTP, Surat Izin Mengemudi (SIM), Izin
Mendirikan Bangunan (IMB), sulitnya memperoleh layanan pendidikan yang mudah dan bermutu,
layanan kesehatan yang tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat, dan sebagainya,
merupakan sebagian kecil dari contoh kesemrawutan pelayanan publik oleh pemerintah. Hal tersebut
tentunya bertentangan dengan semangat reformasi yang sudah berjalan selama satu dekade ini.

Faktor utama yang menjadi penghambat dalam pelayanan publik yang baik dapat dianalisa dari dua
sisi, yakni birokrasi dan standar pelayanan publik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam tubuh
pemerintahan negara Indonesia pada semua jenjang dan jenisnya memiliki sturuktur birokrasi yang
panjang, gemuk, dan berbelit. Hal ini mengakibatkan panjang dan berbelit-belitnya suatu urusan di
sebuah lembaga penyedia layanan publik, yang tentu saja membutuhkan waktu yang lebih lama dan
biaya tinggi. Keadaan ini diperburuk oleh mentalitas mayoritas aparat pemerintah yang masih
feodalistik dan justru minta dilayani oleh rakyat. Proses rekrutmen kepegawaian yang kurang
memperhatikan profesionalisme seseorang juga menjadi faktor penghambat pelaksanaan pelayanan
publik dengan baik. Tambahan lagi, sistim penggajian yang rendah seringkali menjadi pemicu setiap
petugas negara menjalankan aksi “mempersulit urusan” dari anggota masyarakat yang berurusan
dengan mereka.

Ketiadaan standarisasi pelayanan publik yang dapat menjadi pedoman bagi setiap aparat pemerintah
adalah sisi lain yang menjadi kelemahan pemerintah (dan juga pihak swasta) dalam memberikan
pelayanan publik yang baik. Setiap institusi dapat membuat aturan dan pedoman sendiri sesuai
selera masing-masing, dan standar inipun dapat berubah sewaktu-waktu sesuai keinginan dan
kebutuhan personal pemimpin institusi tersebut. Alhasil, kualitas pelayanan publik amat beragam
antar satu departemen dengan lembaga negara lainnya, antar daerah yang satu dengan daerah yang
lain.

Sebagai sebuah negara besar yang sedang membangun, kebutuhan pelayanan publik yang baik dan
berkualitas adalah mutlak. Hal ini diperlukan dalam rangka mendorong percepatan pembangunan
bangsa dan negara Indonesia menuju pencapaian cita-cita nasional yakni mewujudkan masyarakat
yang sejahtera, adil dan makmur. Kerja keras pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
untuk melahirkan Undang-undang Pelayanan Publik (UU PP) adalah sesuatu yang patut dihargai dan
didukung bersama. Walaupun, kita sama menyadari bahwa keberadaan sebuah UU di negara tercinta
ini belum bisa menjamin sebuah pelaksanaan aturan secara murni dan konsekwen. Namun, paling
tidak, masyarakat telah memiliki acuan hukum yang dapat dijadikan landasan berpijak dalam
melakukan legal action terhadap ketidak-becusan aparat negara (maupun swasta) dalam
memberikan pelayanan publik. (WL)

Pelayanan Publik Rentan


Korupsi
Tuesday, 02 November 2010
JAKARTA(SINDO) – Pelayanan publik di 22 daerah di Indonesia dinilai masih buruk dan
rentan tindak pidana korupsi.Hal itu diketahui dari survei integritas pelayanan publik 2010
yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M Jasin menyatakan,nilai rata-rata integritas 11


pelayanan publik di 22 kota hanya 5,07.Angka tersebut di bawah nilai standar minimal
integritas yang ditetapkan KPK, yaitu 6,00. ”Semakin rendah nilainya, semakin rendah
integritasnya,” jelas M Jasin di Kantor KPK,Jakarta,kemarin. Survei integritas pelayanan
publik dilakukan terhadap pengguna langsung pelayanan publik selama April–Agustus 2010.

Survei ini dilakukan terhadap 12.616 orang yang terdiri atas 2.763 orang tingkat pusat, 7.730
orang di tingkat instansi vertikal, dan 2.123 orang responden di tingkat pemerintah
daerah.”Jadi ini merupakan suara masyarakat,bukan suara KPK,”kata Jasin. Pelayanan publik
yang dimaksud adalah pelayanan pembuatan SIM dan SKCK di kepolisian yang mendapatkan
skor rata-rata 4,6. Lalu pembuatan sertifikat tanah dan kadastral di Badan Pertanahan
Nasional (BPN) dengan nilai 5,21.

Pembuatan paspor di Kementerian Hukum HAM berskor 5,26. Administrasi pernikahan dan
pelayanan Haji di Kementerian Agama 5,46.Berikutnya pengadilan tilang dan pengadilan
umum di Mahkamah Agung (MA) yang mendapatkan nilai 5,6 dan pemasangan listrik dan
gangguan di PT PLN 5,47. Survei juga dilakukan terhadap 33 pelayanan publik tingkat pusat
yang dikelola 17 instansi.

Dari pelayanan publik tingkat nasional, ada 12 layanan di 6 instansi yang masih dinilai buruk
dan rawan terhadap korupsi dengan memiliki nilai di bawah 6, yaitu Kementerian
Perhubungan (Kemenhub) yang mendapatkan skor 4,21, Kementerian Kelautan dan Perikanan
mendapatkan skor 5,03, PT Angkasa Pura II skor 5,19,Kemenkumham skor 5,34,
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) skor 5,68, dan BNP2TKI skor
5,94.

KPK juga mengkaji tiga layanan yang dikelola pemerintah daerah, yakni pembuatan KTP,
SIUP, dan IMB. Dari 22 kota yang disurvei, Kota Medan menempati urutan integritas
terendah, yakni 3,66. Selain itu, 19 kota lain juga memiliki nilai integritas di bawah 6. Ke-19
kota tersebut adalah Bandar Lampung (4,05), Palembang (4,19), Makassar (4,46), Jayapura
(4,51), Manado (4,53),Pekanbaru (4,56),Jakarta Selatan (4,58), Semarang (4,67), Bandung
(4,83), Jakarta Utara (5,36), Mataram (5,41),Jakarta Pusat (5,44),Jakarta Timur (5,44), Jakarta
Barat (5,45), Serang (5,47), Pontianak (5,58), Tanjung Pinang (5,59), Ambon
(5,60),danYogyakarta (5,89).

”Hanya dua kota yang memiliki nilai integritas di atas enam, yaitu Surabaya yang
mendapatkan skor 6,13 dan Samarinda yang mendapatkan skor 6,11,”imbuhnya. Jasin
mengatakan, rendahnya nilai integritas pelayanan pemerintah daerah dan pelayanan instansi
vertikal sangat berperan dalam penurunan Indeks Integritas Nasional (IIN) 2010 yang
memiliki nilai 5,42.Angka ini di bawah nilai IIN tahun lalu yang mencapai 6,5.

Menurut Direktur Litbang KPK Doni Muhardiansyah, tahun lalu ada sebuah lembaga yang
tidak merespons kajian survei integritas. Instansi yang telah dilaporkan Presiden tersebut
adalah BPN. Mabes Polri mempertanyakan survei integritas yang dikeluarkan KPK mengenai
rendahnya pelayanan kepolisian dalam bidang pembuatan surat keterangan catatan kepolisian
(SKCK) dan surat izin mengemudi (SIM).

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Mabes Polri Kombes Pol Marwoto Soeto
mengatakan, institusi Polri telah melakukan banyak perubahan dalam pelayanan, salah
satunya adalah transparansi.”Saya kira nggaklah, tidak seperti itu. Kan sekarang yang
ngawasibanyak,”ujarnya di Mabes Polri kemarin. (rd kandi/sucipto)

Republika OnLine » Breaking News » Hukum

Integritas Pelayanan Publik Nasional Turun


Senin, 01 November 2010, 14:43 WIB
   

ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis hasil


Survei Integritas Sektor Publik 2010. Ternyata indeks integritas nasional turun dari 6,5
menjadi 5,42. "Salah satu sebab menurunnya kualitas pelayanan publik di beberapa unit
layanan baik di instansi pusat, instansi vertikal maupun pemerintah kota," papar Wakil Ketua
KPK Bidang Pencegahan M Jasin, Senin (1/11).

Survei ini bertujuan untuk menelusuri akar permasalahan korupsi di sektor pelayanan publik
dan persiapan pencegahan korupsi. Periode waktu survei berlangsung April-Agustus 2010
terhadap 353 unit layanan. Layanan itu ada di 23 instansi pusat, enam instansi vertikal dan 22
pemerintah kota. Jumlah responden pengguna layanan publik total sebanyak 12.616 orang.

Dari hasil survei 2.763 responden tercatat ada 12 unit layanan di tingkat pusat dengan
integritas di bawah 6. Diantaranya layanan Perizinan Penangkapan dan Pengangkutan Ikan
(Kementerian Kelautan dan Perikanan), layanan Kepulangan TKI Terminal Selapajang
(BNP2TKI), layanan Pengelolaan Properti Bandara (PT Angkasa Pura II), layanan Izin Usaha
Waralaba Dalam Negeri (Kementerian Perdagangan), layanan Bea Masuk (Kementerian
Keuangan), dan beberapa layanan lainnya.

Lalu, instansi vertikal atau instansi pusat yang mempunyai unit layanan di 22 kota yang
berintegritas di bawah enam. Yaitu, layanan Gangguan Listrik (PT PLN), layanan Pengadilan
Tilang dan Pengadilan Umum (Mahkamah Agung), layanan Penerbitan Paspor
(Kemenkumham), layanan Pembuatan Sertifikat Tanah (Badan Pertanahan Nasional),
layanan Pemasangan Listrik Baru (PT PLN), layanan Pembuatan SKCK (Kepolisian),
layanan Administrasi Pernikahan (Kementerian Agama), dan Layanan Pembuatan SIM
(Kepolisian). Sementara satu unit layanan dengan nilai integritas di atas 6 yaitu Layanan
Penyelenggaraan Ibadah Haji (Kementerian Agama).

Di tingkat kota, layanan yang disurvei adalah layanan pembuatan KTP, layanan penerbitan
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan layanan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB). Hasilnya, imbuh Jasin, ada 20 kota bernilai integritas di bawah 6 yaitu Kota
Yogyakarta, Kota Ambon, Kota Tanjung Pinang, Kota Pontianak, Kota Serang, Kota Jakarta
Barat, Kota Jakarta Timur, Kota Jakarta Pusat, Kota Mataram, Kota Jakarta Utara, Kota
Bandung, Kota Semarang, Kota Jakarta Selatan, Kota Pekanbaru, Kota Manado, Kota
Jayapura, Kota Makassar, Kota Palembang, Kota Bandar Lampung, dan Kota Medan.
Sebaliknya, kota dengan nilai integritas di atas 6 yaitu Kota Surabaya dan Kota Samarinda.

"Instansi maupun kota yang mempunyai nilai integritas di bawah enam tadi akan terus kita
evaluasi tiap tiga bulan sekali hingga hasil survei berikutnya dirilis," jelas Jasin.

Anda mungkin juga menyukai