Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terjadinya berbagai bencana yang terjadi di negeri ini selalu

menyisakan duka bagi rakyat. Meski banyak retorika dibangun untuk mengatasi

hal ini, baik pada masa Orde Baru maupun pada masa Orde Reformasi. Namun,

seringkali tidak dibarengi dengan tindakan dan kebijakan nyata. Peningkatan

bencana terus terjadi dari tahun ke tahun. Bahkan, sejak tahun 1988 sampai

pertengahan 2007 jumlah bencana di Indonesia mencapai 647 bencana alam

meliputi banjir, longsor, gempa bumi, dan angin topan, dengan jumlah korban

jiwa sebanyak 2022 dan jumlah kerugian mencapai ratusan miliar. Jumlah

tersebut belum termasuk bencana yang terjadi pertengahan tahun 2006 sampai

pertengahan 2007 yang mencapai ratusan bencana dan mengakibatkan hampir

1000 korban jiwa.

Dalam Environmental Outlook WALHI 2007 diungkapkan bahwa kita

bangsa Indonesia tidak bisa lagi bangga dengan julukan Jamrud Khatulistiwa,

karena pada kenyataannya, negeri kita adalah negeri sejuta bencana. Dalam

setahun, yaitu tahun 2002, tercatat tidak kurang dari 14 bencana alam terjadi

terutama banjir dan tanah longsor. Bencana tersebut menyebabkan lebih dari
2

101 orang meninggal, ribuan rumah rusak, jutaan hektar lahan pertanian rusak.

Hal tersebut mengakibatkan kerugian trilyunan rupiah.

Bencana struktural, bencana alam maupun bencana kemanusiaan terus

terjadi. Dalam tahun 2002 tercatat bencana besar terjadi adalah langganan

kebakaran hutan di Pontianak, Jambi, Palembang, banjir di Jakarta, Jawa

Tengah, Semarang, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi

lainnya.

Fenomena banjir bandang dan tanah longsor adalah suatu fenomena

alam yang jamak di muka bumi ini. Secara umum, ketika sebuah sistem aliran

sungai yang memiliki tingkat kemiringan (gradien) sungai yang relatif tinggi

(lebih dari 30% atau lebih dari 27 derajat) apabila di bagian hulunya terjadi

hujan yang cukup lebat, maka potensi terjadinya banjir bandang relatif tinggi.

Tingkat kemiringan sungai yang relatif curam ini dapat dikatakan sebagai faktor

“bakat” atau bawaan. Sedangkan curah hujan adalah salah satu faktor pemicu

saja.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan di atas maka kami merumuskan

masalah yang perlu ditanggulangi sebagai berikut :

1) Mengapa bencana terus terjadi di Indonesia ?

2) Bagaimana cara untuk menanggulangi dampak pencemaran tanah

yang sedang terjadi.


3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Bencana di Indonesia

Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2007, tercatat telah terjadi 647

kejadian bencana di Indonesia, di mana 85% dari bencana tersebut merupakan

bencana banjir dan longsor.

Bencana Alam di Indonesia (1998-2007)

Jenis Jumlah Kejadian Korban Jiwa Kerugian (juta rupiah)


Banjir 302 1066 191.312
Longsor 245 645 13.928
Gempa bumi 38 306 100.000
Gunung berapi 16 2 n.a
Angin topan 46 3 4.015
Jumlah 647 2022
Sumber : Bakornas PB.

Prosentase tersebut berarti bahwa bencana terbesar yang terjadi justru

bencana yang bisa diatasi, diantisipasi kejadian dan resikonya. Bencana banjir

dan tanah longsor adalah bencana yang terjadi bukan hanya karena faktor

alamiah alam, namun lebih banyak karena campur tangan manusia. Bencana

banjir dan tanah longsor merupakan bencana yang “bisa direncanakan”.

Dalam kurun waktu 2007, terhitung bulan Januari 2007 sampai dengan

November 2007, bencana kembali terjadi dengan intensitas yang sangat tinggi.
4

Bencana-bencana besar, seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan

kekeringan lebih banyak disebabkan oleh salah kelola lingkungan hidup.

B. Jenis-jenis Bencana di Indonesia

a. Banjir dan Tanah Longsor

1. Bencana di Bukit Lawang,

Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

Bencana lingkungan besar kembali melanda kawasan Bahorok-

Langkat, Sumatera Utara. Peristiwa tragis ini terjadi pada Senin, 3

November 2003. Air bah yang datangnya dari hulu DAS (Daerah Aliran

Sungai) Bahorok telah memakan korban jiwa. Teridentifikasi korban

yang meninggal 92 orang tewas dan 154 orang hilang. Menurut saksi

mata, dari kejadian di lokasi Bahorok diperkirakan korban akan

bertambah sampai ratusan orang. Karena sejumlah warga saat ini

diidentifikasi telah hilang.

Menurut saksi mata, masyarakat yang tidak mau disebutkan

namanya di lokasi kejadian mengatakan bahwa potongan-potongan kayu

tersebut berasal dari perambahan kayu liar yang dilakukan di dalam

TNGL (Taman Nasional Gunung Leuser) wilayah Bahorok - Langkat

dan sebagiannya di sekitar kawasan hutan Lawe Pakam – Kutacane,

Aceh Tenggara.
5

Sungai Bohorok yang mengalir melalui Desa Bukit Lawang

merupakan bagian dari DAS Sei Wampu. Kerusakan hutan di sub DAS

Bohorok merupakan penyebab utama terjadinya banjir bandang tersebut.

Penebangan yang diikuti dengan tanah longsor pada akhirnya menjadi

‘senjata pemusnah massal’ (weapon mass destruction) yang sangat

mengerikan.

Sementara itu, di wilayah Aceh Tenggara telah berulangkali

terjadi perusakan kawasan hutan melalui kegiatan illegal logging oleh

Para Pemegang IPK dan HGU yang tetap diberikan ijin meskipun

letaknya bersebelahan dengan Taman Nasional Gunung Leuser. Akibat

moral buruk pemegang ijin, perambahan hutan sengaja mencaplok

TNGL. Selain itu, pembangunan infrastruktur jalan jalur pendukung

Ladia Galaska antara lain pada ruas jalan Muara Situlen-Gelombang

(Aceh Singkil berbatasan dengan Sumatera Utara) hingga akan

menembus Bukit Lawang dan ruas Jalan Titi Pasir (Lawe Pakam)-

Bahorok (Aceh Tenggara-Langkat). Meskipun dalam rencana Ladia

Galaska sang pemrakarsa (Pemda Provinsi NAD dan Menkimpraswil

RI) menyatakan menunda pembangunan ruas jalan tersebut. Namun,

pada tahun anggaran 2002 lalu telah mulai dikerjakan. Jalan Ladia

Galaska telah dan akan menjadi jalan akses bagi kehancuran lebih lanjut

Kawasan Ekosistem Leuser.


6

2. Bencana di sekitar Kawasan

Ekosistem Leuser

Kawasan Ekosistem Leuser yang membentang dari Aceh hingga

Sumatera Utara dengan luas mencapai 2,5 Juta Hektar adalah himpunan

kawasan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Buru, Hutan Lindung

dan Taman Nasional Gunung Leuser yang melintasi 15 Kabupaten/Kota

di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara.

Keberadaannya sudah diakui oleh dunia internasional. Secara nasional

Wilayah ini diakomodir melalui Keppres No. 33 tahun 1998 tentang

Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser.

Namun, keberadaannya dari waktu ke waktu kian terancam

akibat berbagai ancaman kerusakan dan pembalakan kayu secara ilegal.

Bahkan, proyek-proyek pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan,

perkebunan sawit skala besar, HPH, HTI, dan IPK serta transmigrasi

yang salah kaprah telah menyebabkan kawasan ini makin rusak

terdegradasi. Tercatat, saat ini, sekitar 25% dari total Kawasan

Ekosistem Leuser telah rusak, atau setara dengan 500.000 Ha.

Akibatnya, sejumlah DAS besar yang hulunya berada di

Kawasan Ekosistem Leuser kini makin kritis. Sehingga di musim hujan

sering menimbulkan kebanjiran dan kekeringan di musim kemarau.

Sekitar 2,5 juta penduduk bergantung dari sumber air DAS di Kawasan

Ekosistem Leuser.
7

Kejadian bencana lingkungan akibat makin terdegradasinya

Kawasan Ekosistem Leuser dan kawasan hutan Seulawah di Provinsi

NAD tercatat sangat meningkat sepanjang tahun 2000-2002. Ada sekitar

790 kali kejadian banjir, longsor, dan erosi melanda wilayah Aceh yang

telah menelan korban jiwa, harta benda, dan rusaknya infrastruktur

ekonomi masyarakat. Sementara itu, di musim kemarau jutaan hektar

sawah kekurangan air.

3. Banjir Bandang di Jateng

Tanggal 1 November 2003, sedikitnya 119 rumah, satu sekolah,

dan jalan di Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen mengalami

kerusakan akibat tanah longsor saat hujan mengguyur kawasan itu.

Tanah longsor yang menimpa rumah penduduk itu terjadi di empat desa,

yakni Desa Kalibangkang (62 rumah rusak), Desa Watukelir (37), Desa

Srati (11), dan Desa Jintung (5). Kerugian yang dialami mencapai

sedikitnya Rp. 265,3 juta. Selain itu, banjir terjadi di Jawa Tengah

bagian selatan, antara lain Banyumas, Cilacap, Kebumen, dan

Purworejo.

Tanggal 30 Oktober 2003, ribuan rumah dan ratusan hektar

sawah di 12 desa di Kabupaten Banyumas dan Cilacap, Jawa Tengah,

baru-baru ini dilanda banjir. Ini disebabkan beberapa sungai tidak

mampu menampung air hujan yang turun dalam beberapa hari terakhir.

Banjir ini melanda sepuluh desa di Kabupaten Banyumas dan dua desa
8

di Kabupaten Cilacap, yakni Nusawangkal dan Karangsambung. Kondisi

terparah terjadi di Desa Nusadadi, Kabupaten Banyumas dengan

ketinggian air di areal persawahan mencapai tiga meter.

Di Banyumas dan Purworejo, banjir menggenangi ribuan hektar

sawah, dan sekitar 3.000 keluarga di Desa Nusadadi, Kecamatan

Tambak, masih terkurung air akibat luapan Sungai Ijo dan Sungai

Kecepak. Sementara itu, banjir juga melanda Desa Karangsembung dan

Nusawangkal, Kecamatan Nusawungu, Kabupaten Cilacap di mana air

menggenangi 130 rumah dan 1.294 ha sawah. Sebanyak 360 ha dari

1.294 ha sawah yang tergenang berupa persemaian dengan kerugian

diperkirakan Rp. 28.800.000.

Tanggal 2 Oktober 2003, Hujan deras kembali mengguyur

Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Hal ini membuat warga di 10 desa

di kabupaten itu khawatir akan adanya banjir susulan. Sebab, genangan

air hujan yang lalu belum seluruhnya surut. Kerugian materi

diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah. Genangan terparah terjadi di

Desa Nusadadi, Kecamatan Sumpih. Sementara itu, banjir yang melanda

Nusawangkal dan Desa Karangsambung, Cilacap, Jateng, meluas.

Padahal, sebagian besar rumah penduduk dan ratusan hektar lahan

pertanian di 12 desa terendam air.


9

4. Banjir Bandang di Langkat,

Sumatera Utara

Tanggal 7 Oktober 2003, banjir kembali merendam sekitar 600-

an rumah di sepanjang radius 200 meter aliran Sungai Batang Serangan

Tanjungpura, Langkat, Sumatra Utara. Luapan air sungai tak terkendali

karena dua unit mesin pompa penyedot air hujan ke waduk penampung

air di Tanjungpura, rusak.

Tanggal 30 September 2003, banjir setinggi 80 sentimeter

melanda Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. Musibah terjadi menyusul

meluapnya air Sungai Batang Serangan akibat guyuran hujan selama

sepekan terakhir. Tak pelak, puluhan rumah di sepanjang sungai terbesar

di Langkat ini terendam air bah. Selain itu, puluhan hektar sawah siap

panen juga dikhawatirkan rusak.

Tanggal 15 September 2003, terjadi musibah tanah longsor di

Kampung Ciloa Desa Wangunjaya Cikalong Wetan Kab. Bandung yang

menelan korban jiwa 7 orang dan belasan lainya menderita luka-luka.

Tanggal 20 September 2003, tanah longsor di bukit Pasir

Gudang, kampung Lengkong, desa Pasir Buncir, kecamatan Caringin,

Bogor, Jawa Barat yang menewaskan 9 orang pekerja penambang pasir.

Bukit Pasir Gudang yang luasnya mencapai 10 hektar itu, pasirnya telah

ditambang secara besar-besaran sejak 1998 oleh tiga perusahaan.


10

Bulan Februari 2003, banjir menimpa daerah Brebes yang

sedikitnya merendam 5.000 rumah. Di samping mengakibatkan sekira

2.000 hektar tanaman padi puso, juga menggenangi tanaman tebu dan

bawang, dan lahan tambak. Kerugian yang ditimbulkan sedikitnya

mencapai Rp. 5 miliar.

5. Longsor di Garut

Awal Januari 2003 bencana Longsor terjadi Mandalawangi di

Garut. Bencana tersebut menewaskan tidak kurang dari 15 orang dan

puluhan rumah rusak berat. Longsor terjadi karena rusaknya hutan

sebagai wilayah penyangga. Tahun 1990 luas hutan di Jabar mencapai

791.519 hektar atau sekitar 22% dari seluruh luas Jabar, jumlah tersebut

menyusut drastis hingga 323.802 hektar tahun 2002 atau sama 9 % dari

luas keseluruhan daratan di Prov. Jabar yang 3.555.502 hektar. Jumlah

tersebut diperkirakan terus bertambah, dan Jabar terus akan rawan

terhadap bencana banjir dan tanah longsor.

6. Banjir dan Tanah Longsor di

NTT

29 Maret - 2 April 2003, hujan badai terjadi di Ende, Nusa

Tenggara Timur. Hujan deras disertai badai tersebut mmengakibatkan

banjir dan tanah longsor. Korban meninggal sebanyak 42 orang, ratusan

rumah dan bangunan hancur. Korban yang meninggal banyak

diakibatkan karena terbawa arus.


11
12

b. Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan terbesar tahun ini terjadi di Palangkaraya. Bancana

ini mengakibatkan bandara tertutup asap, dan kota Palangkaraya gelap

tertutup asap pada siang hari. Ketika bencana terjadi dua hari anak-anak

sekolah dasar di palangkaraya diliburkan untuk menghindari asap. Bencana

kebakaran hutan juga terjadi di Riau, Jambi, dan Lampung. Kerugian terjadi

bukan hanya hilangnya hutan ratusan hektar, namun juga penyakit ISPA,

macetnya roda perekonomian serta transportasi.

c. Kekeringan

Musim kemarau ini hampir seluruh Pulau jawa dilanda kekeringan.

Wonogiri adalah salah satu daerah terparah. Daerah ini dari tahun ke tahun

mengalami bencana kekeringan. Dampak yang terjadi bukan hanya rawan

pangan karena tidak adanya panen, namun krisis air bersih kemudian juga

melanda berbagai wilayah yang mengalami kekeringan. Untuk mengatasi

kekeringan Bupati Wonogiri meminta kepada pemerintah pusat untuk

menyediakan pengadaan 100 unit sumur pantek dan bantuan 77 unit pompa

air. Untuk mengatasi penyediaan air bersih meminta proyek rehabilitasi

embung rakyat senilai Rp. 231,4 miliar. Dan untuk rehabilitasi hutan

diperkirakan dana mencapai Rp. 223, 9 miliar.


13

Kekeringan juga terjadi di Bojonegoro. Kekeringan di kota ini

menyerbabkan areal sawah seluas 1000 hektar tidak bisa penen. Konflik

horisontal berebut air juga terjadi antar warga.

Konflik ini makin meruncing ketika petani yang sudah telanjur

menebar benih tidak teraliri oleh irigasi. Mereka berharap pemerintah

bersedia untuk menaikkan air dari dalam tanah dengan menyedot air dari

sungai Bengawan Solo tidak mendapat tanggapan, hingga akhirnya pipa

PDAM Bojonegoro jebol dan airnya dapat mengaliri sawah. Meski demikian

hal ini disesalkan oleh pihak PDAM karena jebolnya PDAM Bojonegoro

sangat merugikan pendapatan PDAM.


14

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari berbagai fakta yang ada jelas terlihat bahwa bencana besar yang

terjadi tidak serta merta datang, namun didahului oleh adanya eksploitasi

lingkungan, adanya kebijakan yang tidak memenuhi aspirasi masyarakat, serta

tidak adanya manajemen bencana dari pemerintah.

Bencana-bencana tersebut seharusnya tidak perlu terjadi dan bisa

diminimalisir oleh pemerintah seandainya pemerintah berbesar hati untuk tidak

mencampakkan alam dengan dalih kebijakan pembangunan atau devisa.

Sungguh bencana tersebut adalah bencana yang terencana.

B. Saran

Saran yang dapat disampaikan setelah pembahasan makalah ini adalah :

1. Kepada pemerintah agar meningkatkan manajemen

bencana agar sedini mungkin dapat diantisipasi terjadinya bencana alam di

Indonesia.

2. Kepada masyarakat agar lebih menjaga lingkungan

karena bagaimanapun bencana yang terjadi tidak terlepas dari kerusakan

lingkungan.
15
16

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahman, Dhohir Taufik dan Wartono Tarsisius. 2000.


Indonesia : Negara
Bencana. Jakarta : Yudhistira.

2. http://www.google.com//sejuta_bencana_terencana_di_Indonesia. Diakses
Pebruari 2008.
17

MOTTO :

Kehidupan yang dilakukan dengan baik


dan sungguh-sungguh pasti dapat
menghasilkan perubahan besar. Karena
asal ada kemauan pasti ada jalan.
18

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesempatan pada penulis untuk dapat melaksanakan dan
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa di dalam makalah ini masih banyak kekurangan
dan ketidaksempurnaan karena keterbatasan data dan pengetahuan penulis serta
waktu yang ada pada saat ini, dengan rendah hati penulis makalah ini mengharap
kritik dan saran yang membangun dari kalangan pembimbing untuk kesempurnaan
makalah yang kami kerjakan ini.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya
kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya kegiatan portofolio
untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, terutama kepada Ibu Mira Kusumasari,
S.Pd. selaku guru dan pembimbing kami.
Terlepas dari semua kekurangan penulisan makalah ini, baik dalam susunan
dan penulisannya yang salah, penulis memohon maaf dan berharap semoga
penulisan makalah ini bermanfaat khususnya kepada kami selaku penulis dan
umumnya kepada pembaca yang budiman.
Akhirnya, semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada siapa saja yang mencintai pendidikan. Amin Ya Robbal Alamin.

Sidoarjo, Maret 2008

Penyusun
19

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
...........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN
.............................................................................ii
MOTTO...............................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR
.........................................................................................
iv
DAFTAR ISI
.......................................................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN
...........................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................1
B. Rumusan Masalah
......................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
..............................................................................3
A.................................................................................................
Benca
na di Indonesia
...........................................................................3
B.................................................................................................
Jenis-
jenis Bencana di Indonesia
........................................................ 4
a. Banjir dan Tanah Longsor
..................... 4
b. Kebakaran Hutan
................................... 11
c. Kekeringan............................................ 11
BAB III PENUTUP........................................................................................
13
A. Kesimpulan................................................................................
13
B. Saran...........................................................................................
13
DAFTAR PUSTAKA
.........................................................................................
14

Anda mungkin juga menyukai