Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

Islam sebagai agama yang bersifat universal dan mencakup berbagai jawaban atas sebagai
kebutuhan manusia. Selain menghadapi kebersihan lahiriyah juga menghendaki kebersihan
batiniyah. Lantaran penelitian yang sesungguhnya dalam Islam diberikan pada aspek batinnya.

Tasawuf, makrifah, mahabbah dan fana merupakan bidang studi Islam yang memusatkan
perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang selanjutanya dapat menimbulkan akhlak
mulia. Pembersihan aspek rohani atau batin ini selanjutnya dikenal sebagai dimensi esoteric dari
diri manusia. Hal ini berbeda dengan aspek fiqih, khususnya pada bab thoharoh yang
memusatkan perhatian pada pembersih aspek jasmani atau lahiriyah yang selanjutnya di sebut
sebagai dimensi eksotrik.

Dari suasana demikian itu, tasawuf diharapkan dapat mengatasi berbagai penyimpangan moral
yang mengambil bentuk seperti manipulasi, koropsi, kolusi, penyalagunaan kekuasaan dan
kesempatan, penindasan, dan sebagainya. Untuk mengatasi masalah ini di bina secara intensif
tentang cara-cara agar seseorang selalu merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf

Dari segi kebahasaan (linguistic) terdapat sejumlah kata atau istilah yang di hubungkan orang
dengan tasawuf. Selain pengertian tasawuf juga dapat dilihat dari segi istilah. Dalam kaitan ini
terdapat tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf. Pertama,
sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas. Kedua, sudut pandang manusia sebagai
makhluk yang harus berjuang. Ketiga, sudut pandang manusia sebagai makhluk yang
bertuhan.maka dari itu, tasawuf atau sufisme adalah salah satu jalan yang diletakkan Tuhan di
dalam lubuk Islam dalam rangka menunjukkan mungkinnya pelaksanaan kehidupan rohani bagi
jutaan manusia yang sejati yang telah berabad-abad mengikuti dan terus mengikuti agama yang
diajarkan Al-Qur’an.

Diantara peneliti-peliti, tasawuf dibagi atas dua bagian yaitu Tasawuf akhlaqi adalah tasawuf
yang brekonsentrasi pada teori – teori perilaku, akhlak dan budi pekerti. Tasawuf falsafi adalah
tasawuf yang didasarkan pada gabungan teori – teori tasawuf dan filsafat.

Tasawuf datang ke Indonesia paling cepat pada awal abad ke-2 Hijriyah. Yang jelas abad ke-8
hijriyah atau abad ke-14 Masehi, faham tasawuf sudah mendapat pasaran di Indonesia.

A. Pengertian Ma’rifat
Ma’rifah adalah ketetapan hati yang dalam mempunyai hadirnya wujud yang wajib adanya yang
menggambarkan segala kesempurnaan. Ma’rifah kadang-kadang dipandang sebagai maqam yang
terpandang sebagai hal.

Rasulullah SAW bersabda:

“Siapa yang mengenal dirinya, sesungguhnya dia dapat mengenal Tuhannya Zunnun Al-Mishry
berkata, Aku kenal Tuhanku juga, Kalau tidak dengan Tuhanku aku tidak mengenal Tuhanku”

Pengetahuan orang awam tentang Allah pada dasarnya adalah pengetahuan yang diterima dari
ajaran agama tanpa memerlukan pembuktian melalui logika. Pengetahuan tentang Tuhan
diperoleh dengan perantaraan ucapan dua kalimat syahadat. Pengettahuan ulama mementingkan
dalil dan logika. Baik pengetahuan orang awam maupun pengetahuan ulama tentang Allah
disebut sebagai ilmu bukan ma’rifah.

A. Pengertian Mahabbah

Mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan, yang secara harfiah berarti mencintai
secara mendalam. Dalam mu’jam al-falsafi, Jamil Shaliba mengatakan mahabbah adalah lawan
dari al-baghd, yakni cinta lawan dari benci. Al mahabbah dapat pula berarti al wadud yakni yang
sangat kasih atau penyayang.

Mahabbah pada tingkat selanjutnya dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari
seseorang untuk mencapai tingkat ruhaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang Mutlak,
yaitu cinta kepada Tuhan.

Pengertian mahabbah dari segi tasawwuf ini lebih lanjut dikemukakan al Qusyairi sebagai
berikut: “almahabbah adalah merupakan hal (keadaan) jiwa yang mulia yang bentuknya adalah
disaksikannya (kemutlakkan) Allah swt oleh hamba, selanjutnya yang dicintainya itu juga
menyatakan cinta kepada yang dikasihi-Nya dan yang seorang hamba mencintai Allah swt”.

Antara mahabbah dan ma’rifah ada persamaan dan perbedaan. Persamaannya Tujuannya adalah
untuk memperoleh kesenangan batiniah yang sulit dilukiskan dengan kata-kata, tetapi hanya
dirasakan oleh jiwa.

Selain itu juga mahabbah merupakan hal keadaan mental seperti senang, perasaan sedih,
perasaan takut dan sebagainya. Mahabbah berlainan dengan maqam, hal bersifat sementara,
datang dan pergi bagi para sufi dalam perjalanan mendekatkan diri pada Allah swt
menggambarkan keadaan dekatnya seorang sufi dengan Tuhan. Perbedaannya mahabbah
menggambarkan hubungan dengan bentuk cinta, sedangkan ma’rifah menggambarkan hubungan
dalam bentuk pengetahuan dengan hati sanubari.

A. Pengertian Fana
Fana berarti lenyap, hilang, sirna atau lebur. maksudnya, menurut kamu sufi, ialah hilangnya
kesadaran seseorang terhadap keberadaan dirinya dan alam sekelilingnya. Hal ini dapat terjadi
karena latihan yang berat dan perjuangan yang cukup panjang dalam pendakian rohani.

Firman Allah SWT:

Artinya: “semua yang ada di bumi itu akan binasa”. (Ar-Rahman : 26)

Fana terbagi atas tiga macam yaitu: Fana Al-Fana berarti hilangnya kesadaran akan hilangnya
kesadaran itu. Orang yang dalam keadaan fana’ tidak tau bahwa ia dalam keadaan fana’. Fana’
an nafsi berarti hilangnya kesadaran seseorang akan wujud dirinya. Fana fi Mahbub berarti lebur
kedalam yang dicintai Tuhan

Arah ungkapan ini tanpak jelas, tapi oleh para sufi diartikan sebagai “gantungan” doktrin khas
mereka tentang kefanaan sifat-sifat manusia melalui kemanunggalan dengan Tuhan.

Mahabbah Kepada Allah


Jumat, 05/02/2010 13:31 WIB | email | print | share

Oleh Drs. Ahmad Yani, Ketua LPPD Khairu Ummah

Ketika manusia telah menjadikan Allah swt sebagai Tuhannya, maka salah satu yang harus
ditunjukkannya adalah mencintai-Nya melebihi kecintaan kepada apapun dan siapapun juga.
Karena itu, kecintaan yang sama antara cinta kepada Allah dengan selain Allah tidak bisa
dibenarkan dalam pandangan iman, Allah swt berfirman:

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah;
mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman
amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah
semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS 2:165).

Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu,


harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiaannya dan rumah-
rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah, Rasul-Nya dan
(dari) berjijhad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik (QS 9:24).

Ada banyak tanda yang harus kita tunjukkan sebagai bukti bahwa kita cinta kepada Allah swt.

1. BANYAK BERDZIKIR.

Secara harfiyah, dzikir artinya mengingat, menyebut, menuturkan, menjaga, mengerti dan
perbuatan baik. orang yang berdzikir kepada Allah Swt berarti orang yang ingat kepada Allah
Swt yang membuatnya tidak akan menyimpang dari ketentuan-ketentuan-Nya. Ini berarti dzikir
itu bukan sekedar menyebut nama Allah, tapi juga menghadirkannya ke dalam jiwa sehingga
selalu bersama-Nya yang membuat kita menjadi terikat kepada ketentuan-ketentuan-Nya.

Bagi seorang muslim, berdzikir merupakan hal yang amat penting, karenanya satu-satunya
perintah Allah Swt yang menggunakan kata katsira (banyak) adalah perintah dzikir kepada-Nya
sebagaimana firman Allah Swt: Hai orang yang beriman, berdzikirlah kamu kepada Allah, dzikir
yang sebanyak-banyaknya (QS 33:41).

Untuk menggambarkan betapa penting dzikir bagi seorang muslim, Rasulullah Saw sampai
mengumpamakannya antara orang yang hidup dengan orang yang mati, ini berarti dzikir itu akan
menghidupkan jiwa seorang muslim, Rasulullah Saw bersabda:

‫ت‬ َ ْ ‫ي َوال‬
ِ ّ ‫مي‬ َ ْ ‫ل ال‬
ّ ‫ح‬ َ ‫ه َوال ّذ ِيْ ل َي َذ ْك ُُر‬
ُ َ ‫مث‬ ُ ّ ‫ل ال ّذ ِيْ ي َذ ْك ُُر َرب‬
ُ َ ‫مث‬
َ

Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Tuhannya dengan orang yang tidak berdzikir seperti
orang hidup dan orang mati (HR. Bukhari).

2. MENGAGUMI.

Orang yang cinta kepada Allah swt akan kagum terhadap kebesaran dan kekuasaan-Nya,
karenanya ia akan selalu memuji-Nya dalam berbagai kersempatan sebagaimana yang tercermin
pada firman Allah swt: Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam (QS 1:2)

Kekagumannya kepada Allah swt tidak akan membuat kekagumannya kepada selain-Nya
melebihi kekagumannya kepada Allah swt meskipun mereka mencapai kelebihan dan kekuasaan
yang besar karena semua itu memang tidak akan bisa menccapai kebesaran dan kekuasaan Allah,
bahkan semua itu sangat kecil dimata Allah swt.

3. RIDHA

Orang yang cinta berarti ridha dengan yang dicintainya, karena itu bila seseorang cinta kepada
Allah swt, maka iapun ridha kepada segala ketentuan-ketentuan-Nya sehingga bila ia diatur
dengan ketentuan Allah swt, maka ia tidak akan mencari aturan lain, karena hal itu hanya
membuat ia menjadi tidak pantas menjadi seorang mukmin sebagaimana firman-Nya: Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan
(yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata (QS 33:36).

4. BERKORBAN

Tiada cinta tanpa pengorbanan, begitu pula halnya dengan cinta kepada Allah swt yang harus
ditunjukkan dengan pengorbanan di jalan-Nya. Dalam hal apapun, manusia harus berkorban
dengan segala yang dimilikinya. Orang yang bercinta pasti dituntut berkorban dengan apa yang
dimilikinya. Orang yang memiliki hobi atau kegemaran harus berkorban untuk bisa menyalurkan
apa yang menjadi kegemarannya itu. Orang yang berjuang di jalan yang bathilpun berkorban
dengan harta bahkan jiwanya. Abu Jahal, Abu Lahab dan tokoh-tokoh kafir lainnya berkorban
dengan harta dan jiwa mereka. Orang-orang munafik untuk maksud kemunafikannya juga
berkorban dengan apa yang mereka miliki, meskipun pengorbanan mereka hanya akan
menimbulkan penyesalan bagi mereka, Allah Swt berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang
kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan
menafkah harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke
dalam neraka jahannamlah orang-orang kafir itu dikumpulkan (QS 8:36).

Bila mereka yang berjuang di jalan yang bathil saja mau berkorban, apalagi dalam perjuangan di
jalan yang haq. Karena itu sifat pejuang sejati adalah mau berkorban dengan harta dan jiwanya,
dan cinta kepada Allah swt berarti harus berkorban di jalan-Nya, ini merupakan kunci untuk
mendapatkan surga-Nya, Allah Swt berfirman: Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-
orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka
berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang
benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan
itulah kemenangan yang besar (QS 9:111).

5. TAKUT

Salah satu sikap yang harus kita miliki sebagai tanda cinta kepada Allah swt adalah rasa takut
kepada-Nya. Takut kepada Allah bukanlah seperti kita takut kepada binatang buas yang
menyebabkan kita harus menjauhinya, tapi takut kepada Allah Swt adalah takut kepada murka,
siksa dan azab-Nya sehingga hal-hal yang bisa mendatangkan murka, siksa dan azab Allah Swt
harus kita jauhi. Sedangkan Allah Swt sendiri harus kita dekati, inilah yang disebut dengan
taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah). Ada banyak ayat yang membicarakan tentang
takut kepada Allah dan perintah Allah kepada kita untuk memiliki sifat tersebut, satu diantara
ayat itu adalah firman Allah Swt: Orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah,
mereka takut kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut kepada seseorangpun selain kepada
Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan (QS. 33:39).

Adanya rasa takut kepada Allah Swt, membuat kita tidak berani melanggar segala ketentuan-
Nya. Yang diperintah kita kerjakan dan yang dilarang kita tinggalkan. Sementara kalau
seseorang telah melakukan kesalahan dan ada jenis hukuman dalam kesalahan itu, maka orang
yang takut kepada Allah tidak perlu ditangkap dan diperiksa, tapi dia akan membeberkan sendiri
kesalahannya itu lalu minta dihukum di dunia ini, sebab dia merasa lebih baik dihukum di dunia
daripada di akhirat nanti yang lebih dahsyat. Takut kepada Allah memang membuat seseorang
akan memperbanyak amal sholeh dalam hidup di dunia ini, Allah Swt berfirman: Dan mereka
memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang-orang yang
ditawan. Sesungguhnya kami memberikan makan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan
keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima
kasih. Sesungguhya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (dihari itu) orang-
orang bermuka masam penuh kesulitan (QS. 76:8-10).

6. RAJA’ (BERHARAP)
Cinta kepada Allah swt juga membuat seseorang selalu berharap kepada-Nya, yakni berharap
mendapatkan rahmat, cinta, ridha dan perjumpaan dengan-Nya yang membuat ia akan selalu
meneladani Rasulullah saw dalam kehidupannya di dunia ini, Allah swt berfirman:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah (QS 33:21).

7. TAAT.

Ketaatan kepada Allah merupakan sesuatu yang bersifat mutlak, karenanya manusia tidak bisa
mencapai kemuliaan tanpa ketaatan, untuk itu jangan sampai manusia mendahului ketentuan
Allah Swt atau mengabaikan-Nya, Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS 49:1).

Kunci kemuliaan seorang mukmin terletak pada ketaatannya kepada Allah dan rasul-Nya, karena
itu dengan sebab para sahabat ingin menjaga citra kemuliaanya, maka mereka contohkan kepada
kita ketaatan yang luar biasa kepada apa yang ditentukan Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan kepada
Rasul sama kedudukannya dengan taat kepada Allah, karena itu bila manusia tidak mau taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Rasulullah tidak akan pernah memberikan jaminan
pemeliharaan dari azab dan siksa Allah Swt, di dalam Al-Qur’an, Allah Swt berfirman:
Barangsiapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya ia mentaati Allah. Dan barangsiapa yang
berpaling, maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka (QS 4:80).

Manakala seorang muslim telah mencintai Allah swt, maka ia akan memperoleh kecintaan dari-
Nya, ini akan membuatnya bisa menjalani kehidupan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai