Oleh :
Eka Fitriani
BP : 07120036
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Padang
Sebelum saya ungkapkan lebih jauh, sebaiknya kita tahu dulu apa itu
Chikungunya. Chikungunya merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
Chikungunya yang disebarkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Selain itu nyamuk ini juga berperan sebagai penyebar penyakit Demam Berdarah
Dengue.
|1
setempat (Swahili), berdasarkan gejala pada penderita. Maka hadirlah
chikungunya yang berarti posisi tubuh meliuk atau melengkung.
Chikungunya telah cukup lama berkembang di negeri kita ini. Bila kita
review kembali pertama kali dilaporkan di Samarinda sekitar tahun 1973.
Kemudian muncul serentetan kasus Chikungunya di tempat dan tahun yang
berbeda. Pada tahun 1980 di Kuala Tungkak, Jambi. Tiga tahun setelah itu
merebak di beberapa tempat seperti di Martapura, Ternate dan Yogyakarta.
Perkembangan kasus Chikungunya sempat mengalami kevakuman selama 20
tahun. Tapi di tahun 2001 sungguh mengejutkan kasus Chikungunya ditetapkan
sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh.
Hingga 3 tahun terakhir masih muncul letupan KLB di beberapa daerah di
Indonesia. Walaupun begitu penanganan Chikungunya masih belum menjadi
prioritas dalam upaya penyakit menular di Indonesia. Dalam hal penanganan
kasus Chikungunya masih menjadi komponen dalam upaya pemberantasan
Demam Berdarah Dengue. Jadi tindakan pemberantasan Chikungunya sama
dengan Demam Berdarah Dengue. Bila tidak diberantas, dua penyakit ini bisa
menjadi masalah yang klasik untuk dihadapi.
Dalam hal ini bukan berarti saya menganggap hanya Chikungunya ini
paling penting dalam hal pemberantasan. Semua penyakit lain juga sangat perlu
untuk ditanggulangi segera. Cuma saya ingin kita semua tidak menganggap
masalah ini hanya sebelah mata. Dalam hal penanganan melibatkan semua aspek
dalam tatanan dari negeri ini. Bisa kita bayangkan bila peraturan yang tidak
diindahkan oleh masyarakat. Untuk apa peraturan-peraturan itu dibuat antara
pihak legislatif sebagai penyambung lidah rakyat dan pemerintah sebagai
pengemban amanat rakyat? Kalau hanya terbuang seperti “sampah” saja.
Bukankah suatu kesia-siaan itu tidak baik? Begitu juga sebaliknya bila aksi yang
dilakukan masyarakat tidak ada dukungan dari pemerintah. Sama saja kita
berteriak di depan tebing. Hanya gema-gema suara yang kita dengar, akan tetapi
hal yang diharapkan tidak terlaksana sesuai harapan. Oleh karena itu penting
adanya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam menangani masalah
|3
yang berkecamuk di negeri ini.
Dari kenyataan diatas, kita bisa melihat belum genap triwulan awal angka
kejadian Chikungunya cukup fantastis meningkat bila dibanding tahun
sebelumnya. Bila hal ini tidak ditanggulangi secara baik maka penyebaran
penyakit ini akan semakin luas. Semakin cepat penanganan terhadap Chikungunya
semakin baik hasil yang diperoleh. Sering dilakukan fogging oleh Dinas
Kesehatan untuk melokalisir lokasi penyebaran penyakit ini.
Bila lebih kita cermati lagi memang masalah Chikungunya tidak bisa
dipandang sebelah mata. Seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja, kasus
ini mungkin bisa menyaingi kepopuleran penyakit yang telah menjadi trend-
centre perhatian praktisi kesehatan. Meski tidak menyebabkan kematian,
hendaknya kita tetap perlu mewaspadai penyebaran virus ini. Penanganan kasus
ini harus dilakukan secara komprehensif. Kalau tidak, cepat atau lambat hal ini
akan menjadi suatu ancaman bagi kita semua.
|5
Indonesia untuk memajukan ketatakeloloan yang baik di semua lini termasuk
sektor kesehatan. Isu kesehatan yang menjadi perhatian utama yakni pencapaian
target Millenium Development Goals (MDG) pada tahun 2015. Menteri Kesehatan
Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR. PH saat berpidato di IPB bulan
April lalu mengatakan bahwa perlu adanya peningkatan dan kesinambungan
investasi agar dihasilkan percepatan momentum MDG. Sudah jelas bahwa prinsip
“health is an investment, not a cost” harus menjadi titik tolak dalam kebijakan
kesehatan. Saya pun sependapat hendaknya kita mengubah mindset mengenai
kesehatan itu sendiri. Kesehatan bukan sesuatu hal yang percuma akan tetapi
merupakan sebuah investasi yang sangat berharga dalam kehidupan kita. Tanpa
adanya kesehatan, hidup tidak ada artinya apa-apa. Dengan memiliki tubuh yang
sehat kita bisa menjalani hidup lebih baik lagi dan menjadi seseorang yang
berguna.
Rakyat tak perlu pesimis. Sebenarnya, ada banyak cara pencegahan selain
fogging. Cara ini dinilai efektif sekali cukup dengan melakukan Gerakan
Serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan metode 3 M Plus.
Pertama, cukup dengan menguras tempat penampungan air minimal seminggu
sekali atau menaburinya dengan bubuk abate untuk membunuh jentik nyamuk
Aedes Aegypti. Kedua, menutup rapat tempat penampungan air agar nyamuk tidak
bisa bertelur disana. Ketiga, dengan mengubur atau membuang pada tempatnya
barang-barang bekas seperti ban bekas yang dapat menampung air hujan.
Melihat kondisi negeri yang seperti saat ini, sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan acara komedi yang lagi laris manis. Ngawur, tanpa skenario yang jelas,
kadang lucu serta menghibur. Negeri ini memang penuh bermacam cerita. Saat
bencana melanda malah dimanfaatkan oleh sebagian orang sebagai mesin uang
demi kepentingan pribadi. Dimana hati nurani ini? Apa karena perlu uang segala
cara seolah menjadi halal untuk dilakukan? Sungguh kasihan sekali negeri ini.
Kita semua pasti masih ingat Gempa 30 September 2009. Gempa yang
telah memporak-porandakan tatanan kehidupan terutama di wilayah Padang,
Pariaman dan sekitarnya. Hidup di bawah tenda bagi para korban mungkin
merupakan hal yang sangat memprihatinkan. Dengan berbekal bantuan seadanya,
hidup harus terus tetap berjalan. Hujan panas seolah merupakan hal yang sudah
mulai terbiasa. Sebut saja, buk Ani, beliau merupakan salah satu korban gempa di
Lubuk Basung. Waktu itu saya ikut dalam tim medis dalam bantuan pengobatan
yang berkerjasama dengan Ikatan Remaja Mesjid di Yogyakarta. Beliau bertutur
banyak warga menderita ngilu-ngilu di sendi serta badan mereka demam. Diduga
mereka mengalami Chikungunya. Apa mungkin hal ini terjadi akibat alam tidak
lagi bersahabat dengan manusia. Benarkah memang begitu yang terjadi di negeri
|7
ini?
Hukum rimba berlaku di negeri ini. Siapa yang berkuasa dialah yang
menang. Tak peduli di wilayah manapun. Tak peduli apakah itu menyangkut
nyawa manusia. Yang masih punya hati tersingkiri. Yang punya nurani ditertawai.
Dunia ini adalah sebuah panggung, dimana semua arogansi menjadi mutlak untuk
mendapat materi. Benarkah begitu? Benarkah jiwa kemanusiaan kita telah mati?
Seakan penderitaan orang lain tiada lagi berarti? Sepenuhnya saya tidak
sependapat dengan hal ini karena masih banyak kepedulian yang masih tampak.
Masih banyak uluran-uluran tangan manusia berhati malaikat di negeri ini.
Penanganan Chikungunya ini merupakan tugas kita semua. Masih ada bentuk
kepedulian anak negeri di Belitung dalam “Aksi 1000 Kaki Berantas
Chikungunya”. Mungkin masih banyak bentuk kepedulian lain dari negeri ini lagi
yang belum banyak terdokumentasi oleh media massa.
Negeriku ini memang penuh dengan banyak cerita. Penuh masalah yang
mungkin tak kunjung habisnya. Tapi, masih ada secercah sinar harapan agar
negeri ini menjadi lebih baik. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu adanya
kerjasama di segala komponen dalam negeri ini. Agar cerita ini bisa membuat
anak bangsa tersenyum saat mengenangnya untuk masa sekarang maupun nanti.
Semoga mimpi ini tak hanya sekadar mimpi belaka. Pastinya berakhir dengan
kenyataan yang indah.