Anda di halaman 1dari 22

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Auditing

1. Pengertian Auditing / Pemeriksaan Akuntansi

Auditing diperlukan untuk memperoleh informasi keuangan berupa

laporan keuangan yang dapat dipercaya oleh pihak yang berkepentingan.

Sehingga dalam pertanggungjawaban keuangan suatu perusahaan yang

dibuat oleh pihak manajemen perlu diaudit. Mengenai pengertian auditing

yaitu: “The American Accounting Association committee on Basic

Auditing Concepts mendefinisikan auditing (pemeriksaan akuntansi)

sebagai proses sistematik pencarian dan pengevaluasian secara objektif

bukti mengenai asersi tentang peristiwa dan tindakan ekonomik untuk

meyakinkan kadar kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang

ditetapkan, dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pemakai yang

berkepentingan.” (Simamora, 2002 : 4 ).

Berdasarkan atas definisi tersebut, maka dapat diuraikan beberapa

hal sebagai berikut:

a.Proses Sistematik

Yaitu berarti bahwa wajib ada pendekatan yang terencana

dalam melaksanakan audit. Perencanaan tersebut melibatkan

pengumpulan dan pengevaluasian bukti secara objektif. Sebagai

7
8

proses yang sistematik, auditing merupakan pendekatan yang logis,

bertujuan dan terstruktur untuk mengambil keputusan

b. Mencari dan Mengevaluasi Bukti Secara Objektif

Auditing melibatkan pengumpulan bukti yang merupakan

proses investigasi. Bukti audit (audit evidence) merupakan informasi

yang akan dipakai oleh auditor untuk menentukan apakah asersi-

asersi yang sedang diaudit disajikan sesuai dengan standar yang

ditetapkan. Pencarian bukti dapat berupa pemeriksaan dokumen,

pengamatan / observasi oleh auditor, dan konfirmasi saldo dari pihak

ketiga. Pengevaluasian bukti audit dilakukan secara obyektif yang

berarti bahwa dalam melakukan pemeriksaan auditor harus terhindar

dari penngaruh-pengaruh yang dapat menghambat sikap

independensi (bebas tidak memihak) dalam memberikan pendapat.

c.Asersi Tentang Peristiwa dan Tindakan Ekonomik

Asersi (assertions) menurut Standar Auditing (SA) Seksi 110

(PSA No. 02) – Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen –

adalah suatu deklarasi, atau suatu rangkaian deklarasi secara

keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas deklarasi

tersebut. Asersi dapat mewujud dalam komponen, catatan atau

sistem laporan keuangan. Dan yang menjadi aspek pemeriksaan

auditor adalah kejadian ekonomi yang dinyatakan dalam informasi

akuntansi dalam periode tertentu


9

d. Taraf Hubungan Antara Asersi dengan Kriteria yang

Ditetapkan

Segala sesuatu yang dilakukan selama proses audit terdapat

satu tujuan yaitu untuk merumuskan pendapat auditor mengenai

pernyataan-pernyataan tentang tindakan-tindakan serta kejadian-

kejadian ekonomi. Pendapat auditor akan menunjukkan seberapa

jauh pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan standar atau

kriteria yang ditetapkan.

e.Mengkomunikasikan Hasil Kepada Pemakai yang Berkepentingan

Hasil pekerjaan audit yang dilaksanakan oleh auditor akan

disajukan dalam bentuk laporan auditor (audit report) yang

mengungkapkan tingkat kesesuaian asersi dengan kriteria yang

ditentukan yang dapat menaikkan atau menurunkan tingkat

kepercayaan masyarakat ke pihak yang diperiksa.

Laporan audit akan digunakan oleh pihak-pihak yang

berkepentingan sebagai informasi yang berguna sebelum mengambil

keputusan kepada pihak yang diperiksa. Pihak-pihak yang

berkepentingan antara lain: investor, kreditor, pemegang saham dan

sebagainya.

Mulyadi (2002:11) menyatakan, ditinjau dari sudut profesi akuntan

public, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan

keuangan suatu oerusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk


10

menetukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar,

dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha

perusahaan atau organisasi tersebut.

Al Haryonon Jusup (2001:11) menyatakan, auditing adalah suatu

proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang

berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-

kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian

antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan

mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Dari oengertian-pengertian di atas, auditing adalah suatu

pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak

independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh

manajemen, dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan

tersebut telah disajikan secara wajar.

2. Standar Auditing

a. Pengertian Standar Auditing

Menurut Simamora (2002:28) “standar auditing, yang

merupakan standar otoritatif yang harus dipatuhi oleh akutan publik

terdaftar ketika melakukan perikatan audit di Indonesia adalah

instrument profesi auditing untuk memastikan mutu pelaksanaan

audit”.
11

Sedangkan menurut Mulyadi (2002:16) “standar auditing

adalah ukuran pelaksanaan tindakan yang merupakan pedoman

umum bagi auditor dalam melaksanakan audit.”

Dari kedua definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa standar

auditing merupakan suatu ukuran pelaksanaan dalam melaksanakan

audit agar mutu auditing dapat dicapai sebagaimana mestinya.

b. Pembagian Standar Auditing

Standar auditing merupakan ukuran kualitas dalam

melaksanakan pemeriksaan. Sebagaimana telah ditetapkan dan

disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), standar auditing

terbagi atas tiga standar berikui ini:

1) Standar Umum

a) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih

yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup

sebagai auditor

b) Dalam semua hal yang berhubungan dengan

perikatan, independensi dalam sikap mental harus

dipertahankan oleh auditor


12

c) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan

laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran

profesionalnya dengan cermat dan seksama.

2) Standar Pekerjaan Lapangan

a) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan

jika digunaka asisten harus disupervisi dengan semestinya.

b) Pemahaman memadai atas pengendalian interen

harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan

sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

c) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh

melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan

konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan

pendapat atas laporan keuanagan yang diaudit

3) Standar Pelaporan

a) Laporan auditor harus menyatakan apakah lapran

keuangantelah disusun sesuai dengan prinsiap akuntansi yang

berlaku umum di Indonesia

b) Laporan auditor harus menunjukkan atau

menyatakan, jika ada, ketidak konsistenan penerapan prinsip

akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode


13

berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi

tersebut dalam periode sebelumnya.

c) Pengungkapan informative dalam laporan keuangan

harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam

laporan auditor.

d) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan

pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan

atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat

diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat

diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama

auditor dikaitkan dengan laporan keuangan laoran auditor

harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan

audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung

jawab yang dipikul oleh auditor. (Simamora, 2002 : 28)

3. Pengujian dalam Audit

Dalam audit, auditor melakukan berbagai macam pengujian yang

mana secara garis besarnya dapat terbagi atas 3 pengujian, yaitu:

a) Pengujian analitik (analytical test)

Pada tahap awal proses audit, pengujian analitik dimaksudkan

untuk membantu auditor dalam memahami bisnis klien dan dalam

menemukan bidang yang memerlukan audit yang lebih insentif


14

Menurut Al Haryono Jusup (2001:188) penggunaan prosedur

analitis dalam tahap perencanaan audit yang efektif, meliputi tahap-

tahap berikut ini:

1) Mengidentifikasi perhitungan-perhitungan/ perbandingan

yang akan dibuat

Prosedur analitis yang digunakan dalam perencanaan bisa

berbeda-beda tergantung pada besarnya dan kompleksitas

perusahaan klien, ketersediaan data, dan pertimbangan auditor.

Jenis perhitungan-perhitungan dan perbandingan-perbandingan

umum yang digunakan meliputi:

a.Perbandingan data absolut. Prosedur ini dilakukan dengan

cara membuat perbandingan antara jumlah pada tahun ini

b. Analisis vertikal. Dalam teknik analisis ini suatu

jumlah diperbandingkan dengan subtotal atau total yang

jumlah tersebut merupakan bagian dari subtotal atau toltal

tesebut

c.Analisis rasio. Berbagai rasio yang biasa dipakai oleh

manajemen atau analisis keuangan dapat juga digunakan oleh

auditor.

d. Analisis trend. Analisis ini menyangkut

perbandingan data tertentu untuk lebih dari dua periode.

Analisis ini dilakukan untuk mengettahui kecenderungan


15

keadaan keuangan suatu perusahaan mengalammi kenaikan,

penurunana atau bahkan tetap.

2) Mengembangkan ekspektasi atau harapan

Dasar pemikiran yang melandasi penggunaan analisis

dalam auditing adalah bahwa hubungan antar data bisa

diperkirakan akan berlanjut seaandainya tidak terjadi hal-hal

atau kondisi berbeda yang tidak diketahui

3) Melakukan perhitungan/perbandingan-perbandingan

Tahap ini menyangkut pengumpulan data yang akan

digunakan untuk menghitung jumlah-ljumlah absolute dan selisih

persentase antara jumlah tahun ini dengan tahu yang lalu.

4) Menganalisis data dan mengidentifikasi perbedaan-

perbedaan yang signifikan

Analisis hasil-hasil perhitungan dan perbandingan akan

dapat menambah pengetahuan auditor tentang bisnis klien.

5) Menyelidiki perbedaan signifikan yang tak diharapakan

Selisih tak diharapkan yang signifikan harus diselidiki, hal

ini biasanya menyangkut peninnjauan kembali metode dan

faktor-faktor yang digunakan dalam mengembangkan ekspektasi

dan mengajukan pertanyaan kepada manajemen.

6) Menemukan pengaruhnya terhadap perenncanaan audit

Selisih signifikan yang tidak dapat dijelaskan alas an

terjadinya, harus dipandang sebagai indikasi kenaikan resiko


16

salah saji dalam rekening yang tercangkup dalam perhitungan

atau perbandingan. Dalam keadaan demikian, auditor biasanya

akan melakukan pengujian yang lebih mendalam atas rekening-

rekening tersebut.

b) Pengujian Pengendalian (test of control)

Standar auditing pekerjaan lapangan yang kedua berbunyi

“pemahamann yang memadai atas pengendalian intern harus

diperoleh untuk merencanakan audit dan menetukan sifat, saat dan

lingkup pengujian yang dilakukan” megharuskan auditor untuk

melakukan pengujian pengendalian.

Menurut Mulyadi (2002:229) pengujian pengendalian adalah

prosedur audit yang dilaksanakan untuk menentukan efektifitas

desain dan/atau operasi pengendalian intern. Dalam hubungannya

dengan desain pengendalian intern, pengujian pengendalian yang

dilakukan oleh auditor berkaitan dengan apakah kebijakan dan

perosedur yang didesain memadai untuk mencegah atau mendeteksi

salah saji material dalam asersi tertentu laporan keuangan. Adapun

jenis pengujian pengendalian yang dapat dipilihh auditor dalam

melaksanakan pengujian pengendalian adalah:

1) Permintaan keterangan

Pengujian pengendalian dapat dilakukan oleh auditor dengan

meminta keterangan dari personel yang berwenang tentang


17

pelaksanaan pekerjaan mereka yang berkaitan dengan pelaporan

keuangan.

2) Pengamatan.

Pengamatan dilaksanaka oleh auditor terhadap pelaksanaan

pekerjaan personel, dimana prosedur ini dilaksanakan tanpa

sepengetahuan personel yang diamati dan bersifat mendadak.

3) Inspeksi

Inspeksi dilaksanakan terhadap dokumen dal laporan yang

menunjukkan kinerja pengendalian.

4) Pelaksanaan kembali

Pelaksanaan kembali dilakukan oleh auditor dengan

melaksanakan kembali prosedur tertentu. Prosedur ini cocok

digunakan apabila ada jejak transaksi yang berupa tanda tangan

di atas dokumen dan cap pengesahan. Tanda tangan manager

yang berwenang dan cap pengesahan merupakan petunjuk

apakah pengendalian telah dilaksanakan oleh personel dengan

semestinya.

Untuk membuktikan efektif tidaknya pengendalian intern

disuatu perusahaan, akuntan publik harus melakukan pengujian

kepatuhan (compliance test). Dari pengujian pengendalian ini

sangat menentukan luasnya pengujian atau pemeriksaan pada

tahap berikutnya yang dilakukan auditor.


18

c) Pengujian Substantif (substantive test)

Menurut Mulyadi (2002:226), auditor harus mengumpulkan

bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk

memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Penngujian

substantif menghasilkan bukti audit tentang kewajaran setiap

asersi laporan keuangan signifikan. Pengujjian substantif dapat

mengungkapkan kekeliruan atau salah saji moneter dalam

pencatatan atau pelaporan transaksi dan saldo akun.

Dalam pengujian substantif ini auditor melakukan verifikasi

atas dipenuhinya lima asersi yaitu asersi keberadaan dan

keterjadian, kelengkapan, penilaian dan alokasi, hak dan

kewajiban serta penyajian dan pengungkapan. Dan program audit

untuk pengujian substantif terbagi atas lima tahap sebagai

berikut:

1) Prosedur audit awal (initial procedure)

Prosedur audit awal dilakuakan oleh auditor dengan

melakukan rekonsiliasi antara saldo akun dengan bukti-bukti

yang melampiri catatannya. Auditor harus yakin bahwa saldo

akun yang tercatat telah didukung dengan bukti yang

memadai.

Prosedur ini dilakukan untuk mendapatkan keyakinan

bahwa informasi saldo yang disajikan klien didukung dengan


19

bukti-bukti yang memadai, yaitu dengan cara mengusut saldo

piutang usaha yang dicantumkan di neraca ke buku besar.

Bukti-bukti ini dapat berupa jurnal, buku besar dan dokumen-

dokumen transaksi

2) Prosedur Analitis

Prosedur ini berisi studi dan pembandingan antara data-

data yang memiliki keterkaitan. Prosedur ini meliputi

perhitungan rasio untuk memperoleh adanya indikasi

transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, fluktuasi dan

salah saji, sehingga auditor dapat menemukan bidang-bidang

yang memerlukan perhatian khusus.

3) Pengujian detail transaksi / transaksi rinci

Auditor melakukan pengujian terhadap proses

pendebitan dan pengkreditan dalam setiap akun. Pengujian

transaksi rinci ini dilakukan dengan mengusut jumlah saldo

akun ke bukti-bukti pendukungnya dan melakukan verifikasi

pisah batas (cut off) untuk menentukan ketepatan waktu

pengakuan suatu transaksi. Pengujian terhadap transaksi rinci

ini dimaksudkan untuk memeriksa kebenaran/keterjadian

transaksi yang berhubungan dengan piutang usaha dan juga

transaksi-transaksi yang terjadi ke dalam dokumen

pendukung.
20

4) Pengujian detail saldo / saldo rinci

Pengujian detail saldo dilaksanakan dengan melakukan

pemeriksaan kepada bukti-bukti pendukung, pengusutan,

pengamatan dan inspeksi yang bertujuan untuk

memverifikasi keberadaan atau keterjadian, kelengkapan, hak

kepemilikan, dan penilaian atas piutang usaha di neraca.

Untuk membuktikan keempat hal tersebut auditor dapat

membuktikannya dengan mengirimkan surat konfirmasi

piutang kepada para debitur. Selain itu pengujian ini juga

dimaksudkan untuk menilai kecukupan cadangan kerugian

piutang yang dibuat oleh klien.

5) Penyajian dan pengungkapan

Auditor membuat perbandingan antara pennyajian yang

dibuat oleh klien dengan prinsip akuntansi yang berterima

umum dimana prinsip ini akan menjadi tolok ukur bagi

auditor dalam memberikan pendapatnya laporan keuangan

yang disajikan telah wajar atau tidak.

4. Prosedur Audit dan Materialitas

1) Prosedur Audit

Standar pekerjaan lapangan ketiga menyebutkan beberapa prosedur

audit yang harus dilaksanakan oleh auditor dalam mengumpulkan

berbagai bukti audit. Prosedur audit adalah instruksi rinci untuk


21

mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat

tertentu dalam audit.(Mulyadi, 2002:86)

Sedangkan Al. Haryono Jusup (2001:136) menyebutkan bahwa

prosedur audit adalah tindakan-tindakan yang dilakukan atau metoda dan

teknik yang digunakan oleh auditor untuk mendapatkan dan

mengevaluasi bukti audit.

Dari kedua definisi tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa prosedur

audit merupakan langkah-langkah atau tindakan-tindakan yang

dijalankan oleh auditor agar dapat bekerja secara efisien dan lebih

efektif.

Prosedur audit yang biasa dilakukan oleh auditor meliputi:

a. Inspeksi

Meliputi kegiatan pemeriksaan secara teliti atau pemeriksaan

secara mendalam atas dokumen, catatan, dan pemeriksaan fisik

atas sumber-sumber berwujud.

b. Pengamatan

Pengamatan atau observasi tindakan melihat atau menyaksikan

pelaksanaan sejumlah kegiatan atau proses.

c. Permintaan keterangan

Permintaan keterangan dengan mengajukan pertanyaan bisa

dilakukan dengan cara lisan atau tertulis. Pengajuan pertanyaan

bisa dilakukan kepada sumber-sumber intern dalam perusahaan

klien.
22

d. Konfirmasi

Mengkonfirmasi adalah salah satu bentuk pengajuan pertanyaan

yang memungkinkan auditor untik mendapatkan informasi

langsung dari sumber independen di luar organisasi klien.

e. Penelusuran

Arah pengujian dengan menelusuri ini dilakukan dari dokumen ke

catatan akuntansi. Atau dengan lain perkataan mengikuti arah

aliiran data ke dalam sistem akuntansi.

f. Pencocokan ke dokumen

Dalam prosedur ini, arah pengujian berlawanan dengan prosedur

peneluuran di atas. Pencocokan ke dokumen banyak dilakukan

untuk mendeteksi terjadinya pencatatan di atas semstinya

(overstatement) dalam catatan akuntansi.

g. Penghitungan

Melakukan penghitungan untuk mengevaluasi fisik yang ada di

tangan dan untuk mengevaluasi bukti dokumen khususnya yang

berkaitan dengan kelengkapan catatan akuntansi

h. Prosedur Analitis

Terdiri dari kegiatan mempelajari dan membandingkan data yang

memiliki hubungan. Prosedur ini mencakup perhitungan dan

penggunaan rasio sederhana, analisis vertikal atau laporan

perbandingan.
23

i. Pelaksanaan ulang

Merupakan peengulangan aktivitas yang digunakan klien.

Umumnya diterapkan pada perhitungan dan rekonsiliasi yang telah

dilakukan klien.

j. Computer-assited audit techniques

Prosedur ini digunakan apabila klien menggunakan media

elektronik dalam penyelenggaraan pencatatan akuntansi.

2) Materialitas

Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama

standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.

Dalam Financial Accounting Standard Board (FASB) yang dikutip

oleh Al. Haryono Jusup (2001:211) definisi materialitas adalah sebagai

berikut: “Besarnya suatu penghilangan atau salah saji informasi yang

dipandang dari keadaan-keadaan yang melingkupinya, memungkinkan

pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang mengandalkan pada

informasi menjadi berubah atau dipengaruhi oleh penghilangan atau

salah saji tersebut.”

Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus mmenetapkan

materialitas pada dua tingkatan berikut ini:

a.Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor mengenai

kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.


24

b. Tingkat saldo rekening, karena auditor melakukan

verifikasi atas saldo-saldo rekening untuk dapat memperoleh

kesimpulan menyeluruh mengenai kewajaran laporan keuangan.

Menurut SPAP (2001:312.2) laporan keuangan mengandung

salah saji material apabila laporan keuangan tersebut mengandung

salah sajii yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan,

cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan

tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai

dengan prinsip akuntansi berlaku umum. Salah saji dapat terjadi

sebagai akibat kekeliruan dan kecurangan.

5. Kertas Kerja Pemeriksaan

Kertas kerja merupakan mata rantai yang menghubungkan catatan

klien dengan laporan audit. Oleh karena itu, kertas kerja merupakan alat

yang penting dalam profesi akuntan publik. Dalam proses auditnya,

auditor harus mengumpulkan atau membuat berbagai tipe bukti untuk

mendukung kesimpulan dan pendapatnya atas laporan keuangan auditan.

1) Definisi Kertas Kerja

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2001:339.2)

“kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh

auditor tentang prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang

dilakukannya, informasi yang diperolehnya dan simpulan yang

dibuatnya sehubungan dengan auditnya.”


25

2) Tipe Kertas Kerja

Kertas kerja terdiri dari berbagai macam, yang secara garis besar

dapat dikelompokkan ke dalam 5 tipe kertas kerja yaitu:

Program audit (Audit program)

Neraca lajur (Working trial balance)

Ringkasan jurnal adjustment

Skedul utama (Top schedule)

Skedul pendukung (Supporting schedule)

3) Metode Pemberian Index Kertas Kerja

Menurut Mulyadi (2002:103) ada 3 metode pemberian index

terhadap kertas kerja yaitu:

a. Index Angka

Kertas kerja utama (program audit, working trial balance,

ringkasan jurnal adjustment), skedul utama dan skedul

pendukung diberi kode angka. Kertas kerja utama dan skedul

utama diberi index dengan angka, sedangkan skedul pendukung

diberi subindex dengan mencantumkan nomor kode skedul utama

yang berkaitan.

b. Index Kombinasi Angka dan Huruf

Kertas kerja diberi kode yang merupakan kombinasi huruf dan

anngka. Kertas kerja utama dan skedul utama diberi kode huruf,

sedangkan skedul pendukungnya diberi kode kombinasi huruf

dan angka.
26

c. Index Angka Berurutan

Kertas kerja diberi kode angka yang berurutan.

B. Pinjaman yang Diberikan (Kredit)

Menurut Buku Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (2008:117)

kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakaan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam

antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak pinjam-meminjam

untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tetentu dengan sejumlah

bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

Dalam arti yang lebih luas pengertian kredit adalah kemampuan untuk

melaksanakan suatu pemberian atau mengadakan suatu pinjaman dengan

suatu janji pembayarannya akan dilakukan pada suatu jangka waktu yang

disepakati.

Tujuan dari pemberian kredit kepada masyarakat adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mencari keuntungan bagi bank/kreditur, berupa

pemberian bunga, imbalan, biaya administrasi, provisi dan biaya-

biaya lainnya yang dibebankan kepada nasabah atau debitur.

2. Untuk meningkatkan usaha nasabah/debitur. Bahwa dengan

adanya pemberian kredit berupa pemberian kredit investasi atau

kredit modal kerja bagi debitur, diharapkan dapat meningkatkan

usahanya.
27

3. Untuk membantu pemerintah. Bahwa dengan banyaknya

kredit yang disalurkan bank-bank, hal ini berarti dapat

meningkatkan pembangunan disegala sektor, khususnya disektor

ekonomi.

Menurut buku pedoman sistem administrasi pembukuan lembaga

perkreditan desa Provinsi Bali, pinjaman (kredit) diklasifikasikan sebagai

berikut:

1. Pinjaman Lancar adalah pinjaman yang angsurannya

dilaksanakan sesuai jadwal

2. Pinjaman Kurang Lancar adalah pinjaman yang mempunyai

tunggakan angsuran sebanyak tiga kali atau lebih sebelum

seluruh pinjamannya jatuh tempo.

3. Pinjaman yang Diragukan adalah pinjaman yang sudah jatuh

tempo tetapi masih ada tunggakan, dengan jangka waktu tidak

lebih dari tiga bulan.

4. Pinjaman Macet adalah pinjaman yang jatuh temponya

terlambat enam bulan, tetapi masih ada tunggakan

C. Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) dalam Penyajian

Piutang usaha di Neraca

Menurut Mulyadi (2002:88) PABU dalam penyajian piutang usaha di

neraca adalah sebagai berikut:


28

1) Piutang usaha harus disajikan di neraca sebesar jumlah

yang diperkirakan dapat ditagih dari debitur pada tanggal neraca.

Piutang usaha disajikan di neraca dalam jumlah bruto dikurangi

dengan taksiran kerugian tidak tertagihnya piutang.

2) Jika perusahaan tidak membentuk cadangan kerugian

piutang usaha, harus dicantumkan pengungkapannya di neraca

bahwa saldo piutang usaha tersebut adalah jumlah bersih (netto).

3) Jika jumlah piutang usaha bersaldo material pada tanggal

neraca, harus disajikan rinciannya di neraca.

4) Piutang usaha yang bersaldo kredit (terdapat dalam kartu

piutang) pada tanggal neraca harus disajikan dalam kelompok

utang lancar.

5) Jika jumlahnya material, piutang nonusaha harus disajikan

terpisah dari piutang usaha.

Anda mungkin juga menyukai