PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
sakit dewasa ini (Brook, et.al. 2000; Panella, et al., 2003; Maxwell, 1984; Basinski, et
al, 2003; Lee, et al., 2002; Marguerez, et al., 2001; Marcus, et al., 1999; Nabitz, et al.,
2000; Hilscher, et al., 2003). Hal ini seiring dengan tingkat kebutuhan, tingkat kritis
Pelayanan yang bermutu adalah pelayanan yang profesional dan hal ini merupakan
hak setiap pasien. Memberikan pelayanan yang bermutu berarti memberikan yang
Mutu pelayanan rumah sakit dapat diukur dari berbagai aspek, baik yang
relevance to need for the whole community, effectiveness for individual patients, dan
Masalah patient safety menjadi sebuah tema besar dalam praktik pelayanan
kesehatan 10 tahun terakhir. Persoalan ini muncul terutama karena fakta rumah sakit
atau tempat pelayanan kesehatan adalah tempat yang relatif penuh risiko. Hal ini
semakin dipicu oleh berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa sejumlah besar orang
1
Fakta tersebut antara lain ditunjukkan melalui studi mengenai adverse event
yang dilaksanakan oleh Harvard Medical Practice yang dilaporkan oleh Institute of
Medicine (IOM) ditemukan bahwa jumlah kejadian yang dapat dicegah adalah sebesar
58%, dengan proporsi kejadian yang berhubungan dengan kelalaian sebesar 27,6%.
Studi Harvard ini didukung pula oleh studi di Colarado dan Utah pada tahun 1992, yang
menemukan bahwa setidaknya 44.000 orang meninggal di rumah sakit akibat medical
Medical error juga menimbulkan biaya, baik biaya langsung maupun biaya tidak
langsung meliputi biaya kehilangan produktivitas, biaya kecacatan dan biaya pribadi
selama perawatan. Berdasarkan analisis terhadap 14.732 rekam medik dalam laporan
Institute of Medicine (1999) di rumah sakit Colorado dan Utah diperkirakan total biaya
pendapatan yang hilang, produksi rumah tangga yang hilang, kecacatan dan biaya
pelayanan kesehatan) hampir mencapai $ 662 juta dengan biaya pelayanan kesehatan
rumah sakit. Untuk melakukan perbaikan mutu pelayanan kesehatan perlu diperhatikan
empat tingkat perubahan (Berwick, 2002) yaitu : 1) pengalaman pasien dan masyarakat,
pelayanan kesehatan.
Sistem mikro merupakan unit kerja terdepan dalam organisasi yang memberikan
pelayanan langsung yang dirasakan dan dialami oleh pasien dan masyarakat. Sistem
mikro pelayanan dapat bekerja secara optimal jika didukung oleh sistem manajemen
dalam organisasi yang mendukung berjalannya proses pada sistem mikro agar dapat
2
memenuhi kebutuhan, harapan dan nilai pelanggan, sistem tersebut dikenal dengan
Pada skala nasional, berbagai inisiatif dalam kerangka sistem manajemen mutu
telah banyak dikembangkan, dimulai dari Gugus Kendali Mutu (GKM) yang dimulai
sejak tahun 1986, kemudian dilanjutkan dengan Total Quality Management (TQM)
1994 dan performance management (1996). Selanjutnya tahun 1995 program akreditasi
rumah sakit yang diawali dengan 5 jenis pelayanan mulai dilaksanakan pada rumah
sakit di Indonesia, diperluas lagi tahun 1997 menjadi 12 pelayanan dan tahun 2000
salah satu peraturan pemerintah yang diperlukan rumah sakit agar dapat memperbaiki
mutu pelayanannya. Selain akreditasi rumah sakit, terdapat rumah sakit yang
mengadaptasi model SMM dengan mengembangkan berbagai model yang telah ada
Mutu pelayanan yang baik tidak cukup hanya dicapai, tetapi juga dipelihara dan
harapan dan keinginan pelanggan dan berbagai pihak yang berkepentingan. Karena itu,
merupakan suatu kegiatan yang berkelanjutan untuk memantau mutu layanan yang
diberikan, dalam bentuk kewajaran perawatan yang diberikan terhadap pasien disertai
upaya untuk senantiasa meningkatkan pola perawatan dan mencari pemecahan atas
3
Esensi QA tersebut menjadikannya sebagai bagian yang inheren dengan
merupakan strategi yang dapat digunakan rumah sakit untuk tetap eksis bahkan unggul
dalam ketatnya persaingan industri pelayanan kesehatan saat ini. Pertumbuhan jumlah
terhadap pelayanan kesehatan menjadi semakin tinggi (Lee, et al., 2002; Marguerez, et
al., 2001; Nabitz, et al., 2000; Bovaird and Loffler, 2003). Itulah sebabnya rumah sakit
menjadi terpicu untuk mengadopsi sistem manajemen mutu (SMM) sebagaimana yang
dikembangkan dalam industri bisnis lainnya (Wardhani, et al., 2009). Basinski, et al.
Implikasi dari hal ini mencerminkan bahwa sistem manajemen mutu di rumah
sakit tidak cukup hanya dengan menjalankan penjaminan mutu semata. Dibutuhkan
upaya peningkatan mutu secara berkesinambungan (CQI) agar rumah sakit dapat
2001), karena mutu berkaitan dengan tingkatan pelayanan kesehatan yang dapat
keberhasilan yang diperoleh dari CQI masih bervariasi (Lee, et al., 2002; Wardhani,
2009, Francois, et al., 2003). Sebagian rumah sakit telah berhasil meningkatkan
mutunya namun tidak sedikit yang gagal (Wardhani, et al., 2009). Hal ini konsisten
dengan penjelasan Lee, et.al. (2002) bahwa 98% rumah sakit di Amerika telah berhasil
4
dalam mengadopsi manajemen mutu terpadu (TQM) dan CQI, namun rumah sakit di
sistem manajemen mutu (SMM), namun disebabkan kegagalan strategi dan langkah-
langkah implementasi SMM yang inefektif. Oleh sebab itu, faktor yang mendasari
keberhasilan dan kegagalan implementasi SMM sangat penting untuk diidentifikasi dan
dianalisis.
Berbagai upaya mutu yang dilakukan rumah sakit ternyata belum mampu
klinik. Penelitian Yudani (2002) di RSU Banyumas menunjukkan bahwa rumah sakit
Banyak negara yang memulai program akreditasi tanpa bukti bahwa mereka
menggunakan sumber daya terbaik untuk meningkatkan kualitas dan tidak ada bukti
tentang efektivitas dari sistem yang berbeda dan cara-cara untuk melaksanakannya
didasarkan secara empiris adalah studi skala besar saat ini sedang berlangsung meneliti
hubungan antara akreditasi dan organisasi dan kinerja klinis (Braithwaite, et al, 2006).
Penelitian lain yang dilaksanakan oleh Heuvel, et all (2005) (Heuvel, J, et all
5
menunjukkan bahwa patient safety pada rumah sakit tersebut hanya memenuhi standar
sebesar 35% pada tahun 1998 dan sebesar 63% pada tahun 2001 setelah
sakit yang tidak mengimplementasikan ISO 9001:2000 dengan hasil pencapaian standar
patient safety yaitu 33%-46% pada tahun 1998 dan sebesar 38%-72% pada tahun 2001
manajemen mutu dalam layanan dan pengaturan manufaktur, namun sampai saat ini ,
masih sedikit studi empiris yang ditujukan untuk manajemen mutu di rumah sakit (Li,
1997).
Dick (2000) dalam literaturnya juga menyatakan bahwa tidak terdapat fakta yang
signifikan dalam pencapaian organisasi setelah mengikuti skema sistem mutu seperti ini
Oleh karena berbagai bukti di atas, maka perlu dilakukan evaluasi untuk
mengetahui dampak implementasi sistem manajemen mutu pada rumah sakit. Model
evaluasi pelayanan yang digagas oleh Donabedian menganalisa melalui 3 faktor, yaitu
Struktur adalah prasyarat mutu seperti gedung rumah sakit, karyawan, dan
menghasilkan suatu terapi yang spesifik. Sedangkan yang dimaksud dengan hasil adalah
yang terdiri struktur, proses, dan hasil berhubungan dengan bagaimana SMM
6
diimplementasikan. Sebelumnya, Kunkel, et al., (2007) juga pernah melakukan
penelitian yang membuktikan adanya keterkaitan antara struktur, proses, dan hasil
Suatu kajian literatur yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh mutu terhadap
meliputi physical characteristic dan staff caracteristic, process meliputi technical dan
personal, serta outcome meliputi health status, health service utilization and cost,
2. Rumusan masalah :
adalah:
2) Apakah ada hubungan antara struktur, proses dan outcome dalam implementasi
Tujuan Umum
7
Mengevaluasi dampak implementasi sistem manajemen mutu terhadap kinerja
Tujuan khusus:
Sistem Manajemen Mutu atau QMS (Quality Management Sistem) secara luas
menilai dan meningkatkan mutu perawatan. Misalnya adalah review secara mendalam,
8
Sistem mutu secara luas didefinisikan sebagai mutu kerja yang terorganisir
secara sistematis, yang mencakup berbagai kegiatan dari perbaikan sampai akreditasi.
suatu proses organisasi yang terstruktur yang melibatkan staf pada tingkat yang berbeda
3) Pengelolaan harian
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem manajemen mutu adalah suatu tatanan
dirancang dan diterapkan untuk menjamin agar sistem atau proses pelayanan
dan proses produksi terus menerus diperbaiki, berjalan sesuai persyaratan mutu
((Koentjoro, 2007)
9
Akreditasi merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi mutu
sebuah tim fungsionaf yang bersifat non struktural yang berada di bawah dan
Pelayanan Rumah Sakit maka pada tahap awal rumah sakit terutama sudah harus
I. Bidang Administrasi
3) Pelayanan Famasi
10
4) Program Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana
1) Pelayanan Medis
4) Pelayanan Intensif
5) Pelayanan Laboratorium
6) Pelayanan Radiologi
8) Pelayanan Darah
1) Pelayanan Keperawatan
3) Pelayanan Infeksi
4) Pelayanan Gizi
sebagai berikut :
11
Rumah sakit yang telah melalui proses akreditasi akan memperoleh
dikeluarkan, yaitu :
1) Tidak diakreditasi
2) Akreditasi bersyarat
Status ini diberikan bila rumah sakit telah dapat memenuhi persyaratan
b) Setelah masa satu tahun rumah sakit dapat mengajukan untuk disurvei
penuh).
e) Bila tidak berhasil pada akreditasi ulang ini, maka rumah sakit
3) Akreditasi penuh
a) Status akreditasi penuh diberikan untuk jangka waktu tiga tahun kepada
rumah sakit yang telah dapat memenuhi standar yang ditetapkan oleh komisi
akreditasi.
12
4) Akreditasi istimewa
sebagai dokumen arsip (Soepojo, dkk, 2002). Selain itu kewajiban pembinaan
pasca akreditasi tidak dilakukan oleh KARS, melainkan oleh Dinas Kesehatan
pada Prince of Wales Hospital diperoleh bahwa akreditasi bukan hal yang
13
diperoleh pendapat bahwa diperlukan akreditasi sebagai pengawas eksternal
(JCAHO)
Organization) adalah organisasi not for profit yang didirikan tahun 1951 di
kesehatan.
pada organisasi pelayanan kesehatan sesuai standar dan syarat akreditasi, dan
digunakan dalam dua kelompok standar, yaitu proses yang berpusat pada
2) Hak pasien
3) Pengkajian
14
5) Pendidikan kesehatan
6) Kesinambungan pelayanan
1) Kepemimpinan
3) Manajemen informasi
4) Manajemen lingkungan
5) Manajemen mutu
yang menetapkan persyaratan global untuk sistem mutu. ISO dikembangkan untuk
menyediakan standar yang dapat digunakan sebagai kerangka kerja yang dapat
diterapkan bagi semua tipe organisasi di seluruh dunia. Standar ini mengharuskan
sistem mutu, dan menjaga catatan rekaman mutu yang membuktikan bahwa mereka
desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen mutu. ISO 9001:2000 merupakan
standar sistem manajemen mutu. Namun, bagaimanapun juga diharapkan bahwa produk
yang dihasilkan dari suatu sistem manajemen mutu internasional, akan bermutu baik.
manajemen sistem, yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk
15
(barang atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu, dimana kebutuhan atau
meliputi kebijakan mutu, perencanaan mutu, pedoman mutu, prosedur kerja dan
instruksi kerja. Elemen-elemen sistem mutu tersebut dapat berjalan dengan baik jika
tercipta komitmen dan budaya mutu dalam organisasi yang ditunjukkan dalam perilaku
2007).
Award (MBNQA). MBNQA merupakan salah satu program penghargaaan yang tertua
di dunia. Penghargaan ini diberikan oleh Kongres USA kepada organisasi yang telah
bukan hanya sebuah penghargaan, tetapi berfungsi juga sebagai pemicu proses
16
peningkatan mutu di USA akibat adanya proses penarikan komitmen dari para
pemenang untuk turut menjadi pendukung dalam peningkatan mutu organisasi lainnya.
Metode ini bukan hanya menganalisis dan mengevaluasi kinerja perusahaan dari aspek
finansial saja, namun juga dari aspek non-finansialnya. Kriteria performansi terbaik dari
1) Leadership
2) Strategic Planning
6) Process Management
7) Business Results
1) Visionary Leadership
17
stakeholder yang lain, menciptakan iklim inovasi, pemberdayaan dan
pembelajaran.
2) Customer-Driven Excellence
Kualitas dan kinerja perusahaan karenanya akan dinilai oleh pelanggan. Oleh
(customer value).
5) Agility
kapasitas untuk mampu berubah cepat dan fleksibilitas. Hal ini jelas
18
amat membutuhkan karyawan yang kompeten yang memiliki ketrampilan
jangka panjang yang mempengaruhi bisnis dan pasar. Visi perusahaan jelas
membutuhkan orientasi yang sangat kuat pada masa depan dan keinginan
berkepentingan (stakeholder).
pekerjaan sehari-hari.
8) Management by Fact.
akan memberikan data dan informasi penting tentang proses kunci, output,
dan hasil bisnis. Pengukuran kinerja ini mencakup pelanggan, produk, dan
19
serta mempertahankan kesadaran, keselamatan dan kepercayaan
dan masyarakat.
MBNQA Framework
20
Organizational Profile:
Environment, Relationships, and Challenges
2 5
Strategic Human
Planning Resource
Focus
1 7
Leadership Business Result
3 6
Customer Process
& Market Managemen
Focus t
4
Information and Analysis
efektif dan menuntun pencapaian kinerja unggul. Jadi kriteria Baldridge bukan hanya
digambarkan bahwa kinerja pelayanan utama dan kinerja pelayanan penunjang juga
21
Di Eropa, model penilaian atau pengukuran kinerja mutu dikenal dengan
organisasi menuju European Quality Award. Model EFQM excellent adalah suatu
framework yang didasarkan pada 9 kriteria . Lima dari kriteria ini adalah disebut
resources, and processes), dan empat yang lainnya adalah “result” (people result,
customer result, impact on society result and business result). Kriteria enabler
mencakup apa yang dilakukan oleh sebuah organisasi, sedangkan kriteria result
mencakup apa yang diperoleh oleh organisasi. Result diperoleh melalui cara
enablers, dan enablers ditingkatkan dengan menggunakan umpan balik dari result.
kebijakan dan strategi yang kemudian diantarkan melalui people, partnership and
22
Beberapa faktor yang telah berhasil diidentifikasi sebagai penentu keberhasilan
atau kegagalan implementasi adalah budaya organisasi, aspek teknis, aspek strategik,
dan aspek struktur (Lee, et al., 2002). Kecuali aspek teknis, maka Wardhani, et al.,
(2009) menyajikan pendapat yang konsisten dengan Lee, et al. (2002) bahwa desain
perspektif yang sedikit berbeda yaitu kepuasan pasien dan motivasi karyawan selain
pendapat Buciuniene, et al. (2006), maka motivasi karyawan (Francois, et.al., 2003);
daya, dan faktor pribadi (Pongpirul, et al., 2006); serta budaya karyawan (Huq and
Martin, 2000) juga dijelaskan sebagai faktor yang mempengaruhi implementasi CQI.
Selain itu, hasil penelitian Lee, et al., (2002) yang juga didukung oleh
Buciuniene, et al., (2006) menemukan bahwa ukuran rumah sakit adalah variabel
implementasi CQI. Lee, et al. (2002) melaporkan bahwa skor pada tujuh dimensi CQI
manajemen sumber daya manusia, manajemen mutu, dan kinerja) berbeda pada ukuran
rumah sakit yang berbeda dimana rumah sakit besar memiliki skor yang lebih tinggi.
Sedangkan Buciuniene, et al., (2006) memang secara tegas menyatakan bahwa temuan
23
Berdasarkan berbagai hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang
pasien. Keempat faktor tersebut mencerminkan suatu sistem manajemen mutu dimana
sumber daya rumah sakit (fisik, manusia, keuangan, infromasi) dan aspek
pembagian tugas dan wewenang, budaya organisasi, strategi, prosedur, sistem dan
menjelaskan bahwa sistem mutu merupakan upaya penciptaan mutu yang sistematis dan
terorganisir. Struktur mengacu pada prasyarat, seperti gedung rumah sakit, karyawan
seperti terapi khusus. Hasil mengacu pada hasil proses, misalnya, hasil terapi (Kunkel et
al., 2007). Studi yang dilakukan oleh Kunkel et al., (2007) menggambarkan struktur
merujuk pada sumber daya yang tersedia, seperti waktu dan dana untuk bekerja dalam
meningkatkan mutu. Selain itu juga mengacu pada administrasi dari sistem mutu,
peningkatan mutu dan kerjasama dengan dan diantara profesi. Hasil mengacu pada
peningkatan mutu.
24
Studi lain yang dilakukan oleh Hsio, et al., (2008) mengembangkan model
konsep pelayanan pada primary care, menganalisis struktur yang merujuk kepada
praktek, peralatan, jam kerja dan akses. Karakteristik karyawan meliputi kualifikasi
para profesional, struktur administratif dan operasional, suasana kerja tim danjumlah
karyawan tetap.
evaluasi proses dengan aspek teknik dan aspek perorangan. Aspek teknik meliputi
petunjuk penggunaan tes, rujukan, pengobatan dan juga menilai klaim asuransi atau
fungsi, fisik dan kesehatan mental, survive dan penggunaaan rumah sakit dan ruangan
emergensi. Beberapa penelitian juga mengukur kepuasan pasien sebagai salah satu hasil.
Kepuasan secara umum diukur dari persepsi pasien, yang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperi status kesehatan, pengalaman pribadi, harapan dan penerimaan
pelayanan.
Kinerja, berarti tata cara atau mutu dari fungsi. Hal ini menyiratkan bahwa kinerja manajemen
terkait dengan tata cara dari pengelolaan mutu. Kinerja juga berarti pencapaian dari seseorang
baik dalam jumlah ataupun mutu dalam suatu organisasi. Kinerja dapat mengacu pada kinerja
25
Sebuah model oleh Counte (1995) mengembangkan kinerja berdasarkan pada dua
Pendekatan yang lain adalah Balance Scorecard yang dikembangkan oleh Kaplan dan
Norton (1996). Pendekatan ini menekankan bahwa pengukuran finansial dan non-
finansial harus menjadi bagian dari sistem informasi untuk para karyawan pada semua
tingkatan dalam organisasi. Scorecard haruslah menerjemahkan sebuah misi unit bisnis
dan strategi ke dalam tujuan yang nyata dan terukur. Pengukuran tersebut menghadirkan
dan pengukuran internal dari inovasi proses bisnis yang kritis dan pembelajaran dan
pertumbuhan.
Pada saat ini, sedang dilakukan uji coba suatu instrumen yang akan digunakan
untuk menilai kinerja mutu (performance) rumah sakit oleh WHO regional Eropa yang
kemungkinan akan diterapkan oleh seluruh rumah sakit di dunia sebagaimana halnya
program WHO World Alliance for Patient Safey – Move Program sebagai world class
hospitals’ benchmarking.
Instrumen PATH tersebut terdiri 6 dimensi yang saling berkaitan yakni clinical
efficiency.
26
pemberdayaan sumber daya manusia dan filsafat organisasi. Perbaikan
klinik (clinical indicator) dan indicator kinerja kunci yang menilai berdasarkan
melakukan uji coba implementasi dalam menilai kinerja rumah sakit melalui instrumen
Hospitals).
Instrumen PATH tersebut terdiri 6 dimensi yang saling berkaitan yakni clinical
efficiency. Dari ke enam keterkaitan dimensi tersebut ada 17 indikator utama (core
indicators) dan 24 indikator tambahan sesuai kondisi dan kemampuan rumah sakit
(tailored indicators)
kesehatan dan manajer untuk meningkatkan mutu keluaran dari sistem, termasuk
27
clinical performance dari staf. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Kunkel et al (2007) yang menyatakan bahwa penerapan sistem mutu tingkat lanjut
dengan menggunakan model kerja sama dapat dikembangkan menjadi sistem dengan
mutu rumah sakit memiliki hubungan sebab-akibat langsung dengan kinerja mutu
pelayanan kesehatan. Model ini menyatakan bahwa kinerja mutu pelayanan kesehatan
informasi/proses (IA). Secara langsung dan positif kinerja mutu pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh analisis informasi/proses (IA), pengembangan tenaga kerja (WD) dan
investasi teknologi dan analisis informasi/proses (IA) memediasi hubungan antara mutu
tersebut memvalidasi bahwa terdapat hubungan antara elemen inti QMS dengan kinerja
organisasional mereka. Elemen-elemen inti tersebut adalah “Keberadaan dan peran dari
mutu” dan “Karakteristik dari rancangan strategik manajemen mutu”. Hasil penelitian
tersebut lebih jauh lagi mengindikasikan bahwa peningkatan dalam QMS memiliki
pengaruh terbesar bagi reputasi rumah sakit, kepuasan pasien dan orientasi pasar.
28
Penelitian replikasi yang dilakukan oleh Tari et al. (2007) mendukung hubungan
antara QMS dan dampak positif dari praktik-praktik QMS terhadap kinerja, baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui mediasi praktik QMS lainnya. Praktik-praktik
tersebut antara lain: manajemen proses, teknik dan alat uji mutu, kepemimpinan,
6. Kerangka teori
Proses
Struktur
7. Kerangka Konsep
1) Personel
1) Komitmen top manajemen development
2) Quality strategic Planning 2) Employee
3) Information and data quality partispation
4) Supplier quality management 3) Coordination and
5) Physical Characteristic role of quality
(Facilities , Equipment, Office departemen
hour, Accessibility 4) Proses manajemen
6) Staf characteristic 5) Continuity
- Profesional qualification 6) Communication
- Administrative structure & 7) whole-person
operation Outcome
orientation
- Teamwork atmossphire 8) interpersonal
- Number
BAB III of full time treatment
employee 9) patient trust Clinical indicator
7) Organization design 10) comprehensiveness
8) Technical support
11) Physian involment 30
9) Quality structure
12) organisasi culture
10) Sumber daya keuangan 13) Pembagian tugas &
11) Pedoman kerja
wewenang
III. METODE PENELITIAN
sampel acak sederhana pada departemen/unit di RS. Validitas dan reabilitas dari model
pengukuran meggunakan analisis faktor (CFA). Model yang ditawarkan diuji dengan
31
Penelitian akan dilakukan pada rumah sakit yang sudah mengimplementasikan
sistem manajemen mutu pada tingkat unit atau departemen. Jenis rumah sakit yang
dipilih berdasarkan kepemilikan adalah rumah sakit pemerintah pusat, rumah sakit
digunakan adalah kuesioner tertutup dan terbuka serta pedoman wawancara untuk
Data akan Validitas dan reabilitas dari model pengukuran meggunakan analisis
Lincolnwood II).
32
33