PROFESI GURU
(PLPG)
Oleh :
Drs. SUGIARYO SH, M.Pd
BAB I
PENDAHULUAN
b. Bentuk Konstitusi.
Bentuk konstitusi ada beberapa macam, K.C. Wheare (1975)
mengungkapkan ada beberapa bentuk konstitusi, yakni : (1). Konstiusi tertulis
dan tidak tertulis, (2). Konstitusi feksibel dan konstitusi rigid, (3). Konstitusi
derajat tinggi dan konstitusi tidak derajat tinggi, (4). Konstitusi serikat dan
konstitusi kesatuan, dan (5). Konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan
konstitusi sistem pemerintahan parlementer.
c. Tujuan Konstitusi.
Tujuan konstitusi dari suatu negara pada prinsipnya adalah untuk
membatasi kewenangan tindakan pemerintah untuk menjamin hak-hak yang
diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat
(Kurniatmanta Soetopawiro, 1987). Pendapat yang hampir sama juga
dikemukakan oleh Karl Loewensten di dalam bukunya “Polical Power and
The Govermental Process”, bahwa konstitusi itu adalah suatu sarana dasar
untuk mengawasi proses-proses kekuasaan (Dahlan Thaib, 2004).
d. Fungsi Konstitusi.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, konstitusi memiliki fungsi
yang sangat penting, baik sebelum pendirian negara maupun sesudah
pendirian negara, yakni (1). Sebagai suatu perjanjian atau kesepakatan untuk
mendirikan negara, (2). Dokumen resmi tentang pendirian negara, (3).
Sebagai pokok kaidah negara yang mendasar, dasar negara, asas dan tujuan
negara dan bentuk negara serta asas politik negara, dan (4). Sebagai rujukan
bagi peraturan perundang-undangan di bawahnya. Ini berarti, segala peraturan
hukum dan perundang-undangan negara harus berdasarkan pada konstitusi
dan tidak boleh bertentangan.
Fungsi dan kedudukan konstitusi menurut komisi konstitusi MPR RI,
adalah sebagai berikut: (1) sebagai dokumen nasional yang mengandung
perjanjian luhur dan aspek fundamental yang menjadi tujuan negara, (2)
sebagai piagam kelahiran baru, (3) sebagai sumber hukum tertinggi, (4)
sebagai identitas nasional dan lambang persatuan, (5) sebagai alat untuk
membatasi kekuasaan, (6) sebagi pelindung HAM dan kebebasan warga
negara, (7) sebagai pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara, (8)
sebagai pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara, (9) sebagai
penyalur dan pengalih kewenangan dan sumber kekuasaan yang asli kepada
organ negara , (10) sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan, dan
(11) sebagai pusat upacara (MPR RI, 2004: 12).
Shepherd L. Witman dan John J. Wuest berpendapat bahwa fungsi
terpenting dari konstitusi adalah menetapkan prinsip-prinsip dasar bagi
organisasi dan sikap tindakan pemerintah (Stepherd L. Eitman dan John J.
Wuest, 1963: 5).
e. Nilai Konstitusi.
Karl Loewensten, membagi tiga jenis penilaian terhadap suatu
konstitusi, yaitu nilai normatif, nilai nominal dan nilai semantic. Dikatakan
mengandung nilai normatif apabila konstitusi itu secara resmi diterima oleh
suatu bangsa dan berlaku bukan saja dalam arti hukum, tetapi dilaksanakan
secara murni dan konsekuen. Dikatakan mengandung nilai nominal, apabila
konstitusi menurut hukum memang berlaku, tetapi dalam kenyataannya tidak
sempurna. Dikatakan mengandung nilai semantic apabila konstitusi itu secara
hukum tetap berlaku, akan tetapi dalam kenyataannya hanya sekedar untuk
memberi bentuk dari tempat yang telah ada atau hanya sebagai kedok untuk
melaksnakan kekuasaan politik.
C. IDEOLOGI NASIONAL
1. Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata-kata Yunani yaitu Idea dan Logos. Idea
yang berarti ide atau gagasan. Logos yang berarti perkataan atau ilmu, kemudian juga
diartikan sebagai filsafat hidup maupun pandangan dunia atau Weltanschauung
(Ensiklopedi Indonesia, Edisi Khusus 3, 1986: 1366 – 1367).
Terdapat dua pandangan tentang ideologi dengan isi yang berbeda bahkan
bertentangan. Yang satu dalam pengertian negatif dan yang lain dalam pengertian
positif. Ideologi mengandung arti yang negatif, karena dikonotasikan dengan sifat
yang totaliter yaitu memuat pandangan dan nlai yang menentukan seluruh segi
kehidupan manusia secara total, serta secara mutlak menuntut manusia hidup dan
bertindak sesuai dengan apa yang digariskan oleh ideologi itu, sehingga akhirnya
mengingkari kebebasan pribadi manusia serta membatasi ruang geraknya. Selain itu
istilah ideologis sering kali dipakai untuk mengungkapkan cemooh atau ejekan,
karena dibelakangnya sebetulnya tersembunyi kepentingan-kepentingan kekuasaan
tertentu (Soerjanto Poespowardojo, 1991: 44). Para tokoh yang menganut pandangan
ini, antara lain adalah Niccollo Machiavelli dan Karl Marx. Nocollo Machiavely
dalam bukunya ”Il Principle” atau sang Penguasa, dijelaskan bahwa ideologi pada
dasarnya berkenaan dengan siasat dalam berpolitik praktis. Siasat ini terutama tampak
dalam tiga hal. Pertama, kecenderungan orang untuk melakukan penilaian keadaan
kekuasaan berdasarkan kepentingannya. Kedua, konsepsi-konsepsi keagamaan
seringkali digunakan untuk menggalang kekuasaan dan melakukan dominasi. Ketiga,
kebutuhan untuk menggunakan tipu daya dalam memperoleh dan mempertahankan
kekuasaan. Dalam pandangan Machiavelli ideologi hakekatnya adalah pengetahuan
mengenai cara menyembunyikan kepentingan, mendapatkan serta mempertahankan
kekuasaan dengan memanfaatkan konsepsi-konsepi keagamaan dan tipu daya
sedangkan Karl Marx dalam bukunya yang berjudul ”Die Deutch Ideologie”
mengemukakan bahwa ideologi adalah kesadaran palsu. Dikatakan kesadaran palsu
karena ideologi merupakan hasil pemikiran tertentu yang diciptakan oleh para
pemikir yang bersangkutan. Padahal kesadaran para pemikir itu (diakui atau tidak),
pada dasarnya sangat ditentukan oleh kepentingannya. Dengan demikian ideologi
menurut Karl Marx pada dasarnya adalah pengandaian-pengandaian spekulatif.
Pengandaian-pengandaian spekulatif itu bisa berupa: agama, moralitas, atau
keyakinan politik. Dengan kata lain ideologi adalah kesadaran palsu yang digunakan
sebagai dasar pembenaran atas hak-hak istimewa kelas tertentu (Bambang Suteng,
2006: 4-5).
Ideologi dalam pandangan positif adalah menunjuk kepada keseluruhan
pandangan, cita-cita, nilai, dan keyakinan yang ingin mereka wujudkan dalam
kenyataan hidup yang konkret. Ideologi dianggap mampu mambangkitkan kesadaran
akan kemerdekaan, memberikan orientasi mengenai dunia beserta isinya dan
menambahkan motivasi dalam perjuangan masyarakat untuk bergerak melawan
penjajahan dan selanjutnya mewujudkannya dalam sistem dan penyelenggaraan
negara (Soerjanto Poespowardojo, 1991: 45). Padangan ini dianut oleh De Tracy.
Dalam bukunya yang berjudul ”Element de L Ideologie” menyebutkan bahwa ideolgi
adalah ilmu pengetahuan baru yang mempelajari berbagai gagasan (idea) manusia
serta kadar kebenarannya (Soejadi, 1999: 139).
Disamping pengertian ideologi seperti tersebut diatas, Reberu,
mengetengahkan adanya lima unsur utama ideologi yaitu: (1) ada pandangan
komprehensif tentang manusia dan dunia serta alam semesta dimana manusia itu
hidup, (2) adanya rencana penataan kehidupan sosial atau kehidupan politik, (3)
adanya kesadaran dan pencanangan bahwa realisasi rencana itu membawa perjungan
dan pengamalan yang menuntut perombakan dan perubahan, (4) adanya usaha
mengeneralisasikan masyarakat untuk menerima secara yakin perangkat paham dan
rencana kerja yang diturunkan dari perangkat paham tersebut, dan (5) ada usaha
menjangkau lapisan lapisan masyarakat seluas mungkin secara yakin serta menuntut
loyalitas dan keterlibatan dari penganutnya (Sastrapratedja, 1986: 45).
2. Fungsi Ideologi
Pada hakekatnya ideologi adalah tidak lain hasil refleksi manusia berkat
kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya (Soerjanto
Poespowardojo, 1986: 247). Antara keduannya, yaitu ideologi dan kenyataan hidup
masyarakat terjadi hubungan dialektis, sehingga berlangsung pengaruh timbal balik
yang terwujud dalam interaksi yang mana disatu pihak mamacu ideologi makin
realistis dan di pihak lain mandorong masyarakat makin mendekati bentuk yang ideal.
Ideologi mencerminkan cara berfikir masyarakat namun juga membentuk masyakat
menuju cita-cita. Dengan demikian terlihatlah bahwa ideologi bukanlah sekedar
pengetahuan teoritis belaka, tetapi merupakan sesuatu yang dihayati menjadi suatu
keyakinan. Ideologi adalah suatu pilihan yang jelas membawa komitmen untuk
mewujudkannya. Semakin mendalam kesadaran ideologis seseorang akan berarti
semakin tinggi pula rasa komitmen untuk melaksanakannya. Komitmen itu tercermin
dalam sikap seseorang yang menyakini ideologisnya sebagai ketentuan-ketentuan
normatif yang karena ditaati dalam hidup bermasyarakat. Soerjanto Poespowardoyo
(1996: 48) mengemukakan bahwa ideologi mempunyai beberapa fungsi, yaitu: (1)
struktur kognitif, adalah keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan
untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam
sekitarnya; (2) orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna
serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia; (3) norma-norma yang menjadi
pedoman dan pengangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak; (4) bekal
dan jalan seseorang untuk menemukan identitasnya; (5) kekuatan yang mampu
menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai
tujuan, dan (6) pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami,
menghayati serta melakukan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-
norma yang terkandung di dalamnya (Soerjanto Poespowardoyo, 1991: 49).
Senada dengan Soerjanto Poespowardoyo, Sastropratedjo (1991: 143),
mengemukakan ideologi memiliki beberapa fungsi antara lain: (1) dapat memberikan
dorongan pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat memberikan orientasi
pemanfaatannya; (2) membentuk identitas kelompok atau bangsa; (3) mempersatukan
bangsa atau mempersatukan orang dari berbagai agama sehingga dapat untuk
mengatasi berbagai konflik atau ketegangan sosial.
D. Evaluasi
Petunjuk :
Kerjakan soal di bawah ini !
1. Samakah konstitusi dengan Undang-Undang Dasar ? Berikan argumentasi
secukupnya !
2. Jika dikaitkan pendapat dari Karl Loewenstein, UUD 1945 mengandung nilai
yang mana ? Berikan argumentasi secukupnya !
3. Jika dilihat dari sifatnya, UUD 1945 bersifat fleksibel ataukah rigid ? Berikan
penjelasan secukupnya !
4. Sejak ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945, UUD 1945 telah mengalami
beberapa kali mengalami perubahan. Deskripsikan secara singkat mekanisme
perubahan tersebut !
5. Uraikan secara singkat dampak positif dan negatif dari globalisasi bagi
kehidupan bangsa dan negara di Indonesia !
6. Uraikan berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan dampak
negatif sebagai akibat globalisasi bagi kehidupan bangsa dan negara di
Indonesia !
7. Menurut pendapat saudara apakah selama era reformasi pancasila sudah
sungguh-sungguh dijadikan sebagai sumber nilai dalam kehidupan bernegara !
8. Apakah Pancasila sudah sungguh-sungguh dijadikan sebagai paradigma
pembangunan !
E. Refleksi
1. Pada hakekatnya, perubahan/amandemen UUD 1945 adalah sebuah tuntutan
masyarakat yang menginginkan adanya kehidupan berbangsa dan bernegara
yang lebih baik. Dengan amandemen tersebut, diharapkan terselenggaranya
negara hukum yang demokratis, terhindar dari sistem pemerintahan absolut,
terwujudnya pemerintahan yang jujur, bersih dan berwibawa, terciptanya
pengawasan pemerintahan yang efektif, terjaminnya perlindungan HAM,
meningkatnya partisipasi aktif warga negara dalam pemerintahan serta
terwujudnya masyarakat madani yang tertib, damai, harmonis dan sejahtera.
Namun demikian, perubahan / amandemen tersebut tidakakan ada artinya jika
tidak dibarengi adanya sikap positif dan dukungan dari seluruh warga negara
mulai dari kehidupan pribadi, keluarga, sekolah, masyarakat, berbangsa dan
bernegara.
2. Globalisasi memberikan dampak yang sangat besar bagi kehidupan manusia
di semua aspek kehidupan, baik kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya,
hukum, HAM maupun pertahanan dan keamanan. Dampak tersebut dapat
berifat positif maupun negatif.
3. Dalam rangka mengantisipasi dampak negatif dari globalisasi diperlukan
sikap dan perilaku yang positif setiap warga negara, baik dalam kehidupan
pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu juga diperlukan
kualitas sumber daya manusia yang memadai, baik dari segi mental spiritual
maupun dari segi intelektual.
4. Para pendiri bangsa kita sebenarnya sudah meletakkan visi yang jelas tentang
pancasila, tetapi selama ini pancasila telah dimanipulasi untuk keuntungan
penguasa. Pancasila hanya dijadikan lips service, hanya dipandang sebagai
ritual politik tanpa ada sangkut pautnya dengan kenyataan sejarah. Oleh
karena itu pancasila harus dikembalikan ke visi semula serta
dikembangkannya secara dinamis dan kreatif sesuai dengan perubahan jaman.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Winarno, 2007, Sistem Politik Indonesia Era Reformasi, Yogyakarta: Med
Press.
Dahlan Thaib, 2004, Jazin Hamidi, Ni’matul Huda, Jakarta: Teori dan Hukum
Konstitusi, Radja Grafindo Persada.
-------------------, 2004. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Ellydar Chaidir, 2007, Hukum dan Teori Konstitusi, Yogyakarta: Kreasi Total Media.
Hans Kelsen, 1995, Teori Hukum Murni: Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif
Sebagai Ilmu Hukum Empirik Deskriptif, Jakarta: Rimdi Press.
I Gede Pantja Astawa, 2000, Hak Angket Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Disertasi, Bandung: Pascasarjana
Universitas Padjajaran,
Miriam Budiardjo, 1984, Aneka Pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa, Jakarta:
Sinar Harapan.
Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim, 1983, Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia ,Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Indonesia dan Sinar Bakti.
Moh. Mahfud MD, 1998, Politik Hukum di Indonesia. Jakarta, LP3ES.
Mohtar Probotinggi, (1998). Strategi dan Upaya Penyusunan Agenda Politik dalam
Reformasi. Makalah disampaikan dalam seminar di P4K UGM.
Yogyakarta : 29-30 Juni 1998.
Roland Robert.1992. Globalisasi, Social Theory and Global Culture. (ed) Khudzaifah
Dimyah, Kelik Wardiono. 2000. Problema Globalisasi. Surakarta : UMS
Perss
Sastrapratedja. M. J. Riberu dan Frans M.Parera, 1986, Menguak Mitos-mitos
pembangunan talaah etis dan kritis, Jakarta: PT Gramedia.
Sri Soemantri, 1984, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Bandung: Alumni.
Strong, C.F, 1966, Modern Political Constitutions, London: Sidg Wiek & Jackson
Limited.
Wade E.C.S, & G. Godfray Philips, 1987, Constitutional Law, London: Logmen,
Green and Co.