Anda di halaman 1dari 6

STRATEGI OPERASI AP2B UNTUK MEMINIMALISASI

PEMADAMAN DI SISTEM SULSEL


Ricky Cahya Andrian
arrester97@yahoo.com

PLN AP2B Sistem Sulsel, PLN Wilayah Sulsel, Sultra dan Sulbar

Jln. Hertasning Blok B Panakukkang Makassar, Sulsel 90222

ABSTRAK

Pemadaman yang terjadi di Sistem Sulsel disebabkan karena tidak ada cadangan putar (reserves
margin) atau kontingensi (N-1) jika terjadi gangguan pada unit terbesar yaitu 63MW. Sehingga jika
terjadi gangguan unit terbesar ini, maka akan terjadi pemadaman sebesar unit yang keluar tersebut.
Untuk meminimalisasi pemadaman ini, maka AP2B Sistem Sulsel mempunyai beberapa strategi agar
pemadaman ini tidak terasa psikologisnya di masyarakat. Strateginya adalah mengatur pembebanan
pembangkitan menurut kondisi masing-masing unit dengan tetap melihat terhadap kuota BBM,
mangatur tegangan sistem dengan cara Brown Out dengan melepas kapasitor atau menurunkan tap
changer trafo GI, load curtailment (pengurangan beban) industri besar seperti Semen Tonasa dan
Bosowa serta Captive Power 20kV, load shedding (pelepasan beban) menurut proporsional beban
puncak cabang dan pelepasan beban otomatis melalui relay UFR.

Kata Kunci : defisit daya,load curtailment,load shedding, pengaturan tegangan

1. PENDAHULUAN

PT PLN (Persero) Wilayah Sulsel, Sultra dan Sulbar terdiri atas 9 cabang pelayanan, 3 sektor pembangkit,
Area Pengatur Distribusi (APD) dan Area Penyaluran dan Pengatur Beban (AP2B). Sistem Sulsel-Sulbar
terdiri dari 7 cabang pelayanan yaitu Cabang Makassar, Cabang Bulukumba, Cabang Parepare, Cabang
Pinrang, Cabang Mamuju, Cabang Palopo dan Cabang Bone. 2 sektor pembangkit yaitu sektor Bakaru
dan sektor Tello dan APD serta AP2B. Sedangkan di Sulawesi Tenggara terdiri dari 2 cabang yaitu cabang
Kendari dan cabang Baubau serta 1 Sektor Kendari.

Sistem kelistrikan Sulsel-Sulbar sudah interkoneksi 150kV sedangkan Sistem Sulawesi Tenggara hanya
terdiri dari sistem isolated 20kV. Tegangan Sistem Sulsel terdiri dari 150kV,70kV dan 30kV. Memiliki 28
GI (Gardu Induk) serta dua pelanggan besar yaitu Semen Bosowa (30 MW) dan Semen Tonasa (40 MW).
1.1. SISTEM PEMBANGKITAN

Sistem kelistrikan Sulsel-Sulbar sebagian besar sudah interkoneksi di mana 4 unit pembangkit menjadi
andalan yaitu :

1. Sektor Bakaru, PLTA Bakaru 117 MW


2. Sektor Tello, PLTD/PLTU/PLTG Tello 197 MW
3. PLTD Suppa 62.2 MW
4. PLTGU Sengkang 135 MW

Masalah yang dihadapi sekarang untuk sistem pembangkitan adalah :

1. Kapasitas daya mampu tetap, bahkan cenderung menurun yang disebabkan tidak adanya
penambahan pembangkit baru dan ada beberapa unit pembangkit mengalami derating capacity.
Hal ini mengakibatkan keandalan pasokan listrik ke konsumen menjadi lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya.
2. Kondisi hidrologi (inflow) PLTA Bakaru menurun drastis yang mencapai puncaknya pada Oktober
2004, pada saat yang sama PLTD Suppa mengalami krisis BBM karena tersendatnya supply BBM
dari Pertamina. Kondisi ini mengakibatkan tingginya biaya produksi karena harus
mengoptimalkan pembangkit thermis Tello.
3. Pembangkit thermis Tello tidak dapat dioperasikan optimal pada saat beban puncak karena
kondisi pembangkit yang sudah tua dengan tingkat gangguan yang cukup tinggi. Peranan PLTG
GE sebagai peaking unit, masing sering mengalami gangguan.

Masalah di atas menyebabkan terjadinya pemadaman di Sistem Sulsel baik itu direncanakan maupun
yang tidak direncanakan (insidentil). Hal ini disebabkan di Sistem Sulsel tidak ada cadangan putar
(reserves margin) sebesar unit pembangkit terbesar yaitu PLTA Bakaru 63MW atau 15% dari Beban
Puncak sulsel sebesar 467MW.

1.2. BEBAN SISTEM

Pelanggan listrik di Sistem Sulsel didominasi oleh rumah tangga. Perbandingan kelompok pelanggan
tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1. Komposisi Pelanggan PT PLN (Persero) Wilayah Sulsel dan Sultra

JUMLAH PELANGGAN PERKELOMPOK TARIF TAHUN 2000 S/D MARET 2005

Tahun Sosial R. Tangga Bisnis Industri Pemerintah Jumlah


2000 17.756 1.168.336 39.525 1.192 6.210 1.233.019
2001 18.328 1.206.650 42.597 1.264 6.386 1.275.225
2002 18.927 1.233.050 44.623 1.287 6.656 1.304.543
2003 19.500 1.254.336 46.456 1.272 7.173 1.328.737
2004 20.163 1.269.618 48.368 1.229 7.978 1.347.356
s/d Mar05 20.344 1.276.264 49.135 1.221 8.165 1.355.129
JUMLAH DAYA (VA) PERKELOMPOK TARIF TAHUN 2000 S/D MARET 2005

Tahun Sosial R. Tangga Bisnis Industri Pemerintah Jumlah


2000 37.587.360 731.180.050 150.607.050 181.964.950 55.467.436 1.156.806.846
2001 39.774.960 780.919.550 165.087.950 185.046.485 55.836.438 1.226.665.383
2002 39.489.110 812.297.700 171.829.650 186.362.200 60.476.918 1.270.455.578
2003 42.488.760 838.599.850 189.147.173 195.344.050 65.531.112 1.331.110.945
2004 44.897.900 861.445.700 204.142.850 195.752.750 73.392.742 1.379.631.942
s/d Mar05 45.578.140 870.815.850 207.963.100 195.498.665 76.070.977 1.395.926.732

Dengan besarnya kelompok rumah tangga, maka pemakaian listrik yang menghasilkan beban puncak
terjadi malam hari. Industri yang besar dan tersambung pada level tegangan tinggi ada dua yaitu Semen
Tonasa (40 MW) dan Semen Bosowa (30 MW). Karena beban yang cukup besar, kedua industri ini sangat
mempengaruhi nilai beban sistem.

Secara garis besar karakteristik beban pelanggan Sulsel terlihat pada gambar di bawah

KURVA BEBAN HARIAN

450
400
350
300 Beban Dasar
250 Tonasa
MW

200 Bosowa
150 Total
100
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 18 19 19 20 20 21 21 22 23 24

Jam

Gambar 1. Kurva Beban harian dan pelanggan besar


2. DISKUSI DAN PEMBAHASAN

2.1. STRATEGI OPERASI UNTUK MEMINIMALISASI PEMADAMAN

Menghadapi kondisi sistem yang kritis dan tidak memiliki kontingensi (N-1) atau cadangan putar sebesar
62MW, maka diterapkanlah strategi pengoperasian sistem agar pemadaman sistem yang terjadi dapat
ditekan seminimal mungkin dan dampaknya tidak begitu dirasakan masyarakat dengan tetap
memperhatikan biaya operasi dan kuota BBM.

2.1.1. Strategi Pembebanan Pembangkit

Garis besar strategi pembangkitan pada sistem Sulsel adalah :

1. Pada musim hujan : PLTA sebagai baseload. Alasan utama pengoperasian PLTA adalah karena
biaya operasi yang murah dan kapasitasnya besar 117MW sehingga menjadi andalan untuk
memikul beban dasar.
2. Pada musim kering : PLTGU sebagai baseload. Pada musim kering, dengan kapasitas PLTA
Bakaru yang tidak dapat maksimal, maka pembangkit alternatif yang lain yang dapat
menggantikan PLTA tersebut sebagai baseload adalah PLTGU Sengkang. Dengan kapasitas
195MW, biaya operasi tidak semahal jika dibandingkan PLTD Suppa dan pembangkit di Tello.
Sehingga pada LWBP, dapat digunakan untuk menampung air yang akan digunakan saat malam
hari (WBP).
3. Prioritas operasi unit pembangkit tetap berdasarkan merrit order. Unit pembangkit yang
mempunyai biaya operasi termurah berada pada urutan teratas untuk dioperasikan, demikian
seterusnya sampai dengan yang memiliki biaya operasi termahal. Urutan pertama ditempati
PLTA Bakaru (jika inflow dan elevasi normal), selanjutnya PLTGU Sengkang, PLTD Suppa, PLTD
Mitsubishi, PLTD SWD, Sewatama, PLTG GE, PLTU, PLTG Alstom dan PLTG Wescan. Jika besar
angka pemadaman yang direncanakan terlalu besar, maka pembangkit-pembangkit mahal dapat
dioperasikan dengan tetap melihat kuota BBM yang ditetapkan

2.1.2. Strategi Pengaturan Tegangan

Untuk meminimalisasi besarnya angka pemadaman, maka dilakukan Brown Out (BO) dengan melepas
kapasitor di 70kV dan 20kV. Untuk kapasitor 70kV mampu menyumbang sebesar 2 MW per bank
capasitor. Jumlah capasitor bank 70kV adalah 6 bank di GI Tallo Lama, GI pangkep dan GI Daya sehingga
mampu menyumbang 12 MW ke sistem. Sedangkan untuk kapasitor 20kV mampu menyumbang sekitar
1 MW per bank. Jumlah kapasitor bank 20kV adalah 6 bank di GI Sungguminasa, GI Pangkep dan GI Tallo
Lama sehingga mampu menyumbang sekitar 6 MW. Sehingga total dari pelepasan kapasitor 70kV dan
20kV mampu menyumbang sekitar 18 MW.
Cara lain dalam strategi pengaturan tegangan adalah dengan menurunkan tap changer trafo sebesar
10% dari kondisi normal dari 20kV menjadi 19kV untuk Gardu Induk (GI) dalam kota dan 21kV menjadi
20kV untuk GI luar kota. Strategi Brown Out ini dapat menyumbang sekitar 8 MW saat LWBP (siang) dan
15 MW saat WBP (malam) ke sistem.

Total daya yang bisa disumbang ke dalam sistem dari strategi pengaturan tegangan ini adalah sebesar 33
MW saat WBP (malam).

2.1.3. Pengurangan Beban (Load Curtailment)

Pengurangan beban di Sistem Sulsel dilakukan terhadap beban industri besar yaitu Semen Tonasa dan
Semen Bosowa masing-masing sebesar 10MW dari beban normalnya sebesar 40MW dan 30MW. Tentu
saja hal ini tidak mudah, dan harus dilakukan lobi kepada managemen Semen Tonasa dan Bosowa.
Selain beban Tonasa dan Bosowa yang dilepas, pengurangan beban ini juga dilakukan terhadap industri
dan perhotelan di dalam kota Makassar atau istilahnya “Melepas Captive Power” untuk jaringan 20kV.
Cara ini dapat menyumbang sekitar 18MW saat WBP (malam). Load curtailment ini biasanya dilakukan
mulai pukul 17.00 sampai dengan pukul 23.00. Sehingga total load curtailment yang diperoleh dari
penurunan beban Tonasa, Bosowa serta Captive Power 20kV adalah sebesar 38 MW saat WBP (malam).

2.1.4. Pelepasan Beban Manual (Load Shedding Manual)

Pelepasan beban manual ini merupakan strategi terakhir untuk pemadaman yang terencana. Besarnya
angka pemadaman ini dihitung setelah ketiga cara di atas dilakukan. Dan besarnya angka pemadaman
ini dibagi ke masing-masing wilayah cabang yang ada di Sistem Sulsel secara proporsional terhadap
beban puncak masing-masing cabang. Urutan pelepasan beban manual ini dimulai dari beban GI luar
kota dilanjut dengan beban GI dalam kota sesuai jadwal yang telah ditetapkan agar dampak
psikologisnya terhadap masyarakat tidak terasa. Untuk feeder-feeder VIP diprioritaskan oleh cabang
untuk tidak dilepas. Jadwal padam ini sebelumnya didiskusikan dengan masing-masing cabang yang ada
di dalam Sistem Sulsel setelah angka pemadaman ini ditetapkan oleh AP2B.

2.1.5. Pelepasan Beban Otomatis (Load Shedding Otomatis)

Pelepasan beban otomatis ini terjadi jika terjadi gangguan supply pembangkit di luar perencanaan
(insidentil) baik itu gangguan transmisi atau gangguan mesin pembangkit. Pelepasan beban otomatis ini
bekerja berdasarkan pengaturan setting frekuensi sistem yang menggunakan relay UFR (Under
Frequency Relay) jenis df/dt yang bekerja berdasarkan penurunan frekuensi. Untuk Sistem Sulsel, pada
tahun 2008 ini sudah disetting 4 tahap dari sebelumnya 3 tahap sebagai berikut :
Tabel 2. Tahapan UFR Sistem Sulsel

Urutan Tahap Frekuensi (Hz) Beban Lepas (MW) Kumulatif (MW)


Tahap I 48.9 19.41 19.41
Tahap II 48.7 27.38 46.79
Tahap III 48.5 78.97 125.76
Tahap IV 48.3 30 155.76

3. KESIMPULAN

1. Pemadaman yang terjadi di Sistem Sulsel disebabkan karena supply pembangkit yang kurang
dibandingkan demand sehingga perlu ada penambahan pembangkit baru agar Sistem Sulsel memiliki
reserves margin sebesar 15% atau 1 unit terbesar 63MW.
2. Strategi operasi AP2B di dalam meminimalisasi pemadaman ada 5 strategi yaitu strategi pembebanan
pembangkit, pengaturan tegangan, pengurangan beban (load curtailment), pelepasan beban manual
(load shedding) dan pelepasan beban otomatis (UFR).

4. REFERENSI

PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK, DJITENG MARSUDI

RENCANA OPERASI SISTEM SULSEL

Anda mungkin juga menyukai