Anda di halaman 1dari 3

Tugas HKI

“kasus sengketa desain industri antara PT.Nobel Carpets


dengan PT.Universal” Carpet and Rugs”

Oleh :
Rianto Ade Putra B1A008022

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
2010
Kasus Posisi :
Pada kasus ini, PT. Nobel Carpets sebagai pihak penggugat mengajukan gugatan desain
industri atas karpet dengan motif Pilar dan karpet dengan motif Masjid yang didaftarkan PT.
Universal Carpets and Rugs sebagai pihak tergugat.
Dasar gugatan PT. Nobel Carpets atau penggugat adalah desain industri atas karpet
dengan motif Pilar dan Masjid yang keduanya didaftarkan atas nama PT. Universal Carpets
and Rugs adalah tidak baru pada saat diterimanya permohonan pendaftarannya, masing-
masing pada tanggal 4 Juli 2003 dan 8 Juli 2003, karena sama dengan desain industri karpet
dengan motif Pilar dan motif Masjid yang telah digunakan di Indonesia oleh Penggugat atau
PT. Nobel Carpets sejak tahun 1995.
Tuntutan Penggugat atau PT. Nobel Carpets adalah agar Tergugat PT. Universal Carpets
and Rugs dinyatakan beritikad tidak baik pada waktu pengajuan permohonan pendaftaran
desain industri yang terdaftar dengan No. ID 0 005 420 dengan karpet motif Pilar dan desain
industri dengan No. ID 0 005 425. Dan tuntutan agar desain industri No. ID 0 005 420 dengan
judul karpet dengan motf Pilar dan desain industri No. ID 0 005 425 dengan judul karpet
dengan motif masjid.
Pada Putusan Pengadilan Niaga, Majelis Hakim berpendapat bahwa motif pilar dan motif
masjid yang diproduksi PT. Universal Carpets and Rugs atau Tergugat tidak sama dengan
karpet Pilar dan Masjid yang diproduksi oleh Penggugat dengan pertimbangan bahwa setelah
membandingkan karpet-karpet produk Penggugat dengan karpet produk Tergugat sepintas
memang memiliki kemiripan, namun apabila diteliti lebih seksama dari segi bentuk,
konfigurasi, komposisi garis dan ornamentasi khas ternyata berbeda, sehingga karpet-karpet
produk Tergugat dapat dikatakan memiliki nilai kebaruan atau novelty.
Dalam putusan tersebut Majelis Hakim menimbang bahwa Pasal 10 Undang-Undang
Desain Industri menyatakan bahwa hak atas desain industri diberikan atas dasar permohonan.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka perlindungan desain industri hanya diberikan
kepada pihak yang telah mengajukan permohonan pendaftaran desain industri. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Desain Industri bahwa pihak yang untuk pertama kali
mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang hak desain industri, kecuali dapat
dibuktikan sebaliknya.
Berdasarkan ketentuan pasal di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa secara yuridis
PT. Universal Carpets and Rugs atau Tergugatlah sebagai pihak yang pertama kali
mengajukan permohonan pendaftaran atas desain industri karpet dengan motif masjid pada
Turut Tergugat atau Direktorat Jenderal HaKI. Sehingga secara mutatis mutandis sesuai
dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Desain Industri.
Analisis :
Desain Industri adalah cabang dari Hak Kekayaan Intelektual yang melindungi penampakan
luar dari suatu produk. Desain industri dianggap sebagai bagian dari pekerjaan artistik atau
perancangan dari suatu produk yang akan diproduksi secara massal. Dalam perlindungannya
hak desain industri diberikan untuk desain industri yang benar – benar baru ataupun perbaikan
dari desain yang sudah ada. Jadi menurut pendapat saya, bahwa pada kasus tersebut diatas,
Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut telah tepat dan benar. Karena meskipun
penggugat telah mengklaim desain industri adalah pertama kali diadakan dan dimilikinya
tetapi pada kenyataannya penggugat sendiri tidak pernah mengajukan pendaftaran desain
industri atas karpet yang diproduksinya, sehingga dapat dinyatakan bahwa Penggugat tidak
berhak menerima perlindungan desain industri untuk karpet yang diproduksinya tersebut.
Dalam kasasi si penggugatpun, Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa Putusan
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut telah tepat dan benar. Hal ini telah serta merta
menunjukkan pada kita semua bahwa pemilik yang sah secara hukum dari suatu desain
industri itu sendiri adalah yang pertama kali mendaftarkannya ke Ditjen HKI.

Sebenarnya nilai kebaruan suatu poroduk desain industri itu tidak hanya diklaim atas
penampilan keseluruhannya, tetapi juga berdasarkan pada kombinasi elemen-elemen yang
pada awalnya telah diketahui. Sesuai dengan Undang-Undang Desain Industri di Indonesia
bahwa suatu desain akan mendapatkan perlindungan hukum jika desain tersebut benar-benar
baru, dengan kata lain memiliki unsur novelty atau kebaruan. Kriteria kebaruan dalam
Undang-Undang Desain Industri di Indonesia tidak jelas. Dalam praktek yang digunakan oleh
para hakim, unsur kebaruan dapat dinilai dari kombinasi desain yang telah ada sebelumnya.
Dalam hal ini termasuk tambahan bentuk, kompisis garir, warna dan konfigurasi. Dengan kata
lain kriteria baru atau novelty tidak hanya ditentukan berdasarkan tanggal penerimaan
pendaftaran pertama akan tetapi juga ditentukan tidak adanya pihak lain yang membuktikan
ataupun membantah pendaftaran desain industri tersebut. Oleh karena itu dalam desain
industri selain dilakukan pemeriksaan administrative dan pemeriksaan substantive. Tujuannya
untuk mencegah terjadinya kerugian kepada penerima lisensi desain industri dari pemegang
hak desain industri.

Meskipun saat ini banyak kasus tentang desain industri, dinegara kita parameter novelty atau
legal tes terhadap unsur kebaruan itu sendiri tidak jelas, hal ini menyebabkan munculnya
kesulitan bagi para hakim dalam memutuskan perkara kebaruan dalam desain industri.
Dengan begitu alangkah baiknya apabila pemerintah membuat parameter yang jelas mengenai
unsur kebaruan dalam desain industri.

Anda mungkin juga menyukai