Anda di halaman 1dari 8

Prosiding

Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008


Universitas Lampung, 17-18 November 2008

LAJU PERTUMBUHAN, KELULUSHIDUPAN IKAN NILA DAN KONDISI IKAN


(Oreochromis nillatica) PADA KOLAM IPAL PT. GUNUNG MADU PLANTATION
(GMP): INDIKATOR HAYATI EFEKTIVITAS SISTEM IPAL

Tugiyono
Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung
Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145

ABSTRAK

Perubahan kualitas lingkungan dapat diketahui berdasarkan perubahan dalam sistem atau
parameter biologi yang terpilih dikenal Biomonitoring. Monitoring kualitas lingkungan dilakukan
adanya pencemar di lingkungan, khususnya bahan pencemar yang presisten, yang dapat
menyebabkan pengaruh secara biologi walaupun dalam konsentrasi yang rendah. Berdasarkan
kenyataan tersebut penelitian lebih banyak ditekankan pada monitoring pengaruh terhadap
organisme (efek biologi) dari pada monitoring bahan pencemar (kandungan kimia). Sistem intalasi
pengolahan air limbah PT. GMP Air limbah masuk ke IPAL diolah melalui beberapa tahapan,
diawali dari kolam pemisah minyak/padatan Æ kolam ekualisasi Æ kolam anaerob Æ kolam
fakultatif (lima tahap) Æ kolam aerasi (dua tahap) Æ kolam stabilisasi Æ kolam monitor (terakhir).
Masing-masing kolam mempunyai kualitas yang berbeda-beda. Tujuan dari penelitian ini adalah
penggunaan indikator hayati (laju pertumbuhan, kelulushidupan dan kondisi ikan) sebagai
biomonitoring kualitas kolam IPAL PT.GMP. Penelitian dilakukan dengan memelihara ikan dalam
keramba selama 60 hari pada kolam aerasi 1, aerasi 2, stabilisasi, monitoring, dan kolam diluar
sistem IPAL sebagai kontrol. Kemudian ikan dipanen ditentukan laju pertumbuhan mutlak dan
relatif, kelulushidupan (survival rate), dan kondisi ikan (faktor kondisi). Hasil penelitian didapatkan
laju pertumbuhan standar berikut: kolam aerasi 1 (1,705), aerasi 2 (1,719), stabilisasi (2,259),
monitoring (1,988) dan kontrol (0,153). Kelulushidupan/sintasan: kolam kolam aerasi 1 (85%),
aerasi 2 (95%), stabilisasi (95%), monitoring (93,75%) dan kontrol (75%). Faktor kondisi pada
aerasi 1 (1,575 ± 0,124), aerasi 2 (1,522 ± 0,147), stabilisasi (1,592 ± 0,269), monitoring (1,585±
0,191) dan kontrol (1,578± 0,168). Berdasarkan hasil dapat disimpulkan kolam stabilisasi dan
monitoring mempunyai kualitas air yang paling mendukung untuk kehidupan ikan uji dibanding
kolam lainnya.

Kata kunci: Pertumbuhan, Faktor kondisi, Kelulushidupan/sintasan, biomonitoring

1. PENDAHULUAN

Perubahan kualitas lingkungan dapat diketahui berdasarkan perubahan dalam sistem


atau parameter biologi yang terpilih, pendekatan ini dikenal dengan istilah Biomonitoring.
Biomanitoring adalah cabang dari monitoring lingkungan yang mengacu pada penggunaan

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-96


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

organisme hidup, yang digunakan sebagai pendugaan residu bahan pencemar dalam jaringan
organisme sampai pendugaan akhir pengaruh biologi spesifik (Lam dan Wu, 2003).
Bentuk atau tipe biomonitoring dapat dikembangkan berdasarkan berubahan
karakteriktik secara biokimia, phisiologi, morphologi atau tingkah laku organisme, demikian juga
berdasarkan cara tradisional seperti struktur komunitas yang meliputi kemelimpahan dan indeks
diversitas. Konsep yang terbaru dalam biomonitoring dikenal dengan istilah Biomarkers. “A
biomarker is a xenobiotically-induced variation in cellular or biochemical components or
processes, structures, or functions that is measurable in a biological system or sample” (National
Research Council, 1987).
Biomarker didefinikan sebagai respon secara biologi terhadap pencemaran lingkungan
yang memberikan besarnya pajanan dan pengaruh toksik bahan pencemar (Walker et.al., 1996).
Biomarker sebagai alat secara biologi digunakan sebagai indikator yang sensitif, yang menunjukkan
adanya bahan pencemar dalam tubuh organisme, terdistribusi dalam jaringan dan menghasilkan
efek secara toksikologi (McCarthy and Shugart, 1990). Biomarkers adalah suatu alat digunakan
dalam memprediksi pengaruh secara chronis pajanan bahan kimia secara spesifik atau non spesifik
dalam lingkungan (Jorgensen, 1997).
Pada prakteknya istilah biomarker adalah akhir dari uji ekotosikologi yang
menunjukkan efek pada organisme hidup. Salah satu kunci fungsi dari biomarker adalah sebagai
tanda peringatan awal dari pengaruh secara biologi (Lam dan Gray, 2001) dan biomarker dipercaya
sebagai respon pada suborganisme (moleculer, biokimia dan phisiologi) reaksi awal sebelum
respon terjadi pada tingkatan organisasi (spectrum) biologi yang lebih tinggi (Conell et al., 1999).
Penelitian biomarker yang dilakukan pada tingkat molecular atau subselular lebih mudah diulang
dan diprediksi, sementara biomarker pada tingkat populasi dan ekosistem cenderung lebih sulit
dikarenakan kaitan secara ekologi dan sulit di uji ulang (Lam, dan Wu, 2003). Biomarkers sekarang
telah menjadi pedoman dalam pendugaan lingkungan secara modern, hal ini dikarenakan
kemampuan prediksinya (Lam dan Wu, 2003).
Masuknya bahan kimia baik secara senyawa tunggal seperti senyawa anorganik atau
logam berat maupun gabungan senyawa seperti kimia organik seperti limbah industri dalam suatu
ekosistem perairan akan menyebabkan perubahan kualitas perairan tersebut. Tingkat perubahan
kualitas sungai tergantung pada kadar senyawa kimia yang terkandung, khususnya untuk limbah
industri tergantung dari efektifitas sistem pengelohan limbah.
Efektifitas pengolahan limbah cair dapat monitoring dengan menggunakan biomarker
pada tingkat sub-seluler seperti laju pertumbuhan, kelulushidupan/sintasan dan faktor kondisi.
Pertumbuhan dan sintasan sangat dipengaruhi kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan.

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-97


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival
dan reproduksi atau penggunaan secara komersil nilai faktor kondisi mempunyai arti kualitas dan
kuantitas daging ikan yang tersedia untuk dapat dimakan. Jadi faktor kondisi mempunyai arti dapat
memberi keterangan baik secara biologis atau secara komersial (Effendie, 2002).
Bioindikator dalam penelitian ini untuk monitoring bahan pencemar yang non spesifik
seperti limbah industri gula. Limbah industri gula terdiri berbagai senyawa yang pada dasarnya
merupakan senyawa organik. Pemilihan biomarker yang diujikan harus menggunakan bioindikator
yang non spesifik seperti laju pertumbuhan, kelulushidupan/sintasan dan faktor kondisi. Dengan
didapatkan data uji bioindikator dapat diketahui kondisi ikan sehingga dapat dilakukan langkah
antipasti atau pengelolaan ekosistem perairan lebih lanjut.

Karakteristik Air Limbah PT.Gunung Madu Plantation dan Usaha


Pengolahannya

Pada prinsipnya IPAL digunakan untuk mengolah air limbah yang telah melewati unit-unit
in-house keeping. Sistem pengolahan limbah cair yang diterapkan di GMP adalah sistem
konvensional biologis. Lahan yang terpakai untuk IPAL kini mencapai 8.0 Ha, yang merupakan
kumpulan kolam-kolam buatan, bukan bagian dari sungai, lebung atau badan air alami. Pada
awalnya lahan yang terpakai tidaklah seluas itu, tetapi sejalan dengan peningkatan kapasitas giling
pabrik (yang dilakukan bertahap) dirasakan perlu membuat kolam-kolam tambahan untuk
meningkatkan kemampuan IPAL. Beruntung bahwa lahannya tersedia dan kebutuhan daya listrik
yang besar untuk peralatan IPAL dapat dipasok selama 24 jam penuh, sepanjang tahun, dari
pembangkit sendiri (swadaya pabrik melalui ketel berbahan bakar ampas tebu).
Limbah cair yang masuk ke IPAL diolah melalui beberapa tahapan, diawali dari kolam
pemisah minyak/padatan Æ kolam ekualisasi Æ kolam anaerob Æ kolam fakultatif (lima tahap) Æ
kolam aerasi (dua tahap) Æ kolam stabilisasi Æ kolam monitor (terakhir). Kandungan polutan
(COD dan BOD) influent yang relatif tinggi memerlukan tahapan pengolahan anaerobik agar beban
kolam-kolam berikutnya menjadi lebih ringan. Secara keseluruhan daya tampung kolam-kolam
IPAL GMP di atas mencapai 245,092 m3. Dengan volume influent sekitar 4,000-5,000 m3 per hari
maka waktu-tinggal (retention time) mencapai 50-60 hari (Anonymus, 2005).
Permasalahan yang diungkap dalam penelitian ini untuk menggungkap penggunaan
bioindikator untuk memonitoring perubahan kualitas lingkungan akibat masuknya bahan polutan
non spesifik seperti limbah industri, seperti limbah industri gula PT. Gunung Madu Plantation.

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-98


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

2. METODE PENELITIAN
Pemeliharaan Ikan Nila (Oreochromis nillatica) Pada Kolam IPAL
Ikan Nila (Oreochromis nillatica) dipelihara dalam kerambah jaring apung (KJA) yang
ditempatkan pada ke empal kolam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Gunung Madu
Plantation (GMP), yaitu Kolam Aerasi I dan Aerasi II, Kolam Stabilisasi dan Kolam Monitoring,
serta kontrol. Pemeliharaan ikan selama 60 hari, sehingga ikan yang dipelihara cukup waktu untuk
tumbuh dan mengalami adaptasi dengan kondisi masing-masing kolam IPAL tersebut.
Pemeliharaan ikan di mulai pada bulan Juli sampai dengan Agustus, dengan asumsi karena musim
giling dimulai bulan April, dan waktu tinggal air limbah dari kolam anaerob sampai kolam aerasi I
kurang lebih 45-60 hari.
Sebelum dimasukan dalam keramba ikan ditimbang berat ikan dan panjang total ikan
sebagai data awal. Selama pemeliharaan ikan diberi makan 2 kali sehari dan ikan yang mati diambil,
pemberian pakan dilakukan oleh karyawan pengelola IPAL PT. Gunung Madu Plantation.
Dilakukan pemantauan setiap 2 minggu sekali selama pemeliharaan. Pengukuran kualitas air
meliputi: temperatur, pH dan Oksigen terlarut dilakukan setiap hari oleh staf IPAL PT. Gunung
Madu Plantation . Gambar aktivitas pemeliharaan ikan dalam keramba apung pada kolam IPAL dan
pemanenan ikan disajikan pada Lampiran Gambar. Setelah 60 hari dalam pemeliharaan , kemudian
ikan dipanen yang selanjutnya dilakukan analisis sebagai berikut:

i. Laju Pertumbuhan dan kelulushidupan/sintasan (survival rate)

Evaluasi hasil pemeliharaan meliputi: laju pertumbuhan spesifik dan tingkat kelulusan
hidup/sintasan (Survival Rate). Menurut Asmawi (1983), laju pertumbuhan standar atau SGR
(Standrad Growth Rate) dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

SGR = (ln Wt – ln Wo)/t X 100%

Keterangan:
SGR: Standrad Growth Rate atau laju pertumbuhan
Wt : Berat atau panjang mula-mula atau hari ke 0
Wt : Berat atau panjang hari ke t
t : Lama pemeliharan (hari)

Sedangkan kelulusan hidup atau SR (Survival Rate)

SR = (Nt / No) X 100%


Keterangan :

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-99


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

No : Jumlah individu pertama kali ditebar atau hari ke 0


Nt : Jumlah individu setelah pemeliharaan

ii. Analisis Kualitas air.


Untuk melihat hubungan beban pencemar atau faktor fisika-kimia air dengan biomarker
dilakukan analisis kualitas air. Data kualitas air didapatkan dari hasil pengukuran yang dilakukan
oleh pihak PT. Gunung Madu Plantation.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam
suatau waktu, yang merupakan proses biologis yang komplek dimana banyak faktor yang
mempengaruhinya. Pertumbuhan merupakan pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel
secara mitosis, yang terjadi apabila kelebihan input energi dan asam amino (protein) yang berasal
dari makanan (Effendie, 2002).

Hasil penelitian didapatkan laju pertumbuhan standar (standard growth rate/SGR) dan
kelulushidupan /sintasan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Laju Pertumbuhan dan kelulushidupan/sintasan

No Kolam Parameter (rerata ± st error)


IPAL
SGR (%) SR (%) CF
1 Aerasi 1 1,705 85 1,575 ± 0,124 a
2 Aerasi 2 1,719 95 1,522 ± 0,147 a
3 Stabilisasi 2,259 95 1,592 ± 0,269a
4 Monitoring 1,988 93,75 1,585± 0,191 a
5 Kontrol 0,153 75 1,578± 0,168a

Berdasarkan hasil perhitungan laju pertumbuhan standar ikan uji di ke 4 kolam IPAL lebih
besar dibandingkan dengan kontrol dan kolam stabilisasi menunjukkan laju pertumbuhan standar
tertinggi dibandingkan dengan ke 3 kolam lainnya . Kolam IPAL tersebut kondisi perairan
mendukung kehidupan ikan uji, hal ini juga didukung nilai sintasan (survival rate) ke 4 kolam lebih
tinggi dibandingkan kontrol. Serta kondisi ikan ke 4 kolam IPAL berdasarkan nilai faktor kondisi
lebih tinggi dari kontrol, meskipun tidak berbeda secara signifikan pada ά = 0,05.

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-100


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Faktor luar (lingkungan) yang mempengaruhi pertumbuhan ikan adalah suhu dan
ketersediaan makanan. Berdasarkan hasil pengukuran suhu antar kolam berkisar antara 29oC-30oC,
sehingga bila kondisi perairan normal, maka faktor makanan merupakan faktor yang lebih penting
dari suhu. Sehingga kondisi lingkungan yang makanan berlebih akan tumbuh lebih pesat (Effendie,
2002).
Berdasarkan nilai condition factor (CF) dari ke 4 kolam IPAL (aerasi 1, aerasi 2, stabilisasi,
dan monitoring) jika dibandingkan dengan kontrol tidak berbeda secara nyata (α=0,050), dan secara
keselurahan nilai CF tersebut < 1,7. Jika nilai CF ≤ 1,7 berarti ikan dalam lingkungan yang tertekan
atau ikan dalam kondisi tidak berdaging (Lucky, 1977). Nilai faktor kondisi menunjukkan keadaan
baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi atau penggunaan secara
komersil nilai faktor kondisi mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging ikan yang tersedia untuk
dapat dimakan. Jadi faktor kondisi mempunyai arti dapat memberi keterangan baik secara biologis
atau secara komersial (Effendie, 2002). Sedangkan hasil analisis kualitas air pada kolam IPAL
disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 . Hasil analisis kualitas air kolam IPAL PT. Gunung Madu Plantation
No Perlakuan Parameter
pH COD Cond TDS (mg/l) Kekeruhan
(mg/l) (NTU)
1 Aerasi 1 8,27±0,20b 75,56±7,44a 780,89±98,04c 390,44±49,02c 25,56±5,86a
2 Aerasi 2 8,74±0,32c 76,11±5,42a 700,78±72,81bc 344,00±37,81bc 26,56±5,92a
3 Stabilisasi 8,83±0,18c 77,11±5,39a 668,00±65,91ab 333,89±33,06ab 20,33±3,94a
4 Monitoring 8,28±0,08b 82,86±5,67a 651,29±32,78ab 325,71±16,32ab 35,43±6,40b
5 Kontrol 7,72±0,16a 80,43±6,40a 588,86±18,12a 294,29±8,96a 21,86±3,02a

Keterangan: huruf yang sama pada kolam yang sama menunjukkn tidak berbeda nyata pada
α=0,05.
Secara keseluruhan kualitas air seperti pH, COD dan kekeruhan tidak berbeda nyata antara
kolam IPAL dibandingkan dengan kontrol, sedangkan nilai kekeruhan kolam stabilisasi paling kecil
dibandingkan dengan kolam lainnya. Sehingga kualitas air pada kolam stabilisasi memeliki kualitas
yang paling baik, meskipun perbedaan tersebut tidak berbeda nyata pada α=0,05.

4. KESIMPULAN

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-101


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Berdasarkan hasil, dapat disimpulkan kolam stabilisasi menunjukkan laju pertumbuhan


standar, kelulushidupan/sintasan dan faktor kondisi paling tinggi, sehingga kualitas air pada kolam
stabilisasi yang paling mendukung untuk kehidupan ikan uji dibanding kolam lainnya.

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT dengan terselesainya penelitian dan
penyusunan laporan penelitian tahap pertama ini. Pada kesempatan ini peneliti mengaturkan terima
kasih kepada: (1) Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DP2M). Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, atas bantuan dana penelitian, (2)
Department of Research and Development PT. Gunung Madu Plantation, atas bantauan fasilitas
kepada peneliti untuk melakukan pengambilan sampel ikan pada kolam IPAL (3) Dr. Udin
Hasanudin, atas bantuan mediasi antara ketua peneliti dengan PT. Gunung Madu Plantation. (4).
Semua pihak yang langsung atau tidak langsung membantu penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymus, 2005. Implementasi pengelolaan limbah cair di PT. Madu Plantations, Lampung.
Disampaikan Pada Lokakarya Kebijakan Pemerintah Dalam Pengelolaan Limbah Cair
Agro-Industri

Asnawi, S. 1983. Pemeliharaan ikan dalam keramba. Erlangga. Jakarta

Effendie, M.I, 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara,Yogyakarta.

Jorgensen, S.E., 1997. ecotoxicological research-Historical development and perapectives. In:


Schuurmann, G., Markert, B. (Eds). Ecotoxicology: Ecological fundamentals, chemical
exposure, and biological effects. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Lam, P.K.S., Gray, J.S., 2003. The use of biomarkers in environmental monitoring
programmes. Mar. Pollut. Bull. 46: 182-186.

Lam dan Wu, 2003. Use of biomarkers in environmental monitoring. Ministry of


Environment, Government of Japan. Tokyo

Lucky,Z., 1977. Methode for the diagnosis of fish diseases. Amerind Publishing Co.Put.Ltd, New
Delhi.

McCarthy, F.J., Shugart, L.R., 1990. biological markers of environmental contamination.


In: McCarthy, F.J., Shugart, L.R (Eds). Biomarkers of environmental
contamination. Lewis Publishers, Boca Raton, Florida.

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-102


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Walker, C.H., 1996. The use of biomarkers to measure the interactive effects of chemicals.
Ecotoxicology and Environmental Safety 40,.

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-103

Anda mungkin juga menyukai