Anda di halaman 1dari 23

SEMINAR SEHARI

MENGKRITISI RANCANGAN UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

POKJA NASIONAL

HYATT REGENCY BANDUNG 10 februari 2010

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJAJARAN

PEMBICARA

Prof.Dr.Komariah E.Supardjaja, S.H.


Prof. Dr. Mien Rukmini, S.H., M.S.
Dr.Ito Sumardi D.S, S.H, MBA., MM.
Binsar Sitompul, S.H., M.H.

SAMBUTAN

Dekan Fakultas Hukum UNPAD

(diwakili oleh Pa Rudy M Rizki)

Seminar ini diadakan mengingat bahwa masyarakat menantikan keberadaan


KUHAP yang baru meningatb bahwa di dalam KUHAP yang baru terdapat
perlindungan HAM yang lebih baik, dan juga diaturnya beberapa hal baru yang
sebelumnya belum diatur di dalam KUHAP yang berlaku sekarang seperti
pengaturan mengenai hakim komisaris. Beberapa pihak berpendapat bahwa KUHAP
yang baru mengubah hal-hal yang fundamental namun ada juga pihak-pihak yang
berpendapat kalau KUHAP yang baru justru memporak-porandakan KUHAP yang
sudah ada. Kontroversi terhadap pemberlakuan KUHAP yang baru menjadi suatu hal
yang memerlukan pengkajian secara terus menerus

Pemberlakuan suatu Undang-Undang baru tentu akan menghadapi


tantangan-tantangan. Tantangan-tantangan yang akan dihadapi misalnya dengan
disediakannya hakim komisaris, MA harus menyediakan hakim-hakim komisaris
sekitar 1000 orang. Tentu hal ini akan menambah beban pada beberapa institusi
yang terkait. Di sini perlu diingat bahwa seringkali pemberlakuan suatu UU tidak
diikuti dengan kajian ekonomi yang baik. Misalnya ketika pemberlakuan Undang-
Undang mengenai Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, saat itu tidak dilakukan
kajian terhadap konsekuensi ekonomi yang akan terjadi sehingga hasilnya tidak
maksimal. Karena itu hendaknya sebelum kita memberlakukan Undang-Undang
Hukum Acara Pidana yang baru ini terlebih dahulu diadakan kajian terhadapnya.
Seminar pagi ini bermaksud untuk mencari solusi, jalan terbaik, masukan-
masukan untuk RUU ini. Semoga seminar ini bermanfaat bagi setiap orang yang
hadir.

Moderator

Setiap pembicara akan membahas berdasarkan disiplin ilmu masing-masing

Dr .Ito : menyoroti dari segi praktik

Prof Komariah : menyoroti peran dan fungsi hakim komisaris

Prof. Mien Rukmini : menyoroti dari segi filosofis

Binsar Sitompul : menyoroti segi bantuan hukum


Pembicara

1. Dr.Ito Sumardi D.S, S.H, MBA., MM.


Acara ini bagi
Pendekatan empiris berkaitan dengan tugas sebagai anggota polri
Pendekatan normative dikaitkan dengan UU yang berlakud an apa yang akan
diubah
Logika formal, dan sosio cultural

Dalam penyusunan UU yang merupakan produk dari politik hukum maka


diharapkan UU yang ada akan memenuhi tujuan dibentuknya UU yaitu untuk
keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Bagi kepolisian, masalah
kemanfaatan ini perlu kita kaji bersama apakah RUU HAP yang baru ini lebih
bermanfaat dalam perlindungan HAM pada masyarakat dan akankah meningkatkan
pelayanan terhadap masyarakat? Karena POLRI merupakan garda terdepan.
RUU berasal dari proses komparasi dari UU di Perancis dan Belanda yang menganut
sistem eropa continental. Dari segi kemanfaatan kita harus melihat pranata-pranata
social yang ada dalam masyarakat, yang kemudian akan dituangkan ke dalam UU.
RUU HAP ini lebih banyak mengadopsi UU dari suatu Negara (transplantasi hukum).
Suatu produk UU yang berhasil di Negara lain belum tentu berhasil di Negara
Indonesia, karena Indonesia memiliki pranata-pranata sosial sendiri. Maka
pemberlakuan UU HAP yang baru Ini dapat menimbulkan konflik antara penyidik,
penuntut dan konflik komisaris.
Critical Point :
- Akan menghapus penyidik pembantu
Padahal saat ini jumlah dari penyidik pembantu adalah sekitar 80%. Jika
mengacu pada ketentuan dalam RUU HAP yang baru, maka para penyidik
pembantu ini harus dinaikkan pangkatnya menjadi perwira dan ini akan
menimbulkan cost yang sangat besar bagi Negara dan akan memberatkan
bagi institusi POLRI.
- Konsepsi Hakim komisaris
Dalam UU pemerintahan Daerah, setiap kecamatan wajib hukumnya harus
ada POLSEK dan POLRES. Anggota di POLSEK dan POLRES ini adalah penyidik.
Dalam hal ini kita akan melihat keberadaan institusi kejaksaan yang sangat
sedikit. Maka jika kita menerapkan peraturan tentang hakim komisaris, ketika
seseorang mau ditangkap, maka harus dilaporkan ke hakim komisaris dulu.
Berapa banyak hakim komisaris yang dibutuhkan? Berapa banyak fasilitas-
fasilitas baru yang harus dibangun?
Konsepsi hakim komisaris memang baik. Tapi terdapat beberapa kelemahan
(Bandingkan dengan yang ada di dalam bagan)
1. Aspek akuntabilitas dan transparansi. Hakim komisaris memutuskan
sendiri, tidak transparan. Lembaga peradilan sekarang justru lebih
terbuka sehingga semua orang bisa menilai.
2. Aspek hirarki. Polisi ditempatkan seolah-olah ada di bawah peradilan,
padahal saat ini justru institusi dalam CJS ditempatkan sejajar
3. Aspek pembiayaaan. Akan dibutuhkan sekitar 1000 hakim komisaris.
Belum lagi fasilitas, dan gajinya.
4. Aspek Proses. Proses hakim komisaris adalah due process of law,
sedangkan saat ini berdasarkan Crime Control Mode.

Dengan pemberlakuan sistem diferensiasi fungsional :


- Kurang efektif, dapat menimbulkan ego sektoral.
Seringkali terjadi bulak-balik berkas antara penyidik dan penuntut umum.
Saat ini saja misalnya dalam kasus korupsi, seringkali terjadi bulak balik
berkas yang menghabiskan waktu yang lama sehingga masyarakat berpikir
bahwa penyidika tidak kredibel.
- Hakim Komisaris dapat menyebabkan penumpukkan kewenangan. Siapa
yang akan menjadi hakim komisaris? Apakah hakim-hakim yang sekarang ini
sudah cukup? Ataukah perlu merekrut hakim-hakim baru? Sekali lagi kita
harus mengingat bahwa dengan direkrutnya hakim-hakim baru akan
menyebabkan beban anggaran terhadap Negara.

PERADILAN CEPAT, SEDERHANA, DAN MURAH


Rule of law forum. Di Amerika terdapat supreme court yang menentukan bahwa
sebuah kasus harus selesai dalam 2 jam paling lama. Di sana seorang hakim benar-
benar dianggap agung dan orang sangat segan.
Kita perlu pembatasan waktu penyelesaian perkara untuk mewujudkan peradilan
cepat, sederhadana, dan murah.

DI POLRI kita memiliki pengawasan internal. Terdapat juga mekanisme sidang


disiplin, sidang kode etik, dan sidang pidana. Terdapat pengawasan upaya paksa
juga.

Memberlakukan RUU HAP yang baru Ibaratnya rumah kita itu gentengnya ada yang
bocor karena hujan. Kita mau merubuhkan rumah ini dengan mendirikan rumah
yang baru. Dengan demikian terdapat cost yang lebih banyak. Selain itu Undang-
Undang lain juga harus direvisi seperti UU kejaksaan, UU kepolisian, dsb.. Cost satu
UU bisa mencapai milyaran. Dengan demikian cost nya menjadi sangat besar.
Jadi sekali lagi, sekalipun nilai-nilai yang diadopsi yang berasal dari ketentuan-
ketentuan di Belanda merupakan nilai-nilai yang baik, namun kita perlu memikirkan
kembali membandingkan dengan keadaan di Indonesia. Saya setuju bahwa KUHAP
kita saat ini adalah produk yang perlu direvisi namun kita perlu mengkritisi lagi apa
saja yang mau direvisi.

Apakah ketentuan-ketentuan dalam RUU HAP ini adil? Bagaimana segi


kemanfaatannya? Dan bagaimana segi kepastian hukumnya?
2. Prof. Mien Rukmini
Hukum Acara Pidana di Indonesia dimulai dengan HIR. Sekitar tahun 1980-an, UU
nomor 8 / 1981 baru diundangkan, saya mengkritisi Undang-Undang nomor 8 / 1981
(Saat itu sudah diundangkan), dan saat ini saya mengkritisi RUU HAP yang belum
diundangkan.
Undang-undang selalu tertinggal, selalu ada kekurangan.. seperti uU nomor 8 /
1981 yang sekarang ini perlu lebih disempurnakan karena sudah tertinggal dari
beberapa hal perlu dilindungi. Hukum tidak harus statis dan tidak harus stabil, tapi
harus berkembang terus sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Alasan mengapa dulu HIR diganti adalah karena belum melindungi hak-hak asasi
tersangka. Kenapa UU nomor 8 / 1981 harus diganti? Juga karena masih banyak
kekurangan seperti efektifitas dari lembaga praperadilan . Karena itu mari secara
netral kita mengkritisi RUU HAP ini.
Mengkriti RUU HAP baru :
1. Ditiadakannya penyelidik.
2. Adanya lembaga pengawas yaitu lembaga hakim komisaris.
3. Pembaharuan mengenai kepentingan korban. RUU HAP yang sekarang tidak
hanya pelaku yang dilindungi, tapi korban juga mendapatkan perlindungan
hukum.
4. Penyidik dulu terdiri dari 2, sekarang terdiri dari 3 pihak, termasuk Pejabat
dari suatu lembaga yang ditunjuk secara khusus menurut UU tertentu.
5. Banyak keluhan bahwa penyidik pengawai negeri sipil bertindak di luar
koordinasi dari POLRI. Dalam RUU Hap yang baru diatur bahwa penyidik di
luar polri harus berkoorinasi dengan POLRI. Tapi dalam UU tidak disebutkan
secara jelas apa sanksinya jika tidak berkoordinasi.

6. Batas waktu penyidikan ditentukan paling lama 11 hari.

7. Tentang lembaga praperadilan. Dari penelitian yang saya lakukan, putusan


praperadilan pada dasarnya ditolak oleh hakim. Sehingga timbul pertanyaan
apakah lembaga praperadilan ini efektif? Demikian pula beberapa pihak
mempertanyakan efektifitas lembaga hakim komisaris. Apalagi hakim
komisaris ini banyak mengurangi kewenangan lembaga kepolisian dan
lembaga penuntutan, karenah akim komisaris merupakan hakim yang dapat
melakukan tindakan luas terhadap laporan-laporand ari pihak-pihak yang
merasa dilanggar hak asasinya. Jadi perlu dikritisi lagi supaya jangan sampai
ketika diundangkan justru Ia malah menimbulkan kontroversi.

HAL-HAL lain yang perlu dikritisi / diperjelas dalam RUU HAP :

- Kesadaran masyarakat sudah semakin tinggi. Masyarakat sudah bisa


menganalisis bagaimana para penegak hukum menjalankan tugasnya.
Misalnya pada kasus nek Minah di mana dia dihukum karena mencuri 3
cacao. Dari segi peraturan mungkin penegak hukum telah melakukan
tugasnya namun dari segi keadilan dianggap masih belum memenuhi
keinginan masyarakat. Di sini timbul diskusi untuk membentuk lembaga
mediasi dalam sistem peradilan pidana untuk kasus-kasus ‘kecil’ sehingga
tidak perlu sampai ke pengadilan.

Di Amerika misalnya mereka mempunyai lembaga plea bargaining. Dengan


kata lain, penyidikan juga harus berfungsi sebagai filter untuk menentukan
perkara-perkara mana yang harus diteruskan sampai ke pengadilan.

- Penyidikan merupakan gerbang pertama dalam tahap proses


pemeriksaan perkara pidana. Karena itu tahap penyidikan dalam RUU
HAP yang baru harus benar-benar memperhatikan Ham tersangka dan
kewenangan penyidik sendiri. Jangan sampai tugasnya juga dikurangi oleh
hakim komisaris. Sebaiknya diberikan aturan yang jelas, kewenangan mana
yang menjadi kewenangan hakim komisaris dan yang mana yang menjadi
kewenangan mutlak dari penyidik.

- Perlu peningkatan SDM, profesionalisma, dan koordinasi dalam institusi


kepolisian. Jika hal-hal ini tidak dilakukan dapat terjadi pertentangan-
pertentangan sebagaimana terjadi dalam kasus-kasus kemarin.

- Hakim komisaris. kEwenangannya memang luas, tapi jika terjadi sesuatu,


misalnya hakim komisaris melakukan kesalahan, lembaga mana yang akan
mengawasi? Kemudian mengenai pengangkatan hakim komisaris, ditentukan
hakim komisaris diangkat berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan dalam
UU. Hal ini cukup riskan, karena dalam hal pengangkatan hakim praperadilan
juga seringkali praktek-praktek yang tidak benar (tidak netral) seperti
berdasarkan kedekatan terjadi. Sebaiknya hakim komisaris diangkat secara
independen.

- Dengan adanya kemajuan teknologi yang canggih misalnya masalah


penyadapan, dalam RUU HAP sudah diatur. Tapi kemudian penyadapan ini
masih menimbulkan pro dan kontra, maka pelaksaannya harus diperjelas lagi
lewat PP, karena dalam RUU masih belum diatur jelas.
Titik berat dari bahasan saya adalah mengenai penyidikan. Mengingat pendapat
Wirjono bahwa Hukum Acara pidana itu bertujuan menemukan kebenaran
materiil. Oleh karena itu mulai dari proses penyidikan seharusnya penyidik
sudah berusaha secara professional untuk menemukan kebenaran materiil
sebelum melanjutkannya ke lembaga yang berikutnya. Karena bagaimanapun,
proses penyidikan merupakan proses yang selalu diamati oleh masyarakat.

Beberapa Saran :

- Perlu diantisipasi adanya koordinasi antara para penegak hukum : kepolisian,


kejaksaan dan pengadilan. Karena tujuan dari proses peradilan pidana adalah
untuk mencapai satu tujuan (output). Output dapat dilihat dari proses
penghukuman di lembaga pemasyarakatan. Jadi tidak terhenti sampai ke
putusan pengadilan saja.

- Pelaksanaan hal-hal yang belum diatur secara jelas dilakukan melalui PP

- Sosialisasi terhadap masyarakat dilakukan secara intensif supaya masyarakat


tahu betul apa saja hak-hak mereka. Jika masyarakat tidak mengetahuinya,
maka alangkah tidak efektif Undang-Undang tersebut

3. Binsar Sitompul, S.H., M.H.


KUHAP sudah berumur terlalu tua, perlu ada perubahan. Ada ketidakpercayaan
dari masyarakat terhadap para penegak hukum. Tapi kalau kita baca RUU KUHAP
ini spintas memang terlihat baik, idealis, dan memenuhi rasa keadilan. Tetapi jika
kita melihat secara mendalam maka kita akan menemukan kekurangan-
kekurangan.

Hakim Komisaris dalam RUU ini bersifat sangat dominan, sangat berkuasa. Apalagi
terhadap putusan hakim komisaris ini tidak terdapat upaya hukum lain seperti
banding. Kedudukan hakim komisaris yang seperti ini, maka ini dapat menjadi
boomerang bagi para pencari keadilan. Konsep ini diambil dari penerapan di
Negara-negara yang lebih maju dari kita sekitar 30-40 tahun. Apakah kita,
Indonesia yang masih mengalami krisis-krisis, kekurangan SDM, dapat menerapkan
hal-hal ini? sApakah betul ini dapat dilaksanakan???

Satu contoh. Penyidik setelah menerima laporan, dalam 1x 24 jam harus melapor
pada hakim komisaris yang kemudian hakim komisaris menentukan perkara dapat
diteruskan atau tidak. Apakah hakim-hakim komisaris mampu melakukan tugas
yang terbilang berat seperti ini? Untuk mencari 5 orang pimpinan KPK untuk tugas
yang sangat berat merupakan hal yang sangat sulit. APalagi jika kita harus mencari
sekitar 1000 orang hakim komisaris?
BANTUAN HUKUM
- Diatur dalam pasal 103-108
Dalam RUU ini kewenangan penasehat hukum diatur dengan lebih jelas
- Namun ada juga hal yang menyulitkan para advokat misalnya : penasehat
hukum adalah advokat atau orang lain yang memberi jasa hukum… siapa
yang dimaksud dengan orang lain?? Berarti siapapun bisa??
- Tersangka yang terhadapnya hendak menjalani pemeriksaan, penyidik wajib
memberitahu hak-hak tersangka. Ini merupakan suatu kemajuan! Akan
tetapi, di sisi lain hal ini juga dapat menyebabkan tersangka ‘diam’ terus
dalam proses pemeriksaan. Menurut RUU ini, dia tidak boleh diberatkan, jadi
kalau dia diam saja, ya tidak boleh diberatkan oleh penegak hukum. Ini tentu
dapat menimbulkan kesulitan.

KEWENANGAN PENYIDIK
Pasal 1 angka 2
Jika dalam waktu 14 hari laporan tidak ditangani oleh penyidikan oleh kepolisian,
jaksa boleh mengambil alih. Ini sangat krusial. Dalam pidana khusus, kewenangan
jaksa untuk menyidik masih ‘ok’. Tapi dalam pidana umum? Perlu kita pikirkan lagi
apakah jaksa dapat diberikan kewenangan sebagai penyidik

Untuk menerapkan RUU KUHAP ini para penegak hukum perlu menyiapkan diri,
perlu belajar lagi. RUU KUHAP ini TERLALU melindungi para pelaku tindak kejahatan.
Tidak balance. RUU KUHAP ini seolah-olah memikirkan ‘apapun caranya harus
melindungi pelaku’. Menurut saya, belum saatnya RUU ini diterapkan, kita masih
memerlukan persiapan-persiapan. Sekalipun KUHAP sudah tua, tapi tua-tua juga
masih lumayan…..
4. Prof.Dr.Komariah E.Supardjaja, S.H.
Dalam hukum pidana kita memiliki blok-blok tindak pidana tertentu yang
memerlukan hukum acara yang berbeda, namun KUHAP ini belum
mengakomodasi hal ini.
Ada 2 blok besar yang akan saya sampaikan yaitu blok teoritis berkenaan
dengan sistem peradilan pidana, dan blok yang kedua adalah blok yang
berkaitan dengan praktek yang berkaitan dengan perekrutan hakim
komisaris.
Dalam praktek, lembaga praperadilan dikatakan tidak memiliki objektivitas
karena selalu memenangkan polisi saja. Tapi bukan begitu juga, karena
sebetulnya lembaga praperadilan ini merupakan lembaga yang sangat sedikit
sekali melakukan pengadilan. Jadi dengan demikian tidak bisa kita
menyebutkan bahwa lembaga ini tidak objektif.
Saya percaya saat ini para penegak hukum sudah menjadi lebih baik.
Pelanggaran HAM biasanya terjadi di daerah-daerah yang terpencil. Hal ini
disebabkan kekurangan pengetahuan, dan terdapat juga beberapa perkara di
mana polisi justru stress saat menangani perkara (di daerah terpencil, dan
situasi HAM nya memang kacau balau).
Dalam RUU KUHAP yang baru dibentuk lembaga baru yaitu lembaga hakim
komisaris. Peraturan-peraturan mengenai hakim komisaris ini harusnya
dinormatifkan dan bukan dijadikan kewenangan hakim komisaris misalnya
prinsip-prinsip :
- Yang sudah ada dalam doktrin
- Non-self-incrimination
- Unlawful gathering evidence
- Yang sudah diatur dalam konvensi anti penyiksaan

Hakim komisaris sekalipun disyaratkan harus berpengalaman 10 tahun di


pengadilan negeri, kedudukan hakim komisaris memberikan kesempatan untuk
melakukan penilaian subjektif. Selain itu pasti banyak orang yang tidak mau
menjadi hakim komisaris dan dikuatirkan akan terjadi ‘pasar’ di mahkamah agung
itu sendiri dalam rangka perekrutan hakim komisaris.

Hasil keputusan hakim komisaris dapat member pengaruh terhada perkara yang
dilanjutkan (missal : apabila permohonan yang diajukan tersangka /
penasihanhukum atau penuntut umum ditolak).
Hakim komisaris dalam hal tertentu dapat memasuki pokok perkara (pasal 112). Dia
berhak memanggil terdakwa, penyidik, penasehat hukum. Ini dalam rangka apa? Di
belanda, hakim komisaris biasa datang hanya untuk hal-hal seperti permintaan izin
dan ini semmua sebetulnya sudah diakomodasi dalam tugas wakil ketua
pengadilan. Kalau begini, maka hakim akan bekerja sesuai ‘list’ saja dan tanpa rasa
keadilan.Ini tentu bertentangan dengan asas keadilan

Apabila terjadi kesalahan dalam putusan hakim komisaris, yang bersangkutan tidak
dapat melakukan upaya hukum. Lalu ke mana mereka dapat mencari keadilan?
Sedangkan dalam lembaga praperadilan masih ada upaya banding dan upaya PK.
Beberapa kali MA mengabulkan PK kalaupun mutandis-mutandis terhadap pasal 45
UU MA seharusnya tidak dapat diterima.

Tentang pengangkatan hakim komisaris, seharusnya tidak diatur dalam KUHAP, tapi
diatur dalam UU kekuasaan kehakiman.

Kewenangan Hakim komisaris menyalahi prinsip-prinsip yang seharusnya


ditenkankan dalam rancangan KUHAP Yang sekarang.

BLOk ke-2
REKRUTMEN HAKIM KOMISARIS
Pekerjaan menjadi hakim juga mengundang keluhan. Berkas-berkas yang harus
saya periksa tidak kurang dari 80 cm tebalnya, dan biasanya juga berkutu…
Data tentang jumlah PN/PT
Jumlah PT :30
jumlahPN ; 352
ini belum termasuk pengadilan-pengadilan yang belum diresmikan.
JUmlah hakim pengadilan tinggi ; 400 orang
Hakim pengadilan negeri : 3191

Jumlah ini tidak mrata dan tidak tersebar di seluruh pengadilan di Indonesia. Kita
perlu menambah orang, setiap tahun kita menambah 120 orang calon hakim, dan
baru 2 tahun kemudian akan diangkat menjadi hakim. Hakim-hakim ini pun hanya
memeriksa perkara-perkara ringan yang bersifat tradisional dan mudah sekali
pembuktian. Jika hakim komisaris yang diminta oleh UU ini adalah hakim yang
sudah berpengalaman, mereka tentu tidak mau. Golongan 3c dan 3d (wakil ketua)
yang menangani perkara-perkara yang rumit, mereka tidak akan mau jadi hakim
komisaris. Hakim-hakim senior biasanya tidak mau kalau ditempatkan di daerah-
daerah yang terpencil.

Hakim komisaris hanya akan ada di ibukota kabupaten yang ada lembaga
pemasyarakatannya. Tentu ini akan sangat merepotkan para polisi karena dalam
hal-hal tertentu polisi harus membawa tersangka ke hadapan hakim komisaris. Ini
sangat merepotkan!

Selain itu kesulitan yang lain adalah apabila hakim-hakim senior diambil untuk
menjadi hakim komisaris, mereka tidak boleh memegang perkara lagi. Maka akan
terjadi kekurangan tenaga.

Hal yang bisa kita lakukan adalah Beberapa kewenangan hakim komisaris kita
normatifkan saja. Selain itu bis ajuga dengan menerpkan rechtelijk pardon, yaitu
pengampunan oleh hakim. MIsalnya dalam kasus nek minah, nek minah memang
bersalah mencuri, namun hakim diberikan kewenangan untuk memberikan
pengampunan. Hal ini belum diatur dalam RUU KUHAP yang baru.

Saat ini pun banyak sekali perkara-perkara yang dipaksakan. Baik yang BAP nya
tidak lengkap ataupun sebaliknya BAP nya lengkap tapi dakwaannya lemah. Untuk
hal-hal ini kita sudah punya lembaga-lembaga yang berfungsi untuk melaksanakan
pengawasan internal seperti komisi yudisial, komisi kejaksaan. Jadi kekhawatiran-
kekhawatiran yang berlebihan yang menyebabkan kewenangan yang sangat besar
pada hakim komisaris ini perlu dikaji ulang. Janganlah kekhawatiran ini menjadi nila
setitik yang menyebabkan rusak susu sebelanga.
SESI TANYA JAWAB

1. Ibu Tias Siorini

Keperawatan UNPAD, Magister Hukum kesehatan

Saya setuju kondisi saat ini di Indonesia bahwa masyarakat Indoensia saat ini
sedang sakit. Kondisi saat ini belum bisa dicari orang orang ‘setengah-dewa’
untuk jadi hakim komisaris. Sangat sulit untuk mencari 1000 orang hakim
komisaris. Saran saya perlu pembenahan pada semua pihak terutama praktisi
hukum baik secara agama dan budaya. Praktisi hukum mungkin perlu ‘di-
brainwash dulu’

Saya setuju tidak semua hal harus diubah, tapi perlu dilakukan pembenahan.

Dr. Ito

Kita telah melaksanakan pembenahan internal, reformasi birokrasi polri dengan


menggunakan SP2HP di mana setiap pihak yang terlibat perkara dalam mengikuti
perkara sampai akhir.

Kita juga sedang mencoba menerapkan e-investigation, di mana konsepnya


adalah bank pertanyaan di mana dapat ditanyakan berkenaan dengan pasal yang
dikenakan. Jadi mungkin dalam 2 jam sudah bisa selesai. Insya Allah tidak ada
lagi rekayasa kasus.

Benar lebih baik kita memperbaiki sistem

2. Sony Suwanjaya

Praktisi hukum, kepolisian

3 narasumber menyatakan hakim komisaris tidak diperlukan. Pendapat saya


ketika praperadiland itolak oleh hakim (hakim yang mengadili) muncul
pertannyaan apakah efektif lembaga praperadilan? – hakim komisaris. Nanti
ketika hakim komisaris sudah ada dan ada orang yang mengajukan tuntutan
pada hakim komisaris apakah nanti juga akan timbul pertanyaan bahwa hakim
komisaris ini efektif atau tidak?

Dengan demikian tidak perlu serta merta berpikir bahwa hakim komisaris harus
ada karena praperadilan tidak efektif. Lagipula pendapat praperadilan tidak
efektif kadalah dari piohak-pihak yang dikalahkan.

Kedua, bayak orang membandingkan kasus nek minah dan bank century, namun
menurut saya ini perbandingan yang tidak tepat. KEadilan ada pada hakim ,
hakimlah yang memutuskan. Apaibla dikaitkan pada kinerja kepolisian yang
dianggap sejak awal tidak adil (penanganan terhadap nek minah dan terhadap
korupsi) tidak dapat dijadikan alasan untuk menilai keadilan atau ketidakadilan
apalagi untuk menilai perlunya hakim komisaris.

Pennetuan apakah suatu kasus perlu disidik atau tidak bukan permasalahan adil
atau tidaknya polisi. Dalam penegakan hukum formal, polisi harus melakukan
penyidikan dan penyelidikan guna membuat terang suatu perkara, bukan
memutuskan perkara. Perlu juga dilihat apakah tidak diprosesnya suatu laporan
tindak pidana bukannya nanti akan menimbulkan pertanyaan – saat ini sudah ada
LSM-LSM yang akan menilai apakah polisi bergerak atau tidak.
Mengenai masalah penyidik PNS yang tidak melakukan koordinasi, dan di KUHAP
sekarang tidak diatur sanksi, bukan berarti KUHAP harus diubah total, cukup
ditambahkan pasal saja.

Kita terlalu cepat mengambil kesimpulan untuk mengubah peraturan perUUAn


ketika suatu perUUan tidak berjalan efektif. Padahal efektif tidaknya suatu
peraturan perUUAn tidak hanya terletak pada peraturan perUUan. Menurut
Soerjono Soekanto kan terdapat faktor-faktor lains eperti perilaku kepatuhan
masyarakat. Jadi ketika peraturan perUUan tidak efektif, jangan langsung kita
berpikir untuk mengubah perturan perUUAnnya.

Jadi jangan cepat berpikir mengubah, tapi coba kita benahi dulu apa yang ada
sekarang.

Prof. Komariah

Ya benar, kita senang sekali bikin yang baru-baru tapi memeliharanya susah. Di
Negara-negara lain, misalnya Belanda, KUHAP tidak pernah diubah seluruhnya,
yang terjadi adalah amandemen. Di Belanda setiap 2 tahun diamandemen
berdasarkan yurisprudensi. Norwegia juga secara rutin mengamandemen KUHAP
nya

Prof. Mien

Mengenai lembaga praperadilan. Memang perlu ditingkatkan kesadarakan


msayrakat. Misalnya ketika seseorang ditahan kemudian dibebaskan saja dia
sudah senang, tidak terpikir bahwa ia dapat menuntut ganti kerugian.

3. Foni Febriararna

Pascsarjana UNLA, praktisi hukum

Pada prinsipnya mungkin benar bahwa adannya RUU KUHAP ini timbul karena
berbagai kebutuhan. Tapi kita perlu meninjau kembali KUHAP yang lama.

Pasal 1 ayat 9 RUU KUHAP. Siapa orang lain itu? Apa akan terjadi pemenggalan
terhadap profesi hukum? Dalam praktek saja ada banyak sekali bukan advokat
yang suka bersikap sebagai advokat.

Jadi apabila RUU KUHAP ini akan diterapkan, tolong fasilitasi suara-suara para
advokat.

Bu Komariah

Saat ini juga sedang digodok mengenai Undang-undang Bantuan Hukum. RUU
KUHAP yang sekarang juga sangat dilematis bagi para advokat. Pasal 56 KUHAP
ditentukan harus disedikan pemberi bantuan hukum bagi mereka yang ditahan
dengan ancaman pidana lebih dari 5 tahun. Coba lihat di Wamena, apakah ada
yang siap memberi bantuan hukum begitu? Hal ini perlu diperhatikan lagi.

Pa Binsar

Betul sekali, kita saat ini telah menjaring lwayer dengan demikian sulit
bagaimana mungkind engan mudah ada orang lain yang bisa mengambil peran
advokat begitu saja. Frase ini memang perlu dihilangkan.

4. Astika

Mahasiswa UNPAD

Pasal 88 RUU KUHAP mengenai masalah penahanaan sampai 120 hari maksimal.
Jika kejelasan mengenai kesalahan tersangka sudah selesai dalam waktu 120 hari
namun berkas masih belum dilimpahkan ke pengadilan, mungkinkah masa
penahanan ini diperpanjang lagi? Karena banyak terjadi kasus di mana masalah
sudah selesai namun tersangka masih ditahan karena masih ada waktu maksimal
120 hari.

Masalah Koordinasi. Saat ini terdapat kearoganan antarinstitusi tidak mau


berkoordinasi. Bagaimanakah solusinya?

Dr.Ito

Kita punya pengawas penyidik. Jadi kalau ada yang melanggar waktu maksimal
kita bisa menempuh mekanisme mekanisme yang ada. Benar juga saat ini ada
kecenderungan setiap institusi ingin punya penyidik sendiri misalnya PNS,
padahal bisa juga masalah yang di dalamnya terjadi tindak pidana. Misalnya
dalam masalah pajak, ternyata di dalamnya terjadi ipenggelapan. Jadi tidak bisa
penyidik PNS jalan sendiri, perlu ada koordinasi.

Prof. Komariah

Tidak ada praktek penegak hukum sengaja mencocok-cocokkan waktu supaya


mencapai waktu maksimal. Justru seringkali yang terjadi perpanjangan masa
penahanan. Kami di Mahkamah Agung seringkali memperpanjang masa
penahanan karena ada banyak sekali perkara yang harus ditangani Mahkamah
Agung.

Prof.Mien

Masalah koordinasi sudah banyak dibicarakan. Dalam praktek memang banayak


penyidik PNS yang tidak berkoordinasi dengan kepolisian apalagi dengan
sekarang ditambahnya ketentuan pada RUU KUHAP yang baru tentang adanya
penyidik berupa pejabat yang berasal dari suatu lembag lain.
Memang sulit untuk dikoordinir tetapi apapun alasannya dalam rpaktek dalam
rangka menuju tujuan akhir di mana semua lembaga harus bertanggung jawab.
Jadi, polisi tidak hanya bertanggung jawab sampai penuntutan oleh kejaksaan,
tapi sampai akhir. Begitu pula untuk lembaga lainnnya. Dengan demikian setiap
lembaga tentu akan berkoordinasi secara terarah dan komprehensif.

Untuk melaksanakan ini diperlukan kesadaran dari masing-masing lembaga. Kita


ingat kejadian cicak-buaya. Karena itu diharapkan demi majunya sistem
peradilan di Indoensia, setiap lembaga harus menyadari bahwa diperlukan
koordinasi yang baik.

Pa Binsar

RUU ini jauh lebih maju dari KUHAP. Dalam kUHAP itu 300 hari, sedangkan di RUU
KUHAP itu 250 hari. Jadi seseorang bisa mendekam sampai hampir 700 hari
sampai perkaranya selesai. Dalam RUU KUHAP juga kata ‘segera’ dihapuskan
(Ikata segera ini menimbulkan pertanyaan, berapa lama?), jadi ditentukan
penyidik harus melimpahkan berkas ke kejaksaan dalam waktu sekian hari.

5. Johan

Pascasarjana, program Doktoral UNISBA, dosen

Mengkritisi :

1. Pasal 111 RUU KUHAP ayat 2. Persoalan pemanggilan ini saat ini menjadi
masalah karena tidak ada sama sekali daya ikat. Apakah pasal 216 KUHP itu
masih berlaku. Misalnya ada kejadian LSM Bendera dipanggil tapi gak mau
datang. Ini Negara hukum macam apa? Polisi jangan lebay. Perangkat huum
yuang ada, mainkaN! Jangan terlalu takut, jangan terpengaruh situasi politik

2. Pasal 13 dan pasal 14 tentang SPDP dan SP3. Alokasi waktu hanya disedikan 2
hari. Ini impossible terutama untuk daerah-daerah Indonesia Timur.

3. Pasal 16 ayat 1 huruf b. Gimana kalau orang-orang yang dimaksud di sini tidak
berani. Saya menangkapnya ini satpam dan sejenisnya. Padahal ini
KEWAJIBAN. Tolong ditinjau kembali.

4. Pasal 20 atau 30? Bagaimana kalau kasus teroris? Atau kasus-kasus yang
khusus?

5. Pasal 52 tentang daluwarsa. Sebaiknya dihapuskan saja biar satu paket sama
rancangan KUHP. Rancangan KUHAP ini terlalu memihak pelaku tindak pidana.

6. Mengenai pengangkatan hakim komisaris. Jangan oleh presiden, nanti diobok-


obok terus. Nanti presiden terus dibenturkan dengan omongan tidak
independen lah, atau apa lah. Lewat ketua MA saja lah.
Dr. Ito

Polisi bukannya takut. Tapi kita pun mengikuti prosedur yang ada. Dipanggil satu
kali tidak datang masih ok, dua kali tidak datang ya kita terapkan sanksi yang
ada di KUHAp sekalipun memang sanksinya ringan.

Untuk masalah satpam, saya berpikir justru ini berbahya karena bisa berlaku
main hakim sendiri

Untuk masalah teroris memang benar hukum kita lemah. Di luar negeri teroris
kadang ditangkap tanpa perlu prosedur ini itu.

6. I Ketut Adipurnama

Ketua program doctoral UNPAD

1. Saya setuju pendapat bahwa perlunya lembaga mediasi dalam RUU KUHAP.

2. Dalam hal apa saja dan apa saja batasannnya seandainya lembaga mediasi ini
diterapkan?

3. Menurut saya mengenai penangangan kasus-kasus kecil yang sampai ke


pengadilan seharusnya dapat diselesaikan di tingkat kelurahan saja. Sudah
seharusnya semua penegak hukum mengedepankan hukum progresif. Di mana
penegakan hukum bukan saja berdasar pada peraturan perUUan secara
leterlijk saja, tapi mengedepankan hati nurani dan perasaan keadilan
masyarakat

4. Mohon tidak ada lagi dualisme penyidik di mana jaksa bisa ikut menuntut.

5. Saya tidak sependapat dengan pasal pengampunan oleh hakim yang


disebutkan prof.Komariah karena menurut saya ini banyak sisi negatifnya.

Dr. Ito

Saya sependapat bahwa pengampunan perlu dielaborasi dengan penjatuhan


hukum yang seringan-ringannya.

Prof. Komariah

Satu contoh, bagaimana kalau seseorang melakukan tindak pidana tapi hakim
hati nuraninya tidak mau menghukum misalnya pada kasus nek minah. Ini
merupakan dilema. Tidak boleh itu rasakeadilan hakim dibatasi.

Kita tidak punya probation officer, padahal seharusnya lembaga ini ada untuk
mengawasi supaya para pelaku tidak pidana tidak melakukan tindak pidana lagi.

Prof.Mien
Lembaga Mediasi sangat baik. Bahkan ada beberapa pihak berpendapat
sebaiknya lembaga mediasi ini tidak hanya berhenti di tingkat penyidikan.
Mengenai hal ini maka diperlukan payung hukumnya. Perkara-perkara yang
dapat dimasukkan ke dalam mediasi ini hanya perkara-perkara yang ringan /
sumir. Alangkah baiknya jika korban sudah memaafkan ya tidak perlu diteruskan
sampai ke pengadilan. Ini akan mencegah bertumpuknya perkara dari pengadilan
negeri, pengadilan tinggi sampai mahkamah agung. Jadi sekali lagi, dengan
catatan perkara-perkara tersebut hanya perkara-perkara ringan.

Misalnya pelanggaran pasal 359 KUHP. Ini seringkali bisa diselesaikan melalui
musyawarah. Tapi tindakan ini masih terbatas sekedar kebijakan saja karena
belum ada payung hukumnya. Saya menyarakankan lembaga mediasi ini dapat
ditampung dalam RUU KUHAP

TERMIN DUA

1. Dos Marawa Sijabat

Mahasiswa STHB

Perlu dipertanyakan keabsahan RUU KUHAP. Lebih dulu mana KUHP atau KUHAP?
Optimis atau pseimiskan bapak atau ibu dengan RUU KUHAP tersebut, alasannya
apa, dan bagaimana penilaian bapak dan ibu terhadap kasus-kasus penyiksaan,
salah tangkap yang saat ini masih terjadi. Dan bagaimana mengenai peradilan
sesat yaitu mengenai mafia peradilan. Sebetulnya siapa yang berperan
menghindari mafia peradilan ini dan apakah RUU KUHAP sudah meng-cover hal
ini.

Mengenai RUU :

-perbaikan redaksional

-perbaikan profesionalisme para penegak hukum

-mengoptimalkan komisi yudisial

Pa Binsar

Masalah markus dan mafia peradilan. Kita sendiri tidak memiliki undang-undang
yang memberikan patokan, definisi yang jelas mengenai siapa markus itu dan
apa saja unsur-unsur ketika seseorang dapat digolongkan sebagai makelar
kasus?

Prof. Mien
Yang sangat penting adalah kesadaran hukum korban bahwa hak-hak asasinya
telah dilanggar. Pada faktanyya banyak sekali masyarakat yang tidak menyaradi
hak-haknya. Karena itulah ketika sesseorang mengalami salah tangkap kemudian
dibebaskan, mereka sudah senang dan tidak mempersoalkan hak-hak yang
seharusnya mereka peroleh.

Prof.Komariah

Terdapat wacana supaya Pengawasan KY dipperluas juga terhadap pengawasan


teknis. Hal ini tidak bisa ditolerir, karena proses dalam peradilan tidak boleh
diintervensi.

Dr.Ito

ADa niat ada kesempatan terjadi kejahatan. Mengapa Anggodo tidak bisa
diungkap oleh Polri? Makelar itu calo, calo itu kerja berkali-kali. Anggodo
mengurus 1 perkara saja, yaitu kasus kakaknya. Anggodo mengeluarkan uang
atas dasar iming-iming ari mulai bahwa KPK bisa disuap. Jadi sekarang gimana
kita mempersalahkan Anggodo sebagai makelar kasus? Sekali lagi tidak ada
unsure-unsur yang jelas markus itu apa. Tapi kita sekarang memang sangat
terpengaruh media. Kalau media bilang markus semua bilang markus.

2. Mahfud

UNISBA

Mengkrritisi pasal 12 bertentangan dengan UU tentang perlidnungan sanksi


sehingga pasal ini harus ditinjau kembali

Mengenai masalah hakim komisaris. Apabila ini diterapkan di Indonesia, hakim


komisaris terlihat seperti proyek yang mengundang pendapatan-pendapatan bagi
pihak-pihak yang berkepentingan.

Sebaiknya dalam hal RUU KUHAP ini hanya hal-hal tertentu saja yang dirombak
yaitu hal-hal yang signifikan.

Penuntutan akan dihentikan apabila pelaku kejahatan berumur 70 tahun. Ini


riskan. Bisa jadi pelaku kejahatan yang berumur 70 tahun jadi banyak sekali.

3. Nuryandi mochtar

FH UNPAD

Pasal 112 ayat 3 di mana hakim komisaris diberi kesempatan member penilaian
secara subjektif. Hal-hal ini berkaitan dengan ayat pertama pasal tersebut. Saya
menemukan kebingungan ketika menghubungkan ayat ke-3 dengan ayat ket-1
huruf e pasal tersebut.
Prof.Komariah

Kata ‘atas inisiatifnya sendiri’ inilah yang salah. Lembaga peradilan adalah
lembaga yang pasif. Jadi tidak boleh dia mencari perkara. Ketika dia bertindak
dengan inisiatif sendiri, ini sudah di luar kewenangan hakim sebagai ‘silent
profession’.

Dr.Ito

Bagaimana mungkin sebuah putusan yang subjektif dapat dikatakan adil?


PUtusan yang subjektif Tentu tidak akuntabel dan sulit untuk diukur.

4. Luciana

UNPAR

Apabila terjadi kesalahan hakim komisaris, yang dirugikan tidak dapat


mengajukan upaya hukum. Lalu apa yang bisa kita lakukan jika ketika hakim
melakukan kesalahan dan tidak tersedia upaya hukum?

Prof.Komariah

Ya, tidak ada upaya hukum. Jangankan kesalahan, apabila putusan hakim
komisaris bertentangan dengan putusan hakim pengadilan juga tidak terdapat
upaya hukum.

5. Melani

FH UNPAS

Penghapusan penyelidikan di mana fungsi penyelidikan digabung dengan fungsi


penyidikan. Padahal proses penyelidikan juga diperlukan untuk menentukan
apakah telah terjadi tindak pidana atau tidak. Apalagi jika KUHAP ini merupakan
payung hukum bagi undang-undang lain, bagiamana dengan pengadilan HAM di
mana proses penyelidikandan penyidikannya dilakukan oleh dua pihak yang
berbeda?

Mengenai Alat Bukti,RUU KUHAP mencampuradukkan antara barang bukti dengan


alat bukti, padahal barang bukti belum tentu menjadi alat bukti. MIsalnya alat
bukti yang pertama disebutkan adalah barang bukti, padahal menurut literature
barang bukti baru menjadi alat bukti bila dikonfirmasi di muka persidangan.
Rancangan KUHAP ini juga belum mengakomodasi perkara-perkara pidana
ringan. Mungkin sebaiknya ada peraturan-peraturan yang mengedepankan
restorative justice.

Kedudukan hakim komisaris tidak dicantumkan dengan jelas dalam RUU ini.
SDekalipun dikatakan mengajukan tidkak ditentukan mengajukan ke mana.. Jadi
tidak jelas.
Menurut saya, praperadilan memang saat ini tidak efektif, tapi masih bisa
diperbaiki, tidak perlu sampai diubah dengan hakim komisaris. Hal ini dapat
dilakukan dengan memeprbaiki beberapa ketentuan mengenai praperadilan.

Kemudian mengenai rumusan penasehat hukum. Saya tidak sependapat dengan


Pa Binsar. Mungkin orang lain di sini rumusannya belum jelas saja. Mungkin
seharusnya orang lain yang ditentukan oleh undang-undang. Karena pada
faktannya advokat juga belum bisa meng-cover semuanya. Toh pada faktanya
orang-orang LBH bisa ikut menangani perkara.

Pa Binsar

Kedudukan Hakim komisaris sebetulnya sudah jelas yaitu bertempat di tempat


tahanan Negara.

Kemudian mengenai masalah advokat, kita mengingat asas lex spesialis derogat
legi generali. Udnang-Undang Advokat merupakan spesialis. Dalam UU
disebutkan advokat, kenapa harus ditambh-tambahkan lagi?

Prof.Mien

Alasan mengapa tahap penyelidikanlah yang harus dievaluasi. APakah ini


dihilangkan untuk mempersingkat waktu, menyederhanakan? Tentu ini tidak tiba-
tiba dihapuskan. Tapi memang perlu kita pertanyakan

Barang bukti dan Alat bukti memang harus dibedakan. Barang bukti adalah
barang yang digunakan sebagai alat untuk melakukan tindak pidana, sasaran
tindak pidana, atau hasil tindak pidana. Dalam KUHAp sekarang pun barang bukti
tidak termasuk alat bukti. Oleh Karena itu, harus dievalusi lagi supaya
jangansampai nanti jadi mempersulit.

Dr.Ito

Pengambilalihan oleh penuntut umum jika 14 hari perkara tidak diselesaikan oleh
penyidik. Yang menjadi pertanyaan jika sudah diambil alih oleh pennuntut umum
lantas kalau penuntut umum tidak dapat menyelesaikannya siapa yang akan
ambil alih lagi? Nanti penuntut umum bisa jadi lembaga ekstrajudicial..Padahal
setiap kasus punya bobot kesutlitannya masing-masing.

6. Irman Firmansyah
Praktisi, staf bidang hukum kepolisian jawa Barat

Menurut saya sangat sulit menerapkan sistem pengawasan menggunakan hakim


komisaris. Andaikata pun hendak diterapkan, maka implikasinya adalah
merombak kembali sluruh tatanan sistem peradilan kita saat ini untuk
dikembalikan ke era kontinenal. Berarti semua peraturan per-UUan yang
menyangkut sistem peradilan juga harus diubah. Jadi, penerapan hakim komisaris
khususnya di bidang pemeriksaan pendahuluan belum saatnya untuk diterapkan.
Dilihat secara praktis, lembaga praperadilan lebih fleksibel untuk dipertahankan.

Bagaimana pendapat bapak dan ibu mengenai belum saatnya diberlakukan


hakim komisaris dan memperbaiki lembaga praperadilan.

Prof.Mien

Perlu dipertanyakan apakah perlu rencana pembentukan hakim komisaris ini?


Saya menilai bahwa penerapan hakim komisaris harus dievaluasi kembali, dicari
solusi, dan dicari jalan keluar supaya justru tidak menimbulkan akibat yang lebih
parah dari efektif atau tidaknya lembaga praperadilan. Dengan adanya rencana
bahwa lembaga praperadilan akan diganti dengan hakim komisaris perlu
dilakukan evaluasi.

Dr.Ito

Betul sekali dengan konsep hakim komisaris memerlukan banyak perubahan dan
persiapan. Salah satu hal yang harus kita ingat juga adalah kondisi geografis
Indonesia.

RUMUSAN HASIL SEMINAR

1. RUU HAP adalah perwujudan yang baik untuk. RUU KUHAP diharapkan untuk
membentuk ulang cara kerja lembaga sistem peradilan pidana di samping itu
RUU KUHAP juga harus dicermati sebagai koreksi terhadap kelemahan2 dalam
implementasi KUHAP misalnya berkenaan dengan sejumlah upaya paksa
digunakan dan lembaga praperadilan difungsikan.

2. RUU KUAHP mengatur norma2 Hukum acara yang lebih memberi perlindungan
terhadap tersangka :

a. pengaturan bantuan hukum

b. Pembentukan hakim komisaris

3. Pembentukan hakim komisaris akan menimbulkan permasalahan :


a. Dalam peraturan perundang-undangan

b. Aspek kelembagaan dalam sistem peradilan pidana Indonesia

c. Konflik kewenangan antara lembag apneyidikan, penuntutan, dan hakim


komisaris

d. Aspek geografis Indonesia yang luar dan tidak merata

e. Sumber daya manusia yang terbatas

f. Hakim komisaris tidak transparan dan tidak akutnabel, subjektif

g. Proses peradilan

4. Perombakan pada KUHAp tidak perlu seluruhnya tapi cuku pada bagian-
bagian tertentu yang memerlukan revisi seperti pembentukan lembaga
mediasi dan lembaga pengampunan.

5. Pendekatan restorative justice

Anda mungkin juga menyukai