Anda di halaman 1dari 3

WHAT WE HAVE LEARNED FROM OVER 1400 RADICAL HYSTERECTOMY OPERATIONS IN CHIANG MAI

UNIVERSITY HOSPITAL

Kateterisasi kandung kemih jangka panjang disarankan untuk mengatasi disfungsi kandung kemih
hipotonia, baik dengan kateter suprapubik atau kateter transuretral. Kateter intermitten merupakan
teknik yang dapat diterima untuk menghindari pemakaian kateter yang terus-menerus.

Kateterisasi intermitten yang dilakukan tiap 4 jam setelah berkemih yang dilakukan pada hari ke 7
postoperatif pada kelompok kateter intermitten dimana kelompok kateter suprapubik, kateternya
diklem pada hari ke 7 postoperatif. Durasi pengkleman pada kelompok kateter suprapubik adalah 4 jam
dan dilepaskan setelah adanya keinginan berkemih untuk menilai urin sisa, baik kelompok intermitten
dan kateter suprapubik dihentikan kateternya bila volume residual urin sudah kurang dari 75 ml 2 kali
berturut-turut. Tidak ada perbedaan morbiditas perioperatif dan frekuensi ISK. Rerata waktu mulai
berkemih lebih cepat pada kelompok intermitten dibanding kelompok kateter suprapubik (13 hari
banding 17 hari). Dapat disimpulkan fungsi berkemih kembali lebih cepat pada kelompok intermitten.

Srisomboon J, Suprasert P, Phongnarisorn C, et al. What We Have Learned from Over 1400 Radical
hysterectomy Operations in Chiang Mai University Hospital. Thai Journal of Obstetrics and
Gynaecology 2008 April;16:79-85
URINARY FUNCTION FOLLOWING VAGINAL SURGERY

Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin karena tidak dapat mencegah kolonisasi bakteri dan
bahkan malah meningkatkan risiko resistensi.

Obat-obatan kolinergik tidak dapat membantu permasalahan berkemih, untuk itu maka Bregman dkk
menyelidiki efikasi dari prostaglandin terhadap perbaikan fungsi kandung kemih setelah histerektomi
pervagina.

Pasien dibagi menjadi 2 kelompok yang seluruhnya menggunakan kateter suprapubis. Kelompok 1
diberikan PGF2a 5 mg dalam larutan salin 100 ml ke dalam kandung kemih selama 1 jam dan diulangi
untuk 3 hari.

Kelompok 2 diberikan 100 ml larutan salin dimasukkan ke dalam kandung kemih selama 1 jam dan
diberikan PGE2 3 mg kedalam vagina dan diulangi selama 3 hari, kecuali langsung bisa berkemih spontan.
Kelompok 3 hanya diberikan 100 ml larutan salin ke dalam kandung kemih, sebagai kontrol. Pasien pada
kelompok 2 ternyata hanya membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk menggunakan kateter dan
morbiditas demam lebih rendah. Sebagaimana kesulitan berkemih lebih dikarenakan resistensi urethra,
maka PGE2 dapat digunakan untuk mengatasi masalah ini dan penulis merekomendasikan
penggunaannya, namun efeknya mungkin tergantung dosisnya.

Hogston P. Urinary function following vaginal surgery. CME Journal of Gynecology Oncology
2002;7:57-60
SUPRAPUBIC OR URETHRAL CATHETER : WHAT IS THE OPTIMAL METHOD OF BLADDER DRAINAGE
AFTER RADICAL HYSTERECTOMY?

Pemasangan kateter suprapubik setelah histerektomi radikal dikaitkan dengan rendahnya angka
kejadian infeksi saluran kemih dan percobaan berkemih yang lebih cepat dibandingkan dengan kateter
trans uretral.

Kelebihan kateter suprapubik dibandingkan dengan kateter trans uretral adalah berkemih spontan yang
lebih cepat, usaha untuk percobaan berkemih lebih mudah, kenyamanan pasien lebih baik, angka
kejadian infeksi saluran kemih lebih rendah, lebih cepat pulang dari rumah sakit.

Kateter suprapubik umumnya diklem untuk percobaan berkemih pada hari kedua post operasi, namun
pada beberapa kasus diklem hanya beberapa hari setelahnya.

Angka kejadian infeksi saluran kemih secara bermakna lebih tinggi pada kelompok kateter trans uratral
dibandingkan dengan kelompok kateter suprapubik yaitu 27% dibandingkan dengan 6%. Lama
perawatan di rumah sakit rata-rata lebih singkat pada kelompok kateter suprapubik dibanding kateter
trans uretral (4 hari berbanding 6 hari) dan waktu untuk mulainya percobaan berkemih ternyata lebih
cepat pada kelompok kateter suprapubik dibandingkan kateter trans uretral (3 hari berbanding 4 hari).

Jika dikateter dengan kateter trans uretral, risiko kejadian infeksi saluran kemih ternyata 8 kali lipat lebih
besar dibandingkan dengan pasien yang dikateter dengan kateter suprapubik.

Beberapa hal yang mempengaruhi penelitian metode kateterisasi adalah riwayat seksio sesar
sebelumnya, dimana akan menyulitkan diseksi kandung kemih, dan lamanya durasi operasi, dimana
operasi yang lama cendrung membuat ahli bedah memilih kateter suprapubis.

Naik dkk, melaporkan tingginya insidensi infeksi saluran kemih pada hari ketiga post operasi pada
kelompok pasien yang menggunakan kateter trans uretral intermitten dibandingkan kelompok yang
menggunakan kateter suprapubik (42% dibanding 18%).

Wells TH, Steed H, Capstick V, et al. Suprapubic or Urethral Catheter : What is the Optimal Method of
Bladder Drainage After Radical Hysterectomy?. JOGC November:1034-38

Anda mungkin juga menyukai