Anda di halaman 1dari 8

I.

FILSAFAT KETUHANAN

1.1 Apa Itu Tuhan?


Pengertian Tuhan menurut perspektif Islam mengikuti rujukan
istilah atau kata yang memiliki makna Tuhan, mereka adalah Rabb,
Malik, dan Ilaah.

Rabb
Rabb adalah dzat yang menciptakan segala sesuatunya. Dalam al-
Qur’an, perkataan Rabb sering dihubungkan dengan kata kerja
seperti yang terdapat di dalam surat al-Alaq (96) ayat 1-5 terdapat
empat kata kerja, yaitu dua kata kerja ‘menciptakan’ dan dua kata
kerja ‘mengajar’, sedangkan dalam al-Qur’an surat al-A’la (87) ayat
1-5 itu terdapat kata kerja: menciptakan, menentukan, memberi
petunjuk, menumbuhkan dan menjadikan. Karena itu, Rabb
mempunyai pengertian Tuhan yang berbuat aktif. Jadi, Dia hidup
dan ada dengan sesungguhnya, bukan ada dalam pikiran saja.
Selanjutnya, kata Rabb dapat dipakai untuk menyebut selain Allah
SWT, seperti yang terdapat dalam surat al-Taubah (9) ayat 31 yang
berbunyi: Artinya: “Mereka menjadikan orang-orang alim mereka
dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah”.

Malik
Dalam al-Qur’an, kata Malik dipakai untuk menunjuk pada Tuhan
yang berkuasa, mempunyai, memiliki atau merajai sesuatu. Al-
Qur’an surat al-Fatihah (1) ayat 4 menyebutkan: maalikiyaumi al-
din, artinya yang menguasai hari pembalasan, sedangkan di dalam
surat al-Nas (114) ayat 2 menyebutkan: malik al-nas, artinya Raja
manusia.
Secara kronologis, apabila Rabb itu menunjuk pada yang berbuat
aktif, maka Malik menunjuk pada yang menguasai semua apa yang
telah diperbuat-Nya tadi.
Ilaah
Secara etimologis ‘Ilaah’ mempunyai arti sebagai yang disembah
dengan sebenarnya atau tidak sebenarnya. Apa saja yang dikuti,
dicintai dan kita cenderung kepadanya, maka dia itu Ilaah namanya.
Apabila manusia mengikuti hawa nafsunya, maka hawa nafsu itulah
Ilahnya atau Tuhannya yang disembah. Al-Qur’an surat al-Furqon
(25) ayat 44 menyebutkan: Artinya: “Terangkanlah kepadaku
tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya”.
Meskipun segala sesuatu dapat disebut sebagai Ilaah, namun Ilaah
yang sebenarnya ialah Ilaah yang mempunyai jabatan Robbun dan
Malikun.
Dengan kata lain, walaupun segala sesuatu dapat dipertuhan dan
disembah manusia, namun Tuhan yang sebenarnya yang berhak
disembah manusia ialah Tuhan pencipta dan penguasa alam
semesta yaitu Allah SWT.

1.2 Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan.


Manusia adalah makhluk Allah yang diberikan akal dan
pemikiran. Dengan demikian, manusia dapat mempertanyakan dan
belajar akan apa yang terjadi disekitar mereka, termasuk juga
mempertanyakan keberadaan sang Pencipta.
Pada mulanya manusia menyadari bahwa ada kekuatan besar
yang menciptakan dan mengatur alam ini, tetapi karena
keterbatasan pengetahuan berkembanglah mitos-mitos mengenai
roh-roh nenek moyang, dewa-dewa yang berada dibawah kuasa
Tuhan Langit yang mempunyai wewenang untuk mengatur alam.
Seiring dengan berjalannya waktu pemikiran-pemikiran modern
mulai bermunculan menggantikan keberadaan dewa-dewa pagan.
Banyak persembahan dan ritual suci diadakan untuk
menghormati "Tuhan Yang Esa" ini, sampai pada suatu saat semua
ritus ini menjadi sebuah upacara yang hanya boleh dilakukan di kuil-
kuil, penyebutan Tuhan menjadi semacam perbuatan yang tidak
boleh dilakukan, sakral. Persembahan dan upacara ritual tidak
menjadikan manusia menjadi mahkluk yang mempunyai kepedulian
dan kasih sayang terhadap sesamanya, hakikat ketuhanan menjadi
pudar dan secara bertahap tergantikan seolah-olah Tuhan adalah
dewa terkuat dan mulai disembah layaknya berhala.

1.3 Tuhan Menurut Agama Wahyu


Kristen
Dalam ajaran agama Kristen/Nasrani, dikenal konsep Tritunggal
ketuhanan. Tritunggal atau Trinitas adalah doktrin
Iman Kristen yang mengakui Satu Allah Yang Esa, namun hadir
dalam Tiga Pribadi: Allah Bapa dan Allah Putra dan Allah Roh Kudus,
di mana ketiganya adalah sama esensinya, sama kedudukannnya,
sama kuasanya, dan sama kemuliaannya.
Kaum Kristiani menganalogikan Tritunggal tadi dengan api. Jadi
walau api itu satu, namun api bias mereka temui dalam tiga wujud
sesuai dengan keinginan, misal sebagai panas (waktu memasak),
sebagai cahaya (waktu lampu mati dan kemudian menyalakan lilin),
dan dalam wujud pembakar (waktu membakar kertas). Hal ini
disebutkan ‘identik’ dengan keberadaan Allah, karena mereka dapat
berjumpa dengan Allah dalam tiga pribadi, sebagai Allah Bapa
(waktu bertobat dan menyesali dosa), atau sebagai Yesus (waktu
memohon sesuatu), dan sabagai Allah Roh Kudus (waktu meminta
kekuatan).

Yahudi
Kepercayaan Yahudi secara ketat didasarkan pada Unitarian
monoteisme. Doktrin ini mengekspresikan kepercayaan kepada satu
Tuhan. konsep Tuhan yang mengambil beberapa bentuk (misalnya
Trinitas) dianggap bidaah dalam Yahudi. Dalam doa secara utuh
dalam hal mendefinisikan Tuhan adalah Shema Yisrael, awalnya
muncul di dalam Alkitab Ibrani: "Dengarkan O Israel, Tuhan adalah
Allah kita, Tuhan adalah satu", juga diterjemahkan sebagai
"Dengarkan O Israel, Tuhan kami adalah Allah, Tuhan adalah yang
tunggal ". Dalam agama Yahudi juga sepenuhnya melarang keras
kepada perbuatan penyembahan berhala-berhala.

Islam
Islam mengajarkan kepada kita konsep tauhid, yakni
menyembah satu Tuhan, Allah SWT. Hal ini dijabarkan dalam surat
Al-Ikhlas ayat 1-4: “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah
adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada
beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun
yang setara dengan Dia.”
Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah
Allah. Kata Allah adalah nama isim jumid atau personal
name. Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah
diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap sebagai isim
musytaq.
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka
menurut informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang
benar-benar Tuhan adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah
tidak melalui teori evolusi melainkan melalui wahyu yang datang
dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak datangnya
Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang
sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan
tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau
disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang
mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus
menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan
dan ucapannya.

1.4 Pembuktian Wujud Tuhan


Salah satu pembuktian wujud Tuhan adalah alam sekitar kita.
Adanya alam serta isinya yang menakjubkan dan rahasianya yang
rumit, mau tidak mau memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu
kekuatan yang telah menciptakannya, suatu “Akal” yang tidak ada
batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa dirinya “ada” dan
percaya pula bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar itu dan dengan
kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan
kehidupan.Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika
harus percaya tentang adanya Pencipta Alam. Belum pernah
diketahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa
diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada
penyebabnya.

Wujud (dalam artian rupa) Tuhan itu sendiri tidak dapat di


definisikan atau diperlihatkan Sebagaimana kisah nabi Musa a.s
yang kala itu hendak melihat Zat-Nya. Allah SWT mengatakan
bahwa ia telah meminta sesuatu yang diluar kesanggupannya. Allah
SWT kemudian menyuruh Musa untuk melihat ke sebuah bukit.
Allah akan menampakkan wujudnya kepada bukit itu. Jika bukit itu
tetap tegak berdiri, maka Musa dapat melihat-Nya, namun jika bukit
yang lebih besar darinya itu tak mampu bertahan, maka lebih-lebih
lagi dirinya. Ketika Musa mengarahkan pandangan ke bukit tsb,
seketika itu juga bukit itu hancur luluh. Melihat itu Musa merasa
terkejut dan ngeri, ia pun jatuh pingsan.
Meski demikian, apabila kita beriman dan senantiasa memperhatikan segala yang
terjadi di semesta ini, kita dapat merasakan bahwa Allah SWT selalu ada.

II. KEIMANAN DAN KETAQWAAN

2.1 Pengertian Iman


Menurut bahasa, iman berarti pembenaran hati. Sedangkan
menurut istilah iman adalah membenarkan dengan hati,
mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota
badan.
Arti iman dalam Al-Qur’an maksudnya membenarkan dengan
penuh Keyakinan bahwa Allah SWT. mempunyai kitab-kitab yang
diturunkan kepada hamba-hambaNya dengan kebenaran yang
nyata dan petunjuk yang jelas. Dan bahwaNya Al-Qur’an adalah
kalam Allah yang Ia firmankan dengan sebenarnya. Sedangkan arti
Iman dalam Hadits maksudnya iman yang merupakan pembenaran
batin. Rasullallah menyebutkan hal-hal lain sebagai iman, seperti
akhlak yang baik, bermurah hati, sabar, cinta Rasul, cinta sahabat,
rasa malu dan sebagainya.

2.2 Wujud Iman


Wujud iman menurut tiga unsur, yaitu isi hati, ucapan, dan laku perbuatan. Isi hati
dan perbuatan disebut pandangan hidup, sedangkan laku perbuatan yang mewujudkan
gerak berbuat dalam keseluruhan hidup manusia disebut sikap hidup.
Sikap hidup seseorang bisa bernilai haq bisa juga bernilai bathil, tergantung pada
pandangannya. Jika pandangannya adalah pandangan haq, maka sikap hidup atau
perilakunya bernilai haq. Demikian juga sebaliknya, jika pandangan yang dimiiki
pandangan bathil, maka sikap hidup atau perilakunya bernilai bathil. Dengan
demikian ada dua wujud iman yaitu wujud iman haq dan wujud iman bathil.

2.3 Proses Terbentuknya Iman


2.4 Tanda-Tanda Orang Beriman
Dalam Al – Quran, orang – orang yang beriman dapat dinyatakan
sebagai berikut:
a. Jika disebut nama Allah SWT (dengan ilmu), maka hatinya
bergetar dan apabila dibacakan Al – Quran maka hatinya
bergejolak untuk melaksanakannya (Al – Anfal : 2).
b. Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarakan
kerangka ilmu Allah yang diiringi dengan doa.
c. Tertib melaksanakan sholat dan selalu menjaga
pelaksanaannya (Al – Anfal : 3 dan Al – Mu’minun : 2,7).
d. Menafkahkan rizki yang diterima (Al – Anfal : 3 dan Al –
Mu’minun :4). Hal ini dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa
harta yang dinafkahkan di jalan Allah merupakan upaya
pemerataan ekonomi.
e. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga
kehormatan (Al – Mu’minun : 3,5)
f. Memelihara amanah dan menepati janji (Al – Mu’minun : 6).
g. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (Al – anfal : 74).
h. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (An –
Nur : 62).

2.5 Korelasi Iman dan Taqwa


Iman adalah percaya, yaitu dengan cara menyakini dengan hati,
diucapkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan.
Sedangkan taqwa adalah menjalankan perintah – Nya dan menjauhi
larangan – Nya.
Oleh karena itu, keimanan dan ketakwaan merupakan dua hal
yang tidak bisa dipisahkan. Orang yang bertakwa adalah orang yang
beriman yaitu yang berpandangan dan bersikap hidup dengan
ajaran Allah menurut Sunnah Rasul yakni orang yang melaksanakan
shalat, sebagai upaya pembinaan iman dan menafkahkan rizkinya
untuk mendukung tegaknya ajaran Allah.
(sumber: Google)

TUGAS FILSAFAT KETUHANAN

Oleh:
Cindy Desshintaraty /13109056
TEKNIK MESIN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2010

Anda mungkin juga menyukai