Anda di halaman 1dari 19

Sejarah Celana Jeans Levi’s

Posted by dimazm on August 23, 2010 in u-Articles · 0 Comment

Buat Kalian Yang Suka Tulisan Uniqpost , Jangan Lupa Like uniqpost fan page ! Klik disini

Jeans yang bermerek LEVIS memang terkenal banget, sampai  tukang Vermak make mereknya
LEVIS bukan LEA, LEE COOPER atau merek jeans-jeans yang lain..
Tapi sebenarnya bagaimana sih sejarahnya celana jeans Levis ??.
Levi’s merupakan celana jeans no 1 yang cukup popular dan sangat digemari oleh masyarakat
Indonesia. Levi’s diperkenalkan oleh seorang pemuda nekad dari Newyork berumur 20 tahun,
bernama Levi Strauss. Profesi sehari-hari pemuda tersebut adalah penjual pakain.
Levi Strauss tidak menyangka jika jeans buatannya akan laku keras dan digemari oleh mayarakat
dunia. Padahal dalam memperkenalkan produknya tersebut, ia lebih besar hanya bermodalkan
nekad. Levi Strauss sangat cerdik dalam menangkap peluang. Ia tidak mau mengikuti jejak
rekan-rekannya yang lebih memilih profesi sebagai penambang emas, ketika merantau ke
California pada tahun 1848. Di tahun tersebut masyarakat Amerika sedang dilanda demam emas.
Di sana, Levi Strauss memperhatikan para penambang emas yang sedang bekerja. Ternyata
diantara para penambang tersebut, banyak penambang memakai celana yang mudah rusak pada
saat bekerja. Akhirnya, Levi Strauss mencoba membuat celana dari bahan yang tidak mudah
robek dengan memesannya dari Genoa. Bahan itu di dunia pemintalan dikenal dengan istilah
‘genes’, yang sekarang orang lebih mengenalnya dengan sebutan ‘jeans’. Celana hasil karya
pertamanya itu diberi merk ‘Levi’s’.
Celana jeans tersebut akhirnya menjadi pakai kebangsaan bagi para penambang emas di
California, Blue-jean hasil buatan Levi-Strauss hampir serupa dengan celana yang dipakai oleh
para nelayan dari Genoa pada abad ke-16.

Dalam perkembangannya, blue-jean makin digemari. Celana jins yang pada awalnya hanya
dipakai oleh para pekerja seperti koboi, buruh dan penebang pohon di Amerika, lama-kelamaan
berubah menjadi pakaian santai yang dikenakan oleh banyak kalangan. Celana jins makin
booming setelah Perang Dunia II, ketika anak muda di seluruh dunia menjadikannya sebagai
lambang gaya hidup baru yang bebas dan antikemapanan.

Sejarah saku kecilnya ?

Pernah tidak terlintas kenapa celana jeans selalu ada saku kecil di bagian sebelah kanannya?
Selintas saku kecil ini tak ada fungsinya selain hanya tempelan untuk menambah aksentuasi gaya
pemakainya, atau mungkin ciri khas celana jeans. Namun, dari saku imut-imut inilah sebenarnya
bisa dibaca sejarah celana yang dipopulerkan oleh Levi Strauss tahun 1880 ini, delapan tahun
setelah jeans masuk ke Amerika Serikat (AS) tahun 1872.

Sebagai jenis tekstil, jeans pertama kali dibuat di Genoa, Italia tahun 1560-an. Kain celana ini
biasa dipakai oleh angkatan laut. Orang Prancis menyebut celana ini dengan sebutan “bleu de
Génes”, yang berarti biru Genoa. Meski tekstil ini pertama kali diproduksi dan dipakai di Eropa,
tetapi sebagai fashion, jeans dipopulerkan di AS oleh Levi Strauss, seorang pemuda berusia dua
puluh tahunan yang mengadu peruntungannya ke San Francisco sebagai pedagang pakaian.
Ketika itu, AS sedang dilanda demam emas.
Akan tetapi, sampai di California semua barangnya habis terjual, kecuali sebuah tenda yang
terbuat dari kain kanvas. Kain kanvas ini dipotongnya dan dibuatnya menjadi beberapa celana
yang dijual pada para pekerja tambang emas. Dan ternyata para pekerja menyukainya karena
celana buatan Strauss tahan lama dan tak mudah koyak. Merasa mendapat peluang, Strauss
menyempurnakan “temuannya” dengan memesan bahan dari Genoa yang disebut “Genes”, yang
oleh Strauss diubah menjadi “Blue Jeans”.

Di sinilah para penambang tambah menyukai celana buatan Strauss dan “menobatkan” celana itu
sebagai celana resmi para penambang. Para penambang emas itu menyebut celana Strauss
dengan “those pants of Levi`s” atau “Celana Si Levi”. Sebutan inilah yang mengawali merek
dagang pertama celana jeans pertama di dunia.

Naluri bisnis Strauss yang tajam membuatnya mengajak pengusaha sukses Jakob Davis untuk
bekerja sama, dan pada tahun 1880 kerja sama itu melahirkan pabrik celana jeans pertama. Dan
produk desain mereka yang pertama adalah “Levi`s 501″.

Produk desain pertama memang dikhususkan bagi para penambang emas. Celana ini memiliki 5
saku, 2 di belakang dan 2 di depan, dan 1 saku kecil dalam saku depan sebelah kanan.

http://uniqpost.com/3524/sejarah-celana-jeans-levis/

The Denim Process: Latar Belakang

By wahyutimothy Wednesday May 13, 2009

http://www.darahkubiru.com/2009/05/the-denim-process-latar-belakang/
Sekarang, saya akan menceritakan sedikit dari sejarah denim dan bagaimana proses
pembuatannya. Seringkali kita mengetahui secara garis besar pembuatannya akan tetapi belum
mengetahui proses selengkapnya. Mungkin sedikit background akan membantu ( jangan malas
membaca, dijamin nambah info gan ).

genoa harbour

Mungkin masih ada yang sering bingung, apasih bedanya denim dan jeans? Denim adalah
bahannya dan jeans merupakan produknya. Pemakai jeans pertamakali adalah pelaut dan
penambang emas di California. Denim sendiri berasal dari kata Serge de Nîmes yang merupakan
sebuah kota di Perancis, sedangkan jeans berasal dari Genoese yang merupakan sebutan bagi
para pelaut dari Italia yang selalu memakai baju berwarna biru saat berlayar.

Indigo plant
Iklan Levis tua

Dulu, denim sebenarnya merupakan paduan dari wool dan cotton atau wool dan silk ( tidak tahu
mana yg benar) tetapi setelah abad ke-19, hanya memakai cotton saja. Warna biru dari jeans
merupakan hasil dye dari tanaman indigo yang telah dipergunakan sejak 2500 tahun sebelum
masehi. Pabrik-pabrik jeans mengimport indigo plant dari India sampai akhirnya sintetik indigo
diciptakan. Sebuah sumber mengatakan bahwa Indonesia dulu merupakan salah satu penyuplai
Indigovera (emas biru). Ambarawa dan sekitarnya merupakan ladang terbesar Indigovera.
Natural indigo sangat mahal tetapi masih bisa ditemui pada jeans-jeans sekarang. Namun,
disertai dengan harga yang melambung tinggi. Sintetik indigo ditemukan oleh Adolf Von Baeyer
pada tahun 1878.
Tidak bisa dipungkiri, Levi’s Staruss merupakan pioneer daripada jeans. Mereka merupakan
pemasok ‘celana kerja’ kepada para penambang emas. Levi’s  berdiri sejak 1850 hingga
sekarang. Mr. Levi Strauss sendiri tidak menyukai sebutan jeans, maka ia menyebutnya overall.
Info selengkapnya mengenai Mr. Levi Strauss dapat dibaca pada link:
http://www.friendsofcannabis.com/friends/levi_strauss.htm

Bukan Levi’s yang menemukan rivets. Jeans-jeans mereka pada awalnya tidak menggunakan
rivets, Jacob Davis-lah yang menemukannya. Ia adalah seorang penjahit yang seringkali
mendapat complain dari para penambang karena jaitan yang sering lepas. Rivets dipantenkan
pada tanggal 20 Mei, 1873. Zipper diciptakan untuk menggantikan button fly pada tahun 1920.
Dan pada tahun 1937, hidden rivets diciptakan karena complain rivets belakang merusak kursi,
sofa, dan saddle kuda.  Pada tahun 1960-an, rivets tidak lagi dipasang pada back pockets. Maka
dari itu, jeans-jeans yang memiliki details hidden rivets merupakan replica daripada masa-masa
vintage tersebut.

Sekarang saya akan sedikit menceritakan mengenai masa-masa kejayaan jeans. Jeans mulai
populer pada tahun 1950, dan pada tahun 1957, mencapai penjualan sebesar 150 juta pasang di
seluruh dunia. Tahun 1967, 200 juta pasang terjual di Amerika, 500 juta di tahun 1977, dan
puncaknya 520 juta pada tahun 1981. Banyak ahli menganggap bahwa kerasnya penjualan jeans
bergantung pada harga yang murah, however, pd tahun 1970an harga jeans meningkat hingga
dua kali lipat dan penjualan tetap melebihi supply.Namun, pada tahun 1980an penjualan semakin
menurun.

Sekarang, Levi’s memproduksi jeans dengan berbagai macam warna dan para designer pun
berlomba-lomba memproduksi jeans dengan berbagai macam teknik terbaru. Jeans pun menjadi
salah satu item fashion paling populer.
Sejarah Denim Bermula di Italia
Jum'at, 24 September 2010 - 09:36 wib
http://lifestyle.okezone.com/read/2010/09/24/29/375448/29/sejarah-denim-bermula-di-italia
Kini, jins berevolusi menjadi salah satu fashion item lintas generasi yang dikenakan anak-anak
hingga orang dewasa. (Foto: Google)
JINS merupakan fashion item tak lekang waktu yang telah terbukti dari usianya yang kini hampir
menginjak dua abad. Diciptakan oleh Jacob Davis dan Levi Strauss pada tahun 1873 untuk
dikenakan para pekerja tambang Amerika, kini jins berevolusi, menjadi salah satu fashion item
lintas generasi yang dikenakan anak-anak hingga orang dewasa. Sejarah jins sebagai celana
memang bermula di Amerika, namun bahan pembuat jins, denim, memiliki sejarah yang lebih
panjang, kembali ke abad ke-17 di Italia.
 
Kurator pameran Francois Girbaud yang juga seorang desainer menyebutkan, terdapat cerita
sejarah denim di daerah utara Italia. ”Ada sebuah daerah bernama Genoa yang kerap disebut
dengan nama Prancis, Genes, di mana di daerah tersebut juga diproduksi bahan kasar dan tebal
layaknya denim dan menjadi asal mula nama ‘jeans’,” terang Girbaud.
 
Namun sayangnya, tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai bagaimana ”jins” dan ”denim”
didistribusikan ke seluruh dunia hingga mencapai Amerika. ”Di Inggris tercatat bahan denim sudah
digunakan sejak abad ke-17,” papar Girbaud.
 
Kendati demikian, saat ditanya di mana bahan denim berasal, Girbaud menggelengkan kepala. ”Soal
asal jins di Genoa atau Nimes, saya belum punya jawabannya karena dokumen yang terpecah-
pecah. Namun satu hal yang pasti, jins sudah ada sejak 1650,” ujar Girbaud.
Belanja Kain di Jalan Tamim
Ema Nur Arifah – detikBandung

Rabu, 13/01/2010 09:23 WIB

http://bandung.detik.com/read/2010/01/13/092325/1277237/669/belanja-kain-di-jalan-tamim

<p>Your browser does not support iframes.</p>

Video Terkait

Jalan Tamim, Sentra Wisata Belanja Kain Murah

Bandung - Selain sentra wisata kain Cigondewah, untuk yang ingin mendapatkan kain grosir atau eceran
dengan harga murah, silahkan jalan-jalan ke Jalan Tamim, yang berada di selatan kawasan Pasar Baru
Trade Center. Di sepanjang jalan ini, terdapat ratusan toko yang menjual berbagai jenis kain, dengan
tawaran harga yang cukup enteng.

Usia Jalan Tamim sebagai pusat tekstil konon sudah puluhan tahun. Soewarto (65), bagian keamanan
RW 01 Jalan Tamim, Kelurahan Kebon Jerok Kecamatan Andir mengatakan kemungkinan sebelum tahun
1960-an.

Dulu, Jalan Tamim atau Gang Tamim terkenal sebagai pusat penjualan jeans. Namun menurut Soewarto,
para pedagang jeans kemudian pindah ke Cihampelas. Sehingga dominasi jeans menurun dan muncullah
berbagai kenis kain baik katun, batik, sprei, handuk dan lain-lain.

Menurut Soewarto yang menjadi keamanan sejak tahun 1980 ini, hampir 80 persen pengusaha kain di
kawasan ini adalah keturunan warga Tionghoa. Memang sudah cukup dikenal Kecamatan Andir,
penduduknya didominasi keturunan Tionghoa.

"Kecamatan Andir memang terkenal karena penduduknya yang kebanyakan warga Tionghoa. Sebab dari
dulu memang kawasan warga Tionghoa apalagi dekat dengan kawasan Pecinan," ujarnya.

Menurut Sowarto, ada sekitar 65 ruko, dan 30 toko kain. Namun biarpun ruko, biasanya pemiliknya tidak
menjadikan sebagai rumah tinggal. Di samping itu, tersebar pula beberapa pedagang kaki lima, tukang
jahit dan vermak pakaian.

Jika jeli memperhatikan, di Jalan ini ada sebuah toko milik keturunan Tionghoa yang konon paling lama
berjualan di kawasan ini. Pemiliknya kakak beradik yang sudah berjualan turun temurun. Tidak seperti
toko lainnya yang dibiarkan terbuka, toko ini selalu dibiarkan tertutup, hanya dibuka salah satu papan
penutup toko yang memperlihatkan tumpukan kain di dalamnya.

Kedua pemilik toko yang sudah berusia lanjut tersebut memajang kain-kain gelondongannya di luar toko
mereka. Harga kain bervariasi dari mulai Rp 6 ribu-Rp 11 ribu per meternya.

Kain-kain di kawasan ini adalah kain citarasa lokal. Sebab menurut Soewarto, para pemilik toko rata-rata
juga memiliki pabrik garmen sendiri. Sehingga harganya pun tidak terlalu mahal apalagi jika beli secara
grosir atau kiloan.

Uniknya, hampir separuh bangunan di kawasan ini adalah bangunan peninggalan zaman Belanda. Secara
arsitektur saja bisa terlihat ciri khas bangunan Belanda. Meskipun hanya sedikit saja bangunan
peninggalan bersejarah itu yang masih sesuai dengan aslinya. Kebanyakan bangunan tersebut sudah
direnovasi dan diubah menjadi ruko.

Jadi selain belanja kain yang murah, di sini juga bisa sekaligus wisata heritage. Sekalian saja, keluar dari
Jalan Tamim menuju ke arah Pasar Barat ada Toko Jamu Babah Kuya yang sudah berusia hampir
setengah abad.

Beberapa meter dari Toko Jamu Babah Kuya akan ditemui penjual kopi jagung yang khas. Teruskan saja
perjalanan menyusuri belakang Pasar Baru.

Selepas lelah berbelanja, luangkan waktu untuk menikmati segelas es goyobod, yang juga sudah
berpuluh tahun lamanya berjualan di kawasan tersebut. Selamat berjalan-jalan
Author: MD

"Celana jeans bukan tren, tapi dasar fashion itu sendiri". Kalau brand sekelas Nudie Jeans
inspirasi yang sama merebak di Indonesia. Salah satunya adalah melalui perkembangan “Peter
Says Denim” [http://petersaysdenim.com]. Brand asal Bandung ini punya produk celana jeans
yang tak kalah fashionable, sekaligus uptodate dengan perkembangan fashion di dunia
internasional, bahkan sudah memiliki pasar pemain band taraf internasional.

Celana jeans bermerk Peter Says Denim berasal dari bergabungnya Peter Firmansyah dan
beberapa teman membentuk dalam Peter Say Sorry,  sebuah grup band indie. Uniknya, Peter Say
Sorry menggunakan konsep perpaduan musik dengan fashion. Hal ini dibuktikan dengan
merancang sendiri pakaian (terutama celana) yang mereka kenakan. Namun, alih-alih
melambungnya nama Peter Say Sorry, banyak orang justru mulai mengenal mereka sebagai
produsen celana jeans, khususnya berbahan denim. Jika Tom DeLonge akhirnya "menemukan"
MacBeth Shoes, Peter sendiri mengakui jika fashion dan band akan selalu berhubungan.
Branding Lewat Studio Project
Seiring perkembangan komunitas band di Indonesia, Peter Says Denim tak mau ketinggalan
pengaruh pada pengguna celana jeans. Dengan konsep studio project, celana jeans buatannya
dikembangkan secara khusus oleh beberapa band Indonesia, seperti Pee Wee Gaskins, Rocket
Rockers, Superman Is Dead, Saint Loco, Jolly Jumper, hingga Killed by Butterfly. Sedang artis
internasional yang sudah menggunakan celana jeans buatan Peter Says Denim seperti Silverstein,
Sky Eats Airplane, Every Avenue, Every Time I Die, Counterparts, Dead and Devine, dll.

Otomatis, celana jeans Peter Says Denim tak cuma bersaing dengan produk-produk lokal, tapi
sudah meluas ke persaingan internasional. Bahkan nama Peter Says Denim tak jarang ditemui
bersandingan sebagai sponsor bersama perusahaan alat musik seperti Gibson, Fender, dan
Peavey. Ataupun perusahaan fashion shoes untuk pemusik band asal California, Macbeth. Sangat
mungkin jika tak butuh dari 10 tahun, merek Peter Says Denim bisa bersaing di tingkat Lois
Jeans maupun Lea.

MDers yang ingin mencoba celana jeans buatan Peter Says Denim, bisa menganggarkan budget
mulai Rp 385 ribu. Tak perlu risau dengan harga sedikit di atas rata-rata ini, karena kualitas
celana jeans lokal ini tidak kalah dengan produk impor bermerk. Berani mencoba?

www.petersaysdenim.com
Petersaysdenim, dari Bandung untuk Dunia

KOMPAS..com - Sewaktu masih duduk di bangku sekolah menengah atas, Peter Firmansyah terbiasa
mengubek-ubek tumpukan baju di pedagang kaki lima. Kini, ia adalah pemilik usaha yang memproduksi
busana yang sudah diekspor ke beberapa negara.

Tak butuh waktu relatif lama. Semua itu mampu dicapai Peter hanya dalam waktu 1,5 tahun sejak ia
membuka usahanya pada November 2008. Kini, jins, kaus, dan topi yang menggunakan merek
Petersaysdenim, bahkan dikenakan para personel kelompok musik di luar negeri.

Sejumlah kelompok musik itu seperti Of Mice & Man, We Shot The Moon, dan Before Their Eyes, dari
Amerika Serikat, I am Committing A Sin, dan Silverstein dari Kanada, serta Not Called Jinx dari Jerman
sudah mengenal produksi Peter. Para personel kelompok musik itu bertubi-tubi menyampaikan
pujiannya dalam situs Petersaysdenim.

Pada situs-situs internet kelompok musik itu, label Petersaysdenim juga tercantum sebagai sponsor.
Petersaysdenim pun bersanding dengan merek-merek kelas dunia yang menjadi sponsor, seperti Gibson,
Fender, Peavey, dan Macbeth.

Peter memasang harga jins mulai Rp 385.000, topi mulai Rp 200.000, tas mulai Rp 235.000, dan kaus
mulai Rp 200.000. Hasrat Peter terhadap busana bermutu tumbuh saat ia masih SMA. Peter yang lalu
menjadi pegawai toko pada tahun 2003 kenal dengan banyak konsumennya dari kalangan berada dan
sering kumpul-kumpul. Ia kerap melihat teman-temannya mengenakan busana mahal.

”Saya hanya bisa menahan keinginan punya baju bagus. Mereka juga sering ke kelab, mabuk, dan
ngebut pakai mobil, tapi saya tidak ikutan. Lagi pula, duit dari mana,” ujarnya.

Peter melihat, mereka tampak bangga, bahkan sombong dengan baju, celana, dan sepatu yang mereka
dipakai. Harga celana jins saja, misalnya, bisa Rp 3 juta. ”Perasaan bangga seperti itulah yang ingin saya
munculkan kalau konsumen mengenakan busana produk saya,” ujarnya.

Peter kecil akrab dengan kemiskinan. Sewaktu masih kanak-kanak, perusahaan tempat ayahnya bekerja
bangkrut sehingga ayahnya harus bekerja serabutan. Peter pun mengalami masa suram. Orangtuanya
harus berutang untuk membeli makanan.

Pernah mereka tak mampu membeli beras sehingga keluarga Peter hanya bergantung pada belas
kasihan kerabatnya. ”Waktu itu kondisi ekonomi keluarga sangat sulit. Saya masih duduk di bangku SMP
Al Ma’soem, Kabupaten Bandung,” kata Peter.

Sewaktu masih SMA, Peter terbiasa pergi ke kawasan perdagangan pakaian di Cibadak, yang oleh warga
Bandung di pelesetkan sebagai Cimol alias Cibadak Mall, Bandung. Di kawasan itu dia berupaya
mendapatkan produk bermerek, tetapi murah. Cimol saat ini sudah tidak ada lagi. Dulu terkenal sebagai
tempat menjajakan busana yang dijual dalam tumpukan.

Selepas SMA, ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Widyatama, Bandung. Namun, biaya masuk
perguruan tinggi dirasakan sangat berat, hingga Rp 5 juta. Uang itu pemberian kakeknya sebelum wafat.
Tetapi, tak sampai sebulan Peter memutuskan keluar karena kekurangan biaya. Ia berselisih dengan
orangtuanya—perselisihan yang sempat disesali Peter—karena sudah menghabiskan biaya besar.

Mulai dari nol

Ia benar-benar memulai usahanya dari nol. Pendapatan selama menjadi pegawai toko disisihkan untuk
mengumpulkan modal. Di sela-sela pekerjaannya, ia juga mengerjakan pesanan membuat busana.
Dalam sebulan, Peter rata-rata membuat 100 potong jaket, sweter, atau kaus. Keuntungan yang
diperoleh antara Rp 10.000- Rp 20.000 per potong.

”Gaji saya hanya sekitar Rp 1 juta per bulan, tetapi hasil dari pekerjaan sampingan bisa mencapai Rp 2
juta, he-he-he…,” kata Peter. Penghasilan sampingan itu ia dapatkan selama dua tahun waktu menjadi
pegawai toko hingga 2005.

Pengalaman pahit juga pernah dialami Peter. Pada tahun 2008, misalnya, ia pernah ditipu temannya
sendiri yang menyanggupi mengerjakan pesanan senilai Rp 14 juta. Pesanannya tak dikerjakan,
sementara uang muka Rp 7 juta dibawa kabur. Pada 2007, Peter juga mengerjakan pesanan jins senilai
Rp 30 juta, tetapi pemesan menolak membayar dengan alasan jins itu tak sesuai keinginannya.

”Akhirnya saya terpaksa nombok. Jins dijual murah daripada tidak jadi apa-apa. Tetapi, saya berusaha
untuk tidak patah semangat,” ujarnya.

Belajar menjahit, memotong, dan membuat desain juga dilakukan sendiri. Sewaktu masih sekolah di
SMA Negeri 1 Cicalengka, Kabupaten Bandung, Peter juga sempat belajar menyablon. Ia berprinsip,
siapa pun yang tahu cara membuat pakaian bisa dijadikan guru.

”Saya banyak belajar sejak lima tahun lalu saat sering keliling ke toko, pabrik, atau penjahit,” katanya. Ia
juga banyak bertanya cara mengirim produk ke luar negeri. Proses ekspor dipelajari sendiri dengan
bertanya ke agen-agen pengiriman paket.

Sejak 2007, Peter sudah sanggup membiayai pendidikan tiga adiknya. Seorang di antaranya sudah lulus
dari perguruan tinggi dan bekerja. Peter bertekad mendorong dua adiknya yang lain untuk
menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana. Ia, bahkan, bisa membelikan mobil untuk orangtuanya dan
merenovasi rumah mereka di Jalan Padasuka, Bandung.

”Kerja keras dan doa orangtua, kedua faktor itulah yang mendorong saya bisa sukses. Saya memang
ingin membuat senang orangtua,” katanya. Jika dananya sudah mencukupi, ia ingin orangtuanya juga
bisa menunaikan ibadah haji.
Meski kuliahnya tak rampung, Peter kini sering mengisi seminar-seminar di kampus. Ia ingin
memberikan semangat kepada mereka yang berniat membuka usaha. ”Mau anak kuli, buruh, atau
petani, kalau punya keinginan dan bekerja keras, pasti ada jalan seperti saya menjalankan usaha ini,”
ujarnya.

Merek Petersaysdenim berasal dari Peter Says Sorry, nama kelompok musik. Posisi Peter dalam
kelompok musik itu sebagai vokalis. ”Saya sebenarnya bingung mencari nama. Ya, sudah karena saya
menjual produk denim, nama mereknya jadi Petersaysdenim,” ujarnya tertawa.

Peter memanfaatkan fungsi jejaring sosial di internet, seperti Facebook, Twitter, dan surat elektronik
untuk promosi dan berkomunikasi dengan pengguna Petersaysdenim. ”Juli nanti saya rencana mau ke
Kanada untuk bisnis. Teman-teman musisi di sana mau ketemu,” katanya.

Akan tetapi, ajakan bertemu itu baru dipenuhi jika urusan bisnis selesai. Ajakan itu juga bukan main-
main karena Peter diperbolehkan ikut berkeliling tur dengan bus khusus mereka. Personel kelompok
musik lainnya menuturkan, jika sempat berkunjung ke Indonesia ia sangat ingin bertemu Peter. Ia
melebarkan sayap bisnis untuk memperlihatkan eksistensi Petersaysdenim terhadap konsumen asing.

”Pokoknya, saya mau ’menjajah’ negara-negara lain. Saya ingin tunjukkan bahwa Indonesia, khususnya
Bandung, punya produk berkualitas,” ujarnya.

http://archive.kaskus.us/thread/3957439

adid_82 - 26/04/2010 11:24 AM


Made in Indonesia

By darahkubiru Monday May 11, 2009

Mungkin memang denim-denim handal kebanyakan berada di luar negeri kita. Levis, Lee dan
Wrangler mewakili pemain-pemain awal dalam dunia denim yang tentu namanya sudah tidak
asing lagi. Lihat juga denim dengan nama yang terus membesar seperti Nudie yang namanya
sudah sangat besar, bahkan anak-anak SMP jaman sekarang saja sudah mulai mencari-cari info
dan memakai denim ini. Jangan lupakan artisan Jepang yg memang sudah terkenal dengan
idealismenya dalam me-repro jeans dan membuat merek-merek unggul seperti Studio D’Artisan,
Evisu, Samurai, dll.

Tapi jangan salah, anak negeri sendiri tidak mau kalah dengan merek luar. Biasanya dimulai dari
keinginan mereka untuk membuat jeans sesuai keinginan sendiri, akhirnya spirit DIY pun
berbekal kemajuan produk mereka sampai saat ini. Berikut ini kami hadirkan beberapa merek
indie dalam negeri yang kualitasnya tidak perlu diragukan lagi.

Massa Jeans http://www.irondenim.com/

Berawal dari pikiran sang pemilik yang hobi membeli jeans, tetapi dia pikir jeans-jeans yang ada
terlalu mahal buatnya. Maka dengan inisiatifnya, Ia pun berusaha mencari cara untuk membuat
jeans sendiri. Beruntungnya, dia dapat supplier bahan denim dari Jepang. Sekarang ini Massa
baru 2 kali merilis produknya yaitu Massa La Deluxe dan F1609S.

Massa Jeans

Mischief Denim Division http://www.mischiefdenimdivision.com/


Brand yang satu ini berjalan dari tahun 2008 dan mendapat inspirasi dari musik, youth culture,
streetwear, underground scene dan art. Mereka membuat simple jeans dengan desain original
yang comfortable, berkarakter dan tentunya tight! Koleksi season terakhir mereka juga
melibatkan artist lokal dalam mendesign jeans dan kaosnya. Rumornya sih season depan mereka
siap meramaikan dunia heavy denim dengan mendatangkan 16oz selvage denim.

and a pair of jeans is never just a pair of jeans, it’s more like daily of what you do and where
you’ve been.
start up with something raw and end up with something unqiue, we will stay true about denim in
our way.

Mischief Denim

Peter Says Denim http://petersaysdenim.com/

Pemiliknya adalah salah satu pemain lama dalam dunia perdeniman di Indonesia. Awalnya dia
membuat denim untuk dirinya sendiri, sampai suatu saat banyak yg ingin dibuatkan jeans juga
olehnya, dan Ia pun menjadi designer jeans untuk local clothing brand. Sampai akhirnya ia
memutuskan untuk membuat brand sendiri bernama Peter Says Denim. Uniknya beberapa
cutting jeansnya dinamakan sesuai lagu dari band-nya seperti Just Friends, Hopeless, Never Give
Up, dll. Produk-produk premium terbarunya juga menggunakan selvage denim.
PSD

Vission Mission Jeans http://visionmissionjeans.blogspot.com/

Merupakan pemain baru yg cukup inofatif dalam meramu produknya. Sebagian besar produknya
merupakan cutting yg sangat modern dan digandrungi anak muda jaman sekarang seperti slim,
super slim, dan skinny. Selain itu mereka juga memberikan style plus bagi mereka yang gila
selvage, dengan menambahkan selvage look pada jeansnya, sehingga gaya anda +10 jika anda
meng-cuff jeans anda. Mereka juga mensupport komunitas low rider Indonesia dan bukan tidak
mungkin akan meluncurkan produk jeans khusus cyclist.
VMJ

Pot Meets Pop http://potmeetspopdenim.blogspot.com/

Brand yang satu ini sepertinya sangat terinspirasi dari marijuana. Bisa dilihat dari brand mereka,
sepertinya Pop ditambah Pot bisa juga berbuah good denim product. Bisa kita lihat secara
explisit inspirasi Nudie dan Cheap Monday pada produk-produk mereka. Sampai saat ini
tampaknya mereka unggul dalam hal menyediakan produk bagi para wanita.

It’s denim label for every figure who really know what they want, mix it with the reality and can
solve how to achieved it. Basically, it is denim for everyday life. Whatever your background of
your life, whatever your personalities, and whatever your taste, Pot Meets Pop can be your best
buddy.

Anda mungkin juga menyukai