Anda di halaman 1dari 14

KERAJAAN SRIWIJAYA

Disusun oleh:
Gregorius Gary
Kevin Wijaya
Reyner Ricardo
Ricky Tan
Yudian Susanto
Sriwijaya adalah salah satu Kemaharajaan maritim yang kuat di pulau
Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah
kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung
Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Dalam bahasa
Sansekerta, sri berarti "bercahaya" dan wijaya berarti "kemenangan".

Setelah Sriwijaya jatuh, kerajaan ini terlupakan dan


sejarawan tidak mengetahui keberadaan kerajaan ini.
Eksistensi Sriwijaya diketahui secara resmi tahun 1918 oleh
sejarawan Perancis George Cœdès dari École française
d'Extrême-Orient.
Sekitar tahun 1992 hingga 1993, Pierre-Yves Manguin
membuktikan bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi
antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di
provinsi Sumatra Selatan, Indonesia). Namun Soekmono
berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak di provinsi Jambi
sekarang.
Perkembangan & Pertumbuhan

Pengaruh-Pengaruh Masa Keemasan

Kemunduran
Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan.
Kekaisaran Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I-tsing.

Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara maritim.


Negara ini tidak memperluas kekuasaannya diluar wilayah kepulauan Asia
Tenggara, dengan pengecualian berkontribusi untuk populasi Madagaskar
sejauh 3.300 mil di barat. Sekitar tahun 500, akar Sriwijaya mulai berkembang
di wilayah sekitar Palembang, Sumatera.

Kerajaan ini terdiri atas tiga zona utama - daerah ibukota muara yang
berpusatkan Palembang, lembah Sungai Musi yang berfungsi sebagai daerah
pendukung dan daerah-daerah muara saingan yang mampu menjadi pusat
kekuasan saingan. Wilayah hulu sungai Musi kaya akan berbagai komoditas
yang berharga untuk pedagang Tiongkok Ibukota diperintah secara langsung
oleh penguasa, sementara daerah pendukung tetap diperintah oleh datu
setempat.
Garis Besar Perkembangan Sriwijaya:

* Th.682 -- Kerajaan Minanga takluk di bawah Sriwijaya

* Abad ke-7, pelabuhan Cham di sebelah timur Indochina mulai mengalihkan


banyak pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut, Maharaja
Dharmasetu melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di
Indochina. Kota Indrapura di tepi sungai Mekong.

* Akhir abad ke-7 -- kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan


Sumatera, pulau Bangka dan Belitung, hingga Lampung.

* Awal abad ke-8 -- Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja,


sampai raja Khmer Jayawarman II, pendiri imperium Khmer, memutuskan
hubungan dengan kerajaan di abad yang sama.
* Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia
berkuasa pada periode 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang
ekspansionis, Samaratungga tidak melakukan ekspansi militer, tetapi lebih
memilih untuk memperkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama masa
kepemimpinannya, ia membangun candi Borobudur di Jawa Tengah yang
selesai pada tahun 825.

* Di abad ke-9, wilayah kemaharajaan Sriwijaya meliputi Sumatera, Sri


Lanka, Semenanjung Malaya, Jawa Barat, Sulawesi, Maluku, Kalimantan,
dan Filipina. Dengan penguasaan tersebut, kerajaan Sriwijaya menjadi
kerajaan maritim yang hebat hingga abad ke-13
Masa Keemasan Sriwijaya

Di tahun 902, Sriwijaya mengirimkan upeti ke China. Dua tahun kemudian


raja terakhir dinasti Tang menganugerahkan gelar kepada utusan Sriwijaya.
Dari literatur Tiongkok utusan itu mempunyai nama Arab hal ini memberikan
informasi bahwa pada masa-masa itu Sriwijaya sudah berhubungan dengan
Arab yang memungkinkan Sriwijaya sudah masuk pengaruh Islam di dalam
kerajaan.

Pada paruh pertama abad ke-10, diantara kejatuhan dinasti Tang dan naiknya
dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian,
kerajaan Min dan negeri kaya Guangdong, kerajaan Nan Han. Tak diragukan
lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada tahun
903, penulis Muslim Ibnu Batutah sangat terkesan dengan kemakmuran
Sriwijaya. Daerah urban kerajaan meliputi Palembang (khususnya Bukit
Seguntang), Muara Jambi dan Kedah.
KEMUNDU
RAN
Tahun 1025, Rajendra Coladewa, raja Chola dari Koromandel, India selatan,
menaklukkan Kedah dan merampasnya dari Sriwijaya. Kemudian Kerajaan Chola
meneruskan penyerangan dan berhasil penaklukan Sriwijaya, selama beberapa
dekade berikutnya keseluruh imperium Sriwijaya berada dalam pengaruh Rajendra
Coladewa. Meskipun demikian Rajendra Coladewa tetap memberikan peluang kepada
raja-raja yang ditaklukannya untuk tetap berkuasa selama tetap tunduk kepadanya.
Setelah invasi tersebut, akhirnya mengakibatkan melemahnya hegemoni Sriwijaya,
dan kemudian beberapa daerah bawahan membentuk kerajaan sendiri, dan
kemudian muncul Kerajaan Dharmasraya, sebagai kekuatan baru dan kemudian
mencaplok kawasan semenanjung malaya dan sumatera termasuk Sriwijaya itu
sendiri.

Antara tahun 1079 - 1088, kronik Tionghoa masih mencatat bahwa San-fo-ts'i masih
mengirimkan utusan dari Jambi dan Palembang. Dalam berita Cina yang berjudul
Sung Hui Yao disebutkan bahwa kerajaan San-fo-tsi pada tahun 1082 mengirim
utusan dimana pada masa itu Cina di bawah pemerintahan Kaisar Yuan Fong. Duta
besar tersebut menyampaikan surat dari raja Kien-pi bawahan San-fo-tsi, yang
merupakan surat dari putri raja yang diserahi urusan negara San-fo-tsi, serta
menyerahkan pula 227 tahil perhiasan, rumbia, dan 13 potong pakaian. Dan
kemudian dilanjutkan dengan pengiriman utusan selanjutnya di tahun 1088.
KEMUNDU
RAN
Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun
1178, Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat dua
kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni San-fo-ts'i dan Cho-po (Jawa). Di Jawa
dia menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan
rakyat San-fo-ts'i memeluk Budha.

Namun demikian, istilah San-fo-tsi terutama pada tahun 1225 tidak lagi identik
dengan Sriwijaya, melainkan telah identik dengan Dharmasraya, dimana pusat
pemerintahan dari San-fo-tsi telah berpindah, jadi, dari daftar 15 negeri bawahan
San-fo-tsi tersebut merupakan daftar jajahan kerajaan Dharmasraya yang
sebelumnya merupakan daerah bawahan dari Sriwijaya dan berbalik menguasai
Sriwijaya beserta daerah jajahan lainnya.
KEMUNDU
RAN
Pada tahun 1275, Singhasari, penerus kerajaan Kediri di Jawa, melakukan suatu
ekspedisi, dalam Pararaton disebut semacam ekspansi dan menaklukan bhumi
malayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu, yang kemudian
Kertanagara raja Singhasari menghadiahkan Arca Amoghapasa kepada Srimat
Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa raja Melayu di Dharmasraya seperti yang
tersebut dalam Prasasti Padang Roco. Dan selanjutnya pada tahun 1293, muncul
Majapahit sebagai pengganti Singhasari, dan setelah Ratu Tribhuwana
Wijayatunggadewi naik tahta, memberikan tanggung jawab kepada
Adityawarman, seorang peranakan Melayu dan Jawa, untuk kembali menaklukkan
Swarnnabhumi pada tahun 1339. Dan dimasa itu nama Sriwijaya sudah tidak ada
disebut lagi tapi telah diganti dengan nama Palembang hal ini sesuai dengan
Nagarakretagama yang menguraikan tentang daerah jajahan Majapahit.
Perdagangan

Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan
Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas selat Malaka dan selat Sunda. Orang Arab
mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditi seperti kamper, kayu gaharu, cengkeh,
pala, kepulaga, gading, emas, dan timah yang membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di
India. Kekayaan yang melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari
vassal-vassalnya di seluruh Asia Tenggara.

Pengaruh Budaya

Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya Hindu dan
kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Agama Buddha diperkenalkan di Sriwijaya pada
tahun 425 Masehi. Sriwijaya merupakan pusat terpenting agama Buddha Mahayana. Raja-
raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan dari
kurun abad ke-7 hingga abad ke-9. Sehingga secara langsung turut serta mengembangkan
bahasa Melayu dan kebudayaan Melayu di Nusantara.
Pengaruh Islam

Sangat dimungkinkan bahwa Sriwijaya yang termahsyur sebagai bandar pusat


perdagangan di Asia Tenggara, sekaligus sebagai pusat pembelajaran agama Budha, juga
ramai dikunjungi pendatang dari Timur Tengah dan mulai dipengaruhi oleh pedagang dan
ulama muslim. Sehingga beberapa kerajaan yang semula merupakan bagian dari Sriwijaya,
kemudian tumbuh menjadi cikal-bakal kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera kelak, disaat
melemahnya pengaruh Sriwijaya.

Ada sumber yang menyebutkan, karena pengaruh orang muslim Arab yang banyak
berkunjung di Sriwijaya, maka raja Sriwijaya yang bernama Sri Indrawarman masuk Islam
pada tahun 718. Sehingga sangat dimungkinkan kehidupan sosial Sriwijaya adalah
masyarakat sosial yang di dalamnya terdapat masyarakat Budha dan Muslim sekaligus.
Tercatat beberapa kali raja Sriwijaya berkirim surat ke khalifah Islam di Suriah. Bahkan
disalah satu naskah surat adalah ditujukan kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-
720M) dengan permintaan agar khalifah sudi mengirimkan da'i ke istana Sriwijaya.

Warisan Sejarah
Warisan Sejarah
Meskipun Sriwijaya hanya menyisakan sedikit peninggalan arkeologi dan terlupakan dari
ingatan masyarakat Melayu pendukungnya, penemuan kembali kemaharajaan bahari ini
oleh Coedès pada tahun 1920-an telah membangkitkan kesadaran bahwa suatu bentuk
persatuan politik raya, berupa kemaharajaan yang terdiri atas persekutuan kerajaan-
kerajaan bahari, pernah bangkit, tumbuh, dan berjaya di masa lalu.

Berdasarkan Hikayat Melayu, pendiri Kesultanan Malaka mengaku sebagai pangeran


Palembang, keturunan keluarga bangsawan Palembang dari trah Sriwijaya. Hal ini
menunjukkan bahwa pada abad ke-15 keagungan, gengsi dan prestise Sriwijaya tetap
dihormati dan dijadikan sebagai sumber legitimasi politik bagi penguasa di kawasan ini.

Di samping Majapahit, kaum nasionalis Indonesia juga mengagungkan Sriwijaya sebagai


sumber kebanggaan dan bukti kejayaan masa lampau Indonesia. Kegemilangan Sriwijaya
telah menjadi sumber kebanggaan nasional dan identitas daerah, khususnya bagi
penduduk kota Palembang, provinsi Sumatera Selatan, dan segenap bangsa Melayu. Bagi
penduduk Palembang, keluhuran Sriwijaya telah menjadi inspirasi seni budaya, seperti
lagu dan tarian tradisional Gending Sriwijaya. Hal yang sama juga berlaku bagi
masyarakat Thailand Selatan yang menciptakan kembali tarian Sevichai (Sriwijaya) yang
berdasarkan pada keanggunan seni budaya Sriwijaya.

Di Indonesia, nama Sriwijaya telah digunakan dan diabadikan sebagai nama jalan di
berbagai kota, dan nama ini telah melekat dengan kota Palembang dan Sumatera Selatan.
Universitas Sriwijaya yang didirikan tahun 1960 di Palembang dinamakan berdasarkan
kedatuan Sriwijaya. Demikian pula Kodam Sriwijaya (unit komando militer), PT Pupuk
Sriwijaya, Sriwijaya Post, Sriwijaya TV, Sriwijaya Air, Stadion Gelora Sriwijaya, dan
Sriwijaya Football Club, semua dinamakan demikian untuk menghormati, memuliakan,
dan merayakan kegemilangan kemaharajaan Sriwijaya.

Anda mungkin juga menyukai