Bani Umayah
Bani Umayah
DINASTI UMAYYAH1
1 Makalah disampaikan dalam diskusi panel mahasiswa BSI – IV kelas B, pada mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam, Senin, 09 April 2007 oleh Muhammad Muhardi – 205 102 497
nya untuk memerangi penduduk Syam dan memaksa mereka tunduk
kepada Jama'atul Muslimin.369.
Setelah mengetahui hal ini, Mu'awiyah pun dengan serta merta
mengerahkan pasukannya dari Syam hingga kedua pasukan ini
bertemu di daratan Shiffin di tepi sungai Eufrat. Selama dua bulan atau
lebih, kedua pihak saling bergantian mengirim utusan. Ali mengajak
Mua'wiyah dan orang-orang yang bersamanya untuk membaiatnya.
Beliau juga meyakinkan Mua'wiyah bahwa qishash terhadap para
pembunuh Utsman pasti akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
Sementara itu, Mua'wiyah menyerukan Ali agar sebelum melakukan
segala sesuatu, hendaklah menangkap para pembunuh Utsman yang
merupakan anak pamannya. Karena itu, dia (Mua'wiyah) merupakan
orang yang paling berhak menuntut darahnya. Selama pembahasan
dan perundingan ini barangkali telah terjadi pertempuran-pertempuran
kecil dan manuver.
Saat itulah Mu'awiyah dan Amr ibnul Ash berunding. Amr ibnul Ash
mengusulkan supaya Mu'awiyah mengajak penduduk Irak untuk
berhukum kepada Kitab Allah. Mu'awiyah lalu memerintahkan orang-
orang supaya mengangkat Mush-haf di ujung tombak dan meme-
rintahkan seorang petugas untuk menyerukan atas namanya, "Ini
adalah Kitabullah di antara kami dan kalian." Ketika pasukan Ali
melihat hal ini -mereka sudah hampir memperoleh kemenangan-
terjadilah perselisihan di antara mereka. Ada yang setuju untuk
berhukum kepada Allah dan ada pula yang tidak menghendaki kecuali
peperangan karena siapa tahu hal itu hanyalah tipu daya.
Saat itu, kedua hakim telah sepakat untuk mencopot Ali dan
Mu'awiyah. Selanjutnya keduanya harus menyerahkan hal ini kepada
syura kaum Muslimin guna menentukan pilihan mereka sendiri. Kedua-
nya kemudian mendatangi para pendukungnya masing-masing. Amr
ibnul Ash mempersilakan Abu Musa al-'Asy'ari maju. Setelah
memanjatkan pujian kepada Allah dan shalawat kepada Rasulullah
Shalallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata, "Wahai manusia, setelah
membahas urusan umat ini, kami berkesimpulan bahwa tidak ada
sesuatu yang lebih baik dan lebih dapat mewujudkan persatuan selain
dari apa yang telah aku dan Amr sepakati, yaitu kami mencopot Ali
dan Mu'awiyah."
Setelah menyampaikan kalimatnya, Abu Musa al-Asy'ari mundur.
Setelah itu, tiba giliran Amr untuk menyampaikan kalimatnya. Setelah
memanjatkan pujian kepada Allah, Amr mengatakan, "Sesungguhnya,
ia (Abu Musa) telah menyatakan apa yang kalian dengar. Ia telah
mencopot kawannya dan aku pun telah mencopotnya sebagaimana
dia. Akan tetapi, aku mengukuhkan kawanku Mu'awiyah karena
sesungguhnya ia adalah 'putra mahkota' Utsman bin Affan, penuntut
darahnya, dan orang yang paling berhak menggantikannya."
Setelah tahkim ini, orang-orang pun bubar dengan rasa kecewa dan
tertipu kemudian kembali ke negerinya masing-masing. Amr dan
kawan-kawannya menemui Mu'awiyah guna menyerahkan khilafah
kepadanya, sedangkan Abu Musa pergi ke Makkah karena malu
kepada Ali. Ibnu Abbas dan Syuraih bin Hani' kembali kepada Ali dan
menceritakan peristiwa tersebut
b. Masalah Khawarij dan Terbunuhnya Ali
Ketika Ali mengutus Abu Musa al-Asy'ari dan pasukannya ke Daumatul
Jandal, masalah kaum khawarij (pembelot) semakin bertambah
memuncak. Mereka sangat mengecam Ali, bahkan secara terus-
menerus mengafirkannya karena tindakannya menerima tahkim,
padahal kaum Khawarij ini sebelumnya termasuk mereka yang paling
antusias terhadap Ali.
Setelah upaya dialog dan nasihat yang dilakukan Ali kepada mereka
tidak bermanfaat sama sekali, akhirnya Ali berkata kepada mereka,
"Sesungguhnya, kami berkewajiban untuk tidak melarang shalat di
masjid-masjid kami selama kalian tidak membangkang terhadap kami.
Kami tidak akan menahan bagian kalian terhadap fa'i ini selama
tangan-tangan kalian bersama tangan-tangan kami dan kami tidak
akan memerangi kalian sampai kalian memerangi kami."
Setelah mengumumkan penolakannya terhadap keputusan dua hakim
tersebut, Ali berangkat memimpin pasukan besar ke Syam untuk
memerangi Mu'awiyah. Di samping itu, Ali mendapat berita bahwa
Khawarij telah melakukan berbagai kerusakan di muka bumi, me-
numpahkan darah, memotong jalan-jalan umum, memperkosa wanita--
wanita, bahkan membunuh Abdullah bin Khabbab, seorang sahabat
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan istrinya yang sedang
hamil. Akhirnya, Ali dan orang-orang yang bersamanya khawatir jika
mereka pergi ke Syam sibuk memerangi Mu'awiyah, orang-orang
Khawarij akan membantai keluarga dan anak keturunan mereka. Ali
dengan mereka kemudian sepakat untuk memerangi Khawarij terlebih
dahulu.
Ali dan pasukannya, termasuk di dalamnya para sahabat, berangkat
mendatangi mereka. Ketika sampai di dekat Mada'in, Ali mengirim
surat kepada orang-orang Khawarij di Nahrawan yang isinya,
"Serahkanlah kepada kami para pembunuh saudara-saudara kami
supaya kami dapat meng-qishosh mereka kemudian setelah itu kami
akan biarkan kalian dan kami akan melanjutkan perjalanan ke Syam.
Semoga Allah mengembalikan kalian kepada keadaan yang lebih baik
dari keadaan sekarang."
Akan tetapi, mereka membalas Ali dengan menyatakan, "Kami semua
adalah para pembunuh saudara-saudara kalian! Kami menghalalkan
darah mereka dan darah kalian!"
Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib dia berkata, "Janganlah kalian
membenci pemerintahan Mu'awiyah. Sebab andai kalian kehilangan
dia, niscaya akan kalian lihat beberapa kepala lepas dari lehernya."
Selanjutnya tidak seorang pun dari para pejuang Badar kecuali telah
mendatangi Ali seraya berkata, "Kami tidak melihat adanya seorang
yang lebih berhak menjabat sebagai khalifah selain dirimu. Ulurkanlah
tanganmu, kami baiat." Mereka lalu membaiatnya.
Belum selesai pengangkatan dan pembaiatan Ali sebagai khalifah,
Marwan dan anaknya telah melarikan diri.
Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib dia berkata, "Janganlah kalian
membenci pemerintahan Mu'awiyah. Sebab andai kalian kehilangan
dia, niscaya akan kalian lihat beberapa kepala lepas dari lehernya."
Dinasti Umayyah mulai terbentuk dan terlahir sejak terjadinya peristiwa tahkim pada
perang shiffin. Perang yang dimaksudkan untuk menuntut balas atas kematian Usman bin
Affan itu semula dimenangkan oleh pihak Ali. Namun karena Muawiyah melihat gelagat
bahwa mereka pasti akan mengalami kekalahan lagi., maka akhirnya Muawiyah
mengadakan negosiasi dengan pihak Ali untuk kembali menggunakan hukum Allah.2
Dalam peristiwa Tahkim itu Ali telah terpedaya oleh taktik dan siasat Muawiyah yang
pada akhirnya Ali mengalami kekalahan secara politis, dan Alipun terbunuh oleh salah
seorang dari golongan Khawarij.
Setelah merebut kekuasaan dari Hasan bin Ali pada tahun 41 H/661 M, naiklah
Muawiyah bin Abi Sofyan menjadi khalofah dan memindahkan segala pusat kegiatan
pemerintahan dari Madinah ke Damaskus (negeri Syam). Memasuki masa kekuasaanya,
Muawiyah mengubah sistem pemerintahan yang semula bersifat demokratis menjadi
monarkhi, mencontoh monarkhi di Persia dan Byzantium3. Kekhalifahan Muawiyah
diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara
terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia kepada putranya, Yazid4
BID’AH TERBESAR SEPANJANG SEJARAH ISLAM
b. Di bidang politik
Sejak ekspansi gencar dilakukan, maka pemerintah membentuk badan atau
lembaga yang mengurusi beberapa bidang, di antara lembaga yang didirikan adalah :
Nidhomul Siyasi (organisasi politik), Nidhomul Idary (Tata usaha kenegaraan),
Nidhomul Maaly (ekonomi keuangan), Nidhomul Harby (ketentaraan), dan Nidhomul
Qadhai (Kehakiman). Dengan didirikannya lembaga-lembaga di atas, maka
Pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz pemerintahan dipusatkan untuk membenahi
masyarakat dari berbagai pemberontakkan dan konflik. Pada masa ini kholifah Umar
berhasil bernegosiasi dengan golongan Syi;ah sehingga mereka mau berdamai, kemudian
Umarpun melarang siapa saja untuk menghina atau memojokkan keluarga Ali dan Ahluil
Bait sehingga itu kedamain dan ketentraman dalam negeri dapat dicapai
Referensi :
1. Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan
Dunia Islam, Rajawali Pers, Jakarta 2004.
2. Badri Yatim, Dr. M.A, Sejarah Peradaban Islam,
Rajawali Pers, Jakarta 2003
3. Amrullah, Drs, Sejarah Kebudayaan Islam, Armico,
BAndung 1995
4.