Anda di halaman 1dari 7

BAB VIII/Gangguan Pernafasan

Terdapat penebalan otot polos dan jaringan ikat pada jalan udara.
Inflamasi kronik menyebabkan pembentukan parut dan fibrosis.
Penyempitan jalan udara yang meluas terjadi dan lebih parah pada jalan
udara periferal yang berukuran kecil.

 Perubahan parenkimal mempengaruhi unit penukar gas paru-paru


( Alveoli dan kapiler pulmonar). Penyakit yang terkait dengan merokok
paling umum menyebabkan emfisema sentrilobar yang terutama
mempengaruhi bronkiol respirasi. Emfisema pan-lobural dijumpai pada
defisiensi AAT dan meluas sampai ke duktus dan kantung alveolus.
 Perubahan vaskular termasuk penebalan pembuluh pulmonar yang
dapat menyebabkan disfungsi endotel arteri pulmonar. Selanjutnya
perubahan struktural meningkatkan tekanan pulmonar, terutama
selama latihan fisik. Pada COPD parah, hipertensi pulmonar
sekundermenyebabkan gagal jantung sebelah kanan (cor pulmonale).

C. Manifestasi Klinik
 Gejala awal COPD termasuk batuk kronik dan produksi sputum;
pasien dapat mengalami gejala ini selama beberapa tahun sebelum
berkembangnya dispnea.
 Pemeriksaan fisik menunjukkan hasil normal pada pasien yang
berada pada tahap COPD yang lebih ringan. Bila keterbatasan aliran
udara menjadi parah, pasien dapat mengalami sianosis membran
mukosa, “barrel chest” karena pengembangan paru-paru berlebihan,
peningkatan laju respirasi istirahat, nafas dangkal, bibir monyong
selama ekspirasi , dan penggunaan otot respirasi pelengkap.

ISO Farmakoterapi
BAB VIII/Gangguan Pernafasan

 Pasien dengan COPD yang memburuk dapat mengalami dispnea


yang lebih parah, peningkatan volume sputum, atau peningkatan
kandungan nanah pada sputum. Tanda umum lain dari COPD yang
 memburuk termasuk data sempit, peningkatan kebutuhan
brokondilator, tidak enak badan , lelah, dan penurunan toleransi
latihan fisik.

II. TERAPI
A. Tujuan Terapi
Hasil akhir terapi termasuk penghentian merokok; peningkatan gejala;
pengurangan dalam penurunan tingkat FEV 1 ; pengurangan angka
kejadian memburuk akut; peningkatan kesejahteraan fisik dan psikologi;
dan pengurangan tingkat kematian, perawatan dirumah sakit, dan hari
tidak masuk kerja.
B.Pendekatan Umum
TERAPI COPD KRONIK
TERAPI FARMAKOLOGI
Pendekatan bertahap untuk menangani COPD ditunjukkan pada
Gambar 1. Brokondilator digunakan untuk mengontrol gejala; tidak ada
golongan farmakologi yang terbukti memberikan keuntungan lebih
dibanding yang lain, meskipun terapi inhalasi lebih disukai. Pemilihan
pengobatan didasarkan pada kebutuhan pasien, respon individu, dan
efek samping. Pengobatan dapat dipakai sesuai kebutuhan atau
didasarkan pada jadwal dan terapi tambahan sebaiknya ditambahkan
pada tahapan tergantung respon dan keparahan penyakit. Keuntungan
klinis brokondlator termasuk peningkatan kapasitas latihan fisik,
penurunan terperangkapnya udara, dan peredaan gejala seperti

ISO Farmakoterapi
BAB VIII/Gangguan Pernafasan

dispnea. Namun, peningkatan berarti pada penentuan fungsi paru-paru


seperti FEV1 mungkin tidak terlihat.

Baru 0:Pada 1:Ringan 2: Sedang 3: Parah 4:Sangat parah


Resiko

Karak-  Gejala  FEV1/ FEV1/FVC<  FEV1/FVC  FEV1/FVC<70%


teristik Kronik. FVC 70% <70%  FEV1<30% atau
 Paparan <70% 50%  30%<FEV1 adanya kegagalan
terhadap  FEV1≥ <FEV1<80 <50% respirasi kronik
faktor 80% %  Dengan atau gagal jantung
resiko  Dengan Dengan atau kanan
 Spirometri atau atau tanpa tanpa
normal tanpa gejala gejala
gejala
Hindari faktor risiko; vaksinasi influenza; vaksin pneumococcus
Tambahkan bronkodilator aksi pendek jika diperlukan
Tambahkan penanganan reguler dengan satu
atau lebih brokondilator aksi panjang
Tambahkan rehabilitasi
Tambahkan glukokortiroid
inhalasi jika keadaan buruk
terulang
Tambahkan
oksigen jangka
panjang jika
terjadi gagal
pernafasan kronik
Pertimbangan
penanganan
melalui operasi
Gambar 34.1. Rekomendasi Terapi untuk COPD Stabil

ISO Farmakoterapi
BAB VIII/Gangguan Pernafasan

2. Simpatomimetik
 Simpatomimetik selektif β2 menyebabkan relaksasi otot polos bronkial
dan brokondilatasi dengan menstimulasi enzim adenil siklase untuk
meningkatkan pembentukan adenosin monofosfat siklit (cAMP).
Simpatomimetik juga dapat meningkatkan mukosiliar.
 Pemberian melalui metered-dose inhaler (MDI) atau Dry-powder
inhaler (DPI) setidaknya seefektif terapi nebulasi dan biasanya lebih
disukai karena alasan biaya dan kenyamanan.
 Albuterol, levalbuterol, bitolterol, pirbuterol, dan terbutalin merupakan
agen aksi pendek yang lebih disukai karena mempunyai selektivitas β 2
lebih besardan durasi aksi lebih panjang dibandingkan agen aksi
pendek lainnya (isoproterenol, metaproterenol, dan isoetarin). Rute
inhalasi lebih diminati dibandingkan rute oral dan parenteral dalam hal
efikasi dan efek samping. Agen aksi pendek dapat digunakan untuk
meredakan gejala secara akut atau berdasarkan jadwal untuk
mencegah atau meredakan gejala. Durasi aksi agonis β 2 aksi pendek
adalah 4 hingga 6 jam.
 Furmoterol dan salmeterol merukan agonis β 2 inhalasi aksi jangka
panjang yang diberikan setiap 12 jam berdasarkan jadwal dan
menghasilkan brokondilatasi selama interval dosis. Penggunaan agen
ini sebaiknya diper-timbangkan untuk pasien yang memperlihatkan
kebutuhan yang sering akan agen aksi pendek. Tidak satu pun obat
yang diindikasikan untuk peredaan gejala secara akut.

3. Antikolinergik
 Ketika diberikan secara inhalasi, agen antikolinergik memproduksi
brokondilatasi dengan menginhibisi reseptor kolinergik secara

ISO Farmakoterapi
BAB VIII/Gangguan Pernafasan

kompetitif pada otot polos bronkial. Aktivitas ini memblok asetilkolin,


yang efek selanjutnya adalah pengurangan guanosin monofosfat siklik
(cGMP), yang umumnya mengkonstriksi otot polos bronkial.
 Ipratropium bromida memiliki onset yang lebih lambat dibandingkan
agonis β2 aksi pendek (15 hingga 20 menit vs 5 menit untuk albuterol).
Karena alasan ini, zat tersebut kurang sesuai untuk penggunaan
ketika dibutuhkan, tetapi sering diresepkan untuk keadaan ini.
Ipratropium memiliki efek bronkodilator yang lebih panjang dibanding
agonis β2 aksi pendek. Efek puncaknya muncul pada 1,5 hingga 2 jam
dan durasinya adalah 4 hingga 6 jam. Dosis yang direkomendasikan
menggunakan MDI adalah 2 hirup empat kali sehari dengan
peningkatan bertahap yang sering hingga 24 hirup/hari. Zat ini juga
tersedia dalam bentuk larutan untuk nebulisasi. Keluhan dari pasien
yang paling sering adalah mulut kering, mual, dan kadang rasa seperti
logam. Karena Antikolinergik tidak diserap baik secara sistemik, efek
sampingnya jarang terlihat (pandangan kabur, retensi urinaria, mual,
dan takikardia).
 Tiotropium bromida merupaka agen aksi panjang yang memebrikan
perlindungan terhadap brokokonstriksi kolinergik selama lebih dari 24
jam. Onset terjadi dalam 30 menit dan efek puncak tercapai dalam 3
jam. Zat ini diberikan menggunakan HandiHaler, suatu alat nafas
beraktuator untuk sekali isi serbuk-kering. Dosisi yang
direkomendasikan adalah inhalasi isi satu kapsul satu kali sehari
menggunakan alat inhalasi HandiHaler, karena efeknya yang lokal,
tiotropium ditoleransi dengan baik. Efek antikolinergik lain juga telah
dilaporkan.

ISO Farmakoterapi
BAB VIII/Gangguan Pernafasan

4. Kombinasi Antikolinergik dan Simpatomimetik


 Kombinasi antikolinergik inhalasi dengan agonis β 2 sering digunakan,
terutama ketika perkembangan penyakit dan gejala semakin
memburuk seiring waktu. Mengkombinasikan bronkodilator dengan
mekanisme yang berbeda membuat dosis efektif terendah dapat
digunakan dan mengurangi efek samping dari masing-masing zat.
Kombinasi kedua agonis β2 aksi pendek dan aksi panjang dengan
ipratropium menunjukkan pertambahan peredaan gejala dan
peningkatan fungsi paru-paru.
 Sediaan kombinasi yang mengandung albuterol dan ipratropium
dalam MDI digunakan untuk terapi pemeliharaan COPD.

5. Metilxantin
 Teofilin dan aminofilin dapat menghasilkan brokondilatasi dengan
menginhibisi fosfodiesterase (yang kemudian menigkatkan kadar
(cAMP), inhibisi influks ion kalsium ke dalam otot polos, antagonis
prostaglandin, stimulasi katekolamin endogen, antagonis reseptor
adenosine, dan inhibisin pelepasan mediator dari sel mast dan
leukosit.
 Penggunaan kronik teofilin dalam COPD menunjukkan peningkatan
fungsi paru-paru, termasuk kapasitas vital dan FEV 1. Secara
subjektif, teofilin mengurangi dispnea, meningkatkan toleransi
terhadap latihan, dan memperbaiki kendali respirasi.Efek
nonpulmonari yang mungkin berkontribusi terhadap kapasitas
fungsional yang lebih baik termasuk peningkatan fungsi kardiak dan
penurunan tekanan arterti pulmonari.

ISO Farmakoterapi
BAB VIII/Gangguan Pernafasan

 Metilxantin tidak lagi dipakai sebagai obat pilihan pertama dalam


COPD.

ISO Farmakoterapi

Anda mungkin juga menyukai