Anda di halaman 1dari 44

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

Rangkuman Materi Kuliah


Berdasarkan Satuan Acara Perkuliahan

Oleh :
1. D A P ANDINA NOVIANTA ( 0916051186 )
2.
3.
4.
5.
6.
7.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
2009

1
SEMESTER I
Kuliah 1
a. Menjelaskan perbedaan ruang lingkup Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar
Hukum Indonesia
b. Menjelaskan berbagai pengertian hukum (ada sekitar 9 artian hukum yang
dikenal)
c. Menjelaskan pengertian disiplin hukum dan ruang lingkupnya

• Perbedaan ruang lingkup PIH dan PHI


PHI mempelajari hukum yang saat ini PIH sebagai mata kuliah dasar bagi setiap
sedang berlaku, dengan kata lain obyek orang yang akan mempelajari ilmu hukum
dari PHI adalah hukum positif / ius dan memberikan pengetahuan-
constitutum. pengetahuan dasar.
Fungsi PHI mengantarkan setiap orang Fungsi PIH mendasari dan menumbuhkan
yang akan mempelajari hukum positif motivasi bagi setiap orang yang akan
Indonesia. mempelajari ilmu hukum, di dalamnya
terdapat norma-norma dasar

• 9 pengertian hukum :
1. Hukum sebagai ilmu pengetahuan.
Yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan
pemikiran.
2. Hukum sebagai disiplin.
Yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.
3. Hukum sebagai kaedah.
Yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau
diharapkan.
4. Hukum sebagai tata hokum.
Yakni struktur dan proses perangkat kaedah-kaedah hukum yang berlaku pada
suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis.

2
5. Hukum sebagai petugas.
Yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan
penegakan hukum (“law-enforcement officer”) .
6. Hukum sebagai keputusan penguasa.
Yakni hasil proses diskresi yang menyangkut.
7. Hukum sebagai proses pemerintahan.
Yakni proses hubungan timbal-balik antara unsur-unsur pokok dari sistem
kenegaraan.
8. Hukum sebagai sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur.
Yaitu perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan
untuk mencapai kedamaian .
9. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai.
Yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan
buruk.

• Disiplin adalah sistem ajaran mengenai kenyataan atau gejala-gejala yang


dihadapi.
Disiplin secara umum dapat dibedakan menjadi 2 :
1. Disiplin analitis.
Merupakan sistem ajaran yang menganalisis, memahami, serta menjelaskan
gejala-gejala yang dihadapi. Contohnya adalah sosiologi, psikologi, ekonomi,
dst.
2. Disiplin preskriptif.
Merupakan sistem ajaran yang menentukan apakah yang seyogianya atau yang
seharusnya dilakukan di dalam menghadapi kenyataan-kenyataan tertentu.
Contohnya adalah hukum, filsafat, dst.
Disiplin hukum adalah sistem ajaran mengenai kenyataan atau gejala-gejala hukum
yang dihadapi.

• Ruang lingkup disiplin hukum :


1. Ilmu-ilmu hokum.
Sebagai kumpulan dari pelbagai cabang ilmu pengetahuan, antara lain meliputi :
a. Ilmu tentang kaedah atau normwissenschaft atau sollenwissenschaft.

3
Yaitu ilmu yang menelaah hukum sebagai kaedah, atau sistem kaedah-
kaedah, dengan dogmatik hukum dan sistematik hukum
b. Ilmu pengertian.
Yakni ilmu tentang pengertian-pengertian pokok dalam hukum, seperti
misalnya subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan
hukum, dan obyek hukum.
c. Ilmu tentang kenyataan atau tatsachenwissenschaft atau seinwissenschaft
Yang menyoroti hukum sebagai perikelakuan atau sikap tindak yang antara
lain mencakup :
- Sosiologi hokum.
Yakni suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan anallitis
mempelajari hubungan timbal balik
- Antropologi hokum.
Yaitu suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari pola-pola
sengketa dan penyelesaiannya pada masyarakat-masyarakat sederhana,
maupun masyarakat-masyarakat yang sedang mengalami proses
modernisasi
- Psikologi hukum
Yakni suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai
suatu perwujudan daripada perkembangan jiwa manusia
- Perbandingan hokum.
Yang merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memperbandingkan
siste-sistem hukum yang berlaku di dalam satu atau beberapa masyarakat
- Sejarah hukum.
Yang mempelajari perkembangan dan asal usul daripada sistem hukum
dalam suatu masyarakat tertentu.
2. Politik hokum.
Mencakup kegiatan-kegiatan memilih nilai-nilai dan menterapkan nilai-nilai.
3. Filsafat hokum.
Adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai, kecuali itu filsafat hukum juga
mencakup penyerasian nilai-nilai misalnya penyerasian antara ketertiban dengan
ketentraman, antara kebendaan dengan keakhlakan, dan antara kelanggengan /
konservatisme dengan pembaharuan .

4
Tambahan :

• Proses terjadinya kaedah


- Sejak lahir manusia sudah berada dalam pola tertentu dan mematuhinya
dengan jalan mencontoh orang lain (=imitasi) atau berdasarkan petunjuk-
petunjuk yang diberikan kepadanya (=edukasi)
- Di dalam suatu pola hidup tertentu, manusia mengharapkan bahwa
kebutuhan-kebutuhan dasarnya akan dapat terpenuhi.
Kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut mencakup (A.H. Maslow, 1954) :
1. Food, shelter, clothing (Makanan, tempat berlindung, pakaian)
2. Safety of self and property (keamanan diri dan harta pribadi)
3. Self-esteem (penghargaan terhadap diri sendiri)
4. Self-actualization (pengaktualisasian diri)
5. Love (kebutuhan akan cinta kasih)
- Apabila kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut tidak terpenuhi, maka
manusia akan merasa khawatir, yang mungkin sifatnya ekstern (reality anxiety)
atau yang sifatnya intern (neurotic anxiety and moral anxiety)
- Rasa khawatir yang sangat memuncak akan mengakibatkan bahwa
manusia merasa tidak puas pada pola yang telah ada yang ternyata tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga dia menghendaki suasana yang baru.
- Pola hidup yang dibicarakan tersebut di atas, tidak lain merupakan suatu
struktur atau susunan daripada kaedah-kaedah untuk dapat hidup.
- Jadi dapat dikatakan bahwa apa yang diartikan dengan kaedah adalah
patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperilakuan atau bersikap tindak
dalam hidup.

• Pengertian kaedah
- Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk
berperilakuan atau bersikap tindak dalam hidup.
- Apabila ditinjau bentuk hakekatnya, maka kaedah merupakan perumusan
suatu pandangan (“ordeel”) mengenai perikelakuan atau sikap tindak, misalnya
siapa meminjam harus mengembalikan.

5
- Sebagai patokan untuk berperikelakuan atau bersikap tindak, maka
kaedah berbeda dengan dalil alam yang merupakan perumusan pandangan
mengenai kejadian alamiah, misalnya panas menyebabkan benda mengembang.
Inti perbedaannya adalah, bahwa terhadap kaedah ada kemungkinan
penyimpangan, sedangkan dalam hal dalil alam penyimpangan dianggap
mustahil.

• Apakah keadah itu datang dari luar atau juga dari dalam diri manusia?
- Ada yang menganggap bahwa kaedah itu datangnya dari dalam diri
manusia, misalnya dari Tuhan Yang Maha Esa
- Ada pula yang beranggapan bahwa kaedah datangnya dari manusia
manusia sendiri yaitu melalui pikiran dan perasaannya sendiri.
- Ditinjau dari kenyataan kehidupan maka sumbernya adalah hasrat untuk
hidup pantas (sayogya; “behoorlijk”)

• Mengapakah didalam kehidupan manusia diperlukan patokan atau pedoman?


- Mengenai bagaimanakah hidup yang pantas atau sayogya dan cara untuk
memenuhi hasrat untuk hidup pantas atau sayogya adalah berbeda, tidak sama
dari manusia ke manusia, dari bangsa ke bangsa, bahkan dalam diri satu
orangpun sering timbul pandangan-pandangan yang berlawanan (“tweestrijd”;
”inner conflict”)
- Diberi patokan atau pedoman agar supaya banyaknya pandangan-
pandangan dan cara-cara tersebut tidak menyebabkan hidup ini menjadi tidak
pantas atau tidak sayogya.
- Patokan-patokan atau pedoman-pedoman itulah yang tadi disebut sebagai
kaedah atau norma (“norm”) atau standard

• Unsur-unsur hukum :
- Unsur idiil
Mencakup hasrat susila dan rasio manusia, hasrat susila menghasilkan azas-azas
hukum (“rechtsbeginzelen”; misalnya tidak ada hukuman tanpa kesalahan),
sedang rasio manusia menghasilkan pengertian-pengertian hukum
(“rechtsbegrippen”; misalnya subyek hukum, hak dan kewajiban, dst). Unsur ini

6
kemudian menghasilkan kaedah-kaedah hukum melalui filsafat hukum dan
“normwissenschaft atau sollenwissenschaft”.
- Unsur riil
Terdiri dari manusia, kebudayaan materiil, dan lingkungan alam. Kemudian
menghasilkan tata hukum. Di sini tidak boleh dilupakan bahwa
“tatsachenwissenschaft atau seinwissenschaft” banyak berperan dalam
pembentukan tata hukum.

Kuliah 2
a. Menjelaskan pengertian sistem hukum dan bagian-bagiannya
b. Menerangkan klasifikasi dan perbedaan sistem hukum yang dikenal

• Pengertian sistem hukum


- Sistem adalah suatu kesatuan hakiki dan terbagi-bagi dalam bagian-
bagian, di dalam mana setiap masalah atau persoalan menemukan jawaban atau
penyelesaiannya. Jawaban itu terdapat di dalam sistem itu sendiri.
- Sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang
mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan
kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur
yuridis seperti peraturan hukum, asas hukum, dan pengertian hukum.
- Di dalam sistem hukum terdapat bagian-bagian yang masing-masing
terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai hubungan khusus atau tatanan. Antara
unsur-unsur di dalam suatu sistem dengan unsur-unsur dari lingkungan di luar
sistem terdapat hubungan khusus atau tatanan. Tatanan ini disebut struktur.
- Struktur menentukan identitas atau ciri sistem, sehingga unsur-unsur itu
masing-masing pada asasnya dapat berubah dan dapat diganti tanpa
mengganggu kontinuitas sistem. Peraturan perundang-undangan sering
mengalami perubahan-perubahan, tetapi tidak dapat dikatakan bahwa sistemnya
telah berubah.
- Dikenal macam sistem:
1. Sistem konkrit
Sistem yang dapat dilihat atau diraba seperti misalnya molekul atau
organisme yang terdiri dari bagian-bagian yang lebih kecil.
2. Sistem abstrak atau konseptual

7
Sistem yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak konkrit, yang tidak
menunjukkan kesatuan yang dapat dilihat. Sistem hukum termasuk sistem
konseptual.
3. Sistem terbuka
Mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Unsur-unsur
yang tidak merupakan bagian sistem mempunyai pengaruh terhadap unsur-
unsur di dalam sistem. Sistem hukum merupakan sistem terbuka. Sistem
hukum merupakan kesatuan unsur-unsur (yaitu perturan, penetapan) yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, social, ekonomi, sejarah, dan
sebagainya. Sebaliknya sistem hukum mempengaruhi faktor-faktor di luar
sistem hukum tersebut. Contoh : hukum perserikatan, dimana setiap orang
bebas untuk membuat jenis perjanjian apapun di luar yang ditentukan dalam
undang-undang.
4. Sistem tertutup
Meskipun dikatakan bahwa sistem hukum itu terbuka, namun di dalam
sistem hukum itu ada bagian-bagian yang sifatnya tertutup. Ini berarti bahwa
pembentuk undang-undang tidak memberi kebebasan untuk pembentukan
hukum. Contoh : hukum keluarga dan hukum benda merupakan sistem
tertutup, yang berarti bahwa lembaga-lembaga hukum dalam hukum
keluarga dan benda jumlah dan jenisnya tetap. Tidak dimungkinkan orang
menciptakan hak-hak kebendaan baru kecuali oleh pembentuk undang-
undang.

• Bagian-bagian sistem hukum


1. Working system
a. Struktur
b. Substansi
c. Culture
2. Tata hukum
a. Eropa Kontinental
b. Anglo Saxon
c. Hukum Adat
d. Hukum Islam
3. Pengertian dasar tentang hukum

8
a. Subyek hukum
b. Masyarakat Hukum
c. Peristiwa Hukum
d. Hubungan Hukum
e. Objek Hukum

• Klasifikasi sistem hukum


1. Berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi:
a. Hukum Tertulis
Yang dibedakan atas :
(i) Hukum Tertulis yg dikodifikasikan, dan
(ii) Hukum Tertulis yg tidak dikodifikasikan.
b. Hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan.
c. Hukum Peradilan atau judge made law.

2. Berdasarkan isi atau kepentingan yg diaturnya dibedakan atas :


a. Hukum Privat
Adalah hukum antar perorangan yang mengatur hak dan kewajiban
perorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan keluarga dan di
dalam pergaulan masyarakat. Hukum privat meliputi hukum tentang orang,
hukum keluarga, hukum benda, hukum perikatan, dan hukum waris.
Pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing pihak.
b. Hukum Publik
Lazimnya dirumuskan sebagai hukum yang mengatur kepentingan umum
dan mengatur hubungan penguasa dengan warga negaranya. Hukum publik
ini adalah keseluruhan peraturan yang merupakan dasar Negara dan
mengatur pula bagaimana caranya Negara melaksanakan tugasnya. Jadi
merupakan perlindungan kepentingan Negara. Oleh karena memperhatikan
kepentingan umum, maka pelaksanaan peraturan hukum publik dilakukan
oleh penguasa.
Pembidangan Hukum Publik dan Hukum Privat itu menimbulkan tiga pendapat
dengan aliran yg berbeda, yaitu:
a. Pembidangan Hukum Publik dan Hukum Privat bersifat mutlak dan
harus ada (dianut oleh Van Apeldoorn, A.Thon dan Bierling)

9
b. Pembidangan hukum publik dan privat itu bersifat relatif atau tidak
mutlak (dianut oleh EM.Meijers & JHP Bellefroid)
c. Pembidangan hukum publik dan privat itu tidak ada dan tidak perlu
dibedakan (dianut oleh Hans Kelsen dan Kranenburg)

3. Pembidangan berdasarkan kekuatan berlakunya atau sifatnya, maka


hukum dibedakan atas dua jenis, yaitu sbb :
a. Hukum mengatur atau hukum volunter
yaitu hukum yg mengatur hubungan antar individu yg berlaku apabila yg
bersangkutan tdk menggunakan alternatif lain yg dimungkinkan oleh hukum
(UU)
b. Hukum memaksa atau kompulser
yaitu hukum yg tdk dpt dikesampingkan, baik berdasarkan kepentingan
publik maupun berdasarkan perjanjian, dan bersifat mutlak yg harus ditaati.

4. Pembidangan
berdasarkan fungsinya, hukum dibedakan atas sebagai berikut :
a. Hukum Materiil
yaitu hukum yg mengatur hubungan antar anggota masyarakat yg berlaku
umum ttg apa yg dilarang dan apa yg boleh dilakukan.
b. Hukum Formil
hukum yg mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan
hukum materiil.

5. Pembidangan
Hukum berdasarkan hubungan yg diaturnya dibedakan atas dua jenis, sbb:
a. Hukum Objektif
yaitu hukum yg mengatur hubungan antara dua orang atau lebih yg berlaku
umum.
b. Hukum Subjektif
yaitu kewenangan atau hak yg diperoleh seseorang berdasarkan apa yg diatur
oleh hukum objektif, disatu pihak menimbulkan hak, di pihak lain
menimbulkan kewajiban.

10
6. Pembidangan
berdasarkan sumbernya, dibedakan atas dua jenis hukum berikut :
a. Sumber hukum materiil,
yaitu sumber yg menentukan isi suatu peraturan hukum
b. Sumber hukum formil,
yaitu sumber hukum yg menentukan bentuk dari suatu peraturan hukum.

7. Pembidangan
Hukum berdasarkan waktu berlakunya dibedakan atas dua jenis yaitu :
a. Ius Constitutum (hukum positif)
yaitu hukum yg berlaku pada suatu tempat dan waktu tertentu.
b. Ius Constituendum
yaitu hukum yg dicita-citakan untuk diberlakukan atau hukum yg akan
ditetapkan kemudian.

8. Pembidangan
Hukum berdasarkan tempat berlakunya.
a. Hukum Nasional
yaitu Hukum yg berlaku dalam batas wilayah suatu negara
b. Hukum Internasional
yaitu hukum yg mengatur bagaimana hubungan antar negara dan berlakunya
tidak dibatasi oleh wilayah suatu negara. Hukum Internasional berlaku
secara universal, baik secara keseluruhan maupun terhadap negara-negara yg
mengikatkan dirinya pada suatu perjanjian internasional.

9. Pembidangan
Hukum berdasarkan luas berlakunya, hukum dibedakan menjadi :
a. Hukum Umum
yaitu hukum yg berlaku bagi setiap orang dalam masyarakat tanpa
membedakan jenis kelamin, warga negara, agama, suku, dan jabatan
seseorang.
b. Hukum Khusus
Hukum yg berlakunya hanya bagi segolongan orang-orang tertentu.

11
• Hukum adat
- Hukum adat tidak dapat disejajarkan dengan klasifikasi hukum yang lain
seperti hukum tata Negara, hukum administrasi dan sebagainya. Hukum adat
tidak merupakan lapangan hukum tersendiri karena meliputi lapangan-lapangan
hukum yang telah disebutkan.
- Hukum adat terdiri dari 3 unsur :
1. Hukum yang tidak tertulis
Hidup dalam masyarakat dan tampak pada perilaku masyarakat sehari-hari
serta direalisir dalam tindakan-tindakan para fungsionaris hukum.
2. Unsur keagamaan
Unsur-unsur keagamaan itu baik Islam, Katolik, Kristen maupun Hindu
3. Ketentuan legislatif atau statutair
Misalnya awig-awig, pranatan desa, dan sebagainya.
- Sistematik hukum adat adalah seperti berikut :
1. Hukum tentang orang
2. Perkawinan
3. Kekerabatan
4. Waris
5. Perhutangan
6. Hukum atas tanah
7. Transaksi atas tanah
8. Hukum yang berhbungan dengan tanah
9. Yayasan daluwarsa dan delik

Tambahan :

• Pengertian-pengertian dasar dalam sistem hukum


A. Subyek Hukum
Adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat
memiliki) hak dan kewajiban.
Yang dapat dikategorikan sebagai Subjek Hukum adalah :
3. Manusia
(Natuurlijk persoon)

12
o Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama
selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai
subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia. Namun ada
pengecualian menurut Pasal 2 KUHPerdata, bahwa bayi yang masih ada
di dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir dan menjadi subjek
hukum jika kepentingannya menghendaki, seperti dalam hal kewarisan.
Namun, apabila dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia, maka
menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia bukan
termasuk subjek Hukum
o Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek
hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum
(Personae miserabile) yaitu :
a. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa
dan belum menikah.
b. Orang yang berada dalam pengampuan (curatele)
yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros, dan Isteri yang
tunduk pada pasal 110 KUHPer, yg sudah dicabut oleh SEMA
No.3/1963

2. Badan Hukum (Rechts persoon)


o Adalah suatu perkumpulan atau
lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu.
Sebagai subjek hukum, badan hukum mempunyai syarat-syarat yang
telah ditentukan oleh hukum yaitu : (Teori Kekayaan bertujuan)
a. Memiliki kekayaan yg terpisah dari kekayaan anggotanya.
b. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan
kewajiban para anggotanya.
o Badan Hukum terbagi atas dua macam :
a. Badan Hukum Privat, seperti PT, Koperasi, Yayasan dsb.
b. Badan Hukum Publik, seperti Negara, dan instansi pemerintah.
o Ada empat teori yg digunakan
sebagai syarat badan hukum untuk menjadi subyek hukum. Yaitu :
1. Teori Fictie

13
2. Teori Kekayaan Bertujuan
3. Teori Pemilikan
4. Teori Organ

B. Obyek Hukum
o Adalah segala sesuatu yang
bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu
hubungan hukum.
o Objek Hukum berupa benda atau
barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
o Dapat dibedakan antara lain :
- Benda berwujud dan tidak berwujud
- Benda bergerak dan tidak bergerak

C. Hak dan Kewajiban


1. Hak dan Kewajiban Serta Kewenangan
dalam Hukum
o Tidak seorangpun manusia yang tidak mempunyai hak, tetapi
konsekwensinya bahwa orang lain pun memiliki hak yang sama
dengannya. Jadi hak pada pihak yang satu berakibat timbulnya
kewajiban pada pihak yang lain.
o Untuk terjadinya “hak dan kewajiban”, diperlukan suatu
“peristiwa” yang oleh hukum dihubungkan sebagai suatu akibat. Artinya,
hak seseorang terhadap sesuatu benda mengakibatkan timbulnya
kewajiban pada orang lain, yaitu menghormati dan tidak boleh
mengganggu hak tersebut.
2. Hak
o Ada dua teori dalam ilmu hukum untuk menjelaskan keberadaan
Hak, yaitu ;
- Teori Kepentingan (Belangen Theorie),
dianut Rudolf von Jhering, yang berpendapat “hak itu sesuatu yang
penting bagi seseorang yg dilindungi oleh hukum, atau suatu
kepentingan yg terlindungi”. Teori ini dibantah oleh Utrecht,

14
menurutnya “hukum itu memang mempunyai tugas melindungi
kepentingan dari yang berhak, tetapi orang tidak boleh
mengacaukan antara hak dan kepentingan. Karena hukum sering
melindungi kepentingan dengan tidak memberikan hak kepada
yang bersangkutan”.
- Teori Kehendak (Wilsmacht Theorie),
hak adalah kehendak yang diperlengkapi dengan kekuatan dan
diberi oleh tata tertib hukum kepada seseorang. Dianut oleh
Bernhard Winscheid. Berdasarkan kehendak sesorang dapat
memiliki rumah, mobil, tanah, dll. Sedangkan anak dibawah umur
atau orang gila tidak dapat beri hak, karena belum menyatakan
kehendaknya.Teori ini dibantah oleh Utrecht, menurutnya
walaupun dibawah pengampuan mereka tetap dapat memiliki
mobil, rumah, dsb. Namun, yg menjalankan adalah wali atau
kuratornya.
o Hak dapat timbul pada subjek hukum disebabkan oleh beberapa
hal berikut :
- Adanya subjek hukum baru, baik orang maupun badan hukum.
- Terjadi perjanjian yg disepakati oleh para pihak yg melakukan
perjanjian.
- Terjadi kerugian yg diderita oleh seseorang akibat kesalahan atau
kelalaian orang lain.
- Karena seseorang telah melakukan kewajiban yg merupakan
syarat memperoleh hak.
- Terjadinya daluarsa (verjaring)

o Hapusnya suatu hak menurut hukum dapat disebabkan oleh


empat hal yaitu :
- Apabila pemegang hak meninggal dunia dan tidak ada pengganti
atau ahli waris yang ditunjuk, baik oleh pemegang hak maupun
ditunjuk oleh hukum.
- Masa berlakunya hak telah habis dan tidak dapat diperpanjang
lagi.
- Telah diterimanya suatu benda yang menjadi objek hak.

15
- Karena daluarsa (verjaring)

3. Kewajiban
o Kewajiban sesungguhnya merupakan beban, yg diberikan oleh
hukum kepada subjek hukum. Kewajiban dalam ilmu hukum menurut
Curzon dibedakan beberapa golongan, yaitu
1. Kewajiban Mutlak dan Kewajiban Nisbi
2. Kewajiban Publik dan Kewajiban Perdata
3. Kewajiban Positif dan Kewajiban Negatif
o Lahir dan timbulnya suatu Kewajiban, disebabkan oleh hal-hal berikut :
- Karena diperoleh suatu hak yang membebani syarat untuk
memenuhi kewajiban.
- Berdasarkan suatu perjanjian yang telah disepakati.
- Adanya kesalahan atau kelalaian seseorang yg menimbulkan
kerugian bagi orang lain, sehingga ia wajib membayar ganti rugi.
- Karena telah menikmati hak tertentu yg harus diimbangi dengan
kewajiban tertentu.
- Karena daluarsa (verjaring) contoh denda
o Hapusnya suatu Kewajiban karena hal-hal sebagai berikut :
- Karena meninggalnya orang yg mempunyai kewajiban, tanpa ada
penggantinya, baik ahli waris maupun orang lain atau badan hukum
yang ditunjuk oleh hukum.
- Masa berlakunya telah habis dan tidak diperpanjang.
- Kewajiban telah dipenuhi oleh yang bersangkutan.
- Hak yg melahirkan kewajiban telah dihapus
- Daluarsa (verjaring) extinctief.
- Ketentuan undang-undang.
- Kewajiban telah beralih atau dialihkan kepada orang lain.
- Terjadi suatu sebab di luar kemampuan manusia, sehingga tidak
dapat dipenuhi kewajiban itu.

D. Peristiwa Hukum

16
o Adalah “semua kejadian atau fakta yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat yang mempunyai akibat hukum. Contoh ; Perkawinan, Jual beli,
dsb.
o Peristiwa hukum dibedakan menjadi :
1. Peristiwa hukum karena perbuatan subjek hukum, yaitu suatu
peristiwa hukum yang terjadi akibat perbuatan hukum, contohnya
pembuatan wasiat, hibah.
2. Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek hukum atau
peristiwa hukum lainnya, yaitu peristiwa hukum yang terjadi dalam
masyarakat yg bukan merupakan akibat dari perbuatan subjek hukum.
Misalnya, kelahiran, kematian.

E. Perbuatan Hukum
o Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan atau tindakan subjek hukum yg
mempunyai akibat hukum, dan akibat hukum itu memang dikehendaki oleh
subyek hukum. Misalnya Sewa menyewa, jual-beli, hibah, nikah, dsb.
o Perbuatan Hukum terdiri atas dua jenis, yaitu :
1. Perbuatan hukum bersegi satu, yaitu perbuatan hukum yg
dilakukan oleh satu pihak saja, misalnya pemberian wasiat, pengakuan
anak, dsb.
2. Perbuatan hukum bersegi dua, yaitu perbuatan hukum yg
dilakukan oleh dua pihak atau lebih, misalnya perjanjian.

F. Akibat Hukum
o Adalah akibat yg diberikan oleh hukum atas suatu peristiwa hukum atau
perbuatan dari subjek hukum. Ada tiga jenis akibat hukum, yaitu :
o Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya, lenyapnya suatu keadaan
hukum tertentu. Misalnya: Usia 21 tahun melahirkan suatu keadaan hukum
baru dari tidak cakap bertindak menjadi cakap bertindak. Atau Orang dewasa
yg dibawah pengampuan, melenyapkan kecakapan dalam tindakan hukum.
o Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu
hubungan hukum tertentu. Misalnya : sejak Kreditur dan debitur melakukan
akad kredit, maka melahirkan hubungan hukum baru, yaitu utang-piutang.

17
Atau Sejak pembeli melunasi harga suatu barang, dan penjual menyerahkan
barang tersebut, maka berubahlah atau lenyaplah hubungan hukum jual beli
diantara mereka.
o Akibat hukum berupa sanksi, yang tidak dikehendaki oleh subjek hukum.
Sanksi dari suatu akibat hukum berdasarkan pada lapangan hukum,
dibedakan menjadi :
1. Sanksi Hukum di bidang hukum publik, diatur dalam pasal 10
KUHP, yg berupa Hukuman Pokok dan Hukuman Tambahan.
2. Sanksi Hukum di bidang hukum privat, terdiri atas :
a. Melakukan Perbuatan Melawan Hukum
(onrechtmatigedaad), diatur dalam pasal 1365 KUHPer, adalah suatu
perbuatan seseorang yg mengakibatkan kerugian terhadap yg
sebelumnya tidak diperjanjikan, sehingga ia diwajibkan mengganti
kerugian.
b. Melakukan Wanprestasi, diatur dalam pasal 1366
KUHPer, yaitu akibat kelalaian seseorang tidak melaksanakan
kewajibannya tepat pada waktunya, atau tidak dilakukan secara layak
sesuai perjanjian, sehingga ia dapat dituntut memenuhi kewajibannya
bersama keuntungan yg dpt diperoleh atas lewatnya batas waktu.

• Sanksi dari aspek sosiologis


- Sanksi dari aspek sosiologis merupakan persetujuan atau penolakan terhadap
perilaku tertentu yg terdiri dari Sanksi Positif dan Sanksi Negatif. Sanksi
Positif misalnya pemberian tanda jasa karena prestasi. Sanksi Negatif yaitu
penjatuhan hukuman penjara kepada seseorang karena perbuatan pidana atau
melawan Hukum.
- Sanksi Negatif dalam arti luas terdiri :
1. Pemulihan Keadaan
2. Pemenuhan Keadaan
3. Penjatuhan Hukuman
- Hukuman dalam arti luas dibedakan :
1. Hukuman Perdata, misalnya Ganti kerugian
2. Hukuman Administratif, misalnya Pencabutan Izin Usaha

18
3. Hukuman Pidana, misalnya siksaan materiil atau riil yaitu
hukuman mati, penjara, dan kurungan. Dan siksaan moril atau idiil yaitu
pengumuman putusan hakim, dan pencabutan hak-hak tertentu.

• Perbuatan melawan hukum


Rumusan Pengertian dan Pelaksanaan Perbuatan Melawan Hukum sebelum 1919
dan sesudah 1919 (Arrest Hogeraad) 19 Desember 1919, adalah sebagai berikut :
- Sebelum 1919, perbuatan melawan hukum terjadi, apabila perbuatan itu
bertentangan dengan hukum tertulis (UU) hanya dalam hal :
1. melanggar hak orang lain yg diakui UU, atau melanggar
ketentuan hukum tertulis saja.
2. bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, misalnya tidak
memberi pertolongan terhadap seseorang korban kecelakaan, padahal
mengetahui kejadian kecelakaan.
- Sesudah tahun 1919, yaitu setelah keluarnya Arrest (putusan) Hogeraad (MA)
Belanda, pada tanggal 31 Desember 1919, memutuskan bahwa suatu perbuatan
digolongkan melawan hukum apabila :
1. Setiap perbuatan atau kealpaan yg menimbulkan pelanggaran terhadap
orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.
2. Melanggar baik terhadap kesusilaan maupun terhadap kesaksamaaan yg
layak dalam pergaulan masyarakat terhadap orang lain, atau benda milik
orang lain.

Kuliah 3
a. Menjelaskan tugas hukum
b. Menjelaskan tujuan hukum menurut beberapa teori
c. Menjelaskan hubungan hukum dengan kekuasaan

• Tugas hukum
- Tujuan kaedah hukum, yakni kedamaian antar pribadi.
Kedamaian tersebut meliputi 2 hal, yaitu :
1. Ketertiban ektern antar pribadi
2. Ketenangan intern pribadi

19
- Kedua hal tersebut ada hubungannya dengan tugas kaedah-kaedah
hukum yang bersifat dwi-tunggal yang merupakan sepasang nilai yang tidak
jarang bersitegang, yaitu :
1. Memberikan kepastian dalam hukum (“certainty”; “zekerheid”)
2. Memberikan kesebandingan dalam hukum (“equity”;
“billijkheid”; “evenredigheid”)
- Pasangan nilai yang berperan dalam hukum, kecuali yang telah
disinggung di atas, masih ada dua pasang lagi, yakni :
1. Nilai kepentingan rohaniah / keakhlakan (spiritualisem) dan nilai
kepentingan jasmaniah / kebendaan (materialisem)
2. Nilai kebaruan (inovatisem) dan nilai kelanggengan (konservatisem)
- Hubungan antara tujuan kaedah dengan tugasnya adalah, pemberian
kepastian hukum tertuju kepada ketertiban, dan pemberian kesebandingan
hukum tertuju pada ketenangan atau ketenteraman.
- Artinya, kehidupan bersama dapat tertib hanya jika ada kepastian dalam
hubungan sesama manusia. Dan pribadi akan tenang jikalau dapat menerima apa
yang sebanding dengan segala perikelakuan atau sikap tindaknya.

• Mengapa tugas kaedah hukum disebut dwi-tunggal?


Tugas kedah hukum yang dua macam tersebut dikatakan sebagai dwitunggal, oleh
karena setiap kaedah hukum yang termasuk kaedah hukum yang umum / abstrak,
hendaknya dapat melaksanakan kedua tugas tersebut sekaligus. Contohnya, di dalam
ketentuan Undang-Undang Pidana, dan pada pasal 1338 B.W.

• Apabila kaedah-kaedah hukum yang umum dan yang individuil


dihubungkan dengan tugas hukum yang dwi-tunggal, maka kaedah hukum yang
umum lebih mengutamakan kepastian, sedangkan kaedah hukum individual lebih
mementingkan kesebandingan.

• Hubungan antara dwi-tunggal tugas hukum dengan kepentingan umum dan


kepentingan pribadi.

20
Undang-Undang Pidana pada hakekatnya perumusannya adalah “barangsiapa yang
berperikelakuan atau bersikap tindak tertentu, akan dihukum setinggi-tingginya
sekian tahun”.
Dari kata “dihukum” pada ketentuan Undang-Undang Pidana sudah diketahui,
bahwa hal itu dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada khalayak ramai.
Artinya, siapa saja yang didalam kehidupan bersama berperikelakuan atau bersikap
tindak tertentu, dapat dijatuhi hukuman tertentu. Oleh karena itu, tidak ada
kesangsian lagi, bahwa adanya kepastian hukum mempertinggi jaminan terhadap
kepentingan umum.
Mengenai arti atau maksud perumusan setinggi-tingginya sekian tahun (=hukuman
yang boleh dijatuhkan) sebagaimana telah dijelaskan, adalah untuk memberikan
keebandingan terhadap diri pribadi yang berperikelakuan atau bersikap tindak.
Artinya, agar supaya dapat memberikan pertimbangan didalam mengukur serta
membandingkan perikelakuan atau sikap tindak si terdakwa dengan berat-ringannya
hukuman yang setimpal.

• Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum


mempunyai tujuan. Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan
masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan
tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan
terlindungi.
Beberapa teori tentang tujuan hukum :
1. Teori etis
- Menurut teori etis hukum semata-mata bertujuan keadilan. Isi hukum
ditentukan oleh keyakinan kita yang etis tentang yang adil dan tidak. Dengan
perkataan lain hukum menurut teori ini bertujuan merealisir atau
mewujudkan keadilan.
- Hakekat keadilan adalah penilaian terhadap suatu perlakuan atau
tindakan dengan mengkajinya dengan suatu norma yang menurut pandangan
subyektif (subyektif untuk kepentingan kelompoknya, golongannya, dan
sebagainya) melebihi norma-norma lain. Dalam hal ini ada dua pihak yang
terlibat, yaitu pihak yang memperlakukan dan pihak yang menerima
perlakuan. Keadilan kiranya tidak harus hanya dilihat dari satu pihak saja,
tetapi harus diilihat dari dua pihak.

21
- Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan:
a. Justitia distributiva (distributive justice,
verdelende atau begevende gerechtigheid)
Menuntut bahwa setiap orang mendapat yang menjadi hak atau
jatahnya : suum cuique tribuere (to each his own). Jatah ini tidak sama
untuk setiap orangnya, tergantung pada kekayaan, kelahiran, pendidikan,
kemampuan dan sebagainya. Justitia distributive merupakan urusan
pembentuk undang-undang. Sifatnya proporsional
b. Justitia commutativa (remedial justice,
vergeldende atau ruilgerechtigheid)
Memberi kepada setiap orang sama banyaknya. Dalam pergaulan di
dalam masyarakat justitia commutativa merupakan kewajiban setiap
orang terhadap sesamanya. Di sini dituntut kesamaan Yang adil ialah
apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan
dan sebagainya. Justitia commutativa merupakan urusan hakim. Karena
memperhatikan kesamaan maka sifatnya mutlak.
- Teori etis itu berat sebelah
Apabila hukum bertujuan mewujudkan keadilan, maka hukum itu identik
dengan keadilan. Hukum tidaklah identik dengan keadilan. Peraturan hukum
tidaklah selalu mewujudkan keadilan. Contohnya, peraturan lalu-lintas.
Mengendarai motor disebelah kiri tidak berarti adil, melainkan hanya untuk
keteraturan dan kelancaran. Hukum menghendaki penyamarataan, tidak
demikian dengan keadilan. Untuk memenuhi keadilan peristiwanya harus
dilihat secara kasuistis. Penganutnya adalah Geny.

2. Teori utilistis (Eudaemonistis)


Menurut teori ini hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi
manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (the greatest good of the
greatest number). Pada hakekatnya menurut teori ini tujuan hukum adalah
manfaat dalam menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi
jumlah orang yang terbanyak. Teori ini pun berat sebelah. Penganutnya adalah
Jeremy Bentham.

3. Teori campuran

22
- Mochtar Kusumaatmadja
Tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan
ketertiban ini syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat
manusia yang teratur. Di samping ketertiban tujuan lain dari hukum adalah
tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut
masyarakat dan zamannya.
- Purnadi dan Soerjono Soekanto
Tujuan hukum adalah kedamaian hidup antar pribadi yang meliputi
ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenangan intern pribadi.
- Van Apeldoorn
Tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
- Soebekti
Hukum itu mengabdi kepada tujuan Negara, yaitu mendatangkan
kemakmuran dan kebahagiaan para rakyatnya. Dalam mengabdi kepada
tujuan Negara itu dengan menyelenggarakan keadilan dan ketertiban.

• Tujuan hukum menurut hukum positif kita tercantum dalam alinea 4


Pembukaan Undang-Undang Dasar. Jadi tujuan hukum positif kita adalah untuk
membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

• Hubungan hukum dan kekuasaan


Yang dapat memberi atau memaksakan sanksi terhadap pelanggaran kaedah hukum
adalah penguasa, karena penegakkan hukum dalam hal ada pelanggaran adalah
monopoli penguasa. Penguasa mempunyai kekuasaan untuk memaksakan sanksi
terhadap pelanggaran kaedah hukum. Hakekat kekuasaan tidak lain adalah
kemampuan seseorang untuk memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Hukum
ada karena kekuasaan yang sah. Kekuasaan sahlah yang menciptakan hukum.
Ketentuan-ketentuan yang tidak berdasarkan kekuasaan yang sah pada dasarnya
bukanlah hukum. Jadi hukum bersumber pada kekuasaan yang sah.

23
• Rule of Law
- Dari bunyi kata-katanya rule of law berarti pengaturan oleh hukum. Jadi
yang mengatur adalah hukum, hukumlah yang memerintahkan atau berkuasa. Ini
berarti supremasi hukum. Memang rule of law biasanya secara singkat diartikan
sebagai “governance not by man but by law”. Perlu diingat bahwa hukum adalah
perlindungan kepentingan manusia, hukum adalah untuk manusia, sehingga
“governance not by man but by law” tidak boleh diartikan bahwa manusianya
pasif sama sekali dan menjadi budak hukum.
- Selznick mengatakan bahwa hukumlah yang berkuasa. Pengekangan
kekuasaan oleh hukum merupakan unsur esensial dan tiada kekuasaan yang
kebal terhadap kecaman.
- Pengertian rule of law ini timbul pada tahun 1955 yaitu pada waktu
diadakan Kongres Internasional pertama yang disponsori oleh International
Comission of Jurists yang diadakan di Atena dan dihadiri oleh sarjana hukum
dari 48 negara.
- Konsep rule of law ini pertama kali dikembangkan dalam Kongres di
Delhi pada tahun 1959 yang diselenggarakan oleh International Commission of
Jurists yang diikuti oleh 185 orang hakim, sarjana hukum dan dosen hukum dari
53 negara.
- Rule of law menurut Dicey mengandung 3 unsur :
1. Hak asasi manusia dijamin lewat undang-undang.
2. Persamaan kedudukan di muka hukum (equality before the law)
3. Supremasi aturan-aturan hukum dan tidak ada kesewenang-
wenangan tanpa aturan yang jelas.
- Pengertian Anglo Saks rule of law di Eropa Kontinental disebut dengan
Negara hukum (rechtstaat : Emanual Kant dan Julius Stahl).
Negara Hukum menurut Emanual Kant dan Julius Stahl mengandung 4 unsur :
1. Adanya pengakuan hak asasi manusia.
2. Adanya pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak
tersebut.
3. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid
van bestuur)
4. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara.

24
Kuliah 4
a. Menjelaskan pengertian das sollen dan das sein dalam hukum
b. Menjelaskan hubungan antara hukum dengan nilai-nilai
c. Menjelaskan asas hukum

• Das sollen : kaedah hukum berisi kenyataan normatif (apa yg


seyogyanya dilakukan)
Contoh :
“Barangsiapa mencuri harus dihukum”; “Barangsiapa membeli sesuatu
harus membayar”
Das sein : kenyataan alamiah atau peristiwa konkrit
Contoh :
Kalau secara nyata-nyata telah terjadi seseorang mencuri, kalau nyata-
nyata telah terjadi seseorang membeli sesuatu tidak membayar.

• Ketentuan yang berbunyi “barangsiapa yang mencuri harus dihukum” tidak


berarti bahwa telah terjadi peristiwa pencurian dan pencurinya dihukum, tetapi
barangsiapa mencuri harus dihukum. Persyaratannya (mencuri) menyangkut
peristiwa (sein), sedangkan kesimpulannya (dihukum) menyangkut keharusan
(sollen). Dihukumnya pencuri bukanlah merupakan akibat pencurian. Orang tidak
dihukum karena (sebagai akibat) mencuri, tetapi pencuri harus dihukum berdasarkan
undang-undang yang melarangnya. Di sini tidak berlaku hukum sebab akibat.
Kaedah hukum itu bersifat memerintah, mengharuskan, atau preskriptif.

• Das sollen memerlukan Das sein


Kaedah hukum merupakan ketentuan atau pedoman tentang apa yang seyoyganya
atau seharusnya dilakukan. Sebagai pedoman kaedah hukum bersifat umum dan
pasif. Agar kedah hukum itu tidak berfungsi pasif, agar kaedah hukum itu aktif atau
hidup, diperlukan “rangsangan”. Rangsangan untuk mengaktifkan kaedah hukum
adalah peristiwa konkrit (das sein). Dengan terjadinya peristiwa konkrit tertentu
kaedah hukum baru dapat aktif, karena lalu dapat diterapkan pada pertistiwa konkrit
tersebut. Selama tidak terjadi peristiwa konkrit tertentu maka kaedah hukum itu

25
hanya merupakan pedoman pasif belaka. Peristiwa konkrit merupakan aktivator
yang diperlukan untuk dapat membuat aktif kaedah hukum.

• Das sein memerlukan Das sollen


Karena kaedah hukumlah peristiwa konkrit itu menjadi peristiwa hukum. Peristiwa
hukum adalah peristiwa yang relevan bagi hukum, peristiwa yang oleh hukum
dihubungkan dengan akibat hukum atau peristiwa yang oleh hukum dihubungkan
dengan timbulnya atau lenyapnya hak dan kewajiban. Suatu peristiwa konkrit tidak
mungkin dengan sendirinya menjadi peristiwa hukum. Suatu peristiwa hukum tidak
mungkin terjadi tanpa adanya kaedah hukum. Peristiwa hukum tidak dapat
dikonstatir tanpa menggunakan kaedah hukum. Peristiwa hukum itu diciptakan oleh
kaedah hukum. Sebaliknya kaedah hukum itu dalam proses terjadinya dipengaruhi
oleh peristiwa-peristiwa konkrit. Apakah suatu peristiwa itu peristiwa hukum itu
tergantung pada adanya kaedah hukum. Kaedah hukum itu mengkualifisir suatu
aspek dari suatu peristiwa menjadi peristiwa hukum. Apakah suatu aspek dari
kenyataan itu dapat berlaku sebagai peristiwa hukum tergantung pada kaedah
hukum yang bersangkutan, yaitu dapat diterapkan dalam situasi yang konkrit.
Contoh :
- Peristiwa tidur sebagai peristiwa fisik bukanlah merupakan peristiwa
hukum. Tetapi tidur merupakan peristiwa hukum apabila terjadi pada seseorang
penjaga malam pada saat ia seharusnya keliling mengadakan ronda dan terjadi
pencurian. Peristiwa tidur dalam hal ini dapat mengakibatkan dipecatnya
penjaga malam tersebut.
- Merokok merupakan peristiwa konkrit, tetapi kalau ada orang merokok
di dekat pompa bensin yang ada papan larangan merokok dan kemudian terjadi
kebakaran yang disebabkan oleh rokok orang tersebut, maka merokok menjad
peristiswa hukum yang dapat menyebabkan si perokok dihukum.

• Hubungan antara hukum dengan nilai.


Telah dikemukakan bahwa kaedah hukum merupakan pedoman tentang bagaimana
seyogyanya manusia bertingkah laku di dalam masyarakat : kaedah hukum
merupakan ketentuan tentang perilaku. Pada hakekatnya apa yang dinamakan
kaedah adalah nilai, karena berisi apa yang “seyogyanya” harus dilakukan, sehingga

26
harus dibedakan dari peraturan konkrit yang dapat dilihat dalam bentuk kalimat-
kalimat. Kaedah hukum dapat berubah sementara undang-undangnya (peraturan
konkritnya) tetap.

• Pengertian asas hukum


- Bellefroid
Asas hukum umum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan
yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih
umum. Asas hukum umum itu merupakan pengendapan hukum positif dalam
suatu masyarakat.
- Van Eikema Hommes
Asas hukum itu tidak boleh dianggap sebagai norma-norma hukum yang
konkrit, akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-
petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum praktis perlu
berorientasi pada asas-asas hukum tersebut. Dengan kata lain asas hukum ialah
dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.
- The Liang Gie
Asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum tanpa
menyarankan cara-cara khusus mengenai pelaksanaannya, yang diterapkan pada
serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang tepat bagi perbuatan itu.
- P.Scholten
Asas hukum adalah kecenderungan-kecenderungan yang disyaratkan oleh
pandangan kesusilaan kita pada hukum, merupakan sifat-sifat umum dengan
segala keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi tidak boleh
tidak harus ada.
- Kesimpulan
Asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan
pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan
yang konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang
terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang
merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat
umum dalam peraturan konkrit tersebut. Fungsi ilmu hukum adalah mencari asas
hukum ini dalam hukum positif.

27
• Asas hukum mempunyai 2 fungsi :
1. Fungsi dalam hukum
Asas dalam hukum mendasarkan eksistensinya pada rumusan oleh pembentuk
undang-undang dan hakim (ini merupakan fungsi yang bersifat mengesahkan)
serta mempunyai pengaruh yang normatif dan mengikat para pihak.
2. Fungsi dalam ilmu hukum
Asas dalam ilmu hukum hanya bersifat mengatur dan eksplikatif (menjelaskan).
Tujuannya adalah memberi ikhtisar, tidak normatif sifatnya dan tidak termasuk
hukum positif.

• Sifat instrumental asas hukum ialah bahwa asas hukum mengakui adanya
kemungkinan-kemungkinan, yang berarti memungkinkan adanya penyimpangan-
penyimpangan, sehingga membuat sistem hukum itu luwes.

• Asas hukum dibagi juga menjadi 2 :


1. Asas hukum umum
Asas hukum umum ialah asas hukum yang berhubungan dengan seluruh bidang
hukum, seperti asas restitutio in integrum, asas lex posteriori derogate legi
priori, asas bahwa apa yang lahirnya tampak benar, untuk sementara harus
dianggap demikian sampai diputus (lain) oleh pengadilan.
2. Asas hukum khusus
Asas hukum khusus berfungsi dalam bidang yang lebih sempit seperti dalam
bidang hukum perdata, hukum pidana dan sebagainya, yang sering merupakan
penjabaran dari asas hukum umum, seperti asas pancta sunt servanda, asas
konsensualisme, asas yang tercantum dalam pasal 1977 BW, asas praduga tak
bersalah.

• P.Scholten menyatakan bahwa ada 5 asas hukum umum, 4 asas pertama ada di
setiap sistem hukum, yaitu :
1. Asas kepribadian
Dalam asas kepribadian manusia menginginkan adanya kebebasan individu.
Asas kepribadian itu menunjuk pada pengakuan kepribadian manusia, bahwa
manusia adalah subyek hukum, penyandang hak dan kewajiban.

28
2. Asas persekutuan
Dalam asas persekutuan yang dikehendaki adalah persatuan, kesatuan dan cinta
kasih, keutuhan masyarakat.
3. Asas kesamaan
Asas kesamaan menghendaki adanya keadilan dalam arti setiap orang harus
diperlakukan sama. Yang adil ialah apabila setiap orang memperoleh hak yang
sama. Perkara yang sama (sejenis) harus diputus sama (serupa) pula : similia
similibus. Keadilan merupakan realisasi asas kesamaan ini.
4. Asas kewibawaan
Sedangkan asas kewibawaan memperkirakan adanya ketidaksamaan.
5. Asas pemisahan antara baik dan buruk

Tambahan :

• Sanksi
- Lazimnya yang dianggap merupakan beda yang menonjol antara kaedah
hukum dengan kaedah sosial lainnya ialah sanksinya. Sanksi terhadap
pelanggaran kaedah hukum dapat dipaksaan, dapat dilaksanakan di luar
kemauan yang bersangkutan, bersifat memaksa. Kalau dikatakan bahwa sanksi
pada kaedah hukum itu bersifat memaksa atau menekan ini tidak berarti bahwa
sanksi terhadap pelanggaran kaedah sosial lainnya sama sekali tidak bersifat
memaksa atau menekan. Dalam lingkungan tertentu dalam kehidupan bersama
sanksi pelanggaran kaedah sopan santun, walaupun dikatakan hanya berupa
peringatan atau teguran saja, akan dirasakan sebagai tekanan atau paksaan juga.
Orang akan merasa tidak tenang kalau melanggarnya.
- Sanksi itu baru dikenakan apabila terjadi pelanggaran kaedah hukum.
Kalau tidak terjadi pelanggaran kaedah hukum maka sanksi tidak diterapkan.
Jadi sanksi hanyalah merupakan akibat dan tidak merupakan ciri hakiki hukum.
- Tidak setiap kaedah hukum disertai dengan sanksi. Kaedah hukum ini
disebut lex imperfecta.
Contoh :
Ketentuan yang tercantum dalam pasal 298, yaitu bahwa seorang
anak berapapun umurnya wajib menghormati dan menyegani orang
tuanya. Ketentuan ini tidak ada sanksinya.

29
- Tidak semua pelanggaran kaedah dapat dipaksakan sanksinya. Beberapa
kewajiban tidak dapat dituntut pemenuhannya menurut hukum secara paksa. Ini
terjadi misalnya dengan kewajiban yang berhubungan dengan apa yang
dinamakan perikatan alamiah (obligation naturalis, natuurlijke verbintenis).
o Perikatan pada umumnya :
hubungan hukum dalam hukum harta kekayaan yang menimbulkan hak bagi
pihak yang satu atas suatu prestasi dari pihak yang lain sedang, pihak yang
lain wajib melakukan prestasi untuk pihak lainnya.
o Perikatan perdata :
Perikatan yang mempunyai akibat hukum, yang apabila tidak dipenuhi dapat
diajukan ke pengadilan.
o Perikatan alamiah :
Perikatan yang tidak mempunyai akibat hukum. Perikatan yang boleh
dikatakan tidak sempurna, yang tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya
menurut hukum.
Contoh :
Kewajiban yang timbul dari perjanjian mengenai permainan dan pertaruhan,
yang lebih dikenal dengan perjudian. Tidaklah mungkin untuk menagih hutang
yang timbul dari permainan dan pertaruhan. Siapa yang secara sukarela melunasi
hutang semacam itu tidak dapat menuntut kembali apa yang telah dibayarkan
itu. Membayar hutang yang timbul dalam permainan dan pertaruhan itu
dianggap sebagai memenuhi perikatan alamiah.

Kuliah 5
a. Menjelaskan pengertian dan tujuan kaedah-kaedah kepercayaan, kesusilaan,
sopan santun, dan hukum
b. Menjelaskan perbedaan dan hubungan antara kaedah hukum dengan kaedah-
kaedah lainnya

• Tabel kaedah-kaedah
Kaedah Kaedah Kaedah Sopan Kaedah
kepercayaan Kesusilaan Santun Hukum
Umat manusia, Pembuatnya yang konkrit,
Tujuan penyempurnaan manusia, ketertiban masyarakat,

30
jangan sampai manusia jahat. jangan sampai ada korban
Isi Ditujukan kepada sikap batin Ditujukan kepada sikap lahir
Asal Usul Dari Tuhan Dari diri Kekuasaan luar yang memaksa
sendiri
Dari Dari
masyarakat masyarakat
Sanksi Dari Tuhan Dari diri secara tidak secara resmi
sendiri resmi
Membebani
kewajiban dan
memberi hak
Daya Kerja Membebani kewajiban (bersifat
normatif dan
atributif)

• Kaedah kepercayaan atau keagamaan


Ditujukan kepada kehidupan beriman. Kaedah ini ditujukan terhadap kewajiban
manusia kepada Tuhan dan dirinya sendiri. Sumber atau asal kaedah ini adalah
ajaran-ajaran kepercayaan atau agama yang oleh pengikut-pengikutnya dianggap
sebagai perintah Tuhan. Tuhanlah yang mengancam pelanggaran-pelanggaran
kaedah kepercayaan atau agama itu dengan sanksi.

• Kaedah kesusilaan
Berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan
pribadi manusia. Sebagai pendukung kaedah kesusilaan adalah hati nurani individu
dan bukan manusia sebagai makhluk sosial atau sebagai anggota masyarakat yang
terorganisir. Kaedah ini dapat melengkapi ketidakseimbangan hidup pribadi
mencegah kegelisahan diri sendiri.

• Kaedah sopan santun


Kaedah sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatutan, atau kepantasan yang
berlaku dalam masyarakat.

31
• Sebagai perlindungan kepentingan manusia, kaedah kepercayaan atau
keagamaan, kaedah kesusilaan, dan kaedah sopan santun atau adat dirasakan belum
cukup memuaskan, sebab :
a. Masih banyak kepentingan-kepentingan manusia
lainnya yang memerlukan perlindungan, tetapi belum mendapat perindungan
dari ketiga kaedah sosial tersebut.
b. Kepentingan-kepentingan manusia yang telah
mendapat perlindungan dari ketiga kaedah sosial tersebut belum cukup
terlindungi, karena dalam hal terjadi pelanggaran kaedah-kaedah tersebut reaksi
atau sanksinya dirasakan belum cukup memuaskan :
- Kaedah kepercayaan atau keagamaan tidaklah memberi sanksi yang
dapat dirasakan secara langsung di dunia ini.
- Kalau kaedah susila dilanggar hanyalah akan menimbulkan rasa malu,
rasa takut, rasa bersalah atau penyesalan saja pada si pelaku. Kalau ada
seorang pembunuh tidak ditangkap dan diadili, tetapi masih berkeliaran,
masyarakat akan merasa tidak aman, meskipun si pembunuh itu dicekam
oleh rasa penyesalan yang sangat mendalam dan dirasakan sebagai suatu
penderitaan sebagai akibat pelanggaran yang dibuatnya.
- Kalau kaedah sopan santun dilanggar atau diabaikan hanyalah
menimbulkan celaan, umpatan, atau cemoohan saja. Sanksi inipun
dirasakan masih kurang cukup memuaskan, karena dikhawatirkan pelaku
pelanggaran akan mengulangi perbuatannya lagi karena sanksinya
dirasakan terlalu ringan.

• Kaedah hukum
Melindungi lebih lanjut kepentingan-kepentingan manusia yang sudah mendapat
perlindungan dari ketiga kaedah lainnya dan melindungi kepentingan-kepentingan
manusia yang belum mendapat perlindungan dari ketiga kaedah tadi.

• Terdapat 2 macam aspek hidup yaitu :


- Hidup pribadi
- Hidup antar pribadi (“transpersonal” atau “Interpersonal”)

32
• Pembedaan antara 2 macam tata kaedah :
- Yang termasuk golongan aspek hidup pribadi yang mencakup :
1. Kaedah-kaedah kepercayaan untuk mencapai kesucian hidup
pribadi atau kehidupan beriman (“devout life”)
2. Kaedah-kaedah kesusilaan (“sittlichkeit” atau moral / etika
dalam arti sempit) yang tertuju pada kebaikan hidup pribadi atau kebersihan
hati nurani dan akhlak (kehidupan dengan “geweten”)
- Yang termasuk golongan aspek hidup antar pribadi yang meliputi :
1. Kaedah-kaedah sopan santun (“sitte”) yang maksudnya adalah
untuk kesedapan hidup bersama (“pleasant living together)
2. Kaedah-kaedah hukum yang tertuju kepada kedamaian hidup
bersama (“peaceful living together”)

• Hubungan antara kaedah hukum dengan kaedah-kaedah lainnya :


1. Kaedah hukum – Kaedah kepercayaan atau keagamaan
Antara kaedah kepercayaan atau keagamaan dan hukum banyak titik temunya.
Pasal 29 UUD misalnya menjamin kebebasan beragama bagi setiap penduduk.
Pembunuhan, pencurian, perzinahan, tidak dibenarkan oleh kedua kaedah itu.

2. Kaedah hukum – Kaedah kesusilaan


- Batas yang tajam tidak dapat ditarik antara kaedah kesusilaan dan kaedah
hukum. Hukum positf kita memperhatikan pengertian-pengertian tentang
kesusilaan seperti iktikhad baik (ps.1338, 1363 BW), bersikap seperti kepala
somah yang baik (ps.1560 BW), kelayakan, dan kepatutan.
- Kesusilaan sering melarang beberapa perbuatan tertentu yang oleh
hukum sama sekali tidak dihiraukan, seperti misalnya berbohong, kumpul
kebo, atau hidup bersama tanpa nikah.
- Sebaliknya kadang-kadang hukum membolehkan apa yang dilarang oleh
kesusilaan. Contohnya :
a. Suto menggugat Noyo yang hutang uang kepadanya, tetapi tidak
melunasinya. Hakim dalam putusannya menolak gugatan Suto, karena
dianggap tidak terbukti. Menurut hukum karena gugatan Suto ditolak
oleh pengadilan, maka Noyo tidak perlu memenuhi kewajibannya

33
melunasi hutangnya kepada Suto. Apabila gugatan ditolak oleh
pengadilan, maka menurut hukum tergugat tidak ada kewajiban apa-apa
terhadap penggugat. Tetapi kesusilaan tidak membebaskan orang yang
hutang dari kewajibannya melunasi hutangnya.
b. Dadap mengadakan perjanjian dengan Waru, sehingga dari perjanjian
itu timbullah kewajiban pada Waru terhadap Dadap. Akan tetapi
perjanjian itu tidak memenuhi syarat-syarat formal yang telah ditentukan
oleh hukum. Kesusilaan mewajibkan Waru untuk memenuhi perjanjian,
menurut hukum tidak.
c. Memungut bunga tinggi itu tidak susila, menurut hukum
dimungkinkan, kecuali kalau menjadi mata pencaharian.
d. Lembaga kadaluwarsa sering bertentangan dengan kesusilaan. Bagi
hukum kadaluwarsa ini tujuannya adalah untuk menjamin kepastian.
- Hukum itu sebagian besar merupakan peraturan kesusilaan yang oleh
penguasa diberi sanksi hukum : perbuatan-perbuatan pidana yang diatur
dalam KUHP hamper seluruhnya merupakan perbuatan-perbuatan yang
berasal dari kaedah-kaedah kesusilaan atau kepercayaan
- Hukum menuntut legalitas, yang berarti bahwa yang dituntut adalah
pelaksanaan atau pentataan kaedah semata-mata, sedangkan kesusilaan
menuntut moralitas, yang berarti bahwa yang dituntut adalah perbuatan yang
didorong oleh rasa wajib.

3. Kaedah hukum – Kaedah sopan santun


Batas antara sopan santun dan hukum itu selalu berubah, bergeser, sebagai
contoh misalnya dapat disebutkan pertunangan yang dulu merupakan lembaga
hukum, sekarang hanya merupakan sopan santun atau adat kebiasaan saja. Ada
kalanya kaedah sopan santun dibrantas oleh kaedah hukum, tetapi ada kalanya
diakui. Kaedah sopan santun dapat menjadi kaedah hukum karena masyarakat
menganggapnya atau mengakuinya sebagai peraturan tentang perilaku manusia
yang seyogyanya dilakukan.

Kuliah 6
a. Menjelaskan isi dan sifat kaedah hukum
b. Menjelaskan perumusan kaedah hukum

34
c. Menjelaskan esensialia kaedah hukum

• Apabila ditinjau dari sudut isinya, maka dapatlah dikenal adanya tiga macam
kaedah hukum, yaitu :
1. Kaedah-kaedah hukum yang berisikan suruhan (“gebod”)
Contoh :
a. Bidang hukum tantra, misalnya pasal 22 ayat 1, 2,
dan 3 Undang-Undang Dasar 1945, yang isinya adalah sebagai berikut :
1) Dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang.
2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu
harus dicabut.
b. Bidang hukum perdata, misalnya
Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan,
yaitu bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
sebaik-baiknya.
Pasal 1 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 yang menentukan bahwa
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang berbahagia dan kekal
berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

2. Kaedah-kaedah hukum yang berisikan larangan (“verbod”)


Contoh :
Pasal 8 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 secara tegas berisikan larangan,
oleh karena di dalam pasal tersebut dinyatakan, bahwa perkawinan dilarang
antara dua orang yang :
a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus
ke bawah ataupun ke atas.
b. Berhubungan darah dalam garis keturunan
menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua
dan antara seorang dengan saudara neneknya.

35
c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri,
menantu dan ibu / bapak tiri.
d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak
susuan, saudara susuan dan bibi / paman susuan.
e. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai
bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari
satu.
f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau
peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

3. Kaedah-kaedah hukum yang berisikan kebolehan (“mogen”)


Contoh :
Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 menyatakan bahwa fihak-
fihak yang menikah dapat mengadakan perjanjian tertulis pada waktu atau
sebelum perkawinan dilangsungkan, asalkan tidak melanggar batas-batas
hukum, agama dan kesusilaan.

• Ditinjau dari sifatnya ada dua macam kaedah hukum, yaitu :


1. Kaedah-kaedah hukum yang bersifat imperatif
Apabila kaedah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat
atau memaksa. Apabila seseorang hendak melakukan perbuatan tertentu (x
misalnya), maka ia harus mentaati kaedah-kaedah hukum yang mengatur
perbuatan x pada perbuatan x.
Contoh :
Pasal 1334 ayat 2 BW (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) menyatakan
bahwa, seorang ahli waris tidak dapat menolak bagian dari harta waris yang
akan diterimanya sebelum pembagian harta waris berlangsung, maka
penolakan tersebut tidak dapat diakui sebagai perbuatan yang sah, walaupun
dengan izin pewaris.

2. Kaedah-kaedah hukum yang bersifat fakultatif


Apabila kaedah hukum itu tidak secara a priori mengikat. Kaedah hukum
fakultatif ini sifatnya melengkapi, subsidiair, atau dispositif. Kalu seseorang
hendak melakukan perbuatan tertentu (x) ia bebas untuk menggunakan atau

36
tidak menggunakan kaedah hukum yang mengatur perbuatan x itu. Akan
tetapi kalau ia menggunakannya ia terikat.

• Hubungan antara isi dan sifat kaedah hukum, yaitu :


1. Kaedah-kaedah hukum yang berisikan suruhan dan larangan adalah kaedah-
kaedah hukum yang bersifat imperatif
2. Kaedah-kaedah hukum yang berisikan kebolehan adalah kaedah-kaedah hukum
yang bersifat fakultatif.

• Bentuk-bentuk kaedah hukum, yaitu :


1. Kaedah hukum yang berbentuk tidak tertulis.
Kaedah hukum yang tidak tertulis itu tumbuh di dalam dan bersama masyarakat
secara spontan dan mudah menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat.
Karena tidak dituangkan dalam bentuk tulisan, maka seringkali tidak mudah
untuk diketahui.
2. Kaedah hukum yang berbentuk tertulis.
Kaedah hukum yang tertulis, yaitu yang dituangkan dalam bentuk tulisan pada
daun lontar, dalam bentuk Undang-Undang da sebagainya, mudah diketahui dan
lebih menjamin kepastian hukum. Konon kaedah hukum dalam bentuk tulisan
pertama yang dikenal manusia dalam sejarah adalah Undang-Undang Raja
Hamurabi dari Babilon yang hidup antara tahun 1955 sampai 1913 SM.

• Perumusan Kaedah Hukum


Dari ajaran Kelsen dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain, sebagai berikut :
a. Kaedah hukum yang dirumuskan oleh ilmu hukum (“rule of
law”) merupakan pandangan hipotesis atau bersyarat (“hypothetical judgement”;
“hypothetisch oordeel”), sebagaimana halnya dengan dalil alam.
b. Perbedaan terletak pada hakekatnya, yaitu :
1. Pada dalil alam, apabila terjadi sesuatu (sebagai sebab), maka
kejadian tersebut akan diikuti kejadian lain yang merupakan akibat (prinsip
sebab-akibat)

37
2. Pada kaedah hukum, apabila terjadi perikelakuan atau sikap
tindak orang tertentu, maka orang lain harus berperikelakuan atau bersikap
tindak menurut cara tertentu (prinsip imputansi).
c. Pada dalil alam, tidak ada campur tangan manusia di dalam
hubungan sebab-akibat, sedangkan pada kaedah hukum, hubungan normatif
diciptakan oleh manusia.
d. Hubungan sebab-akibat pada dalil alam merupakan mata rantai
tanpa batas, pada kaedah hukum, prinsip imputasi ada batasnya, Ilmu hukum
menjelaskan obyeknya (yaitu hukum) dalam bentuk preposisi-preposisi yang
merumuskan keharusan-keharusan (“ought prepositions”)

• Bertitik tolak pada pendapat Hans Kelsen. Perihal


perumusan kaedah hukum dapat diketahui akan adanya dua macam pandangan,
yaitu :
1. Pandangan hipotetis atau bersyarat
2. Pandangan kategoris
Kedua macam pandangan tersebut dapat diketemukan dalam perumusan pasal
undang-undang. Akan tetapi didalam pemikiran yuridisnya, Kelsen hanya mau
mengetahui adanya pendangan hipotetis sebagai hakekat kaedah hukum yang umum
(“general norm”); hanya kaedah-kaedah imdividuil yang mempunyai pandangan
kategoris.

• Esensialia Kaedah Hukum.


- Jikalau dikatakan bahwa sesuatu mempunyai sifat yang memaksa, maka
mungkin hal ini maksudnya adalah :
1. Tidak dapat dielakkan atau dilanggar.
Apakah kaedah-kaedah hukum memang tidak dapat dilanggar?
Kenyataannya adalah, bahwa kaedah-kaedah hukum imperatifpun mungkin
atau dapat dilanggar.
2. Melakukan paksaan
Apakah mungkin bahwa kaedah-kaedah sebagai pandangan (“oordeel”)
dapat melakukan paksaan? Ini jelas tidak mungkin. Orang yang dikuasai
oleh kaedah tersebut mungkin mempunyai rasa takut, akan tetapi bukanlah
pada kaedahnya.

38
- Arti lain dari sifat memaksa tidak dikenal lagi. Oleh karena itu, maka
mengapa dikatakan bahwa kaedah hukum bersifat memaksa? Tidak lain
maksudnya adalah, bahwa kaedah hukum tersebut dapat menyebabkan
terjadinya atau adanya paksaan.
- Kalau demikian halnya, maka timbul pertanyaan, siapakah yang
mengadakan paksaan? Paling sedikit kemungkinannya ada dua, yaitu :
1. Diri sendiri, hal ini kebanyakan tidak disadari oleh pribadi yang
bersangkutan. Bagaimanakah hal itu mungkin terjadi? Kita semuanya ingat
akan hasrat manusia untuk hidup pantas atau sayogya, mungkinkah hal itu
tercapai atau terpenuhi tanpa patokan atau pedoman? Kecuali daripada itu,
manusia merupakan makhluk yang mempunyai hasrat untuk hidup bersama
dengan manusia lainnya (“gregariousness”), sehingga ada semacam paksaan
diri (kalau perlu) dalam hidup bersama tersebut. Oleh karena pada umumnya
seseorang tidak begitu suka untuk menyelami diri sendiri (anggapannya
adalah, lebih baik kalau dapat memberikan pandangan mengenai hal-hal di
luar dirinya), maka juga lebih mudah untuk menyatakan bahwa kaedah-
kaedah hukum adalah memaksa.
2. Pihak lain yang oleh karena kaedah hukum diberi peranan
untuk melakukan paksaan, misalnya, polisi, jaksa, hakim, dan seterusnya.
- Sifat memaksa dari kaedah-kaedah hukum adalah tidak essensiil,
sebaliknya dapat ditegaskan disini, bahwa sifat membatasi atau mematoki dari
kaedah-kaedah hukum, adalah essensiil.

Kuliah 7
a. Menjelaskan penyimpangan kaedah hukum
b. Menjelaskan keberlakuan kaedah hukum

• Penyimpangan terhadap kaedah-kaedah hukum dapat berupa


pengecualian atau penyelewengan.

• Perikelakuan atau sikap tindak di luar batas-batas patokan atau pedoman


tersebut perlu dibedakan antara pengecualian (“uitzonderingsgevallen”) dengan
penyelewengan (“delicten”), yang penjelasannya adalah sebagai berikut :

39
A. Pengecualian atau dispensasi sebagai penyimpangan dari
patokan atau pedoman dengan dasar yang sah itu mengenal dua dasar yang
berbeda, yakni :
1. Pembenaran (“rechtvaardigingsgrond”), misalnya dalam hukum
pidana :
a. “Noodtoestand”, umpamanya, dua orang terapung
di laut dengan sebilah papan.
b. “Wettelijkvoorschrift”, umpamanya, sebagaimana
tercantum dalam pasal 50 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, “Tiada
boleh dihukum adalah ia yang melakukan perbuatan untuk menjalankan
peraturan Undang-Undang”. Contohnya dari kenyataan, adalah
pelaksana hukuman mati oleh seorang algojo.
2. Bebas kesalahan (“schuldopheffingsgrond”), yang contohnya
adalah berat lawan (“overmacht”) dalam hukum pidana. Dalam pasal 48
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana hal tersebut diatur, sebagai berikut
“Tiada boleh dihukum barangsiapa melakukan perbuatan karena terdorong
berat lawan”. Contohnya dari kenyataan adalah apabila seorang kasir
menyerahkan uang kas, oleh karena ditodong dengan senjata api.
Kedua dasar pengecualian tersebut di dalam ilmu hukum pidana dinamakan
“strafuitsluitingsgrond”, adalah :
1. Dalam “schuldopheffingsgrond” adalah
orang atau pribadi lain yang dapat dipersalahkan, yaitu dalam contoh di atas
adalah orang yang menodong.
2. Dalam “rechtvaardigingsgrond” tidak
ada orang atau pribadi yang dapat dipersalahkan. Didalam contoh di atas
adalah dua orang yang terapung dan algojo, siapakah yang harus
dipersalahkan.

B. Delict adalah penyimpangan dari patokan atau pedoman yang


tidak mempunyai dasar yang sah, yang dimaksudkan dengan delict tidaklah
sama dengan apa yang disebut peristiwa pidana (delict dalam arti sempit), akan
tetapi juga peritiwa perdata seperti perbuatan melanggar hukum (“onrechtmatige
daad”), sebagaimana antara lain disimpulkan dari pasal 1365 BW. Kecuali itu

40
juga peristiwa tata usaha Negara, seperti “excess de pouvoir”, jadi istilah delict
di sini dipergunakan dalam arti yang luas.
Dikehendaki adanya sanctum terhadap mereka yang telah melakukan delict.
Sanctum disini di pergunakan dalam arti luas pula dan bersifat negatif, artinya
suatu tindakan yang diambil terhadap pribadi yang melakukan delict. Sanctum
dalam arti sempit, ialah hukuman (dalam arti luas). Sanctum dalam arti luas ada
tiga macam, yaitu :
1. Sebagai pemulihan keadaan
Yang antara lain dapat dijumpai dalam bidang hukum perdata, misalnya : si
A meminjam uang si B, akan tetapi setelah ditagih tidak mau
mengembalikannya. Maka, terhadap si A dapat dipaksa (melalui hakim)
untuk mengembalikan hutangnya itu kepada si B, sehingga sebahagian dari
harta kekayaan semula dari si B kembali pulih keadaannya sebagai sedia
kala.
2. Sebagai pemenuhan keadaan
Yang contohnya juga diambil dari bidang hukum perdata, yaitu dimana X
berjual beli dengan Y. Setelah Y menyerahkan uangnya, ternyata X tidak
menyerahkan barang yang dibeli oleh Y tersebut. Dalam hal ini, maka X
dapat pula dipaksa untuk menyerahkan barang, sehingga dipenuhilah
keadaan si Y sebagai pemilik barang tersebut (Apabila si Y menuntut
kembali uangnya, maka terjadilah pemulihan keadaan), penagihan pajak
yang berlebihan.
3. Sebagai hukuman dalam arti luas
Yaitu tindakan yang tidak digolongkan kedalam salah satu macam sanctum
tersebut di atas, dan istilah hukuman tersebut juga perlu diperlukan dalam
arti luas, karena tidak hanya meliputi bidang hukum pidana, akan tetapi juga
mencakup hukum perdata dan hukum tata usaha, misalnya :
a. Dalam bidang hukum perdata conothnya adalah hal ganti rugi
tambahan (“aanvullende schadevergoeding”), yang seringkali
digandengkan dengan sanctum pemulihan keadaan atau pemenuhan
keadaan. Umpamanya didalam contoh di muka, si X yang sudah
menyerahkan uang kepada Y untuk pembelian barangnya yang tidak juga
mau diserahkan, maka Y dapat menuntut pemenuhan keadaan
(=penyerahan barang) yang ditambah dengan ganti rugi tambahan.

41
b. Dalam bidang hukum tata usaha Negara, yakni berupa pemecatan
dari jabatan atau skorsing terhadap seorang pegawai, pencabutan izin
usaha, pencabutan Surat Izin Mengemudi, dan seterusnya. Sanctum ini
disebut “administratieve maatregel”
c. Dalam bidang hukum pidana, seperti yang tidak asing lagi
disebut hukuman, tetapi didalam uraian ini lebih baik dinamakan
hukuman pidana (“punishment”). Hukuman didalam arti yang sempit ini
dimaksudkan sebagai siksaan (“leed”) yang dibedakan antara :
- Siksaan riil atau materiil, misalnya hukuman mati, hukuman
denda, penyitaan barang, dan seterusnya.
- Siksaan idiil atau moril, misalnya, pengumuman keputusan
hakim, pencabutan hak, wajib mengadakan selamatan dalam hukum
adat, dan lain sebagainya.

• Yang dimaksudkan dengan hal berlakunya kaedah hukum atau kelakuan kaedah
hukum adalah apa yang disebut “geltung” dalam bahasa Jerman, atau “gelding”
didalam bahasa Belanda.

• Didalam teori-teori hukum pada umumnya dibedakan antara tiga macam


kelakuan atau hal berlakunya kaedah hukum (meninjau pada sasaran kaedah
hukum), yaitu :
1. Kelakuan atau hal berlakunya secara yuridis, yang mengenai
hal ini dapat dijumpai anggapan-anggapan sebagai berikut :
a. Hans Kelsen yang menyatakan bahwa kaedah
hukum mempunyai kelakuan yuridis, apabila penentuannya berdasarkan
kaedah yang lebih tinggi tingkatnya, ini berhubungan dengan teori
“Stufenbau” dari Kelsen. Dalam hal ini perlu diperhatikan, apa yang
dimaksudkan dengan efektivitas kaedah hukum yang dibedakannya dengan
hal berlakunya kaedah hukum, oleh karena efektivitas merupakan fakta.
b. W. Zevenbergen menyatakan bahwa suatu kaedah
hukum mempunyai kelakuan yuridis, jikalaku kaedah tersebut terbentuk
menurut cara yang telah ditetapkan. Misalnya, Undang-Undang di Indonesia
dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(Undang-Undang Dasar 1945, pasal 5 ayat 1)

42
c. Logemann menyatakan bahwa secara yurudis
kaedah hukum mengingat, apabila menunjukkan hubungan keharusan antara
suatu kondisi dan akibatnya.
d. Gustav Radbruch mengemukakan pendapat bahwa
“in searching for the ground of validity, the juridical doctrine of validity at
some point necessarily encounters the factuality of an authoritative will that
cannot be further derived anywhere. It will derive the validity of a legal rule
from other legal rules, that of a statute from the constitution. But the
constitution itself can and must be taken by such a purely juridical doctrine
of validity for a causa sui (=cause of itself). It may well explain the validity
of a legal rule in relation to other legal rules, but never the validity of the
highest legal rules, the fundamental laws, and hence never the validity of the
legal order as a whole.”

2. Kelakuan sosiologis atau hal berlakunya secara sosiologis, yang


intinya adalah efektivitas kaedah hukum didalam kehidupan bersama. Mengenai
hal ini dikenal dua teori :
a. Teori kekuasaan
b. Teori pengakuan

3. Kelakuan filisofis atau hal berlakunya secara filosofis. Artinya


adalah, bahwa kaedah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum
(“Rechtsidee”) sebagai nilai positif yang tertinggi (“Uberpositieven Wert”),
misalnya, Pancasila, Masyarakat Adil dan Makmur, dan seterusnya.

• Ajaran (dari Logemann) yang juga membedakan kelakuan (dalam arti lingkup
laku) kaedah hukum, yaitu ajaran yang disebut “gebiedsleer”. Inti teori atau ajaran
ini menyatakan, bahwa lingkup laku kaedah hukum adalah : “keadaan / bidang
dalam mana kaedah berlaku” dan dibedakan antara empat bidang (mengungkapkan
landasan daripada kaedah hukum), yaitu :
1. “Ruimtegebied” atau lingkup laku
wilayah yang mengenai ruang terjadinya peristiwa yang diberi batas-batas atau
dibatasi oleh kaedah hukum

43
2. “Personengebied” atau lingkup laku
pribadi yang menunjukkan siapa (=pribadi kodrati) atau apa (=peran, pribadi
hukum) yang oleh kaedah hukum dipatoki peranannya.
3. “Tijdsgebied” atau lingkup laku masa
yang berhubungan dengan jangka waktu bilamana suatu peristiwa tertentu (akan,
masih atau tidak lagi) diatur oleh kaedah hukum.
4. “Zaaksgebied” (G.J. Resink) atau
lingkup laku ihwal, ialah yang bersangkutan dengan hal apa saja yang menjadi
obyek kaedah hukum.

Kuliah 8
UTS

44

Anda mungkin juga menyukai