Anda di halaman 1dari 5

Seminar Nasional Teknik Mesin IV

30 Juni 2009, Surabaya, Indonesia

STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE)


MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)

Didik Wahjudi , Soejono Tjitro, Rhismawati Soeyono


Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra
Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya 60236. Indonesia
E-mail: dwahjudi@peter.petra.ac.id, stjitro@peter.petra.ac.id

ABSTRAK

P.T. X merasa perlu untuk mempertahankan keunggulannya sebagai produsen kemasan plastik yang
bermutu dan harganya bersaing. Namun hal ini tidak mudah tercapai. Kondisi yang saat ini perlu
diperbaiki adalah sering terjadinya gangguan pada proses produksi. Pada umumya, penyebab
gangguan proses produksi dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu faktor manusia, mesin, dan
lingkungan. Faktor terpenting dari kondisi di atas adalah performance mesin produksi yang
digunakan. Mesin blow molding di P.T. X sering mengalami perbaikan karena kerusakan maupun
untuk preventive mantenance. Jika mesin sampai mengalami kerusakan mendadak karena keadaan
mesin yang kurang terpelihara dengan baik, maka kualitas produk akan terganggu dan prodtiktifitas
akan menurun. Hal di atas dapat dilihat dari nilai OEE (overall equipment effectiveness) yang masih
rendah. Untuk tahun 2005 nilai OEE mesin-mesin yang ada di divisi BM I adalah 67.76%. Untuk itu,
P.T. X ingin meningkatkan overall equipment effectiveness perlatannya melalui implementasi total
productive maintenance.

Langkah pertama yang penulis lakukan adalah mengumpulkan data mengenai waktu breakdown,
waktu produksi, waktu setup dan adjustment, kecepatan aktual mesin, jumlah produksi, dan jumlah
reject. Data tersebut diperlukan untuk menghitung availability rate, performance rate, dan total
yield, yang selanjutnya diperlukan untuk menghitung enam kerugian utama (six big losses) awal.
Langkah berikutnya adalah melakukan kajian kondisi apa saja yang dapat diperbaiki dengan
megimplementasikan TPM pada tiga mesin yang dipilih sesuai permintaan perusahaan. Hal ini
dikarenakan mesin-mesin blow molding P.T. X mempunyai 3 jenis karakteristik yang berbeda.
Terakhir, penulis menghitung OEE yang bisa dicapai dengan menjalankan TPM dan
membandingkannya dengan OEE awal.

Melalui penerapan TPM nilai OEE di P.T. X dapat ditingkatkan dari 67.76% menjadi 81.88%.
Keberhasilan implementasi TPM di P.T. X sangat tergantung pada perubahan paradigma para
pekerja dalam menjalankan jadwal preventive maintenance, sebagai bagian dari implementasi TPM.

Kata kunci: overall equipment effectiveness, total productive maintenance.

1. Pendahuluan kan hingga perbaikan selesai. Tindakan ini menyebab-


Pada umumnya penyebab gangguan produksi dapat kan peningkatan biaya produksi karena perbaikan dila-
dikategorikan menjadi tiga, yaitu faktor manusia, kukan ketika produksi berjalan, sehingga membuang
mesin, dan lingkungan. Faktor terpenting dari kondisi di waktu produktif.
atas adalah performance mesin produksi yang Departemen Pemeliharaan di PT X bertanggung
digunakan. Mesin blow molding sering mengalami jawab mengatasi masalah kerusakan ringan dan berat,
perbaikan karena kerusakan maupun untuk preventive sehingga tugas mereka menjadi sangat berat. Hal ini
maintenance. Jika mesin mengalami kerusakan dapat mengakibatkan mesin harus menunggu untuk
mendadak karena kurang terpelihara, kualitas produk dilakukan preventive maintenance. Pada akhirnya, hal
dan produktifitas makin menurun. Hal di atas terlihat ini akan menghambat produktifitas.
dari nilai OEE (overall equipment effectiveness) yang Kondisi di atas bisa diperbaiki dengan menerapkan
rendah. Untuk tahun 2005 nilai OEE mesin-mesin yang Total Productive Maintenance (TPM) yang melibatkan
ada di BM 1 adalah 67.76% (Tabel 7). semua operator dalam proses pemeliharaan.
Implementasi preventive maintenance di PT X Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan Total
belum optimal karena mesin-mesin masih sering Productive Maintenance (TPM) sebagai sarana untuk
mengalami perbaikan corrective maintenance. Mesin meningkatkan OEE di divisi blow molding PT X.
yang mengalami corrective maintenance harus dimati- Implementasi TPM pada production engineering
Seminar Nasional Teknik Mesin IV
30 Juni 2009, Surabaya, Indonesia

section divisi blow molding di PT X diharapkan dapat jumlah reject.


mengurangi breakdown, meningkatkan produktifitas, c. Mengolah data overall equipment effectiveness
dan meningkatkan lifetime mesin. (OEE) sebelum implementasi TPM
TPM merupakan suatu sistem perawatan mesin Mesin yang memiliki OEE terendah akan
yang melibatkan operator produksi dan semua digunakan untuk proyek percontohan.
departemen termasuk produksi, pengembangan produk, d. Mengkaji implementasi TPM sesuai dengan
pemasaran, dan administrasi. Operator tidak hanya kondisi perusahaan
bertugas menjalankan mesin, tetapi juga merawat mesin e. Memilih objek mesin
sebelum dan sesudah pemakaian. f. Mengolah dan menganalisa data overall equipment
Implementasi TPM dapat diklasifikasikan menjadi effectiveness (OEE) sesudah implementasi TPM
2 tahap, yaitu tahap implementasi awal dan tahap g. Membandingkan kondisi sebelum dan sesudah
implementasi penuh. Pada tahap implementasi awal, implementasi TPM
perusahaan mengimplementasikan TPM pada salah satu h. Membuat kesimpulan dan saran untuk perusahaan
mesin untuk proyek percontohan. OEE dari mesin
tersebut dihitung sebelum dan dibandingkan dengan 3. Hasil dan Pembahasan
OEE sesudah implementasi TPM. Penelitian ini dilakukan pada divisi BM1 yang
Six big losses dihitung untuk mengetahui overall merupakan proses utama di P.T. X. Divisi BM1
equipment effectiveness (OEE) dari suatu peralatan agar memiliki empat jenis mesin, yaitu 500 S, 500 DS, 1500
dapat diambil langkah-langkah untuk perbaikan mesin DS, dan 1000 DST. Maintenance pada divisi blow
tersebut. Six big losses dapat dikategorikan menjadi tiga moulding dilakukan oleh operator production
macam, yaitu availability rate, performance rate, dan engineering section secara preventive maupun
total yield. corrective.
Availabilty rate dipengaruhi 2 komponen, yaitu Sebelum melakukan implementasi TPM, penulis
breakdown losses dan set up and adjustment losses menghitung nilai OEE peralatan. Nilai OEE untuk
serta dihitung dengan rumus berikut (Stephens, 2004): ketiga mesin yang dipilih ditunjukkan pada Tabel 1 di
bawah ini.
load time − down time
Availability rate (% ) = × 100%
load time Tabel 1. Nilai OEE Bulan Januari 2005
Performance rate memiliki 2 komponen, yaitu idling Avail. Perform. Total
Mesin OEE
and minor stoppage losses dan speed losses. Besarnya Rate Rate Yield
performance rate dihitung dengan rumus: 500 S 94.99% 94.28% 99.26% 88.89%
optimal cycle time × output 500 DS 1 95.55% 91.83% 96.11% 84.33%
Performance rate (% ) = × 100%
operating time 500 DS 3 88.30% 87.61% 99.21% 76.75%
Total yield didukung 2 komponen, yaitu quality defects 1500 DS 2 92.90% 86.68% 93.31% 75.14%
and rework required losses dan yield losses. Besarnya
total yield dihitung dengan rumus: 1500 DS 3 91.16% 87.20% 95.66% 76.04%
1500 DS 4 83.36% 73.14% 87.74% 53.50%
input − reject
Total yield (% ) = × 100% 1500 DS 5 84.41% 41.72% 47.46% 16.72%
input
1500 DS 6 88.71% 82.68% 93.20% 68.35%
Sedangkan overall equipment effectiveness (OEE)
adalah besarnya efektifitas yang dimiliki oleh peralatan 1500 DS 7 95.76% 91.77% 95.84% 84.22%
atau mesin, dapat dihitung dengan rumus (Stephens, 1500 DS 8 87.80% 81.19% 92.47% 65.91%
2004):
1500 DS 9 75.73% 47.46% 62.64% 22.51%
OEE (% ) = Avail. rate × Perform.rate × Total yield
OEE rata-rata = 64.76%
2. Metodologi
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai Dari tabel di atas tampak bahwa nilai OEE dari
tujuan penelitian adalah sebagai berikut: beberapa mesin dapat ditingkatkan. Untuk itu,
a. Menganalisa kondisi umum perusahaan dan sistem perusahaan menetapkan target nilai OEE dari mesin-
pemeliharaan mesin tersebut untuk bulan Januari seperti yang
b. Mengumpulkan data 6 kerugian utama sebelum ditunjukkan pada Tabel 2. Peningkatan ini dicapai
implementasi TPM dengan melakukan beberapa hal, yaitu:
Data-data yang perlu dikumpulkan untuk a. Availability rate
implementasi TPM adalah waktu breakdown, • Meningkatkan dan mengoptimalkan waktu
waktu produksi, waktu set up and adjustment, preventive maintenace untuk tiap-tiap mesin
kecepatan aktual mesin, jumlah produksi, dan sebesar 10% (Dewi, 2006)
Seminar Nasional Teknik Mesin IV
30 Juni 2009, Surabaya, Indonesia

• Mencegah kerusakan mesin sehingga waktu memahami kondisi dan karakteristik mesin. Selain itu,
downtime untuk machine trouble tidak terjadi, perbaikan untuk kerusakan sederhana terpaksa
misalnya dengan melakukan pelumasan sesuai menunggu personil pemeliharaan (production
dengan jadwal dan kondisi mesin itu sendiri. engineering section).
• Mencegah mesin tidak berproduksi kecuali mesin Solusi TPM
dalam keadaan no order. - Melakukan preventive maintenance terencana
untuk mengembalikan kondisi mesin agar tidak
b. Performance Rate sering rusak.
• Meningkatkan commercial hours dengan cara - Membuat prosedur penanganan kerusakan
menurunkan waktu downtime. sederhana dan melatih para operator agar mampu
• Mengoptimalkan jumlah cavity actualnya sesuai melakukan tindakan perbaikan kerusakan
dengan cavity standardnya, sehingga output yang sederhana.
dihasilkan meningkat. Misalnya dari 2 cavity - Mendukung pelaksanaan autonomous maintenance
menjadi 4 cavity untuk mesin 500 DS 6. dengan menciptakan lingkungan kerja yang sehat,
nyaman dan aman, memberikan penghargaan, serta
c. Total Yield memberikan pelatihan kepada operator.
• Meningkatkan output netto dengan cara
meminimalkan reject. • Set up and adjustment losses
Terjadi waktu penyetelan yang berbeda-beda pada
Tabel 2. Target Nilai OEE bulan Januari 2005 setiap mesin. Hal ini disebabkan oleh kondisi mesin
yang berbeda-beda, jenis order yang terlalu beragam,
Perform. Total dan seringnya berganti order. Dari segi tenaga kerja,
Mesin Avail. Rate OEE
Rate Yield kondisi yang menyebabkan adanya setup and
500 S 94.99% 94.28% 99.26% 88.89% adjustment losess adalah skill dan metode kerja operator
tidak seragam. Selain itu, toolset untuk set up mesin
500 DS 1 95.55% 91.83% 96.11% 84.33%
kadang belum tersedia sehingga membutuhkan waktu
500 DS 3 94.65% 94.65% 99.22% 88.88% yang lama.
1500 DS 2 92.90% 86.68% 99.31% 75.14% Solusi TPM
- Mengaplikasikan group technolgy sehingga jenis
1500 DS 3 91.16% 87.20% 95.61% 76.04% order yang dikerjakan pada setiap mesin berkurang.
1500 DS 4 93.05% 93.05% 99.01% 85.73% - Memberikan pelatihan tentang prosedur perbaikan
yang standar.
1500 DS 5 93.14% 59.05% 99.01% 54.46%
- Menyediakan toolset agar operator mempunyai
1500 DS 6 96.12% 96.12% 99.01% 91.47% toolset sendiri-sendiri.
1500 DS 7 95.76% 91.77% 95.84% 84.22%
Hasil availability rate (Tabel 3) pada mesin obyek
1500 DS 8 94.77% 94.78% 99.01% 88.93% untuk bulan Januari sampai Desember 2005 dapat
1500 DS 9 85.52% 85.83% 99.01% 72.67% dianalisa sebagai berikut:
- Mesin 500S memiliki availability rate terendah di
OEE rata-rata = 80.98% bulan Mei 2005 sebesar 59.88% dan dapat
ditingkatkan menjadi 81.12%
Setelah itu, penulis melakukan analisa six big - Mesin 500DS 1 memiliki availability rate terendah
losses pada mesin yang menjadi obyek utama di bulan Agustus 2005 dan dapat ditingkatkan
penelitian, yaitu 500 S, 500 DS 1, dan 1500 DS 7. menjadi 57.52%
Berikut adalah analisa six big losses pada mesin 500 S, - Mesin 1500DS 7 memiliki availability rate
500 DS 1, dan 1500 DS 7 selama bulan Januari sampai terendah di bulan bulan Mei 2005 dan dapat
Desember 2005, kemudian dianalisa peluang ditingkatkan menjadi 91.38%
perbaikannya melalui implementasi TPM. Analisa six
Tabel 3. Analisa availability rate tahun 2005
big losses untuk ketiga mesin tersebut adalah sebagai
berikut: Sebelum Sesudah
Mesin Bulan
a. Availabilty rate implementasi implementasi
• Breakdown losses 500 S Mei 59.88 % 81.12 %
Pada semua objek mesin didapati beberapa hari 500 DS 1 Agustus 47.58 % 57.52 %
yang tidak berproduksi sama sekali karena mesin 1500 DS 7 Mei 89.13 % 91.38 %
mengalami kerusakan, spare part tidak tersedia, spare
part sudah tidak standar, kondisi mesin menurun b. Performance rate
dikarenakan usia mesin. Sedangkan faktor tenaga kerja • Minor stoppage losses
juga berperan karena skill operator yang kurang Waktu menganggur dan penghentian-penghentian
Seminar Nasional Teknik Mesin IV
30 Juni 2009, Surabaya, Indonesia

kecil dimasukkan ke dalam speed losses, maka tidak - Mesin 500 DS 1 memiliki total yield terendah di
dilakukan perhitungan khusus untuk minor stoppage bulan Agustus 2005.
losses. - Mesin 1500 DS 7 memiliki total yield terendah di
bulan Januari 2005.
• Speed losses Nilai total yield setelah mengadospsi solusi TPM juga
Utilisasi mesin aktual ditentukan oleh departemen ditunjukkan pada Tabel 5.
product development, logistik dan produksi. Nilai ini
Tabel 5. Analisa total yield tahun 2005
sudah termasuk toleransi untuk waktu menganggur dan
penghentian-penghentian kecil. Hal yang Sebelum Sesudah
mempengaruhi speed losses adalah kondisi mesin, Mesin Bulan
implementasi implementasi
jumlah operator yang masuk kerja, dan ketersediaan 500 S Maret 76.00 % 99.30 %
bahan baku. 500 DS 1 Agustus 42.16 % 99.01 %
Solusi TPM 1500 DS 7 Januari 95.84 % 95.84 %
- Melakukan preventive maintenance terencana
untuk mengembalikan kondisi mesin agar tidak d. Overall equipment effectiveness (OEE)
sering rusak. Nilai OEE (Tabel 4.16.) masing-masing mesin
- Menjaga ketersediaan bahan baku melalui dapat dianalisa sebagai berikut:
penjadwalan produksi yang baik. - Mesin 500 S memiliki nilai OEE terendah di bulan
Mei 2005.
Hasil performance rate (Tabel 4) pada mesin - Mesin 500 DS 1 memiliki nilai OEE terendah di
obyek untuk bulan Januari sampai Desember 2005 bulan Agustus 2005.
dapat dianalisa sebagai berikut: - Mesin 1500 DS 7 memiliki nilai OEE terendah di
- Mesin 500 S memiliki performance rate terendah bulan Mei 2005.
di bulan Mei 2005. Hasil peningkatan nilai OEE setelah
- Mesin 500 DS 1 memiliki performance rate mengimplementasikan TPM juga ditunjukkan pada
terendah di bulan Agustus 2005. Tabel 6 di bawah ini.
- Mesin 1500 DS 7 memiliki performance rate
terendah di bulan Mei 2005. Tabel 6. Analisa OEE tahun 2005
Setelah permasalahan yang menyebabkan rendahnya Sebelum Sesudah
performance rate diperbaiki, nilai perfromance rate Mesin Bulan
implementasi implementasi
meningkat seperti pada Tabel 4 di bawah ini. 500 S Mei 25.90 % 67.27 %
Tabel 4. Analisa performance rate tahun 2005 500 DS 1 Agustus 4.75% 41.75 %
1500 DS 7 Mei 78.49 % 84.13 %
Sebelum Sesudah
Mesin Bulan
implementasi implementasi Dari tabel di atas, mesin 500 S mengalami peningkatan
500 S Mei 46.43 % 83.76 % OEE sebesar 41.37%, mesin 500 DS 1 sebesar 37%,
500 DS 1 Agustus 23.70 % 73.31 % dan mesin 1500 DS 7 sebesar 5.64%. Sedangkan Tabel
1500 DS 7 Mei 89.53 % 92.72 % 7 memberikan hasil perhitungan OEE sebelum dan
sesudah implementasi TPM pada semua mesin.
c. Total yield
• Quality defects and rework losses Tabel 7. Nilai OEE untuk semua mesin tahun 2005
Angka reject sudah cukup rendah. Oleh sebab itu, Bulan Sebelum TPM Sesudah TPM
faktor-faktor penunjang harus tetap dijaga, bahkan Januari 64.76 % 80.98 %
dtingkatkan. Pebruari 51.92 % 83.59 %
Maret 48.01 % 77.18 %
• Yield losses April 62.82 % 80.48 %
Jumlah waste cukup rendah. Meskipun dalam Mei 60.59 % 78.60 %
jumlah sedikit, namun tetap ada produk reject yang
Juni 75.99 % 84.00 %
dibuang karena kotor atau tidak memenuhi syarat.
Juli 80.22 % 86.59 %
Mesin yang berhenti produksi dalam waktu lama
menyebabkan terjadinya waste karena bahan baku yang Agustus 66.03 % 77.85 %
sudah menjadi dingin harus dibuang dan didaur ulang. September 78.39 % 85.25 %
Oktober 78.51 % 81.91 %
Hasil total yield (Tabel 5) pada objek mesin untuk Nopember 71.13 % 81.62 %
bulan Januari sampai Desember 2005 dapat dianalisa Desember 74.71% 84.54%
sebagai berikut: Rata-rata 67.76 % 81.88 %
- Mesin 500 S memiliki total yield terendah di bulan
Maret 2005.
Seminar Nasional Teknik Mesin IV
30 Juni 2009, Surabaya, Indonesia

4. Kesimpulan
• Nilai OEE tahun 2005 untuk semua mesin
meningkat dari 67.76% menjadi 81.88% setelah
mengimplementasikan TPM.

5. Daftar Pustaka
1. Corder, Anthony, ”Teknik Manajemen
Pemeliharaan”, Erlangga, Jakarta. 1996.
2. Dewi, Purnama, “Perancangan Jadwal Preventive
Maintenance Yang Optimal Pada Divisi Blow
Molding Di PT X”, Tugas Akhir No:
01041119/IND/2006, Jurusan Teknik Industri,
Universitas Kristen Petra, Surabaya, 2006.
3. Productivity & Quality Management Consultants,
“Pelatihan Dua Hari Total Productive
Maintenance”, Productivity & Quality
Management, Surabaya, 2002.
4. Stephens, Matthew P., “Productivity And
Reliability-Based Maintenance Management”,
Pearson Education Inc., New Jersey, 2004.
5. Dillon, Andrew P., “Autonomous Maintenance For
Operators”, Productivity Press, Portland, OR, 1997.
6. Wireman, Terry, “Total Productive Maintenance”,
2nd ed., Industrial Press, New York, 2004.

Anda mungkin juga menyukai