Anda di halaman 1dari 15

JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, No.

3, hal 149 – 162


ISSN 1410-5004

MODEL DASAR SIMULASI PERJALANAN ALAT ANGKUT


PADA LINTASAN TETAP DAN PENGEMBANGANNYA
PADA KASUS ANGKUTAN KOTA FIKTIF

Yosephine Suharyanti

ABSTRACT
Transportation activities are common parts in various systems, such as production
systems, distribution systems, and city transportation facility systems. To develop
analytical models of those systems is difficult because they usually contain many
unnegligible random items. This paper proposes a basic simulation model of fixed route
transportation activities to give a preliminary outline to develop more complicated
transportation simulation models. A hypothetical case study of an angkutan kota (one kind
of city transportation) system is presented in the last part of this paper to show a more
realistic application of developing a specific transportation simulation model from the basic
one.

1. PENDAHULUAN
Dalam banyak kegiatan, transportasi dan pengangkutan merupakan bagian yang
hampir selalu ada. Pada kegiatan produksi misalnya, akan ada pengangkutan material
dari satu lokasi ke lokasi lain di tempat produksi. Pada kegiatan distribusi barang, akan
ada pengangkutan barang dari pusat distribusi ke agen-agennya. Di sebuah kota, akan
ada angkutan umum yang mengangkut penumpang dari satu tempat ke tempat lain
sesuai rute yang dilaluinya.
Pada kegiatan-kegiatan semacam itu, banyak hal harus diukur dan ditentukan
untuk mendapatkan kinerja pengangkutan yang memuaskan, dalam arti sesuai dengan
tujuan yang diinginkan. Pada kegiatan produksi, diinginkan ongkos produksi yang
rendah sehingga diperlukan alat dan metode pengangkutan yang sesuai. Dalam hal ini
harus dipilih jenis, kapasitas, dan kinerja alat angkut yang tepat, serta lintasan
pengangkutan yang sependek mungkin. Pada kegiatan distribusi barang, harus
dievaluasi jumlah, jenis, dan kapasitas alat angkut yang dipakai, serta pembagian rute
dan area distribusi yang cukup baik untuk tiap alat angkut. Permasalahan pada angkutan
kota di suatu wilayah lebih kompleks lagi. Selain masalah rute, jenis, dan jumlah
angkutan kota yang diperlukan di suatu wilayah, masalah tarif angkutan yang sesuai
juga perlu dipikirkan serius karena dampak sosialnya. Tarif tersebut secara langsung
berkaitan dengan kemampuan penumpang membayar serta penghasilan yang layak
untuk sopir dan pengusaha angkutan kota.
Banyak hal pada kegiatan-kegiatan yang melibatkan pengangkutan seperti
contoh di atas bersifat acak dan dinamik. Misalkan saja pada kegiatan produksi yang
sebagian besar dilakukan secara manual, hasil produksi setiap saat tidak akan sama
jumlahnya, sehingga material yang harus diangkut juga acak. Pada kegiatan produksi
yang bersifat produksi pesanan (make to order), pekerjaan yang harus dikerjakan
JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, No. 3, hal 149 – 162
ISSN 1410-5004
bersifat acak. Kegiatan distribusi dan angkutan kota di suatu wilayah juga banyak
melibatkan hal-hal yang bersifat acak. Permasalahan yang banyak melibatkan hal-hal
yang sifatnya acak semacam itu akan sulit atau bahkan tidak mungkin diselesaikan
secara analitik. Simulasi biasanya adalah cara yang ditempuh untuk memodelkan dan
menyelesaikan permasalahan pada kasus tersebut.
Pada tulisan ini, dicoba dirumuskan sebuah model dasar simulasi perjalanan alat
angkut pada pada lintasan tetap, yang selanjutnya dapat dikembangkan ke banyak arah
sesuai jenis dan karakter sistem yang ditinjau serta tujuan yang ingin dicapai.
Berdasarkan kejadian-kejadian yang dialami alat angkut dalam perjalanannya sepanjang
lintasan pengangkutan, diharapkan dapat diukur banyak hal berkaitan dengan aktivitas
pengangkutan ini. Untuk memberikan gambaran yang lebih realistis mengenai model
simulasi tersebut, pada bagian akhir tulisan akan disajikan pengembangan model dan
hasil simulasi sebuah kasus fiktif sederhana yaitu simulasi perjalanan angkutan kota di
suatu wilayah, yang dapat dipakai untuk memprediksikan penghasilan kotor harian sopir
angkutan.

2. ASPEK-ASPEK DALAM MODEL SIMULASI PENGANGKUTAN


Pada bagian ini dicoba diuraikan beberapa aspek penting dalam pembentukan
model dasar simulasi pengangkutan pada lintasan tetap yaitu lintasan pengangkutan,
kejadian-kejadian yang mungkin ada sepanjang lintasan pengangkutan, kemudian
tetapan, variabel acak, dan pembangkitan bilangan acak, serta perubahan status dan
penghentian simulasi.

2.1. LINTASAN PENGANGKUTAN


Secara sederhana lintasan pengangkutan pada suatu sistem dapat diilustrasikan
seperti pada Gambar 1. Gambar 1a menunjukkan lintasan pengangkutan satu arah,
sedangkan Gambar 1b menunjukkan lintasan pengangkutan bolak-balik atau siklik.

Gambar 1. Lintasan pengangkutan pada suatu sistem (a. satu arah; b. bolak-balik)
JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, No. 3, hal 149 – 162
ISSN 1410-5004

Pada lintasan siklik, alat angkut akan kembali ke tempat semula setelah seluruh
lintasan dilalui. Bundaran-bundaran yang tersebar sepanjang lintasan pengangkutan
menunjukkan kejadian-kejadian yang muncul selama alat angkut menempuh
lintasannya.

2.2. KEJADIAN SEPANJANG LINTASAN PENGANGKUTAN


Dalam discrete event simulation (simulasi pengangkutan ini termasuk di
dalamnya), simulasi berjalan karena adanya kejadian-kejadian yang terlibat (event
driven simulation). Pada aktivitas pengangkutan, pada intinya ada tiga kejadian dasar
yang mungkin terjadi sepanjang perjalanan alat angkut, yaitu:
(1) loading (menaikkan beban),
(2) unloading (menurunkan beban), dan
(3) perhentian karena berbagai sebab,
yang dapat terjadi secara acak atau pada saat dan lokasi yang telah ditentukan
(deterministik).
Kejadian-kejadian tersebut selanjutnya dapat dikembangkan ke bentuk kejadian
yang lebih rinci sesuai dengan karakteristik sistem yang ditinjau dan tujuan penyusunan
model. Kejadian loading pada pengangkutan barang misalnya, dapat dibedakan menjadi
loading barang A dan loading barang B bila kedua hal tersebut memiliki karakteristik
berbeda. Kejadian perhentian pada pengangkutan hasil produksi, dapat dibedakan
menjadi misalnya tiga kejadian perhentian yaitu perhentian karena tidak adanya produk
yang harus diangkut, perhentian karena matinya sumber tenaga penggerak, dan
perhentian karena dilakukannya pemeriksaan. Pada kasus perjalanan angkutan kota di
suatu wilayah, perhentian dapat disebabkan karena kemacetan, perhentian di lampu
merah, perhentian di halte, perhentian di terminal, atau kehabisan bahan bakar, sehingga
kejadian perhentian dapat dibedakan menjadi banyak kejadian.
Model dasar simulasi pengangkutan yang akan disusun didasarkan pada tiga
kejadian dasar di atas, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi model simulasi
yang lebih realistis dengan mengembangkan ketiga kejadian dasar tersebut menjadi
kejadian-kejadian yang lebih rinci.

2.3. TETAPAN, VARIABEL ACAK, DAN PEMBANGKITAN BILANGAN


ACAK.
Pada sistem nyata, tidak ada variabel atau parameter yang bersifat mutlak
deterministik. Namun sampai pada level keacakan tertentu yang dapat dianggap cukup
kecil, akan lebih efektif dan beralasan apabila variabel atau parameter tersebut dianggap
sebagai tetapan (Law dan Kelton, 1991). Oleh karena itu, kejadian-kejadian yang
terlibat dalam model simulasi dan parameter-parameter dalam kejadian-kejadian
tersebut dapat bersifat acak seluruhnya atau sebagian.
Bila suatu variabel yang terlibat dalam model bersifat acak, langkah pertama
yang harus dilakukan adalah menentukan distribusi dan parameter distribusi variabel
tersebut sehingga cukup mewakili sistem nyata yang dimodelkan, atau bila sistem yang
ditinjau adalah sistem fiktif, variabel acak yang terlibat dapat dikatakan wajar dan
beralasan secara teoritik. Perry dan Hoover (1989) serta Law dan Kelton (1991)
JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, No. 3, hal 149 – 162
ISSN 1410-5004
memberikan banyak tuntunan untuk estimasi distribusi dan parameter yang diperlukan
di sini.
Langkah berikutnya adalah menentukan metode pembangkitan bilangan acak
yang diperlukan dalam program simulasi. Level keacakan bilangan acak yang
dihasilkan dari suatu pembangkit bilangan acak akan sangat mempengaruhi validitas
hasil simulasi. Bila pembangkit bilangan acak yang digunakan tidak cukup baik, dalam
arti bilangan acak yang dihasilkan masih memiliki keteraturan dan atau interkorelasi
yang tinggi, maka keluaran hasil simulasi dapat menyimpang cukup jauh dari yang
seharusnya dihasilkan oleh bilangan-bilangan yang sungguh-sungguh acak (Law dan
Kelton, 1991). Pembangkit bilangan acak yang dipakai dalam contoh kasus pada bagian
akhir tulisan ini adalah pembangkit bilangan acak PMMLCG (prime modulus
multiplicative linear congruential generator) yang disarankan oleh Law dan Kelton
(1991).

2.4. PERUBAHAN STATUS DAN PENGHENTIAN SIMULASI (STOPPING


RULE)
Bila suatu program simulasi dijalankan, sepanjang simulasi akan terjadi
perubahan status atau kondisi. Pada kebanyakan discrete event simulation, perubahan
status ini dilakukan berdasarkan perubahan waktu (time advance). Untuk model
simulasi perjalanan alat angkut pada lintasan tetap ini, penulis menyarankan perubahan
status yang didasarkan pada perubahan posisi/jarak lintasan. Bila waktu juga diperlukan
untuk suatu tujuan, maka waktu dapat dimasukkan sebagai bagian dari status yang
berubah terhadap posisi tadi.
Penghentian simulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung tujuan
yang diinginkan. Stopping rule yang digunakan dapat berupa waktu tertentu, posisi
tertentu, atau kejadian tertentu. Law dan Kelton (1991) memberikan beberapa contoh
mengenai penggunaan stopping rule sesuai dengan tujuan yang diinginkan dalam
simulasi.

3. MODEL DASAR
Bagian ini akan mencoba menguraikan tentang masukan dan keluaran model,
pembentukan model dasar simulasi perjalanan alat angkut, kemungkinan pengembangan
model, dan evaluasi model berdasarkan keluarannya.

3.1. MASUKAN DAN KELUARAN


Seperti halnya model-model analitik, model simulasi juga memerlukan masukan
untuk menghasilkan keluaran yang dinginkan. Masukan suatu model simulasi dapat
berupa parameter atau variabel (Murthy et al, 1990; Law dan Kelton, 1991). Masukan
dikatakan parameter bila nilainya tetap, tidak akan diubah-ubah. Sedangkan variabel
akan diubah-ubah nilainya untuk dilihat pengaruhnya terhadap keluaran model simulasi.
Nilai-nilai dari sebagian atau seluruh variabel masukan ini biasanya akan menjadi
variabel keputusan pada hasil simulasi.
Masukan untuk model simulasi pengangkutan ini adalah hal-hal yang terkait
dengan kejadian-kejadian yang terlibat dalam model, baik berupa variabel acak maupun
tetapan-tetapan. Sebagai contoh, masukan model pada kasus distribusi produk dari pusat
ke agen-agennya adalah jumlah produk yang terjual pada tiap agen, jumlah produk
rusak pada tiap agen, atau perubahan laju alat angkut karena perubahan kondisi jalan
JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, No. 3, hal 149 – 162
ISSN 1410-5004
pada lintasan yang dilalui (macet, rusak, dll.). Contoh lain, masukan model untuk kasus
angkutan kota di suatu wilayah adalah selang waktu atau jarak antar kemunculan
penumpang, jumlah penumpang yang muncul di suatu tempat, atau jarak perjalanan
penumpang.
Keluaran model simulasi tergantung pada tujuan yang diinginkan. Misalnya bila
tujuan simulasi adalah untuk mengetahui kondisi yang memberikan ongkos terendah
pada pengangkutan material di tempat produksi, maka keluaran yang harus dihasilkan
adalah total ongkos pengangkutan yang diperlukan.

3.2. PEMBENTUKAN MODEL DASAR SIMULASI PERJALANAN ALAT


ANGKUT
Model dasar simulasi perjalanan alat angkut ini akan dibentuk dari model dasar
discrete event simulation secara umum seperti yang diilustrasikan oleh Gambar 2.
Model dasar ini dikembangkan oleh penulis dengan mengacu pada beberapa model
simulasi yang ada pada Law dan Kelton (1991).

Mulai

Inisialisasi

Ada kejadian X ? Lakukan aktivitas


Ya sesuai kejadian X

Tidak
Perubahan posisi/waktu dan status

Simulasi harus berakhir ?


Tidak

Ya

Selesai

Gambar 2. Model dasar discrete event simulation (catatan: kejadian X dapat berupa satu
atau banyak kejadian)

Seperti telah diuraikan pada bagian 2 di depan, aktivitas alat angkut pada model
simulasi ini adalah berjalan pada lintasannya sampai ada suatu kejadian, selanjutnya
terjadi aktivitas sesuai kejadian yang dialami, dan kembali melanjutkan perjalanan
sampai ada kejadian berikutnya. Demikian terus-menerus sampai simulasi dihentikan
oleh suatu stopping rule tertentu. Gambar 3 menunjukkan model dasar simulasi
perjalanan alat angkut pada lintasan tetap yang dibentuk dari model dasar discrete event
JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, No. 3, hal 149 – 162
ISSN 1410-5004
simulation (Gambar 2) dan tiga kejadian dasar yang telah dijelaskan pada bagian 2 di
depan.

Mulai

Inisialisasi

Ada loading ? Lakukan aktivitas yang


Ya terkait dengan loading
Tidak

Pengurangan sisa kapasitas

Ada unloading ? Lakukan aktivitas yang


Ya terkait dengan unloading

Tidak
Penambahan sisa kapasitas

Ada perhentian ? Lakukan aktivitas yang


terkait dengan perhentian

Perubahan posisi dan status

Sampai pada
stopping rule ? Ya

Tidak

Berjalan Hasil

Selesai

Gambar 3. Model dasar simulasi perjalanan alat angkut pada lintasan tetap

3.3. KEMUNGKINAN PENGEMBANGAN MODEL


Model dasar yang telah diuraikan pada bagian 3.2. dapat dikembangkan lebih
lanjut ke bentuk yang lebih kompleks sesuai dengan karakteristik sistem yang ditinjau.
Pengembangan yang mungkin dilakukan antara lain :
JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, No. 3, hal 149 – 162
ISSN 1410-5004
(1) pengembangan jenis kejadian, seperti telah diuraikan pada bagian 2.2.,
(2) pengembangan aktivitas yang terkait pada tiap kejadian menjadi lebih detail, dapat
merupakan sub simulasi tersendiri, yang biasanya dialokasikan dalam subroutine
atau prosedur tersendiri dalam program simulasi,
(3) pengembangan stopping rule menjadi multiple stopping rule atau bahkan steady
state stopping condition yang biasanya dipakai pada non-terminating simulation
(Law dan Kelton, 1991),
(4) pengembangan parameter-parameter yang terlibat dalam model dari statik menjadi
dinamik (berubah terhadap waktu dan atau posisi), atau
(5) pengembangan jumlah alat angkut yang disimulasikan.
Gambaran yang lebih realistis mengenai pengembangan model dasar ini dapat
dilihat dalam contoh kasus pada bagian akhir tulisan ini.

3.4. EVALUASI MODEL SIMULASI BERDASARKAN KELUARANNYA


Ketika sebuah model simulasi telah disusun sesuai dengan kriteria praktis dan
teoritis yang diharapkan pembuat model, kemudian telah dibuat programnya dan dapat
dijalankan dengan hasil tertentu, tidak berarti hasil tersebut dapat dipakai begitu saja.
Evaluasi keluaran model simulasi sangat penting untuk mengetahui apakah model
tersebut dapat benar-benar dapat digunakan (valid) atau tidak. Beberapa hal yang
menurut Law dan Kelton (1991) penting untuk diperhatikan dalam evaluasi keluaran
model simulasi adalah :
(1) analisis statistik keluaran model simulasi (karena keluaran dari discrete event
simulation adalah produk statistik), terutama untuk mengetahui jumlah replikasi
simulasi yang diperlukan dalam penentuan nilai keluaran yang akan dipakai,
(2) keterlibatan ahli dari bidang yang sedang dipelajari, untuk mengetahui tingkat
kewajaran hasil dan rule of thumb dari suatu gejala tertentu, dan
(3) sensitivitas keluaran terhadap perubahan variabel masukan.
Dalam pengembangan model simulasi perjalanan alat angkut ini, evaluasi
keluaran model dapat dipakai untuk mengetahui kecukupan pengembangan model yang
harus dilakukan untuk mensimulasikan sistem yang ditinjau.

4. CONTOH KASUS ANGKUTAN KOTA FIKTIF


Bagian ini mencoba menguraikan contoh pengembangan model dasar simulasi
perjalanan alat angkut pada kasus angkutan kota fiktif pada rute tertentu yang ditujukan
untuk mengetahui rata-rata penghasilan kotor harian seorang sopir angkutan. Bila
disempurnakan lebih lanjut, diharapkan model ini dapat dipakai untuk menentukan
kebijakan tarif angkutan kota di suatu wilayah. Sebagai gambaran awal, karakteristik
angkutan kota fiktif ini mengacu pada angkutan kota yang ada di wilayah Kabupaten
Bandung, Jawa Barat.

4.1. ASUMSI DAN BATASAN YANG DIGUNAKAN DALAM MODEL


Untuk memberikan contoh yang cukup realistis tetapi sekaligus cukup
sederhana, ada beberapa asumsi dan batasan yang digunakan dalam pengembangan
model pada kasus angkutan kota fiktif ini, yaitu:
(1) jam kerja sopir angkutan 8 jam/hari,
(2) kapasitas angkutan 13 orang, ukuran badan penumpang tidak diperhitungkan,
JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, No. 3, hal 149 – 162
ISSN 1410-5004
(3) penumpang dapat muncul di mana saja sepanjang lintasan dan angkutan kota dapat
berhenti di mana saja sepanjang lintasan (tidak ada halte khusus),
(4) tidak ada kerusakan kendaraan atau kehabisan bahan bakar selama perjalanan
(bahan bakar diisi di terminal),
(5) angkutan kota tidak berhenti di suatu tempat untuk menunggu penumpang sampai
penuh,
(6) bila angkutan kota sampai di terminal, seluruh penumpang turun,
(7) tidak ada perhentian lain selain terminal serta untuk menaikkan dan menurunkan
penumpang,
(8) laju angkutan kota (V) merupakan fungsi posisi dan waktu seperti ditunjukkan oleh
Tabel 1,
(9) rata-rata interval jarak kemunculan penumpang () merupakan fungsi posisi dan
waktu seperti ditunjukkan oleh Tabel 1.

4.2. KARAKTERISTIK SISTEM


Lintasan angkutan kota fiktif yang dimodelkan di sini diilustrasikan oleh
Gambar 4. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa angkutan kota melewati 8 kawasan
yang berbeda situasinya, sehingga laju angkutan kota dan kemungkinan adanya
penumpang berbeda pula antara kawasan yang satu dengan yang lain. Selain itu, dari
waktu ke waktu kondisi ke-8 kawasan tersebut juga berubah (misalnya kompleks
sekolah sibuk di pagi dan siang hari, sedang pada waktu lain sepi), sehingga laju
angkutan kota dan kemungkinan adanya penumpang pada masing-masing kawasan juga
berubah terhadap waktu.

III. Perumahan elit


IV. Perumahan
II. Daerah bisnis penduduk

V. Daerah dekat terminal


I. Daerah dekat terminal

Terminal 1 Terminal 2

VIII. Daerah dekat terminal VI. Pasar

VII. Perumahan, kantor, sekolah

Gambar 4. Ilustrasi lintasan yang dilalui angkutan kota

4.3. KEJADIAN-KEJADIAN YANG TERLIBAT DALAM MODEL


Dari karakter sistem yang telah diuraikan di atas, kejadian-kejadian yang terlibat
dalam model simulasi ini adalah:
(1) kejadian 1 yaitu munculnya penumpang,
JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, No. 3, hal 149 – 162
ISSN 1410-5004
(2)kejadian 2 yaitu perhentian di terminal 1,
(3)kejadian 3 yaitu perhentian di terminal 2,
(4)kejadian 4 yaitu turunnya penumpang, dan
(5)kejadian 5 yang merupakan stopping rule simulasi.
Dalam model simulasi perjalanan angkutan kota ini stopping rule dibentuk
menjadi sebuah kejadian karena terdiri dari dua aturan yang harus dipenuhi bersama-
sama (multiple rule), yaitu simulasi akan berhenti bila waktu telah melampaui 8 jam
(480 menit) perjalanan dan sekaligus telah sampai kembali di terminal 1 (km 100),
tempat angkutan kota tersebut berpangkal.

4.4. MASUKAN DAN KELUARAN


Masukan untuk model simulasi angkutan kota pada lintasan tetap ini adalah :
(1) interval jarak antar kemunculan penumpang, merupakan parameter acak yang
mengikuti distribusi eksponensial, fungsi posisi dan waktu, ditunjukkan oleh Tabel
1,
(2) jumlah penumpang yang muncul bersama-sama di suatu tempat, merupakan
variabel acak yang mengikuti distribusi uniform diskret,
(3) lama perjalanan masing-masing penumpang, merupakan variabel acak yang
mengikuti distribusi eksponensial,
(4) posisi kejadian 2 (perhentian di terminal 1), tetapan, yaitu pada km 100,
(5) posisi kejadian 3 (perhentian di terminal 2), tetapan, yaitu pada km 50,
(6) laju angkutan, merupakan fungsi posisi dan waktu, ditunjukkan oleh Tabel 1,
(7) tarif angkutan, ditunjukkan oleh Tabel 2,
(8) waktu perhentian di terminal 1 dan 2, masing-masing 15 menit,
(9) lama waktu menaikkan dan menurunkan penumpang, tetapan, yaitu 6 detik per
penumpang.
Sesuai dengan tujuan yang telah dijelaskan di atas, keluaran model simulasi ini
adalah rata-rata penghasilan kotor harian sopir angkutan kota.

Tabel 1. Interval jarak antar kemunculan penumpang sepanjang lintasan (, km) dan
laju angkutan kota (V, km/menit) sebagai fungsi posisi dan waktu

t (menit)  120 120 < t  300 300 < t  480


Kawasan (07.00 – 09.00) (09.00 – 12.00) (12.00 – 15.00)
 V  V  V
I (km  1,0) 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25
II (1,0 < km  10,0) 0,40 0,40 0,25 0,25 0,25 0,25
III (10,0 < km  25,0) 2,00 0,70 2,00 1,00 2,00 0,70
IV (25,0 < km  49,0) 1,00 0,50 0,75 0,70 0,75 0,50
V (49,0 < km  51,0) 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25
VI (51,0 < km  56,0) 0,40 0,40 0,25 0,25 0,25 0,25
VII (56,0 < km  99,0) 0,50 0,50 0,50 0,70 0,75 0,50
VIII (99,0 < km  100,0) 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

Tabel 2. Tarif angkutan sebagai fungsi jarak perjalanan penumpang


JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, No. 3, hal 149 – 162
ISSN 1410-5004
Jarak perjalanan (km) Tarif (rupiah)
sampai dengan 10,0 300
lebih dari 10,0 sampai dengan 20,0 400
lebih dari 20,0 600

4.5. PENGEMBANGAN MODEL


Model simulasi ini dikembangkan dari model dasar yang ditunjukkan oleh
Gambar 3. Berdasarkan tujuan, asumsi, batasan, kejadian-kejadian yang terlibat,
masukan, dan keluaran yang diharapkan dapat dibentuk model yang diilustrasikan oleh
Gambar 5.

Mulai

Inisialisasi

Ada Ya Masih Ya Penumpang diangkut,


penumpang ? ada tempat ? ongkos dibayarkan

Tidak Tidak Pengurangan sisa kapasitas

Sampai di Ya Berhenti Sisa kapasitas


terminal 2 ? 15 menit diset 13

Tidak

Sampai di Ya Berhenti Sisa kapasitas


terminal 1 ? 15 menit diset 13, km diset 0

Tidak

Ada yang Pengurangan sisa kapasitas


turun ? Ya

Tidak Perubahan posisi dan status

Sudah Ya Km Ya
480 menit ? = 100 ?

Tidak Tidak

Berjalan sesuai Total penghasilan sehari


posisi dan waktu
JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, No. 3, hal 149 – 162
ISSN 1410-5004
Selesai

Gambar 5. Model simulasi perjalanan angkutan kota pada lintasan tetap

4.6. KELUARAN DAN EVALUASINYA


Model simulasi seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5 selanjutnya dituangkan
dalam program simulasi, dijalankan, dan dievaluasi hasilnya seperti yang akan diuraikan
pada bagian ini. Program simulasi dibuat dengan bahasa program umum Turbo Pascal
7.0. Listing program tidak dapat dicantumkan di sini tetapi diagram alir algoritma
program utamanya ditunjukkan pada lampiran tulisan ini. Dengan metode yang
disarankan oleh Law dan Kelton (1991), diperoleh jumlah replikasi simulasi sebanyak
30 kali (dalam hal ini digunakan pembangkit bilangan random PMMLCG seperti telah
dijelaskan di depan), yang cukup aman untuk mendapatkan error relatif < 10%.
Setelah melalui beberapa evaluasi, diputuskan bahwa variabel masukan yang
diubah-ubah nilainya untuk dilihat pengaruhnya terhadap penghasilan sopir angkutan
adalah rata-rata jarak perjalanan penumpang dan jumlah maksimum penumpang yang
muncul bersama-sama di suatu tempat. Pengaruh dua faktor di atas diamati secara
independen dari 19 kali run dengan cara:
(1) jumlah maksimum penumpang yang muncul bersama-sama di suatu tempat dibuat
tetap 5 orang untuk rata-rata jarak perjalanan penumpang 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan
10 km (variasi 1 km sampai dengan 10 km ini dipilih untuk meniadakan pengaruh
perbedaan tarif) ,
(2) rata-rata jarak perjalanan penumpang dibuat tetap 5 km untuk jumlah maksimum
penumpang yang muncul bersama-sama di suatu tempat sebanyak 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
8, 9, dan 10 orang.
Dengan menjalankan 30 kali replikasi simulasi untuk masing-masing run di atas,
diperoleh hasil seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 3 dan Tabel 4 serta Gambar 6 dan
Gambar 7.
Keluaran simulasi yang ditampilkan pada Tabel 3 dan Tabel 4 serta Gambar 6
dan Gambar 7 menunjukkan bahwa rata-rata jarak perjalanan penumpang berpengaruh
terhadap penghasilan kotor harian sopir angkutan, sedangkan jumlah maksimum
penumpang yang muncul di suatu tempat tidak terlihat berpengaruh. Beberapa poin
yang dapat diperoleh dari hasil simulasi berkaitan dengan tarif angkutan kota adalah:
(1) penghasilan kotor harian sopir angkutan dipengaruhi secara signifikan oleh rata-rata
jarak perjalanan penumpang, sehingga tarif angkutan yang melewati rute dengan
sebagian besar penumpang menempuh jarak jauh harus dibedakan dari yang
melewati rute dengan sebagian besar penumpang menempuh jarak pendek,
(2) nilai rupiah penghasilan kotor harian sopir angkutan pada jam kerja normal (8 jam)
dapat dipakai untuk mengevaluasi kelayakan penghasilan seorang sopir angkutan.

Tabel 3. Penghasilan kotor harian sopir angkutan (90% confidence interval) pada rata-
rata jarak perjalanan penumpang bervariasi dan jumlah penumpang maksimum yang
muncul di suatu tempat 5 orang

Rata-rata jarak perjalanan Penghasilan kotor harian


(km) (rupiah)
JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, No. 3, hal 149 – 162
ISSN 1410-5004
1 109.200  5.856
2 68.586  5.710
3 56.450  3.998
4 44.780  3.184
5 39.603  2.300
6 35.146  1.340
7 30.683  1.033
8 29.997  1.606
9 26.320  763
10 25.789  1.094
P e n g h a s ila n H a ria n (R p )

120.000

80.000

40.000

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rata-rata Lama Perjalanan (km)

Gambar 6. Penghasilan kotor harian sopir angkutan pada rata-rata jarak perjalanan
penumpang bervariasi dan jumlah penumpang maksimum yang muncul di suatu tempat
5 orang

Tabel 4. Penghasilan kotor harian sopir angkutan (90% confidence interval) pada rata-
rata jarak perjalanan penumpang 5 km dan jumlah maksimum penumpang yang muncul
bersama-sama di suatu tempat bervariasi

Jumlah maksimum penumpang muncul Penghasilan kotor harian


(orang) (rupiah)
1 37.576  2.997
2 36.860  3.099
3 37.076  2.709
4 40.270  2.574
5 39.603  2.300
6 39.446  2.129
7 38.400  1.710
8 41.753  2.125
9 48.400  1.639
10 41.379  2.650
P e n g h a s ila n H a ria n (R p )

50.000
40.000
30.000
20.000
10.000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah Maksimum Penumpang
JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, No. 3, hal 149 – 162
ISSN 1410-5004

Gambar 7. Penghasilan kotor harian sopir angkutan pada rata-rata jarak perjalanan
penumpang 5 km dan jumlah maksimum penumpang yang muncul bersama-sama di
suatu tempat bervariasi

5. PENUTUP
Keseluruhan uraian pada contoh kasus di bagian 4 pada intinya ingin
menjelaskan bahwa pengembangan model simulasi perjalanan alat angkut dapat
dikembangkan dari model dasar yang ditunjukkan oleh Gambar 3, dan dari situ dapat
dihasilkan sesuatu yang bermanfaat. Pengembangan sebuah model simulasi dari sebuah
model dasar yang telah memuat hal-hal yang esensial dari sebuah sistem akan lebih
mudah daripada pengembangan model dari nol sama sekali.
Sebagai catatan akhir dan penegasan dari seluruh uraian dalam tulisan ini,
pemahaman yang baik terhadap sistem yang ditinjau dan keterlibatan ahli dalam bidang
yang sedang digarap amatlah penting untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pekerjaan
pemodelan dan simulasi semacam ini.

DAFTAR PUSTAKA
Law, A.M. and Kelton, W.D., 1991, Simulation Modeling and Analysis, McGraw-Hill,
Inc., New York.
Murthy, D.N.P., Page, N.W., and Rodin, E.Y., 1990, Mathematical Modeling,
Pergamon Press, Oxford.
Perry, R.F. and Hoover, S.V., 1989, Simulation: A Problem-Solving Approach,
Adisson-Wesley Publishing Co., Inc., Massachusetts.
Suharyanti, Y. dan Dewi, D.R.S., 1999, Simulasi Penghasilan Kotor Harian Sopir
Angkot, Tugas Mata Kuliah Simulasi Sistem Program Magister TMI ITB,
Bandung.
JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, No. 3, hal 149 – 162
ISSN 1410-5004

Mulai

Input nilai variabel


LAMPIRAN
Diagram Alir Program UtamaCetak
Simulasi Contoh Kasus
bagian atas tampilan

Menghitung distribusi kumulatif jumlah penumpang

Inisialisasi

Revisi posisi angkot (Routine Posisi)

Revisi status sistem (Routine Status)

Memilih nilai parameter sesuai posisi dan waktu

Waktu Km =
> 450 menit ? 100 ?

Routine
Muncul Kejadian
1?

Ya
Routine
Terminal 1 Kejadian
2?
Tidak Ya
Routine Tidak
Terminal 2 Kejadian
Ya 3?
Tidak
Routine
Turun Kejadian
4? Routine
Hasil

Kejadian
5?
Selesai
JURNAL TEKNOLOGI INDUSTRI, 1999, VOL. III, No. 3, hal 149 – 162
ISSN 1410-5004

Ya

Tidak

Ya
Tidak

Ya
Tidak

Tidak Ya

Anda mungkin juga menyukai