Anda di halaman 1dari 12

Kongres Pemuda 1928

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari


Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia
Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah
dirapikan, tolong hapus pesan ini.

Kongres Pemuda diadakan 2 kali. Kongres Pemuda I diadakan tahun 1926 dan
menghasilkan kesepakatan bersama mengenai kegiatan pemuda pada segi sosial,
ekonomi, dan budaya. Kongres ini diikuti oleh seluruh organisasi pemuda saat itu seperti
Jong Java, Jong Sumatra, Jong Betawi, dlsb. Selanjutnya juga disepakati untuk
mengadakan kongres yang kedua.

Kongres Pemuda II, atau dikenal sebagai Kongres Pemuda 28 Oktober 1928, dan terkenal
dengan sebutan Sumpah Pemuda dipimpin oleh pemuda Soegondo dari PPI (Persatuan
Pemuda Indonesia), menghasilkan Trilogi Pemuda: Satu NUSA, Satu BANGSA, Satu
BAHASA: INDONESIA. Selain itu juga ditetapkan Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf
Supratman sebagai lagu kebangsaan.

Mon, 27 Oct 2008 17:14:26 -0700

Penggagas Kongres Pemuda Pertama


Lima organisasi pemuda menggagas Kongres Pemuda Pertama 1926. Dengan
alasan
lebih jauh, Tabrani, ketua kongres, menolak keinginan peserta yang akan
menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.

DIALAH tokoh penting di balik terselenggaranya Kongres Sumpah Pemuda


Pertama
1926. Mohammad Tabrani Soerjowitjitro, wafat pada 1984, tak hanya
menggagas
munculnya kongres itu, tapi ia juga kemudian menjadi ketuanya.
Saat masih hidup, banyak yang memintanya menuliskan pengalaman dan apa
yang
diketahuinya perihal kongres, yang kemudian mengantar terjadinya
Kongres Pemuda
1928 yang momumental tersebut. Tapi Tabrani selalu menolak.
Sikapnya baru mencair ketika pada 1973, Sudiro, bekas Wali Kota
Jakarta,
memintanya. Maka Tabrani pun menuliskan pengalamannya dalam buku 45
Tahun
Sumpah Pemuda. Buku ini diterbitkan pada 1974 oleh Yayasan Gedung-
gedung
Bersejarah Jakarta. ”Bukan saya angkuh, apalagi takut, melainkan
khawatir
nanti-nanti berbuat salah,” katanya menjelaskan. ”Sebab, saya tidak
memiliki
dokumen asli yang lengkap seputar Kongres Pemuda Indonesia Pertama
tersebut,”
katanya.
Menurut Tabrani, laporan kongres yang berjudul Verslag van Het Eerste
Indonesisch Jeugdcongress (Laporan Kongres Pemuda Indonesia Pertama)
yang
diterbitkan oleh Panitia Kongres telah dimusnahkan Belanda. Ia
mengetahui kabar
itu ketika tengah bersiap meninggalkan Tanah Air untuk berangkat ke
Jerman.
”Jadi tidak sempat mengurusnya.” Tapi, untunglah, sebelumnya ia telah
mengirimkan salinan laporan itu ke Museum Pusat dan sejumlah media
massa. Pada
1973 Tabrani menemukan dokumen kongres itu di Museum Pusat—kini bernama
Museum
Nasional. ”Kondisinya sudah memprihatinkan,” ujarnya.
Menurut Tabrani, untuk ”mengelabui” pemerintah Belanda, saat itu ia
melakukan
sejumlah trik kala kongres. Beberapa orang sengaja ia perintahkan
mengobrol
dengan kepala polisi rahasia dan sejumlah pejabat Belanda yang hadir.
Tujuannya, agar mereka tak sempat menyimak pidato peserta kongres.

Persiapan Kongres Pemuda Pertama dilakukan pada 15 November 1925 di


gedung Lux
Orientis, Jakarta. Hadir lima organisasi pemuda dan beberapa peserta
perorangan. Organisasi itu Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon,
Pelajar
Minahasa, dan Sekar Roekoen. Tabrani mewakili Jong Java.
Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan membentuk panitia Kongres Pemuda
Indonesia Pertama. Tujuan kongres tersebut, ”Menggugah semangat kerja
sama di
antara bermacam-macam organisasi pemuda di tanah air kita, supaya dapat
diwujudkan dasar pokok lahirnya persatuan Indonesia, di tengah-tengah
bangsa di
dunia.” Panitia kongres terdiri atas 10 orang, di antaranya Bahder
Djohan,
Sumarto, Jan Toule Soulehuwij, Paul Pinontoan, dan Tabrani. Dari sini
lantas
dibentuk ”panitia inti”. Ketua Tabrani, wakil ketua Sumarto, sekretaris
Djamaludin (Adinegoro), dan bendahara Suwarso.
Kongres Pemuda Pertama itu kemudian digelar di Jakarta pada 30 April
1926
hingga 2 Mei 1926. Berbagai persoalan dibahas dalam kongres ini. Bahder
Djohan,
misalnya, menyampaikan materi ”kedudukan wanita dalam masyarakat
Indonesia”.
Tapi, lantaran terlambat datang dari Bandung, ”pidato” Bahder akhirnya
dibacakan Djamaludin. Adapun Paul Pinontoan membahas peranan agama
dalam
gerakan nasional.
Dalam kongres yang memakai bahasa Belanda itu dibicarakan pula soal
bahasa
persatuan. Muhammad Yamin, yang membahas ”masa depan bahasa-bahasa
Indonesia
dan kesusastraannya”, menyatakan hanya dua bahasa, Jawa dan Melayu,
yang
berpeluang menjadi bahasa persatuan. Namun Yamin yakin bahasa Melayu
yang akan
lebih berkembang sebagai bahasa persatuan. Djamaludin sependapat dengan
Yamin.
Menurut Tabrani, peserta kongres saat itu sepakat menetapkan bahasa
Melayu
sebagai bahasa persatuan. Namun Tabrani menentang. ”Bukan saya tidak
menyetujui
pidato Yamin. Jalan pikiran saya ialah tujuan bersama, yaitu satu nusa,
satu
bangsa, satu bahasa,” ujar Tabrani, seperti yang ia tulis dalam 45
Tahun Sumpah
Pemuda.
Menurut Tabrani, kalau nusa itu bernama Indonesia, bangsa itu bernama
Indonesia, ”Maka bahasa itu harus disebut bahasa Indonesia dan bukan
bahasa
Melayu, walaupun unsur-unsurnya Melayu.” Pendapat ini diterima Yamin
dan
Djamaludin. Keputusan menetapkan bahasa persatuan itu pun ditunda dan
akan
dikemukakan lagi dalam Kongres Pemuda Kedua.

Sayangnya, ketika kongres kedua berlangsung, Tabrani dan Djamaludin


sedang
berada di luar negeri.
Tabrani juga disebut-sebut berperan mengubah rumusan Sumpah Pemuda.
Sewaktu
disepakati, sumpah itu, terutama butir ketiga, berbunyi: ”menjunjung
bahasa
persatuan, bahasa Indonesia”. Rumusan populer sekarang: ”mengaku
berbahasa
satu, bahasa Indonesia”.
Menurut Keith Foulcher dalam Sumpah Pemuda, Makna & Proses Penciptaan
Simbol
Kebangsaan Indonesia (Komunitas Bambu, cetakan II, 2008), pergeseran
itu tidak
terjadi begitu saja.
Foulcher merujuk pada Kongres Bahasa 1938. Ketika itu, kata Foulcher,
Tabrani
menyampaikan topik ”Mendorong Penyebarluasan Bahasa Indonesia”. Saat
itu ia
memberikan argumen bahwa bahasa Indonesia tidak beroposisi terhadap
bahasa
daerah, tapi merepresentasikan ”Sumpah Kita”. Ia kemudian menyampaikan
satu
rumusan baru:

Kita bertoempah tanah (sic) satu, jaitoe tanah (sic) Indonesia,


Kita berbangsa satoe, jaitoe bangsa Indonesia,
Kita berbahasa satoe, jaitoe bahasa Indonesia
Tabrani lahir di Pamekasan, Madura, 10 Oktober 1904. Setelah menamatkan
pendidikan di MULO Surabaya, dia masuk AMS di Bandung dan kemudian
OSVIA, juga
di Bandung. Sejak di MULO ia aktif di Jong Java.
Meski menuntut ilmu di sekolah calon pamong praja, Tabrani lebih
berminat pada
jurnalistik. Pada 1926 ia sudah memimpin harian Hindia Baroe bersama
Haji Agus
Salim. Selepas Kongres Pemuda Pertama, ia berkeliling Eropa, hingga
1931,
mencari pengalaman jurnalistik. Ia, antara lain, mengunjungi London,
Berlin,
Koln, dan Wina. Sembari membantu koran-koran Belanda, seperti Het Volk
dan De
Teleraaf. Setelah pulang ke Tanah Air, ia mendirikan Partai Rakyat
Indonesia
dan menerbitkan majalah Revue Politiek. Beberapa tahun kemudian, ia
memimpin
harian Pemandangan.
Dalam Kongres Persatoean Djoernalis Indonesia Kelima di Solo 1939,
Tabrani
terpilih sebagai ketua. Di zaman Jepang, ia memimpin koran Tjahaja di
Bandung.
Pada zaman Jepang ini pula ia pernah dijebloskan ke penjara Sukamiskin.
Ia
disiksa hingga kakinya cacat, pincang.

Lepas dari penjara, Tabrani memimpin Indonesia Merdeka yang diterbitkan


Jawa
Hokokai. Saat Indonesia merdeka, ia sempat mengelola koran Suluh
Indonesia,
milik Partai Nasional Indonesia.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/10/27/LK/mbm.20081027.
LK128563.id.html
Peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 Kongres Pemuda II -
Satu Tanah Air, Bangsa dan Bahasa
Wed, 21/05/2008 - 4:00pm — godam64

Peristiwa sejarah Soempah Pemoeda atau Sumpah Pemuda merupakan suatu pengakuan
dari Pemuda-Pemudi Indonesia yang mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa dan satu
bahasa. Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 hasil rumusan dari
Kerapatan Pemoeda-Pemoedi atau Kongres Pemuda II Indonesia yang hingga kini setiap
tahunnya diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.

Kongres Pemuda II dilaksanakan tiga sesi di tiga tempat berbeda oleh organisasi
Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang beranggotakan pelajar dari seluruh
wilayah Indonesia. Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai wakil organisasi kepemudaan
yaitu Jong Java, Jong Batak, Jong, Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten
Bond, Jong Ambon, dsb serta pengamat dari pemuda tiong hoa seperti Kwee Thiam
Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie.

Isi Dari Sumpah Pemuda Hasil Kongres Pemuda Kedua :

PERTAMA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang
Satoe, Tanah Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah
Yang Satu, Tanah Indonesia).

KEDOEA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe,
Bangsa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu,
Bangsa Indonesia).

KETIGA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean,


Bahasa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan,
Bahasa Indonesia).

Dalam peristiwa sumpah pemuda yang bersejarah tersebut diperdengarkan lagu


kebangsaan Indonesia untuk yang pertama kali yang diciptakan oleh W.R. Soepratman.
Lagu Indonesia Raya dipublikasikan pertama kali pada tahun 1928 pada media cetak
surat kabar Sin Po dengan mencantumkan teks yang menegaskan bahwa lagu itu adalah
lagu kebangsaan. Lagu itu sempat dilarang oleh pemerintah kolonial hindia belanda,
namun para pemuda tetap terus menyanyikannya.

Apabila kita ingin mengetahui lebih lanjut mengenai banyak hal tentang Sumpah Pemuda
kita bisa menunjungi Museum Sumpah Pemuda yang berada di Gedung Sekretariat PPI
Jl. Kramat Raya 106 Jakarta Pusat. Museum ini memiliki koleksi utama seperti biola asli
milik Wage Rudolf Supratman yang menciptakan lagu kebangsaan Indonesia Raya serta
foto-foto bersejarah peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 yang menjadi
tonggak sejarah pergerakan pemuda-pemudi Indonesia.
Website Musium : www.museumsumpahpemuda.go.id

Antara Kongres Pemuda II dan Kongres Mahasiswa Islam


Indonesia 35

Bosenin -8 adi

Selasa, 27 Okt '09 12:46

Indonesia pada 1928. Lewat 25 tahun setelah kesultanan Aceh berhasil ditaklukkan oleh
Belanda. Organisasi NU baru saja berusia 2 tahun. Pemuda-pemuda telah ramai
mengelompokkan diri dalam berbagai perkumpulan seperti Jong Java, Jong Indonesia,
Jong Sumatranen Bond, dan lain lain. Sementara itu, telah lewat 2 tahun sejak Kogres
Pemuda I. Mereka bersiap mengadakan Kongres II. Sejarah mengatakan kepada kita,
sekalipun dihalang-halangi oleh polisi rahasia Belanda kongres tersebut pada akhirnya
berlangsung dan menelurkan suatu Sumpah (dalam bahasa Sutan Takdir Alisjahbana)
yang memberikan arah perjuangan pemuda saat itu meraih kemerdekaan negeri kita.

Indonesia pada 2009. Lewat 80 tahun setelah Kongres Pemuda II. Cita-cita pemuda saat
itu pun kesampaian. Penjajah Belanda telah terusir lebih dari 60 tahun yang lalu.
Penjajahan fisik telah menghilang. Cita-cita mulia kemerdekaan lalu dilanjutkan dengan
cara mengisinya. Tidak sedikit di antara pelaku kongres yang kemudian mengisi posisi di
pemerintahan. Namun cita-cita hidup makmur, aman dan sentosa ternyata tidak semudah
membalik tangan dan mengganti baju. Tidak cukup dengan mengusir Belanda thok. Perlu
konsepsi dan strategi mencapainya. Sesuatu yang (barangkali) terlupakan dan tidak
tergali secara intensif saat itu. Namun satu hal yang menarik diamati, kesamaan visi dan
misi ternyata mampu menghantarkan mereka kepada kemerdekaan.

Itulah barangkali yang membuat para pemuda kita saat ini berinisiatif mengadakan
Kongres Mahasiswa Islam Indonesia pada 18 Oktober lalu. Lebih dari 5000 pemuda
hadir di halaman Basket Hall, Senayan, Jakarta. Dalam kongres itu digulirkan keinginan
untuk lepas dari sistem kapitalistik yang menjajah negeri ini sembari menawarkan Islam
sebagai sistem alternatif. Persis dengan pendahulu mereka 80 tahun lampau, mereka
kompak menyuarakan visi dan misi yang sama, yakni menyongsong tegaknya Islam dan
Khilafah sebagai agen perubahan. Adakah ini pertanda bahwa perubahan akan segera
terjadi, tentunya dengan seizin Allah?
Wallahu a’lam. Tahun 2020 diprediksi sebagai tahun berdirinya Khilafah di negeri Islam.
Yang memprediksi ini pun bukan main-main, seribu orang ahli dari lima benua.
Dikatakan, Khilafah adalah salah satu dari 4 skenario yang mungkin sebagai pemegang
kekuasaan dunia di tahun itu. Tahun 2020 hanyalah 10 tahun dari sekarang, masih lebih
singkat dibandingkan masa Kongres Pemuda II hingga 1945. Mungkin saja karena itu,
Belanda saat ini sedang mempersiapkan dan menyusun langkah-langkah diplomasi
mereka terhadap Khilafah-to-come!

Referensi:

1. Wahyu Barata. Momentum Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 di


http://www.kabarindonesia.com/berita.php?
pil=13&jd=Momentum+Hari+Sumpah+Pemuda+
+28+Oktober+1928&dn=20091025163148
2. Media Umat. Edisi 22, 2009.
3. Al Wa’ie. No. 110, tahun X, Oktober 2009.
Pertanyaan Terselesaikan
Lihat lainnya »

Tentang Kongres Pemuda?


ada yg bisa jelasin gk tentang kongres pemuda.
-kapan terjadinya
-siapa aja yg terlibat
-latar belakang
-tujuan kongres pemuda

tolong bantu ya...

• 5 bulan lalu

Lapor Penyalahgunaan

by N.Poengk...
Anggota sejak:
27 November 2007
Total poin:
9159 (Tingkat 5)

• Tambahkan ke Kontak Saya


• Blokir Pengguna

Jawaban Terbaik - Dipilih oleh Penanya


Konggres Pemuda diadakan 2 kali. Konggres Pemuda I diadakan tahun 1926 dan
menghasilkan kesepakatan bersama mengenai kegiatan pemuda pada segi sosial,
ekonomi, dan budaya. Konggres ini diikuti oleh seluruh organisasi pemuda saat itu
seperti Jong Java, Jong Sumatra, Jong Betawi, dlsb. Selanjutnya juga disepakati untuk
mengadakan Konggres yang kedua.

Konggres Pemuda II, atau dikenal sebagai Konggres Pemuda 28 Oktober 1928, dan
terkenal dengan sebutan Sumpah Pemuda dipimpin oleh pemuda Soegondo (Sugondo
Djojopuspito) dari PPI (Persatuan Pemuda Indonesia), menghasilkan Trilogi Pemuda:
Satu NUSA, Satu BANGSA, Satu BAHASA: INDONESIA. Selain itu juga ditetapkan
Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman sebagai lagu kebangsaan.
Susunan Panitia Kongres Pemuda II Tahun 1928

Ketua : Sugondo Djojopuspito (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia)

Wakil Ketua : Djoko Marsiad (Jong Java)

Sekretaris : Muhammad Yamin (Jong Soematranen Bond)

Bendahara : Amir Sjarifudin (Jong Bataks Bond)

Pembantu I : Djohan Muh Tjai (Jong Islamieten Bond)

Pembantu II : Kotjosungkono (Pemuda Indonesia)

Pembantu III : Senduk (Jong Celebes)

Pembantu IV : J. Leimena (Jong Ambon)

Pembantu V : Rohjani (Pemuda Kaum Betawi)

Acara Kongres Pemuda II Tahun 2008

Kerapatan (Kongres) Pemoeda-Pemoeda Indonesia


di Weltevreden (Jakarta)
27 – 28 Oktober 2008

Rapat Pertama

27 Oktober, malam Minggoe


7.30 – 11.30 di gedoeng Katholike Jongelingen Bond, Walterlooplein

1. Memboeka kerapatan oleh Toean Soegondo


2. Menerima salam dan menhoekai kerapatan.
3. Dari hal Persatoean dan Kebangsaan Indonesia, oleh Moeh. Yamin

Rapat Kedoea
(28 Oktober 1928, hari Minggoe 8 – 12 Ost Java Bioscoop, Koningsplein Noord)
Membitjarakan perkara pendidikan oleh :

Poernoemoewoelan
S. Mangoensarkoro
Djokosarwono
Ki Hadjar Dewantoro

Rapat Ketiga
(28 Oktober 1928 malam Senen 5.30 – 7.30 di gedoeng Indonesisch Clubhuis Kramat
106)

1. Arak-arakan pandoe (Padvinderij 17.30 – 19.30)


2. Dari hal pergerakan Pandoe oleh T. Ramelan
3. Pergerakan Pemoeda Indonesia dan Pergerakan Pemuda di tanah loearan oleh T Mr
Spenario
4. Mengambil kepoetoesan
5. Menoetoep kerapatan.
Sumpah Pemuda juga Sumpah Pelajar
Oleh Hayadin

28 Oktober yang diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda merupakan momentum


histories yang sangat berarti bagi perjalanan bangsa dan Negara Indonesia. Pada tanggal
tersebut di tahun 1928, para pemuda dari berbagai suku bangsa di kepulauan nusantara
menyatakan persetujuannya untuk menghilangkan rasa kedaerahan masing-masing dan
pada saat yang bersamaan menyetujui 3 hal utama, yakni: Tanah Air (identitas
kewilayahan) yang satu, identitas Kebangsaan yang satu dan identitas kebahasaan yang
satu. Ketiga identitas tersebut terakumulasi dalam kata “Indonesia” satu.

Persetujuan tersebut dinyatakan dalam bentuk sumpah dan janji yang tertulis dan
sekaligus diikrarkan untuk didengar oleh penduduk Indonesia yang lain, serta penduduk
dunia (khususnya bangsa penjajah yang pintar memecah belah).

Saat itu mayoritas penduduk pribumi di nusantara terpecah belah dan susah untuk
bekerjasama. Setiap suku dan komunitas hanya memikirkan keselamatan dan eksistensi
dirinya bahkan memandang suku dan daerah lainnya sebagai musuh. Rakyat tidak
mengetahui kapan keadaan tersebut akan berubah. Bahkan rakyat memandang kalau
keadaan tersebut merupakan bagian dari nasib yang harus dijalani dan entah sampai
kapan dapat berakhir.

Tentu berbeda dengan para pemuda yang terpelajar (mereka belajar hukum, belajar
ekonomi, mendalami agama secara benar, belajar berorganisasi, bahkan belajar politik).
Mereka memiliki kecerdasan dan kesadaran histories yang melewati zamannya. Mereka
ini menyadari bahwa kondisi keterjajahan yang dialami oleh seluruh rakyat di nusantara
dapat dirubah melalui serangkaian ikhtiar yang cerdas, strategis, dan sistematis. Dan
mereka menularkan kesadaran tersebut kepada seluruh rakyat di nusantara.

Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 saat itu, merupakan tahapan sejarah yang
dipersiapkan menuju kebebasan dari penjajah. Karena prasyarat untuk merdeka adalah
persatuan seluruh komponen masyarakat di seluruh nusantara untuk berjuang melawan
kehendak asing yang ingin menjajah bangsa kita selamanya. Dengan kesadaran untuk
bersatu, maka seluruh resources yang ada di tanah air kita menjadi alat dan kekuatan
untuk memerangi kehendak penjajah dan menyatakan kemerdekaan diri sebagai negara
dan bangsa yang berdaulat.

Momentum tersebut terbukti efektif membangkitkan kesadaran bangsa untuk menjadi


merdeka dan tidak mau lagi dijajah. Berbagai perlawanan kepada penjajah terjadi secara
masif di seluruh wilayah nusantara oleh berbagai komponen masyarakat. Titik kulminasi
dari kesadaran bersatu tersebut kemudian melahirkan kemerdekaan bangsa pada tahun
1945 (17 Agustus).

Apresiasi yang tinggi serta rasa hormat yang dalam patut kita berikan kepada mereka
yang secara langsung atau tidak langsung terlibat mengorganisir dan merencanakan event
Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Mereka adalah pelajar yang sedang menuntut
ilmu. Ilmu pengetahuan dan kecerdasan yang dimiliki telah mendorong mereka untuk
merubah nasib bangsanya. Dirgahayu Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai