Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai negara kepulauan secara geografis
terletak di khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia serta
di antara Samudera Pasifik dan Hindia, berada pada pertemuan
tiga lempeng tektonik utama dunia, mengakibatkan Indonesia
sebagai wilayah teritorial yang sangat rawan terhadap bencana
alam. Letak negara di khatulistiwa juga menyebabkan wilayah
Indonesia memiliki kondisi iklim yang khas dengan musim hujan
dan kemarau yang sama panjang. Pada saat kondisi iklim global
berpengaruh terhadap iklim di Indonesia, maka perubahan
musim dapat menjadi pemicu terjadinya bencana banjir,
kekeringan dan kebakaran hutan. Lempeng Eurasia yang
bertumbukan langsung dengan Lempeng Indo Australia
membentuk tunjaman lempeng tektonik yang melintas dari barat
Sumatera melalui selatan Jawa hingga Nusa Tenggara. Bagian
timur Indonesia merupakan pertemuan tiga lempeng yaitu
lempeng Philipina, Pasifik dan Australia. Kondisi pertemuan
lempeng tersebut menyebabkan Indonesia berpotensi terhadap
gempa bumi, letusan gunung berapi, tanah longsor dan tsunami.
Disamping itu kekayaan alam yang berlimpah, jumlah
penduduk yang besar dengan penyebaran yang tidak merata,
pengaturan tata ruang yang belum tertib, masalah penyimpangan
pemanfaatan kekayaan alam, keanekaragaman suku, golongan,
agama, adat dan budaya yang masih mengakar hingga saat ini
dan pengaruh globalisasi serta permasalahan sosial lainnya yang
sangat kompleks, mengakibatkan wilayah Indonesia berpotensi
rawan bencana, baik bencana alam maupun bencana yang
disebabkan ulah manusia. Secara umum terdapat beberapa
peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun; bahkan
saat ini peristiwa bencana lebih sering terjadi

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013 I/1
Tidak berbeda dengan negara lain, Indonesia juga rawan
terhadap berbagai bahaya yang ditimbulkan oleh teknologi,
transportasi, gangguan ekologis, biologis serta kesehatan.
Serangan teroris juga merupakan ancaman yang sudah terbukti
menimbulkan bencana nasional.
Sejarah kebencanaan di Indonesia telah memberikan
dampak yang cukup signifikan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Terjadinya bencana alam tsunami Flores, Aceh-Nias
dan Pangandaran; gempa Nabire dan Yogyakarta; erupsi gunung
berapi Soputan, Merapi, Semeru; banjir Jakarta, Lampung, Jawa
Barat, Jawa Tengah dan beberapa daerah lain di luar Jawa;
tanah longsor Trenggalek, Banjarnegara, Bandung, Padang;
kebakaran hutan di wilayah Sumatera dan Kalimantan;
kekeringan di wilayah Indonesia timur; wabah flu burung dan
HIV/AIDS; konflik etnis Sambas, Ambon dan Poso yang terjadi di
beberapa tahun lalu merupakan potret kebencanaan di Indonesia
yang memberikan dampak negatif terhadap hasil pembangunan.
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terletak di tengah
Pulau Jawa. Karakteristik fisik Provinsi Jawa Tengah mempunyai
bentuk bervariasi yang tidak lepas dari proses pembentukannya.
Sebagaimana layaknya kepulauan yang terjadi karena tumbukan
lempeng, di Provinsi Jawa Tengah terdapat busur gunung berapi
yang tumbuh pada zona lemah sehingga terdapat beberapa
gunung berapi di atasnya. Dampak dari tumbukan lempeng
tektonik adalah terjadinya pengangkatan dan pelipatan lapisan
geologi pembentuk pulau sehingga membentuk geomorfologi
yang bervariasi seperti dataran landai, perbukitan dan dataran
tinggi. Kondisi geologi yang demikian menjadikan Provinsi Jawa
Tengah mempunyai potensi ancaman bencana alam. Gempa
bumi di Klaten, tsunami di pantai selatan Jawa, erupsi gunung
berapi Merapi dan tanah longsor di Banjarnegara merupakan
sebagian bukti kebencanaan yang pernah terjadi di Provinsi Jawa
Tengah.

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013 I/2
Kondisi iklim tropis Provinsi Jawa Tengah yang terletak
antara 5o40'-8o30' LS dan antara 108o30'-111o30' BT menjadikan
potensi dan ancaman bencana. Dampak dari bahaya iklim
tersebut adalah banjir, kekeringan, kebakaran lahan dan badai
angin. Kejadian bencana alam karena iklim dalam sepuluh tahun
terakhir diantaranya adalah banjir di Demak, Semarang, Brebes,
Cilacap, Kebumen dan Purworejo; kekeringan di Demak,
Grobogan dan Wonogiri; kebakaran lahan di lereng Lawu,
Merbabu, Merapi, Sumbing dan Slamet; terjadi pula badai angin
terjadi di Kabupaten Karanganyar, Boyolali, Klaten dan bagian
selatan Provinsi Jawa Tengah.
Kesenjangan antar wilayah, antar kelompok masyarakat
dan perbedaan sosial ekonomi di beberapa daerah di Jawa
Tengah dapat menimbulkan konflik sosial. Kesenjangan ekonomi
dan beragamnya golongan menjadikan potensi kerusuhan sosial
semakin nyata. Beberapa daerah yang dilaporkan pernah terjadi
konflik sosial di antaranya Jepara, Brebes, Tegal dan Wonosobo
disamping ancaman nyata di eks Karesidenan Surakarta.
Sebagai daerah terbuka, daerah penghubung utama antar
provinsi di Sumatera–Jawa dan Bali sampai Nusa Tenggara,
maka Provinsi Jawa Tengah sangat potensi terjadi berbagai
Kejadian Luar Biasa (KLB), wabah dan epidemi penyakit menular
baik pada hewan dan atau manusia yang mengakibatkan
kerugian dan atau permasalahan sosial lainnya. Hampir semua
Kabupaten/Kota dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir pernah
mengalami kasus–kasus KLB, wabah dan atau epidemi penyakit;
seperti diare, campak, malaria, HIV/AIDS termasuk KLB Avian
Influenza atau Flu Burung.
Pencemaran dan kerusakan lingkungan seperti
pencemaran air, tanah, udara dan terjadinya abrasi-sedimentasi
merupakan indikasi penurunan kualitas lingkungan di beberapa
Kabupaten/Kota seperti Karanganyar, Surakarta, Tegal,
Pemalang, Pekalongan, Rembang dan Cilacap. Sebagai jalur
penghubung utama transportasi, maka kegagalan teknologi dan
Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013 I/3
ulah beberapa anggota masyarakat yang tidak bertanggungjawab
dapat mengakibatkan kecelakaan lalulintas dan kecelakaan kerja.
Hal ini merupakan salah satu potensi ancaman bahaya yang
harus diperhitungkan pada masa yang akan datang.
Berbagai kejadian bencana di Provinsi Jawa Tengah
menunjukkan bahwa daerah ini merupakan wilayah yang
mempunyai potensi ancaman bencana. Pada hakekatnya semua
jenis bencana, baik yang disebabkan oleh alam, non alam dan
bencana sosial selalu berpotensi mengancam kehidupan seperti
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis bagi masyarakat. Mengingat
kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis Provinsi
Jawa Tengah, maka diperlukan suatu upaya yang menyeluruh
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik ketika
bencana itu sedang terjadi, sudah terjadi maupun bencana yang
berpotensi terjadi dimasa yang akan datang. Hal tersebut
merupakan bentuk tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam
melindungi segenap warga dengan tujuan untuk memberikan
perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan, termasuk
perlindungan atas korban bencana, kesemuanya itu dilakukan
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang
berlandaskan Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penanganan bencana pada saat ini cenderung kurang
efektif. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain
paradigma penanganan bencana yang bersifat parsial, sektoral
dan kurang terpadu, disamping itu masih memusatkan tanggapan
pada upaya pemerintah, sebatas pemberian bantuan fisik dan
dilakukan hanya pada fase kedaruratan. Pada bagian lain,
perubahan pada sistem pemerintahan serta semakin terlibatnya
organisasi non pemerintah dalam kegiatan kemasyarakatan
memerlukan perubahan mendasar pada sistem penanganan
bencana.

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013 I/4
Latar belakang tersebut menjadikan konsep Pengurangan
Resiko Bencana (PRB) perlu diintegrasikan ke dalam
perencanaan pembangunan di Provinsi Jawa Tengah dalam
bentuk Rencana Aksi Daerah (RAD).

B. MAKSUD
Rencana Aksi Daerah Pengurangan Resiko Bencana
(RAD PRB) ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah dan masyarakat dalam menyusun
pedoman perencanaan, kebijakan publik dan implementasi dalam
pengurangan resiko bencana di Jawa Tengah secara lebih
terpadu dan efektif.

C. TUJUAN
Rencana Aksi Daerah Pengurangan Resiko Bencana
(RAD PRB) ini bertujuan sebagai landasan konseptual, landasan
operasional dan keterpaduan pelaksanaan dalam pengurangan
resiko bencana di Jawa Tengah. Landasan konseptual diartikan
sebagai landasan untuk menyamakan visi pendekatan dalam
memahami bencana sebagai ancaman yang riil dan dapat terjadi
pada suatu waktu tertentu dan menjadi tanggung jawab bersama.
Landasan operasional diartikan bahwa RAD PRB merupakan
acuan dalam pelaksanaan kegiatan dalam rangka pengurangan
resiko bencana sehingga lebih terarah dan mempunyai tujuan
yang jelas. Keterpaduan pelaksanaan sangat penting utamanya
agar semua kegiatan dapat dilakukan dalam wadah koordinasi,
integrasi dan sinkronisasi kendali, sehingga pelaksanaannya
lebih jelas dan tidak terjadi tumpang tindih antara satu dengan
yang lainnya.

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013 I/5
D. RUANG LINGKUP
Rencana Aksi Daerah Pengurangan Resiko Bencana
(RAD PRB) ini mempunyai ruang lingkup wilayah Provinsi Jawa
Tengah sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia; Di dalamnya memuat kebijakan dan program-program
dalam rangka pengurangan ancaman bahaya, pengurangan
kerentanan dan penguatan kapasitas masyarakat terhadap
ancaman bencana yang bersifat dinamis dalam jangka waktu
2008-2013; Adapun penjabaran pelaksanaannya berdasarkan
prioritas sesuai dengan tugas dan fungsi kelembagaan di daerah.

E. BATASAN ISTILAH
1. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa
yang bisa menimbulkan bencana.
2. Bantuan darurat bencana adalah upaya memberikan
bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada saat
keadaan darurat.
3. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
4. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
5. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan
wabah penyakit.

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013 I/6
6. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh
manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau
antarkomunitas masyarakat, dan teror.
7. Kapasitas adalah penguasaan sumber daya, cara, dan
kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan
mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri,
mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat
memulihkan diri dari akibat bencana.
8. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk
menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
9. Kerentanan adalah kondisi atau karakteristik biologis,
geografis, sosial, ekonomi, politik, sosial, budaya dan
teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka
waktu tertentu yang mengurangi kemampuan masyarakat
tersebut mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan
menanggapi dampak bahaya tertentu.
10. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian
serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
11. Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang
menderita atau meninggal dunia akibat bencana.
12. Lembaga internasional adalah organisasi yang berada
dalam lingkup struktur organisasi Perserikatan Bangsa-
Bangsa atau yang menjalankan tugas mewakili Perserikatan
Bangsa-Bangsa atau organisasi internasional lainnya dan
lembaga asing nonpemerintah dari negara lain di luar
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
13. Lembaga usaha adalah setiap badan hukum yang dapat
berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, koperasi, atau swasta yang didirikan sesuai dengan

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013 I/7
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
menjalankan jenis usaha tetap dan terus menerus yang
bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
14. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana.
15. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, atau
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
16. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
17. Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup
yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali
kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan
upaya rehabilitasi.
18. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko
bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana
maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
19. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang
terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk
jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak
buruk bencana.
20. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian
peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013 I/8
kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang.
21. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis,
biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya,
politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk
jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan
mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi
kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya
tertentu.
22. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang
memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar
semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat
pada wilayah pasca bencana.
23. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua
prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah
pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,
tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta
masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat
pada wilayah pasca bencana.
24. Resiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan
akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu
tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa
terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan
atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
25. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan
yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk jangka waktu
tertentu atas dasar rekomendasi dari institusi/badan yang
diberi tugas untuk menanggulangi bencana.

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013 I/9
26. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana
untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana.

Lampiran Pergub No.88/2007 tentang RAD PRB Prov. Jateng 2008-2013 I/10

Anda mungkin juga menyukai