Anda di halaman 1dari 18

KOMPONEN UTAMA DALAM SISTEM PENDIDIKAN

(Oleh Dr. Sukirno, M.Pd.)

A. Pendahuluan
Mempersiapkan kemampuan-kemampuan antisipatif memasuki era desa buana
terus menjadi perhatian dalam gerakan investasi sumber daya manusia (SDM).
Konstelasi persaingan global dewasa ini telah mempercepat perubahan teknologi dan
menggeser demografi pasar kerja. Kondisi ini telah menciptakan tatanan ekonomi baru.
Kurangnya SDM yang adaptif, responsif, dan antisipatif bisa mengancam perekonomian
negara. Lembaga pendidikan dituntut untuk mendidik, melatih dan mempersiapkan
lulusan-lulusan yang adaptabel terhadap iklim serta tantangan yang semakin meningkat
pada abad ke-21.
Putra bangsa yang mampu menggunakan berbagai media, sumber informasi,
sistem, teknologi, dan keterampilan antarpribadi merupakan harapan pembangunan dan
kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Titik berat pembangunan saat ini dan
masa mendatang terus mengarah pada industrialisasi, menggeser dari pola-pola hidup
agraris ke kehidupan moderen yang sarat dengan pemakaian teknologi. Industri saat ini
cenderung menggunakan teknologi masa depan, berkembang pesat dan tidak menentu.
Dalam Pacific Conference on Manufacturing 1994, Seiuemon Inaba mengemukakan
bahwa sistem manufacturing masa depan memasuki langkah pemakaian intelligent
manufacturing system (IMS) dan berpusat pada micro machine technology. Pemakaian
micro technology dan computer integrated manufacturing (CIM) semakin mempercepat
penggunaan mesin-mesin perkakas berteknologi tinggi seperti mesin-mesin otomasi,
CNC, robot, dan mesin-mesin lainnya.
Kebutuhan lain yang semakin menuntut peningkatan kualitas pendidikan
khususnya pendidikan sekolah adalah prioritas pemerintah yang menggeser keunggulan
komparatif ke keunggulan kompetitif memasuki abad ke-21, menyongsong tahun 2003
untuk A.F.T.A. (Asean Free Trade Area) dan 2020 untuk A.P.E.C. (Asia Pasific
Economic Cooperation). Tuntutan ini semakin menguat dengan adanya target 1 % dari
seluruh tenaga kerja di Indonesia bekerja dalam industri yang bersifat High-Tech
(Habibie, 1995). Target ini juga dimaksudkan untuk mengantisipasi era pasar bebas di
atas (A.F.T.A. dan A.P.E.C.) yang akan segera datang. Orientasi ini merupakan tuntutan
sekaligus tantangan bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Sebagai gambaran posisi Indonesia dalam tatanan pasar desa buana khusus
sumbangan industri manufaktur terhadap Gross National Product (GNP) sampai tahun
1990 masih menempati urutan ke 40 dari 50 negara, di bawah Thailand dan Malaysia,
sesama negara A.F.T.A. Dari 50 negara itu ada empat negara ASEAN yaitu Singapura,
1
Malaysia, Thailand, dan Indonesia, secara berurutan menduduki peringkat 20, 34, 39,
dan 40 (Taraman, 1994, a). Dilihat dari kondisi ini, baik di A.F.T.A. maupun A.P.E.C.
Indonesia masih menduduki urutan bawah. Konsepsi A.F.T.A. dan A.P.E.C. adalah per-
saingan dalam kerja sama, saling mengisi, melengkapi untuk keuntungan bersama.
Keuntungan bersama atau keuntungan berimbang hanya mungkin diperoleh antar mitra
yang memiliki kekuatan berimbang. Dengan kata lain, mitra kerjasama yang lemah
akan berada pada posisi yang sulit dan bahkan menjadi korban mitra kerjasama yang
kuat (Wardiman, 1995).
Apakah konsekuensi logis fenomana di atas terhadap proses pendidikan kita?
Tuntutan pembangunan masa kini dan yang akan datang membutuhkan masyarakat
yang sadar mutu, menguasai IPTEK dan dengan kemampuan internalnya mampu
memecahkan masalah (Krisnahadi, 1994). Standar global harus dipakai, walaupun
produknya berupa sumber daya manusia (Tonny Soewandito, 1994). Dunia pendidikan
harus memperhatikan kualitas proses untuk memperoleh luaran yang berkualitas. Dalam
hal ini, proses dalam sistem pendidikan menjadi komponen inti untuk menghasilkan
lulusan yang bermutu tinggi, kreatif, mudah beradaptasi dan antisipatif terhadap
perkembangan tekonologi. Dengan kata lain, kontinuitas perubahan sangat diperlukan,
secara terus menerus melakukan modifikasi dan perbaikan terhadap komponen-
komponen utama dalam sistem pendidikan kita. Atas dasar pemikiran ini, kepedulian
terhadap komponen-komponen dalam paradigma sistem pendidikan penting untuk
ditelaah satu demi satu, seperti konsepsi kualitas pendidikan, faktor-faktor dominan
dalam sistem pendidikan, faktor guru, pengembangan profesional personal, sumber-
belajar, manajemen sekolah, manajemen pembelajaran, dan peran serta masyarakat atau
orang tua.
B. Paradigma Sistem Pendidikan
Kecenderungan perubahan IPTEK harus segera diantisipasi, proses pendidikan
harus terus berupaya untuk mempersiapkan lulusan-lulusan yang mampu menangani
perkembangan IPTEK itu. Inaba (1994) menekankan unsur dominan dalam aspek
teknologi itu adalah keterampilan intelektual SDM, karena akan terus berhubungan
dengan keterampilan-keterampilan yang sifatnya know-hows dan pengembangan yang
berpusat pada software. Jika SDM dipertahankan hanya untuk beradaptasi dalam arti
menunggu, sistem pendidikan kita tidak mempunyai daya antisipatif dan bangsa
Indonesia akan menjadi sasaran produk negara-negara lain. Kondisi ini perlu dicermati
oleh semua pihak (pelaksana sistem pendidikan dan masyarakat) dalam mengem-
bangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan anak bangsa. Komponen dalam
paradigma sistem pendidikan perlu dicermati satu demi satu. Peningkatan kualitas

2
pendidikan bukan hanya pada satu komponen saja, melainkan keseluruhan aspek yang
terkait langsung atau tidak langsung dalam paradigma sistem pendidikan itu.
Pendidikan jalur sekolah merupakan lembaga utama dalam sistem pendidikan
di Indonesia, kemudian disusul oleh pendidikan keluarga dan luar sekolah. Dalam
konteks investasi SDM, pendidikan jalur sekolah menjadi ujung tombak pembangunan
dan pendidikan anak bangsa. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri kualitas pendidikan
jalur sekolah merupakan tumpuan utama dalam mencerdaskan putra-putra bangsa, dan
hal itu tidak terlepas dari pandangan kita terhadap paradigma sistem pendidikan itu
sendiri, yang mempuanyai komponen input, proses, dan output.

1. Input
Input dalam sistem pendidikan mencakup tiga komponen yaitu raw input,
instrumental input, dan environmental input.
Input bahan dasar (raw input). Dalam hal ini adalah calon siswa yang berasal
dari masyarakat sebagai SDM. Masukan bahan dasar ini diklasifikasikan sesuai dengan
jenjang pendidikan atau sekolah, dimulai dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar
(SD dan SLTP), pendidikan menengah (Umum dan Kejuruan), dan pendidikan tinggi
(Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut, dan Universitas). Klasifikasi ini
merupakan hierarkis, pendidikan prasekolah menjadi landasan untuk memasuki
pendidikan dasar, begitu pula pendidikan dasar merupakan prasyarat untuk masuk ke
pendidikan menengah, dan akhirnya pendidikan menengah sebagai prasyarat untuk
masuk ke pendidikan tinggi. Secara internal komponen raw input ini mempunyai
keterkaitan vertikal, kualitas lulusan dari satu fase berpengaruh pada proses dan
pelaksanaan pendidikan pada fase berikutnya.
Instrumental input. Dalam sistem pendidikan instrumental input tidak dapat
diabaikan, bahkan menjadi faktor penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Per-
kembangan teknologi pendidikan dewasa ini menambah tingkat kepentingan
komponen-komponen instrumental input ini. Komponen-komponen itu mencakup
kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, manajemen, dan faktor-faktor
lain yang turut menunjang kelancaran pelaksanaan pendidikan. Dalam pelaksanaan
pendidikan, kurikulum merupakan komponen utama yang berkaitan langsung dengan
arah dan penentuan pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Kurikulum bukan
sebatas buku pedoman, atau GBPP, silabus mata pelajaran, tetapi menyangkut arah dan
filosophi pendidikan yang sedang dilaksanakan. Pemahaman personal sekolah terhadap
kurikulum turut berpengaruh terhadap kebehasilan pelaksanaan pendidikan. Sudah
banyak hasil-hasil penelitian yang menemukan bahwa pemahaman guru terhadap

3
kurikulum hanya sebatas materi pelajaran, distribusi mata pelajaran, atau GBPP.
Pemahaman seperti ini mengaburkan arti kurikulum dan membuat tujuan pendidikan
dan pembelajaran di kelas menjadi kabur, bahkan tidak pernah terjadi perubahan dalam
proses pendidikan di sekolah. Dalam ilmu kurikulum, berbicara tentang pendidikan
jalur sekolah berarti berbicara tentang kurikulum, dengan kata lain kurikulum
merupakan miniatur sistem pendidikan.
Tenaga kependidikan. Proses pendidikan tidak hanya dilaksanakan oleh guru,
tetapi mencakup semua personal kependidikan yang terlibat langsung dalam pelak-
sanaan pendidikan dalam jalur sekolah. Tenaga kependidikan dalam hal ini mencakup
kepala sekolah dan staf-stafnya, guru, tenaga bimbingan dan konseling, laboran, staf
administrasi, teknisi, dan office boy. Semua tenaga kependidikan ini tidak bisa berjalan
sendiri-sendiri, mereka saling mendukung satu dengan lainnya sesuai dengan fungsi dan
posisinya. Setiap posisi mereka mempunyai peran dan fungsi masing-masing terhadap
pencapaian tujuan sekolah atau tujuan kurikuler, dalam upaya mencapai tujuan
pendidikan nasional. Jika terjadi stagnasi pada salah satu posisi, baik langsung maupun
tidak langsung akan mengganggu kelancaran proses pada posisi yang lainnya. Dalam
hal ini, peran manajemen pendidikan bersama komponen-komponen pendidikan lainnya
merupakan mata rantai yang tidak dapat dipisahkan untuk mencapai tujuan pendidikan
kita.
Sarana dan prasarana. Dalam konstelasi desa buana dewasa ini, sarana dan
prasarana pendidikan bukan lagi sebatas faktor penunjang, tetapi telah menjadi faktor
yang amat penting untuk ditelaah dan dicermati secara seksama. Kemajuan teknologi
elektronika, komunikasi dan komputerisasi, merupakan faktor-faktor yang sangat
berpengaruh terhadap perkembangan sarana dan prasarana pendidikan dewasa ini.
Terlepas dari konsepsi sarana dan prasarana konvensional, seperti peralatana kantor,
bahan-bahan dasar praktikum, fasilitas belajar di kelas, dan yang lainnya, maka sarana
dan prasarana dalam komponen sumber belajar berkembang sangat pesat. Perkembang-
an ini sejalan dengan pemanfaat teknologi dalam dunia pendidikan, seperti penggunaan
radio dan televisi pendidikan (informasi superhighway), computer-mediated
communication (CMC), publikasi elektronik, multimedia, videoconferencing, atau
video-on-demand.
Perangkat-perangkat ini mampu mengubah pembelajaran dari ruang kelas ke
dalam konteks cyberspace, mengubah ruang kelas menjadi bentuk digital dan dapat
dimanipulasi dengan bantuan teknologi komputer (CMC). Pemanfaatan teknologi dalam
pendidikan seperti ini mampu mengubah pola penyajian materi dari pola lock-step
(langkah terkunci dalam pola-pola tradisional) menjadi lebih fleksibel (flexible

4
delivery), dan mengubah peran guru dari aktor utama dalam pembelajaran di kelas
menjadi fasilitator, mediator, dan motivator. Kondisi-kondisi ini lebih membuka mata
kita, bahwa setiap komponen tidak dapat diabaikan begitu saja. Organisasi dan
manajemen pendidikan memainkan peran penting dalam mengelola dan meng-
integrasikan berbagai komponen pendidikan, sumber belajar, sarana dan prasarana,
serta sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam upaya
mencapai tujuan pendidikan sekolah dan lebih lanjut mencapai tujuan pendidikan
nasional.
Enronmental input. Dalam konteks tatanan lingkungan, pendidikan sekolah
merupakan bagian dari lingkungan itu sendiri baik lingkungan alam maupun lingkungan
buatan manusia (manmade environmental). Di sisi lain, pendidikan sekolah juga
berupaya untuk mengintegrasikan sistem pembelajarannya dengan kondisi lingkungan,
yang secara umum dipilahkan menjadi dua bagian yaitu lingkungan alamiah dan buatan
manusia. Lingkungan alamiah yang menjadi kepedulian dalam konteks pendidikan
sekolah mencakup kondisi alam (geografi) dan kondisi-kondisi sosial budaya.
Kurangnya perhatian terhadap kondisi lingkungan ini akan memberikan dampak pada
sistem pendidikan sekolah menjadi terisolir atau terpisah dari kondisi masyarakatnya,
akibatnya sekolah menjadi mercu suar, tidak punya peran sosial dan pembangunan
dalam lingkungan di sekitarnya.
Begitu juga dengan lingkungan buatan manusia, pada umumnya hal ini meru-
pakan konsekuensi logis dari pembangunan. Di satu sisi pembangunan diperlukan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat, di sisi lain pembangunan menggeser pola-pola
kehidupan masyarakat. Seperti mengubah pola hidup agraris ke pola hidup industri.
Lingkungan buatan manusia ini juga mengubah ekosistem yang secara alamiah telah
tercipta. Dalam hal ini, diperlukan perencanaan secara hati-hati untuk tetap mengacu
pada pola-pola pembangunan yang berwawasan lingkungan dan mensejahterakan
masyarakat. Mengintegrasikan pemahaman terhadap kondisi lingkungan dan kebutuhan
hajad hidup manusia merupakan peran utama komponen muatan lokal yang menjadi
acaun dalam kurikulum pendidikan nasional. Kepedulian terhadap aspek lingkungan ini
tercermin dalam pemberian proporsi kurikulum muatan lokal dalam setiap kurikulum
pendidikan sekolah, mulai dari kurikulum pendidikan dasar sampai dengan pendidikan
tinggi. Dengan kata lain dalam sistem pendidikan nasional, tetap mempunyai satu acuan
nasional dan memberikan peluang adanya perbedaan sesuai dengan kondisi lingkungan
masing-masing daerah.

2. Proses.

5
Dalam kegiatan pendidikan jalur sekolah, proses adalah semua aktivitas
sekolah yang diarahkan untuk mengoptimalkan kegiatan pembelajaran. Proses dalam
hal ini juga dipandang sebagai kegiatan pendidikan secara mikro. Aktivitas dalam
proses pembelajaran merupakan interaksi edukasi yang mencakup komponen guru,
siswa, kurikulum, dan sumber-sumber belajar. Optimalisasi interaksi antarkomponen ini
merupakan upaya mengefektifkan kegiatan pembelajaran dalam upaya mencapai tujuan
pembelajaran, sekolah, dan pendidikan. Sasaran utama dalam proses pendidikan adalah
siswa, sehingga semua kegiatan diarahkan untuk siswa mengalami belajar, perubahan,
dan semua komponen itu saling berinteraksi.
Interaksi edukasi antara guru dan siswa dalam ruang kelas tercermin dalam
suasana kelas, dingin, hangat, monoton, atau bervariasi. Interaksi guru dengan kuri-
kulum dimulai dari kegiatan guru mengembangkan perencanaan mengajar, memilih
metode dan strategi pembelajaran, menentukan dan mengembangkan materi pem-
belajaran dalam satuan-satuan pembelajaran, serta mengembangkan rencana peni-
laiannya. Begitu juga interaksi antara guru dengan sumber belajar sudah dimulai sejak
kegiatan perencanaan kegiatan pembelajaran, seperti memilih dan menentukan sumber
belajar dan media pembelajaran yang digunakan untuk menyajikan materi, serta
pemanfaatan sarana dan prasarana yang tersedia.
Pada bagian lain interaski antara siswa dan kurikulum terjadi dalam bentuk
pengalaman belajar siswa berdasarkan alur atau urutan kegiatan belajar berdasarkan
acuan norma yang direncanaka dalam kurikulum. Alur kegiatan ini biasanya sesuai
dengan metode dan strategi yang dicanangkan dalam kurikulum dan digunakan oleh
guru untuk menyajikan materi. Pola lain adalah proses belajar siswa untuk menguasai
pengetahuan yang telah direncanakan (kurikulum) dalam upaya mencapai tujuan
pendidikan secara keseluruhan. Untuk mencapai tujuan dan optimalisasi interaksi ini,
diperlukan sumber-sumber belajar baik dalam bentuk media cetak, perangkat
laboratorium, maupun elektronik. Interaksi antara siswa dengan sumber belajar ini
dalam bentuk penggunaan sumber belajar itu untuk kegiatan belajar mengajar dan atau
dalam proses belajar siswa.
Optimalisasi interaksi edukasi dalam kegiatan pembelajaran merupakan upaya
peningkatan kualitas pembelajaran dalam pendidikan sekolah. Kualitas pembelajaran itu
sendiri ditandai oleh adanya arah yang disediakan untuk pelajar, partisipasi pelajar
dalam aktivitas belajar, penguatan-penguatan yang diberikan guru pada pelajar, dan
balikan dari pemeriksaan hasil belajar. Komponen-komponen ini merupakan
karakteristik terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran di kelas. Pada akhirnya,
interaksi ini akan memberikan luaran yang ditandai dengan tingkat dan tipe prestasi

6
belajar siswa, fluktuasi kegiatan pembelajaran, dan hasil-hasil dalam bentuk afektif.
Dalam hal ini, Sukirno (1997) merumuskan bahwa kegiatan pembelajaran di sekolah
merupakan upaya pengintegrasian keterampilan-keterampilan intelektual, manipulatif,
dan kematangan emosional yang dilaksanakan secara gradual. Atas dasar itu, dalam
proses pembelajaran juga termasuk unsur penilaian yaitu aktivitas yang dikerjakan
untuk mengetahui tingkat dan tipe prestasi belajar siswa dan tingkat keterpaduan ketiga
komponen kemampuan siswa tadi — keterampilan intelektual, manipulatif, dan
kematangan emosional.
Dalam berbagai konsep pendidikan, standardisasi kualitas pembelajaran selalu
dikaitkan dengan ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan (tujuan mata pelajaran,
kurikulum, sampai tujuan pendidikan). Kedekatan hasil belajar terhadap tujuan yang
telah dirumuskan dan pencapaian harapan tentang hasil merupakan indikasi tingkat
kualitas proses dalam kegiatan pendidikan sekolah. Berdasarkan hasil-hasil peme-
riksaan terhadap pencapaian tujuan ini, personal/praktisi pendidikan melakukan
pemeriksaan ulang terhadap keseluruhan komponen sistem, mulai dari karakteristik
calon siswa, instrumental dan environmental input, serta prosesnya. Dalam hal ini,
evaluasi dalam sekala luas dan sempit memainkan peran penting dalam kegiatan
pendidikan sekolah. Dengan kata lain, melakukan pembaharuan dan/atau inovasi dalam
sistem pendidikan sekolah akan aneh tanpa dilandasi oleh hasil-hasil evaluasi dari
sistem yang sudah dijalankan.

C. Definisi Kualitas Pendidikan


Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan sekolah, mulai dari
faktor raw, instrumental, dan environmental input, dan proses pendidikan itu sendiri.
Dunkin & Biddle (1974: 38) menilik komponen dalam sistem pendidikan itu dari empat
variabel, yaitu (1) variabel awal (presage variable), (2) variabel konteks sekolah dan
siswa, (3) variabel proses pembelajaran, dan (4) variabel hasil belajar. Tinjauan
tradisional kualitas pendidikan sekolah ditandai dari tingi rendahnya nilai akhir belajar
(NEM) untuk pendidikan dasar (SD dan SMP). Berbeda halnya dengan pendidikan
menengah (SMU dan SMK), banyak pihak sekolah/guru mengidentifikasi kualitas
pembelajaran mereka dari jumlah lulusan yang masuk ke perguruan tinggi negeri
favorit. Pertanyaan berikutnya, pada jenjang pendidikan tinggi bagaiamana? di
lingkugan pendidikan tinggi dewasa ini berupaya menarik standar kualitas ini dari dunia
usaha atau industri, yang dikenal dengan total quality management (TQM). Sekelompok
pakar menerjemahkan TQM ini dengan manajemen mutu terpadu (MMT), walaupun
kedengarannya kurang tepat menerjemahkan kata total dengan terpadu. Sinyal-sinyal ini

7
mencerminkan rancunya pemahaman terhadap kualitas pendidikan, belum jelas standar
yang digunakan.
Jika kualitas pendidikan ditilik dari produk (NEM), maka asumsinya dengan
menilik produk ini akan dapat diperkirakan tentang kualitas pembelajarannya. Akan
tetapi NEM bukan satu-satu standar kemampuan hasil belajar. Dalam sistem pendidikan
kita saat ini NEM itu dimunculkan dalam bentuk angka-angka dan mencerminkan
pengukuran hanya pada aspek prestasi akademis semata. Lebih jauh hasil belajar yang
diharapkan bukan hanya pada prestasi akademik semata, melainkan lebih menekankan
integritas potensi peserta didik. Prestasi akademik, memberikan kesan pengukuran
hanya pada kecerdasan intelektual, melepaskan unsur-unsur afektif seperti kecerdasan
emosional, ketajaman perasaan dan keindahan, serta aspek-aspek keterampilan
manipulatif lainnya.
Kelemahan lain dalam mengukur kualitas pendidkan sekolah dari nilai NEM
adalah, makna angka pada satu wilayah/sekolah tidak sama dengan wilayah/sekolah
lain. Makna angka delapan di SMUN 1 Palembang tidak sama dengan makna angka
delapan di SMUN 1 Bandung. Kondisi ini, telah banyak dikeluhkan oleh para guru
dan/atau pelaksana pendidikan di beberapa daerah, khususnya dalam mengadaptasikan
metode/strategi pembelajaran terhadap siswa-siswa pindahan. Di sisi lain, orang tua
juga merasa khawatir memindahkan anak-anaknya jika dari kota-kota pelajar, seperti
Yogyakarta dan Bandung ke daerah di luar Jawa. Di tilik dari fenomena ini NEM
kurang tepat untuk dijadikan sebagai standar kualitas pendidikan.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian pendidikan baik di dalam negeri maupun di
luar negeri, faktor yang paling dekat dan memberikan sumbangan paling besar terhadap
hasil belajar adalah proses pembelajaran. Kiranya, kualitas pendidikan sekolah akan
lebih tepat jika ditilik dari kualitas pembelajaran di sekolah, yang berarti lebih
menekankan pada kualitas proses. Dengan demikian, kualitas pendidikan sekolah akan
berkaitan dengan bebarapa faktor utama yang tercakup dalam sistem pendidikan, seperti
faktor kurikulum, guru, karakteristik calon siswa, dan sumber belajar. Komponen-
komponen ini tidak dapat berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan dan
mendukung.

D. Faktor-faktor Dominan
Dalam proses pendidikan sekolah, pada dasarnya mencakup dua komponen
utama yaitu guru dan siswa. Semua kegiatan dan penambahan komponen-komponen
lainnya dalam sistem pendidikan sekolah tetap ditujukan untuk mengoptimalkan
interaksi edukasi kedua faktor ini. Perkembangan selanjutnya, komponen dalam proses

8
pendidikan dikembangkan lagi dengan masuknya unsur kurikulum dan sumber belajar,
sehingga proses pendidikan dapat dilaksanakan secara sistematis, terarah atau
menggunakan acuan tertentu, serta lebih mudah menyampaikan materi yang menjadi isi
pembelajaran. Dengan demikian, faktor-faktor dominan itu mencakup unsur kurikulum,
guru, siswa, dan sumber-sumber belajar.
Faktor kurikulum. Idealnya kuirkulum merupakan acuan norma dalam
pelaksanaan pendidikan, menjadi petunjuk dan penentuan arah kegiatan pembelajaran
yang dilaksanakan oleh guru dan siswa dalam konteks sekolah. Kurikulum juga
merupakan wahana untuk mempertemukan kebutuhan siswa dengan rencana serta
kegiatan guru dalam memberikan pengalaman belajar pada siswa-siswa mereka. Hasil
penelitian Hasan (1984) menggambarkan bahwa kurikulum (dalam arti desain) belum
mencerminkan sebagai norma acuan yang dapat segera dipahami oleh praktisi
pendidikan untuk digunakan sebagai landasan dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran di sekolah atau kelas. Begitu juga hasil penelitian Tita Lestari (1997)
menunjukkan bahwa desain kurikulum 1994 membingungkan para praktisi pendidikan,
dalam hal ini guru-guru di lapangan. Penelitian Sukirno (1997) mengungkap persoalan
lain tentang kurikulum yaitu berkaitan dengan penyebaran kurikulum dan buku pet-
unjuk kepada para pelaksana di lapangan. Dengan kata lain, sosialisasi kurikulum masih
belum merata untuk setiap personal sekolah khususnya guru-guru sebagai pelaksana
kegiatan pembelajaran di kelas.
Faktor guru. Dalam proses pembelajaran di kelas guru bersama dengan faktor
siswa merupakan komponen utama. Guru sebagai aktor utama dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah merupakan pisau bermata ganda, pertama sebagai penyebab
keberhasilan, kedua sebagai penyebab kegagalan. Kemampuan guru menerapkan
kurikulum dalam kegiatan mengajar belajar di kelas merupakan ciri profesionalitas
guru, membuat rencana pembelajaran menurut aturan teknis yang diajukan, melaksana-
kan kegiatan mengajar belajar di kelas, dan melaksanakan penilaian hasil belajar siswa
(Sukirno, 1995). Dalam hal ini, visi guru merupakan unsur penting untuk memperbaiki
kualitas pendidikan. Visi guru dalam tulisan ini dimaksudkan sebagai tekad guru
terhadap kemajuan lembaga pendidikan sekolah tempat mereka bertugas, guru
mengemban misi luhur dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Tinggi rendahnya visi
guru terhadap kemajuan, dan peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah turut
menentukan tinggi rendahnya kualitas pendidikan sekolah. Visi guru juga menentukan
kesiapannya menerima perubahan, dan mengadopsi inovasi baik dari dunia pendidikan
maupun yang datang dari luar dunia pedidikan.
Faktor siswa. Siswa menjadi faktor utama dalam sistem pendidikan sekolah

9
karena fungsinya sebagai subjek didik, tidak ada kegiatan pendidikan tanpa ada
siswanya. Semua komponen sistem pendidikan diarahkan untuk kepentingan siswa.
Pengembangan dan perubahan kurikulum, pengembangan profesionalitas guru,
penyediaan sumber belajar serta sarana dan prasarana lainnya dilakukan untuk mem-
pertemukan kebutuhan siswa dengan tujuan pendidikan. Unsur dominan dalam faktor
siswa adalah potensinya yang mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sukrino (1997) mengidentifikasi komponen-komponen ini sebagai kecerdasan
intelektual, emosional, dan keterampilan manipulatif. Proses pembelajaran merupakan
upaya untuk mengintegrasikan ketiga komponen yang menjadi potensi dasar subjek
didik dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Dengan kata lain, kemampuan subjek
didik tidak hanya pada kecerdasan intelektual semata, tetapi juga kecerdasan emosional
dan keterampilan manipulatif. Oleh karena itu, penilaian hasil belajar seyogianya
mencakup ketiga komponen potensi siswa ini.
Faktor sumber belajar. Perkembangan teknologi dewasa ini telah mampu
mengubah ruang kelas menjadi konteks cyberspace, sehingga mampu mentransfer iklim
pembelajaran di kelas ke dalam pulsa-pulsa digital dan disajikan dalam media
elektronik masuk ke kamar-kamar setiap rumah. Perkembangan ini juga menggeser
fungsi dan peran guru, dalam kegiatan pembelajaran. Guru tidak lagi menjadi satu-
satunya sumber kebenaran. Fungsi guru sudah bergeser dari aktor penentu menjadi
fasilitator, mediator, dan motivator terhadap aktivitas belajar siswa. Dengan kata lain,
perkembangan teknologi pendidikan mendesak agar guru-guru mengubah pola pikir dan
sikap mereka terhadap setiap perkembangan atau dinamika tuntutan masyarakat. Guru
dituntut untuk lebih terbuka, demokratis, dan fleksibel dalam berbagai kegiatan
pembelajaran atau iteraksi edukatif.

E. Karakteristik Kerja Guru


Karateristik kerja guru dalam konteks sekolah merupakan proses pribadi dan
dunia subjektif guru. Proses pribadi. Dalam proses pendidikan sekolah, aktivitas utama
adalah kegiatan mengajar belajar dan hal ini tidak dapat dilepaskan dari aspek-aspek
pribadi guru dan lingkungan sosial. Oleh karena itu, pembahasan tentang karakteristik
kerja guru tidak terlepas dari persoalan pribadi guru dan lingkungan sosialnya. Dalam
proses pribadi, kajian utamanya adalah perubahan individu terhadap suatu inovasi.
Perilaku individu guru dalam mengimplementasikan inovasi itu dalam kegiatan
pembelajaran mereka. Dalam hal ini, kepedulian guru terhadap inovasi dan kadar
penerapan inovasi itu dalam kegiatan pengajaran di kelas merupakan faktor yang
berpengaruh pada unjuk kerja guru dalam melaksanakan tugasnya.

10
Karakteristik kerja sebagai proses pribadi, mencakup perubahan-perubahan yang
terjadi dalam diri individu, dan perubahan itu ada yang bersifat alami dan ada yang
bersifat dramatis. Perubahan itu terjadi karena aspek pertumbuhan, kedewasaan, dan
belajar atau adanya penggabungan ide-ide baru dan pengalaman kerja individu. Pada
bagian lain, perubahan yang terjadi secara dramatis merupakan perubahan hasil
pengetahuan baru. Penambahan pengetahuan tidak terbatas pada subjek disiplin saja,
pengetahuan baru dari berbagai bidang juga turut berpengaruh pada berbagai aspek
perubahan dalam pelaksanaan di sekolah. Tipe perubahan ini lebih cepat daripada yang
pertama tadi. Kedua tipe perubahan ini merupakan proses pribadi, pengalaman yang
dijalani seorang guru dalam kurun waktu tertentu.
Dunia subjektif guru. Seorang guru dalam melaksanakan tugasnya (mengajar
belajar di kelas) konsisten dengan keyakinan dan kenyataan-kenyataan yang mereka
alami. Petunjuk tentang keyakinan ini diperlihatkan pada strategi dan aktivitas mengajar
mereka. Efektivitas penggunaan materi bergantung kepada kepandaian mereka
mengemukakan buah pikiran dalam keyakinan dan pendekatan-pendekatan mereka. Hal
ini akan saling berhubungan dan terjadi secara perlahan. Implementasi perubahan tidak
menjamin perubahan dalam pelaksanaannya. Yang menjamin pelaksanaan itu adalah
kenyataan yang terjadi, keputusan guru-guru di dalam kelas didasari oleh ide-ide
mereka tentang bagaimana anak belajar, pelajar-pelajar pada usia yang berbeda
khususnya murid-murid mereka, bahan ajar itu sendiri dan tentang konteks.
Dunia subjektif guru-guru tidak mudah menerima suatu perubahan, guru dalam
kehidupan sehari-hari tidak banyak berinteraksi satu dengan lainnya. Kondisi ini
merupakan akibat dari struktur dan organisasi sekolah, sebab sebagian besar hari-hari
guru tertutup dalam kelas dengan murid-muridnya. Peristiwa seperti ini mengakibatkan
guru-guru terisolasi dari teman-teman sekoleganya dan dari masyarakat umum. Dampak
psikologi dari peristiwa ini adalah secara pribadi mereka merasa dikucilkan, mereka
harus menyelesaikan permasalahan dan belajar sendiri untuk menangani situasi kelas.
Jika perubahan disampaikan ke dalam suatu program, maka implementasinya juga
dipandang sebagai suatu aktivitas individu.
Kesendirian merupakan efek psikologis yang kedua dari kondisi terisolasinya
guru tadi. Kurangnya kontak dengan teman sekolega, guru-guru mulai meragukan
kemampuannya sendiri untuk mempengaruhi belajar siswa. Mereka menjelaskan bahwa
kerja harian tidak memerlukan waktu untuk mendiskusikan tingkat kepeduliannya pada
teman-temannya yang lain. Mereka merasakan sendiri dan berharap agar murid-
muridnya sudah mampu apabila murid-muridnya itu pindah ke tingkat berikutnya.
Aspek-aspek noninstruksional dalam kehidupan harian guru bisa menambah kesulitan

11
mereka, seperti mengidentifikasi kehadiran murid, mengelola uang sekolah, dan lain-
lainnya.
Pada sisi lain perubahan harus terjadi, mengadopsi ide-ide atau program-program
baru ke dalam kegiatan nyata kerja guru. Kenyataan perubahan lain adalah guru-guru
sudah membutuhkan penjelasan yang nyata dari suatu inovasi itu, apa yang harus
mereka lakukan dalam kerja mereka sehari-hari. Perubahan-perubahan yang mengarah
pada peningkatan kualitas pendidikan, dan berpusat pada kegiatan mengajar atau
aktivitas kerja guru dalam lingkup kelas. Perbaikan metode dan materi pengajaran
selalu dituntut untuk meningkatkan kualitas pembelajaran mereka. Guru-guru mungkin
akan bertahan dengan keyakinannya bahwa anak-anak akan belajar lebih baik, bila
disediakan pengajaran langsung pada pendekatan baru. Akan tetapi mereka akan
mengalami kesulitan mempelajari teknik-teknik baru tanpa menerima penjelasan lebih
lanjut.
Peningkatan kualitas pembelajaran yang menjadi sentrum kerja guru selalu
berkaitan dengan dimensi-dimensi sumber, metodologi, dan keyakinan-keyakinan guru
dalam mengajar. Sumber-sumber sering menjadi fokus selama kegiatan pembelajaran di
kelas, sebab buku-buku baru atau materi mengajar merupakan benda nyata dan mudah
diidentifikasi. Begitu juga dengan metodologi mengajar dapat dilakukan melalui
pengembangan profesional. Sedangkan, keyakinan atau orientasi merupakan komponen
yang sulit diubah dalam karakteristik kerja guru di lingkungan pendidikan sekolah.
Sebab keyakinan itu tidak jelas dan selalu tidak dipedulikan dalam tugas-tugas guru.
Akhirnya, banyak faktor personal yang mempengaruhi karakeristik kerja guru
dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan sekolah, khususnya dalam kegiatan
pembelajaran di kelas. Guru adalah pelaksana terakhir dari program kegiatan
pendidikan sekolah, dunia subjektif guru harus diperhatikan. Bagaimanapun dunia ini
tercakup dalam situasi yang lebih luas yang mencakup keseluruhan kenyataan suatu
sekolah. Faktor-faktor yang membuat peningkatan kualitas pendidikan sekolah menjadi
sulit karena kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan pelaksanaan, serta
kekuatan organisasi dan lembaga. Peningkatan kualitas berarti melakukan suatu
perubahan, dan yang melaksanakan perubahan itu adalah manusia, maka perubahan
pada manusia itu sendiri merupakan fenomena penting untuk dikaji. Dengan kata lain,
perubahan-perubahan dalam diri guru itu sendiri merupakan unsur penting dalam
karakeristik kerja guru. Oleh karena itu, memperbaiki kapasitas guru merupakan pilihan
kebijakan untuk membangun sistem yang layak.

F. Peningkatan Profesionalitas Guru

12
Karaktersitik akademik tenaga pengajar menjadi salah satu variabel yang
mempengaruhi keberhasilan mengajar belajar di kelas. Bidle dan Dunkin (1974)
memunculkan presage variabel yang memayungi variabel-variabel karakteristik staf
pengajar. Presage variabel itu mencakup tiga substansi yaitu pengalaman formatif,
pengalaman latihan dan kepemilikan staf pengajar. Karakteristik akademik guru berada
di dalam substansi pengalaman latihan guru, seperti pernah duduk di universitas,
mengikuti program latihan, dan pengalaman praktik mengajar. Integrasi pengalaman
formatif dan karakteristik akademik guru ini menghasilkan keterampilan-keterampilan
mengajar, kecerdasan, motivasi, dan sifat-sifat kepribadian guru. Kemampuan-kemam-
puan itu disebut dengan kepemilikan guru.
Dalam variabel pengalaman latihan guru, mengikuti pendidikan di universitas
menempati urutan pertama. Hal ini memperlihatkan bahwa karakteristik akademik bagi
seorang guru menjadi acuan untuk menjamin efektivitas pembelajaran di kelas (Bidle &
Dunkin, 1974: 38). Pentingnya pendidikan guru ini juga muncul dalam ungkapan lain,
bahwa kualitas guru dan program pendidikan guru mempengaruhi efektivitas mengajar
mereka (Whaley & Hegstrom, 1992: 224). Kedua ungkapan ini saling mendukung, dan
memperlihatkan perlunya lembaga pendidikan memperhatikan jenjang dan jenis
pendidikan seorang guru. Penyesuaian kebutuhan dan tingkat atau jenjang pendidikan
seorang guru dalam upaya pmeningkatan kualitas mengajar-belajar harus terus
digalakan. Jenjang pendidikan dalam satu jenis keahlian merupakan cermin kualitas
guru ditinjau dari sudut formal.
Sertifikasi, gelar, atau ijazah dari suatu jenjang pendidikan dapat dijadikan bukti
dan landasan formal bahwa individu mempunyai keterampilan-keterampilan atau
kemampuan khusus sesuai dengan bidang keahliannya. Untuk guru pendidikan
profesional, sertifikat itu dapat dipandang sebagai dasar kepemilikan keterampilan
mengajar, kecerdasan, serta pembangun sifat-sifat kepribadiannya. Dengan kemampuan
dasar seperti ini, diharapkan individu guru itu dapat menyelenggarakan proses
pembelajaran di kelas sesuai dengan kebutuhan keahlian mereka masing-masing. Untuk
melaksanakan pembelajaran diperlukan keterampilan dalam merencanakan dan mengor-
ganisasikan setiap aktivitas yang akan dilakukan di kelas. Proses belajar hanya dapat
terjadi jika pengalaman belajar dalam pendidikan direncanakan, diorganisasi dan
diarahkan oleh guru-guru bersertifikat.
Gambaran-gambaran ini memperlihatkan wawasan yang seyogianya dipahami
oleh setiap guru. Pemahaman guru terhadap kemampuan/keterampilan minimum dalam
suatu lapangan kerja diperlukan untuk dapat memberikan gambaran dan wawasan
tentang kehidupan kerja kepada peserta didik. Kemampuan dan kecerdasan guru dalam

13
bidang keahliannya diperlukan untuk mempersiapkan keterampilan-keterampilan
akademik dan kognitif peserta didik sesuai dengan jurusannya. Standar minimum
penguasaan atas pengetahaun dan wawasan itu dapat diidentifikasi melalui sertifikasi
atau standar formal jenjang pendidikan individu guru.

G. Peningkatan Fasilitas Pendidikan


Dalam proses pendidikan dan/atau pembelajaran fasilitas pendidikan mencakup
komponen-komponen sumber belajar, sarana dan prasarana penunjang lainnya. Dalam
peningkatan fasilitas pendidikan yang perlu digaris bawahi adalah peningkatan sumber-
sumber belajar, sejalan dengan perkembagan teknologi pendidikan dewasa ini. Perkem-
bangan sumber-sumber belajar ini memungkinkan siswa belajar tanpa batas, tidak
hanya di ruang kelas, tetapi bisa di laboratorium, perpustakaan, di rumah, dan di
tempat-tempat lain. Oleh karena itu, peninggkatan fasilitas laboratorium, perpusatakaan,
atau ruang-ruang belajar khusus seperti ruang komputer, sanggar seni, ruang audio dan
vidio seyogianya semakin menjadi faktor-faktor yang turut menjadi perhatian
dalampeningkatan fasilitas belajar atau pendidikan. Memang, pengembangan dan
peningkatan kualitas sumber belajar ini semakin menuntut peningkatan pembiayaan,
karena pada dasarnya komponen sumber belajar dewasa ini padat modal. Dalam hal ini,
peran pihak masyarakat dan atau orang tua murid dapat dilibatkan dalam berbagai
upaya pendanaannya.
Namun demikian yang perlu dicermati, kecanggihan sumber belajar bukan
satu-satunya syarat untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekolah. Sumber belajar
yang padat teknologi itu memang cukup efektif dan efisien untuk menyajika materi,
tetapi ada yang hilang di sana yaitu unsur manusianya. Jika di hadapkan kepada aspek
kemanusiaan, kecanggihan sumber belajar itu terlihat kekurangannya. Bagaimanapun
mendidikan siswa adalah untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya, sehingga
mampu berbuat sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, seperti nilai-nilai keagamaan,
keindahan, ekonomi, pengetahuan, teknologi, sosial, dan kecerdasan. Sumber belajar
merupakan sarana pendukung untuk membantu memudahkan pencapaian tujuan
pembelajaran dan pendidikan, memudahkan dalam menyajikan data, informasi, materi
pelajaran, variasi budaya, dan tidak kenal bosan karena tanpa sentuhan emosi.

G. Manajemen Sekolah.
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), jalur
pendidikan kita terdiri atas pendidikan sekolah dan luar sekolah. Dalam UUSPN ini
jelas tergambar bahwa, pendidikan jalur sekolah merupakan ujung tombak dalam

14
penyelenggaraan pendidikan, dan pendidikan sekolah merupakan lembaga yang harus
dikelola dan diselenggarakan secara seksama. Visi lembaga untuk menatap masa depan
dan meningkatkan kualitas proses harus diperjelas, dimengerti, dan dihayati oleh setiap
personal. Tidak hanya, kepala sekolah dan guru saja, tetapi juga para personal
pendukung (tenaga administrasi, teknisi, serta personal lainnya). Dalam membangun
visi lembaga dan personal sekolah, peran kepala sekolah memainkan peran kunci,
sehingga lembaga memberikan kesan mempunyai karakter yang kreatif, inovatif, dan
mampu mandiri. Membangun visi dan visi personal amat penting dalam menjalankan
suatu lembaga pendidikan untuk beradaptasi dan mengantisipasi dinamika tuntutan
masyarakat dan teknologi yang semakin tidak menentu.
Peran kepala sekolah yang menjadi kunci keberhasilan dan kelancaran
jalannya sistem lembaga adalah kepiawaiannya dalam mengelola (memanaj) jalannya
sistem — mulai dari penentuan raw input, instrumental input, environmental input,
proses, output, dan feedback dari evaluasi. Komponen-komponen sistem ini merupakan
satu kesatuan, satu dari komponen ini mengalami stagnasi maka akan terjadi kepin-
cangan dalam proses dan berlanjut pada outputnya. Contoh sederhana, dalam
mensosialisasikan dokumen kurikulum (katakanlah kurikulum 1994), jika dokumen itu
berhenti hanya sampai meja atau almari kepala sekolah atau pembantu kepala sekolah,
jelas akan berdampak pada kegagalan dalam implementasinya. Karena, inovasi yang
ada dalam kurikulum 1994 itu tidak akan dipahami dan dimengerti oleh guru-guru
untuk dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
Dalam kelancaran sistem ini, satu komponen dengan komponen lainnya tidak
dapat dipisahkan, manajemen pendidikan perlu ditingkatkan, kelancaran sistem harus
lebih efektif dan efisien. Peningkatan ini kelihatannya tertumpu pada sistem kontrol
pimpinan sekolah (kepala sekolah), memantau setiap aktivitas sistem pada variasi waktu
yang cukup pendek. Aspek lain yang tidak kalah pentingnya dalam peningkatan kualitas
sekolah adalah kajian manajemen, yaitu upaya-upaya peningkatan kesejahteraan
personal. Kepala sekolah dituntut untuk mampu memunculkan suatu produk dalam
sistem sekolah sehingga dapat dipasarkan dan memberikan dampak pada peningkatan
finansial personal. Oleh karena itu, kepala sekolah bersama personal lainnya, secara
bersama-sama perlu memikirkan dan mengupayakan untuk mencermati peluang pasar
yang mungkin dan menjalankan sistem untuk menghasilkan suatu produk yang dapat
menarik konsumen. Kerja sama personal harus dibangun untuk mencapai harapan ini.
Kembali lagi, untukmembangun kerja sama yang baik peran dan fungsi kepala sekolah
dalam memanaj atau mengelola jalannya sistem lembaga amat diperlukan. Dengan kata
lain, manajemen sekolah bersama dengan unsur-unsur pendidikan sekolah lainnya harus

15
saling bahu membahu dalam mencapai tujuan dan misi sistem, dalam hal ini pelaksana-
an pendidikan sekolah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

H. Manajemen Pembelajaran Menyeluruh


Pada tingkat sekolah, manajemen menjadi tanggung jawab kepala sekolah,
termasuk didalamnya keterlaksanaan proses pembelajaran dalam upaya meningkatkan
kualitas sekolah. Dua hal yang perlu diperhatikan oleh pimpinan sekolah yaitu
pengendalian dan menjamin kualitas, tidak hanya pada akhir kegiatan pembelajaran
tetapi juga kualitas proses yang sedang berjalan. Suatu asumsi, jika prosesnya baik
maka hasilnya juga akan baik. Dengan kata lain, untuk mengendalikan dan menjamin
kualitas pembelajaran tidak hanya perbagain, tetapi menyeluruh atau keseluruhan
komponen yang tercakup dalam sistem — komponen input, pocsess, dan output. Dalam
konteks pendidikan jalur sekolah, aktivitas ini terwakili oleh kegiatan interaksi yang
telah dijelaskan pada unit porses di atas, yaitu interaksi antara empat komponen
pembelajaran di kelas (komponen guru, siswa, kurikulum, dan sumber belajar).
Pengendalian terhadap komponen-komponen interaksi itu ditambah dengan aspek-aspek
feedback hasil evaluasi merupakan miniatur dari pengendalian pembelajaran
menyeluruh.
Jaminan kualitas pendidikan sekolah tidak dapat dilakukan tanpa mening-
katkan kualitas pengendalian terhadap aliran komponen-komponen dalam sistem.
Peningkatan kualitas pengendalian dalam sistem pendidikan sekolah tidak dapat
dilepaskan dari peningkatan kualitas pemahaman dan pengetahuan para personalnya
(kepala sekolah, guru, pelaksana tata usaha dan personal lainnya). Kemampuan kepala
sekolah dalam mengelola dan mengendalikan jalannya sistem pembelajaran bersama
dengan kemampuan guru untuk memahami dan kemauannya untuk melaksanakan suatu
inovasi dalam pembelajaran di kelas merupakan komponen penting dalam meningkat-
kan kualitas pembelajaran.

H. Dukungan dan Partisipasi Orang Tua Murid


Pelaksanaan pendidikan sekolah membutuhkan dukungan dan peran serta
masyarakat lingkungan tempat sekolah itu diselenggarakan. Masyarakat dalam hal ini
mencakup unsur-unsur pemuka masyarakat, pemuda, dan orang tua murid. Dari ketiga
komponen masyarakat ini, orang tua murid yang paling dekat dalam mendukung dan
berpartisipasi aktif dalam upaya-upaya peningkatan kualitas pendidkan jalur sekolah. Di
pihak lain, lembaga pendidikan sekolah telah membuka jalur untuk menerima dan

16
melibatkan orang tua murid dalam meningkatkan kualitas sekolah mereka, seperti di
adakannya BP3. Melalu jalur BP3 diharapkan komunikasi antara orang tua dan pihak
sekolah dapat terjalin secara apik.
Melalui BP3, orang tua murid dapat menyampaikan harapan-harapan dan
mungkin mengajukan sumbang saran kepada sekolah, di pihak lain sekolah dapat
menyampaikan apa yang menjadi tujuan dan aktivitasd-aktivitas yang diharapkan untuk
membantu siswa belajar. Komunikasi dua arah antara sekolah dan orang tua murid akan
sangat membantu dalam berbagai upaya peningkatan kualitas sekolah, tidak hanya
sebatas penyampaian sumbangan dan/atau pembiayaan tambahan dalam proses
pembelajaran untuk putra-putra mereka. Secara mikro, guru suatu mata pelajaran dapat
menyampaikan harapannya kepada orang tua murid bagaimana seyogianya anak mereka
belajar di luar kegiatan sekolah. Mungkin saja, diperlukan bantuan orang tua murid
untuk membantu mengingatkan anak-anak mereka atas tugas-tugas dalam satu mata
pelajaran yang harus dikerjakan sebagai latihan dan/atau pemicu untuk belajar di
rumah. Guru juga mungkin dapat menyampaikan harapan-harapan mereka kepada
orang tua siswa tentang waktu dan efektivitas belajar siswanya setelah berada di rumah.
Dengan melakukan komunikasi dua arah secara apik akan terbangun pola keterbukaan
dan keakraban antara guru-guru dengan orang tua murid, sehingga dapat saling mengisi.

I. Penutup
Peningkatan kualitas pendidikan dalam konteks desa buana tidak dapat
dipisahkan dari berbagai aspek seperti perkembangan teknologi (perdagangan dan
pendidikan), iklim pasar global, dan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan
masyarakat. Menalaah kualitas pendidikan sekolah pada iklim persaingan dalam
kemitraan tidak dapat dipisahkan dari upaya-upaya pengembangan pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, keterlibatan aspek-aspek pendidikan yang
tercakup dalam paradigma sistem pendidikan secara seksama perlu dicermati.
Peningkatan kualitas pendidikan sekolah, tidak terjadi secara parsial, tetapi terintegrasi
dan melibatkan semua komponen, walaupun mempunyai perbedaan secara
proporsional. Atas dasar itu peningkatan kualitas pendidikan sekolah perlu
memperhatikan tentang paradigma pendidikan, pemahaman dan pengertian tenang
kualitas pendidikan itu sendiri, aspek guru (visi dan karakteristik kerja guru),
pengembangan profesional, penignkatan sumber-sumber belajar, pengembangan dan
peningkatan fungsi manajemen sekolah dan pembelajaran, serta peran dan partisipasi
orang tua murid.

17
DAFTAR PUSTAKA

Dunkin, M.J. & Bidle, B.J. (1974). The Study of Teaching. New York: Holt, Rinehart
and Winstone, Inc.

Habibie, B.J. (1995). Peran Ilmuwan Indonesia dalam Proses Pembangunan Meng-
hadapi Abad 21. Pidato Sambutan pada Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional
VI. Jakarta: 11-13 September 1995.

Hamid, H.S. (1984). An Evaluation of the 1975 General Senior Secondary Social
Studies Curriculum Implementation in Bandung Municipality. A Thesis
Submitted for Degree of Doctor of Philosophy. Macquarie University, School
of Education.

Inaba, S. (1994). The Future Manufacturing System. Proceedings of the Pacific Con-
ference Manufacturing. Jakarta.

Krisnahadi. (1994). Industri Elektronika dan Telekomunikasi: Peran Litbang dalam


Penguasaan Teknologi dan Pembinaan Industri Mandiri. Makalah. Disajikan
pada Rakornas Ristek XII, 22-24 Mei 1994 di Jakarta.

Taraman, K. S. (1994a). The Global Impact of Manufacturing. Proceedings Pacific


Conference on Manufacturing, 19-22 December 1994 in Jakarta. 1025-1031.

Sukirno. (1995). Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan Profesion-


alitas Guru, Pelangi Pendidikan.

Sukirno. (1997). Implementasi Kurikulum Politeknik dalam Rangka Mempersiapkan


Kemampuan yang Adaptabel terhdap Tuntutan Kerja di Lingkungan Industri.
Disertasi. PPS IKIP Bandung.

Tita Lestari. (1997). Dampak Penerapan Metode Pemecahan Masalah Terhadap


Kemampuan Berpikir Siswa Dalam Pembelajaran Matematika. Tesis. PPS
IKIP Bandung.

Tonny, S. (1994). Standardisasi itu dan Kita: Mahasiswa Politeknik Harus Tahu.
Infopoli. Edisi 5.

Wardiman, D. (1995). Tantangan Pembangunan Nasional Menghadapi Era Globalisasi.


Mimbar Pendidikan. Nomor 1, tahun XIV, 30-32.

Whaley, K.W. & Hegstrom, T.G. (1992). Perceptions of School Principal Com-
munication Effectiveness and Teacher Satisfaction on the Job. Journal of
Research and Development in Education. 25, (4), 224-231.

18

Anda mungkin juga menyukai