Nematoda Pa To Genesis Serangga Sebagai Ida
Nematoda Pa To Genesis Serangga Sebagai Ida
PENDAHULUAN
1
setelah penginfeksian untuk kelima konsentrasi nematoda yang digunakan.
Semakin tinggi konsentrasi nematoda entomopatogen Steinernema sp. yang
diinfeksikan terhadap larva Lucilia sericata maka semakin tinggi pula kematian
larva yang terjadi. Selain itu diperoleh juga konsentrasi nematoda yang efektif
menyebabkan kematian sepuluh ekor larva Lucilia sericata yaitu nematoda pada
konsentrasi 380 juvenil infektif/6ml.
Subagiya(2005) dalam Pengendalian Hayati dengan Nematoda Entomogenus
Steinernema carpocapsae (All) Strain Lokal terhadap Hama Crocidolomia
binotalis Zell. di Tawangmangu menyebutkan bahwa serangan C. binotalis pada
tanaman kubis sampai sekarang belum dapat diatasi secara memuaskan, meskipun
pengen-dalian kimia telah dilakukan secara intensif. Salah satu agens pengendali
hayati yang mempunyai potensi tinggi untuk mengendalikan hama ulat jantung
kubis adalah nematoda entomopatogen Steinernema carpocapsae (All)
2
2.1. Simbiosis Mutualisme Nematoda Patogen Serangga dengan Bakteri
Patogenisitas Steinernema sp sebagai nematoda pathogen serangga dibantu
oleh interaksi mutualistik dengan bakteri simbionnya. Oleh karena itu, bakteri
simbion ini memiliki potensi sebagai agen biokontrol hama. Hubungan mutualistik
ini memberikan beberapa keuntungan bagi nematoda, antara lain membunuh inang
dengan cepat secara septicemia serta menyediakan nutrisi dan lingkungan yang
cocok bagi perkembangan dan reproduksi Steinernema sp sebagai nematoda
pathogen serangga. Bakteri simbion juga mampu memproduksi senyawa antibiotik
yang dapat menghambat perkembangan mikroorganisme sekunder yang ada dalam
tubuh inang. Bagi bakteri simbion, Steinernema sp melindungi bakteri dari kondisi
ekstrim dalam tanah dan melindungi bakteri dari kemungkinan adanya protein
antibakteri yang dikeluarkan serangga inang (Kaya and Gaugler 1993).
Pada mekanisme patogenisitas Nematoda Patogen Serangga, simbiosis
terjadi melalui simbiosis mutualisme antara bakteri pathogen Xenorhabdus untuk
Steinernema dan Photorhabdus untuk Heterorhabditis. Infeksi Steinernema sp
sebagai nematoda pathogen serangga yang dilakukan oleh stadium larva instar III
atau juvenil infektif (JI) terjadi melalui mulut, anus, spirakel, atau penetrasi
langsung membran intersegmental integumen yang lunak. Setelah mencapai
haemocoel serangga, bakteri simbion yang dibawa akan dilepaskan ke dalam
haemolim untuk berkembang biak dan memproduksi toksin yang mematikan
serangga. Steinernema sp sebagai nematoda pathogen serangga sendiri juga
mampu menghasilkan toksin yang mematikan. Dua faktor ini yang menyebabkan
Steinernema sp sebagai nematoda pathogen serangga mempunyai daya bunuh yang
sangat cepat. Serangga yang terinfeksi Nematoda Patogen Serangga dapat mati
dalam waktu 24-48 jam setelah infeksi.
Nematoda dan bakteri simbionnya berbagi dalam suatu siklus hidup yang
kompleks, baik dalam tahap simbiotik maupun patogeniknya (Brown et al. 2006).
Pada saat mendapatkan inang yang sesuai, Steinernema sp sebagai nematoda
pathogen serangga akan memasuki saluran pencernaan dari larva serangga,
kemudian melakukan penetrasi ke dalam hemosel inang. Steinernema sp sebagai
3
nematoda pathogen serangga dapat masuk ke dalam hemosel melalui spirakel
pernapasan atau dengan melakukan penetrasi langsung melalui kutikula larva
serangga. Pada saat masuk ke dalam hemosel, Steinernema sp sebagai nematoda
pathogen serangga melepaskan bakteri ke dalam hemolimfa. Secara bersama-sama
Steinernema sp sebagai nematoda pathogen serangga dan bakteri simbionnya
secara cepat membunuh larva serangga, meskipun dalam beberapa kasus bakteri itu
sendiri mempunyai virulensi yang tinggi (Kaya and Gaugler 1993).
Hasil uji di laboratorium menunjukkan bahwa Steinernema sp. dapat
menginfeksi lebih dari 250 spesies serangga yang berasal dari 75 famili dan 11
ordo (Poinar, 1979). Hal tersebut disebabkan beberapa faktor yaitu: adanya
kepastian terjadinya kontak fisik antara nematoda dengan inang, kondisi
lingkungan optimal, dan rendahnya factor pembatas infeksi nematoda terhadap
inang di lingkungan laboratorium (Schroeder, 1987). Sebaliknya di lapang
nematoda cenderung kurang efektif menginfeksi karena pengaruh sinar ultraviolet.
Meskipun demikian, Steinernema sp. Terbukti efektif membunuh beberapa spesies
serangga hama tanaman hortikultura maupun perkebunan
Patogenitas nematoda terhadap ulat hama diukur berdasar waktu yang
dibutuhkan nematoda untuk membunuh serangga, pengukuran dilakukan pula pada
besarnya populasi nematoda yang berkembang dalam tubuh serangga saat mati
(Subagiya, 2005).
4
Dalam waktu 2–3 hari, Nematoda Patogen Serangga akan keluar dari tubuh
serangga dan masuk ke dalam air di cawan yang lebih besar.
5
III. CARA PERBANYAKAN
6
3.1. Perbanyakan Secara In Vivo
Perbanyakan Steinernema sp secara in vivo dilakukan dengan menggunakan
ulat Hongkong (T. molitor). Ulat Hongkong dimasukkan dalam bak plastik atau
nampan yang dialasi dengan kertas saring atau kertas koran. Suspensi JI
diinokulasikan secara merata pada kertas tersebut. Dalam waktu 7 hari, 80-90%
ulat sudah terinfeksi oleh Steinernema sp. Ulat yang terinfeksi dipindahkan ke rak
perangkap yang dialasi kain, kemudian ditempatkan dalam bak plastik yang berisi
air. Setelah diinkubasikan selama 3-5 hari, JI Steinernema sp akan keluar dari
serangga dan masuk ke dalam air. Satu gram ulat Hongkong bisa menghasilkan
65.000 JI.
7
bulan dan tetap efektif menyebabkan mortalitas ulat S. litura 63 69% dalam waktu
3-5 hari setelah perlakuan. Sedangkan Nickel et al. (1994) telah mencoba
memformulasi nematoda dalam bentuk kapsul (pellet) yang per kapsulnya
mengandung sekitar 100.000 nematoda hidup. Sampai saat ini perkembangan
perbanyakan Steinernema sp. belum banyak mengalami kemajuan. Hal ini
disebabkan hasil-hasil penelitian tentang perbanyakan, penyimpanan, dan
pengemasan (handling) belum memadai dan masih perlu disempurnakan.
8
KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
Brown, S.E., A.T. Cao, P. Dobson, E.R. Hines, R.J. Akhurst, and P.D. East. 2006.
Txp40, a Ubiquitous insecticidal toxin protein from Xenorhabdus and
Photorhabdus Bacteria. Environ. Microbiol. 72:1653-1662.
De Doucet, M.M.A.; M.M. Bertolotti; A.L. Giayetto; & M.B. Miranda. 1998. Host
Range, Specificity, and Virulence of Steinernema feltiae, Steinernema
rarum, and Hetrorhabditis bacteriophora (Steinernematidae and
Heterorhabditidae) from Argentina. J. Invertebrate Pathology 73: 237-
242.
Gothama, A.A.A., IG.A.A. Indrayani, dan M. Fauzi. 2002. Formulasi Steinernema
sp. untuk aplikasi pada kanopi tanaman dan tanah. Laporan Hasil
Penelitian B Balittas. 12 hal.
Kaya, H.K. and R. Gaugler. 1993. Enthomopathogenic nematodes in biological
control. Florida: CRC Pr.
Nickel, W.R., W.J. Connick, Jr., and W.W. Cantelo. 1994. Effects of pesta-
pelletized Steinernema carpocapsae (All) on western corn rootworms
and colorado potato beetles. J. Nematology 26(2):
249 250.
Poinar, G.O.,Jr. 1979. Nematodes for Biological Control of Insects. CRC. Press.
Florida. 277 pp.
Schroeder, W.J. 1987. Laboratory bioassays and field trials of entomogenous
nematodes for control of Diaprepes abbreviatus (Coleoptera:
Curculionidae) in citrus. Environ. Entomol. 16:987 989
Subagiya, 2005. Pengendalian Hayati dengan Nematoda Entomogenus
Steinernema carpocapsae (ALL) Strain Lokal Terhadap Hama
Crocidolomia binotalis Zell. Di Tawang Mangun. Jurusan Agronomi FP-
UNS Surakarta.
10