Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

1.1 Definisi Gizi Buruk

Gizi Buruk adalah keadaan patologis yang terjadi akibat tidak terpenuhinya

kebutuhan tubuh akan berbagai zat gizi dalam jangka waktu yang lama.

Penyakit kekurangan gizi yang sering ditemukan di negara Indonesia dan merupakan

masalah gizi utama adalah:

a. Kekurangan kalori dan protein.(KKP)

b. Kekurangan vitamin A (Xerophthalmia)

c. Kekuranagan zat besi (Anemian Gizi)

d. Kekurangan zat Yodium ( Gondok Endemik)

Keempat masalah gizi adalah masalah gizi yang sering ditemukan di negara kita dan

sebenarnya masih banyak gangguan gizi lain, namun karena jarang ditemukan karena

keterbatasan IPTEK. Agar lebih fokus, Maka hanya kekurangan kalori dan protein

pada balita yang akan dibahas dalam kajian kali ini. Dan sebelum menelaah lebih

jauh bahwa terdapat 3 tingkatan dalam gizi buruk yaitu:

 Tahap ringan yang disebut kekurangan gizi

 Tahap menengah disebut gizi kurang

 Tahap lanjut yang disebut gizi buruk

1.2 Masalah Gizi Buruk Indonesia

Gizi buruk masih menjadi masalah besar di negara-negara berkembang dunia,

WHO melaporkan pada 2004 di negara berkembang, kekurangan kalori dan protein

(KKP) menjangkit satun diantara 4 anak atau sekitar 26,7% anak yang mengalami

kekurangan berat badan. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga masih

1
mengalami masalah ini, prevalensi dari KKP di Indonesia masih lebih tinggi dari

negara asia ekitar seperti Philipina, Thailand, Sri Lanka dan India. Hal ini hasil

penelitian Helen Keller yang dilakukan pada Desember 1999 sampai September 2003

yang menunjukkan bahwa jumlah penderita gangguan gizi baik gizi buruk maupun

gizi kurang pada balita berumur 12-23 bulan mencapai 38% di pedesaan dan 43% di

perkotaan. Survey Badan Pusat Statistik mengenai gangguan gizi adalah sebagai

berikut. Secara umum kaadaaan gizi balita Indonesia membaik dari pada tahun 1989

hal ini terlihat dari jumlah penderita gizi buruk dan gizi kurang yang menurun, dan

jika ingin mencapai target MDGs jumlah penderita kekurangan gizi perlu dikuragi

hingga mencapai 18,74 persen. Untuk lebih jelasnya dijelaskan dalam gambar

berikut:

Gambar1.1 Perkembangan Gizi Balita dalam berbagai Tahun

Sumber laporan pencapaian MDGS Indonesia 2007

1.3 Akibat Gizi Buruk

Keadaan gizi ternyata mempengaruhi banyak aspek dalam kesehatan seperti

tingkat pertumbuhan, timbulnya sebuah penyakit dan kecerdasan pada balita, karena

gizi keadaan sel berpengaruh terhadap tumbuh kembang sel otak.

Tabel 1.1 Pengaruh gizi buruk terhadap tumbuh kembang sel jaringan otak menurut

Winnick

Sumber : Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk

2
Masa terjadi gizi kurang/ buruk Hambatan tumbuh kembang yang terjadi
1. Masa dalam kandungan Jumlah sel otak yang terbentuk hanya 60% dari

jumlah seharusnya.

2. Tahun pertama setelah Jumlah sel otak yang terbentuk hanya 80-85% dari

lahir jumlah seharusnya.

3. Tahun kedua setelah Jumlah sel otak yang terbentuk mencapai 100%

lahir. tetapi besar dari masing-masing sel tidak mencapai

ukuran seharusnya.

Dan jika gizi buruk terjadi ibu hamil maka akan meningkatkan angka kelahiran bayi

dengan berat rendah bahkan sebuah statistik menunjukkan bahwa keguguran

meningkat 2 kali lipat selama 8 bulan terjadinya peristiwa kelaparan di Rusia sebagai

buntut dari serangan Leningard pada tahun1942.

BAB 2

PENYEBAB GIZI BURUK PADA BALITA

2.1 Kerangka Penyebab Masalah Pangan dan Gizi

Gizi buruk pada balita tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan

gabungan dari berbagai faktor yang berpengaruh secara langsung maupun tidak

konferensi Internasional tentang ”At Risk Factors and The Health and Nutrition of

Young Childern di Kairo tahun 1975 mengelompokkan faktor-faktor itu menjadi 3

yaitu:

3
 At risk factors yang berasal dari masyarakat meliputi strukur politik,

kebijakan pemerintah, ketersediaan pangan, prevalensi berbagai penyakit,

pelayanan kesehatan, tingkat sosial ekonomi, pendidikan dan iklim.

 At risk factors yang bersumber dari keluarga mencakup tingkat pendidikan,

status pekerjaan, penghasilan, keadaan perumahan, besarnya keluarga dan

karakter khusus dari sebuah keluarga tersebut.

 At risk factors yang berasal dari diri sendiri terdiri dari usia ibu, jarak lahir

dengan kakaknya, berat lahir, laju pertumbuhan, pemanfaatan asi, imunisasi

dan penyakit infeksi.

Sedangkan menurut WHO gizi dan penyakit infeksi saling mendorong dan

mempunyai hubungan yang sinergis. David Morely meneliti penyebab kematian bayi

dan anak-anak di Afrika menemukan bahwa gizi buruk banyak terjadi pada anak-anak

yang menderita penyakit infeksi, sebaliknya Gordon dan kawan-kawannya

menyimpulkan dari penelitian di India dan Guatemala bahwa frekuensi penyakit diare

dan lamanya penyakit ini baru sembuh sangat ditentukan oleh gizi anak yang terkena

penyakit diare tersebut.

Oleh karena itu, penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernafasan atas

(ISPA) dapat menyebabkan asupan gizi tidak dapat diserap dengan baik sehingga

berakibat pada gizi buruk. Sebaliknya, Gizi buruk memyebabkan sistem pertahanan

tubuh terhadap infeksi menurun karena terjadi perubahan morfologis pada jaringan

limphoid yang ikut berperan dalam sistem kekebalan.

UNICEF menggambarkan kerangka berfikir gizi buruk yang didalamnya terdapat

penyebab langsung berupa makanan yang dikonsumsi dan penyakit infeksi. Kedua

4
penyebab langsung ditimbulkan penyebab tidak langsung yaitu ketersediaan dan pola

konsumsi rumah tangga yang dipengaruhi oleh daya beli dan jauh dekatnya akses

pangan dapat dijangkau yang berpengaruh besar pada makanan yang dikonsumsi,

Pola Asuh sebagai dampak dari akses informasi yang didapatkan orangtua,dan

pelayanan kesehatan dan sanitasi yang apabila berjalan dengan baik maka dapat

mencegah terjadinya penyakit infeksi.

Jika ditinjau lebih jauh maka pembangunan ekonomi, politik dan sosial juga

mempengaruhi kondisi gizi suatu masyarakat, tidak jarang ditemui negara yang

berada dalam kondisi perang, ataupun dalam keadaan miskin cenderung membuat

keadaan gizi penduduknya ada dalam keadaan yang buruk. Dan sebaliknya gizi

masyarakat yang baik didukung oleh negara yang maju dan kondusif.

Menurut penjelasan para ahli diatas, penulis menganalisa lewat metoda Blum

digambarkan seperti berikut ini:

Gambar 2.1 : Bagan analisa penyebab masalah dengan metoda Blum

Faktor
Faktor
Gizi
Faktor
Faktor
Buruk
Perilaku
Pelayanan
Sosio-
Lingkungan
Demografi
Kesehatan

1. Politik
2. Ketersediaan pangan
3. Ekonomi
4. Iklim
5. Kependudukan

5
1. Budaya 1. Anggaran
2. Prevalensi penyakit infeksi 2. Lokasi
3. Keadaan Perumahan 3. Program kesehatan
4. Kebersihan dan sanitasi 4. Petugas

1. Jarak lahir
2. Berat lahir
3. Pemanfaatan ASI
4. Imunisasi
5. Daya beli
6. Pola asuh

Terlihat pada bagan diatas bahwa kasus gizi buruk merupakan kasus yang

disebabkan oleh multifaktor yang sangat kompleks dan tidak dapat dipisahkan antara

satu dengan yang lainnya, namun terdapat faktor dominan yang membuat kasus gizi

buruk ini, untuk menentukan faktor dominan tersebut, maka ditentukanlah faktor

tersebut dengan skala prioritas yang akan digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1: Tabel skala prioritas dengan metode USG

Faktor Urgency Seriousness Growth Jumlah


Pola Asuh 80 80 80 240
Daya beli 80 80 75 235
Program kesehatan 75 80 70 225
Prevalensi penyakit Infeksi 70 75 65 210
Kebersihan dan sanitasi 75 75 75 225
Lokasi 70 70 75 215
Ketersediaan pangan 70 75 75 220

6
Dari tabel diatas diketahui bahwa faktor dominan yang mempengaruhi kasus

gizi buruk adalah pola asuh yang buruk yang keluarga. Cakupan dari pola asuh ini

luas seperti interaksi ibu dengan anaknya, makanan yang diberikan pada anaknya, dan

perawatan kesehatan yang diberikan kepada anaknya. Pola asuh ini disebabkan oleh

beberapa faktor seperti pengetahuan dari keluargabisa juga tingkat penghasilan.

Namun ada juga faktor lain yang sedikit kalah prioritasnya dengan pola asuh

yang salah yaitu rendahnya daya beli masyarakat, rendahnya daya beli ini membuat

seseorang akan membeli makanan seadanya tanpa sempat memikirkan kadar gizi

yang ada didalamnya.

BAB 3

RENCANA PROGRAM KESEHATAN

3.1 Program Kesehatan yang Direncanakan

Menurut laporan pencapaian Indonesia pada program MDGs tahun 2007

diketahui bahwa sampai pada tahun 2005 gizi buruk dan gizi kurang pada balita

masih menjadi masalah yang penyebarannya merata ke semua povinsi, meskipun

terdapat kecenderungan makin buruk kondisi suatu daerah makin tinggi pula angka

gizi buruk dan gizi kurang pada balita di daerah tersebut. Daerah dengan tingkat gizi

buruk tertinggi adalah provinsi Nusa Tenggara Timur dimana prevalensi kejadiannya

adalah 41,07% disusul olehluku dengan angka 33,66% dan Nusa tenggara Barat

dengan prevalensi kejadian 33,66% balitanya mengalami gizi buruk maupun gizi

7
kurang, dan daerah yang angka kejadian gizi buruk terkecil adalah DIY dengan

15,05%.

Seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa masalah utama adalah

yang membuat gizi buruk bisa terjadi adalah pola Asuh yang salah dari keluarga

terutama ibu. Untuk menyelesaikan pola asuh yang salah dari keluarga maka solusi

yang dapat dilaksanakan adalah:

1. Penyuluhan kepada ibu-ibu yang mempunyai balita tentang konsep

gizi dan pola asuh yang benar kepada anak.

2. Pemberian PMT

3. Penghidupan kembali posyandu sebagai tempat terpadu yang

didalamnya bisa dilakukan pemberian PMT maupun penyuluhan.

Penyuluhan kepada ibu dirasa perlu karena karena pola asuh keluarga

mempengaruhi gizi buruk. Dengan adanya penyuluhan diharapkan kesadaran ibu

yang mempunyai balita tentang pola asuh yang baik meningkat dan ibu tahu tentang

konsep gizi, disamping itu perlu diberitahukan kepada para ibu tentang pentingnya

interksi antara ibu dan anak. Bernhardt (1964) menyatakan bahwa:

”Interaksi ibu dan anak berpengaruh besar terhadap perilaku makan, status
gizi juga perkembangan psikologis anak”

Pemberian PMT perlu karena gizi buruk erat kaitannya dengan daya beli dan

daya beli dekat dengan kemiskinan, karena masyarakat miskin yang berpenghasilan

minim akan mengkonsumsi makanan seadanya tanpa memperhatikan kandungan gizi

dalam makanan tersebut.

8
Program ketiga sebagai solusi adalah mengintensifkan kembali posyandu

yaitu tempat dimana seorang ibu bisa menimbang berat anaknya, mendapat PMT juga

pengetahuan tentang gizi anak dengan baik.

Dari 3 solusi diatas program yang dirasa paling baik untuk masalah gizi buruk

di Indonesia adalah penghidupan dan pengintensifan kembali posyandu di Indonesia,

program ini diberi nama ”PANDU”

”PANDU” (Program Nasional Datangi posyandU), rencananya dilaksanakan

desa dan kelurahan tanpa membebani masyarakatnya karena bisa dilaksanakan

dimanapun tempt yang memungkinkan di desa ataupun kelurahan tersebut bisa di

puskesmas, kantor kelurahan ataupun jika tidak ada bisa menggunakan rumah warga.

PANDU ini tidak sama pada tiap desa ataupun kelurahan, tergantung dari

kondisi tempat tersebut, karena adanya perbedaan penyebab antara permasalahan gizi

yang ada di masyarakat miskin dan masyarakat brkcukupan, pada masyarakat miskin

gizi buruk erat kaitannya dengan ketidakmampuan untuk membeli makanan bergizi

dilakukaian pemberian PMT, pada masyarakat tingkat menengah keatas akan diberi

penyuluhan tentang konsep gizi yang benar serta penanganan anak yang bemasalah

dengan gizi. Dana yang diberikan pada tiap posyandupun berbeda tergantung dari

kondisi masyarakatnya, makin tinggi tingkat ekonomi warga setempat maka dana

talangan yang diberikan juga makin kecil, pada keluarga berada juga dana PANDU

ini diusahakan adalah dana swadaya masyarakat. Sebaliknya pada daerah masyarakat

kurang mampu dalam menjalankan PANDU dananya akan dibantu oleh pemerintah.

Berdasar dari pernyataan itulah pada masyarakat menengah keatas tidak perlu

lagi diberikan PMT melainkan penyuluhan untuk menggunakan intraksi positif dan

9
peningkatan pengetahuan ibu tentang konsep gizi, sehingga diharapkan anak lewat

interaksi positif dengan ibunya, tidak lagi memilih-milih makanan ataupun makan

secara belebihan, yang akhirnya membawa anak indonesia pada kondisi gizi anak

yang baik.

3.2 Sasaran Program

PANDU ini ditujukan untuk ibu yang memiliki balita atupun ibu hamil, hal ini

dimaksudkan agar anak Indonesia terhindar dari gizi buruk karena pengaktifan

kembali posyandu berarti balita secara periodik dapat di cek kondisinya secara umum

dan posyandu adalah program yang paling tepat karena kegiatan dalam posyandu bisa

sangat fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi masyarakat sekitar. Bagi

masyarakat kurang mampu program PMT lebih diintensifkan dengan diselingi

penyuluhan, dan jika posyandu pada masyarakat berada kegiatan posyandu lebih pada

penyuluhan tentang konsep gizi serta besarnya pengaruh interaksi ibu terhadap pola

makan anak.

3.3 Tujuan program

Tujuan Strategis :1. Mewujudkan target MDG’s terutama masalah gizi

dan kemiskinan

Tujuan Operasional : 1. Mencegah terjadinya gizi buruk baik secara primer

yang berupa pencegahan agar gizi buruk pada balita

tidak terjadi maupun sekunder yang berupa

pendeteksian dini yang dilakukan dengan penimbangan.

10
2. Terciptanya kader-kader PANDU yang mumpuni

dalam menangani masah gizi di daerahnya.

3.4 Target Program

Target dari PANDU ini disesuaikan dengan target program MDGs yaitu

mengurangi angka gizi buruk hingga setengahnya dalam kurun waktu 1990 sampai

2015 jika program ini dilakukan pada Januari 2011 serta mengacu data yang ada pada

tahun 1989 jumlah yang mengalami kekurangan gizi sebesar 37.5% maka pada 2015

targetnya adalah sebesar 18,75% saja gizi kurang dari 31,2% menjadi sebesar 15,6%

dan gizi buruk dari 6.3% menjadi 3,15% saja.

Data tahun 2008 menunjukkan bahwa angka kekurangan gizi masih 28%

padahal target program ini adalah 18,75%. Memang hal tersebut dirasa sangat sulit

dicapai belum lagi program ini direncanakan mulai berjalan pada tahun 2011. jadi

hanya 4 tahun saja waktu yang tersedia untuk memenuhi target.

Namun sesuai kesepakatan dan cita-cita seluruh dunia maka target ini tidak

bisa di ganggu gugat lagi serta sebagai cambuk penyemangat agar program ini dapat

berhasil.

3.5 Proses Pelaksanaan Program

Program ini diawali dengan pengiriman surat bagi yang ditujukan bagi kepala

desa yang mumpuni untuk melaporkan keadaan desa/ kelurahannya namun pada

aerah-daerah tertentu akan dikirimkan relawan untuk mengamati secara singkat

keadaaan sebenarnya dari tempat tersebut. Kemudian dari data yang telah didapat

akan dikumpulkan dan diverifikasi untuk persiapan materi pengkaderan yang dirasa

cocok untuk daerah tersebut.

11
Tahap kedua berupa pembekalan berupa pelatihan 3 sampai 4 perwakilan dari

tiap desa ataupun kelurahan yang disebut ”kader PANDU” yang dilakukan di tingkat

kecamatan. Hal ini dimaksudkan agar terdapat kader-kader pengaktif kembali

posyandu yang terampil dalam permasalahan gizi serta sebagai pusat informasi dan

pelaksana utama PANDU. Pembekalan ini dilakukan kontinu setiap 2 bulan untuk

terus memperbaharui infomasi kader.

Pada tahap selanjutnya adalah tahap implementasi yaitu proses menjalankan

lagi posyandu, posyandu ini rencananya dilakukan setiap 2 minggu sekali dan seperti

yang di jelaskan di awal bahwa tidak ada patokan kegiatan apa yang harus dilakukan

tergantung kebutuhan tiap daerah, hanya saja terdapat standar bagi tiap kegiatan

program yang dilakukan, contoh tidak masalah jika posyandu A melakukan

penimbangan dan pemberian PMT, sedangakan posyandu B melakukan penyuluhan

dan penimbangan berat badan, hanya saja terdapat standar PMT yang diberikan,

standar timbangan yang digunakan serta standar penyuluhan yang baik.

Tahap terakhir adalah monitoring dan evaluasi monitoring ini dilakukan oleh

dinas kesehatan setempat yang dilakukan bergilir. Untuk lebih jelasnya tahap demi

tahap mulai dari planning sampai dengan controling akan digambarkandengan bagan

berikut:

Gambar 3.1 proses PANDU

Monitoring Pembentukan tim


Evaluasi Pembuatan PoA

Pengurusan izin & dana


Pengiriman surat & relawan
Pengumpulan data
Pelaksanaan PANDU Verifikasi data
Pencarian pemateri,
12 persiapan, pela
3.6 Indikator keberhasilan

PANDU dinyatakan berhasil apabila memenuhi syarat-syarat berikut:

1. Diselenggarakan di sepertiga wilayah indonesia.

2. Dapat mencapai target MDGs, dalam hal pengurangan jumlah kasus malnutrisi.

3. Tercipta 500.000 kader PANDU

13

Anda mungkin juga menyukai