Gizi Buruk adalah keadaan patologis yang terjadi akibat tidak terpenuhinya
kebutuhan tubuh akan berbagai zat gizi dalam jangka waktu yang lama.
Penyakit kekurangan gizi yang sering ditemukan di negara Indonesia dan merupakan
Keempat masalah gizi adalah masalah gizi yang sering ditemukan di negara kita dan
sebenarnya masih banyak gangguan gizi lain, namun karena jarang ditemukan karena
keterbatasan IPTEK. Agar lebih fokus, Maka hanya kekurangan kalori dan protein
pada balita yang akan dibahas dalam kajian kali ini. Dan sebelum menelaah lebih
WHO melaporkan pada 2004 di negara berkembang, kekurangan kalori dan protein
(KKP) menjangkit satun diantara 4 anak atau sekitar 26,7% anak yang mengalami
kekurangan berat badan. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga masih
1
mengalami masalah ini, prevalensi dari KKP di Indonesia masih lebih tinggi dari
negara asia ekitar seperti Philipina, Thailand, Sri Lanka dan India. Hal ini hasil
penelitian Helen Keller yang dilakukan pada Desember 1999 sampai September 2003
yang menunjukkan bahwa jumlah penderita gangguan gizi baik gizi buruk maupun
gizi kurang pada balita berumur 12-23 bulan mencapai 38% di pedesaan dan 43% di
perkotaan. Survey Badan Pusat Statistik mengenai gangguan gizi adalah sebagai
berikut. Secara umum kaadaaan gizi balita Indonesia membaik dari pada tahun 1989
hal ini terlihat dari jumlah penderita gizi buruk dan gizi kurang yang menurun, dan
jika ingin mencapai target MDGs jumlah penderita kekurangan gizi perlu dikuragi
hingga mencapai 18,74 persen. Untuk lebih jelasnya dijelaskan dalam gambar
berikut:
tingkat pertumbuhan, timbulnya sebuah penyakit dan kecerdasan pada balita, karena
Tabel 1.1 Pengaruh gizi buruk terhadap tumbuh kembang sel jaringan otak menurut
Winnick
2
Masa terjadi gizi kurang/ buruk Hambatan tumbuh kembang yang terjadi
1. Masa dalam kandungan Jumlah sel otak yang terbentuk hanya 60% dari
jumlah seharusnya.
2. Tahun pertama setelah Jumlah sel otak yang terbentuk hanya 80-85% dari
3. Tahun kedua setelah Jumlah sel otak yang terbentuk mencapai 100%
ukuran seharusnya.
Dan jika gizi buruk terjadi ibu hamil maka akan meningkatkan angka kelahiran bayi
meningkat 2 kali lipat selama 8 bulan terjadinya peristiwa kelaparan di Rusia sebagai
BAB 2
Gizi buruk pada balita tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan
gabungan dari berbagai faktor yang berpengaruh secara langsung maupun tidak
konferensi Internasional tentang ”At Risk Factors and The Health and Nutrition of
yaitu:
3
At risk factors yang berasal dari masyarakat meliputi strukur politik,
At risk factors yang berasal dari diri sendiri terdiri dari usia ibu, jarak lahir
Sedangkan menurut WHO gizi dan penyakit infeksi saling mendorong dan
mempunyai hubungan yang sinergis. David Morely meneliti penyebab kematian bayi
dan anak-anak di Afrika menemukan bahwa gizi buruk banyak terjadi pada anak-anak
menyimpulkan dari penelitian di India dan Guatemala bahwa frekuensi penyakit diare
dan lamanya penyakit ini baru sembuh sangat ditentukan oleh gizi anak yang terkena
Oleh karena itu, penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernafasan atas
(ISPA) dapat menyebabkan asupan gizi tidak dapat diserap dengan baik sehingga
berakibat pada gizi buruk. Sebaliknya, Gizi buruk memyebabkan sistem pertahanan
tubuh terhadap infeksi menurun karena terjadi perubahan morfologis pada jaringan
penyebab langsung berupa makanan yang dikonsumsi dan penyakit infeksi. Kedua
4
penyebab langsung ditimbulkan penyebab tidak langsung yaitu ketersediaan dan pola
konsumsi rumah tangga yang dipengaruhi oleh daya beli dan jauh dekatnya akses
pangan dapat dijangkau yang berpengaruh besar pada makanan yang dikonsumsi,
Pola Asuh sebagai dampak dari akses informasi yang didapatkan orangtua,dan
pelayanan kesehatan dan sanitasi yang apabila berjalan dengan baik maka dapat
Jika ditinjau lebih jauh maka pembangunan ekonomi, politik dan sosial juga
mempengaruhi kondisi gizi suatu masyarakat, tidak jarang ditemui negara yang
berada dalam kondisi perang, ataupun dalam keadaan miskin cenderung membuat
keadaan gizi penduduknya ada dalam keadaan yang buruk. Dan sebaliknya gizi
masyarakat yang baik didukung oleh negara yang maju dan kondusif.
Menurut penjelasan para ahli diatas, penulis menganalisa lewat metoda Blum
Faktor
Faktor
Gizi
Faktor
Faktor
Buruk
Perilaku
Pelayanan
Sosio-
Lingkungan
Demografi
Kesehatan
1. Politik
2. Ketersediaan pangan
3. Ekonomi
4. Iklim
5. Kependudukan
5
1. Budaya 1. Anggaran
2. Prevalensi penyakit infeksi 2. Lokasi
3. Keadaan Perumahan 3. Program kesehatan
4. Kebersihan dan sanitasi 4. Petugas
1. Jarak lahir
2. Berat lahir
3. Pemanfaatan ASI
4. Imunisasi
5. Daya beli
6. Pola asuh
Terlihat pada bagan diatas bahwa kasus gizi buruk merupakan kasus yang
disebabkan oleh multifaktor yang sangat kompleks dan tidak dapat dipisahkan antara
satu dengan yang lainnya, namun terdapat faktor dominan yang membuat kasus gizi
buruk ini, untuk menentukan faktor dominan tersebut, maka ditentukanlah faktor
tersebut dengan skala prioritas yang akan digambarkan dalam tabel berikut:
6
Dari tabel diatas diketahui bahwa faktor dominan yang mempengaruhi kasus
gizi buruk adalah pola asuh yang buruk yang keluarga. Cakupan dari pola asuh ini
luas seperti interaksi ibu dengan anaknya, makanan yang diberikan pada anaknya, dan
perawatan kesehatan yang diberikan kepada anaknya. Pola asuh ini disebabkan oleh
Namun ada juga faktor lain yang sedikit kalah prioritasnya dengan pola asuh
yang salah yaitu rendahnya daya beli masyarakat, rendahnya daya beli ini membuat
seseorang akan membeli makanan seadanya tanpa sempat memikirkan kadar gizi
BAB 3
diketahui bahwa sampai pada tahun 2005 gizi buruk dan gizi kurang pada balita
terdapat kecenderungan makin buruk kondisi suatu daerah makin tinggi pula angka
gizi buruk dan gizi kurang pada balita di daerah tersebut. Daerah dengan tingkat gizi
buruk tertinggi adalah provinsi Nusa Tenggara Timur dimana prevalensi kejadiannya
adalah 41,07% disusul olehluku dengan angka 33,66% dan Nusa tenggara Barat
dengan prevalensi kejadian 33,66% balitanya mengalami gizi buruk maupun gizi
7
kurang, dan daerah yang angka kejadian gizi buruk terkecil adalah DIY dengan
15,05%.
Seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa masalah utama adalah
yang membuat gizi buruk bisa terjadi adalah pola Asuh yang salah dari keluarga
terutama ibu. Untuk menyelesaikan pola asuh yang salah dari keluarga maka solusi
2. Pemberian PMT
Penyuluhan kepada ibu dirasa perlu karena karena pola asuh keluarga
yang mempunyai balita tentang pola asuh yang baik meningkat dan ibu tahu tentang
konsep gizi, disamping itu perlu diberitahukan kepada para ibu tentang pentingnya
”Interaksi ibu dan anak berpengaruh besar terhadap perilaku makan, status
gizi juga perkembangan psikologis anak”
Pemberian PMT perlu karena gizi buruk erat kaitannya dengan daya beli dan
daya beli dekat dengan kemiskinan, karena masyarakat miskin yang berpenghasilan
8
Program ketiga sebagai solusi adalah mengintensifkan kembali posyandu
yaitu tempat dimana seorang ibu bisa menimbang berat anaknya, mendapat PMT juga
Dari 3 solusi diatas program yang dirasa paling baik untuk masalah gizi buruk
puskesmas, kantor kelurahan ataupun jika tidak ada bisa menggunakan rumah warga.
PANDU ini tidak sama pada tiap desa ataupun kelurahan, tergantung dari
kondisi tempat tersebut, karena adanya perbedaan penyebab antara permasalahan gizi
yang ada di masyarakat miskin dan masyarakat brkcukupan, pada masyarakat miskin
gizi buruk erat kaitannya dengan ketidakmampuan untuk membeli makanan bergizi
dilakukaian pemberian PMT, pada masyarakat tingkat menengah keatas akan diberi
penyuluhan tentang konsep gizi yang benar serta penanganan anak yang bemasalah
dengan gizi. Dana yang diberikan pada tiap posyandupun berbeda tergantung dari
kondisi masyarakatnya, makin tinggi tingkat ekonomi warga setempat maka dana
talangan yang diberikan juga makin kecil, pada keluarga berada juga dana PANDU
ini diusahakan adalah dana swadaya masyarakat. Sebaliknya pada daerah masyarakat
kurang mampu dalam menjalankan PANDU dananya akan dibantu oleh pemerintah.
Berdasar dari pernyataan itulah pada masyarakat menengah keatas tidak perlu
lagi diberikan PMT melainkan penyuluhan untuk menggunakan intraksi positif dan
9
peningkatan pengetahuan ibu tentang konsep gizi, sehingga diharapkan anak lewat
interaksi positif dengan ibunya, tidak lagi memilih-milih makanan ataupun makan
secara belebihan, yang akhirnya membawa anak indonesia pada kondisi gizi anak
yang baik.
PANDU ini ditujukan untuk ibu yang memiliki balita atupun ibu hamil, hal ini
dimaksudkan agar anak Indonesia terhindar dari gizi buruk karena pengaktifan
kembali posyandu berarti balita secara periodik dapat di cek kondisinya secara umum
dan posyandu adalah program yang paling tepat karena kegiatan dalam posyandu bisa
sangat fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi masyarakat sekitar. Bagi
penyuluhan, dan jika posyandu pada masyarakat berada kegiatan posyandu lebih pada
penyuluhan tentang konsep gizi serta besarnya pengaruh interaksi ibu terhadap pola
makan anak.
dan kemiskinan
10
2. Terciptanya kader-kader PANDU yang mumpuni
Target dari PANDU ini disesuaikan dengan target program MDGs yaitu
mengurangi angka gizi buruk hingga setengahnya dalam kurun waktu 1990 sampai
2015 jika program ini dilakukan pada Januari 2011 serta mengacu data yang ada pada
tahun 1989 jumlah yang mengalami kekurangan gizi sebesar 37.5% maka pada 2015
targetnya adalah sebesar 18,75% saja gizi kurang dari 31,2% menjadi sebesar 15,6%
Data tahun 2008 menunjukkan bahwa angka kekurangan gizi masih 28%
padahal target program ini adalah 18,75%. Memang hal tersebut dirasa sangat sulit
dicapai belum lagi program ini direncanakan mulai berjalan pada tahun 2011. jadi
Namun sesuai kesepakatan dan cita-cita seluruh dunia maka target ini tidak
bisa di ganggu gugat lagi serta sebagai cambuk penyemangat agar program ini dapat
berhasil.
Program ini diawali dengan pengiriman surat bagi yang ditujukan bagi kepala
desa yang mumpuni untuk melaporkan keadaan desa/ kelurahannya namun pada
keadaaan sebenarnya dari tempat tersebut. Kemudian dari data yang telah didapat
akan dikumpulkan dan diverifikasi untuk persiapan materi pengkaderan yang dirasa
11
Tahap kedua berupa pembekalan berupa pelatihan 3 sampai 4 perwakilan dari
tiap desa ataupun kelurahan yang disebut ”kader PANDU” yang dilakukan di tingkat
posyandu yang terampil dalam permasalahan gizi serta sebagai pusat informasi dan
pelaksana utama PANDU. Pembekalan ini dilakukan kontinu setiap 2 bulan untuk
lagi posyandu, posyandu ini rencananya dilakukan setiap 2 minggu sekali dan seperti
yang di jelaskan di awal bahwa tidak ada patokan kegiatan apa yang harus dilakukan
tergantung kebutuhan tiap daerah, hanya saja terdapat standar bagi tiap kegiatan
dan penimbangan berat badan, hanya saja terdapat standar PMT yang diberikan,
Tahap terakhir adalah monitoring dan evaluasi monitoring ini dilakukan oleh
dinas kesehatan setempat yang dilakukan bergilir. Untuk lebih jelasnya tahap demi
tahap mulai dari planning sampai dengan controling akan digambarkandengan bagan
berikut:
2. Dapat mencapai target MDGs, dalam hal pengurangan jumlah kasus malnutrisi.
13